SKRIPSI
OLEH :
SKRIPSI
Oleh
DIANA PIMA NASUTION
040301017
BDP – AGR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
Mengetahui,
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
ABSTRACT
This research is proposed to find out the influenced of row space system and method
of weeding on growth and production of maize (Zea mays L.), DK3 variety. The
research was held in Namo Rambe Village, started from Juni 2008 until September
2008. The design use Separated Design Frame with 2 aspects. The first aspect as a
mainframe is row space system consist of three stages, those are single row
(25 cm x 60 cm), double row (25 cm x 25 cm x 60 cm) and triangle row ( 25 cm x
25 cm x 25 cm). The second factor as subordinate frame is the method of weeding
consist of five (5) method , without weeding, clean weeding, manual weeding,
chemist weeding with glifosat and chemist weeding with paraquat. Row space
system perform real effects to plant height 8 MST, production per plant, percentage
of plant with two ears per plot, and production per hectare, but not gave any
influenced to plan height 2, 4, and 6 MST, amount of chlorofil, 100 grain weight,
harvest indeks, percentage of maize damage, and percentage of maize heal. The
method of weeding really influenced on plant height 4, 6 and 8 MST old, age of
tasseling, 100 grain weight, production per plant, percentage of plant with two ears
per plot, and production perhectare, but not influenced on plant height 2 MST,
amount of chlorofil, harvest indeks, percentage of maize damage and percentage of
maize heal. The interaction between row space system with method of weeding give
real effect on percentage of plant with two ears per plot and production per plant, but
do not give real effect on plant height 2, 4, 6 and 8 MST, amount of chlorofil, age of
tasseling, 100 grain weight, production per plant, production per hectare, harvest
index, percentage of maize damage and percentage of maize heal.
Keywords: row space system, method of weeding, maize..
i
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem jarak tanam dan Metode
pengendalian gulma terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung
(Zea mays L.) varietas DK3. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Namo Rambe, dimulai
pada bulan Juni 2008 dan selesai pada bulan September 2008. Rancangan yang
digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor
pertama sebagai petak utama adalah sistem jarak tanam terdiri dari 3 taraf yaitu satu
baris (25 cm x 60 cm), dua baris (25 cm x 25 cm x 60 cm) dan baris segitiga (25 cm x
25 cm x 25 cm). Faktor kedua sebagai anak petak adalah metode pengendalian gulma
terdiri dari 5 taraf, yaitu tanpa penyiangan, bebas gulma, pengendalian manual,
pengendalian kimia dengan disemprot paraquat, dan pengendalian kimia dengan
disemprot glifosat. Sistem Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 8
MST, produksi per tanaman, persentase jumlah tanaman bertongkol dua per tanaman,
dan produksi per hektar, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman 2, 4,
dan 6 MST, jumlah klorofil, umur berbunga, bobot 100 biji, nilai indeks panen,
persentase kerusakan tanaman jagung dan persentase pemulihan tanaman jagung.
Metode pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4, 6, dan 8
MST, umur berbunga, bobot 100 biji, produksi per tanaman, persentase jumlah tanaman
bertongkol dua per plot, dan produksi per hektar, tetapi berpengaruh tidak nyata
terhadap tinggi tanaman 2 MST, jumlah klorofil, nilai indeks panen, persentase
kerusakan tanaman jagung dan persentase pemulihan tanaman jagung. Interaksi antara
sistem jarak tanam dengan metode pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap
persentase jumlah tanaman bertongkol dua per plot dan produksi per hektar, tetapi tidak
nyata terhadap tinggi tanaman 2, 4, 6 dan 8 MST, jumlah klorofil, umur berbunga, bobot
100 biji, produksi per tanaman, persentase kerusakan tanaman jagung dan persentase
pemulihan tanaman jagung.
ii
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
RIWAYAT HIDUP
Provinsi Sumatera Utara, anak ke-2 dari 5 bersaudara, puteri dari ayahanda
Adapun pendidikan yang pernah ditempuh hingga saat ini adalah Pendidikan
Pertama di SLTP Swasta Al-Azhar Medan lulus tahun 2001, Pendidikan Menengah
Atas di SMU Negeri 1 Medan lulus tahun 2004 dan terdaftar sebagai mahasiswa
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2004 melalui
Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) periode Juni 2007 sampai Juli
Simalungun.
iii
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
Sistem Jarak Tanam dan Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3” yang merupakan salah satu syarat untuk
Utara, Medan.
Penelitian dan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adaya bantuan
kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang telah memberi dukungan serta motivasi baik
materil maupun spiritual. Kepada ayah dan mama penulis menyampaikan rasa
2. Bapak Ir. Edison Purba, Ph.D sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan
Ibu Hj. Ir. Sabar Ginting, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah
iv
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
3. Kepada Kakak Timah, Andi, Efrida, dan Dewi serta Danil dan Susi yang telah
4. Kepada teman-teman: Ophi, Sylvia, Toto, Gugun, Benget, Dinan, Papao, Wulan,
Imong, Ati, Ani, Lia, Mono, Sony, Penger, Mamang, Difa, Eko dan seluruh
keluarga besar HIMADITA atas semangat, doa, motivasi, dan rasa kekeluargaan
skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
Penulis
v
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
ABSTRACT ..............................................................................................i
ABSTRAK ................................................................................................ii
RIWAYAT HIDUP...................................................................................iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..............................................................................1
Tujuan Percobaan..........................................................................2
Hipotesa Percobaan .......................................................................3
Kegunaan Percobaan .....................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Jarak Tanam ......................................................................4
Kompetisi .....................................................................................6
Pengendalian Gulma .....................................................................8
Herbisida.......................................................................................10
PELAKSANAAN PERCOBAAN
Persiapan Lahan ............................................................................16
Penanaman ....................................................................................16
Pemeliharaan.................................................................................17
Penyulaman ..........................................................................17
Pemupukan...........................................................................17
Penyiraman ..........................................................................17
Pengendalian Gulma .............................................................17
Pengendalian Hama dan Penyakit .........................................18
Panen .............................................................................................18
Pengeringan dan Pemipilan...................................................18
Pengamatan Parameter ..................................................................18
Tinggi Tanaman ...................................................................18
Jumlah Klorofil Daun Jagung ...............................................19
Umur Berbunga ....................................................................19
Persentase Jumlah Tanaman Bertongkol Dua Perplot............19
Bobot 100 Biji ......................................................................19
Nilai Indeks Panen................................................................19
Produksi per Tanaman ..........................................................19
Produksi per Hektar ..............................................................20
Persentase Kerusakan Tanaman Jagung ................................20
Persentase Pemulihan Tanaman Jagung ................................20
Gulma dalam Barisan ...........................................................21
Gulma antar Barisan .............................................................21
Bobot Kering Gulma dalam Barisan .....................................21
Bobot Kering Gulma antar Barisan .......................................22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
viii
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
9 Rataan Pengaruh Sistem Jarak Tanam dan Metode
Pengendalian Gulma Terhadap Persentase Kerusakan
Tanaman Jagung…………………………………………. 35
ix
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
xi
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
11 Data Pengamatan Umur Berbunga………………………. 64
xii
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
31 Data Pengamatan Gulma Antar Barisan (Setelah
Perlakuan)…………………………………………………. 76
xiii
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
xiv
Diana Pima Nasution : Pengaruh Sistem Jarak Tanam Dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3, 2009.
USU Repository © 2009
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu,
jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya.
2007 sebesar 13.279.794 ton pipilan kering atau naik sebesar 14,38% dibandingkan
dengan produksi tahun 2006. Kenaikan produksi jagung terutama disebabkan oleh
adanya perubahan varietas yang ditanam petani dari varietas lokal ke varietas
hibrida. Banyak jagung hibrida yang telah dikeluarkan dan salah satunya jagung
varietas ini bisa membawa dampak positif terhadap peningkatan hasil panen petani
jagung. Sesuai dengan hasil yang diperlihatkan dari demplot di Keltan Pantai
Camin, yang mampu meningkatkan hasil panen dari 6 ton perhektar pada benih
sistem jarak tanam. Sistem jarak tanam yang umum digunakan adalah satu baris, dan
seiring peningkatan permintaan jagung maka mulai diterapkan pertanaman dua baris
karena mampu memberikan hasil yang lebih besar (Stalcup, 2008). Baris segitiga
juga menjadi perhatian petani untuk meningkatkan produksi per satuan lahan.
2
Populasi yang lebih banyak pada baris segitiga meningkatkan produksi berkisar
8,98% dibandingkan satu baris dan 4,59% dengan dua baris (Cox et al, 2006)
dalam budidaya jagung. Kehadiran gulma dapat secara nyata menekan pertumbuhan
dan produksi karena menjadi pesaing dalam memperebutkan unsur hara serta
memakai mulsa, musuh alami, rotasi tanaman dan penyemprotan herbisida (Fadhly
kekurangan, namun yang sering dilakukan para petani jagung adalah dengan
mekanis serta penggunaan herbisida. Akan tetapi, tidak diketahui secara pasti
berjudul pengaruh sistem jarak tanam dan metode pengendalian gulma terhadap
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh sistem jarak tanam tanam terhadap pertumbuhan dan produksi
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Produsen jagung terus mencari metode yang dapat meningkatkan hasil lahan,
sebagai akibat kerapatan tanaman ataupun jarak tanam masih menjadi perhatian
selama beberapa dekade. Dengan penambahan kerapatan, maka jarak tanam menjadi
tanaman. Hal ini berkaitan dengan penyerapan sinar matahari dan penyerapan unsur
tanaman. Tanaman dengan jarak yang lebih sempit mendapatkan sinar matahari dan
unsur hara yang cukup karena persaingan antar tanaman lebih kecil. Seperti yang
jarak yang lebih sempit mampu meningkatkan produksi secara nyata. Namun, hasil
yang berbeda didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pedersen and Lauer
dan produksi jagung belum diketahui secara pasti. Menurut Barbieri et al (2000),
faktor iklim mempengaruhi produksi jagung pada jarak tanam yang berbeda.
Dengan curah hujan yang lebih banyak akan menghasilkan produksi jagung lebih
tinggi pada jarak yang lebih sempit. Namun, berbeda halnya oleh Westgate (1997)
5
yaitu jarak tanam tidak memberikan pengaruh pada produksi jagung karena
populasi jagung yang diharapkan mampu meningkatkan produksi per satuan luas
lahan. Kerapatan tanam harus diatur dengan jarak tanam sehingga tidak terjadi
ukuran baik pada seluruh tanaman maupun pada bagian-bagian tertentu (Setyati,
1983). Sehingga perlu diperhatikan ada kemungkinan akan terjadi penurunan hasil
karena produksi per tanaman akan menurun. Jumlah populasi tanaman per hektar
dicapai bila menggunakan jarak tanam yang sesuai. Semakin tinggi tingkat
tanaman dalam hal mendapatkan unsur hara dan cahaya. Liu et al (2004)
Sistem jarak tanam mempengaruhi cahaya, CO2,, angin dan unsur hara yang
diperoleh tanaman sehingga akan berpengaruh pada proses fotosintesa yang pada
produksi jagung (Barri, 2003). Jarak yang lebih sempit mampu meningkatkan
produksi per luas lahan dan jumlah biji namun menurunkan bobot biji
(Maddonni et al, 2006). Sedangkan menurut Liu et al (2004) variasi jarak tanam
berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun, tinggi tanaman, indeks luas daun ,
indeks panen serta jumlah tongkol namun berpengaruh nyata terhadap produksi per
6
peningkatan produksi per lahan secara nyata ditentukan oleh persentase peningkatan
29% pada jarak tanam 90 cm x 25 cm. Besarnya produksi dipengaruhi oleh jumlah
populasi tanaman. Untuk meningkatkan hasil biji tanaman jagung salah satunya
luas. Jarak tanam yang lebih renggang menghasilkan hasil yang lebih besar per
tanaman, namun pada jarak tanam yang lebih sempit sampai batas tertentu akan
persaingan yang nyata antar tanaman jagung sehingga hasilnya lebih besar
Kompetisi
Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar
sesuatu yang secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari. Persaingan
(kompetisi) timbul dari reaksi tanaman pada faktor fisik dan pengaruh faktor yang
berdekatan, tidak akan saling bersaing bila bahan yang diperebutkan jumlahnya
membutuhkan cahaya, nutrisi, air, gas CO2 dan gas lainnya serta ruang. Persyaratan
tumbuh yang sama atau hampir sama bagi gulma dan tanaman dapat mengakibatkan
terjadinya asosiasi gulma di sekitar tanaman budidaya. Gulma yang berasosiasi akan
Gulma dan tanaman saling bersaing dalam menyerap unsur hara terutama
nitrogen, dan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, maka unsur
ini lebih cepat habis terpakai. Gulma menyerap lebih banyak unsur hara daripada
pertanaman. Pada bobot kering yang sama, gulma mengandung kadar nitrogen dua
kali lebih banyak daripada jagung; fosfat 1,5 kali lebih banyak; kalium 3,5 kali lebih
banyak; kalsium 7,5 kali lebih banyak dan magnesium lebih dari 3 kali
(http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-4.htm, 2006).
Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma bergantung pada empat faktor
yaitu stadia pertumbuhan tanaman, kepadatan gulma, tingkat cekaman air dan hara
serta spesies gulma. Jika dibiarkan, gulma berdaun lebar dan dan rumputan dapat
tanaman terutama dalam memperoleh air, hara dan cahaya. Tanaman jagung sangat
peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu
stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum
stadia V3, gulma hanya menganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar
dari tanaman jagung atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan.
Antara stadia V3-V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan
oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar sehingga
8
menaungi dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut, gulma dapat
mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara, atau gulma tumbuh pesat
Pengendalian Gulma
ini diperlihatkan oleh Tanveer et al (1999) yaitu waktu kompetisi berpengaruh nyata
terhadap jumlah biji per tongkol, bobot 1000 biji jagung serta produksi per ha tetapi
gulma pada saat jagung masih muda (20 hari setelah tanam) memberikan hasil
sangat peka terhadap persaingan gulma. Keberadaan atau munculnya gulma pada
periode waktu tertentu dengan kepadatan yang tinggi yaitu tingkat ambang kritis
akan menyebabkan penurunan hasil secara nyata. Periode waktu dimana tanaman
peka terhadap persaingan dengan gulma dikenal sebagai periode kritis. Dalam
periode kritis, adanya gulma yang tumbuh di sekitar tanaman harus dikendalikan
agar tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan hasil akhir
(http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-4.htm, 2006).
glifosat dalam mengendalikan gulma. Dan hasilnya metode jarak tanam serta
jagung per luas lahan. Jarak tanam yang lebih dekat memberi tinggi tanaman dan
produksi yang lebih besar dibandingkan jarak yang lebih lebar. Dan penyemprotan
tinggi tanaman serta produksi jagung lebih besar dibandingkan pertanaman jagung
diuji oleh Chikoye et al (2005) disebabkan oleh tanggapan gulma pada pertanaman
tersebut. Pada jarak tanam yang lebih sempit didapatkan biomassa gulma lebih kecil
dibandingkan biomassa pada jarak tanam yang lebih lebar. Hal yang sama juga
berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering gulma. Dalam penelitiannya, waktu
pengendalian gulma yang mampu memberi pengaruh nyata terhadap bobot kering
gulma. Karena secara umum, bobot kering gulma akan mengalami peningkatan
gulma pada lahan kacang kedelai, dilakukan beberapa metode yaitu pembabatan
10
tumbuh serta dengan aplikasi herbisida pada barisan. Didapatkan hasil tanaman
lebih baik pada pembabatan gulma antar barisan dibandingkan metode lainnya.
Keuntungan pembabatan antara lain karena mampu mencegah erosi akibat hujan.
Penggunaan herbisida pada barisan juga memberikan hasil yang baik terhadap
pengendalian gulma. Dengan herbisida gulma tahunan yang masih kecil dapat
identifikasi gulma, didapatkan lebih banyak gulma yang tumbuh di antara barisan
dibandingkan di dalam barisan. Karena dengan adanya cahaya yang mencapai tanah
Herbisida
terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia yang digunakan
diupayakan agar tidak memberi pengaruh negatif pada tanaman budidaya, karena
itulah diupayakan mencari senyawa-senyawa yang bersifat selektif dan cara serta
seperti terbakar yang langsung dapat dilihat beberapa jam setelah aplikasi, terutama
pada penggunaan dengan kadar tinggi, seperti asam sulfat 70 %, besi sulfat 30 %,
menghasilkan hydrogen peroksida radikal yang dapat memecah membran sel yang
11
menyebabkan seluruh sel rusak. Herbisida kontak merusak bagian tumbuhan yang
Herbisida bersifat kontak; berarti herbisida ini hanya mematikan bagian hijau
tumbuhan yang terkena semprotan. Herbisida ini cocok untuk mengendalikan gulma
setahun karena bila terkena akan menyebabkan mati keseluruhan. Sedangkan gulma
tahunan bila terkena herbisida ini hanya seperti dibabat bagian atasnya karena
herbisida kontak selektif dan hebisida kontak non selektif. Bersifat sistemik; berarti
herbisida yang diberikan pada tumbuhan ( gulma ) setelah diserap oleh jaringan
tumbuh, akar, rimpang dan lain-lain sehingga tumbuhan / gulma tersebut akan
petani, sehingga banyak formulasi yang menggunakan bahan aktif tersebut. Glifosat
gulma berdaun lebar tahunan, gulma rumput setahun, dan gulma berdaun lebar.
diaplikasi pada daun, dan cepat terurai dalam tanah. Gejala keracuna berkembang
dalam daun atau bagian lain yang hijau, bila terkena sinar matahari, molekul
12
herbisida ini bereaksi menghasilkan hidrogen peroksida yang merusak membran sel
dan seluruh organ tanaman, sehingga tanaman seperti terbakar. Herbisida ini baik
Paraquat merupakan herbisida kontak dan menjadi tidak aktif bila bersentuha
(Tjitrosoedirdjo, 1984).
13
pada tanah dengan kandungan unsur hara Nitrogen (0.22 %), Posfor (39.15 ppm),
Kalium (0.69 %), bahan organik (1.99 %) serta pH (6.10). Sebelum dilakukan
Juni 2008 sampai awal Oktober 2008 dengan kondisi curah hujan yang cukup tinggi
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah traktor, cangkul, sabit kecil,
knapsack, meteran, beaker glass, timbangan analitik, tugal, pacak sampel, label, tali
plastik, ember, pisau, plakat nama, alat tulis dan kalkulator serta peralatan lain yang
Metode Penelitian
Faktor I : Sistem Jarak Tanam (J) sebagai main plot dengan 3 perlakuan :
berikutnya 60 cm)
perlakuan yaitu :
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model linier yaitu:
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat sistem jarak tanam perlakuan ke-j
μ = Nilai tengah
αβ)jk = Pengaruh interaksi sistem jarak tanam perlakuan ke-j dengan metode
Hasil sidik ragam nyata diuji dengan uji beda rataan berdasarkan uji Beda Nyata
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
kecil dengan kedalaman olah tanah 15-25 cm. Pengolahan dilakukan hingga tanah
menjadi gembur, rata dan bersih dari sisa-sisa gulma dan perakaran. Dibuat plot-plot
percobaan dengan ukuran 275 cm x 275 cm dengan jarak antar plot 70 cm.
Penanaman
ditentukan sesuai dengan perlakuan pola tanam. Pada sistem satu baris menggunakan
lubang ditanam satu biji jagung lalu ditutup dengan tanah. Jagung ditanam dengan
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x
a b c
Gambar 1. Bagan Sistem Jarak Tanam: a. Satu baris, b. Dua baris, c. Baris segitiga
(ket: {= 25 cm, = 60 cm)
17
Pemeliharaan Tanaman
Penyulaman
dengan menanam benih jagung pada lubang tanam yang tanamannya tidak tumbuh
Pemupukan
100 Kg SP-36/ Ha dan 50 Kg KCl. Pemberian Nitrogen dibagi atas tiga tahap,
dimana diberikan 1/3 bagian dari dosis pada masing-masing tahap berturut-turut
pada saat tanam, umur 4 MST dan 8 MST. Sedangkan pupuk P dan K diberikan
seluruhnya pada saat tanam. Pemupukan dilakukan dengan cara menabur pada lubang
yang dibuat sedalam 5 cm dengan jarak 5 cm dari lubang tanam lalu ditutup dengan
tanah.
Penyiraman
cukup tinggi.
Pengendalian Gulma
musim (kontrol), secara manual dengan menggunakan sabit pada tanaman umur 2
MST, disemprot dengan glifosat (2 L Round-up/ha) saat umur tanaman 4 MST, dan
2,5 EC dosis 0,5 cc/liter air saat malai tanaman jagung mulai mekar karena ada
serangan kutu pada malai. Selama penelitian tidak terjadi serangan penyakit
Panen
Jagung dipanen pada umur 14 MST saat warna kelobot telah berubah warna
menjadi kuning dan biji telah keras. Cara panen jagung adalah dengan mematahkan
selama tiga hari di bawah sinar matahari langsung. Penjemuran dilakukan di atas
Parameter
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar hingga ujung daun tertinggi dengan
klorofil (merek Minolta). Daun yang dihitung jumlah klorofilnya adalah daun yang
19
paling tengah. Pengukuran dilakuan pada bagian pangkal, tengah dan ujung daun lalu
Umur berbunga
Umur berbunga ditentukan pada saat bunga jantan setiap tanaman muncul.
Dicatat umur berbunga setiap hari dimulai sejak bunga pertama keluar sampai dengan
Tanaman yang dihitung adalah tanaman keseluruhan dalam plot kecuali tanaman
pada barisan terluar. Tanaman yang dihitung adalah tanaman yang mengeluarkan dua
tongkol.
Biji dikeringkan dan dipipil lalu secara acak diambil 100 biji per plot dan
ditimbang.
Nilai indeks panen dihitung dengan membagikan bobot biji pipilan kering per
Biji dipipil setelah dikeringkan. Produksi pipilan kering per tanaman dihitung
Produksi pipilan kering per hektar merupakan proyeksi dari produksi pipilan
kering per tanaman yaitu dengan mengalikan produksi per tanaman dengan populasi
daun kekuningan. Gejala yang muncul diamati untuk mengetahui sejauh mana
dua tahap dan disesuaikan dengan jenis herbisida yang diaplikasikan. Tahap I,
pengamatan satu minggu setelah penyemprotan untuk perlakuan paraquat dan dua
kerusakan dihitung dengan membagi jumlah daun yang rusak dengan jumlah seluruh
Jenis gulma dalam barisan diidentifikasi dengan membuat petak contoh pada
dilakukan sebelum penyiangan dan bersamaan dengan panen. Jenis dan populasi gulma
diidentifikasi lalu dihitung Nilai Jumlah Dominasi (NJD) dengan rumus sebagai berikut
KN + FN + BK
SDR =
3
Keterangan:
KN = Kerapatan Nisbi, diperoleh dengan membagikan Kerapatan Mutlak terhadap
jumlah semua spesies dikali 100%
FN = Frekwensi Nisbi, diperoleh dengan membagikan Frekwensi Nisbi mutlak
terhadap jumlah Nilai Frekwensi Mutlak semua jenis spesies dikali 100 %
BK= Bobot kering gulma
Jenis gulma antar barisan diidentifikasi dengan membuat petak contoh pada
dilakukan sebelum penyiangan dan bersamaan dengan panen. Jenis dan populasi gulma
Jenis gulma diidentifikasi dengan membuat petak dalam barisan pada setiap plot
yang tumbuh pada petak tersebut. Kemudian gulma dikeringkan dan ditimbang tiap
Jenis gulma diidentifikasi dengan membuat petak antar barisan pada setiap plot
yang tumbuh pada petak tersebut. Kemudian gulma dikeringkan dan ditimbang tiap
Hasil
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman jagung umur 2, 4, 6, dan 8 MST pada sistem jarak tanam dan
Sistem jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung pada
pengamatan 8 MST tetapi tidak berbeda nyata pada umur 2, 4 dan 6 MST. Berbeda
halnya dengan pengendalian gulma yang berpengaruh nyata terhadap tinggi jagung
Pada Tabel 1 diperlihatkan bahwa tidak ada interaksi antara sistem jarak
Sistem jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi jagung 8 MST. Tinggi
tanaman tertinggi dijumpai pada perlakuan satu baris (60 cm x 25 cm) sebesar
267,36 cm yang berbeda nyata dengan sistem dua baris serta baris segitiga. Tidak
ada perbedaan signifikan tinggi tanaman pada dua baris dengan baris segitiga.
Tinggi tanaman pada kedua sistem jarak tanam tersebut berkisar antara 260.7 cm –
261.4 cm.
270 267.36
Tinggi Tanaman (cm)
umur jagung 2, 4, 6 hingga 8 MST jika dibandingkan dengan tinggi tanaman tanpa
pengendalian gulma. Pengaruh sistem jarak tanam dan metode pengendalian gulma
270
255
250
Kontrol TP Kontrol BG Manual Glifosat Paraquat
Metode Pengendalian Gulma
tidak berbeda nyata. Tinggi tanaman pada pengendalian manual, disemprot glifosat
3.99 cm jika dibandingkan dengan tinggi tanaman yang bebas gulma sepanjang
musim.
Jumlah klorofil daun jagung pada sistem jarak tanam dan pengendalian
Umur Berbunga
Umur berbunga pada sistem jarak tanam dan pengendalian gulma yang
tercepat ( 49.27 HST) tetapi tidak berbeda nyata dengan metode disemprot paraquat
(49.61 HST). Sedangkan umur berbunga terlama pada metode disemprot glifosat
50.5 50.19
49.81
Umur Berbunga
49.64 49.61
49.75 49.27
(HST)
49
48.25
0 47.5
Kontrol TP Kontrol BG Manual Glifosat Paraquat
Metode Pengendalian Gulma
berbunga yang tidak berbeda dengan umur berbunga pada jagung bebas gulma,
Bobot 100 biji pada sistem jarak tanam dan pengendalian gulma yang
Sistem jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 100 biji, namun
pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap parameter ini. Bobot 100 biji pada
masing-masing metode pengendalian berbeda tidak nyata terhadap bobot 100 biji
perlakuan bebas gulma. Bobot 100 biji pada tanaman yang dilakukan pengendalian
gulma berkisar 25.09 g – 25.80 g. Sedangkan bobot 100 biji pada jagung tanpa
pada Gambar 5.
27
25 24.67
24.25
23.5
0 Kontrol TP Kontrol BG Manual Glifosat Paraquat
Metode Pengendalian Gulma
Produksi per tanaman pada satu baris (220.92 g) dan baris segitiga (214.08 g)
.
28
206 198.16
(g)
194
0 182
Satu baris Dua baris Baris segitiga
Sistem Jarak Tanam
yang lebih rendah yaitu berkisar 204.35 g - 208.90 g. Keberadaan gulma sepanjang
menaikkan produksi per tanaman berturut-turut sebesar 11.83 %, 6.56% dan 4.86%.
230 227.09
220.51
Produksi pertanaman
215 208.90
204.35
200 194.42
(g)
185
170
0 Kontrol TPKontrol BG Manual Glifosat Paraquat
Metode Pengendalian Gulma
Persentase jumlah tanaman bertongkol dua per plot pada sistem jarak tanam dan
Persentase jumlah tanaman bertongkol dua per plot tertinggi dijumpai pada
perlakuan satu baris (12.35 %) dan berbeda nyata dengan perlakuan dua baris
16
Jagung Bertongkol dua
12.35
% Jumlah Tanaman
12
perplot
8
5.26
4
4
0
Satu baris Dua baris Baris segitiga
Sistem Jarak Tanam
tanaman bertongkol dua per plot. Persentase tertinggi pada pengendalian manual
(9.91 %) yang berbeda tidak nyata dengan bebas gulma (11.81 %). Sedangkan
16
Jagung Bertongkol dua
11.81
% Jumlah Tanaman
12 9.91
7.27
perplot
8
5.31
4 1.7
0
Kontrol TP Kontrol BG Manual Glifosat Paraquat
Metode Pengendalian Gulma
nyata terhadap persentase jumlah tanaman bertongkol dua per plot. Dalam sistem
terendah diberikan perlakuan glifosat serta paraquat yang berbeda tidak nyata. Pada
sistem dua baris, pengendalian manual memberikan persentase yang berbeda tidak
glifosat dan paraquat memberikan persentase yang berbeda tidak nyata satu sama
bertongkol dua tertinggi pada perlakuan J1G2 (18.52 %) dan terendah pada
terhadap persentase jumlah tanaman bertongkol dua per plot ditampilkan pada
Gambar 10.
31
20
10 Satu baris
5 Dua baris
Baris segitiga
0
Kontrol TP Kontrol BG Manual Glifosat Paraquat
Metode Pengendalian Gulma
Gambar 10. Pengaruh Interaksi Sistem Jarak Tanam dan Metode Pengendalian
Gulma Terhadap Persentase Jumlah Tanaman Bertongkol Dua Per Plot
Produksi per hektar pada sistem jarak tanam dan pengendalian gulma yang
Produksi per hektar tertinggi dijumpai pada perlakuan sistem baris segitiga
(17.94 ton) dan terendah pada sistem satu baris (11.73 ton)
Pengaruh sistem jarak tanam terhadap produksi per hektar ditampilkan pada
Gambar 11.
32
20 17.94
15.74
Produksi perhektar
15
11.73
10
0
Satu baris Dua baris Baris segitiga
Sistem Jarak Tanam
berbeda tidak nyata dibandingkan produksi per ton kontrol bebas gulma.
produksi per hektar yang lebih rendah namun masih memberikan peningkatan hasil
20
produksi perhektar
16.52 15.94
13.74 14.92 14.57
15
10
5
0
Kontrol TP Kontrol BG Manual Glifosat Paraquat
Metode Pengendalian Gulma
Gambar 12. Pengaruh Metode Pengendalian Gulma Terhadap Produksi Per Hektar
Pada sistem satu baris, ketiga metode pengendalian memberikan produksi per hektar
yang berbeda tidak. Pada sistem dua baris, produksi per hektar tertinggi didapat
pada pengendalian manual (16.89 ton) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol
33
memberikan produksi per hektar lebih tinggi daripada control tanpa pengenndalian
gulma.
produksi per hektar yang berbeda tidak nyata dengan kontrol bebas gulma
14.46 ton – 17.18 %. Pengaruh interaksi sistem jarak tanam dan metode
pengendalian gulma terhadap produksi per hektar ditampilkan pada Gambar 13.
20
produksi perhektar
15
(ton)
10 Satu baris
5 Dua baris
0 Baris segitiga
Kontrol TP Kontrol BG Manual Glifosat Paraquat
Metode Pengendalian Gulma
Gambar 13. Pengaruh Sistem Jarak Tanam dan Metode Pengendalian Gulma
Terhadap Produksi perhektar
Nilai indeks panen pada sistem jarak tanam dan metode pengendalian gulma
Sistem jarak tanam dan metode pengendalia gulma berpegaruh tidak nyata
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa sistem jarak tanam, metode pengendalian
gulma serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata persentase kerusakan
jagung
Data gulma dalam barisan sebelum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.
Dari Tabel 11, terdapat 14 spesies gulma, yang terdiri dari 10 spesies dari
golongan berdaun lebar, 3 spesies dari golongan berdaun sempit dan 1 spesies
golongan teki. Jumlah gulma dalam barisan sebelum perlakuan tertinggi pada
perlakuan J1G4 (276 gulma) dengan didominasi Boreria latifolia. Jumlah gulma
dalam barisan sebelum perlakuan terendah pada perlakuan J1G3 sebanyak 121
Identifikasi gulma dalam barisan setelah perlakuan dilihat pada tabel 12.
13 spesies gulma, yang terdiri dari 9 spesies dari golongan berdaun lebar, 3 spesies
dari golongan berdaun sempit dan 1 spesies dari golongan teki. Jumlah gulma dalam
barisan saat panen tertinggi pada perlakuan J3G3 sebanyak 60 individu dengan
didominasi gulma Boreria latifolia. Jumlah gulma dalam barisan terendah pada
triloba.
Dari tabel 12 dapat diketahui bahwa gulma yang paling dominan adalah
Boreria laevis (SDR = 47.75 %), Echinochloa colonum (SDR = 46.43 %) dan
data suksesi dgulma dalam barisan terbesar dapada kombinasi J1G4 sebesar
18.24 % dan data suksesi terendah pada perlakuan J3G3 sebesar 0 %, seperti yang
14 spesies gulma, yang terdiri dari 9 spesies dari golongan berdaun lebar, 4 spesies
dari golongan berdaun sempit dan 1 spesies dari golongan teki. Jumlah gulma antar
barisan sebelum perlakuan tertinggi pada perlakuan J2G3 sebanyak 303 individu
dengan didominasi gulma Cyperus sp. Jumlah gulma antar barisan sebelum
perlakuan terendah pada perlakuan J1G3 sebanyak 141 individu dengan didominasi
gulma Euphorbia prunifolia. Dari tabel 14 dapat diketahui bahwa gulma yang paling
dominan adalah Cyperus sp (SDR = 50.97 %), Euphorbia prunifolia (SDR = 45.94
10 spesies gulma, yang terdiri dari 8 spesies dari golongan berdaun lebar,
1 spesies dari golongan berdaun sempit dan 1 spesies dari golongan teki. Jumlah
gulma antar barisan saat panen tertinggi pada perlakuan J2G3 sebanyak
barisan terendah pada perlakuan J3G4 dan J3G5 sebanyak 44 individu dengan
Dari tabel 15 dapat diketahui bahwa gulma yang paling dominan adalah
Boreria laevis (SDR = 50.30 %), Boreria latifolia (SDR = 42.78 %) dan
Suksesi gulma antar barisan terbesar pada perlakuan J1G5 sebesar 40.48 %
dan suksesi terendah pada perlakuan J2G3 sebesar 6.65 % seperti yang ditampilkan
Tabel 16. Data Suksesi Gulma Antar Barisan Sebelum Perlakuan dan Saat Panen
Sebelum Sesudah
Perlakuan Jenis Gulma C (%)
KM KM
Ipomoea triloba 7 16 9.63
Cyperus sp 22 0
Cleome rutidospermae 10 0
Ageratum conyzoides 2 1
J1G3
Asystasia intrusa 1 17
Axonopus compressus 2 0
Boreria latifolia 0 12
Euphorbia prunifolia 97 0
Total 141 46
Lantana camara 22 0 17.28
Ipomoea triloba 4 17
Cleome rutidospermae 40 0
Cyperus sp 18 0
J1G4 Euphorbia prunifolia 93 14
Boreria latifolia 80 7
Echinochloa colonum 15 3
Asam-asaman 1 0
Asystasia intrusa 0 10
Total 273 51
Boreria latifolia 97 45 40.48
Ipomoea triloba 6 10
Cleome rutidospermae 12 0
J1G5
Euphorbia prunifolia 56 0
Echinochloa colonum 0 15
Boreria laevis 0 11
Total 171 81
Cyperus sp 218 0 6.65
Setaria plicata 6 0
Euphorbia prunifolia 63 13
Cleome rutidospermae 8 0
J2G3 Ipomoea triloba 7 0
Erechtites sachifolia 0 3
Ageratum conyzoides 1 0
Boreria latifolia 0 31
Echinochloa colonum 0 41
Total 303 88
Ipomoea triloba 7 0 10.53
Boreria latifolia 54 0
Cleome rutidospermae 21 0
Echinochloa colonum 13 17
Euphorbia prunifolia 25 0
J2G4
Lantana camara 9 0
Asam-asaman 2 0
Cyperus sp 50 0
Boreria laevis 0 40
Asystasia intrusa 0 9
Total 181 66
Ipomoea triloba 10 7 17.42
Cyperus sp 91 9
Euphorbia prunifolia 53 0
Cleome rutidospermae 14 0
Boreria latifolia 22 0
J2G5
Echinochloa colonum 7 18
Lantana camara 4 0
Phillanthus niruri 4 0
Boreria laevis 0 24
Sida rombifolia 0 1
Total 205 59
Cyperus sp 99 0 20.37
Cleome rutidospermae 30 0
Echinochloa colonum 10 7
J3G3 Ipomoea triloba 6 8
Euphorbia prunifolia 27 9
Boreria latifolia 0 17
Erechtites sachifolia 0 3
Total 172 44
J3G4 Ipomoea triloba 16 16 29.24
Cyperus sp 58 0
Cleome rutidospermae 32 0
Clidemia hirta 5 0
Boreria latifolia 63 18
Echinochloa colonum 23 0
Lantana camara 22 0
Euphorbia prunifolia 36 4
Phillanthus niruri 2 0
Asystasia intrusa 0 6
Total 257 44
J3G5 Ipomoea triloba 14 19 28.17
Euphorbia prunifolia 68 10
Lantana camara 11 0
Boreria latifolia 16 16
Cleome rutidospermae 18 0
Cyperus sp 47 0
Echiochloa colonum 51 0
Asam-asaman 4 0
Asystasia intrusa 0 10
Total 229 55
43
Bobot kering gulma dalam barisan setelah perlakuan pada sistem jarak tanam
Rataan bobot gulma kering tertinggi pada perlakuan JIG1 sebesar 135.57 g
dengan didominasi gulma Asystasia intrusa (126.99 g) dan rataan bobot kering
gulma terendah pada perlakuan J3G2 sebesar 5.65 g yang didominasi gulma Boreria
Rataan bobot gulma kering tertinggi pada perlakuan JIG1 sebesar 87.09 g
dengan didominasi gulma Asystasia intrusa (47.13 g) dan rataan bobot kering gulma
terendah pada perlakuan J2G2 sebesar 11.29 g yang didominasi gulma Boreria
latifolia (6.97 g). Bobot kering gulma antar barisan saat panen pada sistem jarak
tanam dan metode pengendalian yang berbeda ditampilkan pada Tabel 18.
45
Pembahasan
Sistem satu baris memiliki persaingan yang lebih rendah sehingga mampu
memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Hal ini dapat kita lihat pada sistem satu
baris yang dapat memberikan tinggi jagung tertinggi dibandingkan dua baris dan
baris segitiga. Sedangkan antara sistem dua baris dan baris segitiga memperlihatkan
tinggi tanaman yang tidak berbeda jauh karena populasi kedua sistem sistem jarak
tanam tersebut hampir sama sehingga tingkat persaingan antar tanaman yang terjadi
Produksi per tanaman pada satu baris tidak berbeda nyata dengan baris
segitiga padahal tinggi tanaman antara kedua sistem tersebut berbeda nyata. Hal ini
mungkin karena tanaman pada baris segitiga mampu memberikan hasil assimilat
yang maksimal. Produksi ini mungkin disebabkan karena hasil assimilat lebih
produksi.
Seperti yang dinyatakan oleh Barri (2003) bahwa sistem jarak tanam
mempengaruhi cahaya, angin serta unsur hara yang diperoleh tanaman yang pada
produksi jagung. Hal ini diperlihatkan pada tinggi tanaman dan persentase jumlah
tanaman bertongkol dua per plot, dimana persetase tertinggi diperlihatkan pada
perlakuan satu baris. Penyebab yang mungkin terjadi karena tanaman mendapatkan
cahaya serta unsur hara yang cukup sehingga mampu tumbuh dan melakukan proses
47
assimilasi dengan lebih baik yang pada akhirnya mampu membuat tanaman jagung
Jarak tanam yang lebih sempit akan meningkatkan populasi yang bertujuan
agar memberikan produksi per hektar yang lebih besar. Sistem baris segitiga
memiliki populasi yang lebih besar dibandingkan satu baris serta dua baris.
Walaupun produksi per tanaman lebih besar pada sistem satu baris, ternyata dengan
populasi yang lebih banyak lebih mampu memberikan produksi per ha yang lebih
maksimal. Hal ini juga diperlihatkan oleh Maddonni et al (2006) dimana jarak yang
Pada sistem baris segitiga mempunyai kepadatan populasi yang lebih besar
dibandingkan sistem dua baris. Namun ternyata memberikan bobot 100 biji,
produksi per tanaman serta persentase jumlah tanaman bertongkol dua per plot yang
lebih besar dibandingkan sistem dua baris. Diduga hal ini berkaitan dengan efisiensi
cahaya matahari yang diterima pada jagung untuk kedua sistem jarak tanam tersebut.
Dengan sistem dua baris, daun jagung yang berdekatan akan lebih banyak yang
sistem baris segitiga. Karena pada baris segitiga, posisi jagung akan memberikan
ruang yang lebih sehingga daun yang tunpang tindih lebih sedikit.
dengan tinggi tanaman bebas gulma. Hal ini mungkin disebabkan karena keberadaan
48
gulma tidak sampai memberikan pengaruh yang besar pada kemampuan tanaman
Umur berbunga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara, air serta cahaya
matahari. Didapatkan umur berbunga yang berbeda pada pengendalian gulma yag
tidak berbeda nyata dengan glifosat tetap lebih mampu memberikan umur berbunga
yang lebih cepat. Hal ini mungkin disebabkan karena waktu bereaksi tanaman akibat
paraquat lebih cepat sehingga pemulihannya juga lebih cepat yang akhirnya tanaman
metode pengendalian yang diuji tidak memberikan perbedaan yang nyata satu sama
lain bahkan dibandingkan dengan bobot 100 biji tanaman bebas gulma. Namun hasil
yang berbeda didapatkan pada produksi per tanaman dimana hanya pengendalian
mekanik memberikan produksi per tanaman tertinggi dan berbeda tidak nyata
dengan produksi per tanaman bebas gulma. Hal ini mungkin disebabkan karena
paraquat.
tanaman bertongkol dua per plot dan produksi per hektar dimana pengendalian
mekanik memberikan nilai tertinggi dan berbeda tidak nyata dengan yang
didapatkan tanaman bebas gulma. Pengendalian mekanik yang dilakukan pada saat
tanaman berumur MST sehingga periode kompetisi antara tanaman dengan gulma
lebih cepat dibandingkan penyemprotan glifosat dan paraquat yang dilakukan saat
49
tanaman berumur 4 MST. Hasil seperti ini sama seperti yang didapatkan oleh
tetapi juga menjadi metode pengendalian gulma yang dapat diterapkan. Secara
bertongkol dua per plot tertinggi adalah sistem satu baris dengan pengendalian
dua yang berbeda-beda. Pada sistem satu baris, pengendalian mekanik adalah yang
tertinggi dan berbeda nyata dengan glifosat serta paraquat. Pada sistem dua baris,
pegendalian mekanik memberikan persentase yang lebih besar namun tidak berbeda
nyata dengan penyemprotan paraquat. Lain halnya dengan sistem baris segitiga yang
untuk parameter produksi per hekatar diperlihatkan pada jarak tanam yang lebih
sempit yaitu kombinasi sistem baris segitiga dengan pengendalian mekanik (J3G3).
memberikan hasil yang tidak berbeda dari persentase jumlah tanaman bertongkol
= 64,33 %), Euphorbia prunifolia (SDR = 31,87 %) dan Boreria latifolia (SDR =
(SDR = 47,75 %), Echinochloa colonum (SDR = 46,43 %) dan Boreria latifolia
(SDR = 42,62 %). Gulma antar barisan sebelum perlakuan didominasi oleh Cyperus
sp (SDR = 50,97 %), Euphorbia prunifolia (SDR = 45,94 %) dan Boreria latifolia
(SDR = 43,36 %) sedangkan setelah perlakuan didominasi oleh Boreria laevis (SDR
= 50,30 %), Boreria latifolia (SDR = 42,78 %) dan Echinochloa colonum (SDR =
34,41 %). Sebelum perlakuan, gulma dominan berupa teki-tekian dan setelah
perlakuan terjadi pergeseran menjadi gulma berdaun lebar. Perubahan ini terjadi
akibat tanaman jagung sudah tumbuh lebih besar dan menaungi gulma di bawahnya.
J1G4 sebanyak 276 individu dengan didominasi gulma Boreria latifolia sedangkan
digunakan ternyata gulma Boreria latifolia masih dapat terus mendominasi karena
batangnya akan membentuk akar dan tumbuh manjadi tanaman baru jika
perbedaan jumlah gulma yang tumbuh di dalam barisan dengan yang berada di
antara barisan. Jumlah gulma dalam barisan tertinggi sebelum perlakuan pada
perlakuan J1G4 sebanyak 276 individu sedangkan gulma antar barisan sebelum
perlakuan tertinggi pada perlakuan J2G3 sebanyak 303 individu. Lebih banyak
gulma yang tumbuh di antara barisan dibandingkan yang tumbuh di dalam barisan,
51
karena naungan dari tanaman jagung lebih banyak di dalam barisan dibandingkan di
antara barisan.
Dari tabel 14 didapatkan data suksesi terbesar pada perlakuan J1G4 yaitu
Sebesar 18,24 % dan data suksesi terendah pada perlakuan J3G3 sebesar 0 %. Hasil
efektif dalam upaya mencegah gulma tidak tumbuh kembali. Herbisida glifosat
Data suksesi terbesar gulma antar baris pada perlakuan J1G5 yaitu
40,48 % dan terendah pada perlakuan J2G3 sebesar 6,65 %. Dari hasil penelitian,
pergeseran populasi gulma yang tumbuh pada perlakuan J1G5 sebesar 59.52%.
Penyemprotan paraquat ternyata tidak efektif untuk mencegah gulma untuk tumbuh
kembali terutama untuk gulma yang dapat menyebar dengan organ vegetatifnya.
Dengan metode pencabutan, gulma dikendalikan mulai dari akar hingga pucuk
terakhir sehingga gulma tersebut tidak tumbuh kembali kecuali yang berasal dari
Rataan bobot kering gulma dalam baris tertinggi pada perlakuan JIG1
sebesar 135.57 g yang didominasi gulma Asystasia intrusa (126.99 g) dan rataan
bobot kering gulma terendah pada perlakuan J3G2 sebesar 5.65 g yang didominasi
52
gulma Boreria latifolia (3.73 g). Perlakuan J1G1 memiliki jarak tanam yang
renggang dengan tanpa ada pengendalian gulma sepanjang tanam, hal ini tentu saja
memberi bobot kering gulma terbesar dari semua perlakuan yang diberikan.
Perlakuan J3G2 memberikan bobot kering gulma terendah karena sistem jarak
tanam segiitga yang diterapkan memberikan ruang yang lebih baik untuk tanaman
jagung untuk mendapat cahaya namun memberikan naungan yang lebih banyak
untuk gulma yang berada di bawahnya dan didukung oleh pengendalian bebas
gulma sepanjang musim tanam sehingga pada saat panen gulma yang tumbuh lebih
sedikit.
Rataan bobot gulma kering antar baris tertinggi pada perlakuan JIG1 sebesar
87.03 g yang didominasi gulma Asystasia intrusa (47.13 g) dan rataan bobot kering
gulma terendah pada perlakuan J2G2 sebesar 11.29 g yang didominasi gulma
Boreria latifolia (6.97 g). Keberadaan gulma Asystasia intrusa serta Boreria latifolia
yang cepat sehingga kemampuannya untuk menyerap unsur hara lebih kompetitif
Kesimpulan
produksi per tanaman, persentase jumlah tanaman bertongkol dua per tanaman,
dan produksi per hektar, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman
2, 4, dan 6 MST, jumlah klorofil, umur berbunga, bobot 100 biji, nilai indeks
tanaman jagung.
dan 8 MST, umur berbunga, bobot 100 biji, produksi per tanaman, persentase
jumlah tanaman bertongkol dua per plot, dan produksi per hektar, tetapi
berpengaruh tidak nyata pada tinggi tanaman 2 MST, jumlah klorofil, nilai
tanaman jagung.
4. Peningkatan produksi per hektar pada sistem jarak tanam segitiga sebesar 52.9
% dan sistem dua baris sebesar 34.1 % bila dibandingkan dengan sistem satu
baris.
jarak tanam segitiga dengan pengendalian mekanik (J3G3) sebesar 18.55 ton.
54
Saran
tanam segitiga dan pengendalian manual umur 2 MST (J3G3) karena mampu
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistika, 2008. Harvested Area, Yield Rate and Production of Maize
by Province, 2006-2007. www.bps.go.id . Dikutip 28 Februari 2008.
Barbieri, P.A., H.R.S. Rozas, F.H. Andrade and H.E. Echeverria. 2000. Soil
Management; Row Spacing Effects at Different Levels of Nitrogen
Availability in Maize. Agron. J. 92:283-288
Cox, W.J., D.R. Cherney and J.J. Hanchar. 2006. Row Spacing, hybrid, and Plant
Density Effects on Corn Silage Yield and Quality. J. Prod. Agric. 11:128-134.
In Row Spacing, Plant Density and Hybrids Effects on Corn Grain Yield and
Moisture. 2001. Agron. J. 93:1049-1053.
Donald, W.W. 2000. Timing and Frequency of Between-Row Mowing and Band
Applied Herbicide for Annual Weed Control in Soybean. Agron. J.
92:1013-1019.
Farnhamm, D.E. 2001. Row Spacing, Plant Density, and Hybrid Effects on Corn
Grain Yield and Moisture. Agron J. 93:1049-1053.
Fadhly, A.F., dan F. Tabri. 2007. Pengendalian Gulma Pada Pertanaman Jagung.
http://balit.litbang.co.id.bukujagung.pdf. 2 januari 2009.
Irfan, M. 1999. Respon Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pengolahan Tanah
dan Kerapatan Tanam Pada Tanah Andisol dan Ultisol. Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan. Hal. 7, 13.
Klingman, G.C., F.M. Ashton and L.J. Noordhoff. 1975. Weed Science: Principles
and Practices. John Wiley & Sons, New York, 431p.
Liu, W., M. Tollenaar, G. Stewart and W. Deen. 2004. Within-Row Plat Spacing
Variability Does Not Effect Corn Yield. Agron. J. 96:275-280.
Maddonni, G.A., A.G. Cirilo and M.E. Otegui. 2006. Row Width and Maize Grain
Yield. Agron. J. 98:1532-1543
Moenandir, H. J., 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Pers,
Jakarta. Hal. 83
Pederson, P. and J.G. Lauer. 2003. Corn and Soybean Response to Rotation
Sequence, Row Spacing and Tillage System. Agron. J. 95:965-971.
Simamora, T.J. 2007. Pengaruh waktu penyiangan dan jarak tanam Terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Stalcup, L. 2008. Twin Rows Help Boost Yields: Stil, The Jury’s Out on Whether
Twin Rows are Always Profitable. Corn and Soybean Digest; Jan 2008; 68,1;
ABI/Inform Trade and Industry. Pg. 6.
Westgate, M.E., F. Forcella, D.C. Reicosky and J. Somsen. 1997. Rapid Canopy
Closure for Maize Production in the Northern U.S. Corn Belt: Radiation-use
Efficiency and Grain Yield. Field Crops Res. 49:249-258.
Lampiran 17. Data Pengamatan Persentase Jumlah Tanaman Jagung Bertongkol dua perplot
(%)
Pengendalian Blok
Jarak Tanam Jumlah Rataan
Gulma 1 2 3
G1 7.41 0.00 3.70 11.11 3.70
G2 22.22 18.52 14.81 55.56 18.52
J1 G3 18.52 14.81 18.52 51.85 17.28
G4 11.11 11.11 7.41 29.63 9.88
G5 14.81 11.11 11.11 37.04 12.35
Total 74.07 55.56 55.56 185.19 12.35
G1 0.00 2.22 0.00 2.22 0.74
G2 8.89 6.67 4.44 20.00 6.67
J2 G3 8.89 6.67 4.44 20.00 6.67
G4 4.44 0.00 2.22 6.67 2.22
G5 4.44 0.00 6.67 11.11 3.70
Total 26.67 15.56 17.78 60.00 4.00
G1 1.92 0.00 0.00 1.92 0.64
G2 13.46 7.69 9.62 30.77 10.26
J3 G3 7.69 5.77 3.85 17.31 5.77
G4 5.77 3.85 1.92 11.54 3.85
G5 7.69 3.85 5.77 17.31 5.77
Total 36.54 21.15 21.15 78.85 5.26
Total Blok 137.28 92.26 94.49 324.03 7.20
Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tanaman Jagung Bertogkol dua perplot
F.Tabel
SK dB JK KT F.Hit
0.05
Blok 2 85.83 42.92 32.51 * 6.94
Jarak Tanam (J) 2 607.43 303.72 230.11 * 6.94
Galat Jarak Tanam 4 5.28 1.32 - - -
Peng. Gulma (G) 4 562.28 140.57 37.87 * 2.76
Interaksi (JxG) 8 98.26 12.28 3.31 * 2.36
Galat Peng. Gulma 24 89.07 3.71 - - -
Total 44 1448.16
Lampiran 29. Data Suksesi Gulma Dalam Barisan Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Sebelum Sesudah
Perlakuan Jenis Gulma C (%)
KM KM
Ipomoea triloba 4 13 5.26
Euphorbia prunifolia 41 0
Cleome rutidospermae 27 0
J1G3
Boreria latifolia 0 13
Echinochloa colonum 0 5
Cyperus sp 49 0
Total 121 31
Cyperus sp 37 10 18.24
Echinochloa colonum 51 5
Lantana camara 10 0
Cleome rutidospermae 16 0
Ipomoea triloba 5 0
J1G4
Euphorbia prunifolia 53 0
asam-asaman 1 0
Boreria latifolia 75 0
Erechtites sanchifolia 0 3
Boreria laevis 28 13
Total 276 31
Lantana camara 23 0 17.67
Cleome rutidospermae 18 0
Euphorbia prunifolia 21 4
J1G5 Ipomoea triloba 5 12
Boreria latifolia 69 10
Echinochloa colonum 38 0
Axonopus compressus 1 0
Total 187 28
Cyperus sp 91 0 0
Echinochloa colonum 0 31
Euphorbia prunifolia 37 0
J2G3 Axonopus compressus 0 3
Centotheca lappacaea 0 1
Boreria laevis 0 21
Cleome rutidospermae 13 0
Total 141 56
Euphorbia prunifolia 26 13 14.23
Cleome rutidospermae 11 0
Ipomoea triloba 5 0
Lantana camara 10 0
J2G4 Boreria latifolia 88 0
Echinochloa colonum 48 6
Boreria laevis 0 19
Cyperus sp 34 0
Asam-asaman 1 0
Total 229 38
Euphorbia prunifolia 40 0 9.21
Boreria latifolia 12 6
Echinochloa colonum 24 5
Axonopus compressus 6 0
Ageratum conyzoides 4 0
Cleome rutidospermae 12 0
J2G5
Ipomoea triloba 21 0
Cyperus sp 67 0
Boreria laevis 0 23
Lantana camara 15 0
Setaria plicata 0 3
Asam-asaman 1 0
Total 202 37
Boreria latifolia 0 34 0
Echinochloa colonum 0 12
Ipomoea triloba 0 14
J3G3
Euphorbia prunifolia 11 0
Cleome rutidospermae 12 0
Cyperus sp 139 0
Total 162 60
Euphorbia prunifolia 70 5 11.35
Boreria latifolia 12 3
Cyperus sp 34 0
Phillanthus niruri 3 0
Cleome rutidospermae 15 0
J3G4
Lantana camara 17 0
Ipomoea triloba 5 17
Asam-asaman 1 0
Echinochloa colonum 31 0
Clidemia hirta 8 0
Total 196 33
Cyperus sp 125 0 14.08
Cleome rutidospermae 23 0
Boreria latifolia 45 12
J3G5 Euphorbia prunifolia 41 8
Ipomoea triloba 0 14
Lantana camara 8 0
Asysatasia intrusa 0 5
Total 243 41
74
Lampiran 32. Data Suksesi Gulma Antar Barisan Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Sebelum Sesudah
Perlakuan Jenis Gulma C (%)
KM KM
Ipomoea triloba 7 16 9.63
Cyperus sp 22 0
Cleome rutidospermae 10 0
Ageratum conyzoides 2 1
J1G3
Asystasia intrusa 1 17
Axonopus compressus 2 0
Boreria latifolia 0 12
Euphorbia prunifolia 97 0
Total 141 46
Lantana camara 22 0 17.28
Ipomoea triloba 4 17
Cleome rutidospermae 40 0
Cyperus sp 18 0
J1G4 Euphorbia prunifolia 93 14
Boreria latifolia 80 7
Echinochloa colonum 15 3
Asam-asaman 1 0
Asystasia intrusa 0 10
Total 273 51
Boreria latifolia 97 45 40.48
Ipomoea triloba 6 10
Cleome rutidospermae 12 0
J1G5
Euphorbia prunifolia 56 0
Echinochloa colonum 0 15
Boreria laevis 0 11
Total 171 81
Cyperus sp 218 0 6.65
Setaria plicata 6 0
Euphorbia prunifolia 63 13
Cleome rutidospermae 8 0
J2G3 Ipomoea triloba 7 0
Erechtites sachifolia 0 3
Ageratum conyzoides 1 0
Boreria latifolia 0 31
Echinochloa colonum 0 41
Total 303 88
Ipomoea triloba 7 0 10.53
Boreria latifolia 54 0
Cleome rutidospermae 21 0
Echinochloa colonum 13 17
Euphorbia prunifolia 25 0
J2G4
Lantana camara 9 0
Asam-asaman 2 0
Cyperus sp 50 0
Boreria laevis 0 40
Asystasia intrusa 0 9
Total 181 66
Ipomoea triloba 10 7 17.42
Cyperus sp 91 9
Euphorbia prunifolia 53 0
Cleome rutidospermae 14 0
Boreria latifolia 22 0
J2G5
Echinochloa colonum 7 18
Lantana camara 4 0
Phillanthus niruri 4 0
Boreria laevis 0 24
Sida rombifolia 0 1
Total 205 59
Cyperus sp 99 0 20.37
Cleome rutidospermae 30 0
Echinochloa colonum 10 7
J3G3 Ipomoea triloba 6 8
Euphorbia prunifolia 27 9
Boreria latifolia 0 17
Erechtites sachifolia 0 3
Total 172 44
J3G4 Ipomoea triloba 16 16 29.24
Cyperus sp 58 0
Cleome rutidospermae 32 0
Clidemia hirta 5 0
Boreria latifolia 63 18
Echinochloa colonum 23 0
Lantana camara 22 0
Euphorbia prunifolia 36 4
Phillanthus niruri 2 0
Asystasia intrusa 0 6
Total 257 44
J3G5 Ipomoea triloba 14 19 28.17
Euphorbia prunifolia 68 10
Lantana camara 11 0
Boreria latifolia 16 16
Cleome rutidospermae 18 0
Cyperus sp 47 0
Echiochloa colonum 51 0
Asam-asaman 4 0
Asystasia intrusa 0 10
Total 229 55
77
Lampiran 33. Data Pengamatan Bobot Kering Gulma Dalam Barisan Setelah Perlakuan (g)
Blok
Perlakuan Jenis Gulma Rataan Total
1 2 3
Euphorbia prunifolia 10.11 8.07 0.00 18.18 6.06
J1G1 Asystasia intrusa 50.37 153.36 177.25 380.98 126.99
Boreria laevis 7.56 0.00 0.00 7.56 2.52
Total 406.72 135.57
Boreria Latifolia 6.73 6.94 9.23 22.90 7.63
J1G2
Ageratum conyzoides 3.45 2.37 0.00 5.82 1.94
Total 28.72 9.57
Boreria latifolia 3.98 13.75 34.56 52.29 17.43
J1G3 Ipomoea triloba 9.34 20.15 5.19 34.68 11.56
Echinochloa colonum 3.98 5.56 0.00 9.54 3.18
Total 96.51 32.17
Boreria laevis 19.46 3.83 19.34 42.63 14.21
Erechtites sanchifolia 7.85 0.00 0.00 7.85 2.62
J1G4
Cyperus sp 3.94 6.25 0.00 10.19 3.40
Echinochloa colonum 12.05 0.00 0.00 12.05 4.02
Total 72.72 24.24
Setaria plicata 11.01 0.00 0.00 11.01 3.67
Ipomoea triloba 10.21 17.34 6.20 33.75 11.25
J1G5
Boreria latifolia 13.00 9.23 8.25 30.48 10.16
Euphorbia prunifolia 4.41 3.56 3.33 11.30 3.77
Total 86.54 28.85
Echinochloa colonum 10.01 8.67 0.00 18.68 6.23
J2G1 Boreria latifolia 36.34 33.09 30.77 100.20 33.40
Sida rombifolia 0.00 5.57 0.00 5.57 1.86
Total 124.45 41.48
Boreria latifolia 4.14 5.30 3.58 13.02 4.34
J2G2
Cyperus sp 1.84 0.00 3.01 4.85 1.62
Total 17.87 5.96
Echinochloa colonum 12.83 2.59 1.59 17.01 5.67
Axonopus compressus 4.89 0.00 0.00 4.89 1.63
J2G3
Centotheca lappacaea 4.81 0.00 0.00 4.81 1.60
Boreria laevis 6.53 7.84 14.25 28.62 9.54
Total 55.33 18.44
Boreria laevis 25.44 23.74 17.36 66.54 22.18
J2G4 Euphorbia prunifolia 7.20 4.69 5.25 17.14 5.71
Echinochloa colonum 4.93 3.73 0.00 8.66 2.89
Total 92.34 30.78
Boreria laevis 15.78 17.58 24.36 57.72 19.24
Echinochloa colonum 5.21 1.71 0.00 6.92 2.31
J2G5
Boreria latifolia 7.96 13.34 12.38 33.68 11.23
Setaria plicata 8.66 0.00 0.00 8.66 2.89
Total 106.98 35.66
Ipomoea triloba 10.16 16.45 13.32 39.93 13.31
Sida rombifolia 9.22 0.00 0.00 9.22 3.07
Boreria laevis 16.61 15.38 24.33 56.32 18.77
J3G1
Euphorbia prunifolia 4.89 0.00 2.05 6.94 2.31
Eleusine indica 13.69 0.00 0.00 13.69 4.56
Echinochloa colonum 4.14 0.00 0.00 4.14 1.38
Total 130.24 43.41
Boreria latifolia 3.37 4.04 3.77 11.18 3.73
J3G2
Mimosa pudica 5.78 0.00 0.00 5.78 1.93
Total 16.96 5.65
Boreria latifolia 4.63 3.47 7.25 15.35 5.12
J3G3 Echinochloa colonum 4.40 5.32 0.00 9.72 3.24
Ipomoea triloba 4.65 3.75 3.76 12.16 4.05
Total 37.23 12.41
Ipomoea triloba 5.23 8.36 4.47 18.06 6.02
Euphorbia prunifolia 6.28 0.00 7.56 13.84 4.61
J3G4 Boreria latifolia 5.34 0.00 4.47 9.81 3.27
Asysatasia intrusa 10.56 4.23 0.00 14.79 4.93
Mimosa invisa 0.00 6.70 0.00 6.70 2.23
Total 63.20 21.07
Ipomoea triloba 4.26 5.32 2.58 12.16 4.05
Euphorbia prunifolia 4.50 1.89 3.08 9.47 3.16
J3G5 Boreria latifolia 4.56 2.69 3.56 10.81 3.60
Asysatasia intrusa 6.46 7.15 0.00 13.61 4.54
Mimosa invisa 0.00 5.64 0.00 5.64 1.88
Total 51.69 17.23
78
Lampiran 34. Data Pengamatan Bobot Kering Gulma Antar Barisan Setelah
Perlakuan (g)
Blok
Perlakuan Jenis Gulma KM FM
1.00 2.00 3.00
Asystasia intrusa 60.03 45.87 35.48 141.38 47.13
J1G1 Ipomoea triloba 22.43 36.94 49.72 109.09 36.36
Setaria plicata 10.81 0.00 0.00 10.81 3.60
Total 261.28 87.09
Asystasia intrusa 8.65 0.00 0.00 8.65 2.88
J1G2
Boreria latifolia 14.54 6.57 9.56 30.67 10.22
Total 39.32 13.11
Asystasia intrusa 9.15 6.30 15.73 31.18 10.39
Boreria latifolia 11.93 24.59 13.56 50.08 16.69
J1G3
Ipomoea triloba 6.23 11.49 24.20 41.92 13.97
Ageratum conyzoides 8.26 0.00 0.00 8.26 2.75
Total 131.44 43.81
Ipomoea triloba 8.56 16.34 5.78 30.68 10.23
Asystasia intrusa 9.98 16.45 20.93 47.36 15.79
J1G4 Echinochloa colonum 5.05 4.67 0.00 9.72 3.24
Boreria latifolia 6.10 14.54 5.87 26.51 8.84
Euphorbia prunifolia 7.15 6.71 4.37 18.23 6.08
Total 132.50 44.17
Boreria latifolia 33.52 56.98 4.76 95.26 31.75
Ipomoea triloba 5.45 0.00 25.34 30.79 10.26
J1G5
Echinochloa colonum 7.66 0.00 9.04 16.70 5.57
Boreria laevis 10.89 5.98 3.87 20.74 6.91
Total 163.49 54.50
Boreria latifolia 30.48 25.87 27.45 83.80 27.93
J2G1 Setaria plicata 20.96 0.00 2.78 23.74 7.91
Echinochloa colonum 8.14 8.56 24.43 41.13 13.71
Total 148.67 49.56
Asystasia intrusa 8.56 4.39 0.00 12.95 4.32
J2G2
Boreria latifolia 5.32 7.84 7.76 20.92 6.97
Total 33.87 11.29
Echinochloa colonum 22.18 14.47 0.00 36.65 12.22
Erechtites sanchifolia 5.78 0.00 0.00 5.78 1.93
J2G3
Boreria latifolia 9.45 14.53 18.54 42.52 14.17
Euphorbia prunifolia 5.86 6.42 9.43 21.71 7.24
Total 106.66 35.55
Boreria laevis 17.97 16.67 0.00 34.64 11.55
J2G4 Asystasia intrusa 0.00 0.00 32.45 32.45 10.82
Echinochloa colonum 14.81 14.34 0.00 29.15 9.72
Total 96.24 32.08
Boreria laevis 12.12 5.34 9.58 27.04 9.01
Sida rombifolia 6.34 0.00 0.00 6.34 2.11
J2G5 Cyperus sp 5.69 14.41 0.00 20.10 6.70
Ipomoea triloba 0.00 0.00 5.07 5.07 1.69
Echinochloa colonum 8.16 23.98 0.00 32.14 10.71
Total 90.69 30.23
Boreria latifolia 9.78 6.93 4.34 21.05 7.02
Echinochloa colonum 8.57 65.45 7.05 81.07 27.02
Euphorbia prunifolia 7.97 5.45 0.00 13.42 4.47
J3G1
Ipomoea triloba 7.27 4.65 9.49 21.41 7.14
Erechtites sanchifolia 9.64 0.00 0.00 9.64 3.21
Asystasia intrusa 10.39 8.36 14.34 33.09 11.03
Total 179.68 59.89
Asystasia intrusa 14.86 10.48 7.34 32.68 10.89
J3G2
Boreria latifolia 7.39 7.34 0.00 14.73 4.91
Total 47.41 15.80
Ipomoea triloba 8.73 6.49 3.32 18.54 6.18
Erechtites sachifolia 7.97 0.00 0.00 7.97 2.66
J3G3 Echinochloa colonum 6.88 9.58 0.00 16.46 5.49
Euphorbia prunifolia 6.49 0.00 25.34 31.83 10.61
Boreria latifolia 22.73 6.37 11.05 40.15 13.38
Total 114.95 38.32
Ipomoea triloba 5.95 6.78 3.86 16.59 5.53
Euphorbia prunifolia 7.43 0.00 3.96 11.39 3.80
J3G4
Boreria latifolia 12.04 13.75 10.20 35.99 12.00
Asysatasia intrusa 8.94 8.49 5.29 22.72 7.57
Total 86.69 28.90
Ipomoea triloba 9.54 5.43 7.93 22.90 7.63
Euphorbia prunifolia 14.52 5.49 0.00 20.01 6.67
J3G5
Boreria latifolia 12.54 7.02 5.87 25.43 8.48
Asysatasia intrusa 4.76 9.54 4.92 19.22 6.41
Total 87.56 29.19
79
Lampiran 35. Tabel Rangkuman Uji Beda Rataan Parameter Pertumbuhan dan Produksi Jagung Akibat Sistem Jarak Tanam dan Metode Pengendalian Gulma yang Berbeda
Parameter
Perlakuan 1 10
2 3 4 5 6 7 8 9
2 MST 4 MST 6 MST 8 MST
Jarak Tanam
J1 54.76 109.34 183.47 267.37 a 50.91 50.05 26.20 220.92 a 12.35 a 11.73 c 0.9633 49.12 35.70
J2 55.56 107.63 182.33 261.44 b 51.09 49.33 25.38 198.16 b 4.00 b 15.74 b 0.894 41.58 25.46
J3 54.93 107.64 182.53 260.67 b 49.16 49.73 25.33 214.08 a 5.26 b 17.94 a 0.8473 42.06 26.52
Peng. Gulma
G1 54.81 107.32 b 172.69 b 260.43 b 52.04 50.19 a 24.67 b 194.42 c 89.76 c 13.74 c 0.9167 - -
G2 55.38 110.83 a 186.37 a 264.77 a 46.69 49.64 bc 26.18 a 227.09 a 100.97 a 16.52 a 0.9322 - -
G3 55.34 108.71 ab 185.92 a 264.42 a 51.15 49.27 c 26.10 a 220.51 a 98.63 a 15.94 a 1.0678 - -
G4 54.51 107.20 b 184.66 a 263.23 ab 53.32 49.81 ab 25.55 a 208.90 b 94.75 b 14.92 b 0.7656 38.69 25.20
G5 55.37 106.97 b 184.23 a 262.94 ab 48.73 49.61 bc 25.68 a 204.35 b 93.22 b 14.57 b 0.8256 49.82 33.25
Interaksi (JxG)
J1G1 54.96 108.09 173.07 262.27 50.09 50.50 24.88 200.20 3.70 cx/EF 10.35 cx/G 0.86 - -
J1G2 55.04 112.25 186.63 269.80 49.51 49.83 27.07 235.80 18.52 ax/A 12.72 ax/EF 1.01 - -
J1G3 54.99 109.65 186.47 269.73 53.37 49.83 26.76 230.75 17.28 ax/A 12.38 abx/F 1.32 - -
J1G4 54.14 108.32 185.87 267.80 51.74 50.03 26.47 223.12 9.88 bx/c 11.87 abx/FG 0.80 49.03 38.63
J1G5 54.68 108.40 185.30 267.23 49.85 50.03 25.80 214.72 12.35 bx/B 11.31 bcx/FG 0.81 49.21 32.77
J2G1 54.43 106.88 172.00 259.43 54.93 50.33 24.51 190.65 0.74 by/G 15.04 by/D 1.01 - -
J1G2 55.85 109.98 186.43 262.37 48.95 49.17 25.74 220.27 6.67 ay/D 17.81 ay/AB 0.83 - -
J2G3 56.67 107.97 185.40 261.90 51.31 48.70 25.80 210.46 6.67 ay/D 16.89 ay/BC 0.97 - -
J2G4 55.25 106.98 184.03 261.60 52.70 49.43 25.09 187.00 2.22 by/FG 14.69 by/D 0.76 34.34 18.35
J2G5 55.57 106.35 183.77 261.90 47.55 49.03 25.78 182.43 3.70 aby/EF 14.27 by/DE 0.90 48.81 32.57
J3G1 55.05 107.00 173.00 259.60 51.09 49.73 24.62 192.42 0.64 cz/G 15.83 bz/CD 0.87 - -
J3G2 55.25 110.27 186.03 262.13 41.61 49.93 25.73 225.19 10.26 az/BC 19.03 az/A 0.95 - -
J3G3 54.37 108.50 185.90 261.63 48.77 49.27 25.75 220.31 5.77 bz/DE 18.55 az/A 0.91 - -
J3G4 54.13 106.29 184.07 260.30 55.53 49.97 25.09 216.58 3.85 bcz/EF 18.19 az/AB 0.73 32.68 18.62
J3G5 55.86 106.15 183.63 259.70 48.79 49.77 25.47 215.90 5.77 bz/DE 18.12 az/AB 0.77 51.44 34.41
Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji BNT taraf 5%. Huruf diiukuti x,y, atau z dibandingkan pada main plot masing-masing. Huruf di dalam kurung dibandigkan secara
umum.
Keterangan :
1 = tinggi tanaman
2 = jumlah klorofil daun jagung
3 = umur berbunga
4 = bobot 100 biji
5 = persentase jumlah tanama bertongkol dua per plot
6 = produksi per tanaman
7 = produksi per hektar
8 = nilai indeks panen
9 = persentase kerusaka jagung
10= persentase pemulihan jagung
11= gulma dalam barisan
12= gulma antar barisan
13= bobot kering gulma dalam barisan
14= bobot kering gulma antar barisan
80
Asal : Jagung hibrida Monsanto TB 9001 adalah persilangan ganda tetua betia
(TB840134FF/TB840134MF) dan jantan TB840134FM/TB840134MM)
Galur-galur TB840134FM, TB840134MM, TB840134FF, TB840134MF
berasal dari populasi yang berbeda. Galur ini dikembangkan oleh
Departemen Penelitian Perbenihan Monsanto, Thailand.
Golongan : Persilangan ganda
Umur tanaman : - 50% keluar rambut ± 58 hari
- Masak fisiologi: ± 98 hari
Tinggi tanaman : 195 cm
Keragaman tanaman : Baik
Batang : Besar dan kokoh
Warna Batang : Hijau
Kerebahan : Tahan rebah
Warna Daun : Hijau
Warna malai : Ungu
Warna sekam (glume) : Hijau
Warna benangsari (Anther) : Merah muda
Warna tongkol : Putih
Perakaran : Baik
Tongkol : Besar
Tinggi tongkol : Sedang (103 cm)
Kelobot : Menutup tongkol dengan baik
Baris biji : Lurus dan rapat
Jumlah baris/tongkol : 14 - 16
Bentuk biji : Semi mutiara
Warna biji : Kuning oranye
Tip filling : Baik
Bobot 1000 butir : 300 gram
Rata-rata hasil : 9,25 ton/ha pipilan kering
Potensi hasil : 11,94 ton/ha pipilan kering
Adaptasi : Dataran rendah sampai dataran tinggi
Ketahanan penyakit : Tahan terhadap karat, toleran bulai
Keunggulan lain : Tahan terhadap kekeringan (stress air); tahan rebah sesuai untuk daerah
yang sering terjadi angin dengan kecepatan yang tinggi seperti di Langkat
(Sumut).
Pengusul : PT. Monagro Kimia (Monsanto Indonesia)
81
Anaisis tanah :
Nitrogen : 0,21%
K (total) : 1278 ppm
P tersedia : 65 ppm
C/N :6
C Organik : 1,34 %
pH : 5.61
Tekstur :pasir (29.6%), liat (36.4%) dan debu (34%)
82
Unsur Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop
RR 163.4 134.5 188.2 214.5 224.0 118.5 153.7 179.0 538.2 275.0 141.7
T 26.1 25.8 25.5 26.3 26.5 26.2 26.1 26.1 25.7 26.0 25.8
RH 88 86 88 86 86 88 88 88 90 90 87
SS 54.8 43.3 40.7 45.9 58.1 30.5 51.0 55.1 46.4 47.3 40.3
Keterangan:
1. RR : Curah hujan dalam milimeter (mm)
2. T : Suhu udara dalam derajat celcius (0C)
3. RH : Kelembaban udara dalam persen (%)
4. SS : Penyinaran matahari dalam persen (%)
83
U
J2G5 J1G3 J3G2 275 cm J1G1 J2G4 J3G1 J3G5 J2G5 J1G4
J3G4
J2G2 J1G5 J3G3 J1G3 J2G2 J3G3 J2G2 J1G3 S
50 cm
60 cm
25 cm 60 cm 60 cm
25 cm
X X X X X X X X X X X X X X X X
25 cm
25 cm 25 cm
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X
Sistem satu baris (J1) Sistem dua baris (J2) Sistem baris segitiga (J3)
Minggu ke-
Jenis Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Persiapan Lahan X
Penanaman X
Penjarangan X
Aplikasi Pupuk
-N X X X
-P X
-K X
Penyiraman Disesuaikan Dengan Kondisi di Lapangan
Peng Gulma X X
Peng H dan P Disesuaikan Dengan Kondisi di Lapangan
Panen X
Pengeringan dan
Pemipilan X
Pengamatan
Parameter
Tinggi Tanaman X X X X
Jumlah Klorofil X
Umur Berbunga X
Bobot 100 Biji X
Produksi per tanaman X
Persentase jumlah
tanaman bertogkol
dua per plot X
Produksi per hektar X
Nilai Indeks Panen X
Persentase kerusakan
tanaman jagung X X
Persentase pemulihan
tanaman jagung X X
Gulma yang Tumbuh
Dalam Barisan X X
Gulma yang Tumbuh
Antar Barisan X X
Bobot Kering Gulma
Dalam Barisan X
Bobot Kering Antar
Gulma X
86
Sidik ragam
F.0
Sumber db JK KT Fh 5
Blok r – 1= 2 JK B JK B / 2 KT B / KT E(a)
Pola Tanam
(J) J – 1= 2 JK J JK J / 2 KT J/ KT E(a)
Error (a) (r-1)(J-1)= 4 JK E(a) JK E(a) / 4 -
Pengendalia
n
Gulma (G) G – 1= 4 JK G JK G / 4 KT G / KT E(b)
Interaksi GxJ (J – 1) (G – 1) = 8 JK J x G JK J x G / 8 KT J x G / KT E(b)
Error (b) J(G – 1) (r – 1)= 24 JK E(b) - -
Total JGr – 1= 44 JK T
J1G1 JIG2
J1G3 JIG4
J1G5 J2G1
J2G2 J2G3
88
J2G4 J2G5
J3G1 J3G2
J3G3 J3G4
J3G5
89
Plot J1G2
Plot J2G4
94
Plot J3G1