Anda di halaman 1dari 6

ulumul

qur’an
Azzalea Meinardy X IPA 2
awal mula ditulis
Pada masa Rasulullah masih hidup, penulisan al-Quran memang tidak mendesak dilakukan.
Karena, setiap ada persoalan terkait al-Quran, langsung dikembalikan kepada baginda Nabi
Muhammad. Namun, setelah Rasulullah wafat, timbullah berbagai persoalan terkait dengan
bacaan al-Quran yang paling benar. Oleh karena itu, maka penulisan al-Quran pada masa setelah
Rasulullah wafat benar-benar urgen untuk ditulis atau dikodifikasi.

Pada masa Khalifah Abu Bakar, al-Quran mulai dikumpulkan dan ditulis di berbagai alat yang
mungkin. Seperti di pelepah kurma, di lembaran kulit hewan, daun lontar, tulang-tulang unta, dan
lain sebagainya.

Namun, pada masa berikutnya, pada masa Khalifah Utsman bin Affan, terjadi problematika
terkait bacaan al-Quran. Kodifikasi al-Quran yang ditulis pada masa Khalifah Abu Bakar tidak
dapat menjawab tantangan zaman. Maka, Khalifah Utsman membentuk panitia untuk
membukukan al-Quran dengan tujuan meminimalisasi perbedaan di antara suku-suku yang ada di
kawasan Arab. Lebih dari itu, dengan menjadikan satu pegangan mushaf, maka akan menjadikan
kesatuan dalam memahami kalamullah ini, baik secara makna maupun bacaan.
awal mula ditulis
Pada masa-masa awal, tulisan al-Quran sangat sederhana. Tanpa adanya titik dan
harakat. Hal ini bagi orang Arab bukan suatu persoalan. Karena mereka sudah hafal
dan paham dengan kalimat-kalimat al-Quran yang memang dalam bahasa mereka.
Maka, untuk memberikan kemudahan terhadap seluruh umat Islam di dunia, maka
terjadi penyempurnaan kode-kode khusus. Kodifikasi ini dipelopori oleh Abul Aswad
Adduali.

Pada masa berikutnya, diadakan penyempurnaan-penyempurnaan, seperti


pemberian harakat berupa baris di atas huruf sebagai fathan, baris di bawah
sebagai kasroh, wau kecil di atas huruf sebagai dhammah. Begitu juga dengan
tanwin berupa dua baris, serta tanda-tanda waqaf untuk memberikan kemudahan
dan kenyaman dalam tilawah al-Quran.
hikmah kodifikasi qur’an
1. menyatukan umat Islam yang berselisih dalam masalah qiraah (bacaan). Sebab,
dengan satu kaidah, atau dengan metode bacaan yang sama, maka tidak akan
terjadi selisih perbedaan bacaan dan meminimalisasi pertentangan antarumat.
Keseragaman bacaan juga sebagai indikasi bahwa Islam merupakan ummatan
wahidah (kesatuan umat) yang tidak akan berselisih dalam aspek apa pun.

2. menyeragamkan dialek bacaan al-Quran. Dengan adanya kodifikasi, al-Quran


menjadi satu dialek atau ungkapan yang pada akhirnya juga lebih membangun
persatuan dan kesatuan Islam.

3. menyatukan tertib susunan surah-surah menurut tertib urut mushaf-mushaf yang


dijumpai sekarang.
jaminan pemeliharaan

1) dibaca & dihafal oleh 2) sudah ditulis sejak


berjuta manusia diturunkan

3) dibukukan dalam satu


jilid kitab
terima
kasih

Anda mungkin juga menyukai