Anda di halaman 1dari 11

4.

Komplikasi

Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang mengancam


jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada beberapa individu.
Pada kasus ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan meningkat,
kebutuhan oksigen juga meningkat. Karena individu yang mengalami serangan asma tidak
dapat memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi
kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi
melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini
dapat menyebabkan pneumothoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi.
Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan
kematian(Corwin, 2009).

5. Patofisiologi

Serangan awal asma dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau dewasa, episode asma
akut, yang disebut sebagai serangan asma dapat dicetuskan oleh stress, olahraga berat,
infeksi, atau pemajanan terhadap allergen atau iritan lain seperti debu dan sebagainya.
Banyak klien asma dalam keluarganya mempunyai riwayat alergi. Dispnea adalah gejala
utama asma, tetapi gejala lain seperti hiperventilasi, sakit kepala, kebas, dan mual juga dapat
terjadi. Serangan asmatik terjadi akibat beberapa perubahan fisiologi termasuk perubahan
dalam respons imunologi, resistensi jalan udara yang meningkat, komplians paru yang
meningkat, fungsi mukosilaris yang mengalami kerusakan, dan pertukaran oksigenkarbon
dioksida yang berubah (Mansjoer, 2013).

6. Pathways
7. Pengobatan

Pengobatan penyakit asma bronchial dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi


seperti : (Muttaqin, 2008).

a. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakit asma
sehingga klien secara sadar menghindari faktorfaktor pencetus, menggunakan obat secara
benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.

b. Menghindari faktor pencetus.Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan


asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor
pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.

Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat


dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada (Muttaqin, 2008).
Sedangkan pengobatan farmokologi dapat menggunakan : (Muttaqin, 2008).

a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat


cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua
adalah 10 menit.

b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin


adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.

c. Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons yang
baik,harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x
semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping,
maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d. Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah


asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide diberikan 1-2 kapsul 4 x
sehari.

8. Diagnosa Keperawatan:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mucus dalam jumlah berlebihan, peningkatan
produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan bronkospasme.

b. Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan otot pernapasan dan deformitas dinding dada.

c. Gangguan pertukaran gas b.d retensi karbondioksida.

d. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontakbilitas dan volume sekuncup jantung.

e. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


(hipoksia) kelemahan

B. Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma Bronchial

1. Pengkajian Keperawatan

a. Riwayat keperawatan

Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen meliputi: ada atau
tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan hidung dan tenggorokan), seperti
epistaksia (kondisi akibat luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, sinusitis akut,
hipertensi, ganguan pada sistem peredaran darah, dan kanker), obstruksi nasal (kondisi
akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan keadaan lain yang
menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah keadaan infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah
sinus, otitis media, keluhan nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga
sekitar 38,5 derajat Celsius, sakit kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-muntah
(pada anak-anak), faring berwarna merah, dan adanya edema (Alimul, 2011).

b. Pola batuk dan produksi sputum


Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah batuk termasuk
batuk kering, keras dan kuat dengan suara mendesing, berat dan berubah-ubah
sepertikondisi pasien yang mengalami penyakit kanker. Juga melakukan pengkajian
apakah pasien mengalami sakit pada bagian tenggorokan saat batuk kronis dan
produktif serta saat dimana pasien (apakah berdebu, penuh asap, dan adany
kecenderungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. Pengkajian sputum dilakukan
dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah terhadap
sputum yang dikeluarkan oleh pasien (Alimul, 2011).

c. Sakit dada

Pengkajian terhadap sakit dada dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit, luas,
intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila posisi
pasien berubah, serta ada atau tidaknya hubungan antara waktu inspirasi dan ekspirasi
dengan rasa sakit (Alimul, 2011).

d. Pengkajian fisik

1) Inspeksi

Pengkajian ini meliputi: pertama, penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah
napas spontan melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang endotrakeal
atau tracheostomy, kemudian menentukan status kondisi seperti kebersihan, atau
tidaknya sekret, perdarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik; kedua, penghitungan
frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit ( umumnya, wanita bernapas sedikit lebih
cepat). Apabila kurang dari 10 kali per menit pada orang dewasa, kurang dari 20 kali
per menit pada anak-anak, atau kurang dari 30 kali per menit pada bayi, maka disebut
sebagai bradipnea atau pernapasan lambat. Gejala ini juga dapat dijumpai pada
keracunan obat golongan barbiturate, uremia, koma diabetes, miksedema, dan proses
desak ruang intrakranium. Bila lebih dari 20 kali per menit pada orang dewasa kurang
dari 30 kali per menit pada anak-anak, atau kurang dari 50 kali per menit pada bayi,
maka disebut sebagai takhipnea atau pernapasan cepat; ketiga pemeriksaan sifat
pernapasan yaitu torakal, abdominal, atau kombinasi keduanya (pernapasan torakal atau
dada adalah mengembang dan mengempisnya rongga toraks sesuai dengan irama
inspirasi dan ekspirasi. Pernapasan abdominal atau perut adalah seiramanya inspirasi
dengan mengembangnya perut dan ekspirasi dan mengempisnya perut diagfragma,
sedangkan pada anak adalah abdominal atau torakoabdobminal, karena otot intercostal
masih lemah, untuk kemudian berkembang. Pada wanita, pernapasan yang umum
adalah pernapasan torakal); keempat pengkajian, irama pernapasan, yaitu dengan
menelah masa-masa inspirasi dan ekspirasi (pada orang dewasa yang sehat, irama
pernapasannya teratur dan menjadi cepat jika terjadi pengeluaran tenaga dalam keadaan
terangsang atau emosi. Kemudian, yang perlu diperhatikan pada irama pernapasan
adalah perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi. Pada keadaan normal, ekspirasi
lebih lama dari pada inspirasi, yaitu 2:1. Ekspirasi yang lebih pendek dari inspirasi
terjadi pada orang yang mengalami sesak napas. Dalam keadaan normal, perbandingan
antara frekuensi pernapasan dengan frekuensi nadi adalah 1:1, sedangkan pada
keracunan obat golongan barbiturate perbandingannya menjadi 1:6. Penyimpangan
irama pernapasan, seperti pernapasan kusmaul, dijumpai pada keracunan alkohol obat
bius, koma diabetes, uremia, dan proses desak instrakranium. Pernapasan biot
ditemukan pada pasien kerusakan otak. Pernapasan cheyne stokes dapat ditemui pada
pasien keracunan obat bius, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal kronis, dan
pendarahan pada susunan saraf pusat); kelima pengkajian terhadap dalam/dangkalnya
pernapasan (pada pernapasan yang dangkal, dinding toraks tampak hampir tidak
bergerak. Gejala ini timbul jika terdapat empisema atau jika pergerakandinding toraks
menimbulkan rasa sakit dan juga jika pada rongga toraks terjadi proses desak ruang,
seperti penimbunan cairan dalam rongga pleura dan pericardium serta konsolidasi yang
dangkal dan lambat (Alimul, 2011).

2) Palpasi

Pemeriksaan ini berguna untuk mendekteksi kelainan, seperti nyeri tekan yang dapat
timbul akibat luka, peradang setempat, metastase tumor ganas, pleuritis, atau
pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi dilakukan untuk menentukan besar,
konsistensi, suhu, apakah dapat atau tidak digerakkan dari dasarnya, melalui palpasi
dapat diteliti gerakan dinding toraks pada saat inspirasi dan ekspirasi terjadi. Cara ini
juga dapat dilakukan dari belakang, jika pada puncak paru terdapat fibrosis,proses
tuberkulosis, atau suatu tumor, maka tidak akan ditemukan pengembangan bagian atas
pada toraks, kelainan pada paru, seperti getaran suara atau fremitus vocal, dapat
dideteksi bila terdapat getaran sewaktu pemeriksa meletakkan tangannya pada dada
pasien ketika ia berbicara (Alimul, 2011).
3) Perkusi

Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya suara perkusi paru. Suara
perkusi normal adalah suara perkusi sonor, yang bunyinya seperti kata dug-dug. Suara
perkusi lain yang dianggap tidak normal adalah redup, seperti pada infiltrate,
konsolidasi, dan efusi pleura, seperti suara yang terdengar bila kata memperkusi paha
kita, terdapat pada rongga pleura yang terisi oleh cairan nanah, tumor pada permukaan
paru, atau fibrosis paru dengan penebalan pleura (Alimul, 2011).

4) Auskultulasi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya suara napas,diantaranya suara napas
dasar dan suara napas tambahan. Suara napas dasar adalah suara napas pada orang
dengan paru yang sehat, seperti: pertama, suara vesikuler, ketika suara inspirasi lebih
keras dan lebih tinggi nadanya. Bunyi napas vesikuler yang disertai ekspirasi
memanjang pada emfisema. Suara vesikuler dapat didengar pada sebagian paru; kedua,
suara bronchial, yaitu suara yang bisa kita dengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi,
bunyinya bisa sama tau lebih panjang, antara inspirasi dan ekspirasi terdengar jarak
pause ( jeda) yang jelas. Suara bronchial terdengar dibagian trakea dekat bronkus,
dalam keadaan tidak normal bisa terdengar seluruh daerah paru; ketiga,
bronkokasvular, yaitu suara yang terdengar antara vesikuler dan bronchial, ketika
ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga sampai menyamai inspirasi. Suara ini lebih
jelas terdengar pada manibrium sterni. Pada keadan tidak normal juga terdengar pada
daerah lain dari paru (Alimul, 2011).

Suara napas tambahan, yaitu suara yang terdengar pada dinding toraks berasal dari
kelainan dalam paru, termasuk bronkus, alveoli, dan pleura. Suara napas tambahan
seperti suara ronkhi, yaitu suara yang terjadi dalam bronchi karena penyempitan lumen
bronkus. Suara mengi (wheezing), yaitu ronkhi kering yang tinggi, terputus
nadanya,dan panjang, terjadi pada asma. Suara ronkhi basah, yaitu suara berisik yang
terputus akibat aliran udara yang melewati cairan (ronkhi basah, halus, sedang atau
kasar tergantung pada besarnya bronkus yang terkena dan umumnya terdengar pada
inspirasi). Sedangkan suara krepitasi adalah seperti suara hujan rintik-rintik yang
berasal dari bronkus, alveoli, atau kavitasi yang mengandung cairan. Suara dan telunjuk
dekat telinga. Krepitasi halus menandakan adanya eksudat dalam alveoli yang membuat
alveoli saling berlekatan, misalnya pada stadium dini pneumonia. Krepitasi kasar,
terdengar seperti suara yang timbul bila kita meniup dalam air. Suara ini terdengar
selama inspirasi dan ekspirasi. gejala ini dijumpai pada bronchitis (Alimul, 2011).

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan pada pasien asma bronchial adalah sebagai
berikut :

a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

1) Batasan Karakteristik

- Batuk - Suara napas tambahan

- Perubahan frekuensi napas - Sianosis

- Perubahan irama napas - Penurunan bunyi napas

- Sputum dalam jumlah yang berlebihan - Batuk yang tidak efektif

b. Gangguan Pertukaran Gas

1) Batasan Karakteristik

- Diaforesis - Dispnea

- Gangguan penglihatan - Gas darah arteri abnormal

- Gelisah - Hiperkapnia

- Hipoksemia - Hipoksia

- Iritablitas - Konfusi

- Napas cuping hidung - Penurunan karbon dioksida

- Ph arteri abnormal

3. Perencanaan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi(NIC)


Keperawatan Hasil (NOC)
1. Ketidakefektifan NOC Label : NIC Label :
bersihan jalan - Respiratory status : Airway Management
napas Ventilation - Pantau status oksigenasi
- Respiratory status : - Auskultasi bunyi napas
Airway patency Kriteria dan catat area yang
hasil : ventilasinya menurun
- Frekuensi pernapasan atau adanya suara
dalam batas normal (16-20 tambahan
x/menit) - Posisikan pasien untuk
- Irama pernapasan normal memaksimalkan 31
ventilasi
- Lakukan fisioterapi
dada sebagaimana
mestinya
- Kelola pemberian
oksigen
- Kolaborasi pemberian
broncodilator sesuai
indikasi
2. Ketidakefektifan - Respiratory status : Airway Management
pola napas Ventilation - Buka jalan napas,
- Respiratory status : gunakan chinlift atau jaw
Airway patency thrust bila perlu
- Vital sign status Kriteria - Posisikan pasien untuk
Hasil : - Mendemostrasikan memaksimalkan ventilasi
batuk efektif dan suara - Identifikasi pasien
napas yang bersih, tidak perlunya pemasangan alat
ada sianosis dan dyspneu jalan napas buatan
(mampu mengeluarkan Oxigen Therapy
sputum, mampu bernapas - Bersihkan mulut,
dengan mudah, tidak ada hidung dan secret trakea
pursed lips) pertahankan jalan napas
- Menunjukan jalan napas yang paten
yang paten (klien tidak - Atur peralatan
merasa tercekik, irama oksigenasi Vital Sign
napas, frekuensi Monitoring
pernapasan dalam rentang - Monitor TD, nadi, suhu
normal, tidak ada suara dan RR
napas abnormal) - Catat adanya fluktuasi
- Tanda-tanda vital dalam tekanan darah
rentang normal (tekanan - Monitor v5 saat pasien
darah, nadi, pernapasan berbaring, duduk, atau
berdiri
3. Gangguan - Respiratory Status : Airway Management
pertukaran gas Gasexchange - Buka jalan napas,
- Respiratory Status : gunakan teknik chinlift
ventilation - Vital atau jaw thrust bila perlu
SignStatus Kriteria Hasil : - Posisikan pasien untuk
- Mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi
peningkatan ventilasi dan - Identifikasi pasien
oksigenasi yang adekuat perlunya pemasangan alat
Airway Management jalan napas buatan
- Buka jalan napas, Respiratory Monitoring
gunakan teknik chinlift - Monitor ratarata,
atau jaw thrust bila perlu kedalaman, irama dan
- Posisikan pasien untuk 33 usaha respirasi
- Memelihara kebersihan - Catat pergerakan dada,
paru paru dan bebas dari amati kesimetrisan,
tanda tanda distress penggunaan otot
pernapasan tambahan, retraksi otot
- Mendemonstrasikan batuk supraclavicular dan
efektif dan suara napas intercostals
yang bersih, tidak ada - Monitor suara napas,
sianosis dan dyspneu seperti dengkur
(mampu mengeluarkan
sputum,mampu,berna pas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
- Tanda tanda vital dalam
rentang normal

4. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan berdasarkan aplikasi Nanda Nic Noc :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas. Memfasilitasi kepatenan jalan napas,
mengeluarkan sekret dari jalan napas dengan memasukkan sebuah kateter penghisap
kedalam jalan napas oral dan trakea pasien, mencegah atau memunimalkan faktor
resiko pada pasien yang beresiko mengalami aspirasi, mengidentifikasi, menangani
dan mencegah reaksi inflamasi / kontriksi didalam jalan napas.
b. Ketidakefektifan pola napas. Memfasilitasi kepatenan jalan napas, meningkatkan
ventilasi dari perfusi jaringan yang adekuat untuk individu yang mengalamireaksi
alergi berat (antigen-antibodi), meningkatkan pola pernapasan spontan yang optimal
sehingga memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbondioksida di dalam paru
c. Gangguan pertukaran gas. Kaji tingkat pernapasan, kedalaman dan usaha termasuk
penggunaan otot aksesoris, kaji paru-paru untuk area ventilasi yang menurun dan
auskultasi adanya suara, pantau perilaku pasien dan status mental untuk mengatasi
kegelisahan.
Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Depkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Kemntrian Kesehatan

Gina (2012). Pocked Guide For Asthma Management And Prenvension. Dimuat dalam

H, A. Aziz, Alimul (2011). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Lyndon, (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara

Maryam, Siti., Pudjiati., Gustina dan Raenah, Een. (2013). Kebutuhan Dasar Manusia Dan
Berpikir Kritis Dalam Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media

Listianingsih, Anis. (2016). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada ny. L
di Ruang Dahlia RSUD dr. Soedirman Kebumen. KTI. Sekolah tinggi ilmu kesehatan
muhammadiyah gombong program studi D-III keperawatan.

Nanda (Nic-Noc). (2015). Panduan Asuhan Keperawatan Profesional, Jakarta : EGC

Mansjoer. (2013). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: FKUI Maryam, R.Siti,
dkk. (2013). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Berpikir Kritis Dalam Keperawatan. Jakarta:
CV. Trans Info Media.

Muttaqin, Arif, (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rhineka Cipta
Jakarta 70

Profil RSUD Bahteramas (2018). Laporan Tahun. Kendari: rekam Medik RSUD Bahteramas.
Riyadi, Sujono. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sari, kartika, wijayanti. (2013). Standar asuhan keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai