Anda di halaman 1dari 17

HAK – HAK BUDAYA DALAM KONSEP HUKUM ISLAM

Diajukan guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Islam Dan HAM
Dosen Pengampu : Mohamad Ikrom, S.H.I., M.Si

Disusun oleh kelompok 10 :


1. Adinda Putri Yuditya (204102030081)
2. Alfi Nawiratul Azizah (204102030059)
3. Firdi Yanto (204102030064)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH

1
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ
JEMBER
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, ampun serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat membuat makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita, yakni Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari Zaman Jahiliyah ke Zaman Addinul Islam.

Dengan dibuatnya makalah ini guna menyelesaikan tugas hukum islam dan HAM, kami
dengan segala kerendahan hati mengaturkan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan
pahala yang berlipat ganda. Dan saya juga meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila masih
terdapat banyak kesalahan di dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini berisikan tentang jenis
bidang usaha.

Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat. Saya dengan senang
menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi penyempurnaan
makalah.

Jember, 15 Mei 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 1

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 1

BAB II

PEMBAHASAN..................................................................................................... 3

2.1 Pengertian ........................................................................................................ 3


2.2 Macam- Macam Hak Budaya .......................................................................... 3
2.3 Relevansi Hak Budaya dan HAM .................................................................... 3
2.4 Pelanggaran Hak Budaya dalam HAM ............................................................ 3

BAB III

PENUTUP............................................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 1

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum, HAM dapat di klasifikasikan menjadi empat hal pokok. Pertama, hak
individual atau hak-hak yang dimiliki setiap orang. Hak individual disini menyangkut
pertama-tama adalah hak yang dimiliki individu-individu terhadap Negara dan Negara tidak
boleh menghindari atau mengganggu individu dalam mewujudkan hak-hak yang ia milki.
Contoh: hak beragama, hak mengikuti hati nurani, hak mengemukakan pendapat, dll. Kedua,
hak kolektif atau hak masyarakat, disini bukan hanya hak kepentingan terhadap Negara saja,
akan tetapi sebagai anggota masyarakat bersama dengan anggota-anggota lain. Inilah yang
disebut dengan hak sosial. Hak-hak ini bersifat kolektif yang hanya dapat dinikmati bersama
orang lain,seperti hak akan perdamaian, hak akan pembangunan dan hak akan lingkungan
hidup yang bersih. Ketiga, hak sipil dan politik, antara lain memuat hak-hak yang telah ada
dalam perundang-undangan Indonesia seperti: hak atas penentuan nasib sendiri; hak
memperoleh ganti rugi bagi mereka yang kebebasannya dilanggar; hak atas kebebasan
berfikir; hak atas kebebasan berekspresi. Keempat, hak ekonomi, sosial dan budaya
(EKOSOB) .

Hak asasi pada dasarnya menunjukkan kekuasaan atau wewenang yang dimiliki
seseorang bersifat mendasar. Oleh karena hak asasi bersifat mendasar dan fundamental, maka
pemenuhannya bersifat imperatif. Hal ini sejalan dengan konsep Islam khususnya prinsip
Tauhid yang merupakan ajaran paling mendasar dalam Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hak budaya?
2. Apa saja macam – macam hak budaya?
3. Bagaimana relevansi hak budaya dalam HAM?
4. Bagaimana pelanggaran hak budaya dalam HAM?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian hak budaya
2. Untuk mengetahui macam – macam hak budaya

1
3. Untuk mengetahui relevansi antara hak budaya dalam HAM
4. Untuk mengetahui pelanggaran hak budaya dalam HAM

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Pada hak sosial dan budaya identik dengan Basic Humanities, di mana
Humanities dari kata latin “Human” , “manusiawi”, “berbudaya” serta “berbudi
halus” (refined) yang diharap seorang menekuni Basic Humanities bukanlah sama
dengan the humanities (pengetahuan budaya) yang menyangkut keterampilan filsafat
serta seni dalam seni pahat, seni tari serta lainlain. Dalam seperangkat konsep dasar
ilmu sosial budaya dasar secara interdisiplin digunakan selaku perlengkapan bagi
pendekatan serta pemecahan permasalahan yang muncul serta tumbuh dalam warga.
Dengan demikian ilmu sosial dan budaya dasar membagikan alternative sudut
pandang atas pemecahan permasalahan sosial budaya dimasyarakat. Bersumber pada
uraian yang diperoleh dari kajian ilmu sosial budaya dasar, mahasiswa dapat
mengorientasikan diri buat berikutnya mampu mengenali ke arah mana pemecahan
permasalahan harus dicoba. Dalam hak sosial dan budaya mengkaji masalah sosial,
kemanusiaan serta budaya, sekalian pula member dasar pendekatan yang bersumber
dari dasar-dasar ilmu sosial yang terintegrasi.

Ruang lingkup hak sosial dan budaya memuat masalah, seperti:

a. Pada aspek kehidupan secara keseluruhan dengan mengungkit sebuah ungkapan


pada permasalahan manusia dan juga budaya dengan pendekatan menggunakan
ilmu pengetahuan budaya (the humanities) baik dari seging keahlian (disiplin)
pada pengetahuan budaya ataupun melalui gabungan (antar-bidang) dari beberapa
disiplin pengetahuan budaya.
b. Pada hakekat manusia yang universal tapi juga beraneka ragam, di wujudkan
dalam masing-masing kebudayaan secara tempat atau waktu.

Hak asasi manusia dalam bidang budaya dapat diidentifikasi sebagai berikut.

a. Pasal 28C Perubahan UUD 1945 menentukan bahwa :”Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan tehnologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.

1
b. Pasal 28I ayat (3) Perubahan UUD 1945 menentukan bahwa:”Identitas budaya
dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman
dan peradaban.
c. Pasal 32 Perubahan UUD 1945 menentukan : Ayat (1) Negara memajukan
kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
Budayanya. Ayat (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan budaya nasional.

Di dalam Perubahan UUD 1945 ditegaskan bahwa setiap orang wajib


menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis. Berangkat dari ketentuan tersebut, maka perlindungan , pemajuan,
penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah merupakan tanggung jawab
Negara, terutama pemerintah. Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia
sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang- undangan.

B. Macam- Macam Hak Dan Kewajiban Terhadap Budaya


Menurut Mariam Budiardjo, HAM merupakan hak-hak yang dipunyai oleh
manusia yang sudah diperoleh serta dibawanya bertepatan dengan kelahiran serta
kehadirannya dalam hidup warga. Hak ini terdapat pada manusia tanpa membedakan
bangsa, ras, agama, kalangan, tipe kelamin, sebab itu bertabiat asasi serta umum.
Dasar dari seluruh hak asasi, di mana seluruh orang wajib mendapatkan peluang
dalam mengembangkan bakat serta cita-citanya. (Mariam Budiardjo, 1982: 120).
Serta pada Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999, Hak asasi
manusia merupakan seperangkat hak dasar yang menempel pada hakikat serta
padakeberadaan manusia. Selaku makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta harus
dihormati, dijunjung besar, serta dilindungi oleh negeri, hukum, pemerintah, serta tiap
orang demi kehormatan dan proteksi harkat serta martabat manusia. Hak asasi
manusia dari bahasa Prancis dituturkan “Droit LHomme”, “hak-hak manusia” serta

1
pada bahasa Inggris dituturkan “Human Rights”. Bersamaan dengan pertumbuhan
ajaran di Negeri Hukum, di mana manusia ataupun warga negera memiliki hak utama
serta mendasar yang harus dilindungi oleh Pemerintah.
Hak budaya ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
a. Hak untuk mempelajari kebudayaan
Dalam hak untuk mempelajari kebudayaan ini bisa menerapkan culture
knowledge, yang dimana budaya menjadi pusat informasi yang dapat
difungsionalisasai dalam banyak bentuk. Dalam hak mempelajari kebudayaan
ini memiliki fungsi luas yang juga kaitannya tentang merawat, mempelajari,
dan mencintai budaya local. Karena bisa dilihat kita kadang lengah akibat
tidak tau salah satu budaya di Indonesia yang akhirnya diambil dan diakui oleh
negara lain. Dengan mempelajari kebudayaan menjadikan kita mengenal
berbagai kebudayaan di negara kita sendiri. Yang terjadi kadang generasi
muda lebih bangga dan mengenal budaya luar, kita harus bisa memilah mana
budaya asing yang memang harus dipelajari dengan sungguh-sungguh dan
mana yang hanya dijadikan sebagai pengetahuan saja. Dengan begitu kita bisa
terlindungi dari potensi kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia
b. Hak untuk mendapatkan akses penelitian
Di era digitalisasi ini seharusnya akses dalam teknologi juga harus
berkembang, terutama perihal akses kebudayaan untuk penelitian.
Bahwasanya setiap orang juga berhak mendapatkan akses penelitian tentang
kebudayaan untuk menunjang akademik dan pengetahuan masyarakat tentang
kebudayaan yang ada.
c. Hak untuk kebebasan dan mengembangkan kebudayaan nasional
Kebudayaan merupakan hak setiap orang untuk mengembangkan dari daerah
masing-masing, karena mengembangkan kebudayaan sama halnya dengan
mencintai produk” dalam negeri. Generasi muda hari ini bisa melakukan
banyak hal dengan mengembangkan kebudayaan itu, selain menjadi pelaku
kebudayaan tapi juga bisa mengenalkan kebudayaan tersebut melalui media
sosial. Karena dewasa ini kemajuan pesat teknologi bisa menjadi salah satu
ikhtiar dalam mengembangkan kebudayaan.
d. Hak untuk menikmati kebudayaan nasional
Selain menjadi pelaku kebudayaan dan sejarah kita juga memiliki hak untuk
menikmati kebudayaan itu sendiri. Tidak ada yang boleh mengganggu perihal

1
selera seseorang tentang budaya. Hal ini sejalan dengan kewajiban kita untuk
menghargai kebudayaan, karena kebudayaan ini merupakan milik Bersama
yang kiranya juga bisa dinikmati Bersama-sama.
e. Hak untuk mengembangkan kebudayaan sesuai bakat dan minat
Dalam mengembangkan budaya pun kita juga memiliki hak untuk
mengembangkan kebudayaan sesuai bakat dan minat. Dalam kebebasan ini
seharusnya kita bisa memilih kebudayaan sesuai bakat dan minat yang
memang harus sejalan dengan kewajiban untuk menghargai dan menghormati
kebudayaan lain. Seharusnya peluang ini menjadi salah satu car akita
menentukan cara untuk seminimalnya melestarikan salah satu kebudayaan
yang ada.

Selain membahas perihal hak terhadap kebudayaan, kita pun memiliki kewajiban terhadap
kebudayaan itu sendiri, antara lain sebagai berikut :

 Menghargai dan menghormati kebudayaan


Indonesia dikenal dengan beragam seni dan kebudayaan yang ada, hal ini menjadi
perhatian khusus kita untuk bagaimana saling menghargai dan menghormati satu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk
menghargai dan menghormati kebudayaan lain adalah belajar bagaimana mencintai
budaya daerah lain. Hal ini sangat membantu karena budaya dari daerah lain juga
merupakan satu kesatuan dalam Indonesia, dengan pengetahuan pun akan terbuka
lebar pikiran kita bahwasanya dengan beragamnya kebudayaan bukan menjadi
penghalang atau pun penghambat dalam melestariakn budaya dari daerah tempat asal.
 Menjaga kebudayaan nasional
Menjaga kelestarian budaya dapat dilakukan dengan cara membuat suatu pusat
informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi ke dalam banyak
bentuk. Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan
kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan daerah. Dengan demikian para
Generasi Muda dapat memperkaya pengetahuannya tentang kebudayaanya sendiri.
Hal lain juga dilestarikan dengan cara mengenal budaya itu sendiri. Dengan demikian,
setidaknya dapat diantisipasi pembajakan kebudayaan yang dilakukan oleh negara-
negara lain. Persoalan yang sering terjadi dalam masyarakaat adalah terkadang tidak
merasa bangga terhadap produk atau kebudayaannya sendiri. Kita lebih bangga
terhadap budaya-budaya impor yang sebenarnya tidak sesuai dengan kepribadian

1
bangsa sebagai orang Timur. Budaya lokal mulai hilang dikikis zaman. Oleh sebab
masyarakat khususnya generasi muda yang kurang memiliki kesadaran untuk
melestarikannya. Akibatnya kita baru bersuara ketika negara lain sukses dan terkenal,
dengan budaya yang mereka ambil secara diam-diam. Oleh karena itu peran
pemerintah dalam melestarikan budaya bangsa juga sangatlah penting.
Bagaimanapun juga pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam upaya
pelestarian kebudayaan lokal di tanah air. Pemerintah harus mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan yang mengarah pada upaya pelestarian kebudayaan nasional.
Salah satu kebijakan pemerintah yang pantas didukung adalah penampilan
kebudayaan-kebudayaan daerah disetiap event-event akbar nasional, misalnya tari-
tarian, lagu daerah dan pertunjukkan sarung ikat dan sebagainya.
 Mempelajari dan melestarikan kebudayaan
Cara pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mempelajari budaya daerah sejak
dari bangku sekolah. Dalam hal ini peran pemerintah sangat diperlukan sehingga
setiap kebudayaan bisa benar-benar dikenalkan kepada generasi muda sedini
mungkin. Dengan mengajak para murid aktif mempraktekan budaya asli daerahnya,
sekolah maupun ruang ruang akademik lainnya dapat menjadi tempat dimana proses
regenerasi terjadi. Pengetahuan tentang budaya dari budayawan dibagikan kepada
guru-guru ataupun dosen melalui buku, lalu oleh para guru dan dosen pengetahuan
tersebut ditransfer kepada para murid maupun mahasiswa. Proses transfer
pengetahuan ini, sedikit banyak akan memulai proses regenerasi. Tanpa keterlibatan
yang aktif, kita tidak akan bisa merasa memiliki pada budaya asli dari daerah kita
sendiri. Dan tanpa perasaan memiliki, kita bahkan tidak akan merasa peduli pada
budaya sama sekali. Kita semua pasti mencintai budaya kita sendiri, hanya saja tidak
banyak yang mencintainya dengan sungguh-sungguh. Sebagai generasi muda, kita
bisa mulai mencoba menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya daerah dengan
berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan. Seperti misalnya dalam festival
kebudayaan. Kita bisa menjadi volunteer, penonton, pelaku kebudayaan, atau
mungkin yang memulai festival itu sendiri. Dengan begitu, kita bisa merasa bangga
dengan budaya daerah kita.
 Tidak diskriminatif terhadap budaya lain
Indonesia merupakan negara dengan banyak kebudayaan yang bermacam-macam.
Dengan begitu akan mudah terjadi gesekan antar kebudayaan satu dengan yang

1
lainnya. Apalagi pendiskriminasian budaya lain bisa disebabkan oleh rasa
etnosentrisme, hal ini bisa kita hindari apabila saling menghargai kebudayaan satu
dengan yang lainnya.
 Memperkenalkan kebudayaan dunia internasional
Karena generasi sekarang memiliki kehidupan yang sangat berbeda dengan generasi
sebelumnya, maka pendekatan dalam pengenalan budaya pun perlu diubah. Harus ada
inovasi yang dapat membuat budaya mempunyai daya tarik bagi anak muda. Kita
terlalu lama terpaku pada cara yang monoton sehingga banyak anak muda yang
menganggap budaya sebagai sesuatu yang membosankan. Setidaknya para orang tua
bisa mengemas budaya dengan nuansa yang “lebih muda” namun tetap
mempertahankan nilai-nilai luhur yang termasuk di dalamnya.
Hal ini tentunya bisa menjadi contoh bagi generasi muda agar bisa menemukan cara-
cara lain yang lebih kreatif lagi. Bagi anak muda, bersifat aktif dalam proses
pengenalan budaya juga sangat diperlukan. Sehingga semua pihak sama-sama bekerja
untuk mencapai tujuan yang sama. Kita juga bisa melestarikan budaya dengan cara
mengenalkannya ke ranah internasional. Tujuannya agar semakin banyak orang yang
mengetahui budaya Indonesia sehingga menimbulkan rasa bangga dalam diri
masyarakat Indonesia. Dengan bantuan teknologi dan internet, ini bukan sesuatu yang
mustahil untuk dilakukan. Terlebih saat ini, kita bisa lebih mudah mendapatkan
sarana yang kita butuhkan. Seperti misalnya alat untuk mengambil foto atau video.
 Tidak merendahkan kebudayaan lain
Kebudayaan nasional menjadi kebudayaan Bersama yang bisa kita jaga, rawat dan
lestarikan Bersama. Dalam merawat hal ini butuh peran seluruh elemen masyarakat
yang harus berjuang Bersama. Salah satunya untuk tidak merendahkan budaya lain
dan terlalu membagakan kebudayaan sendiri, seharusnya Ketika kita mencintai negara
kita pun harus ikut cinta tentang bagaimana menghargai dan tidak merendahkan
budaya lainnya.
C. Relevansi Hak Budaya dalam HAM
Hak Asasi Manusia tidaklah tepat jika dipandang sebagai hak yang universal
dan berlaku untuk setiap manusia. Pemikiran dan pemahaman akan apa yang
menjadihak bagi seorang manusia sangat bergantung kepada pengalaman hidup apa
yang telah dilaluinya. Thomas Aquinas, Hugo de Grotius dan John Locke memiliki
pengalaman yang berbeda dengan Jeremy Bentham dan Costas Douzinas. Pengalaman

1
melahirkan pengetahuan, pengetahuan melahirkan pandangan dan pandangan
melahirkan pendapat. Dengan adanya pandangan yang berbeda-beda ini saja sudah
dapat menunjukkan bahwa Hak Asasi Manusia tidak bersifat universal. Hak adalah
hal yang relatif, sangat bergantung pada pendapat dan pandangan dari masing-masing
manusia.
Pengalaman hidup yang berbeda-beda inilah yang mendorong pemenuhan hak
secara relatif. Hak masing-masing orang berbeda. Keadilan atas hak ditegakkan secara
distributif, bukan secara komutatif. Negara pun memiliki hak untuk mencabut Hak
Asasi Manusia yang paling mendasar sekali pun, jika dirasa itu untuk mencapai the
greatest happiness of the greatest number. Hal-hal yang dapat disebut sebagai the
greatest happiness of the greatest number dari masing-masing kelompok masyarakat
pun berbeda- beda. Inilah yang disebut relativisme budaya.
Agama ikut membentuk, secara positif ataupun negatif, apa yang difahami,
dirumuskan dan dilakukan manusia dalam menjalani kehidupan ini. Bagaimana
agama dan kebudayaan saling berbelitan satu dengan lainnya menampak dalam ritual
agama. Berbagai simbol dan ungkapan budaya, misalnya bahasa, gerak, tanda-tanda,
musik, karya arsitektur dan bentuk-bentuk kriya lainnya dipakai manusia untuk
mengekspresikan pengalaman keagamaan. Bahkan sejumlah orang kebablasan dengan
memahami bentuk-bentuk tertentu secara mutlak identik dengan apa yang hendak
diekspresikan. Bentuk-bentuk yang senyatanya sangat terikat dengan budaya yang
melahirkannya, dilepaskan dari konteksnya dan dipahami secara baru dan menjadi
milik eksklusif agama tertentu. Konflik antar agama tidak jarang bersumber dari
rebutan simbol semacam ini.
Jadi Islam mempunyai dua aspek, yakni segi agama dan segi kebudayaan.
Dengan demikian, ada agama Islam dan ada kebudayaan Islam. Dalam pandangan
ilmiah, antara keduanya dapat dibedakan, tetapi dalam pandangan Islam sendiri tak
mungkin dipisahkan. Antara yang kedua dan yang pertama membentuk integrasi.
Demikian eratnya jalinan integrasinya, sehingga sering sukar mendudukkan suatu
perkara, apakah agama atau kebudayaan. Misalnya nikah, talak, rujuk, dan waris.
Dipandang dari kacamata kebudayaan, perkara-perkara itu masuk kebudayaan. Tetapi
ketentuan-ketentuannya berasal dari Tuhan. Dalam hubungan manusia dengan Tuhan,
manusia menaati perintah dan larangan-Nya. Namun hubungan manusia dengan
manusia, ia masuk katagori kebudayaan.

1
Agama dan kebudayaan dapat saling memepengaruhi sebab keduanya adalah
nilai dan simbol. Agama adalah simbol ketaatan kepada Tuhan. Demikian pula
kebudayaan, agar manusia dapat hidup dilingkungannya.1 Jadi kebudayaan agama
adalah simbol yang mewakili nilai agama. Terkait dengan perkembangan kebudayaan
Islam, jauh sebelum Islam masuk, budaya-budaya lokal disekitar semenanjung Arab
telah lebih dulu berkembang, sehingga budaya Islam sendiri banyak beralkulturasi
dengan budaya-budaya lokal tersebut. Salah satu kebudayaan yang cukup
berpengaruh terhadap masyarakat Hijaz adalah kebudayaan Abissinia. Populasi
rumpun Semit yang menghuni pesisir daya Laut Merah masuk kesana secara bertahap
dari arah Barat daya Arab dan kebudayaan Persia turut mewarnai keadaan penduduk
Hijaz dan perkembangannya pada masa-masa berikutnya. Budaya ini mulai memasuki
tanah Arab pada abad kemunculan Islam. Sedikit demi sedikit orang-orang Arab
berasimilasi dengan milliu Persia.
Namun secara umum perkembangan budaya kita kenal dilakukan dengan dua
cara yaitu invantion dan acomodation. Invantion adalah menggali budaya dari luar
sedangkan acomodation adalah menerima budaya luar, terkait penerimaan budaya
terdapat tiga cara pula yaitu:
1. Absorption (penyerapan), yaitu penyerapan budaya dan pemikiran dari luar seperti
pemikiran Yunani dan Romawi.
2. Modification (modifikasi) yaitu penyesuaian budaya luar sehingga diterima oleh
Islam, contoh pembuatan masjid dengan kubah, menara dan undakan
3. Elimination (penyaringan) yaitu penyaringan budaya antara diterima atau
dikeluarkan apabila bertentangan dengan Islam.
Dalam Islam sendiri dikenal zona-zona kebudayaan, dan masing-masing zona
mempunyai ciri sendiri-sendiri. Di antaranya Afrika Utara, Afrika Tengah, Timur
Tengah, Turki, Iran, India, Timur Jauh, dan zona Asia Tenggara misalnya, kita
memiliki kebudayaan Islam Aceh, Jawa, Malaysia, Filipina, dan sebagainya.2
Namun hal yang disepakati oleh para ahli terkait kebudayaan Islam (Muslim)
yaitu bahwa berkembangnya kebudayaan menurut Islam bukanlah value free (bebas
nilai), tetapi justru value bound (terikat nilai). Keterikatan terhadap nilai tersebut
bukan hanya terbatas pada wilayah nilai insani, tetapi menembus pada nilai Ilahi

1
Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik Dalam Bingkai Strukturalisme
Transedental (Cet. II; Bandung: Mizan, 2001), h. 201.
2
Kuntowijoyo, Op.Cit., h. 200.

1
sebagai pusat nilai, yakni keimanan kepada Allah SWT, dan iman mewarnai semua
aspek kehidupan atau memengaruhi nilai-nilai Islam.3

D. Pelanggaran Hak Budaya dalam HAM

Pelanggaran atas hak-hak budaya terjadi ketika negara gagal memenuhi hak-
hak budaya. Dalam sistem hukum (internasional) hak asasi meletakan kewajiban
pemenuhan hak-hak budaya pada negara. Manakala negara gagal dalam kewajibannya
itu, maka telah terjadi pelanggaran atas hak-hak budaya.

Di pihak lain, individu atau kelompok individu mempunyai hak umtuk


menuntut pemenuhan hak- hak budaya yang salah satunya adalah melalui advokasi
yakni menanggapi kepentingan warga untuk mentransformasikan hak- hak ekonomi,
sosial dan budaya yang formal menjadi hak-hak kebudayaan yang sesungguhnya dan
efektif. Tuntutan itu beranjak dari prinsip bahwa hak-hak budaya merupakan hak
hukum seperti halnya hak-hak sipil dan politik. (Dikutif dari Marhaendra Wija
Atmaja; 2004 : 1-2)

Permasalahan budaya merupakan seluruh sistem ataupun tata nilai maupun


perilaku mental, pola pikir, pola tingkah laku dalam bermacam aspek kehidupan yang
tidak memuaskan untuk warga secara totalitas, alias dapat dikatakan kalau
permasalahan budaya ialah tata nilai yang bisa memunculkan krisiskrisis
kemasyarakatan yang hendak menimbulkan “dehumanisasi“ ataupun terjadi
pengurungan terhadap seorang. Permasalahan tersebut mencakup bermacam aspek
kehidupan yang seluruhnya menggambarkan ungkapan permasalahan kemanusiaan
serta budaya.

Persoalan HAM kultural selalu saling berkaitan antara, global human rights,
national human right, dan local human rights,4 walaupun tampak ada diskriminasi
akibat dari persilangan tersebut, tapi dalam rangka membentuk prikemanusiaan dalam
bingkai nation building. Misalnya adalah Tapres tahun 1965 yang dikeluarkan oleh
Soekarno. Menurut Tapres no 1 tahun 1965, dasar “Ketuhanan yang maha esa” bukan
saja meletakkan dasar moral di atas negara dan pemerintahan, tetapi memastikan
3
Muhaimin, [et al.], Kawasan dan Wawasan Studi Islam (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2005), h. 341.
4
Dalam Undang-undang Indonesia, istilah HAM dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang–Undang No. 39
Tahun 1999 tentang HAM dan Undang–Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sebagai rujukan
dalam penegakan HAM adalah deklarasi universal tentang hak-hak asasi manusia (DUHAM) tanggal 10
november 1948, yang memuat pokok-pokok tentang kebebasan, persamaan, kepemilikan, hak-hak dalam
perkawinan, pendidikan, hak kerja, dan kebebasan beragama. Lihat, El-Muhtaj (2008, p. 10).

1
adanya kesatuan nasional yang berasaskan agama. Pengakuan sila pertama tidak bisa
dipisahkan dari agama sebagai tiang pokok prikehidupan manusia dan bagi bangsa
Indonesia (Baso, 2006, p. 472). Komitmen terhadap identitas keagamaan membatasi
hanya lima agama yang diakui oleh negara sebagaimana dalam Tapres Nomor 1
Tahun 1965 yang kemudian dikukuhkan menjadi UU Nomor 5 tahun 1969.
Pembatasan dan pengekangan itu diinstitusionalisasi dalam lembaga PAKEM
(Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) di Kejaksaan Agung dan Kejaksaan
Wilayah.

Tanggungjawab negara (state obligation) dalam membangun cultural right


tidak hanya berbentuk obligation of result, akan tetapi juga dalam bentuk obligation
of conduct (El-Muhtaj, 2008, p. 30). Kedua tanggungjawab ini harus dapat dipenuhi
oleh pemerintah, akan tetapi ketika negara gagal memenuhi hak warga negaranya
terutama dalam HAM kultural maka pemerintah dapat dianggap melanggar HAM.
Peran pemerintah dalam membangun tegaknya HAM terutama HAM kultural
sangatlah penting. Lembaga pemerintah seperti Komnas HAM tidak hanya bekerja
ketika ada kasus pelanggaran HAM, tetapi memberikan pendampingan berupa
pemahaman ke masyarakat tentang pentingnya membangun HAM terutama dalam
perspektif budaya, agar perspektif HAM menjadi urat nadi di tengah masyarakat.

1
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tanggungjawab negara (state obligation) dalam membangun cultural right
tidak hanya berbentuk obligation of result, akan tetapi juga dalam bentuk obligation
of conduct. Kedua tanggungjawab ini harus dapat dipenuhi oleh pemerintah, akan
tetapi ketika negara gagal memenuhi hak warga negaranya terutama dalam HAM
kultural maka pemerintah dapat dianggap melanggar HAM. Peran pemerintah dalam
membangun tegaknya HAM terutama HAM kultural sangatlah penting. Lembaga
pemerintah seperti Komnas HAM tidak hanya bekerja ketika ada kasus pelanggaran
HAM, tetapi memberikan pendampingan berupa pemahaman ke masyarakat tentang
pentingnya membangun HAM terutama dalam perspektif budaya, agar perspektif
HAM menjadi urat nadi di tengah masyarakat.

HAM merupakan hak-hak yang dipunyai oleh manusia yang sudah diperoleh
serta dibawanya bertepatan dengan kelahiran serta kehadirannya dalam hidup warga.
Hak ini terdapat pada manusia tanpa membedakan bangsa, ras, agama, kalangan, tipe
kelamin, sebab itu bertabiat asasi serta umum. Dasar dari seluruh hak asasi, di mana
seluruh orang wajib mendapatkan peluang dalam mengembangkan bakat serta cita-
citanya.

Agama ikut membentuk, secara positif ataupun negatif, apa yang difahami,
dirumuskan dan dilakukan manusia dalam menjalani kehidupan ini. Bagaimana
agama dan kebudayaan saling berbelitan satu dengan lainnya menampak dalam ritual
agama. Berbagai simbol dan ungkapan budaya, misalnya bahasa, gerak, tanda-tanda,
musik, karya arsitektur dan bentuk-bentuk kriya lainnya dipakai manusia untuk
mengekspresikan pengalaman keagamaan. Bahkan sejumlah orang kebablasan dengan
memahami bentuk-bentuk tertentu secara mutlak identik dengan apa yang hendak
diekspresikan.

1
DAFTAR PUSTAKA

I Made Subawa, Hak Asasi Manusia Bidang Ekonomi Sosial dan Budaya Menurut Perubahan
UUD 1945, 2008.
Resty Nurqomah, Hak Asasi Manusia di Bidang Sosial dan Budaya.
Miski, Menegakkan HAM “Kultural” (Cultural Rights) Melalui Peran Islam dalam Wacana
Pluralisme Agama di Indonesia.
Nur Afif Ardani, dkk., Relativisme Budaya Dalam Hak Asasi Manusia.
Zidane Tumbel, Perlindungan Hukum Terhadap Hak- Hak Budaya Masyarakat Adat dalam
Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia, 2020.
Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik Dalam Bingkai
Strukturalisme Transedental (Cet. II; Bandung: Mizan, 2001), h. 201.

Muhaimin, [et al.], Kawasan dan Wawasan Studi Islam (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2005), h.
341.

Anda mungkin juga menyukai