Anda di halaman 1dari 20

ACC 13/07/2021

PROPOSAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL

“Obat Tetes Mata Betamethason”

Disusun Oleh

Kelompok C2
Tanggal Praktikum :
Anggota Kelompok :

1.Rio Yomargo 2018210195 9.Husnina Fairuzarwa 2018210204

2.Fionna GS 2018210196 10.Caisar Sabili Ramadhani 2018210205*

3.Anita Ridhillah 2018210197 11.Aldy Maulana Firdaus 2018210206*

4.Kevin Ilham Alfath 2018210199* 12.Rizka Rozaliana 2018210207

5.Eva Khudaevah 2018210200 13.Muhammad Gunthur 2018210208

6.Siska Triana 2018210201 14.Steve Albert 2018210209

7.Cut Tri Hajri Arafani 2018210202* 15.Roro Narda 2018210210

8.Anisa Dewi Imtinan 2018210203

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSTAS PANCASILA

JAKARTA

2021
I. JUDUL PERCOBAAN
Membuat Sedian Obat Tetes Mata Betametason

II. PENDAHULUAN
Yang dimaksud sebagai obat mata adalah tetes mata, salep mata, pencuci
mata dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus serta sebagai bentuk depo,
yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka. Obat mata
digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapeutik lokal, dan yang
lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah
berlangsungnya penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya terdapat
disekitar mata. Pada umumnya bersifat isotonis dan isohidris. (Buku
Pelajaran Teknologi Farmasi, Voight hal. 521-527)
Cairan mata isotonik dengan darah dan mempunyai nilai isotonitas yang
sesuai dengan larutan NaCl P 0,9%. Secara ideal larutan obat mata harus
mempunyai nilai isotonis tersebut, tetapi mata tahan terhadap nilai isotonis
rendah yang setara dengan NaCl P 0,6% dan tertinggi setara dengan larutan
NaCl P 2,0% tanpa gangguan nyata. (FI IV hal. 13)
Tetes mata (Guttae Opthalmicae) merupakan sediaan steril yang dapat berupa
larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada
selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata berupa
larutan harus jernih, bebas zarah asing, serat, dan benang (Direktorat Jendral
Pengawasan Obat Dan Makanan RI, 1979). Tetes mata harus menunjukan suatu
efektivitas yang baik tergantung secara fisiologis (bebas rasa nyeri, tidak
merangsang) dan menunjukkan sterilitas (Voight, 1994)

Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu:


1. Steril
Semua larutan untuk mata harus dibuat steril jika diberikan dan bila
mungkin ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin
sterilitas selama pemakaian. Pencemaran oleh mikroorganisme dapat
berasal dari bahan obat dan bahan pembantu, atau akibat prosedur kerja
yang tidak aseptik dan kesalahan pada cara sterilisasi akhir, serta akibat
rekontaminasi selama pemakaian.
2. Jernih
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menghindari rangsangan akibat bahan
padat.
3. Sedapat mungkin isotonis
Cairan mata memiliki tekana osmotik, yang harganya sama dengan darah
dan cairan jaringan. Harganya sebanding dengan larutan natrium klorida
0,9 % dalam air. Mata memiliki daerah toleransi tonisitas yang lebih lebar,
yang tidak atau sangat jarang terjadi pengaruh fisiologis yang merugikan
kisaran 0,7- 1,45 % dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat
menyebabkan keluarnya air mata.
4. Sedapat mungkin isohidris
Pengaruturan larutan pada kondisi isohidris (pH= 7,4) adalah berguna
untuk mencapai rasa bebas nyeri yang sempurna. (Voight hal 522-526)
Betametason termasuk golongan kortikosteroid, dapat mengatasi gejala
inflamasi mata bagian luar maupun pada segmen anterior. Obat dapat diberikan pada
kantung konjungtiva yang akan mencapai kadar terapi dalam cairan mata, sedangkan
pada gangguan bagian mata posterior lebih baik diberikan sistemik. Pada
konjungtivitis karena bakteri, virus atau fungi, obat ini dapat menimbulkan masking
effect sehingga infeksi dapat menjalar ke dalam dan menimbulkan kebutaan. Hal
yang membahayakan ini sering terjadi pada pemberian kombinasi dengan antibiotik.
Obat ini tidak boleh digunkan pada herpes simpleks mata (dendritis keratitis), karena
dapat memperburuk keadaan dan menimbulkan kekeruhan kornea yang menetap.
Pada laserasi dan absrasio mata akibat trauma mekanik, kortikosteroid topikal dapat
memperlambat penyembuhan dan menyebarkan infeksi. (Farmakologi dan Terapi
Edisi V hal. 510-514)
Konjungtivitis karena infeksi merupakan radang mata yang sering terjadi
biasanya dalam penularannya kontak dengan orang yang berada dirumah, kantor,
sekolah atau tetangga. Radang konjungtivita ini sangat akut memberikan eksudasi
yang virulen karena eksudat ini dapat merusak kornea maka pada kesembuhannya
kornea akan tetap keruh mengakibatkan pengurangan penglihatan sampai
kebutaan. (Gajahmada journal of the medical science, Jilid VI)
A. Farmakologi
Betametason termasuk golongan kortikosteroid, dapat mengatasi gejala
inflamasi mata bagian luar maupun pada segmen anterior. Obat dapat
diberikan pada kantung konjungtiva yang akan mencapai kadar terapi dalam
cairan mata, sedangkan pada gangguan bagian mata posterior lebih baik
diberikan sistemik. Pada konjungtivitis karena bakteri, virus atau fungus, obat
ini dapat menimbulkan masking effect sehingga infeksi dapat menjalar ke
dalam dan menimbulkan kebutaan. Hal yang membahayakan ini sering terjadi
pada pemberian kombinasi dengan antibiotik. Obat ini tidak boleh digunkan
pada herpes simpleks mata (dendritis keratitis), karena dapat memperburuk
keadaan dan menimbulkan kekeruhan kornea yang menetap. Pada laserasi dan
absrasio mata akibat trauma mekanik, kortikosteroid topikal dapat
memperlambat penyembuhan dan menyebarkan infeksi. (Farmakologi dan
Terapi, hal: 497)

B. Farmakokinetik
Betametason memiliki potensi antiinflamasi sebesar 25 dengan kerja
lama (t½ biologi 36-72 jam).

C. Farmakodinamik
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan
lema; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik,
sistem saraf dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya
penting bagi organisme untuk mempertahankan diri dalam menghadapi
perubahan lingkungan.
Efek antiinflamasi kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau
menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia,
mekanik, atau alergen. Gejala ini umumnya berupa kemerahan, rasa sakit, dan
panas, pembengkakan ditempat radang. Secara mikroskopik obat ini
menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi
kapiler, migrasi leukosit ketempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu
dapat juga menghambat maniftasi inflamasi yang telah lanjut yaitu poliferasi
kapiler dan fibroblas, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks.
D. Indikasi
Betamethason natrium fosfat digunakan dalam pengobatan topikal untuk
kondisi alergi atau peradangan pada mata, telinga, atau hidung biasanya
dalam bentuk drops.

E. Kontra Indikasi
Hipersensitivitas; infeksi bakteri, virus, jamur; infeksi tuberculosis atau
infeksi purulent pada mata; glaucoma atau keratitis herpes.

F. Efek Samping
Reaksi hipersensitivitas, peningkatan tekanan intra okuler, pembentukan
katarak subkapsuler posterior.

G. Peringatan
Jangan digunakan bersama dengan lensa kontak. Hati-hati penggunaan pada
wanita hamil, ibu menyusui dan anak-anak.

III. DATA PREFORMULASI

H. Preformulasi

1. Zat Aktif

Nama Zat Aktif Sifat Fisika, Kimia, Stabilitas Cara Sterilisasi

Betametason Pemerian: Filtrasi membran (Martindale


Natrium Fosfat Serbuk, putih hingga praktis putih, tidak ed. 28 hal. 462)
berbau, higroskopik
C22H28FNa2O8P (FI V Hal.238)
(BM = 516,4)
Kelarutan :
Mudah larut dalam air (1:10)
(FI V Hal.238)

pH :
Larutan 0,5% dalam air mempunyai pH = 7,5 –
9 ; dalam cairan aqueous mempunyai pH = 8
(Martindale ed. 28 hal. 462)

OTT :
Dengan diazepin, lidocain, triamteren,
metronidazole, antidepresan trisiklik,
terfenadin, teofilin.
(Martindale ed. 28 hal. 462)

Stabilitas : Sediaan larutan dalam air dengan


pH = 8 stabil jika terhindar dari
cahaya.Pengambilan hati-hati untuk mencegah
kontaminasi mikroba dari cairan untuk
menghindari hidrolisis oleh fosfatase.
(Martindale ed. 28 hal. 462)

Penyimpanan: dalam wadah kedap udara,


terlindung dari cahaya. (Martindale ed. 28 hal.
462)

Khasiat / Dosis :
 Sebagai pengobatan topikal obat tetes mata,
obat tetes telinga dan obat tetes hidung
untuk alergi dan antiinflamasi = 0,1%
 Sebagai pengobatan lokal untuk aphthous
ulcer di mulut = 0,1%
(Martindale ed. 28 hal. 462)

2. Zat Tambahan

Nama Bahan Sifat Fisika, Kimia, Stabilitas Cara Sterilisasi

Benzalkonium Pemerian: Dalam larutan dapat disterilkan dengan


otoklaf.
klorida Gel kental atau potongan seperti gelatin, putih
atau putih kekuningan. Biasanya berbau agak (Handbook of Excipient ed VI
C6H5CH2N(CH3) aromatik lemah. Larutan dalam air berasa pahit,
2RCl jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit hal 57)
alkali.
BM = 424,15 (Handbook of Excipient ed VI hal 56, FI IV
hal 130)
Kelarutan:
Sangat mudah larut dalam air (1 : < 1)
(Handbook of Excipient ed VI hal 56, FI IV
hal 130)

pH :
5-8
(Handbook of Excipient ed VI hal 56)

Stabilitas :
Dipengaruhi oleh cahaya, udara dan logam.
(Handbook of Excipient ed VI hal 56)

OTT :
Aluminium, surfaktan anionik, sitrat, lanolin,
hidrogen peroksida, hidroksi propil metil
selulosa, kaolin, sulfonamida, besi sulfat, dan
salisilat.
(Handbook of Excipient ed VI hal 56)

Wadah:
Tertutup rapat dan terhindar dari cahaya.
(Handbook of Excipient ed VI hal 56, FI IV
hal 130)

Kegunaan :Pengawet atau anti bakteri

Konsentrasi :0,01 – 0,02%

(Handbook of Excipient ed VI hal 56)


Aqua pro Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak Autoklaf
injeksi berbau (FI III hal.14)
(FI III hal. 97, FI IV hal.112)
pH :
5,0-7,0
(FI IV hal.112)
Penyimpanan :
Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca
atauplastik, tidak lebih dari 1 liter.
(FI III hal. 97, FI IV hal.112)
Kegunaan :
Pelarut
Konsentrasi :
q.s

Natrium Pemerian : hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau Autoklaf (Martindale 28 hal.637).
serbuk hablur putih; rasa asin. (Farmakope Indonesia
Klorida EdisiV hal. 903)

Kelarutan:
Mudah larut dalam air (1 sampai 10 bagian air).
(Farmakope Indonesia EdisiV hal. 903)

pH : 6,7-7,3
(Handbook of Pharmaceutical Excipent 6th : 637)

Stabilitas : stabil dalam larutan (Martindale 28 hal. 637)

OTT :
Garam merkuri, oksidator kuat. (Handbook
Pharmaceutical of excipient 6th hal.639)

Wadah dan penyimpanan:


dalam wadah tertutup baik(Farmakope
Indonesia EdisiV hal. 903)

Konsentrasi :
≤0,9%(Martindale 28 hal. 637

Kegunaan :
Sebagai tonisitas atau pengisotonis
Dinatrii edetas Rumus molekul : Autoklaf (HOPE p. 243)
C10H14N2Na2O8.2H2O
(HOPE 6th
(hidrat) C10H14N2Na2O8
edition p. (anhidrat)
242, FI VI Pemerian: serbuk hablur, putih, tidak berbau,
hal. 437) rasanya sedikit asam

Kelarutan: larut dalam air

pH : 4,3-4,7

Stabilitas: higroskopik dan tidak stabil juga


terkena lembap

OTT: inkompatibel dengan agen pengoksidasi,


basa kuat, ion logam, dan campuran logam.
Bereaksi dengan logam, membentuk hidrogen

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik


dan tepat yang kering serta dingin

Kegunaan : pengkelat

Dosis : 0,005-0,1% (HOPE 6th p. 243)

IV. FORMULA
1. Formula Rujukan
Martindale 28 hal. 462
Tiap ml mengandung :
Betamethasone sodium phosphate 0,1%
Benzalkonium Chloride 0,02%
British Farmacopoeia hal. 2330 th. 2009
Tiap ml mengandung :
Betamethasone sodium phospate 0,1 %

British National Formulary hal. 643


Betnesol
Betamethasone sodium phospate 0,1 %
Excipient include benzalkonium chloride, disodium edetat

2. Formula Jadi
Betametason natrium fosfat 0,1%
Benzalkonium klorida 0,02 %
Dinatrii edetat 10 mg
NaCl 0,8%
Aqua p.i ad 10 ml

 Alasan Pemilihan Bahan


 Betametason Natrium Fosfat
Betametason Natrium Fosfat dipilih sebab zat aktif tersebut biasa digunakan
untuk sediaan untuk tetes mata untuk golongan betametason yang memiliki
khasiat-khasiat lain sebagai preparat untuk mata. Konsentrasi digunakan
sebesar 0,1% sebagai zat aktif pada sediaan ophthalmic karena berkhasiat
sebagai anti-inflamasi pada mata berdasarkan Mertindale 28 hal.462
 Benzalkonium Klorida
Digunakan benzalkonium klorida sebagai pengawet pada sediaan ophthalmic
untuk mencegah rekontaminasi mikroorganisme selama pemakaian, karena
merupakan sediaan dosis ganda. Bahan tersebut umum digunakan dan tidak
mengiritasi mata, serta kelarutannya yang mudah dalam air dan yang
terpenting tidak OTT dengan Betametason Na. Fosfat digunakan konesentrasi
0,01% pada penggunaan benzalkonium klorida menurut Handbook
Pharmaceutical Excipients ed 6,2009 hal 56 dengan retang dosis yang kecil
0,01-0,02 yakni dosis yang tetapi sudah dapat mengeawetkan sediaan
ophthalmic dengan baik.
 Aqua Pro Injeksi
Aqua Pro Injeksi diguanakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-
bahan larut dalam air yang bebas pirogen sehingga sudah terbukti aman untuk
digunakan.
 Natrium Klorida
NaCl digunakan untuk menghasilkan larutan isotonis. Cairan tubuh, termasuk
cairan mata mempunyai tekanan osmosis yang sebanding dengan larutan
natrium klorida dalam air 0,96%. Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat
mendekati isotonis agar mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa
nyeri dan tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci
keluar bahan obatnya.
 Dinatrium Edetat
Dinatrium edetat juga dapat digunakan untun mencegah zat aktif dan
pengawatnya tidak terpengaruh dengan ion logam yang ada pada wadah.
Selain itu, garam edetat relatif lebih stabil dibandingkan EDTA dan aman,
telah biasa digunakan dalam sediaan topikal.
V. Alat dan Bahan
A. Alat:
 beaker glass
 corong
 Erlenmeyer
 Pipet tetes
 Botol tetes mata
 Kertas saring
 Gelas ukur
 Batang pengaduk
 Spatula
 Pinset
 Kaca arloji
 Mortir dan stamper

B. Bahan:
 Betametason Na Fosfat

 Tabel Sterilisasi

N Alat dan Bahan Cara Sterilisasi Pustaka

o
1 Beaker, corong glass, botol Dalam oven suhu 150°C selama ( FI ed.V hal.1663)
infus, erlenmeyer, pipet 1 jam
tetes
2 Gelas ukur, kertas saring Sterilisasi dengan autoklaf ( FI ed.V hal.1662)
121°C, 15 menit
3 Batang pengaduk, spatula, Rendam dalam alkohol selama (FI ed. V hal.1665)
pinset, kaca arloji, penjepit 30 menit
besi
4 Karet pipet Rebus dalam air mendidih (FI V hal.1359)
selama 30 menit
5 Sterilisasi sediaan Obat Sterilisasi dengan filtrasi (FI ed.V hal.1662)
Tetes Mata membran 0,22 µm di dalam
Ruangan Laminar Air Flow
(LAF)
6 Aqua pro injeksi Aquadest didihkan selama 30 (FI ed.V, hal.1359)
menit

VI. Perhitungan dan Penimbangan


a. Perhitungan
(wadah‌‌botol‌‌tetes‌‌mata‌‌@‌‌10‌‌ml)‌ ‌

Untuk‌‌2‌‌botol‌‌tetes‌‌mata‌@
‌ ‌‌10ml‌‌(Diserahkan‌‌2‌‌botol):‌ ‌
Volume‌‌total‌‌=‌{‌ (‌‌2‌‌x‌‌10‌‌ml)‌‌+‌‌30‌‌%‌‌(2x‌‌10‌‌ml‌‌)}‌‌=26ml‌ ‌
 ‌
b.‌‌Perhitungan‌‌formula‌ ‌ ‌
1. Betamethason‌‌Natrium‌‌Fosfat‌=‌‌0,1‌‌% x‌‌26‌‌ml‌‌=‌‌0,026‌‌g‌‌=‌
26 mg
2. Benzalkonium‌K
‌ lorida‌=‌‌0,02‌‌% x 26‌‌ml‌‌=‌‌0,0052‌‌g‌‌=‌‌5,2‌
mg
3. NaCl‌=‌‌0,8‌‌%‌‌x‌‌26‌‌ml‌‌=‌‌0,208 ‌g‌=
‌ ‌‌208 mg‌‌
4. Dinitri Edetat = 10 x 26ml = 0,026 g = 26 mg
5. Aqua‌‌p.i‌=‌‌26‌‌ml‌‌–‌‌(0,026‌‌+‌‌0,0052+‌‌0,208 +
‌ 0,026 ‌)‌‌=‌ ‌
25,7348 ml‌ ‌

c. Perhitungan Tonisitas
Tonisitas 
V = ∑ (W x E) x 111,1
Keterangan :
∑ = jumlah 
W = berat (gram)
E = ekivalen NaCl

E Betametason Natrium Fosfat = 17 x L/M = 17 x 4,3/516,4 = 0,14

V = [(% zat x 26 ml x E1)Betamethason Natrium Sulfat + (% zat x 26 ml x


E2)Benzalkonium Klorida + ( jumlah zat x E3)Dinatrii Edetat ]
= [(0,1 % x 26 ml x 0,14) + ( 0,02 % x 26 ml x 0,16) + (0,026 x 0.23)]
= (0,0036 + 0,0000823 + 0,00598 )
= 0,0104 g (hipotonis)

NaCl yang diperlukan = 0,9/100 x 26 = 0,234


Kekurangan NaCl = 0,234 – 0,0104
= 0,2236 gram = 0,2236 mL

b. Penimbangan
Bahan Teoritis (g) Praktikum

Betamethason Natrium Fosfat 0,026

Benzalkonium Klorida 0,0052

Natrium Klorida 0,208

Aqua Pro Injeksi 25,7348 ml

VII. CARA PEMBUATAN


1. Aqua p.i. (aquadest dipanaskan sampai mendidih, biarkan mendidih selama 30
menit).
2. Botol tetes mata 10 ml dikalibrasi.
3. Semua alat yang akan digunakan disterilkan sesuai dengan cara sterilisasi
masing-masing.
4. Bahan-bahan yang digunakan ditimbang.
5. Bahan-bahan yang akan digunakan disterilisasi dengan cara yang sesuai.
6. Betametason Na Fosfat dilarutkan dalam sejumlah aqua p.i dan pengerjaannya
di lakukan di LAF.
7. Benzalkonium klorida dilarutkan dengan aqua pi kemudian di sterilisasi di
autoklaf
8. Larutan disaring dengan kertas saring steril, dispensasi penyaringan dengan
filter membran 0,22 µm di dalam Ruangan Laminar Air Flow (LAF)
9. larutan benzalkonium klorida dan larutan Betametason Natrium Fosfat
dicampurkan hingga homogen
10. Pemeriksaan pH dilakukan sebelum tanda batas cek pH (7,5-9), kemudian
dilakukan uji evaluasi In Process Control yaitu uji kejernihan dan uji
keseragaman volume
11. Sisa aqua p.i. ditambahkan ad. tanda kalibrasi
12. Larutan obat dimasukkan ke dalam botol tetes mata tepat tanda, tutup.
13. Uji evaluasi QC dilakukan (Keseragaman volume, Kejernihan, Kebocoran,
Sterilitas, dan Penetapan Kadar, pH)
14. Beri etiket, brosur, dimasukkan ke dalam dus, kemudian diserahkan

VIII. EVALUASI
a. In Process Control
1. Uji Kejernihan ( Lachman III, hal 1355 - 1356)
Pengamatan secara visual dengan menggunakan latar hitam-putih, harusbebas
dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata, yaitu partikel yang
berukuran  30-40 μm.
 Syarat : Semua wadah diperiksa secara visual dan bahwa tiap partikel
yang terlihat secara langsung jernih.

2.Uji pH (FI V hal.1563)


Menggunakan pH universal.
 Syarat : jika pH larutan yang diukur mempunyai komposisi yang cukup
mirip dengan larutan dapar yang digunakan untuk pembakuan, pH yang
diukur mendekati pH teoritis.

3.Keseragaman volume ( FI IV hal.1044 )


Pilih 1 atau lebih wadah bila volume ≥ 10 ml. Ambil isi tiap wadah dengan alat
suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan
diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik No.21, panjang tidak kurang dari
2,5µm.
Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik.
Pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam
gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang
diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40 % volume dari kapasitas yang
tertera.
 Syarat : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji
satu persatu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah
volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.

b. Quality Control
1. Uji Kejernihan ( Lachman III, hal 1355-1356)
Pengamatan secara visual dengan menggunakan latar hitam-putih, harusbebas
dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata, yaitu partikel yang berukuran
 30-40 μm
 Syarat : Semua wadah diperiksa secara visual dan bahwa tiap partikel
yang terlihat secara langsung jernih.

2. Uji Keseragaman Volume ( FI IV hal.1044 )


Pilih 1 atau lebih wadah bila volume ≥ 10 ml. Ambil isi tiap wadah dengan
alat suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang
akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik No.21, panjang tidak
kurang dari 2,5µm.
Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik.
Pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam
gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume
yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40 % volume dari kapasitas
yang tertera.
Cara II :
 Isi alat suntik dapat dipindahkan kedalam gelas piala yang telah ditara,
volume dalam ml diperoleh dari hasil perhitungan berat dalam gram dibagi

bobot jenis cairan. Isi dari 2/3 wadah 1 ml/ 2 ml dapat digabungkan untuk

pengukuran dengan menggunakan jarum suntik kering terpisah untuk


mengambil isi tiap wadah.
 Isi dari wadah ≥ 10 ml dapat ditentukan dengan membuka wadah,
memindahkan isi secara langsung ke dalam gelas ukur/ gelas piala yang
telah ditara.
 Syarat : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji
satu persatu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah
volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.

3. Uji sterilitas (FI IV ,hal 858 )


Prosedur umum:
a. Inokulasi langsung kedalam media uji ( FI IV hal 858-859)
Pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum suntik steril.
Secara aseptik inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji ke
dalam tabung media. Campur cairan dengan media tanpa aerasi berlebihan.
Inkubasi dalam media tertentu seperti yang tertera pada prosedur umum,
selama tidak kurang dari 14 hari. Amati pertumbuhan pada media secara visual
sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke -4 atau ke -5, pada hari
ke -7 atau ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji. Jika zat uji menyebabkan
media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak
segera dapat ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media ke
dalam tabung baru berisi media yang sama. Sekurangnya 1 kali antara hari ke
3 dan ke 7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media
baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.

b. Prosedur uji menggunakan penyaringan membrane ( FI IV hal 860-861)


Secara aseptik pindahkan sejumlah volume tertera yang dibutuhkan untuk
kedua media seperti yang tertera pada table Jumlah untuk bahan cair dalam
pemilihan specimen uji dan masa inkubasi (FI IV hal 859) langsung ke dalam
satu atau dua corong penyaring membrane terpisah atau kedalam tabung
penampung steril terpisah sebelum dipindahkan. Jika volume cairan dalam
wadah kurang dari 50 ml atau 50 ml sampai kurang dari 100 ml, dan tidak
dimaksudkan untuk pemberian intravena diperlukan volume tidak kurang dari
20 wadah diwadah satu membran, atau setengah bagian membrane yang
dipindahkan ke dalam tiap media.Jika volume cairan 50 ml sampai kurang dari
100 ml perwadah dan dimaksudkan untuk pemberian intravena atau 100 ml
sampai 500 ml. Secara aseptik pindahkan seluruh isi tidak kurang dari wadah
melalui tiap penyaring dari dua rakitan penyaring atau tidak kurang dari 20
wadah jika hanya digunakan satu rakitan penyaring. Jika volume cairan lebih
dari 500 ml , secara aseptic pindahkan tidak kurang dari 500 ml dari tiap isi
wadah tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring dari dua rakitan
penyaring atu isi tidak kurang dari 20 wadah jika hanya satu rakitan penyaring.
Lewatkan segera tiap speciemen melalui penyaring dengan bantuan pompa
vakum atau tekanan.

4. Penetapan Kadar (FI V hal 239)


Penetapan dilakukan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi
Fase gerak :
Buat campuran metanol-kalium fosfat monobasa 0,07 M (3:2). Awaudarakan
dengan ultrasonik selama 5 menit. Waktu retensi betametason natrium fosfat
lebih kurang 1,2 menit dan butil paraben lebih kurang 2,5 menit.
Larutan baku internal :
Timbang saksama lebih kurang 50 mg butil paraben, masukkan ke dalam labu
tentukur 200-ml, larutkan dengan aseton sampai tanda.

Larutan baku :
Timbang saksama lebih kurang 45 mg betametason natrium fosfat BPFI.
Masukkan ke dalam labu tentukur 100-ml, tambahkan air sampai tanda.
Masukkan 3,0 ml ke dalam vial yang sesuai, tambahkan 2,0 ml larutan baku
internal dan 3,0 ml air untuk mendapatkan larutan dengan kadar vlebih kurang
0,17 mg betametason natrium fosfat dan 0,06 mg butil paraben per ml.
Larutan uji :
Timbang saksama lebih kurang 45 mg, buat larutan seperti tertera pada larutan
baku.
Prosedur :
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama larutan uji dan baku. Tentukan
perbandingan tinggi puncak pada waktu retensi yang sama yang diperoleh dari
larutan uji dan larutan baku.

IX. RANCANGAN KEMASAN


Kemasan :

Brosur dan etiket :


X. DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi
III. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1979
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi
IV. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1995.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi
V. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2014
4. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL.. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Diterjemahkan oleh Suyatmi S. Jakarta : UI Press. 1994
5. Wade, Ainley and Paul J Weller. Handbook of Pharmaceutical Excipient, Sixth
Edition, 2009.
6. Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-4. Jakarta :
UI Press. 2008.
7. Martindale, The Extra Pharmacopeia 29, The Pharmaceutical Press, London,
1989.
8. Martindale, The Extra Pharmacopeia 28, The Pharmaceutical Press, London,
1982.
9. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Farmakologi dan Terapi edisi 5, Jakarta : UI Press, 2007.
10. Evory MC, Gerald K. Drug Information. USA: American Society of Health-
System
Pharmacist; 1988 British Pharmacopeia volume III, London: The Stationary
Office. 2013
11. Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.Edisi ke-5. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta, pp. 524

Anda mungkin juga menyukai