B - 3 - Obat Tetes Mata Nafazolin HCL (2) REV
B - 3 - Obat Tetes Mata Nafazolin HCL (2) REV
PROPOSAL PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL
OBAT TETES MATA ANTIHISTAMIN
“NAFAZOLIN HCL”
Disusun oleh :
Dewi Purwanti (2019210032)
Shierene (2019210033)
Sandra Loretta Suherman (2019210034)
Siti Nurholysoh (2019210035)
Putri Delia Nur Afifah (2019210036)
Wenni Putri Damayanti (2019210150)
Caesillia Agustine (2019210151)
Nadia Nur Arifah Hulawa (2019210152)
Debby Sifa Andira (2019210153)
Zikri Nugraha (2019210154)
Widia Ayu Salsabilah (2019210155)
Satrio Damar Wicaksono (2019210157)
Kelompok : B3
Ketua : Sandra Loretta Suherman
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
I. JUDUL MATERI PRAKTIKUM
Formulasi Obat Tetes Mata Nafazolin HCl
II. PENDAHULUAN
Obat tetes mata biasanya dipakai untuk maksud efek lokal pada pengobatan bagian
permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Yang paling sering dipakai adalah larutan dalam
air, akan tetapi juga biasa dipakai suspensi, cairan bukan air dan salep mata. Karena kapasitas
mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata
diberikan dalam volume yang kecil.
Obat mata dimaksudkan untuk efek lokal pada pengobatan bagian permukaan mata
atau pada bagian dalamnya. Yang paling sering dipakai adalah larutan dalam air, akan tetapi
juga biasanya dipakai suspensi, cairan bukan air dan salep mata (Sediaan Farmasi Steril
2009).
Obat tetes mata adalah obat tetes steril, umumnya isotonis dan isohidris. Digunakan
dengan cara meneteskan ke dalam lekuk mata atau ke permukaan selaput bening mata.
Sterilitas merupakan persyaratan paling penting. Larutan oftalmic yang dibuat secara tidak
tepat dapat mengandung bermacam organisme, dan yang paling berbahaya adalah
Pseudomonas aeroginosa. Infeksi mata dari organisme ini dapat menimbulkan kebutaan. Oleh
sebab itu, sangat berbahaya untuk meneteskan produk tidak steril ke dalam mata apabila
kornea mengalami pengikisan, misalnya karena penggosokan mata. Partikel halus dapat
merangsang mata, menyebabkan rasa kurang menyenangkan kepada pasien, dan karena itu
perlu dieliminasi (kecuali sediaan suspensi) (Sediaan Farmasi Steril 2009).
Tetes mata berupa larutan isotonis, harus steril, harus jernih, serta bebas partikel
asing, serat, dan benang. Jika harus menggunakan dapar, sebaiknya obat tetes mata didapar
pada pH 7,4 hal ini karena mengingat waktu kontak obat tetes mata dengan mata relatif
singkat. Dalam memformulasikan sediaan untuk mata,perlu diperhatikan sejumlah faktor,
seperti tipe sediaan dan cara penggunaannya, aktivitas dan stabilitas bahan aktif obat,
pengaturan tonisitas, pilihan metode sterilisasi dan pengemasan untuk sediaan obat mata yang
dibuat (Agoes, 2009).
Nama Zat Aktif Sifat Fisika dan Kimia Cara Sterilisasi Khasiat dan Dosis
(Howard
Ansel,”pengantar bentuk
sediaan farmasi” edisi IV
hal541)
(Farmakope Indonesia
edisi 5 hal 891 ;
Martindale 28th edition
hal 20; Drug Information
2010 hlm. 2884)
Nama Zat Sifat Fisika dan Kimia Cara Sterilisasi Khasiat dan
Tambahan Konsentrasi
Stabilitas : Bersifat
higroskopis, dapat
dipengaruhi oleh cahaya,
udara dan logam.
Disimpan dalam
temperatur ruang.
OTT : Dengan
alumunium, surfaktan
anionik, sitrat,
fluorescein, hidrogen
peroksida, lanolin, zink
oksida, nitrat, zink sulfat
dan sulfonamid.
( Handbook of
pharmaceutical
excipients 6th edition hal
56)
Wadah &
Penyimpanan: Dalam
wadah tertutup rapat dan
terhindar dari cahaya
Kelarutan: (Farmakope
Mudah larut dalam air, Indonesia edisi V h
sedikit lebih mudah larut 1806)
dalam air mendidih.
(Farmakope Indonesia
edisi V h 917)
Stabilitas :
Larutan natrium klorida
stabil tetapi dapat
menyebabkan pemisahan
partikel kaca dari jenis
wadah kaca
tertentu.
(Handbook of
Pharmaceutical
Excipients 6th edition
h 639)
pH : 6,7 - 7,3
(Handbook of
Pharmaceutical
Excipients 6th edition h
639)
Inkompatibilitas :
Garam merkuri, oksidator
kuat).
(Handbook of
Pharmaceutical
Excipients 6th edition h
639)
Penyimpanan:
Dalam wadah tertutup
rapat, ditempat yang sejuk
dan kering.
(Handbook of
Pharmaceutical
Excipients 6th edition
h 639)
Wadah &
Penyimpanan:
dalam wadah dosis
tunggal dari kaca atau
plastic tidak lebih besar
dari 1 liter. Wadah kaca
sebaiknya dari kaca tipe I
atau tipe II
(Farmakope Indonesia
edisi III hlm. 14)
TEKNOLOGI FARMASI
Obat tetes (Guttae) merupakan sediaan cairan berupa larutan, suspensi atau emulsi
yang dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penetes yang dapat menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan yang
dihasilkan penetes baku yang disebutkan pada Farmakope Indonesia. Larutan obat tetes mata
adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas
sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Larutan obat tetes mata tidak
diperbolehkan mengandung bakterisida dan tidak boleh tercemar dengan bahan lain sehingga
obat tetes mata adalah salah satu obat yang wajib steril karena pemakaiannya yang langsung
pada mata (alat optic steril). (Farmakope Indonesia Edisi V hal. 53)
FARMAKOLOGI
- Farmakologi :
Nafazolin menstimulasi langsung reseptor alfa adrenergik dari sistem saraf
simpatik.Penggunaan nafazolin secara topikal pada mata akan menyebabkan kontraksi
pada pembuluh arteri kecil dan dapat terjadi reaksi hiperemia, namun efek ini jarang
terjadi. Naphazoline mengkonstriksi sistem vaskular dari konjungtiva. Hal ini diduga
bahwa efek ini disebabkan aksi stimulasi langsung obat pada reseptor alpha-
adrenergik dalam arteriol dari konjungtiva, mengakibatkan hambatan konjungtiva
menurun.
(Drug Information 2010, hlm. 2884)
- Farmakodinamik :
Nafazolin secara langsung menstimulasi reseptor adrenergik pada sistem saraf
simpatik. Aktifitas ini menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah dan juga terjadi
dekongestan konjungtiva. Terkadang obat ini menyebabkan midriasis pada mata
namun efek ini biasanya jarang pada konsentrasi kecil.
(Drug Information 2010, hlm. 2884)
- Farmakokinetik :
Penggunaan topikal larutan nafazolin hidroklorida pada mata akan terjadi
vasokontriksi lokal selama 10 menit dan dapat bertahan selama 2-6 jam. Terkadang,
nafazolin hidroklorida dapat terabsorpsi ke dalam sistemik dan menghasilkan efek
sistemik. Informasi distribusi dan eliminasi pada manusia tidak tersedia.
(Drug Information 2010 hlm. 2884).
- Interaksi Obat :
Penggunaan maprotiline atau anti depresan trisiklik bersama nafazolin
hidroklorida akan meningkatkan potensiasi nafazolin.Pasien yang menggunakan
MAO ( mono amin oksidase ) inhibitor akan mengalami hipersensitif berat. Walaupun
interaksi ini belum dilaporkan secara spesifik namun tetap ada kemungkinan terjadi
interaksi tersebut.
(Informasi Obat Nasional Indonesia 2008, hlm. 742)
- Indikasi :
Meringankan iritasi ringan serta mata gatal, mengurangi mata merah atau
kongesti, alergi atau inflamasi pada mata.
(Informasi Obat Nasional Indonesia 2008, hlm. 742)
- Kontraindikasi :
Penderita yang hipersensitif terhadap nafazolin hidroklorida, penderita
glaukoma, anak-anak,bayi dan penggunaan kombinasi nafazolin hidroklorida dan
antazolin kontraindikasi terhadap penderita yang menggunakan soft lense.
(Informasi Obat Nasional Indonesia 2008, hlm. 742)
- Efek samping :
Pandangan kabur, iritasi, midriasis, menurunkan tekanan intraokular.
Penggunaan pada usia lanjut, terutama pada konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan
pelepasan granul pigmen. Sakit kepala, hipertensi, cemas, mual, demam, dan
berkeringat (efek simpatomimetik). Overdosis menyebabkan penurunan suhu tubuh,
mengantuk, bradikardia, dan koma.
(Informasi Obat Nasional Indonesia 2008, hlm. 742)v
V . FORMULA
A. Formula Rujukan
1. Martindale 36th edition h 1565
Nafazolin HCL 0,1%
B. Rencana Formulasi
Tiap 5 mL botol mengandung
Nafazolin HCL 0,1%
Benzalkonium klorida 0,01%
NaCl 0,8454%
Aqua Pro Injection ad 5 mL
2. Benzalkonium klorida
Benzalkonium klorida dipilih sebagai pengawet pada sediaan obat tetes mata
karena benzalkonium klorida merupakan pengawet yang paling umum
digunakan untuk sediaan obat tetes mata. Selain itu benzalkonium klorida juga
memiliki beberapa kelebihan yaitu bersifat tidak mengiritasi dan dapat bekerja
pada rentang pH yang luas yaitu pada pH 5-8. Penggunaan pengawet pada
sediaan ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroba pada sediaan
obat tetes mata karena obat tetes mata tidak hanya untuk sekali pemakaian.
3. NaCl
NaCl digunakan sebagai zat pengisotonis pada sediaan obat tetes mata karena
salah satu syarat dari sediaan obat tetes mata adalah isotonis sehingga tidak
menimbulkan iritasi atau rasa perih ketika digunakan. NaCl juga digunakan
untuk meningkatkan nilai tonisitas sediaan apabila nilainya hipotonis.
1 tetes = 0,05 mL
6 tetes = 0,3 ml
Jadi, 1,3 mL setara dengan 1 mL + 6 tetes
Aqua pro injeksi ad 26 mL = 13 mL - (0,013 + 0,0013 +0,1129)
= 12,8728 mL
Perhitungan tonisitas:
1 x 100)
V = {(W1 x E1) + (W2 x E2)} x ( 0,9
= 0,0316 % (Hipotonis)
Penimbangan
Bahan Komposisi
Nafazolin HCL 13 mg
NaCl 112,9 mg
B. Cara Sterilisasi
5 Karet pipet, karet tutup botol Rebus dalam air Farmakope Indonesia III
mendidih selama 30 hal. 18
menit
1. Disiapkan alat dan bahan kemudian dicuci alat-alat yang akan digunakan
2. Dikalibrasi botol tetes mata 10 mL dan beaker glass 24 mL dan diberi tanda.
3. Disterilkan alat-alat dan botol tetes mata yang akan digunakan
4. Dibuat aqua pro injeksi dalam erlenmeyer, disumbat dengan kapas dan kasa
kemudian dipanaskan aquadest di atas kompor sampai mendidih selama 30
menit lalu disaring
5. Ditimbang Nafazolin HCl, Benzalkonium Klorida, dan Natrium Klorida
6. Dimana Nafazolin HCl dilarutkan dalam aqua PI kemudian, disterilkan dengan
filtrasi menggunakan kertas saring.
7. Dibuat pengenceran Benzalkonium Klorida dengan cara ditimbang 10 mg,
dilarutkan dalam 10 mL aqua PI kemudian hasil pengenceran yang diambil 2,4
mL
8. Benzalkonium klorida yang sudah diencerkan disterilisasi dengan autoklaf.
9. Natrium Klorida dilarutkan dengan aqua pro injeksi, kemudian disterilisasi
dengan autoklaf.
10. Dicampurkan ketiga larutan dalam beaker glass yang telah dikalibrasi
kemudian ditambahkan aqua pro injeksi ad ¾ batas tanda
11. Dilakukan uji evaluasi IPC dan QC (uji pH, uji kejernihan, uji keseragaman
volume)
12. Ditambahkan aqua pro injeksi sampai volume yang dikalibrasi, lalu disaring
dengan kertas saring sebanyak dua kali sehingga didapat larutan yang jernih
13. Dimasukan dalam botol tetes mata sampai tanda kalibrasi
14. Jika sudah ditambahkan aqua PI sampai tanda batas, dilakukan filtrasi
menggunakan kertas saring, jika masih belum jernih dilakukan filtrasi
kembali.
15. Jika dirasa sudah jernih, dapat dilakukan sterilisasi akhir secara aseptis
menggunakan filtrasi membran. Kemudian ditutup
16. Dikemas, dimasukkan kedalam dus kemudian diberi etiket
IX. Evaluasi
A. In Procces Control (IPC)
a. Penetapan pH (Farmakope Indonesia edisi V halaman 1563)
Syarat:. Range pH untuk larutan mata yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah
larutan dengan harga pH 7,3 – 9,7. Daerah pH 5,5 – 11,4 masih dapat
diterima. (Voight:526)
Cara: Semua wadah diperiksa secara visual dan bahwa tiap partikel yang
terlihat harus dibuang. Pemeriksaan visual terhadap suatu wadah produk
biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar
di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke
dalam matanya, berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi
dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Cara: Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah
atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah
atau lebih bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah alat suntik
hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan
diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang
dari 2,5 cm. keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik
dan pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum,
kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga
volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari
kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk
volume yang ditampung, bukan yang dituang).
Syarat : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah
Cara: Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah
atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah
atau lebih bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah alat suntik
hipodermik kering berukuran tidak lebih
dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik
nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. keluarkan gelembung udara
dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa
mengosongkan bagian jarum, kedalam gelas ukur kering volume tertentu
yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-
kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume
gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang dituang).
Syarat : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah
Timbang seksama lebih kurang 300 mg, larutkan dalam 50 ml asam asetat
glasial P , tambahkan 10ml raksa (III) asetat LP. Titrasi dengan asam
peklorat 0,1N LV menggunakan indikator 1 tetes kristal violet LP hingga
warna hijau biru. Lakukan penetapan blangko.
● Kemasan primer
● Brosur
XI. Daftar Pustaka
● American Society of Hospital Pharmacists. AHFS Drug Information. Bethesda, MD:
American Society of Health System Pharmacist.2010. p. 2725
● Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. 2011. h.
558-559
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Ed III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Makanan dan Obat. 1979. h. 12,13
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Ed IV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Makanan dan Obat. 1995. h. 10, 173, 1104
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Ed V. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Makanan dan Obat. 2014. h. 64, 528, 593, 594, 917,
1799, 1412, 1563, 1570, 1806
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Ed VI. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Makanan dan Obat. 2020. h. 1228
● Evory M C, Gerald K. Drug Information. USA : American Society of Health System
Pharmacist. 1988. p. 1398, 1415
● ISO. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat Volume 47. Jakarta : PT ISFI. 2012. p.
435
● Lukas, Stefanus. Formulasi Steril. Yogyakarta : Penerbit Andi. 2006
● Raymond C Rowe. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. Washington
DC : American Pharmaceutical. 2009. p. 56, 89, 243, 572, 639, 766
● Reynolds JEF. Martindale The Extra Pharmacopeia 28th edition. London :
Pharmaceutical Press. 1982. p. 20, 79, 621-635, 1232
● Sweetman C Sean. Martindale The Complete Drug Reference 36th edition. London :
Pharmaceutical Press. 2009. p. 1565, 1668, 1675, 1684, 1686
● Lachman L, Herbert AL, Joseph LK. Teori dan Praktek Industri Farmasi Edisi III.
Jakarta: Universitas Indonesia. 2008. h. 1355
● Ansel, Howard, C. Pharmaceutical Dosage and Drug Delivery Systems Tenth edition.
United States of America. Lippincott Williams and Wilkins. 2014. h. 558
● Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Formularium Nasional, edisi 2. Jakarta.
1978. h. 203.
● Rockville, MD. USP 41/The National Formulary, NF 36. United States by United
Book Press. 2018. H. 3620.