MODUL 7
KEGIATAN BELAJAR 9
NILAI KONSTITUSI
A. Deskripsi Singkat
Pada Kegiatan belajar 9 ini, peserta kuliah akan mempelajari mengenai
Nilai Konstitusi. Di kegiatan belajar 9 ini akan dijelaskan terkait Nilai
Konstitusi.
B. Relevansi
Materi dalam kegiatan belajar ini berkaitan dengan Nilai Konstitusi.
Diharapkan bagi peserta mata kuliah mampu membedakan nilai konstitusi.
C. Capaian Pembelajaran
1. Uraian
Menurut pandangan Karl Loewenstein, dalam setiap konstitusi
selalu terdapat dua aspek penting, yaitu sifat idealnya sebagai
teori dan sifat nyatanya sebagai praktik. Artinya, sebagai hukum
tertinggi di dalam konstitusi itu selalu terkandung nilai-nilai
ideal sebagai das sollen yang tidak selalu identik dengan das sein
atau keadaan nyatanya di lapangan.
Jika antara norma yang terdapat dalam konstitusi yang bersifat
mengikat itu dipahami, diakui, diterima, dan dipatuhi oleh subjek
hukum yang terikat padanya, konstitusi itu dinamakan sebagai
konstitusi yang mempunyai nilai normatif. Kalaupun tidak
seluruh isi konstitusi itu demikian, tetapi setidak-tidaknya
norma-norma tertentu yang terdapat di dalam konstitusi itu
apabila memang sungguh-sungguh ditaati dan berjalan
sebagaimana mestinya dalam kenyataan, norma-norma konstitusi
dimaksud dapat dikatakan berlaku sebagai konstitusi dalam arti
normatif.
Akan tetapi, apabila suatu undang-undang dasar, sebagian atau
seluruh materi muatannya, dalam kenyataannya tidak dipakai
sama sekali sebagai referensi atau rujukan dalam pengambilan
keputusan dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara, kontitusi
tersebut dapat dikatakan sebagai kontitusi yang bernilai
nominal.Manakala dalam kenyataannya keseluruhan bagian atau
isi undang-undang dasar itu memang tidak dipakai dalam
praktik, keseluruhan undang-undang dasar itu dapat disebut
bernilai nominal. Misalnya, norma dasar yang terdapat dalam
kontitusi yang tertulis menentukan A, tetapi kontitusi yang
dipraktikkan justru sebaliknya yaitu B sehingga apa yang tertulis
secara expressis verbis dalam konstitusi sama sekali hanya
bernilai nominal saja. Dapat pula terjadi bahwa yang
dipraktikkan itu hanya sebagian saja dari ketentuan undang-
undang dasar, sedangkan sebagian lainnya tidak dilaksanakan
dalam praktik sehingga dapat dikatakan bahwa yang berlaku
normatif hanya sebagian. Sementara itu, sebagian lainnya hanya
bernilai nominal sebagai norma-norma hukum di atas kertas
“mati”.
Konstitusi yang bernilai semantik adalah konstitusi yang norma-
norma yang terkandung di dalamnya hanya dihargai di atas
kertas yang indah dan dijadikan jargon,semboyan, ataupun
“gincu-gincu ketatanegaraan” yang berfungsi sebagai pemanis
dan sekaligus sebagai alat pembenaran belaka. Dalam setiap
pidato, norma-norma konstitusi itu selalu dikutip dan dijadikan
dasar pembenaran suatu kebijakan, tetapi isi kebijakan itu sama
sekali tidak sunguh-sungguh melaksanakan isi amanat norma
yang dikutip itu. Kebiasaan seperti ini lazim terjadi di banyak
negara, terutama jika di negara yang bersangkutan tidak tersedia
mekanisme untuk menilai konstitusionalitas kebijakan-kebijakan
kenegaraan yang mungkin menyimpang dari amanat undang-
undang dasar. Dengan demikian, dalam praktik ketatanegaraan,
baik bagian-bagian tertentu ataupun keseluruhan isi undang-
undang dasar itu, dapat bernilai semantik saja.(Jimly
Asshidiqie,2011:108-110)
2. Latihan
3. Pustaka
a. C.F. Strong, 2015, Konstitusi-konstitusi Politik Modern; Studi
Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk (terj.),Nusamedia,
Bandung.
b. Dahlan Thaib, dkk., 2003, Teori dan Hukum Konstitusi, Rajawali
Pers, Jakarta.
c. Jimly Asshiddiqie, 2011, Konstitusi dan Konstitusionalisme
Indonesia (cetakan kedua), Sinar Grafika, Jakarta.
d. Jimly Asshiddiqie, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
(cetakan ke-3), Rajawali Pers, Jakarta.
4. Tes Formatif