Anda di halaman 1dari 11

SYARAT SAHNYA PERJANJIAN TENTANG CAKAP

BERTINDAK DALAM HUKUM MENURUT


PASAL 1320 AYAT (2) K.U.H.PERDATA

Devy Kumalasari 1, Dwi Wachidiyah Ningsih 2


1. Wirausaha
2. Dosen Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik

ABSTRAK

Seseorang dalam melakukan perbuatan hukumnya, maka orang tersebut terlebih dahulu harus
sudah dinyatakan cakap untuk bertindak menurut hukum. Maksud cakap adalah menurut hukum
sudah dinyatakan dewasa. Sedangkan kedewasaan seseorang dipengaruhi oleh umurnya. Menurut
konsep K.U.H.Perdata, orang telah dikatakan dewasa apabila telah mencapai umur 21 tahun atau
belum berumur 21 tahun tetapi sebelumnya telah melangsungkan perkawinan. Tetapi mengenai
masalah batasan umur dewasa ini belum adanya keseragaman yang ditentukan oleh pemerintah
sebagai pembuat produk hukum. Sehingga muncul berbagai peraturan perundang- undangan yang
menentukan sendiri tentang batasan umur dewasa tersebut. Maka mereka yang berumur 18 tahun
tersebut belumlah dapat dikatakan dewasa dalam melakukan perbuatan hukum. Jadi disini terjadi
adanya ketidakseragaman mengenai batasan umur dewasa dalam melakukan perbuatan hukum, baik
dalam lapangan hukum perdata, hukum perkawinan dan hukum kenotariatan.

Kata Kunci: Batasan, Usia, Dewasa.

1. PENDAHULUAN untuk syarat sahnya suatu perjanjian


1.1 Latar Belakang diperlukan empat syarat, yakni sebagai
Didalam hukum, seseorang dapat berikut:
dikatakan cakap bertindak didalam hukum 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
adalah apabila seseorang tersebut telah 2. Kecakapan untuk membuat suatu
dewasa. Dalam hukum perdata Indonesia, perjanjian;
yaitu berdasarkan pada Kitab Undang-Undang 3. Suatu hal tertentu; dan
Hukum Perdata,1 batasan umur dewasa 4. Suatu sebab yang halal.
seseorang diatur dalam Pasal 330 yang Sehingga berdasarkan Pasal 330 jo 1320
menentukan bahwa : K.U.H.Perdata tersebut maka seseorang yang
“Batasan dewasa adalah mereka yang belum dapat dikatakan dewasa menurut hukum
mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) perdata di Indonesia yaitu telah berumur 21
tahun, dan tidak lebih dahulu telah menikah”. tahun, dimana dewasa menurut K.U.H.Perdata
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti cakap bertindak dalam hukum.
diatur dalam Pasal 1320 K.U.H.Perdata yang Sementara itu dalam ketentuan Undang-
mengatur tentang syarat sahnya suatu Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perjanjian menentukan bahwa : Perkawinan tentang syarat dewasa agar
seseorang telah dianggap cakap bertindak
untuk melangsungkan perkawinan adalah

1
K.U.H.Perdata untuk selanjutnya
cukup disingkat menjadi K.U.H.Perdata.
apabila telah berusia 18 tahun,2 sebagaimana membuat persetujuan jual beli, sewa
ditentukan dalam Pasal 47 dan Pasal 50, yang menyewa dan lain-lain.4
berturut-turut menentukan, yakni : Diantara perbuatan-perbuatan hukum tersebut
Pada Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang seperti membuat : surat wasiat, perjanjian
Perkawinan menentukan bahwa : sewa menyewa, pengikatan jual beli dan
“Anak yang belum mencapai 18 (delapan pemberian kuasa menjual atas sebidang tanah
belas) tahun atau belum pernah hak milik, perjanjian hutang-piutang dan
melangsungkan perkawinan ada di bawah lainnya. Dalam hal perbuatan hukum bersegi
kuasa orang tuanya selama mereka tidak dua, dalam lalu lintas hukum dikenal dengan
dicabut dari kekuasaannya”. membuat perjanjian.
Menurut H. Hilman Hadikusuma, Prof. R. Subekti menyatakan, perjanjian
Perbuatan Hukum adalah perbuatan yang merupakan suatu perjanjian dimana seseorang
akibatnya diatur oleh hukum, baik yang berjanji kepada orang lain atau dimana 2 (dua)
dilakukan satu pihak saja (bersegi satu) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
maupun yang dilakukan dua pihak (bersegi sesuatu hal, yang dalam bentuknya perjanjian
3
dua) , demikian pula dikatakan oleh Chainur itu dapat dilakukan sebagai suatu rangkaian
Arrasjid bahwa perbuatan hukum terdiri dari 2 perkataan yang mengandung janji-janji atau
(dua), yaitu : kesanggupan yang diucapkan secara lisan
1. Perbuatan hukum sepihak : maupun tertulis.5
Adalah perbuatan hukum yang Demikian juga dengan Prof. Dr. Sudikno
dilaksanakan oleh satu pihak saja dan Mertokusumo, SH. mengatakan perjanjian
menimbulkan hak dan kewajiban merupakan hubungan hukum antara dua pihak
pada satu pihak pula. Misalnya atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
pembuatan surat wasiat dan menimbulkan konsekuensi yuridis.6
pemberian suatu benda (hibah). Berdasarkan pada pendapat diatas suatu
2. Perbuatan hukum dua pihak : perjanjian merupakan suatu hubungan hukum
Adalah perbuatan hukum yang antara dua pihak, saling berjanji dan
dilakukan oleh dua pihak dan mengikatkan dirinya untuk melakukan atau
menimbulkan hak-hak dan berbuat sesuatu dalam mana salah satu pihak
kewajiban-kewajiban bagi kedua berhak atas prestasi yang dilakukan oleh pihak
pihak (timbal-balik). Misalnya lainnya, sedangkan pihak lain berkewajiban

2 4
Ade Maman Suherman dan J. Chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu
Satrio, Penjelasan Hukum Tentang Batasan Hukum, Cet. 5, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,
Umur (Kecakapan dan Kewenangan hal. 112.
5
Bertindak Berdasarkan Batasan Umur), Cet. R. Subekti, Pokok-pokok Hukum
1, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, Perdata, Cet. 31, PT. Intermasa, Jakarta,
hal. 13. 2003, hal. 122.
3 6
H. Hilman Hadikusuma, Bahasa Sudikno Mertokusuma, Hukum
Hukum Indonesia, Cet. 5, PT. Alumni, Acara Perdata Indonesia, Cet. 1, Liberty,
Bandung, 2013, hal. 40. Yogyakarta, 2009, hal. 91.
untuk melakukan hal tersebut dengan disertai 1868 K.U.H.Perdata, yang menentukan bahwa
sanksi. suatu akta otentik ialah suatu akta yang di
Perjanjian diatur dalam Buku II dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-
K.U.H.Perdata tentang Perikatan menamai undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-
dengan persetujuan, Pasal 1313 K.U.H.Perdata pegawai umum yang berkuasa untuk itu, dan
menentukan bahwa Suatu perjanjian adalah di tempat dimana akta itu dibuatnya, sehingga
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau suatu perjanjian yang dibuat secara otentik
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang merupakan suatu perjanjian tertulis yang
lain atau lebih. Dalam suatu perjanjian dibuat dihadapan dan/atau oleh pejabat umum
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : yang berwenang untuk itu, dan dalam bentuk
a. Unsur Essesnsialia adalah unsur yang yang ditentukan oleh undang-undang dan
bersifat mutlak harus ada dalam suatu dibuat di wilayah kewenangan pejabat umum
perjanjian dimana tanpa adanya unsur yang berwenang membuat akta tersebut.
tersebut, perjanjian tidak mungkin Adapun orang-orang yang tidak cakap
ada; bertindak atau berada dalam membuat suatu
b. Unsur Naturalia adalah unsur untuk perjanjian adalah :
perjanjian yang oleh undang-undang 1. Orang-orang yang belum dewasa;
diatur tetapi oleh para pihak dapat 2. Mereka yang ditaruh di bawah
disingkirkan atau diganti; dan pengampunan;
c. Unsur Accidentalia adalah unsur 3. Orang-orang perempuan, dalam hal-
perjanjian yang ditambahkan oleh hal yang ditetapkan oleh undang-
para pihak sementara undang-undang undang, dan pada umumnya semua
sendiri tidak mengatur tentang hal orang kepada siapa undang-undang
tersebut.7 telah melarang membuat perjanjian-
Keseluruhan unsur-unsur yang terkandung perjanjian tertentu.
dalam suatu perjanjian, oleh Pasal 1320 Berdasarkan uraian di atas memberikan
K.U.H.Perdata ditentukan sebagai syarat gambaran bahwa perbedaan batasan usia
sahnya suatu perjanjian. dewasa sebagai syarat agar dapat
Perjanjian dapat dibuat secara lisan dan dikategorikan cakap bertindak di dalam
secara tertulis. Perjanjian tertulis dapat pula hukum atau dapat dikatakan sebagai cakap
dibedakan antara perjanjian yang dibuat dalam melakukan perbuatan hukum, selain
dibawah tangan dan dibuat secara otentik. berimplikasi dan membawa konsekuensi
Suatu perjanjian dibuat secara otentik yang yuridis terhadap sah atau tidak sahnya
lazimnya disebut dengan akta otentik, seseorang berkedudukan menjadi subyek
merupakan suatu perjanjian tertulis yang hukum sebagai pengemban hak dan kewajiban
dibuat dengan memenuhi ketentuan Pasal hukum berikut sah atau tidak sahnya segala
tindakan-tindakan atau perbuatan hukum yang
7
J. Satrio, Hukum Perikatan, dilakukannya.
Perikatan Lahir Dari Perjanjian(Buku I), Cet.
2, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 67.
1.2 Perumusan Masalah perikatan yang mengandung janji-janji atau
Berdasarkan latar belakang yang telah kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.8
diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan Sedangkan menurut pendapat yang
dalam penelitian ini sebagai berikut: dikemukakan oleh J. Satrio, perjanjian yaitu :
1. Bagaimana makna cakap bertindak Peristiwa yang menimbulkan dan berisi
menurut hukum sebagai salah satu syarat ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara
sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 ayat dua pihak. Atau dengan kata lain, bahwa
(2) K.U.H.Perdata ? perjanjian berisi perikatan.9
2. Bagaimana akibat hukum atas perjanjian Dan sedangkan pengertian perjanjian
apabila yang salah satu pihak tidak dalam pasal 1313 K.U.H.Perdata yakni
terpenuhi syarat cakap bertindak dalam sebagai berikut :
hukum menurut Pasal 1320 ayat (2) Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
K.U.H.Perdata ? dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya dalam terhadap satu
2. TINJAUAN PUSTAKA orang lain atau lebih.
2.1 Pengertian Perjanjian Rumusan perjanjian dalam Pasal 1313
Perjanjian, merupakan bentuk K.U.H.Perdata tersebut di atas tampaknya
persetujuan dari dua pihak atau lebih, yang kurang lengkap, sebab mengikatkan diri dalam
saling berjanji untuk mengikatkan diri untuk perjanjian hanyalah salah satu pihak saja.
melakukan sesuatu. Oleh karenanya, Sedangkan perjanjian itu adalah perbuatan
perjanjian ini sangat penting, sehingga dalam saling mengikatkan diri antara kedua belah
pelaksanaannya hendaknya selalu dibuat pihak, sehingga akan timbul hak dan
dalam bentuk tertulis agar memiliki kekuatan kewajiban antara keduanya.
hukum dan kepastian hukum. Menurut Rutten, rumusan perjanjian
Mengenai pengertian perjanjian ini R. menurut Pasal 1313 K.U.H.Perdata tersebut
Subekti mengemukakan pendapatnya sebagai mengandung beberapa kelemahan, karena
berikut : hanya mengatur perjanjian sepihak dan juga
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di sangat luas, karena istilah perbuatan yang
mana seorang berjanji kepada orang lain atau dipakai akan mencakup juga perbuatan
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melawan hukum.10
melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini R. Wirjono Prodjokoro, mengartikan
timbulah suatu hubungan antara dua orang perjanjian sebagai suatu hubungan hukum
tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian mengenai harta benda antara kedua belah
ini menimbulkan suatu perikatan antara dua
8
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet.
orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, 21, PT. Intermasa, Jakarta, 2005, hal. 1.
9
perjanjian ini berupa suatu rangkaian J.Satrio, Op.Cit, hal. 5.
10
Rutten dalam purwahid patrik,
Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan
Yang Lahir Dari Perjanjian Dan Dari Undang-
Undang), Cet., Mandar Maju, Bandung , 1994
hal 46
pihak, dalam mana satu pihak berhak untuk “kewajban”, kepada orang perorangan atau
menuntut pelaksanaan janji itu.11 pihak tertentu.
Sedangkan menurut Abdul Kadir 2.2 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian
Muhammad, merumuskan kembali definisi Perjanjian yang sah adalah perjanjian
dari Pasal 1313 K.U.H.Perdata sebagai yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
berikut, bahwa yang disebut perjanjian adalah oleh undang-undang. Perjanjian yang sah
suatu persetujuan dengan mana dua orang atau diakui dan diberi konsekuensi yuridis (legally
lebih saling mengikatkan diri untuk concluded contract).13 Pasal 1320
melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan K.U.H.Perdata merupakan instrumen pokok
12
harta kekayaan. untuk menguji keabsahan perjanjian yang
Perjanjian, adalah merupakan bagian dibuat para pihak. Dalam pasal 1320
dari perikatan, jadi perjanjian adalah K.U.H.Perdata terdapat empat syarat yang
merupakan sumber dari perikatan dan dari harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian,
perikatan itu mempunyai cakupan yang luas yaitu :
dari pada perjanjian. Mengenai perikatan itu a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
sendiri diatur dalam Buku III K.U.H.Perdata, (de toestemming van degenendie zich
karena sebagaimana diketahui bahwa suatu verbiden);
perikatan bersumber dari perjanjian dan b. Kecakapan untuk membuat perjanjian (de
undang-undang. Oleh karena itu, bahwa bekwaanheid om eneverbintenis aan te gaan);
perjanjian adalah sama artinya dengan c. Suatu hal tertentu (een bepaald
kontrak. onderwerp);
Ketentuan dalam Pasal 1233 d. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan
K.U.H.Perdat mengawali ketentuan Buku III (eene geoorloofde oorzaak).
K.U.H.Perdata, dengan menyatakan bahwa R. Subekti menjelaskan maksud dari
“Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau Pasal 1320 K.U.H.Perdata tersebut, yaitu: ayat
karena undang-undang”. (1) mengenai adanya kata sepakat bagi mereka
Selajutnya dalam ketentuan berikutnya, yaitu yang mengikatkan diri adalah adanya
dalam pasal 1234 K.U.H.Perdata dikatakan kemauan yang bebas sebagai syarat pertama
bahwa “Tiap-tiap perikatan adalah untuk untuk suatu perjanjian yang sah. Dianggap
memberikan sesuatu, untuk beruat sesuatu, tidak ada jika perjanjian itu telah terjadi
atau tidak berbuat sesuatu. karena paksaan (dwang), kekhilafan
Dari kedua rumusan sederhana tersebut (dwaling), atau penipuan (bedrog). Kemudian
dapat dikatakan bahwa perikatan melahirkan ayat (2) mengenai kecakapan, maksudnya
adalah kedua belah pihak harus cakap menurut
hukum untuk bertindak sendiri. Ada beberapa
11
R. Wirjono Prodjokoro, Asas-Asas golongan orang oleh undang-undang
Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1993,
hal. 9
12 13
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Abdul Kadir Muhammad, Hukum
Perikatan, Cet., Ciitra Aditya Bakti, Bandung, Perdata Indonesia, Cet.1. Citra Aditya Bakti,
1992, hal. 78 Bandung, 1993, hal. 228.
dinyatakan tidak cakap untuk melakukan umur, melekat pada mereka yang telah tidak
sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Mereka lagi ”minderjarig”, yaitu setelah dianggap
itu, seperti orang dibawah umur, orang memasuki fase kedewasaan akhir atau disebut
dibawah pengawasan (curatele). Jika ayat (1) adulthood. Hal ini terkait dengan kapasitas
dan (2) tidak dipenuhi maka perjanjian ini mental dan akal sehat seseorang untuk
cacat dan dapat dibatalkan. Selanjutnya mengetahui akibat-akibat perbuatannya.
dijelaskan bahwa, ayat (3) mengenai hal Sesungguhnya tidak ada ketentuan dalam
tertentu maksudnya yang diperjanjikan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang
suatu perjanjian haruslah suatu hal atau suatu khusus mengatur tentang kecakapan bertindak
barang yang cukup jelas atau tertentu. Syarat dan kedewasaan seseorang, dinyatakan dalam
ini perlu untuk dapat menetapkan kewajiban si ketentuan Pasal 330 K.U.H.Perdata, orang
berhutang jika terjadi perselisihan. Barang dewasa adalah mereka-mereka yang :15
yang dimaksudkan dalam perjanjian, paling a. Telah mencapai umur 21 tahun atau
sedikit harus ditentukan jenisnya. Dan tentang lebih;
ayat (4), dijelaskan bahwa : undang-undang b. Mereka yang telah menikah,
menghendaki untuk sahnya perjanjian harus sekalipun belum berusia 21 tahun.
ada oorzaak atau causa. Secara letterlijk,
oorzaak atau causa berarti sebab, tetapi 2.4 Kewenangan Hukum, Kecakapan
menurut riwayatnya yang dimaksudkan Bertindak Dan Kewenangan
dengan kata itu adalah tujuan, yaitu apa yang Bertindak
dikehendaki oleh kedua pihak dengan Kewenangan hukum, adalah
mengadakan perjanjian itu. Jika ayat (3) dan kewenangan untuk menjadi pendukung hak
ayat (4) tidak dipenuhi maka perjanjian ini dan kewajiban di dalam hukum. 16 Jadi
batal demi hukum.14 merupakan kewenangan untuk menjadi subyek
2.3 Pengertian Kecakapan hukum. Sedangkan yang menjadi subyek
Menurut Pasal 2 K.U.H.Perdata, hukum, adalah semua manusia dan bukan
manusia menjadi pendukung hak dan manusia, yaitu badan hukum yang juga
kewajiban dalam hukum sejak lahir sampai pendukung hak dan kewajiban. Apabila semua
meninggal, tetapi tidak semua orang sebagai manusia dan badan hukum bisa menjadi
pendukung hukum (recht) adalah cakap pendukung hak dan kewajiban, maka belum
(bekwaam) untuk melaksanakan sendiri hak berarti bahwa semua subyek hukum bisa
dan kewajibannya. Secara ekplisit didalam dengan leluasa secara mandiri melaksanakan
K.U.H.Perdata tidak disebutkan definisi hak-haknya melalui tindakan-tindakan hukum.
kecakapan. Secara konsepsional, cakap Untuk itu harus ada kecakapan bertindak,
(bekwaam) terkait kepada keadaan seseorang yaitu kewenangan untuk melakukan tindakan-
berdasarkan unsur fisiologis dan psikologis tindakan hukum pada umumnya.
sehingga makna kecakapan terkait dengan
15
J. Satrio, Op.Cit, hal.63.
16
Ade Maman Suherman dan J.
14
R. Subekti, Op.Cit, hal. 135-137. Satrio, Op. Cit, hal. 35
Macam subyek hukum, ada subyek Peraturan Perundang-undangan maupun
hukum yang oleh undang-undang dinyatakan peraturan Perundang-undangan dibawah
sama sekali tidak cakap untuk melakukan Undang-Undang serta Putusan Pengadilan
tindakan hukum (mereka yang ditaruh di yang terkait dengan obyek penelitian.
bawah pengampuan karena sakit ingatan), ada b) Bahan hukum sekunder
yang tindakannya tidak bisa menimbulkan Bahan hukum sekunder yang digunakan
akibat hukum yang sempurna (anak-anak dalam penelitian ini, yaitu bahan yang
belum dewasa pada umumnya), ada yang memberikan penjelasan mengenai bahan
mempunyai kewenangan yang terbatas, dalam hukum primer seperti pendapat dari
arti harus didampingi atau mendapat kalangan pakar hukum (buku-buku rujukan
persetujuan dari orang lain (membuat tentang perjanjian, hukum perikatan, dan
perjanjian kawin, untuk anak-anak yang telah hukum kontrak).
mencapai usia menikah) dan ada yang c) Bahan hukum tersier
mempunyai kewenangan penuh (mereka yang Bahan hukun tersier yaitu bahan hukum
sudah dewasa). yang memberikan petunjuk maupun
Jadi kalau kecakapan bertindak adalah penjelasan terhadap bahan hukum primer
mengenai kewenangan bertindak pada dan sekunder. Bahan hukum yang
umumnya, subyek hukum pada umumnya dan digunakan dalam penelitian ini berupa
untuk tindakan – tindakan hukum pada kamus hukum, ensiklopedia, dan bahan-
umumnya, maka kewenangan bertindak bahan penunjang kelengkapan bahan-
adalah mengenai kewenangan bertindak bahan hukum primer dan sekunder yang
khusus, yang hanya tertuju pada orang-orang relevan dengan permasalahannya.
tertentu untuk tindakan-tindakan hukum
tertentu saja. 3.3 Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan teknik
1.3 METODE PENELITIAN penelitian deskriptif. Setelah semua data yang
3.1 Tipe Penelitian dibutuhkan terkumpul, langkah selanjutnya
Penelitian ini menggunakan metode menginventarisasi data yang diperoleh. Hasil
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum inventarisasi data diuraikan dalam bentuk
normatif atau penelitian hukum kepustakaan kalimat yang baik dan benar, dianalisis, dan
adalah penelitian hukum yang dilakukan diinterpretasikan dengan peraturan perundang-
dengan meneliti bahan pustaka atau data undangan yang berlaku terkait dengan syarat
sekunder belaka. sahnya perjanjian tentang cakap bertindak
3.2 Sumber Bahan Hukum dalam hukum menurut Pasal 1320
Penelitian ini menggunakan jenis data K.U.H.Perdata ayat (2).
sekunder yang meliputi:
a) Bahan hukum primer 4. HASIL PENELITIAN DAN
K.U.H.Perdata (Burgerlijk wetboek) dan PEMBAHASAN
A. Syarat Sahnya Perjanjian Tentang 2. Mereka yang ditaruh di bawah
Cakap Bertindak pengampuan.
3. Orang-orang perempuan, dalam hal-
Suatu perjanjian akan berlaku dan
hal yang ditetapkan oleh undang-
mengikat para pihak yang undang, dan pada umumnya senua
orang kepada siapa undang-undang
membuatnya, apabila memenuhi
telah melarang membuat perjanjian-
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, perjanjian tertentu.
Sehingga, berdasarkan ketentuan pasal
sebagaimana tercantum dalam
1330 K.U.H.Perdata tersebut, dapat
ketentuan pasal 1320 K.U.H.Perdata,
dikatakan bahwa seseorang dikatakan
yang berbunyi : Untuk sahnya suatu
tidak cakap hukum, apabila :
perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Seorang tersebut masih di bawah
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
umur, yaitu orang yang belum berusia
dirinya.
21 tahun dan belum menikah (pasal
2. Kecakapan untuk membuat suatu
330 ayat 1 K.U.H.Perdata).
perikatan.
2. Seorang yang berada di bawah
3. Suatu hal tertentu.
pengampuan atau curatele, yaitu orang
4. Suatu sebab yang halal.
yang sudah dewasa atau telah berumur
Menurut ketentuan pasal 1320 butir 2
di atas 21 tahun atau sudah menikah,
K.U.H.Perdata menegaskan bahwa tetapi tidak mampu karena pemabuk,
gila (sakit ingatan/mental), dan
untuk sahnya suatu perjanjian adalah
pemboros.
adanya kecakapan untuk membuat 3. Wanita yang bersuami, karena ia harus
mendampingi suami. Mengenai
perikatan (om
ketidak-cakapan wanita yang sudah
eeneverbintenisaantegaan). bersuami ini ada hubungannya dengan
sistem yang dianut dalam Hukum
Pada asasnya, setiap orang yang sudah
Perdata Barat di Belanda yang
dewasa, yaitu apabila seseorang, laki- menyerahkan kepemimpinan dalam
keluarga kepada suami, yang
laki atau perempuan, telah berumur
dinamakan maritale macht. Ketentuan
minimal 21 tahun atau sudah menikah, tersebut di negara Belanda sekarang
sudah dihapuskan karena tidak sesuai
dan sehat pikirannya adalah cakap
lagi dengan perkembangan jaman.
menurut hukum. Mengenai kecakapan Demikian juga di Indonesia ketentuan
tersebut pelan-pelan juga sudah mulai
dalam membuat perikatan, hal tersebut
dihapuskan.
dijelaskan lebih lanjut dalam Orang-orang yang tergolong dalam
ketentuan pasal 1330 K.U.H.Perdata, ketiga hal tersebut di atas, apabila
yang berbunyi : Tak cakap untuk melakukan perjanjian harus diwakili
membuat suatu perjanjian adalah : oleh orang yang cakap hukum, yaitu
1. Orang-orang yang belum dewasa. orang tua, wali, atau kurator. Apabila
tidak, maka perjanjian yang dibuatnya
akan cacat hukum, dan akibatnya dapat dikatakan menghalang-halangi
perjanjian tersebut dapat dibatalkan. untuk melakukan tindakan hukum
tertentu. Orang yang dikatakan tidak
B. Akibat Hukum Atas Perjanjian wenang (tidak berwenang) adalah
Apabila Yang Salah Satu Pihak Tidak
orang yang secara umum cakap untuk
Teepenuhi Syarat Cakap Bertindak
Dalam Hukum Menurut Pasal 1320
bertindak, tetapi untuk hal-hal tertentu
Ayat (2) K.U.H.Perdata tidak dapat melaksanakan tindakan
Dalam ketentuan pasal 1320 dan hukum, dalam hal ini tidak berwenang
1330 K.U.H.Perdata tersebut, untuk membuat suatu perjanjian
digunakan istilah kecakapan dan tertentu.
bukan kewenangan. Istilah kecakapan Orang yang dinyatakan tidak
dan kewenangan mempunyai cakap bertindak, pada umumnya
perbedaan maksud yang sangat berkaitan dengan masalah kehendak.
mendasar. Perbedaan istilah tersebut Undang-undang beranggapan bahwa
adalah : orang tertentu tidak atau belum dapat
Kecakapan bertindak menunjuk menyatakan kehendaknya dengan
kepada kewenangan yang umum, sempurna, dalam arti belum dapat
maksudnya kewenangan umum untuk menyadari sepenuhnya, akibat hukum
membuat suatu perjanjian atau untuk yang muncul dari pernyataan
melakukan tindakan hukum pada kehendaknya. Sehingga atas tindakan
umumnya. Orang yang tidak cakap hukum yang mereka perbuat, tidak
untuk bertindak adalah pasti orang dapat diberikan akibat hukum
yang tidak berwenang. Orang yang sebagaimana mestinya. Sehingga
secara yuridis tidak cakap, ada orang yang tidak cakap dalam
kemungkinan dalam kenyataannya penyelenggaraan kepentingannya atau
adalah orang tahu betul akan akibat dalam melakukan tindakan hukum
atau konsekuensi dari tindakannya. harus diwakili oleh orang lain, yaitu
Kewenangan bertindak menunjuk orang yang cakap hukum, seperti
kepada sesuatu hal yang khusus, orang tua, wali, atau curator.
maksudnya kewenangan untuk Orang yang tidak cakap adalah
bertindak dalam peristiwa yang orang-orang yang secara umum tidak
khusus. Sehingga ketidakwenangan dapat membuat perjanjian, sedangkan
orang yang tidak berwenang adalah 2. Orang yang tidak cakap menurut Pasal

orang-orang yang tidak dibenarkan 1320 ayat (2) K.U.H.Perdata yaitu


menyangkut syarat subyek, orang-orang
untuk membuat perjanjian tertentu,
yang secara umum tidak dapat membuat
sehingga perjanjian yang dibuat oleh
perjanjian, sedangkan orang yang tidak
orang-orang yang tidak cakap, berwenang adalah orang-orang yang
mempunyai konsekuensi batal demi tidak dibenarkan untuk membuat

hukum. perjanjian tertentu, sehingga perjanjian


yang dibuat oleh orang-orang yang tidak
cakap, mempunyai konsekuensi batal
PENUTUP
demi hukum.
A. Kesimpulan
1. Kecakapan bertindak menurut Pasal
B. Saran
1320 ayat (2) K.U.H.Perdata yaitu orang
1. Bagi para pihak yang melakukan
yang telah berusia 21 tahun atau telah
perbuatan hukum harus mencermati
menikah. Dan orang yang tidak cakap
tentang perbuatan hukum. Dalam
untuk bertindak adalah orang yang tidak
pelaksanaanya belum adanya
berwenang. Orang yang secara yuridis
keseragaman mengenai batasan usia
tidak cakap, ada kemungkinan dalam
dewasa seseorang, jadi cukup usia 21
kenyataannya adalah orang tahu betul
tahun atau telah menikah dan dianggap
akan akibat atau konsekuensi dari
cakap dalam melakukan perbuatan
tindakannya. Kewenangan untuk
hukum.
bertindak dalam peristiwa yang khusus.
2. Agar permohonan itu tidak dibatalkan,
Sehingga ketidakwenangan dapat
bagi yang belum cukup umur harus
dikatakan menghalang-halangi untuk
diwakili orang tuanya. Karena
melakukan tindakan hukum
kedewasaan seseorang dalam berbuat
tertentu. Orang yang dikatakan tidak
hukum menetukan keabsahan perbuatan
wenang (tidak berwenang) adalah orang
hukumnya tersebut.
yang secara umum cakap untuk
bertindak, tetapi untuk hal-hal tertentu
tidak dapat melaksanakan tindakan
hukum, dalam hal ini tidak berwenang
untuk membuat suatu perjanjian tertentu.
2, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
DAFTAR PUSTAKA 2008.

Dalam Purwahid Patrik, Rutten, Dasar-dasar


Arrasjid, Chainur, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Hukum Perikatan (Perikatan Yang
Cet 5, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Lahir Dari Perjanjian dan Undang-
Undang), Cet. 1, Mandar Maju,
Budiono, Herlien, Kumpulan Tulisan Hukum Bandung, 1994.
Perdata Dibidang Kenotariatan, Cet.
Erawati, Elly dan Budiono, Herlien, Satrio, J., Hukum Perikatan, Perikatan yang
Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Lahir Dari Perjanjian Buku I, Cet. 1,
Perjanjian, Cet. 1, Nasional Legal PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
Reform Program, Jakarta, 2010.
Satrio, J., Hukum Perikatan, Perikatan yang
Hadikusuma, H. Hilman, Bahasa Hukum Lahir Dari Perjanjian Buku II, Cet. 1,
Indonesia, PT. Alumni, Bandung, 2005 PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

, Hukum Perkawinan Indonesia, Setiawan, R., Pokok-pokok Hukum Perikatan,


Cet.1, Mandar Maju, Bandung, 2007. Cet. 2, Bina Cipta, Bandung, 1994.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perdata,
Cet.12, Djambatan, Jakarta, 2008. Cet. 31, PT. Intermasa, Jakarta, 2003.

HS, Salim, Pengantar Hukum Perdata , Hukum perjanjian, PT. Intermasa,


Tertulis (BW), Cet. 1. Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Jakarta, 2002.
, Aneka Perjanjian, Cet. 11, PT.
, Hukum Kontrak, Cet. 1, Sinar Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.
Grafika, Jakarta, 2015.
Subekti, R. dan Tjitrosudibio, R., Kitab
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Undang-Undang Perdata, Cet. 32, PT.
Cet. 12, Prenadamedia Group, Jakarta, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002.
2005. Suharnoko, Hukum Perjanjian, Cet. 8,
Kencana, Jakarta, 2014.
Mertokusuma, Sudikno, Hukum Acara
Perdata Indonesia, Cet. 1, Liberty, Suherman, Ade Maman dan J. Satrio,
Yogyakarta, 2009. Penjelasan Hukum Tentang Batasan
Umur (Kecakapan dan Kewenangan
Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perdata Bertindak Berdasarkan Batasan Usia),
Indonesia, Cet. 1, Citra Aditya Bakti, Cet. 1, Nasional Legal Reform, Jakarta,
Bandung, 2011. 2010.

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum


Pidana Indonesia, Cet. 1, Refika
Aditama, Bandung, 2008.

Anda mungkin juga menyukai