OLEH :
A.A.AYU ARI
NIM.20089152039
2021
YAYASAN KESEJAHTERAAN WARGA KESEHATAN SINGARAJA – BALI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
INSTITUSI TERAKREDITASI B
Program Studi : D3 Kebidanan, S1 Kebidanan, S1 Keperawatan, S1 Farmasi, Profesi Ners, dan Profesi Bidan
Office : Kampus I Jln. Raya Air Sanih Km. 11, Bungkulan, Singaraja – Bali
Kampus II Jln. Raya Air Sanih, Km 3, Kubutambahan, Singaraja – Bali
HP : 081939337102 ( WA ) Web : stikesbuleleng.ac.id Email : stikesbuleleng@gmail.com
ESSAY REFLEKSI
DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RSUD SANJIWANI
GIANYAR
Tanggal 25-04-2021
Introduction
Essay pada kasus ini menggunakan Gibss Reflection Cycle (1988). Melalui refleksi ini
dapat sebagai bahan untuk pengembangan diri dan pengetahuan saya kedepannya.
Description
Rotasi pertama saya di stase Keterampilan Dasar Praktik Kebidanan adalah mengenai
pemakaian APD dalam memberikan perlindungan diri pada masa pandemic COVID-19
di Instalasi Bedah Sentral (IBS) di RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar. Dimana
RSUD Sanjiwani merupakan Rumah Sakit rujukan Bali Timur yang dapat menjaring
pasien sebelum ke RSUP Sanglah, dimana terdiri dari kasus-kasus sulit, kasus COVID-
19 dan penyakit yang membutuhkan pemeriksaan penunjang dirujuk kesini. Rumah
sakit merupakan tempat kerja yang sangat erat dengan potensi bahaya kesehatan dan
keselamatan pekerjanya, apalagi dengan adanya pandemic COVID-19 maka
perlindungan terhadap petugas kesehatan sangatlah penting. Salah satu upaya dalam
rangka pemberian perlindungan tenaga kerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di rumah sakit adalah dengan cara menggunakan APD. Penggunaan APD
pada pasien biasa dan pada pasien kasus COVID-19 sangatlah berbeda.
(APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk
melindungi diri dari potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, dimana APD pada masa sebelum pandemic adalah
1. Tutup kepala (topi) berfungsi untuk melindungi/mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-
alat/daerah steril dan percikan bahan-bahan dari pasien.
2. Googles berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap, dan percikan
larutan bahan kimia dan melindungi dari percikan darah pasien saat dilakukan
tindakan operasi.
3. Masker bedah digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikel- partikel
yang lebih besar masuk kedalam saluran pernafasan.
4. Handscoon untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari benda tajam atau
goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin, kontak dengan arus listrik dan
darah pasien.
5. Baju Pelindung (Body Potrection) digunakan untuk melindungi seluruh atau
sebagian tubuh dari percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia,
dll. Jenis baju pelindung antara lain: Pakaian kerja, baju operasi steril, hoogy,
apron.
6. Alat Pelindung kaki (Boots) digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya
dari benda-benda keras, benda tajam, logam/kaca, larutan kimia, benda panas, kontak
dengan arus listrik.
Seiring merebaknya penyakit COVID-19 beberapa permasalahan yang signifikan
adalah kurangnya sarana prasarana dan ketersediaan APD terbatas. Pada konteks
penanganan COVID-19 standar APD yang digunakan di ruang IBS adalah sarung
tangan biasa, sarung tangan panjang, sarung tangan steril, masker medis/bedah, masker
respirator penyaring (standar N95 atau FFP2 atau FFP3 atau yang setara), kacamata
(googles), pelindung wajah (face shield), topi, jubah (hasmat), apron, dan sepatu boots.
Hal yang menarik perhatian saya disini adalah bagaimana penggunaan rasional APD
untuk pasien COVID-19 dan pertimbangan jika ketersediaan sangat terbatas. Disini
saya menemukan perbedaan dalam acuan penggunaan APD sesuai panduan WHO
dengan penggunaan APD di lapangan melihat ketersediaan APD yang diberikan oleh
pihak rumah sakit. ada beberapa alat pelindung diri yang tidak tersedia seperti sarung
tangan panjang (steril) dan penggunaan masker N95 yang sulit didapatkan pada awal
pandemic kemudian digantikan dengan penggunaan masker KN95. Perbedaan ini
membuat saya bertanya dengan kurangnya APD secara global, bagaimana strategi-
strategi untuk memfasilitasi ketersediaan APD yang optimal meliputi meminimalisasi
kebutuhan APD dalam pelayanan kesehatan, memastikan APD digunakan secara
rasional dan tepat, dan mengoordinasi mekanisme- mekanisme pengelolaan rantai
pasokan APD.
Evaluation
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh
pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya
pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Agar dapat memilih APD yang tepat, maka pihak rumah sakit harus mampu
mengidentifikasi bahaya potensial yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan
ataupun dikendalikan.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh APD agar dalam pemakaiannya
dapat memberikan perlindungan yang maksimal. Menurut ILO (1989) dari beberapa
kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh semua jenis peralatan pelindung, maka hanya
dua yang terpenting yaitu:
1. Apapun sifat dan bahayanya, peralatan atau pakaian harus memberikan cukup
perlindungan terhadap bahaya tersebut.
2. Peralatan atau pakaian harus ringan dipakainya dan awet dan membuat rasa
kurang nyaman sekecil mungkin, tetapi memungkinkan mobilitas, penglihatan
dan sebagainya yang maksimum.
Gambar stateri untuk mengoptimalkan ketersediaan alat pelindung diri
Gunakan
APD dengan tepat
Minimalisasi Koordinasi
kebutuhan APD rantai pasokan APD
Optimalisasi
ketersediaan APD
Penggunaan APD akan semakin berdampak pada kurangnya persediaan. Menjalankan
rekomendasi-rekomendasi berikut ini untuk memastikan penggunaan APD secara
rasional:
Jenis APD yang digunakan saat merawat pasien COVID-19 akan berbeda-beda
tergantung situasi, jenis tenaga kerja, dan kegiatannya.
Tenaga kesehatan yang terlibat dalam perawatan pasien langsung harus
menggunakan APD sesuai indikasi (APD level 1, level 2, dan level 3)
APD yang direkomendasikan selama wabah COVID-19, sesuai tempat, petugas, dan
jenis kegiatan
Tempat Sasaran petugas Kegiatan Jenis APD atau prosedur Jenis APD di RS
atau (WHO)
pasien
Fasilitas pelayanan kesehatan
Fasilitas rawat inap
Skrining Tenaga kesehatan Skrining awal tanpa Jaga jarak fisik Jaga jarak fisik
kontak langsung setidaknya 1 meter setidaknya 1 meter
Disarankan dilakukan Idealnya, pembatas Idealnya, pembatas
triase klinis untuk kaca/plastik kaca/plastik
prioritas perawatan ditempatkan agar ditempatkan agar
sesuai tingkat ada penghalang ada penghalang
keparahan antara tenaga antara tenaga
kesehatan dan kesehatan dan
pasien pasien
APD tidak diperlukan APD tidak diperlukan
Saat penjagaan Saat penjagaan
jarak fisik tidak jarak fisik tidak
memungkinkan tetapi memungkinkan tetapi
tidak ada kontak tidak ada kontak
dengan dengan
pasien, gunakan pasien, gunakan
masker dan pelindung masker dan
mata pelindung mata
Pasien dengan Kegiatan apa pun Jaga jarak fisik Jaga jarak fisik
gejala yang setidaknya 1 setidaknya 1
menunjukkan meter meter
COVID-19 Beri masker Beri masker
medis jika pasien medis jika pasien
bisa memakainya bisa memakainya
Segera pindahkan Segera pindahkan
pasien ke ruang isolasi pasien ke ruang isolasi
atau area terpisah dari atau area terpisah dari
pasien lain; jika tidak pasien lain; jika tidak
memungkinkan, memungkinkan,
pastikan ada jarak pastikan ada jarak
setidaknya 1 meter setidaknya 1 meter
dari pasien lainnya dari pasien lainnya
Jaga kebersihan Jaga kebersihan
tangan dan tangan dan
pastikan tangan pastikan tangan
pasien pasien
dibersihkan dibersihkan
Pasien tanpa gejala Kegiatan apa pun APD tidak diperlukan APD tidak diperlukan
yang menunjukan Jaga kebersihan Jaga kebersihan
COVID 19 tangan dan tangan dan
pastikan pasien pastikan pasien
membersihkan tangan membersihkan tangan
Analysis
Faktor bahaya biologi yang ada di ruang IBS Sanjiwani Gianyar adalah tertularnya
petugas kesehatan oleh penyakit atau infeksi yang sedang diderita oleh pasien.
Penularan tersebut dapat terjadi melalui berbagai macam cara, seperti: tertular virus
dari pasien melalui udara yang terhirup, tertusuk jarum suntik yang terinfeksi penyakit
pasien, melalui sisa darah pada perban yang habis digunakan untuk membalut luka
pasien,dan beresiko tertular penyakit melalui linen kotor bekas pasien.
Pemakaian APD harus menjadi kewajiban dan kebiasaan tenaga kerja sebagai
perlindungan terakhir dalam upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(PAK). Pemakaian APD tersebut dapat mengurangi resiko paparan penularan penyakit
kepada tenaga kerja.
Alat pelindung diri (APD) yang ada harus dirawat dengan baik untuk mencapai masa
pemakaian yang maksimal dari APD yang telah dipersyaratkan, maka tenaga kerja dan
manajemen wajib memelihara alat pelindung diri yang telah disediakan.
Merangkum langkah-langkah sementara dalam konteks sangat terbatas atau habisnya
persediaan APD, setiap opsi diberi deskripsi tentang saran cara penggunaan langkahnya,
keterbatasannya, kriteria pembuangan APD dan kewaspadaan, dan kelayakan langkah.
Terlepas dari langkah yang diterapkan, tenaga kesehatan harus memiliki edukasi dan
pelatihan yang dibutuhkan tentang penggunaan APD yang tepat dan sesuai prosedur.
Opsi terbaru langkah-langkah yang boleh dan tidak boleh dilakukan sementara akibat
keterbatasan persediaan (APD) yang disarankan WHO saat ini adalah:
1. Sarung tangan: sarung tangan harus dipakai saat memberikan perawatan
langsung kepada kasus COVID-19 dan kemudian dilepaskan, dilanjutkan dengan
menjaga kebersihan tangan sebelum merawat pasien COVID-19 lainnya.
Penggunaan sarung tangan yang sama untuk satu kasus COVID-19 (penggunaan
diperpanjang) tidak boleh dilakukan. Di antara tindakan bersih dan tindakan kotor
saat merawat pasien dan saat berpindah dari satu pasien ke pasien berikutnya,
penggantian sarung tangan disertai membersihkan tangan adalah kewajiban yang
mutlak. Pemakaian sarung tangan lapis ganda tidak direkomendasikan, selain untuk
prosedur-prosedur bedah di mana terdapat risiko tinggi terjadi semburan.
2. Penggunaan ulang masker, jubah, atau pelindung mata tanpa
dekontaminasi/sterilisasi yang tepat sangat tidak disarankan. Pelepasan,
penyimpanan, pemakaian kembali, dan penggunaan ulang APD-APD yang
kemungkinan terkontaminasi ini tanpa pemrosesan kembali yang memadai adalah
salah satu sumber utama risiko kesehatan bagi petugas kesehatan.
3. Penggunaan masker kain katun sebagai alternatif masker medis atau
respirator tidak dipandang sebagai cara yang sesuai untuk melindungi tenaga
kerja. Seperti APD-APD lain, jika produksi masker untuk penggunaan di fasilitas
pelayanan kesehatan diusulkan untuk dilakukan secara lokal jika persediaan
terbatas atau habis, maka otoritas setempat harus melakukan penilaian atas APD
yang diusulkan sesuai standar dan spesifikasi teknis minimal yang sesuai. WHO
akan memperbarui pertimbangan-pertimbangan ini sesuai perkembangan bukti.
Dalam skenario khusus krisis pandemi COVID-19 ini, pemrosesan kembali APD sekali
pakai menjadi area yang sedang berkembang di mana riset dan pengembangan masih
berjalan dan sangat dibutuhkan. Saat ini hanya melaporkan metode-metode yang telah
diuji dan diterbitkan di jurnal peer review (tinjau sejawat) atau dijalankan oleh US Food
and Drug Administration (FDA).
Penelitian tentang opsi pemrosesan kembali untuk respirator/masker hanya ditemukan
satu penelitian yang meneliti masker medis. Penelitian yang dilakukan RIVM pada
tahun 2020 ini menggunakan bahan sterilisasi gas tekanan rendah hidrogen peroksida
dengan siklus hangat tunggal <55°C dengan hasil efikasi filtrasi untuk respirator yang
belum digunakan tetap bertahan setelah 2 siklus sterilisasi.
World Health Organization 2020. Dilindungi sebagian hak. Karya ini tersedia
berdasarkan lisensi CC BY- NC-SA 3.0 IGO.Nomor referensi
WHO: WHO/2019-nCov/IPC_PPE_use/2020.2