Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Konvenan Internasional Tentang Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya Perpaduan Dalam
Hukum Islam (Analisis Tentang Hak Pendidikan Bagi Masyarakat Menengah Kebawah)

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Islam dan HAM

Dosen Pengampu Suryo Hilal S.H, M.H

Disusun Oleh:

Miftachur Rochmah 1821508035

Alicya 1821508036

Cantika Nur Hasna 1821508051

Muhammad Aswin F 1821508052

Ahmad Fikri Husain 1821508059

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam tak lupa
pula kita curahkan kepada baginda Rasulullah SAW beserta para keluarga dan sahabat, agar kita
senantiasa selalu berada di jalannya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Hukum Islam dan HAM. Kami berharap dapat menambah wawasan dan
pengetahuan khususnya dalam bidang ini. Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas
dari bantuan pihak-pihak terkait. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suryo
Hilal S.H M.H selaku dosen pengampu kami.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
karena itu kami selaku pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran dari Bapak Suryo Hilal
S.H M.H selaku pengampu kami dan juga kepada para pembaca untuk melengkapi segala
kekurangan dan kesalahan dari makalah kami ini, agar kedepannya makalah kami ini dapat
menjadi lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Konvenan Internasional....................................................................


B. Tujuan dan Fungsi Konvenan Internasional......................................................
C. Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosisal dan Budaya ...........................
D. Pokok-Pokok Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.....
E. Implementasi Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya................
F. Keterkaitan dengan Hukum Islam......................................................................
G. Analisis Kasus........................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................
B. Saran.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana telah dinyatakan di atas, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) dibagi dalam dua Konvenan Internasional yang secara hukum mengikat.
Walaupun terdapat perbedaan dalam jumlah negara yang sudah meratifikasi setiap
Konvenan yang satu lebih penting dari yang lain. Kedua Konvenan tersebut merupakan
bagian integral Peraturan Perundang-Undangan Hak Asasi Manusia Internasional
(International Bill of Human Rights). Isi kedua Konvenan dan juga instrument-instrumen
yang dibuat sesudahnya tersebut tergabung dalam DUHAM. Dalam banyak hal,
pembagian hak-hak antara kedua konvenan masih merupakan sisa-sisa dari ketegangan
selama perang dingin. Terdapat garis pemisah antara mereka yang mengadvokasikan
bahwa semua hak harus diperlakukan secara sama dengan mereka yang melihat bahwa
hak ekonomi dan sosial sebagai hak-hak yang “berbeda” dari hak asasi lainnya dan tidak
dapat ditegakkan dengan cara yang sama. Saat ini hanya sedikit negara yang
membedakan antara hak-hak yang tercantum dalam kedua Konvenan tersebut dan dengan
instrumen-instrumen berikutnya yang menganut pendekatan yang lebih holistic, hak asasi
manusia kembali ke konsep Universalitasnya asalnya. Ratifikasi sejak kedua instrumen
tersebut diterima 40 tahun yang lalu dan mulai berlakunya sejak 30 tahun yang lalu telah
mengalami peningkatan hingga tahap dimana kebanyakan negara telah menjadi negara
pihak masing-masing Konvenan tersebut. Indonesia juga telah meratifikasi kedua
Konvenan tersebut.
Hak ekonomi, sosial dan budaya diberlakukan secara berbeda dengan Hak Sipil
dan Politik. Di dalam pasal 2 terdapat ketentuan yang paling penting untuk memahami
sifat hak ekonomi, sosial dan budaya. Patut dicatat bahwa “dipandang dari segi sisem
politik dan ekonomi, Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(KIHESBE) bersifat netral dan prinsip-prinsipnya tidak dapat secara memadai
digambarkan sebagai didasarkan semata-mata pada kebutuhan dan keinginan akan sistem
sosialis atau kapitalis atau ekonomi campuran terencana yang terpusat atau bebas
(laissez-faire) atau pendekatan tertentu, hak-hak yang diakui dalam Konvenan

4
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam diwujudkan dalam konteks
sistem ekonomi politik yan beragam dan luas asalkan saling bersangkutan.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Konvenan Internasional ?
2. Apa saja fungsi dan tujuan Konvenan Internasional ?
3. Apa saja hak-hak Ekonomi, Sosisal dan Budaya ?
4. Bagaimana Pokok-Pokok Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya?
5. Bagaimana Implementasi Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya?
6. Bagaimana keterkaitannya dengan Hukum Islam ?
7. Bagaimana contoh analisis kasus ?
C. Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui tentang Konvenan Internasional
2.Untuk mengetahui fungsi dan tujuan Konvenan Internasional.
3.Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam hak-hak ekonomi, sosial budaya
4.Untuk mengetahui pokok-pokok Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya.
5.Untuk mengetahui Implementasi Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya.
6.Untuk mengetahui keterkaitan dengan Hukum Islam
7.Agar mengetahui mengenai analisis kasus

1
Komisi untuk Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, KomentarUmum 3, dari dok. PBB E/1991/23, Paragraf 8

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konvenan Internasional
Konvenan adalah sebuah perjanjian multirateral yang mengikat pemerintahan suatu
negara dengan Hukum Internasional untuk membuat satu aturan dengan satu hal atau
permasalahan. Konvensi digunakan untuk perjanjian seperti Konvenan Hak Sipil dan Politik, dan
Konvenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Konvenan juga merupakan perjanjian multirateral
dan ditunjukkan untuk norma dan pelaksanaan HAM, tetapi yang melakukan ratifikasi,
penandatanganan, dan menerima secara hukum terhadap perjanjian adalah negara

B. Tujuan dan Fungsi Konvenan Internasional

1. Sebagai salah satu piagam/perjanjian internasional berkaitan dengan masalah Hak Asasi
Manusia (HAM).
2. Mempertegas atau memperinci isi dari deklarasi PBB mengenai Hak Asasi Manusia,
yaitu Universal Declaration of Human Right (DUHAM) tahun 1948.
3. Sebagai salah satu konstitusi mengenai Hak Asasi Manusia yang mengikat secara hukum
setiap negara yang meratifikasi, menandatangani, atau menerimanya.
4. Memajukan penghormatan secara universal dan pentaatan terhadap hak asasi dan
kebebasan manusia di tingkat Negara.
5. Sebagai salah satu cara untuk memberantas pelanggaran Hak Asasi Manusia.

C. Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Hak ekonomi, sosial dan budaya diperlakukan secara berbeda dengan hak sipil dan
politik. Dalam banyak hal perbedaan itu dibuat-buat karena semua hak bersifat saling tergantung
dan tidak terbagi-bagi. Tidaklah mungkin membuat perbedaan antara sumber-sumber hak dan
kebebasan yang berbeda. Pasal 2 adalah ketentuan yang paling penting untuk memahami sifat
hak ekonomi, sosial dan budaya. Patut dicatat bahwa dipandang dari segi sistem politik dan
ekonom. Konvenan Internasional tentang hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB) bersifat
netral dan prinsip-prinsipnya tidak dapat secara memadai digambarkan sebagai didasarkan
semata-mata pada kebutuhan dan keinginan akan sistem sosialis atau kapitalis, atau ekonomi
campuran, terencana yang terpusat atau bebas atau pendekatan tertentu. Hak-hak yang diakui

6
didalam Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (KIHESB) dapat
diwujudkan dalam konteks sistem ekonomi dan politik yang beragam dan luas, asalkan sifat
saling tergantung dan tidak terbagi-baginya kedua perangkat hak asasi manusia tersebut. Diakui
dan dicerminkan dalam sistem yang bersangkutan.2

Mekanisme hak asasi manusia internasional sedemikian rupa berdasarkan keyakinan


bahwa semua hak harus dihormati. Jadi, negara manapun yang berusaha untuk mempertahankan
pembedaan konvenan internasional tersebut hanyalah sebuah kompromi politik. Tentu saja
beberapa hak ekonomi dan sosial lebih mahal dan membutuhkan lebih banyak dukungan aktif
oleh negara bila ingin diwujudkan. Seberapa besar peranan negara untuk secara langsung
mengamankan nafkah dari setiap warga negaranya juga merupakan suatu isu yang dapat
dipertentangkan secara politik. Namun, bagi banyak negara, hak sipil dan politik sama juga sama
mahal dan sangat bermasalah untuk diwujudkan. Jika hanya dilihat dari sudut pandang hukum,
perbedaan yang paling nyata antara kedua konvenan itu terlihat dalam hal perwujudan hak-hak
tersebut kewenangan badan-badan pengawasnya. Kebanyakan negara telah meratifikasi kedua
konvenan tersebut, dan telah menghadapi permasalahan dalam menekankan berbagai hak di
konvenan manapun hak tersebut tercantum. Dalam banyak hal perdebatan tentang hirarki hak
sekarang ini telah berlebihan karena hak asasi manusia telah diakui bersifat universal, saling
bergantung, dan tidak dapat dibagi-bagi. Konvenan-konvenan itu sendiri tidak mencakup semua
hak dan kebebasan yang dituntut pengakuannya yang sudah dilaksanakan oleh negara-negara.
Kebanyakan hak-hak tersebut diatur oleh undang-undang yang tidak secara langsung muncul
dari konvenan-konvenan tersebut, melainkan tumbuh dari kebutuhan sosial dan berbagai
kebijakan yang mendukung untuk memenuhinya.

D. Pokok-Pokok Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi,


social dan budaya dari DUHAM dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum.
Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal.

Ada beberapa pokok dari Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya ini,
yaitu:

2
Komisi untuk Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Komentar Umum, dari dok. PBB E/1991/23, paragraf 8

7
1. Hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri dan menyerukan kepada semua negara,
termasuk negara-negara yang bertanggung jawab atas pemerintahan Wilayah yang Tidak
Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian, untuk memajukan perwujudan hak
tersebut. Pasal ini mempunyai arti yang sangat penting pada waktu disahkannya Kovenan ini
pada tahun 1966 karena ketika itu masih banyak wilayah jajahan.
2. Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, seperti yang tercantum pada pasal 3 bagian 2,
bahwa: “Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin hak yang sama antara
laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang
tercantum dalam Kovenan ini.”
3. Hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang diatur dari pasal 6 sampai
dengan pasal 15. Negara mengakui yakni hak atas pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati
kondisi kerja yang adil dan menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat
buruh (Pasal 8), hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9), hak atas
perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda
(Pasal 10), hak atas standar kehidupan yang memadai (Pasal 11), hak untuk menikmati
standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai (Pasal 12), hak atas
pendidikan (Pasal 13 dan 14), dan hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya (PasaI1).

E. Implementasi Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya


Dalam pelaksanaan instrumen hak asasi manusia, khususnya hak ekonomi, social, dan
budaya, kinerja pemerintah sangat lemah. Pemahaman aparat pemerintah terhadap hak asasi,
baik di lembaga eksekutif – termasuk aparat penegak hukum maupun di lembaga legislatif
menjadi hambatan utama bagi pelaksanaan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Mayoritas aparat
pemerintah tidak memahami hak asasi. Mereka pada umumnya juga tidak tahu bahwa hak
ekonomi, social, dan budaya adalah hak asasi. Meskipun pemerintah telah meratifikasi Kovenan
Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya namun kovenan itu baru sekedar ditandatangani tetapi belum
dipahami apalagi dilaksanakan. Belum ada tindakan konkrit pemerintah untuk melaksanakan
harmonisasi peraturan perundangan yang ada. Bahkan yang terjadi, kebijakan pemerintah yang
tertuang dalam aturan hukum dan program-program pembangunan cenderung berdampak pada
kian meluasnya pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya.

8
Keluasan pelanggaran ini bisa dinilai dari beragam kasus yang terjadi di tingkat akar rumput,
di antaranya:

1. Dalam hal pemenuhan hak atas pangan kita bisa mendengar dan kelihat meluasnya
pelanggaran atas hak untuk bebas dari kelaparan, yang terlihat dalam bentuk meningkatnya
jumlah anak penderita gizi buruk dan busung lapar.
2. Di bidang hak atas pekerjaan dapat dilihat bahwa, tingkat pengangguran terbuka meningkat
dari tahun ke tahun, dan begitu juga dengan tingkat anak-anak yang putus sekolah dan
kemudian terpaksa harus memasuki lapangan pekerjaan pada usia 15 – 17 tahun.
3. Meluasnya kerusakan lingkungan yang berdampak pada meluasnya pelanggaran berbagai
hak ekosob dan juga hak untuk hidup.

F. Keterkaitan dengan Hukum Islam

Hukum Internasional Hak Asasi Manusia (HIHAM) memberikan perlakuan yang sama
pada kovenan internasional hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB) yang satu tidak
boleh mengesampingkan atau apalagi menghilangkan yang lain. Pelaksanaan KIHESB akan
membebaskan orang-orang dari rasa lapar dan rasa membutuhkan yang lainnya. Sasaran utama
KIHESB adalah mewujudkan standar kehidupan yang memadai dan bermartabat bagi setiap
manusia. Sasaran yang hendak dicapai oleh KIHESB itu jelas selaras dengan tujuan menyeluruh
syariat dan hukum Islam.

Keajiban-kewajiban negara menurut KIHESB merupakan kombinasi kewajiban atas


tindakan (obligation of conduct) yang dapat dijalankan dalam jangka pendek dan kewajiban atas
hasil (obligation of result) yang dapat berlangsung secara bertahap. Menurut Baderin, dari sudut
pandang hukum Islam, Syariat menetapkan kewajiban moral dan legal bagi negara untuk
menjamin kesejahteraan ekonomi, sosial, dan budaya setiap individu. Sumebr daya yang terbatas
tidak semestinya menjadi alasan negara untuk melalaikan tugas menyejahterakan rakyat.
Menurut hukum Islam, negara harus terus berusaha secara gigih menjamin kesejahteraan rakyat
melalui sumber daya yang tersedia. Asas umum Al-Qur’an menyatakan, negara kaya memberi
sesuai kemampuannya dan negara miskin memberi sesuai kemampuannya dilaksanakan secara
cepat dengan kehati-hatian dan niat melakukan yang terbaik.

9
Menurut Baderin, tidak ada satupun dalam Syariat yang berlawanan dengan kegigihan
seperti diatas dalam mewajibkan negara pihak untuk menjamin penikmatan minimum yang
dimungkinkan atas hak-hak ekonomi, sosial, dan buday, biarpun terhadap keterbatasan sumber
daya. Mashood baderin melihat peluang yang terbuka bagi harmonisasi konstruktif norma-norma
HIHAM dengan hukum Islam. Peluang yang terbukan itu tentu dapat dimanfaatkan bila para
pakar pendukung HIHAM dan para pakar pendukung hukum Islam rela meninggalkan
prasangka. Lingkup HIHAM dapat lebih ditingkatkan di dunia Muslim melalui penafsiran
sayriah yang moderat, dinamis dan konstruktif dibandingkan melalui penafsiran garis keras dan
statis, khususnya berkaitan dengan hak-hak perempuan, hak-hak minoritas, dan penerapan
hukum pidan Islam.

Unntuk mencapai harmonisasi konstruktif sistem HIHAM dan sistem hukum Islam harus
dikedepankan pendekatan komplementer dan akomodatif, dimana unsur-unsur terbaik dari dua
sistem hukum itu digabungkan untuk keseluruhan umat manusia. Agar pelaksaan HIHAM secara
tepat dan akurat dapat mempertimbangkan nilai-nilai Islam, khususnya ketika berhubungan
dengan negara-negara yang menerapkan hukum Islam. Badan-badan perjanjian internasional
(International treaty bodies) perlu melibatkan pakar-pakar mumpuni berkualitas di bidang fikih
dan HIHAM. Para pakar inin bisa direkrut sebagai anggota komite HAM yang dibentuk sesuai
dengan mandat yang diatur Oleh KIHESB.

G. Contoh Kasus (Analisis Tentang Hak Pendidikan Bagi Masyarakat Menengah


Kebawah)

Hak atas pendidikan telah tercantuk dalam Pasal 13 Konvenan Internasional tentang Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB). Pendidikan mencakup berbagai elemen baik hak
ekonomi, sosial budaya dan juga hak sipil dan politik. 3 Hak atas pendidikan itu sendiri adalah
HAM dan merupakan suatu sarana yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan hak-hak yang
lain.4 Penyelesaian program pendidikan yang telah ditetapkan merupakan salah satu akses untuk
mendapatkan pekerjaan, sehingga pendidikan dinilai sebagai salah satu cara untuk mendapatkan
keberhasilan.

3
Katarina Tomasevski, Education Denied, Zed Books, London, 2003
4
Komite mengenai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Komentar Umum 13, dok. PBBE/C.12/1999/10

10
Di Indonesia hak pendidikan belum terlaksana secara merata terutama bagi anak-anak
yang berada dalam golongan yang perekonomiannya menengah kebawah. Masih banyak anak-
anak tersebut yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak, tak jarang pula ada yang tidak
mendapatkan pendidikan sama sekali. Hal seperti ini tentunya bertentangan dengan hak atas
pendidikan yang tercantum pada Pasal 13 Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya (KIHESB). Berikut merupakan uraian pasal 13:

1. Negara-negara Pihak pada konvenan mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Mereka
sepakat bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan sepenuhnya kepribadian
manusia dan kesadaran akan martabatnya, dan harus memperkuat penghormatan terhadap
hak asasi dan kebebasan manusia yang hakiki. Selanjutnya mereka sepakat bahwa
pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam
masyarakat Yng bebas, meningkatkan pengertian, toleransi dan persahabatan antara
semua bangsa dan semua kelompok ras, etnis, agama dan memajukan kegiatan PBB
untuk memelihara perdamaian.
2. Negara-negara Pihak pada konvenan mengakui bahwa dengan maksud untuk mencapai
perwujudan semua hak ini:
a) Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara Cuma-Cuma untuk semua
orang
b) Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan lanjutan
teknik dan kejuruan harus secara umum tersedia dan terbuka untuk semua orang
melalui segala sarana yang layak dan khususnya melalui pengadaan pendidikan
Cuma-Cuma secara bertahap
c) Pendidikan tinggi juga harus dapat dimasuki oleh semua orang, atas dasar
kemampuan, dengan semua sarana yang layak dan khususnya melalui pengadaan
pendidikan Cuma-Cuma secara bertahap
d) Pendidikan fundamental harus sejauh mungkin didorong atau diintensifkan untuk
orang-orang yang belum menyelesaikan seluruh masa pendidikan dasar mereka
e) Pengembangan sistem sekolah pada setiap tingkatan harus secara efektif
diupayakan, sistem beasiswa yang layak harus dibentuk, dan kondisi-kondisi
materi pengajar harus terus menerus diperbaiki

11
3. Negara-negara pihak konvenan berjanji untuk menghormati kebebasan orangtua dan bila
perlu wali yang sah untuk memili sekolah bagi anak-anak mereka, selain sekolah yang
didirikan oleh pemerintah, yang sesuai dengan standar pendidikan minimum yang
mungkin dibuat atau disetujjui oleh negara dan untuk memastikan pendidikan agama dan
moral anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka
4. Tidak ada bagian dari pasal ini yang dapat ditafsirkan untuk mencamri kebebasan
individu dan badan-badan untuk mendirikan dan mengurus lembaga pendidikan, sesuai
dengan ketentuan penghormatan pada prinsip yang dinyatakan dalam ayat 1 pasal ini, dan
pada persyaratannya bahwa pendidikan yang diberikan di lembaga tersebut sesuai dengan
standar minimum yang mungkin dibuat oleh negara.5

Untuk pemerintah seharusnya lebih memfokuskan lagi terhadap pendidikan di negara ini,
terutama bagi masyarakat menenngah kebawah agar memberi keadilan terhadap mereka, dan
nantinya dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang mampu menjadikan bangsa ini
lebih baik lagi.

5
Prof. Philip Alston, dkk, Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: Banguntapan, Bantul, 2008) h. 114-116

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

13
DAFTAR PUSTAKA

14

Anda mungkin juga menyukai