Anda di halaman 1dari 3

1.

SEJARAH
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy Bandung [2] terletak di Jalan Soekarno Hatta
No. 187A Bandung, sebelumnya terletak di Jalan Banceuy No. 8 Bandung, nama Banceuy
melekat pada nama Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Bandung di Jalan Soekarno Hatta
No. 187 A Bandung, karena nilai historis pada saat itu mantan presiden Soekarno pernah
ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Banceuy.
Penjara Banceuy dibangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1877, awalnya
penjara ini diperuntukkan bagi tahanan politik tingkat rendah dan kriminal. Di penjara ini ada
2 macam sel yaitu sel untuk tahanan politik di lantai atas dan sel untuk tahanan rakyat jelata
di lantai bawah. Sel penjaranya sendiri berukuran 1,5 x 2,5 meter. Inilah yang menjadi titik
tolak kenapa bangunan ini bersejarah. Pada tanggal 29 Desember 1929, Soekarno serta tiga
rekan dari PNI, Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepraja ditangkap di Yogyakarta
dan kemudian dijebloskan ke penjara Banceuy selama kurang lebih 8 bulan. Di sinilah
Soekarno menyusun pledoi yang sangat terkenal yang kemudian diberi nama Indonesia
Menggugat. Yang dibacakan di sidang pengadilan di Gedung Landraad (kini bernama
Gedung Indonesia Menggugat yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan). Pada tahun 1983
penjara Banceuy dipindahkan ke Jalan Soekarno-Hatta. Yang kemudian penjara Banceuy ini
sendiri dibongkar untuk dijadikan kompleks pertokoan dan disisakan hanyalah sel penjara
Bung Karno dan menara pos penjaga.
Pada tahun 1985 melalui prakarsa Ka. Lapas Banceuy Bandung (R.A . Basarah) semua
penghuni Lapas Banceuy Bandung (Jalan Banceuy No. 8 Bandung) dipindahkan ke Rumah
Tahanan Negara (Rutan) di Jalan Jakarta No. 29 Bandung.
Pada tahun 1990, setelah kebutuhan minimal standar Lapas sebagai tempat hunian
Narapidanabangunan kantor, blok hunian, listrik, dan air, serta fasilitas lainnya tersedia.
Kepala Kantor Wilayah Dep. Kehakiman Jawa Barat (KOHAR SAYUTI, S.H.) bersama Ka
Lapas Banceuy (Marsono, Bc.IP., S.H.) Lapas Banceuy silam resmi dihuni oleh narapidana
pindahan dari Rutan Kebon Waru jalan Jakarta No. 29 Bandung.

2. MASA PERGERAKAN
Penjara Banceuy menjadi bagian dari saksi bisu sejarah perjuangan rakyat Indonesia. Di
penjara ini, presiden pertama RI Ir. Soekarno pernah mendekam selama delapan bulan atas
tuduhan pemberontakan dan dijerat pasal-pasal karet haatzai artikelen. Saat itu, pada akhir
Desember 1929, Soekarno yang menjabat Ketua PNI dijebloskan ke Penjara Banceuy
bersama rekan satu pergerakannya, yaitu R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI Pusat
PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II Cabang Bandung), dan Soepriadinata (Anggota
PNI Cabang Bandung).
Di penjara itu, Soekarno menempati sel nomor 5 yang hanya berukuran 2,5 x 1,5 meter dan
berisi kasur lipat juga toilet nonpermanen. Pada ruangan pengap ini pula, Soekarno menyusun
pidato pembelaan (pledoi),[3] yang dibacakan pada sidang Pengadilan Hindia Belanda di
Gedung Landraad (kini Gedung Indonesia Menggugat) di Jalan Perintis Kemerdekaan
(dahulu Jalan Gereja). Pledoi dengan judul Indonesie Klaagt Aan (Indonesia Menggugat) pun
menjadi terkenal.
Sel no 05, tempat Bung Karno di penjara
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Penjara Banceuy di Jalan Banceuy (dahulu
Bantjeujweg)[4] merupakan penjara yang digunakan untuk menahan para pribumi yang
melakukan tindakan kriminal dan tahanan politik. Tak ada catatan yang begitu lengkap
mengenai sejarah pembangunan penjara ini, seperti siapa sang perancang ataupun apa gaya
arsitekturnya. Hanya diketahui, penjara ini dibangun pada akhir abad ke-19 atau tepatnya
pada 1871. Saat bangunan ini memasuki usia lebih dari seratus tahun, Penjara Banceuy mulai
tergerus perkembangan zaman. Pada tahun 1983, bangunan Penjara Banceuy dirobohkan
untuk dijadikan pertokoan yang kelak bernama Banceuy Permai. Sementara Penjara Banceuy
sendiri dipindahkan ke Jalan Soekarno-Hatta. Hanya satu sel bekas Soekarno dan salah satu
bagian menara pengawas dari bangunan penjara ini yang dibiarkan tersisa hingga sekarang.
Bagian menara terlihat dari pinggir Jalan Banceuy yang mengarah ke Jalan Naripan dan Jalan
Cikapundung. Tak jauh dari situ, sekitar 200 meter ke dalam area pertokoan Banceuy Permai,
berdiri sel tahanan nomor 5
3. Indonesia Menggugat
Indonesia Menggugat adalah pidato pembelaan yang dibacakan oleh Soekarno pada
persidangan di Landraad, Bandung pada tahun 1930. Soekarno bersama tiga rekannya,
yaitu Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata yang tergabung dalam Perserikatan
Nasional Indonesia (PNI) dituduh hendak menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda. Dari
balik jeruji penjara, Soekarno menyusun dan menulis sendiri pidato tersebut. Isi pidato
Indonesia Menggugat adalah tentang keadaan politik internasional dan kerusakan
masyarakat Indonesia di bawah penjajah. Pidato pembelaan ini kemudian menjadi suatu
dokumen politik menentang kolonialisme dan imperialisme.[1]

4. PEMBUKAAN PIDATO
Soekarno mengawali pidato pembelaan Indonesia Menggugat dengan menyampaikan
bahwa proses peradilan yang sedang dilakukan terhadapnya adalah sebuah
proses politik penguasa kolonial untuk membungkam gerakan nasional yang mulai tumbuh
sejak dekade awal abad ke-20.[1] Di halaman awal pembelaannya Soekarno menuliskan hal
berikut:[1]
"Tak usah kami uraikan lagi, bahwa proses ini adalah proses politik: ia, oleh karenanya, di
dalam pemeriksaannya, tidak boleh dipisahkan dari soal-soal politik yang menjadi sifat dan
asas pergerakan kami dan yang menjadi nyawa pikiran-pikiran dan tindakan- tindakan
kami..."
5. LEMBAGA PERMASYARAKATAN
Lembaga Permasyarakatan (disingkat Lapas) adalah tempat untuk melakukan pembinaan
terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah
lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara.
Lembaga Permasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen
Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut
masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak
oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di
lembaga pemasyarakatan disebut Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal dengan
istilah sipir penjara.
Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada
tahun 1962. Ia menyatakan bahwa tugas jabatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan
hukuman, melainkan juga tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang
yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni Lapas di
Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141
orang. Maraknya peredaran narkoba di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya
kelebihan kapasitas pada tingkat hunian Lapas.
Pemasyarakatan berkembang bukan sebagai penjara lagi tapi sebagai wadah
perubahan bagi para napi itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai