TUGAS AKHIR
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh
ALVIAN IQBAL HANIF NASRULLAH
NIM: 13614013
(Program Studi Sarjana Teknik Dirgantara)
Oleh
Alvian Iqbal Hanif Nasrullah
NIM: 13614013
(Program Studi Sarjana Teknik Dirgantara)
Struktur lattice merupakan salah satu jenis struktur ringan yang sangat baik dalam
aplikasi penyerap energi. Tugas akhir ini fokus pada karakterisasi beban dinamik
pada struktur lattice dan pengaplikasiannya pada struktur sub-cargo pesawat
terbang. Sebelas jenis lattice diuji untuk mencari nilai spesifik energi serap
tertinggi, yakni struktur kagome, tetrahedron, piramida, kubik, truncated-pyramid,
oktahedron, rhombicuboctahedron, rhombic-dodecahedron, open-cell, oktet, dan
optimasi topologi struktur oktet (twisted). Analisis dilakukan pada satu unit sel
struktur lattice. Dengan adanya teknologi manufaktur aditif, struktur lattice dapat
dengan mudah diproduksi menggunakan teknik selective laser sintering (SLS).
Material yang digunakan dalam simulasi numerik berupa paduan alumunium AlSi-
12 hasil manufaktur SLS. Jenis lattice terbaik dipilih untuk kemudian digunakan
pada simulasi numerik struktur sub-cargo pesawat terbang. Model pesawat terbang
yang digunakan adalah bagian belakang badan pesawat terbang Airbus A320. Uji
drop-weight dilakukan dengan kecepatan awal 9 m/s. Hasil penyerapan energi pada
sub-cargo berjenis lattice nantiya akan dibandingkan dengan struktur sub-cargo
berjenis half-tube yang telah banyak digunakan dalam industri penerbangan. Efek
taper digunakan untuk membuat energi serap semakin tinggi.
Dari hasil simulasi, didapat jenis lattice dengan nilai SEA tertinggi adalah jenis
twisted dengan densitas relatif 0,2 sebesar 127,21 kJ/kg. Bentuk dominasi yang
terjadi menentukan besar energi yang dapat diserap. Hasil ini menunjukkan
kesesuaian struktur lattice sebagai penyerap energi pada pesawat terbang di masa
depan.
i
ABSTRACT
By
Alvian Iqbal Hanif Nasrullah
NIM: 13614013
(Bachelor’s Program in Aerospace Engineering)
The high air traffic makes incident opportunities increasing. Most cases of aircraft
accidents cause the underside of the airframe (sub-cargo) due to vertical dynamic
loads. To improve the airplane's crashworthiness and reduce the injury of the
passanger, an aircraft crashworthiness study was conducted. One of the ways
increasing energy management of aircraft absorbtion against impact is by
optimizing the energy absorbent structure. Improving the energy absorbent
structure can be done by optimizing the geometry and material structure
The lattice structure is one of the best lightweight application types in energy
absorbent applications. This thesis focuses on the characterization of dynamic
loads on lattice structures and their application to aircraft sub-cargo structures.
Eleven types of lattice are examined to look for the highest specific energy
absorbtion, i.e. kagome, tetrahedron, pyramid, cube, truncated-pyramid,
octahedron, rhombicuboctahedron, rhombic-dodecahedron, open-cell, octet, and
octet topology optimization structures (twisted). The analysis is performed on one
cell unit of the lattice structure. With the existence of additive manufacturing
technology, lattice structures can be easily used using selective laser sintering
(SLS) technique. The material that used in numerical simulation is aluminum alloy
AlSi-12 by SLS manufacturing. The best lattice type is chosen for later used in the
numerical simulation of the aircraft sub-cargo structure. The model of the aircraft
used is rear fuselage structure of AIRBUS A320. The drop-weight test is performed
with an initial velocity of 9 m/s. The results of energy absorbtion on lattice sub-
cargo structure will be compared with the half-tube sub-cargo structure which has
been widely used in aviation industry. Stuructural taper effect is used to make
higher absorption energy.
From the simulation results, lattice type with the highest SEA value is twisted type
with relative density 0,2 in the amount of 127,21 kJ/kg. The form of dominance that
occurs in the structure determines the amount of energy that can be absorbed.
These results indicate the suitability of the lattice structure as an energy absorber
on an aircraft in the future.
ii
ANALISIS STRUKTUR LATTICE SEBAGAI PENYERAP
ENERGI DAN APLIKASINYA PADA SUB-CARGO
PESAWAT TERBANG
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
Alvian Iqbal Hanif Nasrullah
NIM: 13614013
(Program Studi Sarjana Teknik Dirgantara)
Menyetujui
Tim Pembimbing
Tanggal ………………………..
Dosen Pembimbing I
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan nikmat, rahmat,
dan hidayatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
Tugas akhir ini disusun sebagai syarat sarjana pada program studi Teknik
Dirgantara, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Banding.
Judul penelitian tugas akhir ini adalah ‘Analisis struktur lattice sebagai penyerap
energi dan aplikasinya pada sub-cargo pesawat terbang”. Hasil penelitian ini
diharapkan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dan berguna bagi
perkembangan ilmu material dan industri pesawat terbang.
iv
6. Teman-teman PAU yang menjadi teman ngobrol dan tempat bertanya selama
mengerjakan tugas akhir. Anak bimbingan Pak Sigit yang sering memberi
informasi mengejar bimbingan. Dan sesosok mahasiswa bernama Adisentana
yang menjadi tempat diskusi karena memiliki topik yang hampir sama.
7. Teman-teman dari ITB, AE14 dan teman-teman KMPN yang telah mewarnai
dan memberi pengalaman hidup selama berkuliah di jurusan dan di kampus ini.
8. Teman-teman seperjuangan dari kampung penulis yang kerjaannya selalu
mengajak penulis nongkrong ketika penulis sedang dilanda ke-chaos-an
mengerjakan tugas akhir. Herannya, penulis selalu memilih untuk menghindari
mengerjakan tugas akhir.
9. Teman-teman lainnya yang belum bisa diucapkan satu per satu yang telah
mendoakan dan mengisi hidup penulis. Terima kasih ya.
10. Segenap Dosen FTMD yang telah membimbing penulis dari awal perkuliahan
hingga nyaris selesai.
11. Segenap guru baik akademik maupun non-akademik yang telah berjasa
membawa penulis sampai pada tahap ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada hasil kerja yang sempurna demikian juga
penelitian ini. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka akan kritik maupun saran
yang membangun agar penulis dan pembaca semakin berkembang. Pada akhirnya,
penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khusunya dalam bidang material dan kedirgantaraan dan juga menjadi
inspirasi dalam penelitian lebih lanjut.
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ....................................................... xii
Bab I Pendahuluan ............................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
I.2 Masalah Penelitian ............................................................................. 4
I.3 Tujuan ................................................................................................ 4
I.4 Batasan Masalah ................................................................................ 5
I.5 Metodologi Penelitian ........................................................................ 5
I.6 Sistematika Penulisan ........................................................................ 6
Bab II Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 8
II.1 Crashworthiness ................................................................................ 8
II.2 Energi Serap ..................................................................................... 10
II.3 Jenis Material Struktur Ringan ........................................................ 11
II.4 Material Truss-Lattice ...................................................................... 12
II.5 Properti Mekanik Truss-Lattice ....................................................... 16
II.6 Manufaktur Aditif ............................................................................ 19
II.7 Konsep Dasar Optimasi Topologi .................................................... 22
II.8 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga ............................................ 24
Bab III Simulasi dan Optimasi Struktur Truss-Lattice ...................................... 27
III.1 Pengujian Beban Tabrak Struktur Truss-Lattice ......................... 27
III.1.1 Geometri Struktur Truss-Lattice ....................................... 27
III.1.2 Prosedur Pemodelan.......................................................... 44
III.2 Optimasi Topologi Struktur Truss-Lattice .................................. 51
III.2.1 Pemodelan Struktur ........................................................... 51
III.2.2 Material ............................................................................. 52
III.2.3 Beban dan Kondisi Batas .................................................. 52
III.2.4 Design Space ..................................................................... 53
III.2.5 Simetri ............................................................................... 54
III.2.6 Run Optimization .............................................................. 54
III.2.7 Perbaikan Geometri .......................................................... 55
III.2.8 Dimensi Geometri Truss-Lattice Hasil Optimasi dan
Perbaikan........................................................................... 56
III.2.9 Pengujian terhadap Beban Impact .................................... 57
Bab IV Hasil Optimasi dan Simulasi Struktur Truss-Lattice............................. 58
IV.1 Hasil Optimasi Topologi Lattice Oktet ....................................... 58
IV.2 Hasil Simulasi Pengujian Struktur............................................... 59
IV.2.1 Bentuk Deformasi Lattice ................................................. 60
IV.2.2 Energi Serap maksimum ................................................... 67
IV.2.3 Gaya Tabrak Rata-Rata ..................................................... 69
BAB V Simulasi Struktur Truss-Lattice pada Aplikasi Sub-cargo Pesawat
Terbang ................................................................................................. 71
V.1 Pemodelan Geometri, Material, dan Elemen Struktur Pesawat ..... 71
V.1.1 Pemodelan Skin ................................................................. 71
vi
V.1.2 Pemodelan Frame ............................................................. 72
V.1.3 Pemodelan Longeron ........................................................ 74
V.1.4 Pemodelan Cargo Beam ................................................... 75
V.1.5 Pemodelan Floor Beam..................................................... 76
V.1.6 Pemodelan Strut ................................................................ 77
V.1.7 Pemodelan Media Pendaratan ........................................... 78
V.1.8 Pemodelan Penyerap Energi ............................................. 79
V.2 Kondisi Pembebanan dan Kondisi Batas ........................................ 82
V.3 Kontak ............................................................................................. 83
V.4 Time Step ......................................................................................... 84
V.5 Termination Time ............................................................................ 85
V.6 Output ............................................................................................. 85
BAB VI Hasil Aplikasi pada Sub-Cargo Pesawat Terbang ................................ 86
VI.1 Deformasi Pesawat Terbang dan Struktur sub-cargo ................. 86
VI.1.1 Deformasi pada Sub-Cargo Jenis Half-Tube ................... 86
VI.1.2 Komponen pada Sub-Cargo Seluler Lattice Optimasi
(Twisted) ........................................................................... 88
VI.1.3 Komponen pada Sub-Cargo Seluler Lattice Twistedtaper89
VI.2 Densitas Energi Serap................................................................. 91
Bab VII Kesimpulan dan Saran .......................................................................... 94
VII.1 Kesimpulan ................................................................................. 94
VII.2 Saran ........................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 96
LAMPIRAN .......................................................................................................... 99
vii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A. Geometri Truss Oktet dengan Berbagai Densitas Relatif ........ 100
LAMPIRAN B. Geometri Truss 3D-Kagome dengan Berbagai Densitas Relatif
................................................................................................... 101
LAMPIRAN C. Geometri Truss Tetrahedron dengan Berbagai Densitas Relatif
................................................................................................... 102
LAMPIRAN D. Geometri Truss Piramida dengan Berbagai Densitas Relatif ... 103
LAMPIRAN E. Geometri Truss Kubik dengan Berbagai Densitas Relatif ....... 104
LAMPIRAN F. Geometri Truss Truncated Pyramid dengan Berbagai Densitas
Relatif ........................................................................................ 105
LAMPIRAN G. Geometri Truss Oktahedron dengan Berbagai Densitas Relatif
................................................................................................... 106
LAMPIRAN H. Geometri Truss Rhombicuboctahedron dengan Berbagai Densitas
Relatif ........................................................................................ 107
LAMPIRAN I. Geometri Truss Rhombic-Dodecahedron dengan Berbagai
Densitas Relatif ......................................................................... 108
LAMPIRAN J. Geometri Truss Octet-cell dengan Berbagai Densitas Relatif ... 109
LAMPIRAN K. Geometri Truss Hasil Optimasi (twisted) dengan Berbagai
Densitas Relatif ......................................................................... 110
LAMPIRAN L. Surat Pernyataan Keaslian Tugas Akhir ................................... 111
LAMPIRAN M. Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual
Tugas Akhir .............................................................................. 112
viii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
ix
Gambar III.14 Kurva tegangan-regangan AlSi-12 hasil manufaktur aditif .......... 47
Gambar III.15 Geometri struktur oktet sebelum dioptimasi ................................. 52
Gambar III.16 Kondisi batas dan beban pada struktur oktet................................. 53
Gambar III.17 Bidang simetri pada struktur oktet ................................................ 54
Gambar III.18 Pengaturan run optimation yang dipilih........................................ 55
Gambar III.19 Satu unit sel lattice geometri hasil optimasi (twisted) .................. 56
Gambar IV. 1 Optimasi topologi lattice oktet....................................................... 58
Gambar IV. 2 Struktur oktet (a) sebelum dan (b) sesudah optimasi topologi ...... 58
Gambar IV. 3 Struktur hasil pembenahan optimasi (twisted) ............................... 59
Gambar IV. 4 Transisi dominasi pada lattice twisted ........................................... 66
Gambar IV. 5 Grafik SEA maksimum untuk setiap lattice................................... 68
Gambar IV. 6 Grafik hubungan densitas relatif dan SEA pada lattice twisted ..... 69
Gambar V.1 Struktur skin ..................................................................................... 72
Gambar V.2 Potongan melintang struktur frame .................................................. 73
Gambar V.3 Struktur frame .................................................................................. 74
Gambar V.4 Struktur longeron ............................................................................. 75
Gambar V.5 Struktur cargo beam ......................................................................... 76
Gambar V.6 Struktur floor beam .......................................................................... 77
Gambar V.7 Struktur strut .................................................................................... 77
Gambar V.8 Struktur media pendaratan ............................................................... 78
Gambar V.9 Geometri half-tube pada struktur sub-cargo .................................... 79
Gambar V.10 Struktur half-tube ........................................................................... 80
Gambar V.11 Struktur seluler lattice twisted ........................................................ 81
Gambar V.12 Struktur seluler lattice twisted taper .............................................. 82
Gambar VI.1 Deformasi pesawat terbang ............................................................. 87
Gambar VI.2 Deformasi maksimum pada struktur half-tube ............................... 87
Gambar VI.3 Deformasi maksimum pada struktur twisted................................... 88
Gambar VI.4 Deformasi maksimum pada struktur seluler kagome...................... 90
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
LAMBANG
B Tensor strain-displacement 34
C Redaman 35
c Kecepatan suara 54
D Konstanta material 34
d Perpindahan elemen 34
E Modulus young 49
Ek Energi Kinetik 67
F Gaya 31
k Konstanta kekakuan 31
l Panjang strut 37
M Massa struktur 35
R Radius truss 37
t Tinggi spesimen 37
u Perpindahan struktur 31
v Poison rasio 34
V Volume 32
𝜀 Regangan 32
Δt Langkah waktu 54
𝛿 Perpindahan arah pembebanan 56
𝜌 Massa jenis 49
ρ̅ Densitas relatif 37
σ Tegangan 32
σy Tegangan yield 57
xii
Bab I Pendahuluan
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
-
2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Tahun
Keberangkatan Kedatangan
1
Tingginya lalu lintas penerbangan membuat peluang terjadinya kecelakaan
meningkat. Pada rentang tahun 2007 hingga 2016 terjadi kecelakaan pesawat
terbang sebanyak 270 kejadian dengan 124 kasus dikategorikan sebagai kecelakaan
dan 151 kasus sebagai insiden serius [3]. Berdasarkan statistik, faktor terbesar
penyebab kecelakaan penerbangan adalah karena faktor manusia dengan persentase
sebesar 67.12% , diikuti dengan faktor teknis sebesar 15.75% dan faktor lingkungan
sebesar 12.33% [3]. Kecelakaan pesawat terbang yang diakibatkan oleh tabrakan
adalah sebesar 58.02% dari seluruh kecelakaan. Kecelakaan tersebut terdiri atas
abnormal runway contact, controlled flight into terrain, dan runway excursion [3].
45
40
35
Banyaknya kejadian
30
25
20
15
10
5
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
2
Gambar I. 3 Jenis kecelakaan pesawat di Indonesia tahun 2010 sampai 2016 [3]
Dari seluruh kecelakaan yang terjadi, kerusakan terdapat pada bagian bawah badan
pesawat (sub-cargo) akibat beban impact. Oleh karena itu, dilakukan kajian untuk
meningkatkan kelaikterbangan pesawat terbang dengan memperbaiki
crashworthiness pesawat terbang untuk mengurangi banyaknya korban kecelakaan.
Struktur pesawat merupakan bagian penting untuk menyelamatkan nyawa
penumpang.
Salah satu cara manajemen energi serap pesawat terhadap tabrakan adalah dengan
mengoptimalkan struktur penyerap energi. Peningkatan struktur penyerap energi
dapat tercapai dengan mengoptimalkan geometri dan material struktur. Konsep
struktur penyerap energi ini dapat ditinjau dari aspek geometri dan struktur dasar
untuk memastikan kekakuan dan kekuatan material. Jenis struktur penyerap energi
yang umum digunakan adalah material foam. Namun, ada material lain yang
memiliki densitas energi serap yang lebih tinggi. Material ini adalah material
berjenis elemen honeycomb, truss, dan shell. Berdasarkan temuan pada survei
literatur mengenai advanced materials, didapat kesimpulan bahwa struktur truss-
lattice memiliki potensi besar untuk menjadi material penyerap energi terhadap
tabrakan dengan densitas energi serap yang tinggi [4].
3
Di dalam bidang industri penerbangan, penting untuk memproduksi komponen
berstruktur ringan namun tetap memiliki properti material yang baik. Struktur truss-
lattice adalah solusi tersebut. Tingginya kekuatan material dengan massa ringan
adalah kunci keuntungan utama dari struktur lattice. Struktur lattice dapat
digunakan untuk mencapai kinerja yang sangat baik dan multi-fungsi sekaligus
mengurangi berat komponen. Konsep material aksitektur ini berasal dari keinginan
untuk menempatkan material hanya pada daerah yang dibutuhkan saja [4]. Bidang
penelitian tentang struktur lattice telah mendapat perhatian karena keunggulannya
atas struktur stokastik dalam produksi komponen berstruktur ringan dengan
properti material yang baik terutama dalam aspek penyerapan energi.
I.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :
Mempelajari sepuluh jenis struktur unit sel lattice
Mengoptimasi secara topologi unit sel struktur lattice oktet
Mencari bentuk struktur truss-lattice yang memiliki densitas energi serap
(SEA) terbesar pada kesebalas jenis unit sel lattice.
Membandingkan densitas energi serap antara struktur truss-lattice dan struktur
yang umum digunakan pada sub-cargo pesawat terbang dalam kasus uji drop-
weight
4
I.4 Batasan Masalah
Tugas sarjana ini dilakukan dalam ruang lingkup kajian sebagai berikut :
Bentuk lattice yang dioptimasi adalah bentuk oktet
Jenis struktur truss yang dianalisis adalah struktur truss-lattice oktet, kagome,
tetrahedron, piramida, kubik, truncated pyramid, oktahedron,
rhombicuboctahedron, rhombic-dodecahedron, open-cell, dan hasil optimasi
struktur oktet
Material yang digunakan adalah AlSi-12 hasil manufaktur aditif
Tinggi struktur truss yang diuji pada setiap satu unit sel lattice dijaga konstan
sebesar 10 mm
Geometri panjang dan lebar ditentukan dengan variabel tinggi
Uji parametrik densitas relatif digunakan pada setiap lattice dengan besar 0.05,
0.1, 0.2, 0.25, dan 0.3
Struktur lattice dipilih berdasarkan parameter SEA
Pemodelan pesawat terbang menggunakan stuktur fuselage AIRBUS A320
dengan komponen skin, longeron, frame, strut, cargo beam, floor beam,
struktur penyerap energi pada sub-cargo dan pemodelan massa penumpang dan
kargo
Beban impak vertikal dilakukan sesuai dengan kecepatan awal maksimum
pada pengujian drop-weight
5
Pemasangan geometri struktur yang telah dioptimasi pada sub-cargo bagian
belakang badan pesawat terbang AIRBUS A320
Penggunaan geometri struktur half-tube dan lattice yang telah dipilih pada sub-
cargo AIRBUS A320
Simulasi model menggunakan LS-DYNA 971
Analisis hasil simulasi
6
Bab ini difokuskan pada analisa hasil aplikasi struktur truss-lattice pada sub-
cargo pesawat terbang.
Bab VII KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari tugas akhir serta saran.
7
Bab II Tinjauan Pustaka
Mekanika tabrak adalah ilmu yang mempelajari mengenai deformasi dan kegagalan
struktur ketika terjadi tabrakan. Peristiwa tabrakan termasuk dalam fenomena
dinamik karena besaran yang terlibat adalah gaya, perpindahan, kecepatan, dan
percepatan merupakan fungsi dari waktu. Pengaruh massa dan inersia juga harus
diperhitungkan. Bab ini akan membahas mengenai hal-hal yang terkait dengan
fenomena tumbukan dan respon struktur terhadap beban tumbukan. Selain itu,
geometri material juga berpengaruh pada penyerapan energi di dalam tabrakan.
Pertimbangan pemilihan geometri dan metode optimasi geometri material sebagai
penyerap energi akan dibahas di bab ini.
II.1 Crashworthiness
Bidang crashworthiness merupakan kemampuan struktur untuk melindungi
penumpang saat terjadinya tabrakan. Dalam dunia transportasi, crashworthiness
telah banyak dipelajari dan diaplikasikan. Pada industri penerbangan, pesawat
terbang harus melewati sertifikasi drop-weight test. Pengujian ini dilakukan untuk
menginvestigasi keamanan dari pesawat ketika mengalami beban vertikal dinamik.
Selain menggunakan eksperimen dan metode analitik, uji tabrak dapat dilakukan
dengan metode numerik dengan cara simulasi perangkat lunak seperti MSC-Dytran,
MADYMO, ABAQUS, CRASH CAD, PAM-SAFE, PAM-CRASH, CRASH,
CADTM, PAM-SAFETM, UNIGRAPHICS, dan LS-DYNA.
Prinsip utama crashworthiness dalam bidang otomotif adalah untuk menjaga agar
ruangan cukup aman bagi penumpang ketika terjadi tabrakan dengan membatasi
gaya dan perlambatan yang diterima penumpang pada tingkat yang tidak
membahayakan [5]. Pada pesawat terbang, salah satu persyaratan crashworthiness
adalah kemampuan struktur untuk mendisipasi energi kinetik yang harus diterima
penumpang saat tabrakan sehingga tidak menibulkan cidera yang serius.
Penggunaan konsep crashworthiness pada pesawat digunakan ketika pesawat
melakukan pendaratan darurat.
8
Jika terjadi tumbukan dengan komponen kecepatan impak vertikal tinggi, beban
impak harus mampu diserap dengan membuat struktur terdeformasi. Untuk
mengontrol beban deselerasi pada penumpang, dibutuhkan pendekatan struktur
crashworthy yang optimal. Tipe pesawat mempengaruhi pendekatan desain
tabrakan yang digunakan. Pendekatan sistem diterapkan dengan melibatkan
komponen pada satu bagian badan pesawat. Pada umumnya, komponen yang
terlibat dalam pemodelan adalah lantai penumpang, skin, longeron, frame, strut,
dan komponen sub-cargo system pada bawah kargo pesawat terbang.
Beberapa konsep penyerap energi pada struktur sub-cargo untuk helikopter dan
pesawat terbang telah dianalisis oleh NASA sejak tahun 1970 sampai 1980 [6].
Konsep konvensional seperti struktur honeycomb, foam, dan lain-lain juga
dievaluasi. Bagaimanapun, konsep material terdeformasi yang diperlukan untuk
menyerap energi pada pesawat terbang adalah material yang memiliki massa
minimum. Deformasi pada struktur sub-cargo mengurangi kerusakan
kompartemen penumpang yang dapat mengakibatkan cedera serius dan
memberikan perlambatan pada tingkat aman bagi tubuh penumpang.
Selain penyerapan energi, ada beberapa pertimbangan desain untuk konsep struktur
sub-cargo pesawat terbang. Pertama, konsep yang digunakan adalah multiguna
(digunakan untuk kekuatan, kekakuan serta penyerap energi dari struktur pesawat)
9
dan berat struktur yang minimum. Selain itu, ruang untuk sistem avionik harus tetap
tersedia. Selanjutnya, penyerap energi harus bekerja dengan baik pada kombinasi
beban dengan variasi pitch dan roll ketika terjadinya tabrakan sambil
mempertahankan keamanan dari penumpang. Terakhir, konsep harus dapat
memperhatikan aspek biaya dan kemudahan produksi.
Struktur penyerap energi akan mengubah energi kinetik impak menjadi deformasi
plastis pada struktur. Struktur dapat mengontrol percepatan yang diterima dengan
10
mengatur karakteristik kurva gaya-perpindahan selama terjadinya pembebanan
dinamik. Secara umum, penyerapan energi bergantung pada bagaimana cara dan
seberapa besar beban yang diterima, bentuk deformasi, perpindahan yang terjadi,
dan sifat mekanik material struktur. Karena itu, setiap struktur memiliki
karakteristik yang unik yang perlu dipelajari untuk mengetahui respon akibat
pembebanan dinamik.
Material berjenis elemen honeycomb, trusses, dan shell memiliki densitas energi
serapan yang lebih tinggi daripada material foam [4]. Material tersebut telah diuji
secara eksperimen dengan metode pengujian yang sama. Pada gambar II.3 (a)
struktur honeycomb memiliki performa terbaik, namun memiliki kondisi
imperfection sensitivity. Oleh karena itu, struktur trusses menjadi struktur dengan
performa terbaik akibat beban dinamik. Gambar II.3 (b) menunjukkan bahwa
struktur trusses selalu superior daripada struktur berbentuk textile. Pengujian
struktur trusses [4] menggunakan jenis struktur piramid, tetrahedral, oktet, dan 3D-
Kagome. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, struktur penyerap energi terbaik
adalah struktur truss dengan bentuk oktet dan 3D-Kagome.
11
Gambar II. 3 (a) Perbandingan yield-compressive stress terhadap densitas relatif,
(b) perbandingan kurva stress-strain antara truss dan textile [4]
12
umum di kehidupan sehari-hari adalah kayu, gabus, dan spons. Sekarang, insinyur
dapat membuat struktur seluler dengan metode manufaktur yang mudah.
Gambar II.5 merupakan jenis seluler pada material metal. Terdapat dua jenis
material seluler pada metal, yaitu material stokastik dan material periodik. Material
yang terdiri dari satu unit sel yang dapat dipindah-pindah dalam satu struktur biasa
disebut sebagai material periodik [19]. Sedangkan material yang tidak dapat
dikarakterisasi dari satu unit sel disebut sebagai material foam stokastik.
Ada dua jenis struktur material periodik. Pertama, material di mana sel satuan dapat
ditanslasikan menjadi dua dimensi. Material tersebut dikenal sebagai material
seluler prismatik. Contoh dari material prismatik ini adalah struktur sarang lebah
yang memiliki properti yang sangat baik dengan kekakuan yang tinggi dan massa
struktur yang ringan. Jenis kedua adalah material periodik yang memiliki tiga
dimensi periodisasi. Ini berarti satu unit sel dapat berulang dalam tiga sumbu.
Struktur ini biasa disebut sebagai struktur lattice. Gambar II.6 menggambarkan
jenis struktur seluler.
13
Gambar II. 6 Struktur stokastik, periodik, prismatik, dan lattice [17]
Ada banyak jenis pola struktur lattice. Pola struktur lattice bergantung pada pola
dasar strukturnya. Beberapa contoh pola lattice yang umum digunakan adalah
struktur lattice octet truss, tetrakaidecahedron, dan open-cell foam berjenis kubik
digambarkan pada Tabel II.1.
Respon mekanik struktur truss berongga tinggi ditentukan oleh konektivitas nodal
struktur untuk menggambarkan dominasi efek bending ataupun stretching. Dengan
kemajuan teknologi terbaru, pembuatan material lattice berukuran makro, meso,
mikro, hingga nano dapat dibuat dengan diameter truss mulai dari submikron
14
hingga level milimeter. Teknik manufaktur direct laser writing dan teknik
manufatur aditif memberikan hasil yang baik untuk geometri lattice [13].
Struktur lattice dapat digunakan dalam berbagai bidang. Pemilihan desain struktur
lattice memperhatikan aspek (a) material dasar rangka, (b) bahan geometri lattice,
misalnya kubik, tetrahedral, oktet, kagome dll, (c) bentuk strut, dan (d) densitas
relatif dari material lattice. Penggunaan lattice, material yang sangat kecil dapat
diasumsikan sebagai material padat homogen, dapat diaplikasikan pada bidang
rekayasa seperti struktur penyerap energi untuk kendaraan, komponen mesin jet,
dll.
Dari percobaan [4], terdapat dua jenis material lattice yang bagus dalam menyerap
energi, yaitu jenis struktur oktet dan 3D-Kagome sesuai dengan geometri pada
Gambar II.7. Perbandingan dapat dilakukan dengan kondisi material yang sama
seperti ukuran, jenis material, dan densitas relatif. Ada dua kesimpulan yang
didapat dari percobaan [4], yaitu mengenai efek bedding-in dan kompleksitas
struktur.
Efek bedding-in hanya terjadi pada material truss oktet. Hal ini disebabkan karena
struktur terbuat dari dua basis geometri yang berbeda, yaitu tetrahedral dan
oktahedral dengan geometri sesuai pada Gambar II.8. Selama tahap awal, deformasi
pin pada tetrahedral berada dalam lapisan triangulasi. Ketidakpastian ini dapat
menyebabkan tingkat kekuatan yang tidak diinginkan dan tidak teratur. Geometri
15
struktur truss oktet lebih kompleks daripada kagome. Ini berarti bahwa proses
simulasi membutuhkan waktu lama dan manufaktur konvensional yang tidak
mudah.
Gambar II. 9 Geometri struktur (a) dominasi bending dan (b) dominasi tarik [8]
Bentuk kegagalan dapat dilihat pada Gambar II.10 Simbol ‘u’ merupakan
perpindahan yang terjadi. Garis putus-putus merupakan kondisi setelah mengalami
16
deformasi. Pada struktur (a), gaya tekan menimbulkan adanya bending momen pada
setiap sambungan strut. Jenis deformasi ini disebut struktur dominasi bending. Jenis
kegagalan ini umum terjadi struktur metal atau polimer.
Selama beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang telah dilakukan pada
struktur truss untuk melihat kekakuan dan kekuatan strukturnya [8]. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa kekakuan dan kekuatan struktur truss
ditentukan oleh bending pada strut untuk semua kondisi pembebanan yang
mungkin. Namun, jika mekanisme sambungan strut dihubungkan satu sama lain
dengan menambah strut antar sambungan, kegagalan yang terjadi akan menjadi
kegagalan dominasi stretching.
17
Pola desain dari struktur lattice mempengaruhi properti mekanik. Aplikasi
penggunaan material seluler lattice dapat dilihat pada Tabel II.2. Struktur dengan
jenis dominasi stretching umumnya diaplikasi pada struktur yang membutuhkan
kekakuan tinggi sedangkan struktur dengan jenis dominasi bending diaplikasikan pada
struktur penyerap energi.
Gambar I1.11 menunukkan pengaruh antara besar densitas relatif struktur seluler
terhadap nilai modulus young dan stiffness. Dengan bertambahnya nilai densitas
relatif, nilai modulus young dan stiffness akan meningkat secara linear. Efek
dominasi yang terjadi mempengaruhi besar peningkatan modulus young dan
stiffness. Efek dominasi bending membuat nilai gradien lebih tinggi daripada efek
dominasi stretching.
18
Grafik
modulus
young
relatif
Grafik
kekakuan
relatif
19
Proses pertama yang mampu memproduksi struktur sel adalah proses manufaktur
struktur stokastik dan prismatik. Memproduksi struktur lattice akan menjadi lebih
mahal dibandingkan dengan memproduksi struktur foam stokastik. Karena hal
tersebut, struktur foam dan struktur honey-comb digunakan secara luas pada bidang
industri manufaktur.
Pembuatan struktur seluler muncul sebagai hal yang baru di dalam bidang
metalurgi. Berbagai teknik telah muncul untuk membuat struktur ini. Teknik-teknik
ini dapat berasal dari bahan cairan maupun padatan. Sebagai contoh pada proses
pembuatan cairan, injeksi gas digunakan untuk membuat struktur ini. Sedangkan
dalam proses pembuatan padatan, foam digunakan untuk memproduksi struktur
seluler.
Pada manufaktur konvensional, ada empat teknik berbeda yang biasa digunakan.
Teknik tersebut adalah investment casting, expanded sheet material, metallic wire
assembly, dan snap fit methode. Namun setiap jenis teknik manufaktur
konvensional memiliki keterbatasan masing-masing. Secara umum, keterbatasan
manufaktur konvensional adalah pengoperasian yang rumit, banyaknya limbah
yang diproduksi, jumlah material yang dapat diproduksi terbatas, terbatasnya jenis
material dengan tingkat fluiditas tinggi, tidak hemat biaya dan membutuhkan
metode baru untuk mendeteksi dan memperbaiki kecacatan produksi [17].
Ada banyak jenis teknologi manufaktur aditif Secara umum, teknik ini dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu layer-based dan direct deposition. Contoh
20
manufaktur layer-based adalah metode selective laser sintering (SLS), selective
laser melting (SLM), dan electron beam melting (EBM). Dua jenis sumber energi
yang digunakan untuk mencairkan serbuk material adalah laser dan sinar elektron.
Teknik yang sepenuhnya mencairkan partikel adalah SLM dan EBM. Sedangkan
proses yang mencairkan sebagian partikel adalah SLS dan direct metal laser
sintering (DMLS). Hanya metode EBM dan SLM yang mampu memproduksi
struktur lattice.
Teknik selective laser melting (SLM) merupakan teknik manufaktur aditif yang
dirancang khusus dengan laser berdaya tinggi untuk memadukan partikel kecil
serbuk seperti plastik, logam, keramik, dan kaca menjadi massa yang memiliki
bentuk tiga dimensi secara lapisan demi lapisan. Laser secara selektif menyatukan
serbuk material dengan memindai penampang yang dihasilkan dari data CAD 3D
komponen tersebut pada permukaan serbuk. Setelah setiap penampang dipindai,
serbuk diturunkan dengan satu satuan lapisan ketebalan. Lapisan baru bahan akan
diterapkan di atas serbuk, dan proses diulang sampai komponen terbentuk.
21
Dibandingkan proses manufaktur konvensional, manufaktur aditif memiliki
banyak keunggulan. Sebagai contoh, manufaktur aditif mampu membuat geometri
dengan bentuk kompleks. Kemampuan ini memberikan kebebasan bagi para
desainer saat merancang komponen. Dengan demikian, teknik ini dapat membantu
untuk memproduksi bagian yang berongga dan meningkatkan fungsionalitas
komponen. Teknologi ini membuat insinyur dapat mendesain struktur lattice dan
struktur optimasi topologi.
Sebagian besar desain topologi yang dioptimasi bersifat struktur kompleks yang
membuatnya sulit untuk dibuat menggunakan metode manufaktur konvensional.
Tetapi dengan munculnya teknik manufatur aditif, tidak lagi ada masalah untuk
manufaktur desain yang kompleks dan hanya sedikit material yang dibutuhkan
dalam produksi. Pembuatan menggunakan teknik manufaktur aditif didasarkan
pada manufaktur lapis demi lapis hingga menjadi struktur yang diinginkan. Lebih
lanjut, peningkatan penggunaan komputer telah memacu kemajuan di banyak
bidang terkait perhitungan numerik termasuk program CAD.
22
Perhitungan numerik metode optimasi topologi dapat dilihat pada diagram skema
gambar II.13. Proses optimasi dimulai dari pendefinisian geometri dan kondisi
batas awal. Pada diagram, komponen yang dioptimasi adalah komponen kantilever.
Selanjutnya, geometri yang akan dioptimasi dibagi menjadi beberapa elemen atau
volume atur. Awalnya, semua elemen ini diatur dengan kondisi properti material
seragam, termasuk densitas, modulus, dan yield strength. Dengan menggunakan
nilai tersebut, matriks kekakuan awal [K0] untuk setiap blok dihitung yang
kemudian diperlukan untuk mendapat vektor perpindahan {u} dengan vektor gaya
{F} yang telah diketahui menggunakan analisis elemen hingga.
{F} = [K0] {u} (II.1)
Pada langkah berikutnya, strain energy density (SED) dari keseluruhan komponen
dihitung sebagai fungsi dari setiap elemen di dalam blok, dimana nilai σij dan Ɛij
adalah tegangan dan regangan pada setiap blok.
1
𝑆𝐸𝐷 = 2 ∑𝑖 ∑𝑗 𝜎𝑖𝑗 Ɛ𝑖𝑗 (II.2)
Jika salah satu elemen memiliki SED lokal yang lebih rendah dari SED kritis, nilai
densitas elemen tersebut akan ditentukan menjadi sangat rendah mendekati nol.
23
Teknik ini dikenal sebagai metode Solid Isotropic Material with Penalization
(SIMP). Proses optimasi ini akan diulang dengan menghitung matriks kekakuan,
vektor perpindahan, dan nilai SED sebanyak iterasi. Setelah setiap iterasi,
dilakukan pemeriksaan apakah perhitungan telah memenuhi keseluruhan tujuan
desain yang ditentukan, seperti pengurangan berat, penambahan kekakuan, dll.
Langkah-langkah di atas hampir sama untuk semua metode optimasi menggunakan
perangkat lunak optimasi topologi dengan berbagai tingkat kompleksitas.
Pendekatan cara klasik dalam analisis struktur benda solid adalah dengan
menggunakan fungsi tegangan dan perpindahan yang terjadi dengan memeuhi
kaidah persamaan kesetimbangan, hubungan tegangan dan regangan, dan
24
kontinuitas. Dengan menggunakan persamaan tersebut seluruh pendindahan pada
nodal akan digunakan untuk menentukan tegangan yang bekerja.
Penyelesaian pada masalah analisis nonlinear dan linear berbeda. Pada umumnya,
proses analisis metode elemen hingga dengan beban statik menggunakan asumsi
regangan kecil atau biasa disebut analisis linear. Metode ini tidak aplikatif pada
kasus struktur dengan deformasi yang besar atau biasa disebut analisis nonlinear
elastis. Pada kasus nonlinear, matriks [D] tidak konstan. Matriks [D] akan berubah
dari nodal ke nodal. Analisis elemen hingga linear dapat diselesaikan dengan tiga
prinsip berikut.
Kinematika, hubungan strain-displacement
[𝜀] = [𝐵][𝑑] (II.3)
Dimana matriks [𝜀] adalah regangan struktur, [𝑑] adalah perpindahan, dan [𝐵]
adalah tensor strain-displacement.
Kinetika dan keseimbangan
Hubungan stress-strain
[𝜎] = [𝐷][𝜀] (II.4)
Matriks [𝜎] adalah tegangan dan matriks [𝐷] konstansta material yang
merupakan fungsi dari modulus elastisitas dan poison’s rasio.
Nilai konstanta kekakuan merupakan fungsi dari matriks [𝐵] dengan hubungan
seperti berikut.
Tumbukan merupakan contoh kasus dinamik transien. Efek inersia struktur dan
redaman perlu dipertimbangkan dalam analisis kasus ini menggunakan sistem
kompleks yang terdiri dari nodal-nodal membentuk jaringan yang biasa disebut
25
mesh. Jaringan mesh memuat informasi material dan sifat struktur yang
mendefinisikan reaksi struktur akibat pembebanan.
Dimana matriks [𝑀] merupakan matriks massa global. Matriks [𝐶] adalah matriks
redaman global. Matriks [𝐾] adalah matriks kekakuan global. Matriks {𝐹𝑒𝑥𝑡 } adalah
vektor pembebanan yang terjadi pada nodal. Vektor {𝑑} dan turunan-turunannya
merepresentasikan perpindahan, kecepatan, dan percepatan pada nodal. Pada sistem
statik maupun kuasi-statik, percepatan dan kecepatan dapat diabaikan sehingga
menghasilkan formulasi struktur klasik. Pola penambahan waktu dibutuhkan
karena vektor {𝑑} dan turunannya bergantung pada waktu.
Sedangkan pada analisis implisit, solusi pada tiap langkah membutuhkan iterasi
untuk mencapai ekuilibrium dalam batas toleransi. Namun, metode implisit tidak
membutuhkan langkah waktu untuk analisis. Perumusan metode implisit dapat
dilihat seperti berikut.
26
Bab III Simulasi dan Optimasi Struktur Truss-Lattice
Geometri struktur truss-lattice yang akan diuji adalah sebanyak sepuluh jenis sel
lattice dan satu lattice hasil optimasi. Geometri yang akan diuji adalah geometri
lattice berjenis oktet, 3D-kagome, tetrahedral, piramida, kubus, truncated pyramid,
oktahedral, rhombicuboctahedron, rhombicudodecahedron, dan open-cell.
Sedangkan geometri yang akan dioptimasi adalah geometri lattice berjenis oktet.
Setiap struktur akan diuji dengan densitas relatif yang berbeda-beda. Densitas
relatif yang diuji pada setiap struktur lattice adalah 0,05, 0,1, 0,2, 0,25, dan 0,3
dengan mengatur ketebalan dari setiap struktur lattice. Densitas relatif tiap struktur
menentukan besar energi yang dapat diserap. Tujuan dari pengujian ini adalah
untuk menentukan densitas relatif efektif untuk menyerap energi pada tiap jenis
struktur lattice.
Pemodelan struktur truss-lattice hanya menggunakan satu unit sel lattice pada
densitas relatif tertentu. Penentuan densitas relatif berpengaruh pada panjang
geometri dan radius struktur. Dalam tugas akhir ini, hanya parameter radius yang
akan divariasikan. Tinggi lattice geometri yang akan diuji pada tiap struktur adalah
10 mm. Variabel geometri selain tinggi merupakan variabel dependen yang
merupakan fungsi tinggi struktur yang akan dimodelkan. Jenis-jenis struktur lattice
yang akan disimulasikan dapat dilihat pada tabel III.1.
27
Tabel III. 1 Geometri truss-lattice yang diuji
3D-Kagome Tetrahedron
Oktet
Open-cell Twisted
28
III.1.1.1 Dimensi Struktur Truss Oktet
Geometri truss oktet didapat dari penelitian [13]. Dari penelitian tersebut, geometri
truss yang digunakan memiliki panjang strut yang sama. Diameter sepanjang truss
dijaga konstan. Ilustrasi geometri yang akan diuji dapat dilihat pada gambar III.1.
Geometri struktur oktet dengan densitas yang akan diuji dapat dilihat pada
LAMPIRAN A.
29
Untuk menghubungkan nilai densitas relatif dengan panjang dan radius struktur
truss oktet, dilakukan perhitungan perbandingan volume. Persamaan didapat
sebagai berikut.
2 3
𝑅 𝑅
𝜌̅ = 6√2 𝜋 ( ) − 54,6 ( )
𝐿 𝐿 (III.2)
𝑡 √2
𝐿=
2
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
L = Panjang satu strut
Semua struktur oktet yang diuji memiliki tinggi, panjang, dan lebar konstan sebesar
10 mm. Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan
panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai berikut :
Geometri trusss 3D-Kagome didapat dari penelitian [5]. Dari penelitian tersebut,
sudut yang paling efektif antara strut arah horizontal dan strut arah melintang
adalah sebesar 55°. Geometri struktur kagome dengan densitas yang akan diuji
dapat dilihat pada LAMPIRAN B.
30
Gambar III. 2 Satu unit sel lattice geometri 3D-Kagome
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss 3D-
Kagome didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
6 2 sin(60°) 2
𝜋𝑅 2 𝑡 ( + 3√1 + 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛2 (55°) + (3 ) ) − 40,03𝑅 3
tan(55°) tan(55°)
𝜌̅ = 2
1 𝑡
2 tan(55°) sin(60°) 𝑡
( )
Semua struktur 3D-Kagome yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Panjang
setiap strut merupakan variabel tidak bebas yang merupakan fungsi daripada
31
ketinggian. Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan
panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai berikut :
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss
tetrahedron didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk
membuat persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
32
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 12√2 𝜋 ( ) − 40,83 ( ) (III.4)
𝑡 𝑡
√6
𝐿= 𝑡
2
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
Semua struktur tetrahedron yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Panjang
truss merupakan variabel tidak bebas yang merupakan fungsi dari tinggi struktur.
Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut
untuk setiap densitas relatif sebagai berikut :
33
Gambar III. 4 Satu unit sel lattice geometri piramida
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss piramida
didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 4√2 𝜋 ( ) − 11,84 ( ) (III.5)
𝑡 𝑡
𝐿 = √2 𝑡
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
Semua struktur piramida yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Dengan
menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut untuk
setiap densitas relatif sebagai berikut :
34
Tabel III. 5 Geometri uji truss piramida
ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 14,14 0,54
0,1 14,14 0,77
0,2 14,14 1,10
0,25 14,14 1,24
0,3 14,14 1,36
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss kubik
didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
35
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 12 𝜋 ( ) − 23.89 ( ) (III.6)
𝑡 𝑡
𝐿=𝑡
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
Semua struktur kubik yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Pada geometri
kubus, panjang tiap strut adalah sama dengan tinggi unti lattice. Dengan
menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut untuk
setiap densitas relatif sebagai berikut :
36
Gambar III. 6 Satu unit sel lattice geometri truncated pyramid
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss truncated
pyramid didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = (8 + 12√2) 𝜋 ( ) − 89.21 ( ) (III.7)
𝑡 𝑡
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
Semua struktur truncated pyramid yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm.
Tinggi merupakan variabel bebas, sedangkan panjang strut merupakan variabel
tidak bebas. Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan
panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai berikut :
37
Tabel III. 7 Geometri uji truss truncated pyramid
ρ̅ 1/4t (mm) 1/2t (mm) R (mm)
0,05 2,5 5 0,26
0,1 2,5 5 0,36
0,2 2,5 5 0,52
0,25 2,5 5 0,58
0,3 2,5 5 0,64
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss
oktahedron didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk
membuat persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
38
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 12√2 𝜋 ( ) − 92.35 ( ) (III.8)
𝑡 𝑡
√2
𝐿= 𝑡
2
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
Semua struktur oktahedron yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Panjang pada
strut merupakan variabel yang tak bebas dan bergantung pada nilai tinggi. Dengan
menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut untuk
setiap densitas relatif sebagai berikut :
39
Gambar III. 8 Satu unit sel lattice geometri rhombicuboctahedron
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss
rhombicuboctahedron didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume
untuk membuat persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
48 𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 𝜋 ( ) − 140,34 ( )
1 + √2 𝑡 𝑡 (III.9)
𝑡
𝐿=
(1 + √2)
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
40
Tabel III. 9 Geometri uji truss rhombicuboctahedron
ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 4,14 0,29
0,1 4,14 0,42
0,2 4,14 0,61
0,25 4,14 0,69
0,3 4,14 0,76
41
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss rhombic-
dodecahedron didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk
membuat persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 14√3 𝜋 ( ) − 116.86 ( ) (III.10)
𝑡 𝑡
√3
𝐿= 𝑡
3
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
42
Gambar III. 10 Satu unit sel lattice geometri open-cell
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss open-cell
didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 9 𝜋 ( ) − 55,45 ( ) (III.10)
𝑡 𝑡
1
𝐿= 𝑡
4
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
Semua struktur open-cell yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Dimensi
panjang dan lebar merupakan fungsi dari tinggi lattice. Dengan menggunakan
persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut untuk setiap densitas
relatif sebagai berikut :
43
0,2 2,5 0,93
0,25 2,5 1,06
0,3 2,5 1,17
III.1.2.1 Meshing
Proses meshing adalah proses membagi komponen keseluruhan menjadi beberapa
elemen kecil kontinu sehingga ketika beban bekerja pada komponen, mesh akan
mendistribusikan beban ke dalam struktur. Proses diskritisasi elemen pada struktur
lattice dilakukan menggunakan perangkat lunak HYPERMESH.
Elemen mesh yang digunakan adalah elemen tetra dari tipe elemen 2D mixed.
Ukuran elemen yang digunakan berkisar dari 0,2 sampai 0,6 mm. Sebagai contoh,
44
struktur truss oktet dimodelkan menggunakan densitas relatif 0,2 dan 0,25 pada
struktur Kagome.
Gambar III. 12 Contoh pemeriksaan aspect ratio pada struktur oktet dan kagome
45
III.1.2.2 Geometri Penumbuk (Impactor)
Penumbuk dimodelkan menggunakan elemen solid yang dibuat dengan 8 titik. Pada
perangkat lunak LS-DYNA, penumbuk dapat dibuat dengan bantuan Shape Mesher
dengan jenis Box Solid. Total elemen pada penumbuk adalah 25. Ukuran penumbuk
yang digunakan adalah 14x14x1 mm. Elemen formulasi baik untuk penumbuk
menggunakan constant stress solid element. Massa yang digunakan divariasikan
sampai semua struktur memiliki perpindahan sebesar 73% tinggi struktur untuk
mengetahui besar energi maksimal pada setiap lattice [30].
ε𝑡 = ln(1 + ε) (III.11)
𝜎𝑡 = σ ∗ exp(ε𝑡 ) (III.12)
Dengan :
46
ε = Engineering strain
σ = Engineering stress
εt = True strain
σt = True stress
300
250
Engineering
200
True
150
100
50
0
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 0,04 0,045
Strain
Beberapa properti material dapat ditentukan dari kurva tersebut sebagai berikut:
47
III.1.2.3.1 Material Penumbuk
Material penumbuk dimodelkan sebagai material rigid dengan properti material
sebagai berikut:
III.1.2.5 Kontak
Dua jenis tipe kontak LS-DYNA digunakan pada pemodelan ini, yaitu automatic
surface to surface dan automatic single surface. Kontak jenis automatic surface to
surface digunakan untuk mendefinisikan kontak antara komponen penumbuk dan
bagian atas struktur lattice. Kontak ini cocok untuk kontak antara permukaan
struktur dengan permukaan struktur lain tanpa perlu mendefinisikan orientasi
segmen.
Jenis kontak automatic single surface digunakan pada komponen struktur lattice
yang diuji. Jenis kontak ini dapat mencegah terjadinya penetrasi antar permukaan
48
di dalam struktur yang sama selama proses tumbukan berlangsung. Kontak ini
cocok untuk aplikasi crashworthiness.
𝐸(1 − 𝑣)
𝑐= √ (III.14)
𝜌(1 + 𝑣)(1 − 2𝑣)
Dengan :
E = Modulus young
𝜌 = Massa Jenis
v = Poisson’s ratio
Δt = Ukuran time step kritis
l = Panjang elemen terkecil
c = Kecepatan suara
Jika nilai time step diatur sebesar nilai kritikal, struktur dapat berisiko untuk
menjadi tidak stabil. Skala margin keamanan yang biasa digunakan adalah sebesar
49
0,9 . Pada dasarnya faktor skala pada langkah waktu memastikan bahwa setiap
dapat dihitung dengan baik sebelum gelombang waktu sebelumnya bertemu.
Semakin kecil nilai time step, proses analisis akan semakin baik namun waktu
running yang dibutuhkan akan lebih lama.
III.1.2.7 Hourglass
Dampak negatif dalam penggunaan metode one point integration adalah
diperlukannya pengaturan terhadap modus energi nol atau modus hourglass.
Parameter hourglass digunakan untuk mencegah adanya deformasi palsu akibat
integrasi satu titik. Parameter ini berguna untuk membuat stabilisasi metode
analisis. Nilai koefisien Hourglass yang digunakan adalah 0,1.
III.1.2.8 Output
LS-DYNA memberikan hasil analisis berupa data-data kecepatan, percepatan,
perpindahan, gaya reaksi, energi, tegangan, regangan, dll. Data-data yang akan
diambil dari pengujian ini adalah data mengenai energi serap, densitas energi serap,
instaneous force, dan mean crushing force. Data tersebut dibutuhkan untuk
mengetahui densitas relatif yang paling efektif pada tiap struktur serta
karakteristiknya terhadap beban tumbukan. Data tersebut didapat dengan mengolah
data hasil Post Processing.
Besar energi serap didapat dari luasan dibawah kurva gaya dan perpindahan. Energi
serap didapat dengan persamaan berikut.
50
𝐸𝑎𝑏𝑠 = ∫ 𝑃(𝛿)𝑑𝛿 (III.15)
Untuk mendapat nilai mean crushing force, digunakan data dari gaya kontak dan
perpindahan dengan perumusan sebagai berikut.
1
𝑃𝑚 = ∫ 𝑃(𝛿) 𝑑𝛿 (III.16)
𝛿
Prediksi mean crushing force (Pm) ditentukan berdasarkan ujung grafik gaya rata-
rata. Harga Pm yang diambil adalah harga Pm pada titik terakhir dari kurva.
Densitas relatif yang digunakan pada optimasi merupakan densitas yang paling
efektif pada struktur oktet. Tujuan dari optimasi ini adalah untuk memperoleh
geometri struktur baru dengan kekakuan dan massa yang lebih baik. Selain itu,
geometri hasil optimasi nantinya hanya akan memiliki kekakuan pada satu arah
pembebanan saja. Optimasi dilakukan menggunakan perangkat lunak INSPIRE.
51
Gambar III. 15 Geometri struktur oktet sebelum dioptimasi
III.2.2 Material
Properti material yang akan digunakan dapat dimasukkan secara manual atau
dengan menggunakan material yang ada pada database. Properti yang dibutuhkan
adalah Young Modulus, Poisson’s ratio, massa jenis, yield stress, dan koefisien
muai panjang. Material yang digunakan adalah AlSi-12 dengan properti sebagai
berikut.
52
Kondisi batas terletak pada bawah bagian struktur yang berfungsi sebagai pencegah
perpindahan arah tegak lurus beban statik. Menu yang digunakan untuk pemberian
kondisi batas adalah Apply Support pada menu Loads. Kondisi batas bekerja pada
bagian bawah struktur. Perpindahan yang diizinkan hanya perpindahan dengan arah
selain arah gaya statik bekerja.
Dalam optimasi topologi, design space adalah bagian awal sebelum material
dihapus sampai bentuk akhir tercapai selama optimasi. Suatu bentuk yang
dihasilkan oleh optimasi sepenuhnya terkandung dalam volume design space awal,
selama material hanya mendapat pelepasan struktur tanpa penambahan material.
Namun, proses optimasi juga dapat menambah material untuk meningkatkan
kekakuan.
53
III.2.5 Simetri
Menu simetri berguna untuk membuat hasil optimasi menjadi simetri dan
mempercepat proses optimasi dengan membagi komponen design space sesuai
dengan bidang struktur simetris. Penggunaan simetri hanya untuk proses optimasi
dan tidak berlaku pada proses analisis. Struktur oktet yang akan dianalisis memiliki
tiga buah bidang simetri.
54
dan dapat dikombinasikan dengan optimasi tipe topografi. Tipe ini
hanya bekerja pada geometri surface.
Lattice : Proses optimasi lattice digunakan untuk mengurangi massa stuktur
dengan membuat struktur strut di dalam geometri design space.
Pada tugas akhir ini, digunakan tipe optimasi topologi yang bertujuan untuk
memaksimalkan kekakuan struktur dengan massa yang minimum. Tipe ini akan
membuat geometri baru yang memiliki kekakuan maksimal terhadap satu arah
pembebanan. Target massa hasil optimasi diatur menjadi 30% dari volume awal
pada design space. Ketebalan struktur minimal yang diperbolehkan diatur menjadi
1 mm.
55
dilakukan proses perbaikan geometri. Perangkat lunak yang dapat digunakan untuk
memperbaiki geometri struktur adalah program lunak EVOLVE yang compatible
dengan hasil optimasi program lunak INSPIRE dan juga dapat menggunakan
perangkat lunak CAD lainnya.
Gambar III. 19 Satu unit sel lattice geometri hasil optimasi (twisted)
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss hasil
optimasi didapat dengan membandingkan volume lattice dengan volume balok
disekitarnya. Persamaan didapat sebagai berikut :
56
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 62,41π ( ) − 630,90 ( ) (III.17)
𝑡 𝑡
Dan
𝐿 = 0,49 𝑡 (III.17)
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
L = Lebar satu unit sel
Semua struktur hasil optimasi diuji terhadap beban impact untuk menentukan
densitas relatif efektif. Geometri struktur yang diuji memiliki tinggi, sebesar 10
mm. Variabel tinggi merupakan variabel bebas, sedangkan dimensi lainnya
merupakan fungsi dari tinggi. Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat
radius silinder dan panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai berikut.
57
Bab IV Hasil Optimasi dan Pengujian Beban Tabrak
Struktur Truss-Lattice
Perbandingan antara struktur oktet sebelum dan setelah optimasi topologi dapat
dilihat pada gambar IV.2. Hasil optimasi topologi membuat massa struktur oktet
berkurang menjadi 30%. Harga stiffness yang dihasilkan merupakan harga
maksimum yang dapat dicapai saat proses optimasi struktur oktet berlangsung.
Gambar IV. 2 Struktur oktet (a) sebelum dan (b) sesudah optimasi topologi
58
Untuk memudahkan simulasi numerik, dilakukan pembenahan pada geometri
dengan membuat radius pada truss menjadi seragam tanpa mengubah geometri
dasar hasil optimasi. Radius yang digunakan ditentukan dengan menjaga massa
agar tetap sama antara hasil optimasi dan setelah pembenahan. Geometri hasil
pembenahan merupakan konstruksi dari struktur lattice berjenis twisted [23].
59
IV.2.1 Bentuk Deformasi Lattice
Hasil bentuk deformasi ditinjau pada perpindahan 73% tinggi total lattice. Densitas
lattice yang ditampilkan divariasikan menurut densitas relatif yang diuji. Dari
bentuk deformasi yang diperoleh, lattice akan diklasifikasikan menurut
dominasinya. Jenis dominasi lattice ditentukan dari hasil deformasi pada setiap
lattice. Harga SEA pada setiap lattice disajikan pada tabel IV.1.
0,1 16,19
0,2 37,98
0,25 53,75
0,3 74,14
0,1 0,89
60
0,2 1,24
0,25 2,23
0,3 2,78
0,1 2,09
0,2 6,67
0,25 9,64
0,3 19,57
0,1 14,90
61
0,2 46,06
0,25 58,64
0,3 85,00
0,1 10,10
0,2 43,10
0,25 57,44
0,3 75,32
Truncated
Bending 0,05 0,35
Pyramid
0,1 1,09
0,2 3,98
62
0,25 5,69
0,3 10,39
0,1 6,84
0,2 20,70
0,25 26,53
0,3 36,84
Rhombicub
Stretching 0,05 2,42
octahedron
0,1 6,78
63
0,2 20,79
0,25 30,59
0,3 38,77
Rhombicdo
Stretching 0,05 1,79
decahedron
0,1 4,93
0,2 12,97
0,25 17,93
0,3 25,07
0,1 5,42
64
0,2 18,95
0,25 31,35
0,3 47,82
Optimasi
Bending 0,05 0,81
(twisted)
65
Secara umum, nilai energi serap maksimum akan bertambah seiring pertambahan
densitas relatif pada jenis lattice yang sama. Namun, pada jenis lattice berenis
twisted dengan densitas relatif 0,2 sampai 0,25, terjadi penurunan energi serap.
Penurunan energi serap maksimum terjadi akibat transisi jenis dominasi pada
struktur lattice tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai densitas relatif pada
densitas relatif kurang dari 0,2 dan pada densitas relatif lebih dari 0,2. Pada denistas
relatif kurang dari 0,2, jenis dominasi yang terjadi adalah bending-dominated.
Sedangkan pada densitas relatif lebih dari 0,25, jenis dominasi yang terjadi adalah
stretching-dominated. Gambar IV.4. menunjukkan secara detail transisi dominasi
yang terjadi.
Dilihat dari Gambar IV.4., dominasi bending memiliki nilai energi serap yang lebih
tinggi dibandingkan dominasi stretching dalam jenis lattice yang sama. Pada
densitas relatif 0,2, energi serap maksimum adalah sebesar 13,84 kJ. Sedangkan
pada densitas relatif 0,25, energi serap maksimum adalah sebesar 10,92 kJ. Di
antara densitas relatif 0,2 dan 0,25 terdapat transisi perubahan dominasi dari
dominasi bending menuju stretching.
66
IV.2.2 Energi Serap maksimum
Untuk memberikan kemudahan dalam membandingakan nilai SEA, besar SEA
dengan variasi densitas relatif disajikan dalam tabel IV.2. Dengan lattice berjenis
sama, nilai densitas relatif efektif ditentukan berdasarkan nilai SEA. Densitas relatif
effektif (ρ̅ eff) merupakan densitas yang memiliki harga SEA terbesar dalam rentang
0,05 sampai 0,3 dalam satu jenis lattice.
Kenaikan nilai energi serap maksimum belum tentu menghasilkan nilai SEA yang
cenderung naik. Dilihat dari tabel IV.2., nilai SEA dapat berfluktuatif. Sehingga,
tidak terlihat relasi atau kecenderungan nilai SEA dengan bertambahnya densitas
relatif. Dengan menentukan densitas relatif effektif pada setiap jenis lattice, nilai
SEA akan dibandingkan antar jenis lattice. Grafik IV.5 menunjukkan hasil
pemilihan SEA effektif pada setiap struktur.
67
140
120
100
SEA (J/kg)
80
60
40
20
Pada grafik IV.5, nilai densitas energi serap tertinggi berada pada unit sel hasil
optimasi topologi (twisted). Harga SEA tertinggi yang dapat dicapai struktur
optimasi lattice twisted pada rentang densitas relatif 0,05 sampai 0,3 adalah 127,21
kJ/kg. Sedangkan nilai SEA terendah berada pada lattice berjenis kagome. Nilai
SEA tertinggi pada lattice kagome adalah sebesar 12,07 kJ/kg.
Pengaruh densitas relatif terhadap densitas energi serap pada lattice berbentuk
twisted ditunjukkan dalam gambar IV.6. Dalam rentang densitas relatif antara 0,05
sampai 0,3, nilai SEA tertinggi berada pada densitas relatif sebesar 0,2. Nilai SEA
yang berhasil dicapai oleh struktur lattice twisted adalah sebesaar 127,21 kJ/kg.
Ada beberapa parameter yang mempengaruhi besar energi serap pada lattice.
Namun, pada tugas akhir ini, parameter geometri yang menjadi batasan hanya tinggi
dan densitas relatif. Panjang dan lebar struktur lattice merupakan fungsi dari tinggi
dan bukan merupakan variabel bebas.
68
140
120
80
60
40
20
0
0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
Densitas relatif
Gambar IV. 6 Grafik hubungan densitas relatif dan SEA pada lattice twisted
Pada struktur lattice berjenis twisted dengan densitas relatif yang kurang dari 0,2,
terjadi peningkatan SEA seiring pertambahan densitas relatif. Pada densitas relatif
yang lebih dari 0,25, juga terjadi peningkatan SEA seiring pertambahan densitas
relatif. Namun, di antara densitas relatif 0,2 dan 0,25 terjadi penurunan SEA. Hal
ini diakibatkan oleh transisi dari bentuk dominasi bending menjadi bentuk dominasi
stretching seperti yang terlihat pada Gambar IV.4.
Agar MCF antar lattice dapat dibandingkan, parameter massa digunakan sebagai
fungsi linear dari volume. Sehingga, densitas MCF (MCF dibagi dengan massa
lattice) berbanding lurus dengan nilai MCF pada volume lattice yang sama. Dengan
demikian, parameter densitas MCF digunakan untuk membandingkan energi serap
setiap satu satuan perpindahan searah dengan pembebanan. Harga densitas MCF
69
untuk setiap lattice dengan densitas relatif yang divariasikan disajikan dalam tabel
IV.3.
Nilai densitas MCF yang didapat berbanding lurus dengan nilai SEA. Pada
dasarnya, nilai densitas MCF diperoleh dengan cara membagi SEA dengan
perpindahan searah pembebanan. Pada tugas akhir ini, untuk mendapat energi serap
maksimum, parameter besar perpindahan dijaga konstan dengan besar 73% dari
tinggi geometri. Sehingga kecenderungan nilai densitas MCF sama dengan yang
terjadi pada SEA.
70
BAB V Simulasi Struktur Truss-Lattice pada Aplikasi
Sub-cargo Pesawat Terbang
Bab ini membahas tentang penggunaan struktur lattice sebagai penyerap energi
tabrak pada pesawat terbang. Struktur lattice yang digunakan merupakan struktur
terbaik pada hasil pengujian beban dinamik. Hasil energi yang dapat diserap oleh
struktur lattice nantinnya akan dibandingkan dengan struktur penyerap energi yang
biasa digunakan pada pesawat terbang.
Material skin yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis Simplified
Johnson Cook dengan properti material sebagai berikut.
71
Tabel V. 1 Sifat mekanik material skin [27]
E 71 GPa
v 0,3
ρ 2,796 E-6 kg/mm3
A 0,328
B 0,466
N 0,622
C 0,001
Nilai flow stress pada jenis material Simplified Johnson Cook adalah fungsi
sebagai berikut.
𝜎𝑦 = (𝐴 + 𝐵𝜀̅𝑝 𝑛 )(1 + 𝑐 ln(𝜀̇ ∗ )) (V.1)
Dengan,
A,B,C dan n adalah input konstanta
𝜀̅𝑝 adalah regangan plastik efektif
𝜀̇∗ adalah laju regangan efektif
72
Gambar V. 2 Potongan melintang struktur frame
Ketebalan frame yang digunakan adalah seragam sebesar 5 mm. Struktur frame
pada pemodelan digunakan sebanyak dua buah dengan jarak antar-frame sebesar
579 mm. Besar mesh pada pemodelan frame adalah 40 mm. Jenis elemen formulasi
yang digunakan adalah Belytschko-Tsay.
Material frame yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis Simplified
Johnson Cook dengan properti material sebagai berikut.
73
Gambar V. 3 Struktur frame
74
Gambar V. 4 Struktur longeron
Material cargo beam yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis
Simplified Johnson Cook dengan properti material sama dengan properti material
struktur frame.
75
Gambar V. 5 Struktur cargo beam
Material cargo beam yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis
Simplified Johnson Cook dengan properti material sama dengan properti material
struktur frame.
76
Gambar V. 6 Struktur floor beam
Material strut yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis Simplified
Johnson Cook dengan properti material sama dengan properti material longeron.
77
V.1.7 Pemodelan Media Pendaratan
Media pendaratan diasumsikan tidak berdefleksi ketika ditubruk. Geometri media
pendaratan dimodelkan sebagai rigid shell. Luas geometri adalah sebesar 700 x
4.000 mm dengan tebal 5 mm. Besar mesh pada pemodelan adalah 63 mm. Jenis
elemen formulasi yang digunakan adalah Belytschko-Tsay.
Material yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis Rigid dengan
properti material sebagai berikut.
78
V.1.8 Pemodelan Penyerap Energi
Penyerap energi pada pesawat terbang berada di antara struktur cargo beam dan
frame. Karena itu, struktur penyerap energi pada pesawat biasa disebut sub-cargo.
Ada dua geometri yang akan digunakan sebagai penyerap energi. Geometri
penyerap energi yang pertama adalah geometri half-tube. Geometri penyerap energi
ini telah digunakan pada beberapa pesawat terbang. Geometri penyerap energi
lainnya adalah geometri seluler lattice hasil optimasi yang telah didapat pada
perhitungan bab sebelumnya dan bentuk taper lattice hasil optimasi.
79
Material half-tube yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis
Piecewise Linear Plasticity dengan properti material sama dengan properti material
AlSi-12 hasil manufaktur aditif yang digunakan pada lattice di bab sebelumnya.
Geometri seluler lattice twisted dimodelkan dengan menyusun beberapa unit sel
lattice. Geometri ini memiliki tinggi yang disusun dari tiga buah unit lattice. Setiap
lapisan terdiri dari satu unit sel. Setiap truss pada unit sel saling bersambung dengan
sel lainnya.
80
cargo beam dapat efektif terserap struktur lattice. Jenis formulasi elemen adalah 1
point nodal pressure tetrahedron for bulk forming. Geometri yang dipasang
berumlah empat buat dengan masing-masing frame memiliki dua buah struktur sub-
cargo.
81
Geometri lattice twisted dimodelkan menggunakan elemen tetra. Tinggi struktur
sebesar 160 mm berada di antara floor beam dan frame. Struktur ini ditumpu oleh
plat rigid yang ada di atas dan di bawah agar beban yang disalurkan dari frame dan
cargo beam dapat efektif diserap struktur lattice.
Besar mesh pada pemodelan lattice sesuai pada simulasi sebelumnya. Jenis elemen
formulasi yang digunakan adalah 1 point nodal pressure tetrahedron for bulk
forming. Geometri yang dipasang berumlah empat buat dengan masing-masing
frame memiliki dua buah lattice.
82
Karena tidak adanya regulasi mengenai kecepatan vertikal awal yang
diperbolehkan, maka simulasi pada tugas akhir ini menggunakan kecepatan
tertinggi pada pengujian drop-weight. Kecepatan uji drop-weight tertinggi yang
telah dilakukan oleh industri pesawat terbang adalah sebesar 9m/s (30ft/s) oleh
pesawat terbang Boeing 737. Semua komponen struktur pesawat terbang diberi
kecepatan vertikal inisial sebesar 9 mm/ms.
Massa penumpang dan massa kargo dimodelkan dengan beban titik pada struktur.
Struktur floor beam berfungsi sebagai penerima beban dari massa penumpang yang
kemudian didistribusikan pada struktur frame dan strut. Massa penumpang yang
digunakan dalam pemodelan adalah 80 kg setiap penumpang. Pada konfigurasi
pesawat A320, tiap fuselage section memiliki tiga kursi kanan dan tiga kursi kiri
dengan dua struktur penyangga setiap tiga kursi. Massa total penumpang
didistribusikan menjadi empat titik dengan setiap titik memiliki massa sebesar 120
kg. Struktur cargo beam berfungsi sebagai penerima beban dari kargo yang
kemudian didistribusikan pada struktur frame. Massa kargo yang digunakan dalam
pemodelan adalah 750 kg yang didistribusikan menjadi empat titik massa pada
struktur cargo beam.
Kondisi batas diberikan pada komponen rigid yang berperan sebagai media
pendaratan pesawat terbang. Kondisi batas yang diterapkan adalah jenis fix
sehingga tidak memungkinkan untuk mengalami deformasi translasi dan rotasi.
Kondisi batas juga diterapkan pada sisi atas dan bawah energi penyerap, baik untuk
geometri half-tube maupun geometri lattice. Kondisi batas yang diterapkan berupa
rotasi segala arah dan semua translasi kecuali arah vertikal.
V.3 Kontak
Empat jenis tipe kotak digunakan dalam mendefinisikan kontak antar komponen
struktur. Tipe kontak yang digunakan adalah tipe automatic beam to surface, tipe
automatic surface to surface, automatic surface to surface tiebreak dan single
surface. Nilai konstanta gesekan pada kontak adalah 1,35 untuk koefisien gesek
statis dan 0,3 untuk koefisien gesek dinamis [32].
83
Tipe kontak pada automatic_beam_to_surface digunakan untuk mendefinisikan
kontak antara bagian beam dan bagian permukaan lain. Kontak ini diaplikasikan
pada struktur longeron dengan skin dan frame serta struktur strut dengan floor beam
dan frame.
Selain itu, elemen-elemen pada ujung longeron dihubungkan dengan elemen terluar
skin dengan bantuan spotweld. Komponen longeron diasumsikan tidak mengalami
kegagalan dalam pembebanan. Ujung elemen strut juga dihubungkan pada floor
beam dan frame dengan menggunakan spotweld.
84
proses analisis akan semakin baik namun waktu running yang dibutuhkan akan
lebih lama.
V.5 Termination Time
Waktu selesai perhitungan numerik ditentukan dengan memasukkan batas waktu
perhitungan menggunakan parameter ENDTIME. Nilai termination time ditentukan
dengan prediksi berakhirnya tumbukan antara struktur pesawat dan benda rigid.
Harga termination time pada tugas akhir ini menggunakan waktu 50 ms.
V.6 Output
Output energi didapat dengan mengatur parameter GLSTAT pada Database
ASCII_option. Parameter RBDOUT digunakan untuk menampilkan output
perpindahan rigid body. Untuk menampilkan keluaran berupa gaya pada kontak,
digunakan parameter RCFORC. Parameter MATSUM digunakan untuk
menganalisis energi pada setiap komponen pengujian. Pada tugas akhir ini, waktu
interval pengambilan data diatur menjadi 0,01 ms.
85
BAB VI Hasil Aplikasi pada Sub-Cargo Pesawat Terbang
Pada bab ini akan dipaparkan hasil analisis yang diperoleh dari simulasi numerik
pendaratan darurat pesawat terbang yang dilakukan dengan LS-DYNA. Hasil
analisis yang akan dipaparkan berupa :
1. Bentuk deformasi pada struktur sub-cargo
2. MCF pada tiap jenis sub-cargo
3. SEA pada struktur sub-cargo
Bentuk deformasi yang terjadi pada pesawat terbang dapat dilihat pada Gambar
VI.1. Warna pada komponen struktur menunjukkan besar tegangan Von-mises yang
terjadi. Struktur sub-cargo menjadi menjadi pusat perhatian untuk dianalisis.
86
Deformasi pada struktur sub-cargo berjenis half-tube ditunjukkan pada gambar
VI.2.
Dari simulasi yang telah dilakukan, struktur half-tube mengalami buckling dari sisi
atas. Proses buckling tersebut dapat terjadi karena tidak adanya inisiator yang
membuat struktur mengalami progressive buckling. Selain itu, harga slenderness
ratio pada struktur half-tube adalah sebesar 11.2 sehingga struktur half-tube dapat
tergolong batang slender. Struktur berbatang slender lebih mudah untuk mengalami
buckling.
87
VI.1.2 Komponen pada Sub-Cargo Seluler Lattice Optimasi (Twisted)
88
Terjadi fenomena buckling pada seluruh tinggi struktur pada susunan struktur
twisted tersebut. Hal ini disebabkan karena harga slenderness ratio pada struktur
lattice twisted adalah sebesar 19,7 sehingga struktur lattice ini dapat tergolong
sebagai batang slender. Struktur berbatang slender lebih mudah untuk mengalami
buckling secara total.
Deformasi pada struktur sub-cargo jenis twisted yang divariasikan dengan adanya
taper ditunjukkan pada gambar VI.6.
89
(b) Deformasi sebesar 50%
Pada konfigurasi struktur twisted yang diberi efek taper, terjadi fenomena
progressive buckling yang terjadi pada setiap lapisan unit lattice. Dalam hasil yang
didapat, terjadi sebanyak tiga kali buckling pada struktur seluler lattice. Geometri
taper dapat mengubah tingkah laku terjadinya buckling. Dengan mengubah sifat
buckling pada arah tinggi struktur menjadi progressive buckling pada setiap sel
lattice, nilai energi yang dapat diserap struktur juga menjadi meningkat.
Fenomena progressive buckling terjadi dari sel lattice bagian bawah menuju ke
bagian atas. Sel pada bagian bawah memiliki luar penampang yang lebih besar
daripada sel pada bagian atas. Area penampang yang besar membuat struktur truss
mudah mengalami buckling.
90
VI.2 MCF pada Jenis Struktur Sub-cargo
MCF didapat dengan membagi antara harga energi serap dengan perpindahan yang
terjadi saat tabrakan. Nilai MCF didapat dengan melihat kurva instaneous force.
Perpindahan yang dihitung pada energi serap hanya sampai pada panjang effektif
struktur yakni pada nilai 73% dari panjang searah pembebanan. Kurva instaneous
force pada ketiga struktur sub-cargo disajikan pada gambar VI.5. Nilai MCF
disajikan pada tabel VI.2.
180
160
140
120
Gaya (kN)
100
80
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100 120 140
Perpindahan (mm)
Pada kurva instaneous force struktur berjenis half-tube, puncak gaya hanya terjadi
satu kali. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat satu kali proses pelipatan struktur
yang biasa disebut dengan fenomena buckling secara global. Fenomena ini dapat
terjadi karena efek slenderness ratio.
Struktur twisted memiliki dua puncak gaya. Jika dianalisis dari gambar VI.3,
pelipatan pertama terjadi pada satu unit sel. Namun, pelipatan selanjutnya
berlangsung pada seluruh struktur.
91
Puncak gaya pada kurva instaneous force berjenis twisted berbentuk taper terjadi
sebanyak tiga kali. Gambar VI.4. menunjukkan bagaimana proses terjadinya
pelipatan tersebut. Pelipatan terjadi pada setiap unit sel yang disusun vertikal.
Pelipatan ini termasuk pada jenis progressive buckling.
Half-tube 65,90
Twisted 54,91
Jenis struktur half-tube memiliki nilai MCF tertinggi di antara tiga struktur yang
disimulasikan. Semakin tinggi nilai MCF, gaya yang dirasakan oleh penumpang
semakin tinggi pula. Karena itu, nilai MCF pada struktur penyerap energi
diharapkan memiliki nilai seminimal mungkin. Jika dilihat dari parameter MCF,
struktur sub-cargo berjenis lattice twisted maupun twisted taper lebih baik
dibandingkan struktur sub-cargo berjenis half-tube. Dengan begitu, struktur lattice
memungkinkan untuk digunakan sebagai struktur penyerap energi pada pesawat
terbang.
92
Tabel VI. 3 Hasil SEA sub-cargo
Half-tube Seluler twisted Twisted taper
Energi serap (J) 8.613,6 6.357,1 7.207,1
Massa (gram) 361,4 139,5 144,1
SEA (kJ/kg) 23,8 45,6 50,0
Perbandingan terhadap
100 % 191 % 210 %
half-tube
Dilihat dari SEA pada setiap struktur sub-cargo, struktur berjenis lattice twisted
taper memiliki nilai yang paling tinggi yaitu sebesar 50,0 kJ/kg. Nilai SEA pada
struktur lattice ini adalah lebih dari dua kali lipat struktur half-tube yang biasa
digunakan pesawat terbang pada umumnya. Sedangkan pada struktur sub-cargo
berjenis seluler twisted tanpa taper, nilai SEA lebih rendah dibandingkan sub-cargo
berjenis twisted taper. Rendahnya nilai SEA terjadi karena proses pelipatan hanya
terjadi sekali dan pelipatan selanjutnya terjadi secara global sepanjang ketinggian.
Banyaknya pelipatan menentukan tingginya energi yang diserap.
93
Bab VII Kesimpulan dan Saran
VII.1 Kesimpulan
Studi parametrik densitas relatif telah dilakukan untuk memahami efek parameter
tersebut pada nilai SEA. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa energi serap
bertambah seiring dengan bertambahnya densitas relatif dalam dominasi yang
sama. Dominasi bending membuat energi serap pada struktur menjadi lebih besar
daripada dominasi stretching. Pada struktur lattice berbentuk twisted, nilai SEA
efektif adalah 127,21 kJ/kg. Dengan melakukan uji parametrik densitas relatif 0,05
sampai 0,3, nilai SEA terbesar berada pada densitas relatif sebesar 0,2 dalam
dominasi bending.
Struktur seluler lattice secara konsep dapat diterapkan pada struktur sub-cargo
pesawat terbang untuk menyerap energi ketika terjadi tabrakan arah vertikal. Jenis
struktur sub-cargo yang digunakan sebagai pembanding adalah struktur half-tube
yang umum digunakan pada pesawat terbang. Efek taper pada geometri struktur
seluler twisted digunakan untuk mendapat hasil berupa progressive buckling. Hasil
simulasi numerik menunjukkan bahwa harga SEA struktur twisted taper adalah 2,1
94
kali lipat lebih besar dibandingkan struktur half-tube. Tidak menutup kemungkinan
bahwa dengan menentukan parameter selain densitas relatif dan efek taper yang
telah diuji, nilai SEA pada lattice akan semakin meningkat. Sehingga nantinya
struktur penyerap energi pada pesawat terbang dapat digantikan oleh struktur
berjenis lattice.
VII.2 Saran
Analisis struktur lattice masih menjadi topik hangat yang harus terus dikembangkan
dalam dunia material. Jenis struktur lattice yang optimal untuk menyerap energi
masih perlu dipelajari lebih lanjut. Beberapa ruang lingkup dalam analisis struktur
lattice seperti konfigurasi geometri lattice menjadi topik yang menarik untuk diteliti
lebih lanjut.
Parameter geometri truss juga menjadi faktor penting untuk lebih jauh diselidiki.
Pengaruh orientasi sudut pada geometri lattice perlu untuk dipelajari dan
dikembangkan lebih jauh lagi untuk mengetahui struktur yang optimal. Pengujian
secara eksperimental menggunakan metode manufaktur aditif juga harus dilakukan
pada penelitian ke depan. Akan menarik untuk menyelidiki apakah struktur lattice
dapat diaplikasikan pada semua komponen struktur sebagai penyerap energi,
penguat, penerima beban bending, torsi dan properti fisik material lainnya.
Terakhir, optimasi struktur untuk menerima beban dinamik perlu dilakukan dengan
menggunakan metode genetic algortihm.
95
DAFTAR PUSTAKA
96
[13] Dejean, T.T., Spierings, A.B., dan Mohr, D. (2016): Additively-manufactured
metallic micro-lattice materials for high specific energy absorption under
static and dynamic loading, Acta Materialia, 116, 14-28
[14] http://empa.ch/, diakses pada tanggal 30 April 2018 pukul 15:22
[15] http://www.dynasupport.com/, diakses pada tanggal 2 Mei 2018 pukul 19:45
[16] Ahmadi, S. M., Yavari, S.A, Wauthle, J, Pouran B., Schrooten, J., Weinans,
H., dan Zadpoor, A.A. (2015): Additively Manufactured Open-Cell Porous
Biomaterials Made from Six Different Space-Filling Unit Cells: The
Mechanical and Morphological Properties, Materials, 8(4), 1871-1896
[17] Azman, A.H. (2017): Method for integration of lattice structure in design for
additive manufacturing, Universite Grenoble Alpes
[18] Ashby, M. (2013): Designing architectural materials, Scripta Materialia, 68,
4-7
[19] Wadley, H. N. (2002): Cellular metals manufacturing, Advanced Engineering
Material, 4, 726-733
[20] Evans, A.G., J.W. Hutchinson, N.A. Fleck, M., Ashby, dan Wadley, H. N.
(2001): The topological design of multifunctional cellular metals, Progress in
Material Science, 46, 309-327
[21] Liu, J., Pattofatto, S., Fang, D., Lu, F., dan Zhao, H. (2015): Impact Strength
Enhancement of Aluminum Tetrahedral Lattice Structure Core Structures,
International Journal of Impact Engineering, 79, 3-13
[22] Huang, Y., Xie, Y., Wang, X., dan Han, F. (2017): Mechanical Behavior of
Three-Dimensional Pyramidal Aluminum Lattice Materials, Materials
Science and Engineering A, 696, 520-528
[23] Weißmann, V., Wieding, J., Hansmann, H., Laufer, N., Wolf, A., dan Bader,
R. (2016): Specific Yielding of Selective Laser-Melted Ti6Al4V Open-
Porous Scaffolds as a Function of Unit Cell Design and Dimensions, Metals,
6, 166
[24] Calise, G. J. dan Saigal, A. (2017): Anisotropy and Failure in Octahedral
Lattice Structure Parts Fabricated Using The FDM Technology, International
Mechanical Engineering Congress and Exposition, 14, 1-8
97
[25] Siddique,S., Imran,M., Wycisk,E., Emmelmann,C., dan Walther,F. (2015):
Influence of process-induced microstructure and imperfections on
mechanical properties of AlSi12 processed by selective laser melting, Journal
of Materials Processing Technology, 221, 503-213
[26] Waimer, M. (2013): Development of Kinematics Model for the Assessment of
Global Crash Scenarios of a Composite Transport Aircraft Fuselage,
University of Stuttgart
[27] Xiaochuan L., Jun G., Chunyu B., Xiasheng S., dan Rangke M. (2014): Drop
Test and Crash Simulation of a Civil Airplane Fuselage Section. Chinese
Journal of Aeronautics, 28, 447-456
[28] Westphal P., Dolzinski, W.D., Roming T., Schröer T., Kohlgrüber D., dan
Lützenburger M. (2009): Strukturbauteil mit Spant- und Querträgerelement,
Patent application DE 10 2007 030 026 A1
[29] Federation Aviation Administration (1997), Federal Aviation Regulations
Part 25 - Airworthiness Standards : Transport Category Airplanes, FAA,
Washington DC, USA
[30] Abramowics, W. (1983): The effective crushing distance in axially
compressed thin-walled metal coloumn, International Journal Impact
Engineering, 1(3), 309-317
[31] Tam, L. H. (2017): The influence of sheet metal forming in the axial crushing
behavior of thin-walled coloumns, Aeronautics and Astronautics Master
Thesis, Institut Teknologi Bandung
[32] www.carbidedepot.com/formulas-frictioncoefficient.htm, diakses pada
tanggal 10 Maret 2018 pukul 19:00
98
LAMPIRAN
99
LAMPIRAN A. Geometri Truss Oktet dengan Berbagai Densitas Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
100
LAMPIRAN B. Geometri Truss 3D-Kagome dengan Berbagai Densitas
Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
101
LAMPIRAN C. Geometri Truss Tetrahedron dengan Berbagai Densitas
Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
102
LAMPIRAN D. Geometri Truss Piramida dengan Berbagai Densitas Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
103
LAMPIRAN E. Geometri Truss Kubik dengan Berbagai Densitas Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
104
LAMPIRAN F. Geometri Truss Truncated Pyramid dengan Berbagai
Densitas Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
105
LAMPIRAN G. Geometri Truss Oktahedron dengan Berbagai Densitas
Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
106
LAMPIRAN H. Geometri Truss Rhombicuboctahedron dengan Berbagai
Densitas Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
107
LAMPIRAN I. Geometri Truss Rhombic-Dodecahedron dengan Berbagai
Densitas Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
108
LAMPIRAN J. Geometri Truss Octet-cell dengan Berbagai Densitas Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
109
LAMPIRAN K. Geometri Truss Hasil Optimasi (twisted) dengan Berbagai
Densitas Relatif
(e) ρ̅ = 0.3
110
LAMPIRAN L. Surat Pernyataan Keaslian Tugas Akhir
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini saya:
Nama : Alvian Iqbal Hanif Nasrullah
NIM : 13614013
Program Studi : Teknik Dirgantara
Alamat / No. Tlp : Jl. Cisitu Indah 7, 260A / 08980559077
2. Dalam Tugas Akhir Sarjana ini tidak terdapat cuplikan tulisan, karya atau
pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali dirujuk
dengan jelas sesuai kaidah akademik yang berlaku umum, disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka;
3. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya, dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya tulis Tugas Akhir Sarjana ini, serta sanksi – sanksi
lainnya sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Materai
Rp. 6.000
NIM. 13614013
*). Coret yang tidak perlu
111
LAMPIRAN M. Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan
Intelektual Tugas Akhir
ANTARA
KELOMPOK KEAHLIAN STRUKTUR RINGAN,
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA,
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DENGAN
Alvian Iqbal Hanif Nasrullah
Analisis Struktur Lattice sebagai Penyerap Energi dan Aplikasinya pada Sub-
cargo Pesawat Terbang
112
a. “Kegiatan Penelitian” adalah seluruh aktivitas penelitian, termasuk namun tidak
terbatas pada pengungkapan gagasan, pengembangan metode dan desain,
teknologi, dan produk yang dilakukan PARA PIHAK dalam lingkup Perjanjian ini.
b. Bahwa PIHAK KEDUA adalah Mahasiswa yang sedang mengerjakan Kegiatan
Penelitian di bawah bimbingan Ir. Sigit Puji Santosa, MSME, Sc. D. dengan Topik
Analisis Struktur Lattice sebagai Penyerap Energi dan Aplikasinya pada Sub-cargo
Pesawat Terbang.
c. Bahwa PIHAK PERTAMA bermaksud untuk mengungkapkan suatu informasi,
pengetahuan dan data, baik bersifat teknis maupun non-teknis kepada PIHAK
KEDUA berhubungan dengan hal sebagai berikut namun tidak terbatas pada
gagasan, metode, desain, teknologi, kekayaan intelektual, dan produk - produk
PIHAK PERTAMA secara umum (untuk selanjutnya disebut sebagai "Pokok
Permasalahan”).
d. Bahwa PARA PIHAK menjamin bahwa semua informasi, pengetahuan dan data
tentang Pokok Permasalahan yang diberikan dan disampaikan baik secara lisan,
tertulis, grafik, foto atau yang disampaikan melalui media elektronik atau informasi
dalam bentuk lainnya selama berlangsungnya pembicaraan dan/atau selama
pelaksanaan kegiatan penelitian akan diperlakukan sebagai rahasia dan akan dijaga
kerahasiannya dari pihak ketiga maupun pihak terafiliasi dari PARA PIHAK dan
akan dipergunakan hanya untuk kepentingan PARA PIHAK.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas PARA PIHAK bersedia untuk memberikan dan
menerima informasi, pengetahuan dan data tersebut dalam bentuk apapun yang:
a) berhubungan dengan Pokok Permasalahan dalam Kegiatan Penelitian ini,
b) diterima oleh PARA PIHAK, dan
c) ditentukan sebagai sesuatu rahasia, atau memiliki suatu nilai yang serupa atau
dimana pihak yang mengungkapkan informasi tersebut menyatakannya secara
tertulis pada saat menyampaikannya kepada pihak yang menerima, agar
diperlakukan sebagai sesuatu milik atau bilamana sifat dari data atau informasi
adalah serupa dengan itu maka pihak yang menerima harus memperlakukan data
atau informasi tersebut sebagai sesuatu yang rahasia. Pengungkapan suatu
informasi secara lisan akan dianggap sebagai milik pihak yang mengungkapkan
bilamana pihak yang mengungkapkan tersebut secara lisan menyatakan bahwa
informasi yang diungkapkan tersebut merupakan miliknya ataupun sesuatu yang
rahasia pada saat pengungkapan atau jika sifat dari informasi tersebut adalah serupa
maka pihak yang menerima pengungkapan informasi tersebut juga harus
memperlakukannya sebagai suatu informasi yang rahasia pula.
113
3. Perjanjian Kerahasiaan ini berlaku sejak tanggal sebagaimana tersebut di atas,
semua suatu informasi, pengetahuan dan data, baik bersifat teknis maupun non-
teknis rahasia yang telah diberikan oleh PARA PIHAK akan selalu menjadi rahasia
dan mengikat PARA PIHAK.
4. PIHAK KEDUA tidak akan mengungkapkan kepada pihak ketiga maupun pihak
terafiliasi atas sesuatu suatu informasi, pengetahuan dan data, baik bersifat teknis
maupun non-teknis rahasia yang telah diterimanya berdasarkan Pejanjian
Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual ini baik secara keseluruhan
ataupun sebagian dan PIHAK KEDUA menyatakan bahwa kewajiban tentang
kerahasiaan tersebut akan tetap berlaku dalam hal pengakhiran Kegiatan Penelitian
ini.
114
7. Semua bentuk ataupun informasi, pengetahuan dan data dalam bentuk apapun,
termasuk namun tidak terbatas kepada, dokumen-dokumen, gambar-gambar,
spesifikasi-spesifikasi, prototipe-prototipe, contoh-contoh dan hal lain-lain yang
serupa yang didapatkan dalam dan/ atau merupakan hasil Kegiatan Penelitian oleh
PARA PIHAK akan tetap menjadi milik dari PIHAK PERTAMA dan semua hak
atas kekayaan intelektual terhadap informasi, pengetahuan dan data tersebut akan
tetap menjadi milik PIHAK PERTAMA.
9. Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual ini hanya untuk keperluan
melindungi informasi, pengetahuan dan data dan bukan merupakan suatu perjanjian
kerjasama, persekutuan, usaha bersama, atau untuk mendirikan suatu bentuk perusahaan
atau suatu jenis entitas.
Materai 6000
115
116