Anda di halaman 1dari 17

PINJAM PAKAI

Perjanjian pinjam pakai merupakan perjanjian untuk menggunakan atau memanfaatkan


barang milik orang lain secara cuma-cuma, untuk tujuan tertentu atau dalam jangka waktu
tertentu, dengan syarat setelah digunakan atau lewatnya jangka waktu tertentu yang
diperjanjikan, pihak peminjam mengembalikkan kepada pemilik sebagaimana keadaan barang itu
ketika dipinjam, artinya akibat peminjaman itu tidak boleh merugikan pemilik.

Perjanjian pinjam pakai ini objeknya adalah barang yang menghabis karena pemakaian,
karena barang yang habis karena pemakaian, menjadi objek perjanjian pinjam-meminjam,
kecuali jika objek perjanjian yang habis karena pemakaian tersebut misalnya dipinjam bukan
untuk dihabiskan tapi misalnya untuk keperluan pameran (dipamerkan).

BAGIAN KESATU
Ketentuan-ketentuan umum

Pasal 1740

Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang
kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma dengan syarat bahwa yang
menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan
mengembalikannya.

Perjanjian pinjam pakai merupakan perjanjian di mana satu pidak memberikan barang yang
tidak habis karena pemakaian kepada orang lain untuk dipakai secara gratis, dengan syarat pihak
yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewatnya waktu tertentu yang telah
disepakati, akan mengembalikannya.

Perjanjian pinjam pakai ini termasuk perjanjian riil, dalam arti lahirnya perjanjian ini tidak
semata-mata hanya didasarkan pada kesepakatan para pihak atau perjanjian konsensual, yang
rumusnya biasanya terdapat kata “mengikatkan diri’, tetapi mengikat jika kesepakatan itu diikuti
dengan penyerahan barang yang menjadi objek perjanjian, yang dalam hal ini adalah penyerahan
barang untuk dipakai pihak lain.

Perjanjian ini juga termasuk perjanjian beban sepihak atau yang sering disebut perjanjian
sepihak, karena diserahkan secara cuma-cuma atau tanpa imbalan atau kontra prestasi
Pasal 1741

pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik barang yang dipinjamkan.

Berbeda dari perjanjian pinjam meminjam yang menyebabkan barang yang dipinjam beralih
kepemilikannya kepada peminjam. Perjanjian pinjam pakai ini tidak menyebabkan beralihnya
kepemilikan atas barang yang menjadi objek perjanjian pinjam pakai, sehingga pada perjanjian
pinjam pakai, pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik barang yang dipinjamkan.

Pasal 1742

Segala apa yang dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian dapar menjadi bahan
perjanjian ini.

Pasal ini memberikan penegasan tantang objek perjanjian pinjam pakai, sebagaimana
diterangkan pada bagian awal bab ini bahwa yang dapat dijadikan objek perjanjian pinjam pakai
adalah barang yang tidak habis karena pemakaian

Pasal 1743

Perikatan-perikatan yamg terbit dari perjanjian pinjam pakai berpindah kepada para ahli
waris pihak yang meminjamkan dan para ahli waris pihak yang meminjam.

Namun jika suatu peminjaman telah dilakukan karena mengingat orangnya yang menerima
pinjaman, dan telah diberikan khusus kepada orang tersebut secara pribadi maka para ahli
waris orang ini tidak dapat tetap menikmati barang pinjaman itu.

Seperti halnya pada umumnya perjanjjan yang objeknya tidak terkait dengan pribadi atau
keahlian para pihak, maka hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian pinjam pakai juga
beralih kepada ahli waris masing-masing pihak

Sedangkan apabila pemberian pinjaman tersebut merupakan peminjaman yang djberikan


secara khusus kepada peminjam secara pribadi, maka ahli warisnya tidak dapat tetap menikmati
barang pinjaman tersebut setelah kematian peminjam
BAGIAN KEDUA
Tentang kewajiban-kewajiban seseorang yang
menerima pinjaman sesuatu

Pasal 1744

Sapa yang menerima pinjaman sesuatu, diwajibkan menyimpan dan memelihara barang
pinjamannya sebagai seorang bapak rumah yang baik. Ia tidak boleh memakainya guna suatu
keperlaun lain, selain yang selaras dengan sifat barangnya, atau yang ditentukan dalam
perjanjian; kesemuanya atas ancaman penggantian biaya rugi dan bunga, jika ada alasan untuk
itu.

Jika ia memakai barang pinjamannya guna suatu keperluan lain, atau lebih lama daripada yang
diperbolehkan, maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya
barangnya, sekalipun musnahnya barang ini disebabkan suatu kejadian yang sama sekali tidak
disengaja.

Kewajiban pihak peminjam pada perjanjian pinjam pakai, selain kewajiban utama untuk
mengembalikan barang pinjaman setelah dipakainya atau setelah lewatnya waktu tertentu sesuai
kesepakatan, adalah :

a. Menyimpan dan memelihara barang pinjaman sebagaimana memelihara barang sendiri


(sebagai seorang bapak rumah yang baik);
b. Tidak boleh memakai barang pinjaman untuk keperluan lain selain yang selaras dengan
sifat barangnya, atau sesuai perjanjian.

Apabila peminjam memakai barang pinjaman tidak selaras sifat barang pinjaman atau tidak
sesuai perjanjian, maka peminjam dapat dituntut untuk membayar ganti kerugian (biaya, rugi dan
bunga) jika ada alasan untuk itu

Di samping tuntutan ganti kerugian, peminjam yang menggunakan barang pinjaman yang
tidak selaras dengan sifat barang tersebut atau tidak sesuai perjanjian ataukah menggunakan
lebih lama daripada yang diperjanjikan, maka peminjam bertanggung jawab atas musnahnya
barang pinjaman walaupun musnhanya barang tersebut sama sekali diluar kesengajaan
peminjam.
Pasal 1745

Jika barang yang dipinjam musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, yang dapat
disingkiri seandainya si peminjam telah memakai barangnya sendiri, atau jika hanya satu dari
kedua barang itu sajalah yang dapat diselamatkan, si peminjam telah memilih menyelamatkan
dia punya barang sendiri, maka ia bertanggung jawab tentang musnahnya barang yang lainnya.

Apabila peminjam memiliki barang yang sama atau sama fungsinya dengan barang yang
dipinjam, maka resiko ditanggung oleh peminjam, jika lebih mengutamakan barangnya sendiri
daripada barang yang dipinjam. Jadi apabila barang pinjaman dipakai oleh peminjam sementara
seharusnya dia dapat memakai brangnya sendiri, maka resiko ditanggung oleh peminjam,
demikian pula jika terjadi suatu musibah dan hanya satu diantara barang tersebut yang dapat
siselamatkan, maka apabila peminjam memilih menyelamatkan barangnya sendiri, maka
peminjam harus bertanggung jawab atas musnahnya barang pinjaman.

Pasal 1746

Jika barangnya pada waktu dipinjamkan telah ditaksir harganya maka musnahnya barang,
biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tak disengaja, adalah atas tanggungan si
peminjam, kecuali apabila telah diperjanjikan sebaliknya.

Pada dasarnya resiko ditanggung oleh pemilik, atau pihak yang meminjamkan, tapi apabila
pada saat peminjaman harga barang telah ditaksir maka dengan adanya taksiran itu dianggap
bermaksud untuk mengalihkan resiko, sehingga apabila barang pinjaman musnah walaupun
diluar kesengajaan peminjam tetap peminjam menanggung resiko atau dia harus membayar ganti
kerugian. Hal ini hanya dapat dihindari jika diperjanjikan sebaliknya.

Berdasarkan ketentuan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penaksiaran harga dianggap
sebagai upaya peralihan resiko, akan tetapi anggaran itu tidak berlaku jika secara tegas
dinyatakan sebaliknya atau dinyatakan bahwa tidak dimaksudkan untuk mengalihkan resiko.

Pasal 1747

Jika barangnya berkurang harganya hanya karena pemakaian untuk barang itu telah dipinjam,
dan diluar salahnya si pemakai, maka orang ini tidak bertanggung jawab tentang kemunduran
itu.

Barang yang dipinjam dapat saja berkurang nilainya harganya akibat adanya pemakaian,
namun apabila pemakaian oleh peminjam dilakukan sebagaimana mestinya (sesuai fungsinya)
dan berkurangnya harga barang tersebut diluar kesalahan peminjam, maka peminjam tidak
bertanggung jawab atas berkurangnya harga barang tersebut. Hal ini memang wajar, karena
kemunduran harga tersebut sudah dianggap sudah dapat diperkirakan oleh pihak yang
meminjamkan dan hal itu terjadi secara alamiah, sehingga memang seharusnya pihak yang
meminjamkan dianggap sudah secara sukarela menerima konsekuensi yang berupa berkurangnya
harga barang yang dipinjamkan.

Pasal 1748

Jika si pemakai untuk dapat memakai barang pinjamannya, telah mengeluarkan sementara
biaya, maka tak dapatlah ia menuntutnya kembali.

Kadang-kadang ada barang yang dipinjam tapi tidak dapat dimanfaatkan tanpa harus
mengeluarkan biaya-biaya tertentu untuk kemanfaatan peminjam sendiri, maka apabila hal itu
terjadi, peminjam tidak dapat menuntut kembali biaya yang telah dikeluarkan tersebut kepada
pihak yang meminjamkan. Sebagai coontoh apabila yang dipinjam adalah sepeda motor tappi
tidak ada/kurang bensinnya maka peminjam yang harus mengisi bensin atau bannya bocor maka
biaya tambal ban ditanggung oleh peminjam.

Pasal 1749

Jika berbagai orang bersama-sama menerima satu barang dalam peminjaman, maka mereka itu
adalah masing-masing untuk seluruhnya, bertanggung jawab terhadap orang yang memberikan
pinjaman.

Jika peminjam lebih dari satu orang secara bersama-sama meminjam suatu barang, maka
secara hukum para peminjmam bertanggung jawab secara tanggung menanggung/tanggung
menteng terhadap pihak yang memberikan pinjaman.

BAGIAN KETIGA
Tentang kewajiban-kewajiban orang yang meminjamkan

Pasal 1750

Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selain setelah
lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada penetapan waktu yang demikian, setelah
barangnya dipergunakan untuk keperluan yang di maksudkan.

Seperti halnya dalam perjanjian pinjam meminjam, pada perjanjian pinjam pakai, pihak yang
meminjamkan juga dibebani kewajiban untuk tidak meminta kembali barangnya sebelum
lewatnya jangka waktu untuk mana perjanjian pinjam meminjam itu dilakukan, atau apabila
dalam perjanjian pinjam pakai tersebut tidak ditentukan jangka waktu peminjaman, maka yang
dijadikan ukuran adalah setelah barangnya dipergunakan atau dapat digunakan untuk tujuan
mana perjanjian pinjam pakai dilakukan. Jadi, sebenarnya walaupun belum digunakan tapi
seharusnya telah digunakan seandainya peminjam menggunakan waktu secara efektif.

Pasal 1751
Jika namun itu orang yang meminjamkan, di dalam jangka waktu tersebut atau sebelum
kebutuhan si pemakai habis, karena alasan-alasan yang mendesak dan sekonyong-konyong,
sendiri memerlukan barangnya, maka hakim dapat mengingat keadaan, memaksa si pemakai
mengembalikan barangnya kepada orang yang meminjamkan.

Walaupun terdapat kewajiban bagi pihak yang meminjamkan untuk tidak meminta kembali
barang yang dipinjamkan sebelum lewatnya jangka waktu perjanjian atau sebelum digunakan
sebagaimana mestinya, tapi apabila pihak yang meminjamkan memiliki kebutuhan yang
mendesak untuk menggunakan sendiri barangnya, maka dengan mempertimbangkan keadaan,
hakim dapat memaksa peminjam/pemakai untuk mengembalikan barang pinjaman kepada pihak
yang meminjamkan.

Apabila jangka waktu peminjaman bukan jangka waktu yang panjang, maka aturan yang
mengharuskan melalui pengadilan untuk meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum
waktunya merupakan aturan yang tidak realistis, karena kemungkinan jangka waktu
penyelesaian perkara, jauh lebih lama daripada jangka waktu peminjaman, dengan demikian
seharusnya dibuatkan klausula dalam perjanjian tentang kemungkinan dapatnya diminta kembali
barang pinjaman oleh pihak yang meminjamkan sendiri membutuhkannya secara mendesak, dan
pengembalian tersebut tidak perlu melalui pengadilan/hakim.

Pasal 1752

Jika si pemakai barang, selama waktu peminjaman, telah terpaksa mengeluarkan biaya luaar
biasa yang perlu, yang sebegitu mendesaknya hingga ia tidak sempat memberitahukan hal itu
sebelumnya kepada orang yang meminjamkan, maka orang ini diwajubkan mengganti biaya-
biaya tersebut kepada si pemakai itu.

Apabila pihak peminjam selama dalam peminjaman/pemakaian barang pinjaman telah


terpaksa mengeluarkan biaya-biaya luar biasa yang diperlukan untuk barang pinjaman, dan
dikeluarkan secara mendesak sehingga tidak sempat memberitahukan kepada pihak yang
meminjamkan, maka pihak yang meminjamkan diwajibkan mengganti biaya-biaya tersebut
kepada pihak yang meminjamkan sebagai contoh adalah penggantian komponen-komponen
penting yang dinikmati oleh pihak yang meminjamkan, misalnya kalau barang pinjaman berupa
mobil, dan peminjam terpaksa mengganti akinya karena mogok, maka pihak yang meminjamkan
berkewajiban untuk mengganti uang pinjaman yang digunakan untuk membeli aki tersebut.

Pasal 1753

Jika barang yang dipinjamkan mengandung cacat-cacat yang sedemikian, hingga orang yang
memakainya dapat dirugikan karenanya, maka orang yang meminjamkan, jika ia mengetahui
adanya cacat-cacat itu dan tidak memberitahukannya kepada si pemakai, bertanggung jawab
tentang akibat-akibatnya.
Oleh karena perjanjian pinjam pakai ini merupakan perjanjian untuk membantu pihak lain,
maka harus pula dilakukan dengan iktikad baik, sehingga apabila barang yang dipinjamkan
mengandung cacat yang dapat merugikan peminjam maka pihak yang meminjamkan wajib
memberitahukan kepada peminjam tentang cacat tersebut, dan apabila pihak yang meminjamkan
tidak memberitahukan adanya cacat itu kepada peminjam padahal pihak yang meminjamkan
sendiri mengetahuinya, maka pihak yang meminjamkan bertanggung jawab tentang akibat-
akibatnya.

PINJAM MEMINJAM

Perjanjian pinjam meminjam atau biasa juga disebut perjanjian pinjam mengganti adalah
perjanjian yang objeknya adalah barang yang habis karena pemakaian, sehingga barang yang
dipinjam akan digunakan atau dihabiskan oleh pihak peminjam dan menggantinya dengan
barang barang lain yang sejenis dan sama nilainya pada waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.

Perjanjian pinjam meminjam ini mengakibatkan barang yang dipinjam menjadi milik
peminjam, sehingga resiko atas barang yang dipinjam ada pada pihak peminjam. Hal inilah salah
satu yang membedakan dengan pinjam pakai, karena pada perjanjian pinjam pakai hak milik
tidak beralih kepada peminjam sehingga resiko pun masih tetap pada pihak yang meminjamkan.

BAGIAN KESATU
Ketentuan-ketentuan umum

Pasal 1754

Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihk yang
lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula.

Perjanjian pinjam meminjam atau yang biasa juga disebut perjanjian pinjam mengganti
adalah perjanjian dimana satu pihak memberikan kepada orang lain barang yang menghabis
karena pemakaian, dan pihak penerima akan mengembalikan dalam jumlah, macam dan keadaan
yang sama.

Dikatakan juga pinjam mengganti karena memang dalam perjanjian pinjam meminjam ini
barang yang dipinjam, pada saat dikembalikan, sudah bukan lagi barang yang dipinjam tapi
barang sejenis tapi dengan syarat, jumlah, masa, dan keadaannya harus sama dengan yang
dipinjam

Penggantian dengan barang lain pada saat dikembalikannya barang yang dipinjam karena
barang yang dipinjam memang untuk dipakai oleh peminjam dan jika barang tersebut dipakai
maka barang tersebut akan habis, karena memang sifatnya barang tersebut adalah barang yang
menghabis karena pemakaian, misalnya beras, minyak goreng, uang dan lain-lain.

Pasal 1755

Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik
barang yang dipinjam ; dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun, maka
kemusnahan itu adalah atas tanggungannya.

Oleh karena dalam perjanjian pinjam meminjam ini barang yang dipinjam memang untuk
dipakai (dihabiskan) oleh peminjam dan pada saat dikembalikan yang dikembalikan adalah
barang lain, maka setelah barang diserahkan kepada peminjam, secara otomatis barang tersebut
menjadi milik peminjam, yang berarti juga segala kerusakan atau resiko yang terjadi atas barang
tersebut menjadi tanggung jawab peminjam.

Pasal 1756

Utang yang terjadi karena paminjaman uang hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan
dalam perjanjian.

Jika sebelum saat pelunasan, terjadi suatu kenaikan atau kemunduran harga atau ada
perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus
dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan, dihitung menurut harganya
yang berlaku pada saat itu

Jika terjadi perjanjian pinjam meminjam uang, maka uang peminjam hanya terbatas pada
jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian, jadi tidak ada bunga yang terjadi secara otomatis,
jika perjanjian itu dilakukan sebagaimana mestinya, dalam arti tidak ada wanprestasi dari
peminjam (debitor).

Dalam perjanjian pinjam meminjam uang dapat saja terjadi bahwa selama perjanjian
berlangsung atau sebelum dibayarnya pinjaman/uang tersebut, terjadi perubahan nilai uang, baik
berupa kenaikan atau pun penurunan, demikian pula perubahan mengenai berlakunya mata uang,
maka pembayaran utang tersebut dilakukan dengan mata uang yang berlaku pada waktu
pembayaran/pelunasan dengan menyesuaikan nilainya antara jumlah nilai mata uang yang
dipinjam dengan jumlah nilai mata uang yang dibayarkan.

Pasal 1757

Aturan yang ditetapkan dalam pasal yang lalu tidak berlaku jika mengenai suatu peminjaman
suatu jumlah mata uang tertentu, kedua belah pihak dengan pernyataan tegas telah bersepakat,
bahwa akan dikembalikan jumlah mata uamg yang sama . dalam hal ini; pihak yang menerima
pinjaman diwajibkan mengembalikan jumlah mata uang yang tepat dari macam yang sama,
tidak kurang dan tidak lebih.
Jika mata uang yang semacam tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi, maka
kekurangannya harus digamti dengan mata uang dari logam yang sama, sedapat-dapatnya dari
kadar yang sama, dan kesemuanya mengandung logam asli yang sama beratnya sebagaimana
yang terdapat didalam jumlah mata uang yang telah tidak ada lagi itu.

Pembayaran dengan melakukan penyesuaian mata uang dan nilai uang sebagaimana diatur
pada pasal sebelumnya tidak berlaku jika para pihak yang melakukan perjanjian pinjam
meminjam tersebut, secara tegas menyatakan bahwa pinjaman tersebut akan dikembalikan
jumlah mata uang yang sama, maka pada saat pembayaran pihak peminjam/debitor wajib
mengembalikan jumlah yang sama dan mata uang yang sama pula. Hal ini berarti bahwa apabila
telah diperjanjikan secara tegas tentang pembayaran dengan mata uang dan jumlah yang sama,
maka pembayaran tidak terpengaruh oleh adanya perubahan mata uang dan nilai uang.

Apabila uang yang dimaksud sudah tidak ada atau tidak mencukupi, maka diganti dengan
mata uang yang berlaku yang setara dengan uang yang dipinjam. Kesimpulan ini saya ambil
karena ketentuan pasal ini mengatur tentang uang logam yang sekarang sudah tidak dikenal lagi,
karena yang berlaku adalah uang kertas.

Pasal 1758

Jika yang dipinjamkan itu batang-batang emas atau perak atau lain-lain barang perdagangan,
maka, betapa pun naik atau turun harganya, si berutang senantiasa harus mengembalikan
jumlah yang sama berat dan sama mutunya, dan ia tidaklah diwajibkan memberikan lebih dari
pada itu.

Apabila objek perjanjian pinjam meminjam adalah emas atau perak atau barang perdagangan
lainnya, maka peminjam harus mengembalikan jumlah dan kualitas yang sama, dan ridak ada
kewajiban bagi peminjam untuk melebihkan pembayaran.

Ketentuan ini memang sudah seharusnya, karena yang dipinjam adalah barang yang bukan
uang, sehingga pengembalian barang tersebut tetap jenis dan jumlah barang yang sama,
walaupun ada kemungkinan nilainya berbeda jika dinilai dengan uang, sebagai contoh, kalau kita
meminjam emas batangan seberat 5 (lima gram) yang harganya ketika dipinjam adalah
Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) pergram sehingga nilainya adalah Rp. 2.500.000 (dua juta
lima ratus ribu rupiah), dan pada saatpembayaran harga emas menjadi Rp.700.000 (tujuh ratus
ribu rupiah) per gram, berarti nilai 5 (lima gram) emas adalah Rp. 3.500.000 (tiga juta lima ratus
ribu rupiah). Jadi walaupun emasnya sama tapi nilainya jika dirupiahkan menjadi berbeda.

Pinjam meminjam sebagaimana dicontohkan di atas, walaupun objeknya adalah emas atau
barang perdagangan yang merupakan barang yang tidak habis karena pemakaian tapi menjadi
objek pinjam meminjam (bukan pinjam pakai), karena tujuannya untuk dihabiskan (emas dijual
untuk dibelanjakan) atau diperdagangkan sehingga memang harus diganti dengan barang lain.
atau diperdagangkan sehingga memang harus diganti dengan barang lain.

BAGIAN KEDUA
Tentang kewajiban-kewajiban orang yang
meminjamkan

Pasal 1759

Orang yang meminjamkan tidak dapat meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya
sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian.

Walaupun perjanjian pinjam meminjam ini merupakan perjanjian yang sifat dasarnya adalah
membantu pihak yang meminjam, namun bukan berarti pihak yang meminjamkan berhak
berlaku sesuka hatinya terhadap peminjam. Dengan demikian, ditentukan bahwa pihak yang
meminjamkan wajib untuk tidak meminta kembali barang yang dipinjamkannya sebelum sampai
waktu pengembalian/pembayaran yang telah ditentukan.

Pasal 1760

Jika tidak telah ditetapkan sesuai waktu, hakim berkuasa, apabila orang yang meminjamkan
menuntut pengembalian peminjamannya, menurut keadaan, memberikan sekadar kelonggaran
kepada si peminjam.

Dalam perjanjian pinjam meminjam sering kali terjadi bahwa para pihak tidak menentukan
waktu pembayaran, sehingga apabila pihak yang meminjamkan ingin meminta pembayaran
tersebut karena peminjam kemungkinan belum memiliki kemampuan untuk melakukan
pembayaran dengan serta merta. Oleh karena itu untuk menghindari permintaan serta merta
tersebut, maka berdasarkan keadaan, hakim diberikan kewenangan untuk memberikan
kelonggaran kepada peminjam untuk melakukan pembayaran.

Pasal 1761

Jika telah diadakan perjanjian, bahwa pihak yang telah meminjam sesuatu barang atau
sejumlah uang akan mengembalikannya bilamana ia mampu untuk itu, maka hakim, mengingat
keadaan, akan menentukan waktu pengembaliannya

Damikian halnya dengan perjanjian pinjam meminjam barang atau uang yang peminjamnya
menyatakan akan membayar/ mengembalikannya jika ia mampu, maka hakim juga diberi
kewenangan untuk menentukan waktu pengembaliannya dengan mempertimbangkan keadaan
(kedua belah pihak).

Pasal 1762

Ketentuan pasal 1753 adalah berlaku terhadap pinjam meminjam/pinjam mengganti.


Pasal 1753 menentukan bahwa jika barang yang dipinjamkan mengandung cacat-cacat yang
sedemikian, hingga orang yang memakainya dapat dirugikan karenya, maka orang yang
meminjamkan, jika ia mengetahui adanya cacat-cacat itu dan tidak memberitahukannya kepada
si pemakai, bertanggung jawab tentang akibat-akibatnya.

Hal itu berarti bahwa jika seseorang yang meminjamkan sesuatu kepada orang lain, maka ia
harus betul-betul memperhatikan kepentingtan peminjam, sehingga apabila peminjam
mengalami kerugian akibat cacat pada barang yang dipinjam, maka pihak yang meminjamkan
akan bertanggung jawab atas kerugian tersebut apabila pihak yang meminjamkan mengetahui
adanya cacat itu tapi tidak memberitahukannya kepada peminjam.

BAGIAN KETIGA
Tentang kewajiban-kewajiban si peminjam

Pasal 1763

Siapa yang menerima pinjaman sesuatu diwajikan mengembalikannya dalam jumlah dan
keadaan yang sama, dan pada waktu yang ditentukan.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pihak yang meminjam harus mengembalikan atau
membayar pinjaman/ utangnya. Disini dipertegas bahwa pengembalian tersebut dilakukan dalam
jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan. Dengan demikian dapat dilihat,
bahwa ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan pada saat pembayaran, yaitu : (a) jumlah yang
sama; (b) keadaan yang sama; (c) pada waktu yang ditentukan.

Pasal 1764

Jika ia tidak mampu memenuhi kewajiban ini, maka ia diwajibkan membayar harga barang
yang dipinjamnya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya
menurut perjanjian, sedianya harus dikembalikan.

Jika waktu dan tempat ini telah ditentukan, pelunasannya harus dilakukan menurut harga
barang pinjaman pada waktu dan tempat dimana pinjaman telah terjadi.

Pasal ini menerangkan bahwa jika terjadi pinjam meminjam barang dan peminjam tidak
mampu, dalam arti ridak mampu untuk memperoleh barang yang dimaksud untuk memenuhi
kewajibannya, maka peminjam diwajibkan membayar harganya, dengan memperhatikan waktu
dan tempat pembayaran/pengembalian barang sesuai perjanjian.

Apabila waktu dan tempat pembayarannya tidak ditentukan dalam perjanjian, maka
pembayaran harga barang tersebut disesuaikan dengan harga barang pada waktu dan tempat
terjadinya peminjaman
BAGIAN KE EMPAT
Tentang meminjamkan dengan bunga

Pasal 1765

Adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau barang yang
menghabis karena pemakaian.

Berdasarkan pasal ini dibolehkan melakukan perjanjian pinjam meminjam uang atau barang
yang menghabis karena pemakaian dengan memperjanjikan bunga. Hanya saja dengan
berkembangnya perjanjia syariah, maka perjanjian pinjam meminjam dengan memperjanjikan
bunga ini telah dialihkan ke dalam perjanjian lain yang tidak menggunakan bunga, karena bunga
dianggap sama dengan riba sedangkan riba dalam hukum silam hukumnya haram.

Pasal 1766

Siapa yang telah menerima pinjaman dan membayar bunga yang tidak telah diperjanjikan, tidak
dapat menuntutnya kembali, maupun menguranginya dari jumlah pokok, kecuali apabila bunga
yang dibayar itu melebihi bunga menurut undang-undang; dalam hal mana uang yang telah
dibayar selebihnya dapat dituntut kembali atau dikurangkan dari jumlah pokok.

Pembayaran bunga yang telah diperjanjikan tidak mewajibkan si berutang untuk


membayarnya seterusnya; tetapi bunga yang telah diperjanjikan harus dibayar sampai pada
pengembalian atau penitipan uang pokoknya, biarpun pengembalian atau penitipan ini telah
dilakukan setelah lewatnya waktu utangnya dapat ditagih

Dalam hal ini terjadi perjanjian pinjam meminjam tidak diperjanjikan bunga, maka tidak ada
kewajiban peminjam untuk membayar bunga, akan tetapi apabila peminjam pada saat melakukan
pembayaran juga membayar bunga dalam jumlah tertentu, maka peminjam tidak dapat menuntut
pengembalian bunga yang telah dibayarkannya tersebut ataupun memperthitungkannya dalam
utang pokok, kecuali kalau bunga yang telah dibayarkan tersebut melampaui bunga moratoir
(bunga menurut undang-undang yakni 6% pertahun), maka peminjam dapat menuntut selisih
antara bunga yang telah dibayarkan dan bunga moratoir. Sebagai contoh, jika saya meminjam
uang sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) selama satu tahun, dan pada saat pembayaran serta
membayar sebesar Rp. 1.100.000 (satu juta seratus ribu rupiah) berarti sy telah membayar bunga
sebesar 10% pertahun sehingga melebihi bunga moratoir yang hanya 6% pertahun. Hal ini berarti
saya masih dimungkinkan untuk menuntut pengembalian pembayaran bunga tidak diwajibkan
yang saya telah lakukan, yaitu sebesar 4% atau Rp. 40.000. dengan demikian saya dapat
menuntut kepada pihak yang meminjamkan (kreditor) agar mengembalikan uang saya sebesar
Rp. 40.000. apabila kreditor tidak mengembalikan kelebihan bunga sebesar Rp. 40.000 tersebut,
maka saya berhak menggurangkan pada utang pokok yang tersisa, jika masih ada.
Pembayaran bunga yang tidak diperjanjikan yang dilakukan oleh peminjam tidak diwajibkan
untuk membayar bunga tersebut seterusnya. Berbeda halnya jika tersebut diperjanjikan, maka
peminjam wajib membayarnya sampai pada saat pelunasan atau penitipan jika dilakukan
penawaran pembayaran disertai penitipan. Pembayaran bunga ini berlaku walaupun pelunasan
atau penitipan tersebut dilakukan melampaui waktu yang telah ditentukan

Pasal 1767

Ada bunga menurut undang-undang dan ada yang ditetapkan dalam perjanjian.

Bunga menurut undang undang ditetapkan dalam undang-undang. Bunga yang diperjanjikan
dalam perjanjian boleh melampaui bunga menurut undang-undang dalam segala hal yang
dilarang oleh undang-undang.

Besarnya bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian harus ditetapkan secara tertulis (bunga
menurut undang-undang adalah menurut lembaran negara tahun 1848 No.22: enam persen).

Apabila kita bicara tentang bunga dalam perjanjian pinjam meminjam, maka dikenal ada dau
macam bunga, yaitu :

a. Bunga menurut undang-undang (ditetapkan dalam undang-undang); dan


b. Bunga yang ditetapkan dalam perjanjian.

Besarnya bunga menurut undang-undang telah ditetapkan sebesar 6% (enam persen)


pertahun, sedangkan bunga yang diperjanjikan dimungkinkan lebih besar daripada 6% (enam
persen) sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang. Hanya saja besarnya bunga yang
diperjanjikan ini harus ditetapkan secara tertulis.

Namun perlu diingat bahwa bunga ini dalam hukum islam oleh banyak ulama dipersamakan
dengan riba sedangkan riba itu hukumnya haram.

Pasal 1768

Jika orang yang meminjamkan telah memperjanjikan bunga dengan tidak menentukan berapa
besarnya, maka si penerima pinjaman diwajibkan membayar bunga menurut undang-undang.

Dalam perjanjian pinjam meminjam ini kemungkinan para pihak memperjanjikan bunga, tapi
berapa besarnya bunga tersebut tidak ditentukan oleh para pihak. Kalau terjadi demikia, maka
peminjam hanya diwajibkan membayar bunga sebesar 6% pertahun, yakni bunga menurut
undang-undang.
Pasal 1769

Buku pemabayaran uang pokok dengan tidak menyebutkan sesuatu apa mengenai bunga,
memberikan persangkaan tentang sudah dibayarnya bunga itu, dan si berutang dibebaskan
daripada itu.

Pasal ini menerapkan bukti persangkaan, yakni apabila dalam buku atau catatan pembayaran
uang pokok/utang pokok tidak menyinggung mengenai bunga, maka pembayaran bunga
dianggap telah dilakukan sehingga peminjam dibebaskan dari kewajiban membayar bunga.

PINJAM-PAKAI

1. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Definisi. Pinjam-pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan
suatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan Cuma-Cuma, dengan syarat
bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu
tertentu, akan mengembalikannya (pasal 1740).
Dalam perkataan sehari-hari hanya dipakai istilah “pinjam” saja, tetapi kita mengetahui
bahwa ada perbedaan antara meminjam sebuah mobil atau meja dengan meminjam uang atau
beras misalnya. Kalau seorang meminjam sebuah mobil atau meja, maka yang harus
dikembalikan adalah mobil atau meja itu juga (tidak boleh ditukar dengan mobil atau meja blur),
sedangkan kalau seorang meminjam sejumlah uang atau beras, maka yang akan dikembalikan
bukan uang atau beras yang diterima itu, tetapi hanya sejumlah uang yang sama nilainya atau
beras sebanyak yang dipinjam dari kwalitas yang sama, karena uang atau beras yang dulu
diterima sudah habis dipakai; jadi yang dikembalikan itu bukan uang atau beras yang dulu
diterima, tetapi uang atau beras lain yang nilainya sama.
Untuk membedakan dua macam “pinjam” tersebut, maka yang disebutkan pertama kita
namakan “pinjam-pakai” dan yang disebutkan terakhir “pinjam-meminjam”. Dalam bahasa
Belanda yang pertama dinamakan “bruikleen” sedangkan yang terkahir dinamakan
“verbruiklening”. Dalam Civil Code of the Philippines juga pengertian “loan” diperbedakan
dalam “commodatum” (sama dengan pinjam-pakai) dan “simple loan or mutuum” (sama dengan
pinjam-meminjam).
Untuk mengadakan perbedaan tersebut diatas juga dipakai sebagai kriterium bahwa dalam
“pinjam-pakai” barang yang dipinjam tidak habis atau musnah karena pemakaian, sedangkan
dalam halnya “pinjam-meminjam” barang itu habis atau musnah karena pemakaian.
Dalam bab ini kita bicarakan tentang perjanjian pinjam-pakai, sedangkan tentang perjanjian
pinjam-meminjam akan kita bicarakan dalam bab yang berikutnya.
Dalam pinjam-pakai ini pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik dari barang yang
dipinjamkan (pasal 1741). Sebagaimana akan kita lihat tidak demikianlah dalam perjanjian
pinjam-meminjam. Disitu barang yang dipinjam menjadi miliknya orang yang meminjamnya.
Segala apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi
bahan perjanjian pinjam-pakai (pasal 1742). Sudah diterangkan diatas bahwa menjadi kriterium
dari pinjam-pakai ini bahwa barang yang dipinjam itu tidak menghabis karena pemakaian,
misalnya sebuah mobil atau meja.
Perjanjian pinjam-pakai ini merupakan contoh dari suatu perjanjian sepihak atau unilateral
(dimana perkataan “sepihak” ditujukan pada hanya adanya prestasi dari satu pihak saja), sebagai
lawan dari suatu perjanjian bertimbal-balik atau bilateral. Sifatnya sepihak itu dinyatakan dengan
rumusan “untuk dipakai dengan Cuma-Cuma”. Kalau pemakaian itu tidak dengan Cuma-Cuma,
tetapi dengan pembayaran, bukan lagi perjanjian pinjam-pakai yang terjadi, tetapi perjanjian
“sewa-menyewa”
Perikatan-perikatan yang terbit dari perjanjian pinjam-pakai berpindah kepada para
akhliwaris pihak yang meminjamkan dan para akhliwaris pihak yang meminjam. Namun jika
suatu peminjaman telah dilakukan karena mengingat orangnya yang menerima pinjaman dan
telah diberikan khusus kepada orang tersebut secara pribadi, para akhliwarisnya orang ini tidak
dapat tetap menikmati barang pinjaman itu (pasal 1743).
Apa yang dikatakan dalam bagian pertama pasal 1743 itu, bahwa hak dan kewajiban yang
timbul dari perjanjian pinjam-pakai itu berpindah kepada para akhliwaris dari kedua belah pihak,
adalah sesuai dengan asas umum dari hukum perwarisan yang menetapkan bahwa semua hak dan
kewajiban yang ada nilainya uang (aktiva dan passiva) dari seorang yang meninggal diwarisi
oleh sekalian akhliwarisnya. Namun apabila suatu hak atau suatu kewajiban adan hubungannya
yang sangat erat dengan pribadi si meninggal, hak atau kewajiban itu tidak beralih kepada
akhliwarisnya. Begitu pula apabila, seperti diterangkan dalam bagian kedua dari pasal tersebut
diatas, peminjaman itu telah dilakukan karena mengingat orangnya dan diberikan khusus kepada
si meninggal secara pribadi, maka perjanjian pinjam-pakai berakhir dan para akhliwaris
berkewajiban mengembalikan barangnya. Misalnya si meninggal diwaktu hidupnya, sebagai
dosen diberikan sebuah mobil dalam pinjam-pakai oleh yayasan. Para akhliwaris harus seketika
mengembalikan mobil tersebut tanpa diperlukannya suatu pemberitahuan pengakhiran
perjanjiannya pinjam-pakai, karena perjanjian ini sudah berakhir dengan sendirinya dengan
meninggalnya si peminjam.

PINJAM-MEMINJAM

1. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Definisi. Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang
sama dari jenis dan mutu yang sama pula (pasal 1754).
Sebagaimana telah diterangkan dalam bab tentang pinjam-pakai, salah satu kriterium dalam
membedakan antara pinjam-pakai dan pinjam-meminjam adalah apakah barang yang
dipinjamkan itu menghabis karena pemakaian atau tidak. Kalau barang yang dipinjamkan itu
menghabis karena pemakaian, itu adalah pinjam-meminjam. Dalam istilah “verbruik-lening”
yaitu nama dalam bahasa Belanda untuk perjanjian pinjam-meminjam ini, perkataan “verbruik”
berasal dari “verbruiken” yang berarti menghabiskan. Dapat juga terjadi bahwa barang yang
menghabis karena pemakaian, diberikan dalam pinjam-pakai, yaitu jika dikandung maksud
bahwa ia hanya akan dipakai sebagai pajangan atau dipamerkan.
Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam itu, pihak yang menerima pinjaman menjadi
pemilik dari barang yang dipinjam; dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun,
maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (pasal 1755).
Karena si peminjam diberikan kekuasaan untuk menghabiskan (memusnahkan) barangnya
pinjaman, maka sudah setepatnya ia dijadikan pemilik dari barang itu. Sebagai pemilik ini ia juga
memikul segala risiko atas barang tersebut; dalam halnya pinjam uang, kemerosotan nilai uang
itu.
Dalam halnya peminjaman uang, utang yang terjadi karenanya hanyalah terdiri atas jumlah
uang yang disebutkan dalam perjanjian. Jika, sebelum saat pelunasan, terjadi suatu kenaikan atau
kemunduran harga (nilai) atau ada perubahan mengenai berlakunya mata-uang, maka
pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata-uang yang berlaku pada waktu
pelunasan, dihitung menurut harganya (nilainya) yang berlaku pada saat itu (pasal 1756). Dengan
demikian maka untuk menetapkan jumlah uang yang terutang, kita harus berpangkal pada jumlah
yang disebutkan dalam perjanjian.
Dalam hubungan menetapkan jumlah uang yang harus dibayar oleh si berutang dalam
perjanjian-perjanjian sebelum Perang Dunia ke II, terdapat suatu yurisprudensi Mahkamah
Agung yang terkenal, yang mengambil dasar untuk penilaian kembali jumlah yang terutang itu :
harga emas sebelum perang dibandingkan dengan harga emas sekarang, namun risiko tentang
kemorosotan nilai mata-uang itu dipikul oleh masing-masing pihak separoh. Mula-mula putusan-
putasan seperti itu diambil dalam menetapkan jumlah uang tebusan dalam soal gadai tanah, tetapi
kemudian utang-piutang uang juga mendapat perlakuan yang sama. Yurisprudensi tersebut
mencerminkan suatu pengetrapan asas itikad baik yang harus di-indahkan dalam hal pelaksanaan
suatu perjanjian, seperti terkandung dalam pasal 1338 (3) B.W.

Anda mungkin juga menyukai