Anda di halaman 1dari 21

Tembakau Virgina merupakan salah satu jenis tembalau yang

dapat tumbuh subur di wilayah kabupaten Lombok Timur


disamping jenis tembakau local yang sudah diusahakan oleh
masyarakat petani di Kabupaten Lombok Timur.

Tembakau Virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat dirintis


sejak tahun 1969 oleh PT. Faroka, tahun 1971 oleh PT. BAT
Indonesia. Tahun 1974 oleh PT.XXVII dan NV GIEB pada tahun
1974. memperhatikan keberhasilan rintisan usaha Tembakau
Virginia di Pulau Lombok tersebut, maka secara bertahap hadir
perusahaan-perusahaan lain untuk turut mengembangkan
Tembakau Virginia tersebut seperti hadirnya PT. Djarum pada
tahun 1980, PT. Anugrah Alam Abadi, PT. Mangli Jaya Raya, PT.
Cakrawala pada tahun 1987, PT. Tresno Bentoel pada tahun
1989, kemudian menyusul pada tahun-tahun berikutnya oleh PT.
Trisno Adi, PT. HM. Sampoerna, PT. Sadhana Arifnusa dan pada
tahun 1999 hadir lagi perusahaan baru yakni PT. Gelora Djaja
dan UD. Nyoto Permadi. Perusahaan ini bergerak dalam bidang
penerimaan/penyaluran hasil tembakau para petani, dan turut
berperan dalam meningkatkan produktivitas hasil tembakau.
Peusahaan-perusahaan ini banyak membina petani tembakau
yang ada di Pulau Lombok. Berbagai upaya dilakukan oleh
perusahaan ini untuk lebih meningkatkan hasil-hasil tembakau
baik secara kualitas maupun kuantitas, diantaranya melalui
penyuluhan tentang cara pembibitan, pemeliharaan, pemungutan
hasil panen, pengolahan termasuk di dalamnya pengeringan dan
pengepakan serta tidak kalah pentingya dalam hal pemberian
modal kepada petani. Pemerintah Kabupaten Lombok timur telah
melakukan sebuah kesepakatan kerja sama dengan perusaaan-
perusahaan supplier tembakau di Lombok timur. Permintaan
tembakau virgina pada petani cukup banyak mencapai 40.000
ton/tahun dalam bentuk daun tembakau oven. Di setiap
perusahan-perusahaan rokok di atas memiliki jatah penerimaan
tembakau sesuai dengan banyak petani binaanya. 
Tindak lanjut usaha potensial ini telah dilakukan oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan dan Penanaman modal
Kabupaten Lombok Timur pada tahun 1998, antara lain dengan
melakukan pembangunan oven percontohan di berbagai tempat.
Pulau Lombok merupakan penghasil tembakau Virginia terbesar
di Indonesia. Uji coba pengopenan telah dilakukan di Kabupaten
Lombok Timur dan hasilnya menggembirakan karena daun
tembakau oven dapat diterima oleh supplier tembakau yang
memiliki persyaratan ketat.

B.     sarana dan prasarana

1.      Luas Lahan

Kebutuhan pabnrik rokok di Indonesia 80 % di dsuplai oleh


produksi tembau virgina Lombok dan pada saat ini 59.500 hektar
tanaman tembakau di Lombok lahan dan akan gigarap sekitar
17.000 petani yang 70 persen berada di Lombok timur, 30 persen
di Lombok tengah, loombok barat dan Lombok utara.

C.    Sistematika tanaman tembakau adalah sebagai berikut:

1. Klass: Dicotyledonaea
2. Ordo: Personatae
3.  Famili: Solanaceae
4. Sub Famili: Nicotianae
5. Genus: Nicotianae
6. Spesies: Nicotiana tabacum L.
7. Akar: Tanaman tembakau merupakan tanaman berakar
tunggang yang tumbuh tegak ke pusat bumi. Akar
tunggangnya dapat menembus tanah kedalaman 50- 75 cm,
sedangkan akar serabutnya menyebar ke samping. Selain
itu, tanaman tembakau juga memiliki bulu-bulu akar.
perakaran akan berkembang baik jika tanahnya gembur,
mudah menyerap air,dan subur.
8. Batang: Tanaman tembakau memiliki bentuk batang agak
bulat, agak lunak tetapi kuat, makin ke ujung, makin kecil.
Ruas-ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi
daun, batang tanaman bercabang atau sedikit bercabang.
Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun, juga
ditumbuhi tunas ketiak daun, diameter batang sekitar 5 cm.
9. Daun: Daun tanaman tembakau berbentuk bulat lonjong
(oval) atau bulat, tergantung pada varietasnya. Daun yang
berbentuk bulat lonjong ujungnya meruncing, sedangkan
yang berbentuk bulat, ujungnya tumpul. Daun memiliki
tulang-tulang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang
dan licin. Lapisan atas daun terdiri atas lapisan palisade
parenchyma dan spongy parenchyma pada bagian bawah.
Jumlah daun dalam satu tanaman sekitar 28 - 32 helai.

D.    Syarat tumbuh

1.      Iklim

Tanaman tembakau pada umumnya tidak menghendaki iklim


yang kering ataupun iklim yang sangat basah. Angin kencang
yang sering melanda lokasi tanaman tembakau dapat merusak
tanaman (tanaman roboh) dan juga berpengaruh terhadap
mengering dan mengerasnya tanah yang dapat menyebabkan
berkurangnya kandungan oksigen di dalam tanah. Untuk tanaman
tembakau dataran rendah, curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun,
sedangkan untuk tembakau dataran tinggi, curah hujan rata-rata
1.500-3.500 mm/tahun.

Penyinaran cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan


pertumbuhan tanaman kurang baik sehingga produktivitasnya
rendah. Oleh karena itu lokasi untuk tanaman tembakau
sebaiknya dipilih di tempat terbuka dan waktu tanam disesuaikan
dengan jenisnya. Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan
tanaman tembakau berkisar antara 21-32,30 ˚C.

2.      Tanah

Tanah gembur, remah, mudah mengikat air, memiliki tata air dan
udara yang baik sehingga dapat meningkatkan drainase,
ketinggian antara 200-3.000 mdpl. Tanaman tembakau dapat
tumbuh pada dataran rendah ataupun di dataran tinggi
bergantung pada varietasnya. Ketinggian tempat yang paling
cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah 0 - 900
mdpl.

E.     Teknik Budidaya

Kegiatan teknik budidaya tembakau meliputi beberapa jenis


kegiatan dengan urutan sebagai berikut.

a.       Pembibitan, yaitu kegiatan untuk menyiapkan bahan


pertanaman.

b.      Pengolahan tanah merupakan kegiatan untuk menyiapkan


media tumbuh tanaman tembakau.

c.       Penanaman yang meliputi pengaturan jarak tanam,


pembuatan lubang tanam dan penanaman.

d.      Pemeliharaan tanaman yang meliputi penyiraman,


penyiangan (pengendalian gulma dan penggemburan),
pengendalian hama dan penyakit, pemupukan dan pewiwilan.

e.       Panen dan penanganan lepas panen hingga hasil


tembakau dipasarkan.
Dalam teknologi budidaya tembakau terdapat beberapa yang
spesifik sesuai karakteristik tanaman tembakau. Teknologi
budidaya tersebut secara lengkap disajikan dalam uraian berikut:

a.       Pembibitan/Pemuliaan

Langkah pertama dalam pembibitan adalah mengadakan benih


yang bermutu dari varietas unggul. Benih yang bermutu dan
varietas unggul dapat menentukan hasil tembakau. Varietas
unggul tembakau dapat diperoleh dari tetua-tetua yang memiliki
sifat-sifat yang unggul.

Dengan telah lamanya pengembangan tembakau di Indonesia


(1860), (de Jonge, 1989) maka diperkirakan Indonesia telah
memiliki plasma nutfah yang besar sebagai sumber genetik untuk
melakukan pemuliaan tanaman. Kelemahan-kelemahan varietas
yang ada terhadap lingkungan marginal seperti hama dan
penyakit, kekeringan, kemiskinan unsur hara dan kemasaman
tanah dapat diatasi dengan memberdayakan berbagai ragam
genetik dalam plasma nutfah yang ada. Seperti yang telah
dilakukan oleh Balitas Malang telah mengidentifikasi varietas atau
galur yang tahan beberapa hama dan penyakit tanaman
tembakau, seperti tertera pada tabel berikut.

Varietas/Galur Tembakau yang Tahan terhadap Penyakit


Utama

Penyakit
Nama
No
Varietas/Galur Layu
Lanas Nematoda TMV
Bakteri

1 San 9 ST ST R R

2 San 8 ST ST T T
3 San 3 T T - -

Keterangan ST = Sangat Tahan; T = Tahan; M = Moderat; R =


Rentan

Pemuliaan tanaman tembakau juga dapat digunakan untuk


menghasilkan daun tembakau bernikotin rendah sehingga dapat
memenuhi peraturan pemerintah No. 81 tahun 1999. Pada
prinsipnya pembibitan tembakau dapat dilakukan secara
bedengan dengan hasil bibit tembakau cabutan atau
sistem polybag dengan hasil bibit dalam polybag. Kegiatan
pembibitan tembakau terdiri dari persiapan benih, pemilihan
tempat pembibitan, pembuatan bedengan, penaburan benih,
pemeliharaan, seleksi dan pemindahan bibit.

b) Benih

Benih tembakau sangat kecil dengan indeks biji 50 – 80 mg/1 000


biji atau setiap gram mengandung 13.000 butir benih, dengan
demikian untuk dapat menyebar secara merata di atas bedengan
tidak dapat disebarkan secara langsung. Benih yang digunakan
untuk pembibitan harus dipersiapkan dari areal khusus
pembibitan dan diseleksi secara tepat. Benih harus memiliki daya
kecambah lebih dari 80 %.

Benih merupakan sarana produksi yang menentukan hasil


tembakau karena setiap benih memiliki sifat genetik dan
morfofisiologis yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman. Benih haruslah memiliki kemurnian yang tinggi tidak
tercampur benih rusak, kotoran ataupun biji gulma, daya
kecambah di atas 80 % dan bebas hama dan penyakit. Dengan
demikian untuk pengadaan benih harus diseleksi dari pohon
induk ataupun proses pemuliaan yang benar serta teknologi
produksi benih yang memenuhi standar sehingga diperoleh benih
unggul dan bermutu.
Untuk pengadaan benih tersebut diperlukan sarana prasarana
yang memadai serta sumber daya manusia yang memahami
pemuliaan dan produksi benih. Untuk itu pengadaan benih
haruslah dikelola secara profesional baik oleh instansi terkait
(seperti Balitas Malang dan Badan Penangkar Benih) dan swasta
yang berkecimpung dalam industri tembakau. Contohnya adalah
petani tembakau binaan PT. BAT Indonesia Tbk memperoleh
benih yang dihasilkan secara standar produksi benih oleh PT.
BAT Indonesia Tbk di Bali. Hasil dari benih ini adalah :
keseragaman tanaman, vigor tanaman tinggi yang diawali oleh
daya kecambah yang tinggi. Sedangkan contoh kasus petani
Temanggung yang menggunakan benih hasil panen sendiri
terdapat banyak kelemahan seperti daya kecambah serta
produksi yang rendah.

c) Persemaian Bedenga

Kegiatan pertama adalah pemilihan lahan untuk pembibitan


dengan kriteria : dekat dengan

areal pertanian, dekat dengan sumber air, tanahnya gembur


subur dan mudah diolah, lahan terbuka terhadap sinar matahari,
bebas dari tanaman famili Solanaseae pada pertanaman
sebelumnya dan bebas dari gangguan hewan peliharaan.

1)  Pengolahan Tanah Persemaian Bedengan

Dilakukan 30 – 35 hari sebelum penaburan benih. Pengolahan


tanah ini harus sudah dilakukan 70 – 80 hari sebelum tanam agar
bibit siap salur pada waktu tanam, karena umur bibit tembakau
siap salur adalah 40 – 45 hari. Pengolahan tanah terdiri dari
pembajakan I dan pembajakan II dengan interval 1 sampai 2
minggu dan dengan kedalaman bajak 30 – 40 cm. Bedengan
dibentuk dengan arah timur barat yang berukuran lebar 1 m
panjang 5 m tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 75 – 100 cm.
2) Penaburan Benih

Dilakukan setelah bedengan semai siap tanam. Sebelum


penaburan benih dilakukan pemupukan dasar dengan dosis 0,5 –
1 kg pupuk NPK/m2, 3 sampai 4 hari sebelum sebar. Benih
tembakau dapat disebar di bedengan dengan perendaman atau
tanpa rendaman sebelumnya. Perendaman benih dapat dilakukan
selama 48 jam sebelum sebar. Penaburan benih dapat dilakukan
dengan gembor berisi air ditambah sabun sebagai pendispersi
agar benih tidak mengumpul. Penyebaran benih tanpa
perendaman dapat dilakukan dengan mencampur benih dengan
abu atau pasir halus agar merata.

3) Penaungan

Pembibitan perlu diberi naungan untuk melindungi benih dari


cahaya matahari konstruksi atap naungan terbuat dari bambu
berbentuk setengah lingkaran memanjang sepanjang bedengan.
Naungan dapat digunakan plastik Polyetilen berukuran 5,2 m x
1,2 m x 0,5 m. Plastik Polyotilen (atap) dapat dibuka dari pukul
07.00 sampai 10.30 pada saat bibit berumur 15 – 20 hari, pukul
07.00 – 12.00 pada saat umur bibit 20 – 28 hari dan satu hari
penuh setelah umur bibit 28 hari. Di atas benih perlu dihamparkan
mulsa dari potongan jerami berukuran ± 25 cm. Mulsa tersebut
berfungsi untuk mencegah benih berpindah pada saat
penyiraman atau saat hujan, melindungi kecambah dari matahari
dan mengurangi penguapan serta mencegah kerusakan
permukaan bedengan.

4) Pemeliharaan pembibitan

Meliputi penyiraman, pemupukan, pengaturan naungan,


penjarangan mulsa, penyiangan, penjarangan tanaman,
pengendalian hama dan penyakit dan seleksi bibit. Penyiraman
pada pembibitan harus dilakukan secara intensif untuk
memperoleh pertumbuhan bibit yang baik. Waktu dan volume
penyiraman pada pembibitan seperti tertera pada tabel berikut.

Waktu dan Volume Penyiraman pada Pembibitan Tembakau

Waktu Penyiraman
No Frekuensi Volume (l/m2)
(HSS)

1 0–7 3 – 4 kali/hari 4.2 – 5.6

2 7 – 20 2 – 3 kali/hari 2.8 – 4.2

3 20 – 30 1 – 2 kali/hari 1.4 – 2.8

4 30 – 35 1 kali/minggu 1.5

Keterangan : HSS = Hari Setelah Sebar 


Sumber : Standar kultur Teknis PT. BAT Indonesia Klaten

5) Pemupukan bedengan semai

Dilakukan 3-4 hari sebelum penaburan benih. Dosis pemupukan


adalah 35 g ZA, 100 g SP-36 dan 20 g ZK per m2 bedengan.
Atau dapat digunakan pupuk majemuk NPK dengan dosis 0.1 – 1
kg/m2 bedengan. Pupuk ditabur merata di atas bedengan dan
dicampur dengan lapisan tanah atas.

6) Hama dan penyakit

Yang sering menyerang pembibitan adalah ulat daun, ulat pucuk,


ulat tanah dan penyakit rebah kecambah Phytium spp. Contoh
jadwal penyemprotan insektisida dan fungisida pada pembibitan
tembakau seperti tersaji pada tabel berikut.

Jadwal Penyemprotan Insektisida dan Fungisida di


Pembibitan Tembakau

Umur BibitVolume
No Insektisida Fungisida
(hari) Air (l/ha)

1 14 500 Fastac atau Decis Benlate

2 17 500 Fastac atau Decis Benlate

3 20 500 Fastac atau Decis Topsin atau Orthocide

4 23 600 Fastac atau Decis Topsin atau Orthocide

5 26 600 Azodrine atau Gusadrin Topsin atau Orthocide

6 29 700 Fastac atau Decis Benlate

7 32 800 Fastac atau Decis Topsin atau Orthocide

8 36 900 Azodrine Topsin atau Orthocide

9 38 1000 Azodrine Benlate

10 41 1500 Fastac/Decis/Gusadrin Benlate

Sumber : Arsip Kebun Wedi Birit, (1998)

7) Penjarangan bibit (reseting)

Perlu dilakukan untuk menghindari kelembaban yang berlebihan


karena bibit terlalu padat yang dapat menimbulkan serangan
penyakit rebah kecambah atau lanas. Disamping itu penjarangan
juga diperlukan agar bibit tidak mengalami etiolasi dan tidak
terjadi persaingan unsur hara sehingga bibit tumbuh dengan vigor
seragam. Reseting dilakukan pada umur 21 hari.

8) Seleksi bibit

Dilakukan tiga kali yaitu pada umur 10 – 13 hari, 20 – 23 hari dan


33 hari. Bibit siap salur memiliki kriteria umur 38 – 40 hari, tinggi
bibit 10 – 12 cm, diameter batang 0,8 – 1 cm, jumlah daun 5 -6
lembar, warna daun hijau dan tanaman sehat. Pencabutan bibit
dilakukan pada pagi atau sore hari dengan menyiram bedengan
sebelumnya. Pencabutan dilakukan dengan menyatukan daun
yang telah sempurna.

d) Pembibitan Sistem Polybag

Kelebihan utama dari sistem ini adalah mengurangi kerusakan


akar pada saat pemindahan bibit, mengurangi tingkat kematian
bibit, menghilangkan stagnasi dan menyeragamkan pertumbuhan
bibit. Dengan demikian penyulaman dapat ditekan hingga tingkat
nol. Cara pembibitan dengan sistem polybag pada awalnya sama
seperti sistem bedengan, hanya setelah umur bibit 21 hari bibit
dipindahkan ke polybag. Media bibit sistem polybag terdiri dari
tanah dicampur dengan pupuk kandang dan pasir dengan
perbandingan : a) pada tanah berat 5 : 3 : 2, b) pada tanah
sedang 5 : 2 : 2 dan c) pada tanah ringan 5 : 3 : 1. Disamping itu
media dicampur dengan pupuk NPK dengan dosis 1,5 – 2 kg
pupuk NPK setiap 1 m3 tanah. Ukuran plastik media adalah
panjang 110 cm dan diameter 110 cm. Tanah media dimasukkan
ke dalam plastik polybag. Tanah media tersebut sebelumnya
disterilisasi dengan metode solarisasi selama 14 – 20 hari.
Selanjutnya bibit yang telah berumur 3 minggu (21 HSS)
dipindahkan ke polybag dan dilakukan penyiraman seperti pada
pembibitan bedengan. Pemeliharaan dan kriteria salur seperti
pada pembibitan bedengan, hanya pada
pembibitan polybag telah dilakukan seleksi bibit dan pengaturan
jarak tanam.

      e) Pembuatan Lubang Tanam dan Cara Penanaman

Apabila diinginkan daun yang tipis dan halus maka jarak tanam
harus rapat, sekitar 90 x 70 cm. Tembakau Madura ditanam
dengan jarak 60 x 50 cm yang penanamannya dilakukan dalam
dua baris tanaman setiap gulud. Jenis tembakau rakyat/rajangan
umumnya ditanam dengan jarak tanam 90 x 90 cm dan
penanamannya dilakukan satu baris tanaman setiap gulud, dan
jarak antar gulud 90 cm atau 120 x 50 cm. Cara penanaman yang
dilakukan yaitu dengan membasahi dan sobek polibag lalu
benamkan bibit sedalam leher akar Waktu tanam pada pagi hari
atau sore hari

F.     Pemeliharaan Tanaman Tembakau

Pemeliharaan tanaman tembakau dapat dijabarkan sebagai


berikut:

1.      Pengangiran/Pembumbunan

Pendangiran dimaksudkan untuk memperbaiki susunan udara


tanah, memudahkan perembesan air, mengendalikan gulma dan
memperbaiki guludan. Pendangiran dilakukan secara hati-hati
agar tidak merusak akar tanaman yang berada pada kedalaman
30 cm – 40 cm di dalam tanah. Pendangiran dilakukan 3 – 4 kali
tergantung pada kondisi tanah pada lahan dan gulma. Pada
tanaman tembakau ceretu Vorstenlanden di bawah naungan
misalnya pendangiran dilakukan 3 kali pada umur 7 – 10 hari
setelah tanam (HST), 20 – 22 HST dan 30 – 35 HST.
Pendangiran pada tanaman tembakau virginia PT. BAT di Klaten
misalnya melakukan pendangiran sebanyak 4 kali yaitu pada 1
sampai 14 HST 30 – 35 HST, 45 – 55 HST dan 80 – 85 HST.
Pendangiran umumnya dilakukan setelah pengairan.

2.      Pemupukan

Pemupukan pada tanaman tembakau ditujukan untuk memenuhi


unsur hara sehingga tanaman dapat menghasilkan krosok yang
tinggi baik jumlah maupun kualitasnya. Untuk menghasilkan
2.000 kg krosok/ha tanaman tembakau menyerap unsur hara
seperti tertera pada tabel berikut.

Jumlah Unsur Hara yang Terserap Oleh Tanaman Tembakau


untuk Menghasilkan 2.000 kg krosok/ha

 
Unsur Hara Tanaman Kg/ha
 
N 70  
P 12
 
K 80  
Ca 55
 
Mg 22  
S 18
 
B 0,07  
Mn 0,7
 
Fe Sedikit  
Zn Sedikit
 
Cu 0,04  
Mo Sedikit
 
Sumber : McCants dan Woltz (1967)

Dosis pupuk yang diterapkan sangat beragam tergantung pada


tanah teknologi, jenis tembakau dan kemampuan pendanaan.
Beberapa contoh dosis pupuk yang diterapkan untuk tanaman
tembakau sebagai berikut :

1. Tembakau Virginia PT. BAT Klaten : 76,5 kg N/ha, 82,5 kg


P2O5/ha dan 217 kg K2O/ha.
2. Tembakau Cerutu Vorstenlanden PT. Perkebunan
Nusantara X Klaten : 400 kg SP36/ha, 550 KNO3/ha, 700 kg
CaS/ha. Pupuk tersebut diberikan 3 kali (starter, pemupukan
I dan pemupukan II) dalam bentuk cair. Pupuk Starter terdiri
dari SP36 dan KNO3 masing-masing dengan dosis 400 dan
200 kg/ha. Pemupukan I terdiri dari CaS dan CaCO3
masing-masing dengan dosis 350 dan 200 kg/ha serta
pemupukan II 350 CaS/ha dan 150 KNO3/ha. Konsentrasi
SP36 dalam larutan adalah 0,25 kg/ha, KNO3 pada starter
0,125 kg/liter CaS dan KNO3 pada pemupukan I masing-
masing 0,22 dan 0,125 kg/liter, sedang untuk pemupukan II
0,22 kg/liter CaS dan 0,09 kg/liter KNO3.
3. Tembakau Burley PT. BAT Indonesia, Bondowoso Jawa
Timur seperti terlihat pada tabel berikut.

Aplikasi Pemupukan Tembakau Burley PT BAT dengan Populasi


Tanaman 15.00 pohon/ha

Jenis Pupuk Kandungan Kg/ha Aplikasi/ha


N P K N P K

Fertila 8 15 19 600 48 90 114

ZA 21 - - 350 73.5 - -

SP 36 - 36 - 100 - 36 -

KNO3 12 - 45 150 19.5 - 67.5

Total Kebutuhan 141 126 181.5

Keterangan : Fertila (8-15-19), ZA (2-0-0), SP36 (0-36-0), dan


KNO3 (13-0-45).

1. Tembakau cerutu Besuki NO PT Perkebunan Nusantara XI :


3 gram TSP/tanaman dan 5 gram KNO3 /tanaman sebelum
tanam, 15 gram K2SO4 /tanaman pada 15 HST dan 3 gram
urea/tanaman pada 5 HST.
2. Tembakau Rajangan Temanggung : Pemupukan yang
diterapkan petani : 600 kg ZA, 100 kg TSP dan pupuk
kandang sekitar 17-22,5 ton/ha.
3. Tembakau Madura : 200 kg ZA/ha, 100 – 120 kg SP36/ha
dan 5 ton pupuk kandang/ha. 

3.      Pemangkasan

Pada tanaman tembakau dikenal 2 macam pemangkasan yaitu :


topping (pangkas pucuk) dan suckering atau pembuangan tunas
samping (wiwil). Pangkas pucuk maupun wiwil pada tanaman
tembakau bertujuan untuk menghentikan pengangkutan bahan
makanan ke mahkota bunga atau kekuncup tunas sehingga hasil
foto sintesis dapat terakumulasi pada daun sehingga diperoleh
produksi krosok dan kualitasnya yang tinggi. Pangkas pucuk dan
wiwil biasanya dilakukan secara manual. Pangkasan pucuk
dilakukan pada saat button stage atau saat daun berjumlah 20
helai di atas daun bibit. Pangkasan wiwil dilakukan 3 sampai 5
hari sekali pada saat panjang tunas samping sekitar 7 cm. Wiwil
dilakukan sampai panen berakhir. Pangkasan wiwil saat ini sudah
dapat dilakukan dengan bahan kimia (sucrisida) Hyline 715.
Penggunaan sucrisida memberikan hasil yang lebih baik.

4.      Pengairan dan Penyiraman

Pengairan diberikan 7 HST = 1-2 lt air/tanaman, umur 7-25 HST =


3-4 lt/tanaman, umur 25-30 HST = 4 lt/tanaman. Pada umur 45
HST = 5 lt/tanaman setiap 3 hari. Pada umur 65 HST penyiraman
dihentikan, kecuali bila cuaca sangat kering.

5.      Pengendalian Hama dan Penyakit

a)      Hama

1.      Ulat Grayak (Spodoptera litura) Gejala : berupa lubang-


lubang tidak beraturan dan berwarna putih pada luka bekas
gigitan. Pengendalian: Pangkas dan bakar sarang telur dan ulat,
penggenangan sesaat pada pagi/sore hari, semprot.

2.      Ulat Tanah (Agrotis ypsilon) Gejala : daun terserang


berlubang-lubang terutama daun muda sehingga tangkai daun
rebah. Pengendalian: pangkas daun sarang telur/ulat,
penggenangan sesaat, semprot.

3.      Ulat penggerek pucuk (Heliothis sp.) Gejala: daun pucuk


tanaman terserang berlubang-lubang dan habis. Pengendalian:
kumpulkan dan musnah telur / ulat, sanitasi kebun, semprot.

4.      Nematoda (Meloydogyne sp.) Gejala : bagian akar tanaman


tampak bisul-bisul bulat, tanaman kerdil, layu, daun berguguran
dan akhirnya mati. Pengendalian: antara lain sanitasi kebun.
5.      Kutu - kutuan (Aphis Sp, Thrips sp, Bemisia sp.) pembawa
penyakit yang disebabkan virus. Pengendalian: predator
Koksinelid, Natural BVR.

6.      Hama lainnya Gangsir (Gryllus mitratus) ,


jangkrik (Brachytrypes portentosus), orong-orong (Gryllotalpa
africana), semut geni (Solenopsis geminata), belalang
banci (Engytarus tenuis).

b)      Penyakit

1)      Hangus batang (damping off ) Penyebab : jamur


Rhizoctonia solani. Gejala: batang tanaman yang terinfeksi akan
mengering dan berwarna coklat sampai hitam seperti terbakar.
Pengendalian: cabut tanaman yang terserang dan bakar.

2)      Lanas, penyebab : Phytophora parasitica var. nicotinae.


Gejala: timbul bercak-bercak pada daun berwarna kelabu yang
akan meluas, pada batang, terserang akan lemas dan
menggantung lalu layu dan mati. Pengendalian: cabut tanaman
yang terserang dan bakar.

3)      Patik daun, penyebab : jamur Cercospora nicotianae.


Gejala: di atas daun terdapat bercak bulat putih hingga coklat,
bagian daun yang terserang menjadi rapuh dan mudah robek.
Pengendalian: desinfeksi bibit, renggangkan jarak tanam, olah
tanah intensif, gunakan air bersih, bongkar dan bakar tanaman
terserang.

4)      Bercak coklat, penyebab : jamur Alternaria longipes. Gejala:


timbul bercak-bercak coklat, selain tanaman dewasa penyakit ini
juga menyerang tanaman di persemaian. Jamur juga menyerang
batang dan biji. Pengendalian: mencabut dan membakar tanaman
yang terserang.
5)      Busuk daun, penyebab : bakteri Sclerotium rolfsii. Gejala:
mirip dengan lanas namun daun membusuk, akarnya bila diteliti
diselubungi oleh massa cendawan. Pengendalian: cabut dan
bakar tanaman terserang.

6)      Penyakit virus, penyebab: virus mozaik (Tobacco Virus


Mozaic, (TVM), Kerupuk (Krul), Pseudomozaik, Marmer, Mozaik
ketimun (Cucumber Mozaic Virus). Gejala: pertumbuhan tanaman
menjadi lambat. Pengendalian: menjaga sanitasi kebun, tanaman
yang terinfeksi di cabut dan dibakar.

Catatan : Jika pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida


alami belum mengatasi, dapat    digunakan pestisida kimia sesuai
anjuran. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan
tidak mudah hilang oleh air hujan bisa ditambahkan Perekat
Perata.

G.    Panen dan Pasca Panen Komoditi Tembakau

Waktu panen dan cara penanganan pasca panen tembakau


sangat tergantung pada jenis tembakaunya. Berikut diuraikan
pemanenan dan penanganan pasca panen beberapa jenis
tembakau yang diusahakan di Indonesia.

1)      Tembakau Burley Sadana arifnusa

2)      Umur Panen

Kriteria waktu panen tembakau dapat dilihat dari gejala tingkat


kematangan daun di pohon sebagai berikut :

ü  Daun bawah (3-4 lembar) mendekati kehijau-hijauan dan


gagangnya keputih-putihan.

ü  Daun tengah (4-6 lembar) berwarna “kuning kenanga”.


ü  Daun atas (6-9 lembar) dan daun pucuk (4-7 lembar) telah
matang benar.

3)       Cara Pemetikan

Pemetikan daun tembakau Burley dilakukan dengan dua cara


yaitu petik biasa (reaping) dan tebang batang (stalk cutting).
Reaping dilakukan dengan memetik daun-daunya saja,
sedangkan stalk cutting dilakukan dengan menebang batang
tembakau beserta daunnya tepat pada pangkal batang.         

Untuk mendapatkan hasil yang tinggi tembakau burley biasanya


diperlakukan reaping paling banyak dua kali dan selanjutnya stalk
cutting. Pemetikan pertama daun tembakau Burley dilakukan
pada saat tanaman berumur 65-70 hari, dengan jumlah daun
yang dipetik 2-3 lembar. Stalk cutting dilakukan apabila daun
pucuk kelihatan sudah cukup tua (berwarna kuning) dengan umur
tanaman 90-100 HST.

Gambar : pemetikan tembakau

Saat pemetikan (pagi, siang dan sore) berpengaruh terhadap


kualitas daun tembakau. Saat pemetikan tembakau burley yang
baik adalah pada pagi hari.

4)      Sortasi Pendahuluan

Sortasi pendahuluan dilakukan terhadap daun hijau tembakau


Burley untuk memisahkan daun yang agak muda (immature),
daun kurang tua (unripe), daun tua (ripe) dan daun yang rusak.
Sortasi ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan proses
pengeringan, memudahkan grading setelah pengeringan,
memudahkan penentuan harga jual dan memudahkan
pemasaran.

5)      Pengeringan (Curing)
Pengeringan tembakau oven pada prinsipnya menggunakan
sistem air curing. Tembakau dikeringkan di dalam Los dengan
tinggi bangunan sekitar 12 m. Pada bagian atap dan dinding
terdapat jendela yang berfungsi untuk mengatur kelembaban
udara di dalamnya. Pada malam hari bila kelembaban udara
terlalu tinggi, jendela ditutup dan dilakukan pengomprongan
(pengeringan buatan dengan bahan sekam, kayu, atau briket
batubara). Pada siang hari jendela dibuka agar kelembaban
dalam ruang pengering tersebut turun. 1 Los (bangunan
pengering) terdiri dari 30 kamar yang mampu menampung 2.100
dolok (1 dolok terdiri dari 50 lembar daun). Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dalam Los pengering adalah sortasi, sunduk,
pendolokan dan penyusunan daun, penaikan dan pelolosan.
Pengeringan dilakukan selama ± 9 hari sampai diperoleh krosok
yang baik.

Setelah pengeringan dilakukan fermentasi yaitu proses biokimiawi


yang melibatkan sejumlah enzim yang terdapat dalam krosok
terhadap sulfat atau senyawa protein dan polisakarida. Dalam
proses fermentasi terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan berat 6-18 %, pembebasan tanah, penyerapan udara,
pembebasan CO2, Pembebasan NH3 dan penurunan kadar air
14-20 %. Fermentasi juga menyebabkan terbentuknya aroma,
warna krosok menjadi lebih gelap dan merata serta teksturnya
lebih halus. Setelah fermentasi krosok kemudian disusun dalam
tumpukan atau stapel berukuran 4 m x 5 m dengan berat 2-2,5
ton. Stapel kemudian ditutup rapat sampai suhunya mencapai
42–430C. Selanjutnya krosok dipak dalam satu bal dengan berat
80 kg dengan ukuran panjang 100 cm lebar 70 cm dan tinggi 22
cm. Untuk penyimpanan di gudang dilakukan fumigasi untuk
mencegah serangan serangga gudang dengan insektisida
Phostoxin dengan dosis 0,75 tablet/m3 setiap 40 hari sekali.

Sortir daun berdasarkan kualitas warna daun yaitu:


a.       Trash (apkiran): warna daun hitam

b.      Slick (licin/mulus): warna daun kuning muda

c.       Less slick (kurang liciin): warna daun kuning (seperti warna


buah jeruk lemon)

d.      More grany side (sedikit kasar) : warna daun antara kuning-


orange

Pengepekan daun yang sudah sortir

Pengepekan biasanya dilakukan pada pagi hari dari jam 7.00


sampai dengan 10.00 sama malam hari dari jam 7. 00 sampai
dengan 10.00 dan biasanya dalam satu bal baratnya sampai
60/70 kg.

Anda mungkin juga menyukai