Anda di halaman 1dari 97

Formulasi & Teknologi Sediaan Steril

- Air untuk Injeksi,Tonisitas -

Metha Anung Anindhita, M.Sc., Apt.

PRODI S-1 FARMASI


UNIVERSITAS PEKALONGAN
Sterilisasi
• Persyaratan dan pembuatan air untuk sediaan
steril
• Uji pirogen
• Perhitungan tonisitas sediaan steril

2
Air untuk injeksi

PELARUT SEDIAAN
INJEKSI/BAHAN PEMBAWA OBAT
SUNTIK
3
JENIS-JENIS PELARUT
1. Pelarut Air
2. Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air
3. Pelarut non air yang tidak dapat bercampur dengan
air.

4
PELARUT AIR
 Air merupakan pelarut yang paling banyak
digunakan dalam sediaan injeksi karena sifatnya
yang dapat bercampur dengan cairan fisiologis
tubuh :
a. Air mempunyai harga konstanta dielektrik
yang tinggi sehingga dapat melarutkan
senyawa an-organik seperti elektrolit.
b. Air mempunyai kemampuan membentuk
ikatan hidrogen sehingga air dapat
melarutkan sejumlah senyawa organik
seperti alkohol, aldehid, keton, dll.

5
Persyaratan Air pro Injeksi (USP)
1. Harus dibuat segar dan bebas pirogen
2. Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih
dari 10 ppm.
3. pH 5,0 – 7,0
4. Tidak boleh mengandung ion-ion klorida, sulfat,
kalsium, amonium, nitrat, nitrit.
5. Batas logam berat
6. Batas bahan-bahan organik seperti tanin dan lignin
7. Batas jumlah partikel

6
Air pro Injeksi Bebas CO2
• CO2 yang bersifat asam lemah mampu menguraikan
garam natrium dari senyawa organik seperti barbiturat
dan sulfonamida kembali membentuk asam lemahnya
yang mengendap.
• Fenobarbital natrium (1:3 bagian air) + CO2 + H2O 
Fenobarbital (endapan) (1:1000 bagian air) + Na2CO3
• Sulfadiazin natrium (1:2 bagian air) + CO2 + H2O 
Sulfadiazin (endapan) (sangat sukar larut dalam air) +
Na2CO3
• Aminofilin yang terdiri dari teofilin dan etilendiamin
dengan adanya CO2 dapat menyebabkan terbentuknya
teofilin (endapan) yang kelarutannya 1:120 bagian air

7
Air pro Injeksi Bebas CO2
• Air pro Injeksi bebas CO2 dibuat dengan jalan
mendidihkan air pro injeksi selama 20-30 menit
setelah air mendidih, lalu dialiri gas nitrogen
sambil didinginkan.

8
Air pro Injeksi Bebas Oksigen
• Dibuat dengan jalan mendidikan air pro injeksi selama 20-
30 menit, dihitung setelah air mendidih, jika dibutuhkan
dalam jumlah besar maka saat pendinginan dialiri gas
nitrogen.
• Digunakan untuk melarutkan zat aktif yang mudah
teroksidasi seperti : apomorfin, klorfeniramin,
klorpromazin, ergometrin, ergotamin, metilergometrin,
proklorperazin, promazin, promezatin HCl, sulfadimidin,
tubokurarin.

9
PELARUT NON AIR
Pelarut non air digunakan bila :
1. Zat aktif tidak larut dalam pembawa air
2. Zat aktif terurai dalam pembawa air
3. Diinginkan kerja depo dari sediaan

10
PEMILIHAN PELARUT NON AIR
1. Tidak toksis, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan
sensitisasi
2. Dapat tersatukan dengan zat aktif
3. Tidak memberikan efek farmakologi yang merugikan
4. Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasanya
digunakan
5. Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat
disuntikkan dengan mudah.
6. Pelarut tersebut harus tetap cair pada rentang suhu yang
cukup lebar.
7. Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan
sterilisasi yang menggunakan panas.
8. Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh.
Pada umumnya tidak ada pelarut yang dapat memenuhi seluruh
kriteria di atas, oleh karena itu biasanya diambil jalan tengah
yaitu dengan memenuhi beberapa kriteria saja. 11
PELARUT NON AIR YANG DAPAT
BERCAMPUR DENGAN AIR
• Sebagai ko-solven dalam sediaan injeksi untuk
meningkatkan kelarutan suatu obat yang kurang larut
dalam air.
• Meningkatkan stabilitas zat-zat tertentu yang mudah
terhidrolisis, contoh pembuatan injeksi fenobarbital
dengan pelarut yang terdiri dari campuran air, etanol dan
propilen glikol (solutio petit)

12
PELARUT NON AIR YANG DAPAT BERCAMPUR
DENGAN AIR :
1. Etanol
• Banyak digunakan terutama pada injeksi glikosida
digitalis
• Injeksi yang mengandung etanol bila disuntikkan
secara intramuskular akan menimbulkan rasa nyeri;
secara sub kutan akan menimbulkan nyeri yang
diikuti dengan anastesia; jika disuntikkan pada
daerah yang dekat syaraf maka dapat
mengakibatkan degenerasi syaraf dan neuritis;
secara intravena (tidak disarankan) harus hati-hati
karena pemberian yang terlalu cepat akan
mengakibatkan bahaya pengendapan obat dalam
darah.
13
2. Propilen glikol
• Banyak digunakan dalam pembuatan sediaan
injeksi senyawa golongan barbiturat,
beberapa alkaloida dan antibiotika.
• Sediaan yang mengandung propilen glikol
dapat menimbulkan rasa nyeri dan iritasi
pada tempat penyuntikan, sehingga perlu
ditambahkan lokal anastetik seperti benzil
alkohol.

14
3. Polietilen glikol
• Ko solven dalam pembuatan sediaan injeksi
adalah yang mempunyai bobot molekul
rendah (300-400) dan berbentuk cairan.
• Penggunaan kosolven senyawa glikol
(propilen atau polietilen) dalam pembuatan
injeksi senyawa golongan barbiturat dapat
meningkatkan stabilitas senyawa tersebut.

15
4. Gliserin
• Merupakan cairan yang jernih dan kental, titik
didih tinggi, dapat bercampur dengan air
maupun alkohol dan merupakan pelarut yang
baik untuk beberapa zat.
• Penggunaan dalam dosis tinggi dapat
menimbulkan efek konvulsi dan gejala
paralitik karena kerja langsung gliserin
terhadap susunan syaraf pusat. Pada dosis
rendah (5%) tidak terlihat adanya efek
toksik.

16
PELARUT NON AIR YANG TIDAK DAPAT
BERCAMPUR DENGAN AIR

• Minyak hewan
• Minyak mineral / parafin cair
• Minyak tumbuhan
• Minyak semi sintetis
• Ester asam lemak

17
PELARUT NON AIR YANG TIDAK DAPAT
BERCAMPUR DENGAN AIR

• Minyak hewan : Tidak digunakan sebagai


pembawa
• Minyak mineral atau parafin cair: tidak
boleh digunakan karena tidak dapat
dimetabolisme tubuh dan dapat
menimbulkan tumor atau reaksi terhadap
jaringan
• Minyak Semi Sintetis : Milgyol-minyak netral

18
Minyak tumbuhan :
1. Mudah tengik, karena mengandung asam lemak bebas
terutama asam lemak tidak jenuh. Untuk mengatasi
ketengikan dengan menambahkan antioksidan (BHA,
BHT).
2. Sering menimbulkan rasa nyeri sehingga perlu
penambahan benzil alkohol 5% untuk anastesi lokal.
3. Jenis minyak tumbuhan yang digunakan harus
dicantumkan dalam etiket.
4. Digunakan untuk injeksi zat aktif : Deoksikortison asetat,
dimerkaprol, nandrolon fenilpropionat, progesteron,
testosteron propionat, propiliodon, estradiol benzoat,
testosteron fenilpropionat.
5. Jenis minyak tumbuhan yang digunakan : ol. Arachidis,
ol. Gossypii, ol. Terebinthinae, Ol. Maydis, Ol. Sesami, Ol.
Olivarum neutral, Ol. Amygdalarum.
19
Ester asam lemak :
1. Menghasilkan larutan yang lebih encer daripada
pembawa minyak sehingga lebih mudah
disuntikkan meski kerja depo yang timbul tidak
selama pembawa minyak.
2. Kadangkala dikombinasi dengan senyawa alkohol
seperti etanol atau benzil alkohol untuk
memperbaiki kelarutan zat aktif.
3. Contohnya adalah etil oleat, isopropil miristat,
polioksilen trigliserida oleat.

20
FTS STERIL

TONISITAS LARUTAN

21
ISOTONIS
• Jika suatu larutan konsentrasinya sama
besar dengan konsentrasi dalam sel
darah merah sehingga tidak terjadi
pertukaran cairan di antara keduanya,
maka larutan tersebut dikatakan
isotonis (ekivalen dengan 0,9% NaCl)

22
ISOOSMOTIK
• Jika suatu larutan memiliki tekanan osmosa
sama dengan tekanan osmose serum darah,
maka larutan tersebut dikatakan isoosmotik
(0,9% NaCl memiliki tekanan osmose 6,86
atm)
• Umumnya larutan isoosmotik identik dengan
larutan isotonis, artinya secara fisiologis
(terutama terhadap sel darah merah)
memiliki kondisi yang sama (ekivalen dengan
0,9% NaCl)

23
HIPOTONIS
• Turunnya titik beku kecil, tekanan
osmosisnya lebih rendah dari serum darah
menyebabkan air akan melintasi membran sel
darah merah yang semipermeabel sehingga
memperbesar volume sel darah merah dan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sel.
• Tekanan yang lebih besar menyebabkan
pecahnya sel-sel darah merah.
• Peristiwa demikian dikenal dengan Hemolisa.
24
HIPOTONIS
• Bila larutan hipotonis disuntikkan
(mempunyai tekanan osmosis yang
lebih kecil dari cairan tubuh), maka air
akan diserap masuk ke dalam sel tubuh
dan akan mengembang atau dapat
terjadi pecah sel.

25
HIPERTONIS
• Turunnya titik beku besar, tekanan
osmosisnya lebih tinggi dari serum
darah menyebabkan air keluar dari sel
darah merah melintasi membran
semipermeabel mengakibatkan
terjadinya penciutan sel-sel darah
merah
• peristiwa demikian dikenal dengan
nama Plasmolisa
26
Hipertonis
• Bila larutan hipertonis disuntikkan,
(tekanan osmosa lebih tinggi dari cairan
tubuh), maka air dari sel akan ditarik
keluar dan sel akan mengkerut.

27
Catatan terkait tonisitas
• Toleransi tubuh : dapat mengimbangi
penyimpangan-penyimpangan isotonis
sampai 10%.
• Larutan yang hipertonis masih dapat ditolerir
oleh tubuh lebih baik.

28
Isotonis perlu diperhatikan pada cara-cara
penyuntikan :

1. Sub kutan : bila tidak isotonis akan menimbulkan


sakit, sel-sel di sekitar penyuntikan dapat rusak
(nekrosis), penyerapan obat menjadi tidak baik.
2. Intra lumbal: bila terjadi perubahan dalam cairan
lumbal, dapat timbul perangsangan pada selaput
otak.
3. Intra vena : bila diberikan infus, bila terlalu jauh
menyimpang dari isotonis ada kemungkinan terjadi
hemolisis. Pada volume kecil, pemberian intra
vena, isotonis tidak perlu diperhatikan, kecuali
pada jumlah yang besar.
29
Bahan Pembantu Pengatur
Tonisitas
• NaCl
• Glukosa
• Sukrosa
• KNO3
• NaNO3

30
METODE PERHITUNGAN ISOTONI
1. Metode Penurunan Titik Beku
2. Metode Ekivalensi NaCl
3. Metode White Vincent
4. Metode Sprowls
5. Metode Grafik

31
1. Metode Penurunan Titik Beku
• Turunnya titik beku serum darah atau cairan
lakrimal sebesar -0,52oC; setara dengan
larutan 0,9% NaCl yang isotoni baik terhadap
serum darah maupun air mata.
• Makin besar konsentrasi zat terlarut makin
besar turunnya titik beku, jadi turunnya titik
beku dipengaruhi oleh jumlah molekul atau
ion yang terdapat dalam larutan.

32
Metode L iso (untuk mencari ∆tb)
• ∆tb = L iso x Berat x 1000
BM x V
• ∆tb : penurunan titik beku
• L iso : harga tetapan
– non elektrolit=1,86
– elektrolit lemah = 2
– uni univalen=3,4
• BM= berat molekul
• V = volume larutan dalam mL
• Berat = dalam g zat terlarut

33
Tabel Nilai L iso untuk beberapa tipe ionik
Tipe L iso Contoh

Non elektrolit 1,9 Sukrosa, gliserin, urea, campher

Elektrolit lemah 2,0 Asam borat, kokain, fenobarbital

Di-divalen elektrolit 2,0 Magnesium sulfat, zink sulfat

Uni-univalen 3,4 NaCl, kokain HCl, Na- fenobarbital


elektrolit
Uni-divalen 4,3 Na-sulfat, atropin sulfat
elektrolit
Di-univalen 4,8 Zink klorida, kalsium bromida
elektrolit
Uni-trivalen 5,2 Na-sitrat, Na-fosfat
elektrolit
34
Tabel Nilai L iso untuk beberapa tipe ionik

Tri-univalen elektrolit 6,0 Aluminium klorida, ferri iodida

Tetraborat elektrolit 7,6 Sodium borat, kalium borat

35
Metode Penurunan Titik Beku
(Cara BPC)
• W = 0,52 – a
b
• W = jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam
100 mL larutan
• a = perkalian penurunan titik beku disebabkan
oleh 1% zat dengan kadar zat
• b = penurunan titik beku air yang dihasilkan oleh
1% b/v bahan pembantu isotoni, jika NaCl=
0,576

36
2. Metode Ekivalensi NaCl
• Ekivalensi NaCl = E = adalah jumlah NaCl
yang mempunyai tekanan osmosa yang sama
dengan 1 g zat khasiat, dengan rumus :
• E = 17 Liso
BM
• Misal : ekivalensi NaCl asam borat 0,55
berarti 1 g asam borat dalam larutan
memberikan efek osmotik yang sama dengan
0,55 g NaCl

37
Metode Ekivalensi NaCl
Cara Menghitung :

1. Tentukan harga E NaCl untuk setiap zat yang dilarutkan,


jika perlu diperbanyak dengan besarnya konsentrasi zat
dalam larutan.
2. Jumlahkan NaCl yang dibutuhkan untuk setiap zat
terlarut.
3. Tentukan selisih jumlah NaCl diatas terhadap jumlah NaCl
isotoni (0,9%). Selisih tersebut adalah jumlah NaCl yang
harus ditambahkan untuk mencapai isotoni.
4. Jika zat terlarut tidak tersatukan dengan ion klorida dari
NaCl maka zat seperti glukosa, KNO3, NaNO3 dapat
digunakan untuk menggantikan NaCl. Jumlah yang harus
ditambahkan merupakan hasil bagi antara jumlah NaCl
yang harus ditambahkan dengan E NaCl zat-zat tersebut

38
3. Metode White Vincent
• Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan
penambahan air pada sediaan parenteral agar
isotoni
• V = w. E. V’

– V = Volume larutan isotoni yang ditentukan (mL)


– w = Bobot obat (g) yang ada dalam larutan
– E = Ekivalensi NaCl
– V’ = Volume suatu larutan isotoni (mL) yang di
dalamnya mengandung 1 g NaCl (111,1 mL)

39
4. Metode Sprowls
• Merupakan metode yang dimodifikasi
dari metode White Vincent, dimana W
dibuat tetap 0,3 g,
• jadi : V = E x 33,3 mL

40
5. Metode Grafik
• Perbandingan antara konsentrasi bahan obat
(g/kg) vs penurunan titik beku.
• Pada grafik yang sama digambarkan pula kurva
penurunan titik beku dan pengisotonisan jumlah
NaCl yang dibutuhkan.
• Tentukan sebuah titik pada ordinat yang sesuai
dengan konsentrasi zat (misal 20 g/kg).
• Tarik garis sejajar dari titik tersebut terhadap
absis sampai tepat memotong kurva zat yang
bersangkutan.

41
Metode Grafik
• Dari titik potong ini buat lagi garis sejajar
ordinat, maka titik potong dengan absis
menyatakan turunnya titik beku larutan yang
disebabkan zat tersebut (misal 0,18oC).
• Dari titik potong antara garis yang sejajar ordinat
dengan kurva NaCl, ditarik garis sejajar absis
sehingga memotong ordinat.
• Titik potong ini menyatakan jumlah NaCl yang
dibutuhkan untuk membuat larutan isotoni
(misalnya 5,6 g/kg).
• Untuk 500 mL dibutuhkan 2,8 g NaCl.

42
Metode Grafik

43
Metode Grafik

44
• Sebut dan jelaskan pengujian PIROGEN
pada sediaan steril?

45
SEKIAN

46
UJI STERILITAS

47
Manfaat uji sterilitas
• Salah satu tujuan uji sterilisasi pembuatan
sediaan steril adalah untuk meminimalkan
ketidakpercayaan terhadap pengujian produk
akhir.
• Tiga prinsip yang terlibat dalam proses uji
sterilisasi sediaan steril adalah :
1. Untuk membuat sterilitas ke dalam sediaan
2. Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum
yg pasti dimana proses dan metode sterilisasi
memiliki sterilisasi yg terpercaya terhadap semua unit
dari bets sediaan
3. Untuk memberikan jaminan yg lebih luas dan
mendukung hasil dari uji sterilitas sediaan akhir 48
Uji sterilitas
• Uji sterilitas bermanfaat untuk mengetahui validitas proses
sterilisasi dan melakukan kontrol kualitas sediaan steril.
– Uji ini harus direncanakan dengan baik untuk menghindari
hasil positif palsu.
– Positif palsu dapat terjadi karena kontaminasi lingkungan
maupun kesalahan yang dilakukan oleh personil.
• Lingkungan harus didesain sesuai dengan persyaratan ruang
steril yang telah ditetapkan oleh Farmakope terutama mengenai
jumlah mikroorganisme maupun jumlah partikel yang hidup di
udara.
• Media yang digunakan untuk uji sterilitas hendaknya
dipersiapkan dengan baik dan telah teruji kemampuannya di
dalam menumbuhkan mikroorganisme yang dapat berupa jamur
maupun bakteri.
49
Metode pengujian sterilitas:
1. Direct inoculation of culture medium
2. Membran filtrasi

50
1. Direct inoculation of culture medium

• Meliputi pengujian langsung dari sampel dalam media


pertumbuhan.
• Prinsip inokulasi langsung adalah mencampurkan
sampel langsung dengan media untuk melihat ada
atau tidaknya mikroorganisme yang ditandai adanya
kelarutan dalam media.

51
Prosedur uji inokulasi langsung ke dalam
media uji:
• Uji pada cairan, pindahkan cairan dari wadah uji
menggunakan pipet atau jarum suntik steril.
• Secara aseptik inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari
tiap wadah uji ke dalam tabung media.
• Campur cairan dengan media tanpa aerasi berlebihan.
• Inkubasi dalam media sesuai dengan prosedur umum
selama tidak kurang 14 hari.
• Amati pertumbuhan pada media secara visual sesering
mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5,
pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir masa uji.

52
Prosedur uji inokulasi langsung ke dalam
media uji:
• Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh
sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba
tidak segera dapat ditentukan secara visual,
pindahkan sejumlah memadai media ke dalam
tabung baru berisi media yang sama, sekurangnya 1
kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak pengujian
dimulai.
• Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru
selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak
inokulasi awal.

53
2. Membran filtrasi
• Teknik yang banyak direkomendasikan Farmakope,
meliputi filtrasi cairan melalui membran steril.
• Filter lalu ditanam dalam media. Masa inkubasi 7-14 hari
karena mungkin organisme perlu adaptasi dulu.

54
Prosedur uji menggunakan penyaringan
membran:
• Jika teknik penyaringan membran digunakan untuk bahan
cair yang dapat diuji dengan cara inokulasi langsung ke
dalam media uji, uji tidak kurang dari volume dan jumlah
seperti yang tertera pada pemilihan spesimen uji dan
masa inkubasi.
• Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari
satu perangkat yang dapat memudahkan penanganan
bahan uji secara aseptik dan membran yang telah
diproses dapat dipindahkan secara aseptik untuk inokulasi
ke dalam media yang sesuai atau satu perangkat yang
dapat ditambahkan media steril ke dalam penyaringnya
dan membran diinkubasi in situ.

55
Prosedur uji menggunakan penyaringan
membran:
• Membran yang sesuai umumnya mempunyai porositas
0,45mm dengan diameter lebih kurang 47mm, dan
kecepatan penyaringan air 55 mL sampai 75 mL per menit
pada tekanan 70cmHg.
• Unit keseluruhan dapat dirakit dan disterilkan bersama
dengan membran sebelum digunakan atau membran
dapat disterilkan terpisah dengan cara apa saja yang
dapat mempertahankan karakteristik penyaring dan
menjamin sterilitas penyaring dan perangkatnya.
• Jika bahan uji berupa minyak, membran dapat disterilkan
terpisah dan setelah melalui pengeringan unit dirakit
secara aseptic

56
PENGUJIAN PIROGEN
SEDIAAN STERIL
57
Pirogen
• Pirogen berasal dari kata pyro yang artinya keadaan yang
berhubungan dengan panas, dan kata gen yang artinya
membentuk atau menghasilkan .Pirogen adalah suatu
produk mikroorganisme, terutama dari bakteri gram
negatif
• Pirogen adalah senyawa dengan berat molekul tinggi
yang dinyatakan sebagai senyawa lipopolisakarida yang
diproduksi oleh kira-kira 5-10% massa total bakteri.
• Pirogen ini merupakan senyawa yang jika masuk ke aliran
darah akan mempengaruhi suhu tubuh dan biasanya
menghasilkan demam.

58
Pirogen
• Pengobatan demam yang disebabkan oleh pirogen
sangat sulit dan pada beberapa kasus dapat
menyebabkan kematian.
• Pirogen berasal dari kelompok senyawa yang luas,
meliputi endotoksin (LPS).
• Endotoksin adalah suatu molekul yang berasal dari
membran luar bakteri gram negatif.
• Organisme gram negatif membawa 3-4 juta LPS pada
permukaannya yang meliputi 75% permukaan
membran luar

59
Pirogen
• Pirogen merupakan substansi yang mampu
menyebabkan demam terutama dari bakteri gram
negatif yang terdiri atas suatu senyawa kompleks
lipopilisakarida.
• Pada saat ini endotoksin diketahui merupakan pirogen
yang paling kuat, namun kehadiran pirogen lain dalam
suatu sediaan perlu diperhitungkan, karena manusia
tidak hanya respon terhadap endotoksin tetapi juga
pirogen yang lain

60
Sifat-sifat pirogen
1. Termostabil >> hanya dapat dihilangkan pada suhu
650oC selama 1 menit
2. Larut dalam air
3. Tidak dipengaruhi oleh bakterisida biasa
4. Tidak menguap
5. Berat Molekul (BM) antara 15000-4000000
6. Ukuran umumnya 1-50 milimikron

61
Pirogen secara garis besar dikelompokkan
menjadi 2 macam:
• Pirogen endogen
– Pirogen endogen adalah faktor-faktor yang berasal dari
dalam tubuh kita sendiri sebagai reaksi kekebalan
melawan kuman penyakit yang masuk ke tubuh.
– Misalnya interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6),
alpha-interferon, dan tumor necrosis factor (TNF).
• Pirogen eksogen
– Pirogen eksogen merupakan faktor eksternal tubuh
yang menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh
manusia.
– Misalnya bagian dari sel bakteri dan virus. Selain itu,
bisa juga berupa zat racun (toksin) yang dihasilkan
oleh bakteri atau virus tertentu. 62
Metode uji aktivitas pirogen
• Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi
demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien
pada pemberian sediaan injeksi.
• Pengujian meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci
setelah penyuntikan larutan uji secara i.v dan ditujukan
untuk sediaan yang perlu penyiapan pendahuluan atau
cara pemberiannya perlu kondisi khusus ikuti petunjuk
tambahan yang tertera pada masing-masing monografi.

63
Uji aktivitas pirogen
• Alat dan pengencer.
• Alat suntik, jarum dan alat kaca dibebas pirogenkan
dengan pemanasan pada suhu 250oC selama tidak kurang
dari 30 menit atau dengan cara lain sesuai dengan
perlakuan semua pengencer dan larutan untuk pencuci
dan pembilas alat suntik dengan cara sedemikian rupa
yang dapat menjamin alat tersebut steril dan bebas
pirogen.
• Lakukan uji pirogen terhadap pengencer dan larutan
pencuci dan pembilas secara berkala.
• Apabila digunakan injeksi NaCl sebagai pengencer,
gunakan injeksi yang mengandung larutan NaCl PO 9 %.

64
Metode uji aktivitas pirogen
• Rabbit Test
• LAL (limulus amebocyte lysate)

65
1. Rabbit Test
• Rekaman suhu
– Gunakan alat pengukur suhu yang teliti seperti
termometer klinik atau termistor atau alat sejenis
yang telah dikalibrasi untuk menjamin ketelitian
skala kurang lebih 0,1 yang telah diuji bahwa
pembacaan suhu maximum tercapai <5 menit
masukkan alat pengukur suhu kedalam anus kelinci
dengan kedalam tidak <7,5 cm dan sesudah jangka
waktu tidak kurang dari yang telah ditetapkan
sebelumnya, tekan suhu tubuh kelinci.

66
Rabbit Test
• Hewan uji
– Gunakan kelinci dewasa yang sehat.
– Tempatkan kelinci satu ekor dalam satu kandang dalam
ruang dengan suhu yang seragam antara 20-23oC dan
bebas dari gangguan yang menimbulkan kegelisahan.
– Beda suhu tidak boleh berbeda kurang lebih 3oC dari suhu
yang telah ditetapkan.
– Untuk kelinci yang belum pernah digunakan untuk uji
pirogen, adaptasikan kelinci tidak boleh lebih dari tujuh hari
dengan uji pendahuluan yang meliputi semua tahap
pengujian yang tertera pada prosedur, kecuali penyuntikan,
kelinci tidak boleh digunakan untuk uji pirogen lebih dari
sekali dalam waktu 48 jam atau sebelum 2 minggu setelah
digunakan untuk uji pirogen bila menunjukkan kenaikan
suhu maksimal 0,6oC atau lebih 67
Rabbit Test
• Prosedur
– Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk
uji pirogen dan dengan kondisi lingkungan yang sama
dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang
menyebabkan kegelisahan.
– Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian. Minum
dibolehkan pada tiap saat, tetapi dibatasi pada saat
pengujian.
– Apabila pengujian menggunakan termistor, masukkan
kelinci kedalam kotak penyekap sedemikian rupa sehingga
kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar sehingga
dapat duduk dengan bebas.
– Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji,
tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang
merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu. 68
Rabbit test
• Beda suhu tiap kelinci dalam satu kelompok tidak boleh lebih 1oC dan
suhu awal setiap kelinci tidak boleh lebih dari 39,8oC.
• Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan 10
ml/kg bb, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan
dilakukan waktu 10 menit.
• Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu yang dikonstitusi seperti
yang tertera pada masing-masing monografi dan disuntikkan dengan
dosis seperti yang tertera.
• Untuk uji pirogen alat atau perangkat injeksi, gunakan sebagai
larutan uji hasil cucian atau bilasan dari permukaan alat yang
berhubungan langsung dengan sediaan parenteral, tempat
penyuntikan atau jaringan tubuh pasien.
• Semua larutan harus bebas dari kontaminasi.
• Hangatkan larutan pada suhu 37o + 2o sebelum penyuntikan.
• Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan jam ke-3 setelah
penyuntikan dengan selang waktu.
69
Rabbit Test
• Penafsiran hasil
– Setiap penurunan suhu dengan nol.
– Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor kelinci pun
menunjukkan kenaikan suhu 0,5oC atau lebih.
– Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu
0,5oC atau lebih.
– Lanjutkan pengujian dengan menggunakan lima ekor
kelinci.
– Jika tidak lebih dari tiga ekor dari 8 ekor kelinci masing-
masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5oC atau lebih dan
jumlah kenaikan suhu maksimal 8 ekor kelinci tidak lebih
dari 3,3oC sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas
pirogen

70
2. LAL (limulus amebocyte lysate)
• Uji LAL adalah metode spesifik untuk bakteri
endotoksin, hanya untuk pirogen yang signifikan
pada kebanyakan pabrik farmasetikal dan peralatan
medis.
• Test didasarkan pada mekanisme primitif
penggumpalan darah dari kepiting seperti Kuda
Amerika (Limulus polyphemus).
• Berberapa enzim diletakkan pada sel darah amoeba
kepiting yang dipicuh oleh endotoksin perpanjangan
koagulasi enzimatik yang di akhiri dengan produksi di
gel protenose

71
LAL (limulus amebocyte lysate)
• Test harus dihindarkan dari kontaminasi antimikroba sebelum
dihindarkan, test ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada faktor
campuran dalam sediaan, peralatan tidak menyerap endotoksin (seperti
pada beberapa plastic) dan sensitifitas dari lisat diketahui
• Reagen test LAL disediakan dengan lyopilisasi sel di mubasit limulus.
• Volume setara reagen LAL dan larutan test (0,1 mikron per masing-
masing) dicampurkan dalam gelas tube test elipirogenasi.
• Tube diinkubasikan pada suhu 37oC selama 1 jam, setelah test wadah
dibaca.
• Tube diambil dari inkubator dan diubah.
• Bekuan oleh yang rusak mengandung energi padatan merupakan factor
dari test positif.
• Ketika digunakan pada bagian ini bekuan gel uji awalnya, melewati test
kegagalan dibatasi dan reagen sensitive LAL
72
73
74
75
CONTOH SOAL

76
Contoh Soal
• Berapa ∆tb dari 1% larutan Na-
propionat (BM=96). Na propionat
adalah uni univalen elektrolit; L iso =
3,4

77
• Jawab :
• ∆tb = 3,4 x 1 x 1000
96 x 100
= 3,4 x 0,104
= 0,35o

78
Contoh Soal
• Berapa NaCl yang dibutuhkan untuk
membuat larutan Apomorfin HCl 1%, supaya
isotonis dengan serum darah. ∆tb apomorfin
= 0,08

79
• Jawab :
• W = 0,52 – (0,08 x 1) = 0,76 g
0,576
• Jadi, supaya larutan isotoni maka :
• R/ Apomorfin 1g
NaCl 0,76 g
Aq ad 100 mL

80
Contoh Soal
1. Hitung ekivalensi NaCl dari KCl
Jawab :

81
Jawab:
KCl termasuk dalam tipe 2B (uni-univalen elektrolit).
Lihat tabel, harga Liso = 3,4 BM KCl= 74,55

E = 17 . 3,4 = 0,78
74,55

Jadi 1 g KCl memberikan efek osmotik yang sama


dengan 0,78 g NaCl

82
Contoh Soal
2. Suatu larutan mengandung 1 g efedrin
sulfat dalam 100 mL. Berapa jumlah
NaCl yang ditambahkan agar larutan
isotonis?
Berapa jumlah dekstrosa yang
ditambahkan untuk tujuan tersebut?
Diketahui :
E efedrin sulfat = 0,23
E dekstrosa = 0,16
83
• Ingat : 1 g efedrin sulfat mempunyai efek
osmotik yang sama dengan 0,23 g NaCl

Jawab:
• Efedrin sulfat 1,0 g x 0,23 =0,23 g NaCl
• NaCl yang dibutuhkan agar larutan isotonis (0,9-
0,23)=0,67 g NaCl
• Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis
= 0,67 g

84
• E dekstrosa = 0,16
• 1 g dekstrosa mempunyai efek osmotik yang
sama dengan 0,16 g NaCl
• 1 g dekstrosa~0,16 g NaCl
• X g dekstrosa~0,67 g NaCl
• X = 0,67 x 1 g dekstrosa
0,16
= 4,1875 g dekstrosa

85
• Dari hasil diatas dapat digunakan rumus :
X=Y
E
• Dimana X= gram dari zat pengisotoni yang
diperlukan untuk meng’adjust tonisitas
• Y = penambahan jumlah NaCl agar isotonis
• E= gram dari NaCl ekivalen dengan 1 g zat
pengisotoni

86
3. Buat 200 mL larutan isotonis thimerosal, BM
= 404,84 g/mol. Konsentrasi 1:5000 atau 0,2
g/1000 mL. Liso = 3,4
• Hitung E NaCl thimerosal, jumlah NaCl yang
ditambahkan agar larutan isotonis.
• Diketahui bahwa NaCl berinteraksi dengan
merkuri pada thimerosal yaitu dapat
mengurangi stabilitas dan efektifitas sediaan.

87
• Maka diputuskan untuk mengganti NaCl
dengan propilen glikol sebagai zat
pengisotoni.
• Diketahui : Liso propilen glikol= 1,9
BM=76,09
• Jawab : Hitung dulu E NaCl thimerosal
E = 17. Liso = 17 . 3,4 = 0,143
BM 404,84

88
• Larutan thimerosal : c=0,2 g/1000 mL
• Akan dibuat 200 mL  jadi 0,04 g/200
mL
• Berat thimerosal agar mempunyai efek
osmotik yang sama dengan 0,143
adalah=
0,04 g thimerosal x 0,143 = 0,0057 g
NaCl
• Jumlah NaCl yang ditambahkan agar
isotonis Y= 1,8 g NaCl – 0,0057 =
1,794 g 89
• NaCl diganti dengan propilen glikol sebagai
zat pengisotoni. Liso propilen glikol= 1,9
BM=76,09
• E = 17 . 1,9 = 0,42
76,09
• Dengan rumus X = Y = 1,794 = 4,3 g
E 0,42
• Jadi propilen glikol yang diperlukan untuk
mengadjust 200 mL larutan thimerosal agar
isotonis adalah 4,3 g

90
Contoh Soal
• Buatlah 500 mL larutan etilmorfin HCl 2%
isotoni (E= 0,15)
• V = 10 x 0,15 x 111,1 mL = 166,7 mL
• Artinya jika 10 gr etilmorfin HCl dilarutkan
dalam 166,7 mL air diperoleh larutan yang
isotoni. Sisa larutan sebanyak (500-166,7) =
333,3 mL digantikan dengan larutan NaCl
isotoni atau larutan dapar isotoni. Untuk
larutan NaCl isotoni diperlukan sebanyak
333,3/100 x 0,9 g NaCl = 2,99 g NaCl

91
• R/ Phenacaine HCl 0,06 g
Asam borat 0,30 g
Ad pengisotoni ad 100 mL
• Maka V =
{(0,06 x 0,20) + (0,3x0,5)}x 111,1 mL
= 18 mL
• Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 mL,
lalu ditambah dengan pelarut isotonis sampai
100 mL

92
Exercise
1. Using the sodium chloride method, calculate
the grams of sodium chloride needed to
make 30 mL of a 2% isotonic physostigmine
salycilate solution! E fisostigmin salisilat :
0,16
2. A new drug having a molecular weight of
300 g/mole produced a freezing point
depression of 0.52oC in a 0.145 M solution.
What are calculated Liso value, the E value
and the V value for this drug?

93
Exercise
3. A 1 fluid ounce (29.573 mL) solution contain 4.5
grains (291.6 mg) of silver nitrat. How much sodium
nitrat must be added to this solution to make it
isotonic with nasal fluid?. Assume that nasal fluid has
an isotonicity value of 0.9% NaCl. E AgNO3 = 0,33; E
NaNO3 = 0,68
4. Using the sodium chloride equivalent method, make
the following solutions isotonic with respect to the
mucous lining of the eye (ocular membrane). E
tetracain HCl = 0,14
- Tetracaine hydrochloride 10 grams
- NaCl x grams
- Sterilize distilled water, enough to make 1000 mL
94
• Hitung tonisitas dibawah ini dengan
ekivalensi NaCl :
R/ Asam borat 8
Atropin sulfat 2
mf isotonis 1000 mL

95
• Hitung dengan metode White Vincent
R/ Antipirin 4%
Efedrin 1%
mf isotonis pH 6,5 100 mL

96
• Buatlah larutan Metadon HCl 1% 100 mL
isotoni dengan NaCl. Diketahui ∆tb Metadon
HCl = 0,101 dan ∆tb NaCl : 0,576
• Buatlah 100 mL larutan Pilokarpin HCl 2%
isotoni dengan NaCl. Diketahui ∆tb Pilokarpin
HCl 0,13.
• Kumpulkan kamis, 21/10/10 dikerjakan
di kertas folio bergaris

97

Anda mungkin juga menyukai