Anda di halaman 1dari 2

Nama: Dewi Apriliani

NIM: 210103040106

Lokal: B (Psikologi Islam 2021)

Problematika Seputar Kodifikasi Al-Qur’an (Sebuah Kajian Kesejahteraan Perspektif


Kesarjanaan Muslim dan Analisis Kritis Kesarjanaan Barat)

Secara historis pembukuan Al-Qur’an tidak sekompleks pembukuan hadis. Tapi


bukan berarti kodifikasi Al-Qur’an tidak menarik dipelajari. Al-Qur’an dalam pengertian
kapasitasnya sebagai sebuah kitab atau lembaran kertas terjilid yang dianggap wahyu Allah
oleh umat Islam. Proses kodifikasinya tidak lagi normatif, melainkan sangat historis karena
terkait dengan berbagai wacana, sehingga layak dibahas kapanpun.

SEJARAH KODIFIKASI AL-QUR’AN

Yang dimaksud dengan Kodifikasi Al-Qur’an dalam pembahasan ini ialah proses
penyampaian, pencatatan, dan penulisan Al-Qur’an sampai dihimpun menjadi satu mushaf
secara lengkap dan tertib. Berdasarkan pendekatan historis tradisional, maka proses
pengumpulan Al-Qur’an menjalani tiga fase, yaitu:

1. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Nabi SAW

Wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW dipelihara dari kemusnahan dengan dua
cara utama, yaitu dihafalkan oleh Nabi SAW dan para sahabat, juga ditulis di berbagai jenis
bahan untuk menulis.

2. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar

Pada masa Khalifah Abu Bakar, tahun 12 H. terjadi perang Yamamah diakibatkan
dari kekacauan yang ditimbulkan oleh orang-orang murtad di bawah pimpinan Musailamah
Al-Kazzab. Perang tersebut merenggut nyawa penghafal Al-Qur’an sebanyak 70 orang,
bahkan dalam satu riwayat disebutkan 500 orang. Karena tragedi ini, Umar bin Khattab
meminta Abu Bakar agar Al-Qur’an dikumpulkan dan dituliskan dalam sebuah mushaf.

3. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Usman bin Affan


Pada masa pemerintahan Usman, penghafal Al-Qur’an tinggal berpencar karena
wilayah Islam semakin meluas, para pemeluk agama Islam juga mempelajari Al-Qur’an di
daerah masing-masing dari ahli qira’at. Versi qira’at yang diajarkan para sahabat berbeda-
beda hingga menimbulkan dampak negatif, masing-masing saling membanggakan versi
qira’at mereka. Karena khawatir, Usman memerintahkan agar mushaf yang ditulis pada masa
Abu Bakar disalin kembali dan disebar ke berbagai kota, sementara mushaf lainnya dibakar.
Lima ciri mushaf Al-Qur’an pada masa Usman: 1) Ayatnya berdasarkan mutawatir dari Nabi
SAW. 2) Surat dan ayat disusun secara tertib. 3) Tidak terdapat ayat yang Mansukh. 4) Tidak
terdapat hal yang tidak tergolong Al-Qur’an, dan 5) Ayat yang ditulis mencakup 7 huruf
(sab’at Al-ahruf).

MUSHAF NON STANDAR (Bukan Mushaf Usmani) DAN MUSHAF STANDAR


(Mushaf Usmani)

1. Karakteristik Mushaf Usmani

Sejumlah pendapat menyatakan surat dalam mushaf Usmani bersifat ijtihadi yang
disusun dari surat panjang terlebih dahulu. Jumlah keseluruhan suratnya ada 114 dengan
nama beragam. Nama-nama surah tersebut bukan bagian dari Al-Qur’an, tidak jelas kapan
munculnya tapi diduga setelah kodifikasi Al-Qur’an.

2. Stabilitasi Teks dan Bacaan Al-Qur’an Mushaf Usmani

a. Stabilitasi Teks Al-Qur’an Mushaf Usmani

Stabilitasi teks Al-Qur’an akhirnya mencapai puncak pada akhir abad ke-3/9 H. dan
berhasil menampilkan bentuk teks Al-Qur’an yang memadai. Dalam tahapan ini, dapat
dikatakan permasalahan tentang aksara Arab sudah tertuntaskan.

b. Stabilitasi Bacaan Al-Qur’an Mushaf Usmani

Umat Islam pernah terpecah menjadi 2 kelompok karena pemusnahan seluruh bentuk
teks Usmani ternyata tidak menghilangkan semua tradisi pembacaannya. Namun di awal abad
ke-14 H. berbagai keragaman bacaan mulai disaring, dan dengan dukungan otoritas politik,
ortodoksi Islam membatasi dan menyepakati eksistensi qira’ah sab’ah sebagai bacaan
otentik.

Anda mungkin juga menyukai