Pola nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika seseorang individu
mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernafasan sehubungan
dengan ketidak mampuan untuk batuk secara efektif (Lynda Juall, Carpenito 2010).
Ketidakefektifan pola napas adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi yang adekuat (Wilkinson, 2006). Pola nafas tidak efektif adalah ventilasi atau
pertukaran udara inspirasi dan atau ekspirasi tidak adekuat. (Santoso, Budi.2006). dalam
1.
per menit. Proses ini terjadi karena paru-paru dalam keadaan atelektaksis atau
terjadinya emboli.
Bradypnea, merupakan pola pernafasan yang lambat dan kurang dari 10 kali per
3.
Hiperventilasi, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan
jumlah oksigen dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam. Proses
ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi, nafas pendek, adanya nyeri
pernafasan menurun.
4.
Kusmaul, merupakan pola cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada orang
5.
dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar, serta tidak cukupnya
jumlah udara yang yang memasuki alveoli dalam penggunaan oksigen. Keadaan
6.
Dispnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat pernafasan. Hal ini dapat
7.
berdiri. Pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif
paru-paru.
8.
naik, kemudian menurun dan berhenti, lalu pernafasan dimulai lagi dari siklus
baru.
9.
Pernafasan Paradoksial, pernafasan dimana dinding paru-paru bergerak
10. Biot, merupakan pernafasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes,
akan tetapi amplitudonya tidak beraturan. Pola ini sering dijumpai pada pasien
dan lain-lain.
11. Stridor, merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada
saluran pernafasan. Pola ini pada umumnya ditemukan pada kasus spasme
G. Etiologi
4. Faktor fisiologis
c) Hipovolemia
d) Meningkatnya metabolism
2. Faktor perilaku
1. Merokok
2. Aktivitas
3. Kecemasan
5. Status nutrisi
3. Faktor lingkungan
2. Suhu lingkungan
C. Patofisiologi
Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam
jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang
paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom. Gangguan
yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang penurunan KVP
saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun kecil. Gejala
penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding
mengi.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata disluruh bagian baru, ada daerah –
daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksemia penurunan Pa02 mungkin kelainan pada asma sub klinis (Suyono,
Slamet. 2009)
Pathway
Hipoksia
Sesak napas
D. Manifestasi Klinis
E. Pemeriksaan Diagnostik
Rongen dada
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan misalnya untuk melihat lesi paru pada penyakit
TB, adanya tumor, benda asing, pembengkakan paru, penyakit jantung dan untuk melihat
struktur abnormal
Penatalaksanaan keperawatan
mengurangi stress.
Merupakan cara untuk melihat pasien yang tdak memiliki kemampuan batuk
secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari
3. Fisioterapi dada
cara postural drinase, clapping dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem
pernafasan.
Penatalaksaan Medis
1. Pemberian oksigenasi