NIM: 210103040106
Yang dimaksud dengan Kodifikasi Al-Qur’an dalam pembahasan ini ialah proses
penyampaian, pencatatan, dan penulisan Al-Qur’an sampai dihimpun menjadi satu mushaf
secara lengkap dan tertib. Berdasarkan pendekatan historis tradisional, maka proses
pengumpulan Al-Qur’an menjalani tiga fase, yaitu:
Wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW dipelihara dari kemusnahan dengan dua
cara utama, yaitu dihafalkan oleh Nabi SAW dan para sahabat, juga ditulis di berbagai jenis
bahan untuk menulis.
Pada masa Khalifah Abu Bakar, tahun 12 H. terjadi perang Yamamah diakibatkan
dari kekacauan yang ditimbulkan oleh orang-orang murtad di bawah pimpinan Musailamah
Al-Kazzab. Perang tersebut merenggut nyawa penghafal Al-Qur’an sebanyak 70 orang,
bahkan dalam satu riwayat disebutkan 500 orang. Karena tragedi ini, Umar bin Khattab
meminta Abu Bakar agar Al-Qur’an dikumpulkan dan dituliskan dalam sebuah mushaf.
Sejumlah pendapat menyatakan surat dalam mushaf Usmani bersifat ijtihadi yang
disusun dari surat panjang terlebih dahulu. Jumlah keseluruhan suratnya ada 114 dengan
nama beragam. Nama-nama surah tersebut bukan bagian dari Al-Qur’an, tidak jelas kapan
munculnya tapi diduga setelah kodifikasi Al-Qur’an.
Stabilitasi teks Al-Qur’an akhirnya mencapai puncak pada akhir abad ke-3/9 H. dan
berhasil menampilkan bentuk teks Al-Qur’an yang memadai. Dalam tahapan ini, dapat
dikatakan permasalahan tentang aksara Arab sudah tertuntaskan.
Umat Islam pernah terpecah menjadi 2 kelompok karena pemusnahan seluruh bentuk
teks Usmani ternyata tidak menghilangkan semua tradisi pembacaannya. Namun di awal abad
ke-14 H. berbagai keragaman bacaan mulai disaring, dan dengan dukungan otoritas politik,
ortodoksi Islam membatasi dan menyepakati eksistensi qira’ah sab’ah sebagai bacaan
otentik.