Anda di halaman 1dari 8

Modul Mata Kuliah Hak Asasi Manusia Program Studi Ilmu Hukum

PERTEMUAN KE-5
INSTRUMEN THE INTERNATIONAL BILL OF HUMAN RIGHTS
(Lanjutan)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut:
1. Mampu menjelaskan, mengidentifikasi dan membedakan HAM dengan karakter Hak Sipil
dan Politik, mapun HAM dengan karakter Ekonomi, Sosial dan Budaya

B. URAIAN MATERI
1. Tujuan Pembelajaran 1: HAM dengan karakter Hak Sipil dan Politik,
mapun HAM dengan karakter Ekonomi, Sosial dan Budaya
c. The international covenant on economic, social and cultural rights
(ICESCR)
Sebagaimana telah dinyatakan di atas, DUHAM dibagi dalam dua yang secara
hukum mengikat berdasarkan Kovenan Internasional, yaitu (1) International
Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR/Kovenan Internasional tentang Hak
Sipil dan Politik: Sipol) dan (2) International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights (ICESC/Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya: Ekosob). Walaupun terdapat perbedaan dalam jumlah negara yang sudah
meratifkasi setiap Kovenan, terutama International Covenant on Economic, Social
and Cultural Rights (ICESC/Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya: Ekosob), hal ini tidak dapat dipandang bahwa Kovenan yang satu lebih
penting dari yang lain. Kedua Kovenan tersebut merupakan bagian integral hukum
HAM Internasional (International Bill of Human Rights).
Semua hak harus diperlakukan secara sama, dengan tidak melihat bahwa hak
ekonomi, sosial dan budaya sebagai hak-hak yang ”berbeda” dari hak asasi lainnya
serta tidak dapat ditegakkan dengan cara yang sama. Hanya sedikit negara yang
membedakan antara hak-hak yang tercantum di dalam kedua Kovenan tersebut,
namun dengan instrumen-instrumen berikutnya menganut pendekatan yang lebih
holistik: HAM kembali ke konsep universalitas asalnya.1 Indonesia juga telah
mengesahkan ICESC atau Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya: Ekosob, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights

1
Rhona K.M. Smith dkk, Op.cit, hlm. 111-112

S-1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 1


Modul Mata Kuliah Hak Asasi Manusia Program Studi Ilmu Hukum

(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya), yang


disahkan dan diundangkan pada tanggal 28 Oktober 2005.
Sebagaimana telah dicatat sebelumnya, hak dan kebebasan yang tercantum dalam
ICESC atau Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya:
Ekosob, merupakan hak-hak dan kebebasan yang termuat di bagian akhir DUHAM.
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Ekosob seringkali diperlakukan secara berbeda
dengan Hak Sipil dan Politik. Padahal dalam banyak hal, semua hak bersifat saling
tergantung dan tidak terbagi-bagi. Tidaklah mungkin membuat perbedaan antara
sumber-sumber hak dan kebebasan yang berbeda.
Pasal 2 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Ekosob
adalah ketentuan yang paling penting untuk memahami sifat hak ekonomi, sosial dan
budaya. Patut dicatat bahwa:
Dipandang dari segi sistem politik dan ekonomi, Kovenan Internasional tentang
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya bersifat netral dan prinsip-prinsipnya tidak
dapat secara memadai digambarkan sebagai didasarkan semata-mata pada
kebutuhan dan keinginan akan sistem sosialis atau kapitalis, atau ekonomi
campuran, terencana yang terpusat atau bebas (laissez-faire) atau pendekatan
tertentu … hak-hak yang diakui di dalam Kovenan Internasional tentang Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya dapat diwujudkan dalam konteks sistem ekonomi
dan politik yang beragam dan luas, asalkan sifat saling tergantung dan tidak
terbagi-baginya kedua perangkat hak asasi manusia tersebut, ... diakui dan
dicerminkan dalam sistem yang bersangkutan”.2
Apakah ada hirarki hak yang laten? Beberapa orang berargumentasi bahwa
ada hirarki hak yang tersembunyi, dengan melihat Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
menduduki tempat kedua. Namun sebagai bagian integral dari sistem HAM, justru
banyak hak sipil dan politik yang bergantung pada hak ekonomi, sosial dan budaya.
Dengan demikian, kedua sistem ini saling bergantung. Sebagai contoh bahwa hak
atas partisipasi politik membutuhkan pendidikan dan hak untuk hidup didasarkan
pada perawatan kesehatan yang memadai. Jadi tidak mungkin untuk membedakan
kedua Kovenan itu berdasarkan hak dan kebebasan yang terkandung di dalamnya.3
Memang mungkin dapat diperdebatkan bahwa beberapa hak secara praktis lebih
penting daripada yang lain, hak untuk hidup adalah contoh nyata. Namun dari sudut
pandang hukum tidaklah mungkin untuk menentukan hirarki hak karena dengan
meratifkasi suatu kovenan, maka ada kewajiban yang muncul untuk menghormati hak
secara sama. Apa yang penting bagi setiap individu berbeda menurut waktu dan
menurut semua keadaan yang berlangsung. Mekanisme HAM internasional telah

2
Ibid, hlm. 112-113
3
Ibid, hlm. 113

S-1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 2


Modul Mata Kuliah Hak Asasi Manusia Program Studi Ilmu Hukum

diatur sedemikian rupa berdasarkan keyakinan bahwa semua hak harus dihormati.
Jadi, negara mana pun yang berusaha untuk mempertahankan pembedaan kedua
kovenan tersebut akan ditentang.
Perbedaan ini tidak untuk saling menegasikan, melainkan sehubungan beberapa
hak ekonomi sosial dan budaya memang membutuhkan lebih banyak dukungan aktif
oleh negara bila ingin diwujudkan. Seberapa besar peranan negara untuk secara
langsung mengamankan nafkah dari setiap warganegaranya juga merupakan suatu isu
yang dapat dipertentangkan secara politik. Namun, bagi banyak negara, hak sipil dan
politik juga sama mahal dan sangat bermasalah untuk diwujudkan. Artinya, jika
dilihat dari sudut pandang hukum, perbedaan yang paling nyata antara kedua
Kovenan itu adalah terlihat dalam hal perwujudan hak-hak tersebut. Oleh karenanya,
perdebatan tentang hirarki hak sekarang ini telah berlebihan karena HAM telah diakui
bersifat universal, saling bergantung, dan tidak dapat dibagi-bagi.4
Kovenan ini diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 16
Desember 1966 dan diberlakukan pada 3 Januari 1976. Hingga 24 November 2004,
telah 151 negara yang menjadi peserta Kovenan. Kovenan ini terdiri dari 31 tiga
(puluh satu) pasal yang diatur dalam 6 bagian. Jantung dari Kovenan ini berada pada
Bagian III (Pasal 6 sampai dengan Pasal 15) yang menguraikan hak-hak yang
dilindungi, yaitu: hak atas pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati kondisi kerja
yang adil dan menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh
(Pasal 8),5 hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9), hak atas
perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak dan orang
muda (Pasal 10), hak atas standar hidup yang memadai (Pasal 11),6 hak untuk
menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai

4
Ibid, hlm. 113-114
5
Hal ini harus selalu diingat: hak atas pekerjaan adalah suatu mekanisme di mana negara dapat menunaikan
tugasnya untuk menetapkan standar kehidupan yang layak bagi warganegaranya. Namun harus dicatat bahwa tidak
ada jaminan atas pekerjaan. Negara harus bertujuan mencapai keadaan di mana semua orang mempunyai pekerjaan
(full employment), walaupun keseimbangan harus dicapai antara jaminan hak atas pekerjaan dan pilihan bebas dalam
pekerjaan. hak atas pekerjaan terbagi ke dalam tiga elemen utama yaitu akses ke pekerjaan, kebebasan dari kerja
paksa dan keamanan dalam pekerjaan. Hak atas pekerjaan, mencakup kebebasan dari pemecatan sewenang-wenang.
Keadilan dalam kondisi kerja juga mensyaratkan adanya periode istirahat, hiburan dan pembatasan waktu kerja yang
layak. Ibid, hlm. 124 129
6
Mengevaluasi kelayakan adalah hal yang sulit, tidak akan ada satu standar kuantitas pangan, sandang, atau
perumahan yang merupakan standar yang layak untuk setiap orang. Beberapa isu yang menjadi perhatian adalah
ketersediaan makanan, air bersih dan perumahan. Hak atas pangan yang layak terwujud apabila setiap laki-laki,
perempuan dan anak, sendiri atau bersama dengan orang lain memiliki akses ekonomi setiap saat ke pangan yang
layak atau cara memperolehnya. Negara juga harus memastikan bahwa dibuatnya ketentuan yang layak untuk
menjamin keamanan pangan, yakni produksi pasokan pangan yang memadai, akses dan bebas monopoli. Air harus
cukup dan terus-menerus untuk penggunaan pribadi dan rumah tangga, aman dan bebas dari zat-zat yang merusak
kesehatan dan dapat diakses secara fisik maupun ekonomis tanpa diskriminasi. Kebutuhan akan hak keamanan
tinggal yang menjamin perlindungan terhadap penggusuran paksa. Hal ini berfokus pada penggusuran paksa yang
dapat mangakibatkan pelanggaran hak lainnya, yaitu hak atas pangan dan air bersih, hak atas privasi, dan kehidupan
keluarga, serta hak untuk hidup. Oleh karenanya, proporsionalitas tetap menjadi faktor kunci yang harus
dipertimbangkan, usaha untuk memastikan pengadaan rumah yang lain, dan tindak perlindungan harus dilakukan
agar tidak ada hak lainnya yang terlangar dan pemberian kompensasi. Ibid, hlm.129-136

S-1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 3


Modul Mata Kuliah Hak Asasi Manusia Program Studi Ilmu Hukum

(Pasal 12), hak atas pendidikan (Pasal 137 dan Pasal 14), dan hak untuk ikut serta
dalam kehidupan budaya (Pasal 15). Adapun beberapa ketentuan penting yang ada
pada ICESC atau Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya:
Ekosob ini adalah:
1) Pembatasan-Pembatasan
Pasal 4 Kovenan berkaitan dengan klausa pembatasan. Kovenan hak ekonomis,
sosial dan budaya tidak mengakui suatu hak tertentu pada tingkat yang lebih rendah
dengan alasan dilakukan berdasarkan Kovenan hak sipil dan politik. Walau demikian,
Pasal 4 menyatakan pembatasan-pembatasan dalam pemenuhan hak harus „ditentukan
oleh hukum‟ dan semata-mata dilakukan dengan tujuan untuk „meningkatkan
kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.‟8
2) Kewajiban Negara
Berkaitan dengan kewajiban Negara-negara peserta berdasarkan Kovenan, terdapat
pada Pasal 2 ayat (1) Kovenan. Menurut Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya, Pasal 2 merupakan pasal yang terpenting bagi pemahaman seutuhnya
terhadap Kovenan dan perlu dipandang memiliki hubungan dinamis dengan
ketentuan-ketentuan lainnya dalam Kovenan. Pasal ini menguraikan sifat kewajiban
hukum secara umum yang dijalankan Negara-negara peserta Kovenan.
Pasal 2 ayat (1) Kovenan menyatakan:
Setiap Negara Peserta Kovenan ini berjanji untuk mengambil langkah-langkah,
baik sendiri maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, terutama
bantuan teknik dan ekonomi, sampai batas maksimum sumber daya yang ada,
dengan tujuan untuk mencapai secara bertahap perwujudan sepenuhnya hak yang
7
Hak atas pendidikan itu sendiri adalah HAM dan merupakan suatu sarana yang mutlak diperlukan untuk
mewujudkan hak-hak lain. Tanpa pendidikan mustahil bagi seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam pemilihan
umum yang demokratis (membaca kertas pemilu, memilih dan lain-lain), dan berpartisipasi dalam kehidupan publik
(pemerintahan dan lain-lain). Pentingnya pendidikan, sebagian dicerminkan dalam kenyataan bahwa Komite
mengenai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya menerima dua Komentar Umum mengenai hak atas pendidikan, yaitu
komentar umum 11 berisikan dintaranya: Hak atas pendidikan mencakup pendidikan dasar yang wajib dan bebas
biaya. Hak atas pendidikan mencakup pendidikan dasar yang wajib dan bebas biaya, pendidikan lanjutan yang
berangsur-angsur juga akan dibuat bebas dan dapat dimasuki, serta kesempatan yang sama untuk memasuki
pendidikan tinggi. Pada umumnya, negara wajib untuk menyediakan pendidikan bebas biaya, setidaknya pada
tingkat dasar. Kesesuaian dengan DUHAM, bukan saja mengharuskan pendidikan bebas biaya, melainkan juga
pendidikan wajib. Ini adalah salah satu dari sedikit kewajiban positif yang secara eksplisit dibebankan kepada negara
oleh DUHAM. Penekanannya adalah pada pemberian pendidikan untuk semua, sehingga demikian, akses ke
pendidikan merupakan isu utama. Pendidikan harus tersedia untuk semua tanpa diskriminasi, seperti diskriminasi
yang didasarkan pada kepercayaan agama dan penentuan cara berpakaian (Di Turki, Uzbekistan, Prancis, Jerman dan
Inggris terdapat beberapa kasus-kasus mengenai perempuan-perempuan muda yang tidak dapat mengakses fasilitas
pendidikan karena mereka bersikeras memakai jilbab, atau sebaliknya juga di Indonesia). Negara bertanggungjawab
atas biaya kertas, pena, buku dan secara potensial, bahkan dalam biaya pakaian seragam wajib serta transport ke dan
dari tempat pendidikan, setidaknya bagi mereka yang berada dalam kebutuhan keuangan di tingkat sekolah dasar.
Pada dasarnya, kurangnya sumber daya keuangan si murid seharusnya tidak digunakan oleh negara untuk
membenarkan ketidakhadiran. Dalam situasi semacam itu, negara harus berusaha mewujudkan kewajiban positif
yang sudah ia diterimanya ketika meratifikasi Kovenan. Pungutan atas biaya pendidikan, secara efektif merupakan
suatu bentuk diskriminasi berdasarkan kekayaan, termasuk pendidikan tinggi (terkadang menjadi ajang diskriminasi
atas dasar kekayaan dan alasan lain yang berkaitan). Sementara fokus awalnya adalah pada pendidikan dasar, pada
akhirnya, tujuannya adalah memastikan agar semua pendidikan secara bebas tersedia untuk semua. Namun usaha
negara juga harus dilakukan untuk memastikan agar pendidikan menengah layak bagi mereka yang memasukinya.
Ibid, hlm.115-118
8
DEPHUKHAM RI dan Equitas, Op.cit, hlm.255

S-1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 4


Modul Mata Kuliah Hak Asasi Manusia Program Studi Ilmu Hukum

diakui dalam Kovenan ini dengan menggunakan semua sarana yang tepat,
termasuk melakukan langkah-langkah legislatif.
Dengan demikian, kewajiban Negara-negara peserta dinyatakan melalui
penggunaan istilah ”berjanji untuk mengambil langkah-langkah”, ”sampai batas
maksimum sumber daya yang ada”, ”mencapai secara bertahap perwujudan
sepenuhnya”, serta ”dengan menggunakan sarana yang tepat, termasuk melakukan
langkah-langkah legislatif.”9
Pandangan bahwa sumberdaya ekonomi merupakan hal penting bagi pelaksanaan
hak ekonomi, sosial, dan budaya merupakan pembenaran untuk
mempertimbangkannya sebagai hal kedua setelah hak sipil dan politik. Komite Hak-
hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui akan pentingnya sumberdaya dalam
kewajiban pemenuhan hak tetapi bukan berarti bahwa ketersediaan sumberdaya
tersebut dijadikan klausa untuk melepaskan kewajiban. Sebagai contoh, dikatakan
bahwa „dalam beberapa kasus kemiskinan dan kelaparan yang dialami oleh banyak
orang dalam jumlah tertentu, menunjukkan bahwa kegagalan Negara melayani warga
negara yang bersangkutan adalah diluar batas kontrolnya.‟
Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengembangkan gagasan
„kewajiban pokok minimum‟ untuk membuktikan ketidakbenaran argumentasi bahwa
kurangnya sumberdaya akan menghambat pemenuhan kewajiban. Juga telah
mempelajari bahwa setiap Negara memiliki kewajiban pokok minimum untuk untuk
memenuhi, paling tidak tingkat minimum dari setiap hak yang tercantum dalam
Kovenan. Ini menjelaskan bahwa suatu Negara peserta „yang warga negaranya dalam
jumlah tertentu menderita karena kekurangan bahan makanan pokok, perawatan
kesehatan yang memadai, tempat berlindung dan perumahan yang layak, atau bentuk
yang paling mendasar dari pendidikan untuk pertama kalinya (prima facie),
dinyatakan gagal untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Kovenan.
Agar suatu Negara peserta dapat menghubungkan kegagalannya memenuhi paling
tidak kewajiban pokok minimumnya dengan kurangnya sumber daya yang tersedia,
maka Negara tersebut harus dapat membuktikan bahwa setiap upaya telah dilakukan
untuk memanfaatkan seluruh sumberdaya yang terbuang dengan tujuan prioritas
upaya pemenuhan kewajiban-kewajiban minimum tersebut.‟
Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya memperjelas bahwa, „bahkan disaat
sumberdaya yang tersedia tidak memadai, Negara peserta tetap berkewajiban untuk
memastikan penikmatan seluas mungkin atas hak-hak yang relevan sesuai keadaan
yang berlaku umum.‟ Selain itu, Komite juga menyatakan bahwa, „meskipun disaat

9
Ibid, hlm.256-257

S-1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 5


Modul Mata Kuliah Hak Asasi Manusia Program Studi Ilmu Hukum

sumberdaya dibatasi dengan ketat…, anggota masyarakat yang rentan dapat dan
bahkan harus dilindungi oleh pelaksanaan program-program murah.10
Wajar diasumsikan bahwa karena ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan bagi
perwujudan hak ekonomi, sosial, dan budaya, maka mereka menjadi tidak mampu
melakukan pelaksanaan secara cepat.11 Sementara di sisi lain, Komite telah
menyatakan bahwa, 'Kenyataan bahwa perwujudan secara bertahap atau dengan kata
lain progresif, telah dapat dirasakan dalam Kovenan, jangan diartikan sebagai
melepaskan isi kewajiban secara keseluruhan. Di satu sisi, ini merupakan langkah
fleksibel yang penting, yang mencerminkan kenyataan yang ada di dunia serta
kesulitan-kesulitan yang dihadapi negara-negara dalam menjamin perwujudan
sepenuhnya atas hak ekonomi, sosial dan budaya.
Kalimat tersebut harus dipahami dalam kerangka sasaran keseluruhan atau
keberadaan Kovenan yaitu untuk membangun kewajiban yang jelas bagi Negara-
negara peserta dalam penghormatannya terhadap perwujudan sepenuhnya atas hak
yang menjadi masalah. Dengan demikian, hal ini mewajibkan Negara untuk bergerak
secara cepat dan se-efektif mungkin menuju sasaran tersebut.
Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya menginginkan bahwa proses
pertumbuhan ekonomi harus dipadukan dengan perwujudan hak asasi manusia.
Komite juga telah menyimpulkan bahwa „perwujudan secara bertahap‟ tidak hanya
meliputi peningkatan terus menerus tetapi juga kewajiban untuk memastikan tidak
adanya kemunduran pembangunan.
Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui bahwa Negara-negara peserta
harus memutuskan sarananya yang tepat dan mungkin bergantung pada hak yang
sedang dilaksanakan. Namun, Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya juga
menyatakan bahwa, „laporan Negara-negara peserta harus menunjukkan tidak hanya
langkah-langkah yang telah mereka diambil, tetapi juga atas dasar apa langkah-
langkah tersebut dianggap “tepat” dengan keadaan.‟ Dari penafsiran yang diberikan
oleh Komite Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, maka jelaslah bahwa istilah „dengan
semua sarana yang tepat‟ berkaitan dengan sikap dan hasil. Suatu Negara peserta
tidak dapat menghindar dari kewajiban-kewajibannya dengan semata-mata
mengatakan bahwa kebijakannya ditujukan pada pembangunan ekonomi dan
kemiskinan atau buta huruf akan dihilangkan secara bertahap.
Terhadap istilah „melakukan langkah-langkah legislatif‟, Komite Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya menyebutkan bahwa hal tersebut bukanlah disengaja untuk
menekan kewajiban Negara-negara peserta. Keberadaan hukum semata-mata tidaklah
memadai untuk membuktikan bahwa Negara-negara peserta melaksanakan

10
Ibid, hlm.258-259
11
Ibid, hlm.257-258

S-1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 6


Modul Mata Kuliah Hak Asasi Manusia Program Studi Ilmu Hukum

kewajiban-kewajibannya berdasarkan Kovenan. Selain dari peraturan hukum, Komite


Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya menekankan pula kebutuhan akan „ketentuan
perbaikan terhadap penghormatan hak secara yudisial yang mungkin dianggap dapat
dibenarkan sesuai dengan sistem hukum nasional.‟12
Berdasarakan uraian-uraian tersebut, pada akhirnya dapat dikatakan bahwa HAM
sebagai sebuah istilah, dalam perkembangannya terbagi menjadi dua jenis. Pemisahan
jenis tersebut bukan bermaksud untuk saling mengesampingkan dan atau merendahkan
satu sama lain dan sebagainya, melainkan sehubungan ada karakter yang membedakan
diantaranya terkait keberadaannya: keberlangsungan dan keberlanjutan. Terutama dalam
konteks penghormatan, perlindungan dan pemenuhannya, yaitu:13
a. Pada ICCPR/International Covenant on Civil and Political Rights: Sipol:
1) Obligations of conduct (kewajiban/berorientasi pada kelakuan/tingkah laku)
2) Menuntut pencapaian segera
3) Sebagai hak negative
4) Negara bersifat pasif
5) Dapat dituntut dipengadilan
6) Tidak bergantung dengan sumber daya
b. Sementara pada ICESC/Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya: Ekosob:
1) Obligations of results (kewajiban/berorientasi pada hasil/pencapaian)
2) Menuntut pencapaian bertahap
3) Bersifat (sebagai hak) positif
4) Negara bersifat aktif, yaitu Negara menyusun perencanaan dan pelaksanaan
berikut evaluasinya
5) Tidak dapat diajukan ke pengadilan (dalam konteks pidana)
6) bergantung dengan sumberdaya

C. LATIHAN
1. Berikan contoh saling terkait dan saling bergantung antara SIPOL dan EKOSOB?
2. Apa yang anda ketahui tentang hak yang termasuk non derogable rights, serta bagaimana
pelaksanaannya menurut anda, terutama sehubungan masih adanya hukuman mati di
Indonesia?

D. DAFTAR PUSTAKA
Antonio Pradjasto, Demokrasi dan HAM, (Jakarta: Komunitas Indonesia untuk Demokrasi,
2011)

12
Ibid, hlm. 257
13
A. Masyhur Effendi, HAM: Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2010) 138-143

S-1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 7


Modul Mata Kuliah Hak Asasi Manusia Program Studi Ilmu Hukum

A. Masyhur Effendi, HAM: Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik, (Bogor:


Ghalia Indonesia, 2010)
DEPHUKHAM RI dan Equitas, Memperkuat Perlindungan Hak Asasi Manusia di
Indonesia: Sebuah Buku Panduan untuk Mengintegrasikan RANHAM dalam Pekerjaan
Anda, (Direktorat Jendral Hak Asasi Manusia DEPHUKHAM RI/Equitas–International
Centre for Human Rights Education, 2008)
Joko Sulistyono, Hak Asasi Manusia di Negara Pancasila: Suatu Tinjauan Yuridis Normatif
tentang Sejarah Hak Asasi Manusia dalam Hubungannya dengan Undang-Undang Dasar
1945, (Jakarta: Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997)
LG. Saraswati, HAM: Teori, Hukum, Kasus, (Depok: Filsafat UI, 2006
M. Afif Hasbullah, Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM di Indonesia, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005)
Rhona K.M. Smith dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008)

S-1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang 8

Anda mungkin juga menyukai