Anda di halaman 1dari 129

ANALISIS STRUKTUR LATTICE SEBAGAI PENYERAP

ENERGI DAN APLIKASINYA PADA SUB-CARGO


PESAWAT TERBANG

TUGAS AKHIR
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh
ALVIAN IQBAL HANIF NASRULLAH
NIM: 13614013
(Program Studi Sarjana Teknik Dirgantara)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


Mei 2018
ABSTRAK

ANALISIS STRUKTUR LATTICE SEBAGAI PENYERAP


ENERGI DAN APLIKASINYA PADA SUB-CARGO
PESAWAT TERBANG

Oleh
Alvian Iqbal Hanif Nasrullah
NIM: 13614013
(Program Studi Sarjana Teknik Dirgantara)

Tingginya tingkat lalu lintas penerbangan membuat peluang terjadinya kecelakaan


semakin meningkat. Sebagian besar kasus kecelakaan pesawat terbang memiliki
kerusakan pada bagian bawah badan pesawat terbang (sub-cargo) akibat beban
dinamik. Untuk meningkatkan kelaikterbangan pesawat udara dan mengurangi
risiko cedera penumpang, dilakukan kajian crashworthiness pesawat terbang. Salah
satu cara manajemen energi serap pesawat terbang terhadap tabrakan adalah dengan
mengoptimalkan struktur penyerap energi. Peningkatan struktur penyerap energi
dapat tercapai dengan mengoptimalkan geometri dan material struktur

Struktur lattice merupakan salah satu jenis struktur ringan yang sangat baik dalam
aplikasi penyerap energi. Tugas akhir ini fokus pada karakterisasi beban dinamik
pada struktur lattice dan pengaplikasiannya pada struktur sub-cargo pesawat
terbang. Sebelas jenis lattice diuji untuk mencari nilai spesifik energi serap
tertinggi, yakni struktur kagome, tetrahedron, piramida, kubik, truncated-pyramid,
oktahedron, rhombicuboctahedron, rhombic-dodecahedron, open-cell, oktet, dan
optimasi topologi struktur oktet (twisted). Analisis dilakukan pada satu unit sel
struktur lattice. Dengan adanya teknologi manufaktur aditif, struktur lattice dapat
dengan mudah diproduksi menggunakan teknik selective laser sintering (SLS).
Material yang digunakan dalam simulasi numerik berupa paduan alumunium AlSi-
12 hasil manufaktur SLS. Jenis lattice terbaik dipilih untuk kemudian digunakan
pada simulasi numerik struktur sub-cargo pesawat terbang. Model pesawat terbang
yang digunakan adalah bagian belakang badan pesawat terbang Airbus A320. Uji
drop-weight dilakukan dengan kecepatan awal 9 m/s. Hasil penyerapan energi pada
sub-cargo berjenis lattice nantiya akan dibandingkan dengan struktur sub-cargo
berjenis half-tube yang telah banyak digunakan dalam industri penerbangan. Efek
taper digunakan untuk membuat energi serap semakin tinggi.

Dari hasil simulasi, didapat jenis lattice dengan nilai SEA tertinggi adalah jenis
twisted dengan densitas relatif 0,2 sebesar 127,21 kJ/kg. Bentuk dominasi yang
terjadi menentukan besar energi yang dapat diserap. Hasil ini menunjukkan
kesesuaian struktur lattice sebagai penyerap energi pada pesawat terbang di masa
depan.

Kata kunci: lattice, densitas energi serap, sub-cargo, densitas relatif,


crashworthiness, manufaktur aditif, optimasi topologi

i
ABSTRACT

LATTICE STRUCTURE ANALYSIS AS ENERGY ABSORBTION


AND ITS APLICATION TO AIRCRAFT SUB-CARGO

By
Alvian Iqbal Hanif Nasrullah
NIM: 13614013
(Bachelor’s Program in Aerospace Engineering)

The high air traffic makes incident opportunities increasing. Most cases of aircraft
accidents cause the underside of the airframe (sub-cargo) due to vertical dynamic
loads. To improve the airplane's crashworthiness and reduce the injury of the
passanger, an aircraft crashworthiness study was conducted. One of the ways
increasing energy management of aircraft absorbtion against impact is by
optimizing the energy absorbent structure. Improving the energy absorbent
structure can be done by optimizing the geometry and material structure
The lattice structure is one of the best lightweight application types in energy
absorbent applications. This thesis focuses on the characterization of dynamic
loads on lattice structures and their application to aircraft sub-cargo structures.
Eleven types of lattice are examined to look for the highest specific energy
absorbtion, i.e. kagome, tetrahedron, pyramid, cube, truncated-pyramid,
octahedron, rhombicuboctahedron, rhombic-dodecahedron, open-cell, octet, and
octet topology optimization structures (twisted). The analysis is performed on one
cell unit of the lattice structure. With the existence of additive manufacturing
technology, lattice structures can be easily used using selective laser sintering
(SLS) technique. The material that used in numerical simulation is aluminum alloy
AlSi-12 by SLS manufacturing. The best lattice type is chosen for later used in the
numerical simulation of the aircraft sub-cargo structure. The model of the aircraft
used is rear fuselage structure of AIRBUS A320. The drop-weight test is performed
with an initial velocity of 9 m/s. The results of energy absorbtion on lattice sub-
cargo structure will be compared with the half-tube sub-cargo structure which has
been widely used in aviation industry. Stuructural taper effect is used to make
higher absorption energy.
From the simulation results, lattice type with the highest SEA value is twisted type
with relative density 0,2 in the amount of 127,21 kJ/kg. The form of dominance that
occurs in the structure determines the amount of energy that can be absorbed.
These results indicate the suitability of the lattice structure as an energy absorber
on an aircraft in the future.

Keywords: lattice, specific energy absorbtion, sub-cargo, relative density,


crashworthiness, additive manufacturing, topology optimization

ii
ANALISIS STRUKTUR LATTICE SEBAGAI PENYERAP
ENERGI DAN APLIKASINYA PADA SUB-CARGO
PESAWAT TERBANG
HALAMAN PENGESAHAN

Oleh
Alvian Iqbal Hanif Nasrullah
NIM: 13614013
(Program Studi Sarjana Teknik Dirgantara)

Institut Teknologi Bandung

Menyetujui
Tim Pembimbing

Tanggal ………………………..

Dosen Pembimbing I

Ir. Sigit Puji Santosa, MSME, Sc. D.


(115110001)

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing III

Prof. Dr. Tatacipta Dirgantara Dr. Annisa Jusuf


(19700424 200604 1018) (19830827 201212 2001)

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan nikmat, rahmat,
dan hidayatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
Tugas akhir ini disusun sebagai syarat sarjana pada program studi Teknik
Dirgantara, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Banding.

Judul penelitian tugas akhir ini adalah ‘Analisis struktur lattice sebagai penyerap
energi dan aplikasinya pada sub-cargo pesawat terbang”. Hasil penelitian ini
diharapkan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dan berguna bagi
perkembangan ilmu material dan industri pesawat terbang.

Dalam pelaksanaan pengerjaan tugas akhir, penulis mendapat bantuan, bimbingan,


dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
beberapa pihak terkait:
1. Allah SWT yang dengan rahmat dan mukjizatnya penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini.
2. Ir. Sigit Puji Santosa, MSME, Sc. D., Prof. Dr Tatacipta Dirgantara, dan Dr.
Annisa Jusuf selaku pembimbing dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terima
kasih atas bimbingan yang diberikan, meluangkan waktu, dan pikiran serta
diskusi agar penulis dapat memperbaiki hasil penelitian. Terima kasih juga
telah memberi dorongan, semangat, dan nasehat yang diberikan kepada
penulis.
3. Bapak penulis yang menjadi inspirasi untuk menyelesaikan penelitian serta
wasiat-wasitnya dalam menjalankan nilai-nilai kehidupan. Terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada segala yang telah diberikan kepada penulis hingga
akhir hayatnya. Semoga Allah memberikan balasan yang terbaik untuk beliau.
4. Ibu penulis yang senantiasa mendoakan penulis di sepertiga malamnya. Terima
kasih banyak telah selalu mendukung dan mendoakan penulis.
5. Kakak penulis yang selalu bertanya kapan lulus sehingga penulis mencari-cari
alasan untuk mengganti topik pembicaraan.

iv
6. Teman-teman PAU yang menjadi teman ngobrol dan tempat bertanya selama
mengerjakan tugas akhir. Anak bimbingan Pak Sigit yang sering memberi
informasi mengejar bimbingan. Dan sesosok mahasiswa bernama Adisentana
yang menjadi tempat diskusi karena memiliki topik yang hampir sama.
7. Teman-teman dari ITB, AE14 dan teman-teman KMPN yang telah mewarnai
dan memberi pengalaman hidup selama berkuliah di jurusan dan di kampus ini.
8. Teman-teman seperjuangan dari kampung penulis yang kerjaannya selalu
mengajak penulis nongkrong ketika penulis sedang dilanda ke-chaos-an
mengerjakan tugas akhir. Herannya, penulis selalu memilih untuk menghindari
mengerjakan tugas akhir.
9. Teman-teman lainnya yang belum bisa diucapkan satu per satu yang telah
mendoakan dan mengisi hidup penulis. Terima kasih ya.
10. Segenap Dosen FTMD yang telah membimbing penulis dari awal perkuliahan
hingga nyaris selesai.
11. Segenap guru baik akademik maupun non-akademik yang telah berjasa
membawa penulis sampai pada tahap ini.

Penulis menyadari bahwa tidak ada hasil kerja yang sempurna demikian juga
penelitian ini. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka akan kritik maupun saran
yang membangun agar penulis dan pembaca semakin berkembang. Pada akhirnya,
penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khusunya dalam bidang material dan kedirgantaraan dan juga menjadi
inspirasi dalam penelitian lebih lanjut.

Bandung, 15 Mei 2018

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ....................................................... xii
Bab I Pendahuluan ............................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
I.2 Masalah Penelitian ............................................................................. 4
I.3 Tujuan ................................................................................................ 4
I.4 Batasan Masalah ................................................................................ 5
I.5 Metodologi Penelitian ........................................................................ 5
I.6 Sistematika Penulisan ........................................................................ 6
Bab II Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 8
II.1 Crashworthiness ................................................................................ 8
II.2 Energi Serap ..................................................................................... 10
II.3 Jenis Material Struktur Ringan ........................................................ 11
II.4 Material Truss-Lattice ...................................................................... 12
II.5 Properti Mekanik Truss-Lattice ....................................................... 16
II.6 Manufaktur Aditif ............................................................................ 19
II.7 Konsep Dasar Optimasi Topologi .................................................... 22
II.8 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga ............................................ 24
Bab III Simulasi dan Optimasi Struktur Truss-Lattice ...................................... 27
III.1 Pengujian Beban Tabrak Struktur Truss-Lattice ......................... 27
III.1.1 Geometri Struktur Truss-Lattice ....................................... 27
III.1.2 Prosedur Pemodelan.......................................................... 44
III.2 Optimasi Topologi Struktur Truss-Lattice .................................. 51
III.2.1 Pemodelan Struktur ........................................................... 51
III.2.2 Material ............................................................................. 52
III.2.3 Beban dan Kondisi Batas .................................................. 52
III.2.4 Design Space ..................................................................... 53
III.2.5 Simetri ............................................................................... 54
III.2.6 Run Optimization .............................................................. 54
III.2.7 Perbaikan Geometri .......................................................... 55
III.2.8 Dimensi Geometri Truss-Lattice Hasil Optimasi dan
Perbaikan........................................................................... 56
III.2.9 Pengujian terhadap Beban Impact .................................... 57
Bab IV Hasil Optimasi dan Simulasi Struktur Truss-Lattice............................. 58
IV.1 Hasil Optimasi Topologi Lattice Oktet ....................................... 58
IV.2 Hasil Simulasi Pengujian Struktur............................................... 59
IV.2.1 Bentuk Deformasi Lattice ................................................. 60
IV.2.2 Energi Serap maksimum ................................................... 67
IV.2.3 Gaya Tabrak Rata-Rata ..................................................... 69
BAB V Simulasi Struktur Truss-Lattice pada Aplikasi Sub-cargo Pesawat
Terbang ................................................................................................. 71
V.1 Pemodelan Geometri, Material, dan Elemen Struktur Pesawat ..... 71
V.1.1 Pemodelan Skin ................................................................. 71

vi
V.1.2 Pemodelan Frame ............................................................. 72
V.1.3 Pemodelan Longeron ........................................................ 74
V.1.4 Pemodelan Cargo Beam ................................................... 75
V.1.5 Pemodelan Floor Beam..................................................... 76
V.1.6 Pemodelan Strut ................................................................ 77
V.1.7 Pemodelan Media Pendaratan ........................................... 78
V.1.8 Pemodelan Penyerap Energi ............................................. 79
V.2 Kondisi Pembebanan dan Kondisi Batas ........................................ 82
V.3 Kontak ............................................................................................. 83
V.4 Time Step ......................................................................................... 84
V.5 Termination Time ............................................................................ 85
V.6 Output ............................................................................................. 85
BAB VI Hasil Aplikasi pada Sub-Cargo Pesawat Terbang ................................ 86
VI.1 Deformasi Pesawat Terbang dan Struktur sub-cargo ................. 86
VI.1.1 Deformasi pada Sub-Cargo Jenis Half-Tube ................... 86
VI.1.2 Komponen pada Sub-Cargo Seluler Lattice Optimasi
(Twisted) ........................................................................... 88
VI.1.3 Komponen pada Sub-Cargo Seluler Lattice Twistedtaper89
VI.2 Densitas Energi Serap................................................................. 91
Bab VII Kesimpulan dan Saran .......................................................................... 94
VII.1 Kesimpulan ................................................................................. 94
VII.2 Saran ........................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 96
LAMPIRAN .......................................................................................................... 99

vii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A. Geometri Truss Oktet dengan Berbagai Densitas Relatif ........ 100
LAMPIRAN B. Geometri Truss 3D-Kagome dengan Berbagai Densitas Relatif
................................................................................................... 101
LAMPIRAN C. Geometri Truss Tetrahedron dengan Berbagai Densitas Relatif
................................................................................................... 102
LAMPIRAN D. Geometri Truss Piramida dengan Berbagai Densitas Relatif ... 103
LAMPIRAN E. Geometri Truss Kubik dengan Berbagai Densitas Relatif ....... 104
LAMPIRAN F. Geometri Truss Truncated Pyramid dengan Berbagai Densitas
Relatif ........................................................................................ 105
LAMPIRAN G. Geometri Truss Oktahedron dengan Berbagai Densitas Relatif
................................................................................................... 106
LAMPIRAN H. Geometri Truss Rhombicuboctahedron dengan Berbagai Densitas
Relatif ........................................................................................ 107
LAMPIRAN I. Geometri Truss Rhombic-Dodecahedron dengan Berbagai
Densitas Relatif ......................................................................... 108
LAMPIRAN J. Geometri Truss Octet-cell dengan Berbagai Densitas Relatif ... 109
LAMPIRAN K. Geometri Truss Hasil Optimasi (twisted) dengan Berbagai
Densitas Relatif ......................................................................... 110
LAMPIRAN L. Surat Pernyataan Keaslian Tugas Akhir ................................... 111
LAMPIRAN M. Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual
Tugas Akhir .............................................................................. 112

viii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI

Gambar I.1 Lalu lintas keberangkatan pesawat terbang nasional ........................... 1


Gambar I.2 Jenis kecelakaan penerbangan yang telah diinvestigasi KNKT .......... 2
Gambar I.3 Jenis kecelakaan pesawat di Indonesia tahun 2010 sampai 2016 ........ 3
Gambar II. 1 Desain crashworthiness pada berbagai tipe pesawat ......................... 9
Gambar II. 2 Konsep desain struktur pesawat NASA .......................................... 10
Gambar II. 3 (a) Perbandingan yield-compressive stress terhadap densitas relatif,
(b) perbandingan kurva stress-strain antara truss dan textile........... 12
Gambar II. 4 Material arsitektur ........................................................................... 12
Gambar II. 5 Jenis material seluler ....................................................................... 13
Gambar II. 6 Struktur stokastik, periodik, prismatik, dan lattice .......................... 14
Gambar II. 7 (a) Sel Oktet, (b) Sel Kagome ......................................................... 15
Gambar II. 8 (a) Sel oktahedral, (b) Sel tetrahedral .............................................. 16
Gambar II. 9 Geometri struktur (a) dominasi bending dan (b) dominasi tarik ..... 16
Gambar II. 10 Deformasi kegagalan bending dan stretching................................ 17
Gambar II. 11 Pengaruh dominasi pada properti mekanik ................................... 19
Gambar II. 12 Proses manufaktur aditif menggunakan SLM ............................... 21
Gambar II. 13 Ilustrasi skema optimasi pada perangkat lunak INSPIRE ............. 23
Gambar III.1 Satu unit sel lattice geometri oktet .................................................. 29
Gambar III.2 Satu unit sel lattice geometri 3D-Kagome ..................................... 31
Gambar III.3 Satu unit sel lattice geometri tetrahedron........................................ 32
Gambar III.4 Satu unit sel lattice geometri piramida............................................ 34
Gambar III.5 Satu unit sel lattice geometri kubik ................................................. 35
Gambar III.6 Satu unit sel lattice geometri truncated pyramid ............................ 37
Gambar III.7 Satu unit sel lattice geometri oktahedron ........................................ 38
Gambar III.8 Satu unit sel lattice geometri rhombicuboctahedron ...................... 40
Gambar III.9 Satu unit sel lattice geometri rhombic-dodecahedron .................... 41
Gambar III.10 Satu unit sel lattice geometri open-cell ......................................... 43
Gambar III.11 Contoh mesh pada struktur oktet dan kagome .............................. 45
Gambar III.12 Contoh aspect ratio pada struktur oktet dan kagome ................... 45
Gambar III.13 Pemodelan komponen penumbuk ................................................. 46

ix
Gambar III.14 Kurva tegangan-regangan AlSi-12 hasil manufaktur aditif .......... 47
Gambar III.15 Geometri struktur oktet sebelum dioptimasi ................................. 52
Gambar III.16 Kondisi batas dan beban pada struktur oktet................................. 53
Gambar III.17 Bidang simetri pada struktur oktet ................................................ 54
Gambar III.18 Pengaturan run optimation yang dipilih........................................ 55
Gambar III.19 Satu unit sel lattice geometri hasil optimasi (twisted) .................. 56
Gambar IV. 1 Optimasi topologi lattice oktet....................................................... 58
Gambar IV. 2 Struktur oktet (a) sebelum dan (b) sesudah optimasi topologi ...... 58
Gambar IV. 3 Struktur hasil pembenahan optimasi (twisted) ............................... 59
Gambar IV. 4 Transisi dominasi pada lattice twisted ........................................... 66
Gambar IV. 5 Grafik SEA maksimum untuk setiap lattice................................... 68
Gambar IV. 6 Grafik hubungan densitas relatif dan SEA pada lattice twisted ..... 69
Gambar V.1 Struktur skin ..................................................................................... 72
Gambar V.2 Potongan melintang struktur frame .................................................. 73
Gambar V.3 Struktur frame .................................................................................. 74
Gambar V.4 Struktur longeron ............................................................................. 75
Gambar V.5 Struktur cargo beam ......................................................................... 76
Gambar V.6 Struktur floor beam .......................................................................... 77
Gambar V.7 Struktur strut .................................................................................... 77
Gambar V.8 Struktur media pendaratan ............................................................... 78
Gambar V.9 Geometri half-tube pada struktur sub-cargo .................................... 79
Gambar V.10 Struktur half-tube ........................................................................... 80
Gambar V.11 Struktur seluler lattice twisted ........................................................ 81
Gambar V.12 Struktur seluler lattice twisted taper .............................................. 82
Gambar VI.1 Deformasi pesawat terbang ............................................................. 87
Gambar VI.2 Deformasi maksimum pada struktur half-tube ............................... 87
Gambar VI.3 Deformasi maksimum pada struktur twisted................................... 88
Gambar VI.4 Deformasi maksimum pada struktur seluler kagome...................... 90

x
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Beberapa jenis struktur dasar lattice..................................................... 14


Tabel II.2 Jenis deformasi lattice .......................................................................... 18
Tabel III.1 Geometri uji truss oket ....................................................................... 30
Tabel III.2 Geometri uji truss 3D-Kagome........................................................... 32
Tabel III.3 Geometri uji truss tetrahedron ............................................................ 33
Tabel III.4 Geometri uji truss piramida ................................................................ 35
Tabel III.5 Geometri uji truss kubik ..................................................................... 36
Tabel III.6 Geometri uji truss truncated pyramid ................................................. 38
Tabel III.7 Geometri uji truss oktahedron ............................................................ 39
Tabel III.8 Geometri uji truss rhombicuboctahedron ........................................... 41
Tabel III.9 Geometri uji truss rhombic-dodecahedron ......................................... 42
Tabel III.10 Geometri uji truss open-cell ............................................................. 43
Tabel III.11 Satuan yang digunakan dalam pemodelan ........................................ 44
Tabel III.12 Sifat mekanik material AlSi-12 ........................................................ 47
Tabel III.13 Sifat mekanik material penumbuk .................................................... 48
Tabel III.14 Kondisi batas pengujian lattice ......................................................... 48
Tabel III.15 Sifat mekanik AlSi-12 ...................................................................... 52
Tabel III.16 Geometri uji truss hasil optimasi oktet ............................................. 57
Tabel IV.1 Deformasi, klasifikasi dan SEA lattice............................................... 60
Tabel IV.2 SEA dan densitas relatif lattice........................................................... 67
Tabel IV.3 Densitas MCF pada tiap lattice ........................................................... 70
Tabel V.1 Sifat mekanik material skin.................................................................. 72
Tabel V.2 Sifat mekanik material frame ............................................................... 73
Tabel V.3 Sifat mekanik material longeron .......................................................... 74
Tabel V.4 Sifat mekanik material rigid ................................................................ 78
Tabel VI.1 Total energi pada tiap jenis sub-cargo................................................ 86
Tabel VI.2 Hasil densitas energi serap sub-cargo ................................................ 93

xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian


pertama kali
pada halaman
SEA Specific Energy Absorb 15
CAD Computer-aided Design 17
SLS Selective Laser Sintering 28
SLM Selective Laser Melting 28
EBM Electron Beam Melting 28
DMLS Direct Metal Laser Sintering 28
SED Strain Energy Density 32
SIMP Solid Isotropic Material with Penalization 32
MCF Mean Crushing Force 68

LAMBANG

B Tensor strain-displacement 34
C Redaman 35
c Kecepatan suara 54
D Konstanta material 34
d Perpindahan elemen 34
E Modulus young 49
Ek Energi Kinetik 67
F Gaya 31
k Konstanta kekakuan 31
l Panjang strut 37
M Massa struktur 35
R Radius truss 37
t Tinggi spesimen 37
u Perpindahan struktur 31
v Poison rasio 34
V Volume 32
𝜀 Regangan 32
Δt Langkah waktu 54
𝛿 Perpindahan arah pembebanan 56
𝜌 Massa jenis 49
ρ̅ Densitas relatif 37
σ Tegangan 32
σy Tegangan yield 57

xii
Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah
udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan,
keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan
fasilitas umum lainnya [1]. Secara umum, penerbangan bertujuan untuk
mendukung akses mobilitas manusia dan logistik dari suatu tempat ke tempat lain
dalam waktu yang relatif singkat. Kegiatan penerbangan nasional dapat mendukung
pembangunan dan pengembangan pariwisata serta meningkatkan pertumbuhan
perekonomian nasional.

Sebagian besar kegiatan penerbangan diselenggarakan dengan mode transportasi


pesawat terbang. Definisi pesawat terbang sendiri adalah pesawat udara yang lebih
berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri [1].
Pertumbuhan penerbangan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun [2].
Di Indonesia, dalam rentang tahun 2003 sampai 2014 terjadi penaikan lalu lintas
pesawat terbang sebesar 118% untuk jumlah keberangkatan dan 126% untuk
jumlah kedatangan.
900.000
800.000
700.000
Jumlah pesawat

600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
-
2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Tahun
Keberangkatan Kedatangan

Gambar I. 1 Lalu lintas keberangkatan pesawat terbang nasional [2]

1
Tingginya lalu lintas penerbangan membuat peluang terjadinya kecelakaan
meningkat. Pada rentang tahun 2007 hingga 2016 terjadi kecelakaan pesawat
terbang sebanyak 270 kejadian dengan 124 kasus dikategorikan sebagai kecelakaan
dan 151 kasus sebagai insiden serius [3]. Berdasarkan statistik, faktor terbesar
penyebab kecelakaan penerbangan adalah karena faktor manusia dengan persentase
sebesar 67.12% , diikuti dengan faktor teknis sebesar 15.75% dan faktor lingkungan
sebesar 12.33% [3]. Kecelakaan pesawat terbang yang diakibatkan oleh tabrakan
adalah sebesar 58.02% dari seluruh kecelakaan. Kecelakaan tersebut terdiri atas
abnormal runway contact, controlled flight into terrain, dan runway excursion [3].

45
40
35
Banyaknya kejadian

30
25
20
15
10
5
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun

Accident Serious incident Jumlah

Gambar I. 2 Jenis kecelakaan penerbangan yang telah diinvestigasi KNKT [3]

2
Gambar I. 3 Jenis kecelakaan pesawat di Indonesia tahun 2010 sampai 2016 [3]

Dari seluruh kecelakaan yang terjadi, kerusakan terdapat pada bagian bawah badan
pesawat (sub-cargo) akibat beban impact. Oleh karena itu, dilakukan kajian untuk
meningkatkan kelaikterbangan pesawat terbang dengan memperbaiki
crashworthiness pesawat terbang untuk mengurangi banyaknya korban kecelakaan.
Struktur pesawat merupakan bagian penting untuk menyelamatkan nyawa
penumpang.

Salah satu cara manajemen energi serap pesawat terhadap tabrakan adalah dengan
mengoptimalkan struktur penyerap energi. Peningkatan struktur penyerap energi
dapat tercapai dengan mengoptimalkan geometri dan material struktur. Konsep
struktur penyerap energi ini dapat ditinjau dari aspek geometri dan struktur dasar
untuk memastikan kekakuan dan kekuatan material. Jenis struktur penyerap energi
yang umum digunakan adalah material foam. Namun, ada material lain yang
memiliki densitas energi serap yang lebih tinggi. Material ini adalah material
berjenis elemen honeycomb, truss, dan shell. Berdasarkan temuan pada survei
literatur mengenai advanced materials, didapat kesimpulan bahwa struktur truss-
lattice memiliki potensi besar untuk menjadi material penyerap energi terhadap
tabrakan dengan densitas energi serap yang tinggi [4].

3
Di dalam bidang industri penerbangan, penting untuk memproduksi komponen
berstruktur ringan namun tetap memiliki properti material yang baik. Struktur truss-
lattice adalah solusi tersebut. Tingginya kekuatan material dengan massa ringan
adalah kunci keuntungan utama dari struktur lattice. Struktur lattice dapat
digunakan untuk mencapai kinerja yang sangat baik dan multi-fungsi sekaligus
mengurangi berat komponen. Konsep material aksitektur ini berasal dari keinginan
untuk menempatkan material hanya pada daerah yang dibutuhkan saja [4]. Bidang
penelitian tentang struktur lattice telah mendapat perhatian karena keunggulannya
atas struktur stokastik dalam produksi komponen berstruktur ringan dengan
properti material yang baik terutama dalam aspek penyerapan energi.

I.2 Masalah Penelitian


Tugas akhir ini akan difokuskan pada pencarian struktur truss-lattice yang dapat
menyerap energi tabrak maksimum dengan massa minimum dan aplikasinya pada
pesawat terbang. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan analisis model
struktur truss-lattice menggunakan perangkat lunak LS-DYNA dan optimasi
topologi struktur truss-lattice dengan menggunakan perangkat lunak INSPIRE.
Jenis material yang akan digunakan dalam desain ini adalah AlSi-12 hasil
manufaktur aditif. Setelah diuji secara numerik dengan mempertimbangkan energi
serap, kekakuan, dan massa, struktur truss-lattice diaplikasikan pada sub-cargo
pesawat terbang agar dapat menyerap energi dari beban tabrak vertikal.

I.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :
 Mempelajari sepuluh jenis struktur unit sel lattice
 Mengoptimasi secara topologi unit sel struktur lattice oktet
 Mencari bentuk struktur truss-lattice yang memiliki densitas energi serap
(SEA) terbesar pada kesebalas jenis unit sel lattice.
 Membandingkan densitas energi serap antara struktur truss-lattice dan struktur
yang umum digunakan pada sub-cargo pesawat terbang dalam kasus uji drop-
weight

4
I.4 Batasan Masalah
Tugas sarjana ini dilakukan dalam ruang lingkup kajian sebagai berikut :
 Bentuk lattice yang dioptimasi adalah bentuk oktet
 Jenis struktur truss yang dianalisis adalah struktur truss-lattice oktet, kagome,
tetrahedron, piramida, kubik, truncated pyramid, oktahedron,
rhombicuboctahedron, rhombic-dodecahedron, open-cell, dan hasil optimasi
struktur oktet
 Material yang digunakan adalah AlSi-12 hasil manufaktur aditif
 Tinggi struktur truss yang diuji pada setiap satu unit sel lattice dijaga konstan
sebesar 10 mm
 Geometri panjang dan lebar ditentukan dengan variabel tinggi
 Uji parametrik densitas relatif digunakan pada setiap lattice dengan besar 0.05,
0.1, 0.2, 0.25, dan 0.3
 Struktur lattice dipilih berdasarkan parameter SEA
 Pemodelan pesawat terbang menggunakan stuktur fuselage AIRBUS A320
dengan komponen skin, longeron, frame, strut, cargo beam, floor beam,
struktur penyerap energi pada sub-cargo dan pemodelan massa penumpang dan
kargo
 Beban impak vertikal dilakukan sesuai dengan kecepatan awal maksimum
pada pengujian drop-weight

I.5 Metodologi Penelitian


Metodologi penelitian tugas akhir ini adalah berupa penelitian simulasi ataupun
pemodelan. Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah:
 Studi literatur
 Penentuan geometri dan densitas relatif struktur yang akan disimulasikan
 Penentuan karakterisitik material dari model yang digunakan
 Optimasi topologi struktur oktet menggunakan INSPIRE
 Proses meshing menggunakan HYPERMESH
 Proses simulasi menggunakan LS-DYNA
 Pemilihan struktur lattice yang memiliki densitas energi serap terbesar

5
 Pemasangan geometri struktur yang telah dioptimasi pada sub-cargo bagian
belakang badan pesawat terbang AIRBUS A320
 Penggunaan geometri struktur half-tube dan lattice yang telah dipilih pada sub-
cargo AIRBUS A320
 Simulasi model menggunakan LS-DYNA 971
 Analisis hasil simulasi

I.6 Sistematika Penulisan


Tugas akhir ini dibagi menjadi 7 bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
 BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang dari kasus yang akan diselesaikan, rumusan masalah,
tujuan penelitian, batasan masalah, strategi pengerjaan dan sistematika
penulisan.
 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan dan studi literatur mengenai crashworthiness, energi absorbsi,
jenis material struktur ringan, material truss-lattice, properti mekanik struktur
truss-lattice, manufaktur aditif, optimasi topologi, dan metode elemen hingga.
 BAB III SIMULASI DAN OPTIMASI STRUKTUR TRUSS-LATTICE
Berisi tentang strategi pengujian dan langkah-langkah pemodelan struktur
truss-lattice secara numerik dengan menggunakan aplikasi HYPERMESH dan
LS-DYNA 971 serta langkah-langkah optimasi struktur tersebut dengan
menggunakan perangkat lunak INSPIRE.
 Bab IV HASIL OPTIMASI DAN SIMULASI STRUKTUR TRUSS-LATTICE
Berisi tentang hasil optimasi menggunakan perangkat lunak INSPIRE dan hasil
pengujian numerik truss-lattice menggunakan LS-DYNA 971.
 Bab V SIMULASI STRUKTUR TRUSS-LATTICE PADA APLIKASI SUB-
CARGO PESAWAT TERBANG
Berisi mengenai strategi serta langkah-langkah pemodelan struktur truss-lattice
pada sub-cargo pesawat terbang A320 dengan menggunakan aplikasi LS-
DYNA 971 dan membandingkannya dengan struktur half-tube.
 Bab VI HASIL APLIKASI PADA SUB-CARGO PESAWAT

6
Bab ini difokuskan pada analisa hasil aplikasi struktur truss-lattice pada sub-
cargo pesawat terbang.
 Bab VII KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari tugas akhir serta saran.

7
Bab II Tinjauan Pustaka

Mekanika tabrak adalah ilmu yang mempelajari mengenai deformasi dan kegagalan
struktur ketika terjadi tabrakan. Peristiwa tabrakan termasuk dalam fenomena
dinamik karena besaran yang terlibat adalah gaya, perpindahan, kecepatan, dan
percepatan merupakan fungsi dari waktu. Pengaruh massa dan inersia juga harus
diperhitungkan. Bab ini akan membahas mengenai hal-hal yang terkait dengan
fenomena tumbukan dan respon struktur terhadap beban tumbukan. Selain itu,
geometri material juga berpengaruh pada penyerapan energi di dalam tabrakan.
Pertimbangan pemilihan geometri dan metode optimasi geometri material sebagai
penyerap energi akan dibahas di bab ini.

II.1 Crashworthiness
Bidang crashworthiness merupakan kemampuan struktur untuk melindungi
penumpang saat terjadinya tabrakan. Dalam dunia transportasi, crashworthiness
telah banyak dipelajari dan diaplikasikan. Pada industri penerbangan, pesawat
terbang harus melewati sertifikasi drop-weight test. Pengujian ini dilakukan untuk
menginvestigasi keamanan dari pesawat ketika mengalami beban vertikal dinamik.
Selain menggunakan eksperimen dan metode analitik, uji tabrak dapat dilakukan
dengan metode numerik dengan cara simulasi perangkat lunak seperti MSC-Dytran,
MADYMO, ABAQUS, CRASH CAD, PAM-SAFE, PAM-CRASH, CRASH,
CADTM, PAM-SAFETM, UNIGRAPHICS, dan LS-DYNA.

Prinsip utama crashworthiness dalam bidang otomotif adalah untuk menjaga agar
ruangan cukup aman bagi penumpang ketika terjadi tabrakan dengan membatasi
gaya dan perlambatan yang diterima penumpang pada tingkat yang tidak
membahayakan [5]. Pada pesawat terbang, salah satu persyaratan crashworthiness
adalah kemampuan struktur untuk mendisipasi energi kinetik yang harus diterima
penumpang saat tabrakan sehingga tidak menibulkan cidera yang serius.
Penggunaan konsep crashworthiness pada pesawat digunakan ketika pesawat
melakukan pendaratan darurat.

8
Jika terjadi tumbukan dengan komponen kecepatan impak vertikal tinggi, beban
impak harus mampu diserap dengan membuat struktur terdeformasi. Untuk
mengontrol beban deselerasi pada penumpang, dibutuhkan pendekatan struktur
crashworthy yang optimal. Tipe pesawat mempengaruhi pendekatan desain
tabrakan yang digunakan. Pendekatan sistem diterapkan dengan melibatkan
komponen pada satu bagian badan pesawat. Pada umumnya, komponen yang
terlibat dalam pemodelan adalah lantai penumpang, skin, longeron, frame, strut,
dan komponen sub-cargo system pada bawah kargo pesawat terbang.

Gambar II. 1 Desain crashworthiness pada berbagai tipe pesawat [6]

Beberapa konsep penyerap energi pada struktur sub-cargo untuk helikopter dan
pesawat terbang telah dianalisis oleh NASA sejak tahun 1970 sampai 1980 [6].
Konsep konvensional seperti struktur honeycomb, foam, dan lain-lain juga
dievaluasi. Bagaimanapun, konsep material terdeformasi yang diperlukan untuk
menyerap energi pada pesawat terbang adalah material yang memiliki massa
minimum. Deformasi pada struktur sub-cargo mengurangi kerusakan
kompartemen penumpang yang dapat mengakibatkan cedera serius dan
memberikan perlambatan pada tingkat aman bagi tubuh penumpang.

Selain penyerapan energi, ada beberapa pertimbangan desain untuk konsep struktur
sub-cargo pesawat terbang. Pertama, konsep yang digunakan adalah multiguna
(digunakan untuk kekuatan, kekakuan serta penyerap energi dari struktur pesawat)

9
dan berat struktur yang minimum. Selain itu, ruang untuk sistem avionik harus tetap
tersedia. Selanjutnya, penyerap energi harus bekerja dengan baik pada kombinasi
beban dengan variasi pitch dan roll ketika terjadinya tabrakan sambil
mempertahankan keamanan dari penumpang. Terakhir, konsep harus dapat
memperhatikan aspek biaya dan kemudahan produksi.

Gambar II. 2 Konsep desain struktur pesawat NASA [6]

II.2 Energi Serap


Energi absorbsi merupakan sistem pengubah energi kinetik menjadi energi dalam
bentuk lain. Pengubahan energi dapat bersifat reversible, seperti energi regangan
pada domain elastis, dan irreversibe, sepeti deformasi plastis material solid. Pada
material solid, energi yang bersifat irreversible dapat menyerap energi lebih besar
dibandingkan energi reversible. Oleh sebab itu, industri otomotif banyak
membutuhkan material yang bersifat irreversible untuk mengurangi efek akibat
beban tabrak. Pertimbangan ini dapat meminimalkan tingkat kecelakaan dan
kerusakan dalam peristiwa tabrakan.

Struktur penyerap energi akan mengubah energi kinetik impak menjadi deformasi
plastis pada struktur. Struktur dapat mengontrol percepatan yang diterima dengan

10
mengatur karakteristik kurva gaya-perpindahan selama terjadinya pembebanan
dinamik. Secara umum, penyerapan energi bergantung pada bagaimana cara dan
seberapa besar beban yang diterima, bentuk deformasi, perpindahan yang terjadi,
dan sifat mekanik material struktur. Karena itu, setiap struktur memiliki
karakteristik yang unik yang perlu dipelajari untuk mengetahui respon akibat
pembebanan dinamik.

II.3 Jenis Material Struktur Ringan


Selama beberapa tahun terakhir, banyak penelitian yang telah dilakukan untuk
menemukan jenis material struktur ringan baru. Tujuannya adalah mengganti
material lama dengan material jenis baru dengan karakteristik kekuatan dan
kekakuan yang sama namun lebih ringan dari sebelumnya. Selain itu, keamanan
terhadap tabrakan dalam transportasi harus tetap dipertahankan. Cara baru untuk
menemukan struktur material yang kuat dan ringan adalah dengan mengoptimalkan
geometri dan struktur, baik untuk material polimer maupun metal.

Material berjenis elemen honeycomb, trusses, dan shell memiliki densitas energi
serapan yang lebih tinggi daripada material foam [4]. Material tersebut telah diuji
secara eksperimen dengan metode pengujian yang sama. Pada gambar II.3 (a)
struktur honeycomb memiliki performa terbaik, namun memiliki kondisi
imperfection sensitivity. Oleh karena itu, struktur trusses menjadi struktur dengan
performa terbaik akibat beban dinamik. Gambar II.3 (b) menunjukkan bahwa
struktur trusses selalu superior daripada struktur berbentuk textile. Pengujian
struktur trusses [4] menggunakan jenis struktur piramid, tetrahedral, oktet, dan 3D-
Kagome. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, struktur penyerap energi terbaik
adalah struktur truss dengan bentuk oktet dan 3D-Kagome.

11
Gambar II. 3 (a) Perbandingan yield-compressive stress terhadap densitas relatif,
(b) perbandingan kurva stress-strain antara truss dan textile [4]

II.4 Material Truss-Lattice


Material truss-lattice adalah sel padatan berpori buatan dengan struktur mikro truss
yang berulang [7]. Material ini merupakan jaringan pengisi struktur 3D yang terbuat
dari elemen truss berongga atau padat. Struktur lattice adalah jenis material
arsitektur yang merupakan kombinasi dari materi monolitik dan ruang untuk
menghasilkan struktur baru yang memiliki sifat mekanis yang setara dengan
material monolitik baru [18].

Gambar II. 4 Material arsitektur [18]

Gambar II.4 mengilustrasikan dua kombinasi dan kategori material arsitektur.


Material arsitektur juga dikenal sebagai struktur seluler. Kata sel berasal dari bahasa
latin yang disebut “cella” yang memiliki arti kompartemen kecil atau ruang
tertutup. Kumpulan sel menciptakan struktur seluler. Struktur seluler yang paling

12
umum di kehidupan sehari-hari adalah kayu, gabus, dan spons. Sekarang, insinyur
dapat membuat struktur seluler dengan metode manufaktur yang mudah.

Gambar II. 5 Jenis material seluler [19]

Gambar II.5 merupakan jenis seluler pada material metal. Terdapat dua jenis
material seluler pada metal, yaitu material stokastik dan material periodik. Material
yang terdiri dari satu unit sel yang dapat dipindah-pindah dalam satu struktur biasa
disebut sebagai material periodik [19]. Sedangkan material yang tidak dapat
dikarakterisasi dari satu unit sel disebut sebagai material foam stokastik.

Ada dua jenis struktur material periodik. Pertama, material di mana sel satuan dapat
ditanslasikan menjadi dua dimensi. Material tersebut dikenal sebagai material
seluler prismatik. Contoh dari material prismatik ini adalah struktur sarang lebah
yang memiliki properti yang sangat baik dengan kekakuan yang tinggi dan massa
struktur yang ringan. Jenis kedua adalah material periodik yang memiliki tiga
dimensi periodisasi. Ini berarti satu unit sel dapat berulang dalam tiga sumbu.
Struktur ini biasa disebut sebagai struktur lattice. Gambar II.6 menggambarkan
jenis struktur seluler.

13
Gambar II. 6 Struktur stokastik, periodik, prismatik, dan lattice [17]

Ada banyak jenis pola struktur lattice. Pola struktur lattice bergantung pada pola
dasar strukturnya. Beberapa contoh pola lattice yang umum digunakan adalah
struktur lattice octet truss, tetrakaidecahedron, dan open-cell foam berjenis kubik
digambarkan pada Tabel II.1.

Tabel II. 1 Beberapa jenis struktur dasar lattice [17]


Octet-truss Tetrakaidecahedron Open cell foam

Respon mekanik struktur truss berongga tinggi ditentukan oleh konektivitas nodal
struktur untuk menggambarkan dominasi efek bending ataupun stretching. Dengan
kemajuan teknologi terbaru, pembuatan material lattice berukuran makro, meso,
mikro, hingga nano dapat dibuat dengan diameter truss mulai dari submikron

14
hingga level milimeter. Teknik manufaktur direct laser writing dan teknik
manufatur aditif memberikan hasil yang baik untuk geometri lattice [13].

Struktur lattice dapat digunakan dalam berbagai bidang. Pemilihan desain struktur
lattice memperhatikan aspek (a) material dasar rangka, (b) bahan geometri lattice,
misalnya kubik, tetrahedral, oktet, kagome dll, (c) bentuk strut, dan (d) densitas
relatif dari material lattice. Penggunaan lattice, material yang sangat kecil dapat
diasumsikan sebagai material padat homogen, dapat diaplikasikan pada bidang
rekayasa seperti struktur penyerap energi untuk kendaraan, komponen mesin jet,
dll.

Gambar II. 7 (a) Sel Oktet, (b) Sel Kagome [4]

Dari percobaan [4], terdapat dua jenis material lattice yang bagus dalam menyerap
energi, yaitu jenis struktur oktet dan 3D-Kagome sesuai dengan geometri pada
Gambar II.7. Perbandingan dapat dilakukan dengan kondisi material yang sama
seperti ukuran, jenis material, dan densitas relatif. Ada dua kesimpulan yang
didapat dari percobaan [4], yaitu mengenai efek bedding-in dan kompleksitas
struktur.

Efek bedding-in hanya terjadi pada material truss oktet. Hal ini disebabkan karena
struktur terbuat dari dua basis geometri yang berbeda, yaitu tetrahedral dan
oktahedral dengan geometri sesuai pada Gambar II.8. Selama tahap awal, deformasi
pin pada tetrahedral berada dalam lapisan triangulasi. Ketidakpastian ini dapat
menyebabkan tingkat kekuatan yang tidak diinginkan dan tidak teratur. Geometri

15
struktur truss oktet lebih kompleks daripada kagome. Ini berarti bahwa proses
simulasi membutuhkan waktu lama dan manufaktur konvensional yang tidak
mudah.

Gambar II. 8 (a) Sel oktahedral, (b) Sel tetrahedral [12]

II.5 Properti Mekanik Truss-Lattice


Struktur truss dapat dilihat sebagai kumpulan strut yang terhubung satu sama lain
membentuk pola pada kerangka sel. Gambar II.9 memperlihatkan dua contoh
kerangka sel dengan dominasi bending dan dominasi stretching. Ketika struktur (a)
diberi beban tekan arah sumbu-x, struktur rangka tersebut akan mudah untuk gagal.
Hal ini terjadi karena tidak adanya kekakuan dan kekuatan yang cukup sehingga
sambungan akan mudah untuk berotasi dibandingkan struktur (b).

Gambar II. 9 Geometri struktur (a) dominasi bending dan (b) dominasi tarik [8]

Bentuk kegagalan dapat dilihat pada Gambar II.10 Simbol ‘u’ merupakan
perpindahan yang terjadi. Garis putus-putus merupakan kondisi setelah mengalami

16
deformasi. Pada struktur (a), gaya tekan menimbulkan adanya bending momen pada
setiap sambungan strut. Jenis deformasi ini disebut struktur dominasi bending. Jenis
kegagalan ini umum terjadi struktur metal atau polimer.
Selama beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang telah dilakukan pada
struktur truss untuk melihat kekakuan dan kekuatan strukturnya [8]. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa kekakuan dan kekuatan struktur truss
ditentukan oleh bending pada strut untuk semua kondisi pembebanan yang
mungkin. Namun, jika mekanisme sambungan strut dihubungkan satu sama lain
dengan menambah strut antar sambungan, kegagalan yang terjadi akan menjadi
kegagalan dominasi stretching.

Tambahan strut dapat mencegah sambungan untuk berotasi. Ketika sambungan


akan berotasi, strut tambahan tersebut akan mengalami beban aksial seperti pada
Gambar II.10 (b). Meski sebagian besar strut tetap mengalami bending ketika diberi
beban arah sumbu-x, namun struktur akan mengalami kegagalan dominasi tarik
karena kegagalan dipengaruhi oleh kekuatan aksial strut yang berada di antara dua
sambungan.

Pada beberapa penelitian telah ditunjukkan bahwa struktur dengan kegagalan


dominasi stretching adalah sepuluh kali lebih kaku dan tiga kali lebih kuat dari
struktur dominasi bending pada densitas relatif 10% [8].

Gambar II. 10 Deformasi kegagalan bending dan stretching [8]

Secara umum, dominasi stretching berguna untuk menghasilkan kekakuan yang


tinggi dengan massa yang ringan, misalnya struktur lattice oktet. Sedangkan
dominasi bending cocok untuk lattice yang berfungsi sebagai penyerap energi [20].

17
Pola desain dari struktur lattice mempengaruhi properti mekanik. Aplikasi
penggunaan material seluler lattice dapat dilihat pada Tabel II.2. Struktur dengan
jenis dominasi stretching umumnya diaplikasi pada struktur yang membutuhkan
kekakuan tinggi sedangkan struktur dengan jenis dominasi bending diaplikasikan pada
struktur penyerap energi.

Tabel II. 2 Jenis deformasi lattice [17]


Jenis lattice Kubik Oktet-truss Tetrakaidecahedron Open-cell
Jenis dominasi Stretching Stretching Bending Bending
Aplikasi Struktur Struktur Komponen energi Komponen
ringan ringan dengan serap yang tinggi energi serap
dengan kekakuan yang tinggi
kekakuan tinggi
tinggi

Eksperimen [18] menunjukkan bahwa struktur dominasi stretching memberikan


kekakuan dan kekuatan per unit berat yang lebih tinggi daripada dominasi bending.

Gambar I1.11 menunukkan pengaruh antara besar densitas relatif struktur seluler
terhadap nilai modulus young dan stiffness. Dengan bertambahnya nilai densitas
relatif, nilai modulus young dan stiffness akan meningkat secara linear. Efek
dominasi yang terjadi mempengaruhi besar peningkatan modulus young dan
stiffness. Efek dominasi bending membuat nilai gradien lebih tinggi daripada efek
dominasi stretching.

Properti Dominasi bending Dominasi stretching


mekanik
Contoh
unit sel

18
Grafik
modulus
young
relatif

Grafik
kekakuan
relatif

Gambar II. 11 Pengaruh dominasi pada properti mekanik [18]

II.6 Manufaktur Aditif


Struktur sel di alam telah digunakan manusia sejak ribuan tahun lalu. Sekarang,
teknik-teknik baru telah muncul untuk memproduksi struktur ini. Beberapa jenis
teknik manufaktur yang digunakan adalah jenis manufaktur struktur stokastik-
prismatik, metode konvensional, dan manufaktur aditif [17].

19
Proses pertama yang mampu memproduksi struktur sel adalah proses manufaktur
struktur stokastik dan prismatik. Memproduksi struktur lattice akan menjadi lebih
mahal dibandingkan dengan memproduksi struktur foam stokastik. Karena hal
tersebut, struktur foam dan struktur honey-comb digunakan secara luas pada bidang
industri manufaktur.

Pembuatan struktur seluler muncul sebagai hal yang baru di dalam bidang
metalurgi. Berbagai teknik telah muncul untuk membuat struktur ini. Teknik-teknik
ini dapat berasal dari bahan cairan maupun padatan. Sebagai contoh pada proses
pembuatan cairan, injeksi gas digunakan untuk membuat struktur ini. Sedangkan
dalam proses pembuatan padatan, foam digunakan untuk memproduksi struktur
seluler.

Pada manufaktur konvensional, ada empat teknik berbeda yang biasa digunakan.
Teknik tersebut adalah investment casting, expanded sheet material, metallic wire
assembly, dan snap fit methode. Namun setiap jenis teknik manufaktur
konvensional memiliki keterbatasan masing-masing. Secara umum, keterbatasan
manufaktur konvensional adalah pengoperasian yang rumit, banyaknya limbah
yang diproduksi, jumlah material yang dapat diproduksi terbatas, terbatasnya jenis
material dengan tingkat fluiditas tinggi, tidak hemat biaya dan membutuhkan
metode baru untuk mendeteksi dan memperbaiki kecacatan produksi [17].

Teknik manufaktur aditif didefinisikan oleh American Society for Testing


Materials (ASTM) sebagai sebuah proses penggabungan material untuk membuat
obyek dari data model tiga dimensi dengan membuat struktur dari lapisan demi
lapisan. Dalam sepuluh tahun terakhir, banyak teknologi manufaktur aditif baru
yang dikembangkan. Sekarang, pembuatan produk akhir dengan teknik manufaktur
aditif menjadi memungkinkan. Teknik ini dikembangkan pertama kali oleh Carl
Deckard pada tahun 1987.

Ada banyak jenis teknologi manufaktur aditif Secara umum, teknik ini dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu layer-based dan direct deposition. Contoh

20
manufaktur layer-based adalah metode selective laser sintering (SLS), selective
laser melting (SLM), dan electron beam melting (EBM). Dua jenis sumber energi
yang digunakan untuk mencairkan serbuk material adalah laser dan sinar elektron.
Teknik yang sepenuhnya mencairkan partikel adalah SLM dan EBM. Sedangkan
proses yang mencairkan sebagian partikel adalah SLS dan direct metal laser
sintering (DMLS). Hanya metode EBM dan SLM yang mampu memproduksi
struktur lattice.

Teknik selective laser melting (SLM) merupakan teknik manufaktur aditif yang
dirancang khusus dengan laser berdaya tinggi untuk memadukan partikel kecil
serbuk seperti plastik, logam, keramik, dan kaca menjadi massa yang memiliki
bentuk tiga dimensi secara lapisan demi lapisan. Laser secara selektif menyatukan
serbuk material dengan memindai penampang yang dihasilkan dari data CAD 3D
komponen tersebut pada permukaan serbuk. Setelah setiap penampang dipindai,
serbuk diturunkan dengan satu satuan lapisan ketebalan. Lapisan baru bahan akan
diterapkan di atas serbuk, dan proses diulang sampai komponen terbentuk.

Gambar II. 12 Proses manufaktur aditif menggunakan SLM [14]

21
Dibandingkan proses manufaktur konvensional, manufaktur aditif memiliki
banyak keunggulan. Sebagai contoh, manufaktur aditif mampu membuat geometri
dengan bentuk kompleks. Kemampuan ini memberikan kebebasan bagi para
desainer saat merancang komponen. Dengan demikian, teknik ini dapat membantu
untuk memproduksi bagian yang berongga dan meningkatkan fungsionalitas
komponen. Teknologi ini membuat insinyur dapat mendesain struktur lattice dan
struktur optimasi topologi.

II.7 Konsep Dasar Optimasi Topologi


Optimasi topologi merupakan pendekatan matematis yang mengoptimalkan
susunan material dalam ruang desain yang diberikan untuk beban dan kondisi batas
tertentu sehingga susunan struktur yang dihasilkan memenuhi serangkaian target
prestasi yang ditentukan tanpa mempertimbangkan proses manufaktur [9]. Dengan
menggunakan optimasi topologi, desainer dapat menemukan konsep desain terbaik
yang memenuhi persyaratan desain. Optimasi topologi digunakan pada tingkat
konsep dari proses desain sampai pada desain konseptual yang kemudian
disempurnakan untuk prestasi dan kemampuan manufaktur. Optimasi topologi
mengizinkan adanya perubahan tidak hanya geometri, namun juga pada topologi
awal, memodifikasi konektifitas komponen dan membuat batas-batas, cabang, dan
lubang dari struktur sebelum dioptimasi. Teknologi ini menggantikan iterasi desain
yang memakan waktu lama dan mahal sehingga mengurangi biaya dan waktu untuk
mendapat struktur dengan desain optimal [11].

Sebagian besar desain topologi yang dioptimasi bersifat struktur kompleks yang
membuatnya sulit untuk dibuat menggunakan metode manufaktur konvensional.
Tetapi dengan munculnya teknik manufatur aditif, tidak lagi ada masalah untuk
manufaktur desain yang kompleks dan hanya sedikit material yang dibutuhkan
dalam produksi. Pembuatan menggunakan teknik manufaktur aditif didasarkan
pada manufaktur lapis demi lapis hingga menjadi struktur yang diinginkan. Lebih
lanjut, peningkatan penggunaan komputer telah memacu kemajuan di banyak
bidang terkait perhitungan numerik termasuk program CAD.

22
Perhitungan numerik metode optimasi topologi dapat dilihat pada diagram skema
gambar II.13. Proses optimasi dimulai dari pendefinisian geometri dan kondisi
batas awal. Pada diagram, komponen yang dioptimasi adalah komponen kantilever.
Selanjutnya, geometri yang akan dioptimasi dibagi menjadi beberapa elemen atau
volume atur. Awalnya, semua elemen ini diatur dengan kondisi properti material
seragam, termasuk densitas, modulus, dan yield strength. Dengan menggunakan
nilai tersebut, matriks kekakuan awal [K0] untuk setiap blok dihitung yang
kemudian diperlukan untuk mendapat vektor perpindahan {u} dengan vektor gaya
{F} yang telah diketahui menggunakan analisis elemen hingga.
{F} = [K0] {u} (II.1)

Gambar II. 13 Ilustrasi skema optimasi pada perangkat lunak INSPIRE

Pada langkah berikutnya, strain energy density (SED) dari keseluruhan komponen
dihitung sebagai fungsi dari setiap elemen di dalam blok, dimana nilai σij dan Ɛij
adalah tegangan dan regangan pada setiap blok.
1
𝑆𝐸𝐷 = 2 ∑𝑖 ∑𝑗 𝜎𝑖𝑗 Ɛ𝑖𝑗 (II.2)

Jika salah satu elemen memiliki SED lokal yang lebih rendah dari SED kritis, nilai
densitas elemen tersebut akan ditentukan menjadi sangat rendah mendekati nol.

23
Teknik ini dikenal sebagai metode Solid Isotropic Material with Penalization
(SIMP). Proses optimasi ini akan diulang dengan menghitung matriks kekakuan,
vektor perpindahan, dan nilai SED sebanyak iterasi. Setelah setiap iterasi,
dilakukan pemeriksaan apakah perhitungan telah memenuhi keseluruhan tujuan
desain yang ditentukan, seperti pengurangan berat, penambahan kekakuan, dll.
Langkah-langkah di atas hampir sama untuk semua metode optimasi menggunakan
perangkat lunak optimasi topologi dengan berbagai tingkat kompleksitas.

II.8 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga


Metode elemen hingga merupakan metode numerik dengan cara membagi-bagi
struktur yang akan dianalisis menjadi beberapa elemen kecil berjumlah berhingga.
Metode elemen hingga memungkinkan pengguna untuk menguji dan memprediksi
perilaku struktur mekanis dengan masalah rekayasa yang tidak sederhana. Prinsip
metode elemen hingga adalah dengan menggunakan teknik persamaan matematika
dan fisika yang digunakan untuk mensimulasikan fenomena fisik struktur yang
terjadi. Dalam dunia industri, metode ini sering digunakan untuk memprediksi
respon struktur akibat beban fisik sebagai pendukung hasil analisis dan pengujian.

Analisis metode elemen hingga terdiri dari pemodelan material dengan


menggunakan komputer, pembagian struktur menjadi elemen kecil, pemberian
beban, dan menyelesaikan persamaan yang digunakan untuk memberikan hasil
yang spesifik. Elemen kecil tersebut saling berhubungan antar nodal secara kontinu
sehingga menyerupai model yang akan dianalisis. Kesetimbangan gaya antar
elemen dapat ditunjukkan dengan gaya pada nodal yang berhubungan. Pada
umumnya, metode elemen hingga digunakan untuk mendesain produk baru ataupun
untuk mengoptimalkan produk. Salah satu pengaplikasian dari teknik metode
elemen hingga adalah analisis crashworthiness.

Pendekatan cara klasik dalam analisis struktur benda solid adalah dengan
menggunakan fungsi tegangan dan perpindahan yang terjadi dengan memeuhi
kaidah persamaan kesetimbangan, hubungan tegangan dan regangan, dan

24
kontinuitas. Dengan menggunakan persamaan tersebut seluruh pendindahan pada
nodal akan digunakan untuk menentukan tegangan yang bekerja.

Penyelesaian pada masalah analisis nonlinear dan linear berbeda. Pada umumnya,
proses analisis metode elemen hingga dengan beban statik menggunakan asumsi
regangan kecil atau biasa disebut analisis linear. Metode ini tidak aplikatif pada
kasus struktur dengan deformasi yang besar atau biasa disebut analisis nonlinear
elastis. Pada kasus nonlinear, matriks [D] tidak konstan. Matriks [D] akan berubah
dari nodal ke nodal. Analisis elemen hingga linear dapat diselesaikan dengan tiga
prinsip berikut.
 Kinematika, hubungan strain-displacement
[𝜀] = [𝐵][𝑑] (II.3)

Dimana matriks [𝜀] adalah regangan struktur, [𝑑] adalah perpindahan, dan [𝐵]
adalah tensor strain-displacement.
 Kinetika dan keseimbangan
 Hubungan stress-strain
[𝜎] = [𝐷][𝜀] (II.4)
Matriks [𝜎] adalah tegangan dan matriks [𝐷] konstansta material yang
merupakan fungsi dari modulus elastisitas dan poison’s rasio.
Nilai konstanta kekakuan merupakan fungsi dari matriks [𝐵] dengan hubungan
seperti berikut.

[𝐾] = ∫[𝐵]𝑇 [𝐷][𝐵] 𝑑𝑉


(II.5)
Hubungan kekakuan dan gaya yang bekerja dapat dilihat dari persamaan elastis
berikut.
[𝐾][𝑑] = [𝑓] (II.6)
Dimana matriks [𝑓] adalah gaya yang bekerja pada struktur.

Tumbukan merupakan contoh kasus dinamik transien. Efek inersia struktur dan
redaman perlu dipertimbangkan dalam analisis kasus ini menggunakan sistem
kompleks yang terdiri dari nodal-nodal membentuk jaringan yang biasa disebut

25
mesh. Jaringan mesh memuat informasi material dan sifat struktur yang
mendefinisikan reaksi struktur akibat pembebanan.

Analisis pada kasus dinamik dapat menggunakan penyelesaian secara implisit


maupun eksplisit. Perangkat lunak LS-DYNA adalah perangkat lunak elemen
hingga yang menggunakan metode eksplisit secara default [15]. Karateristik
dinamik elemen hingga dapat direpresentasikan dengan persamaan matematika dari
hukum kedua Newton sebagai berikut.
[𝑀]{𝑑̈ } + [𝐶]{𝑑̇ } + [𝐾]{𝑑}𝑛 = {𝐹𝑒𝑥𝑡 }𝑛 (II.7)
𝑛 𝑛

Dimana matriks [𝑀] merupakan matriks massa global. Matriks [𝐶] adalah matriks
redaman global. Matriks [𝐾] adalah matriks kekakuan global. Matriks {𝐹𝑒𝑥𝑡 } adalah
vektor pembebanan yang terjadi pada nodal. Vektor {𝑑} dan turunan-turunannya
merepresentasikan perpindahan, kecepatan, dan percepatan pada nodal. Pada sistem
statik maupun kuasi-statik, percepatan dan kecepatan dapat diabaikan sehingga
menghasilkan formulasi struktur klasik. Pola penambahan waktu dibutuhkan
karena vektor {𝑑} dan turunannya bergantung pada waktu.

Algoritma integrasi dibutuhkan untuk menyelesaikan persamaan tersebut. Ada dua


metode yang digunakan, yakni metode implisit dan eksplisit. Metode eksplisit
menegaskan bahwa vektor {𝑑} diturunkan hanya dari riwayat informasi sistem.
Tidak ada iterasi yang diperlukan pada metode eksplisit. Langkah waktu yang
digunakan harus kurang dari waktu suara merambat melalui elemen. Perumusan
metode eksplisit dapat dilihat seperti berikut.

{𝑑}𝑛+1 = 𝑓 ({𝑑}𝑛 , {𝑑̇ } , {𝑑̈ } , {𝑑}𝑛−1 … ) (II.8)


𝑛 𝑛

Sedangkan pada analisis implisit, solusi pada tiap langkah membutuhkan iterasi
untuk mencapai ekuilibrium dalam batas toleransi. Namun, metode implisit tidak
membutuhkan langkah waktu untuk analisis. Perumusan metode implisit dapat
dilihat seperti berikut.

{𝑑}𝑛+1 = 𝑓 ({𝑑̇} , {𝑑̈ } , {𝑑}𝑛 , {𝑑̇ } , {𝑑̈ } … ) (II.9)


𝑛+1 𝑛+1 𝑛 𝑛

26
Bab III Simulasi dan Optimasi Struktur Truss-Lattice

III.1 Pengujian Beban Tabrak Struktur Truss-Lattice

Geometri struktur truss-lattice yang akan diuji adalah sebanyak sepuluh jenis sel
lattice dan satu lattice hasil optimasi. Geometri yang akan diuji adalah geometri
lattice berjenis oktet, 3D-kagome, tetrahedral, piramida, kubus, truncated pyramid,
oktahedral, rhombicuboctahedron, rhombicudodecahedron, dan open-cell.
Sedangkan geometri yang akan dioptimasi adalah geometri lattice berjenis oktet.
Setiap struktur akan diuji dengan densitas relatif yang berbeda-beda. Densitas
relatif yang diuji pada setiap struktur lattice adalah 0,05, 0,1, 0,2, 0,25, dan 0,3
dengan mengatur ketebalan dari setiap struktur lattice. Densitas relatif tiap struktur
menentukan besar energi yang dapat diserap. Tujuan dari pengujian ini adalah
untuk menentukan densitas relatif efektif untuk menyerap energi pada tiap jenis
struktur lattice.

III.1.1 Geometri Struktur Truss-Lattice

Pemodelan struktur truss-lattice hanya menggunakan satu unit sel lattice pada
densitas relatif tertentu. Penentuan densitas relatif berpengaruh pada panjang
geometri dan radius struktur. Dalam tugas akhir ini, hanya parameter radius yang
akan divariasikan. Tinggi lattice geometri yang akan diuji pada tiap struktur adalah
10 mm. Variabel geometri selain tinggi merupakan variabel dependen yang
merupakan fungsi tinggi struktur yang akan dimodelkan. Jenis-jenis struktur lattice
yang akan disimulasikan dapat dilihat pada tabel III.1.

27
Tabel III. 1 Geometri truss-lattice yang diuji

3D-Kagome Tetrahedron
Oktet

Piramida Kubik Truncated Pyramid

Oktahedral Rhombicuboctahedron Rhombic-dodecahedron

Open-cell Twisted

28
III.1.1.1 Dimensi Struktur Truss Oktet

Geometri truss oktet didapat dari penelitian [13]. Dari penelitian tersebut, geometri
truss yang digunakan memiliki panjang strut yang sama. Diameter sepanjang truss
dijaga konstan. Ilustrasi geometri yang akan diuji dapat dilihat pada gambar III.1.
Geometri struktur oktet dengan densitas yang akan diuji dapat dilihat pada
LAMPIRAN A.

Gambar III. 1 Satu unit sel lattice geometri oktet

Densitas relatif ρ̅ didefinisikan sebagai rasio makroskopik antara volume struktur


truss lattice terhadap volume solid kontinu. Dalam gambar III.1, densitas relatif
ditunjukkan dengan membagi volume truss yang berwarna abu-abu dengan volume
kubus dengan rusuk berwarna jingga. Nilai densitas relatif akan semakin besar jika
jari-jari truss semakin besar pula.
𝜌
𝜌̅ =
𝜌𝑠 (III.1)

29
Untuk menghubungkan nilai densitas relatif dengan panjang dan radius struktur
truss oktet, dilakukan perhitungan perbandingan volume. Persamaan didapat
sebagai berikut.
2 3
𝑅 𝑅
𝜌̅ = 6√2 𝜋 ( ) − 54,6 ( )
𝐿 𝐿 (III.2)
𝑡 √2
𝐿=
2
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
L = Panjang satu strut

Semua struktur oktet yang diuji memiliki tinggi, panjang, dan lebar konstan sebesar
10 mm. Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan
panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai berikut :

Tabel III. 2 Geometri uji truss oket


ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 5√2 0,32
0,1 5√2 0,64
0,2 5√2 0,67
0,25 5√2 0,78
0,3 5√2 0,87

III.1.1.2 Dimensi Struktur Truss 3D-Kagome

Geometri trusss 3D-Kagome didapat dari penelitian [5]. Dari penelitian tersebut,
sudut yang paling efektif antara strut arah horizontal dan strut arah melintang
adalah sebesar 55°. Geometri struktur kagome dengan densitas yang akan diuji
dapat dilihat pada LAMPIRAN B.

30
Gambar III. 2 Satu unit sel lattice geometri 3D-Kagome
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss 3D-
Kagome didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :

6 2 sin(60°) 2
𝜋𝑅 2 𝑡 ( + 3√1 + 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛2 (55°) + (3 ) ) − 40,03𝑅 3
tan(55°) tan(55°)
𝜌̅ = 2
1 𝑡
2 tan(55°) sin(60°) 𝑡
( )

Atau dapat disederhanakan menjadi :


𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 119,26 ( ) − 188,57 ( ) (III.3)
𝑡 𝑡
𝐿 = 𝑡 cotan (55°)
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel

Semua struktur 3D-Kagome yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Panjang
setiap strut merupakan variabel tidak bebas yang merupakan fungsi daripada

31
ketinggian. Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan
panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai berikut :

Tabel III. 3 Geometri uji truss 3D-Kagome


ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 10 cotan(55°) 0,21
0,1 10 cotan(55°) 0,30
0,2 10 cotan(55°) 0,42
0,25 10 cotan(55°) 0,48
0,3 10 cotan(55°) 0,52

III.1.1.3 Dimensi Struktur Truss Tetrahedron


Geometri trusss tetrahedron didapat dari penelitian [21]. Dari penelitian tersebut,
geometri truss yang digunakan memiliki panjang strut yang sama. Geometri
struktur tetrahedron dengan densitas yang akan diuji dapat dilihat pada
LAMPIRAN C.

Gambar III. 3 Satu unit sel lattice geometri tetrahedron

Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss
tetrahedron didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk
membuat persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :

32
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 12√2 𝜋 ( ) − 40,83 ( ) (III.4)
𝑡 𝑡
√6
𝐿= 𝑡
2
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel

Semua struktur tetrahedron yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Panjang
truss merupakan variabel tidak bebas yang merupakan fungsi dari tinggi struktur.
Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut
untuk setiap densitas relatif sebagai berikut :

Tabel III. 4 Geometri uji truss tetrahedron


ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 12,25 0,31
0,1 12,25 0,44
0,2 12,25 0,63
0,25 12,25 0,70
0,3 12,25 0,77

III.1.1.4 Dimensi Struktur Truss Piramida


Geometri trusss tetrahedron didapat dari penelitian [22]. Dari penelitian tersebut,
geometri truss piramida yang digunakan memiliki panjang strut yang sama.
Geometri struktur piramida dengan densitas yang akan diuji dapat dilihat pada
LAMPIRAN D.

33
Gambar III. 4 Satu unit sel lattice geometri piramida

Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss piramida
didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 4√2 𝜋 ( ) − 11,84 ( ) (III.5)
𝑡 𝑡
𝐿 = √2 𝑡
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel

Semua struktur piramida yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Dengan
menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut untuk
setiap densitas relatif sebagai berikut :

34
Tabel III. 5 Geometri uji truss piramida
ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 14,14 0,54
0,1 14,14 0,77
0,2 14,14 1,10
0,25 14,14 1,24
0,3 14,14 1,36

III.1.1.5 Dimensi Struktur Truss Kubik


Geometri trusss kubik didapat dari penelitian [23]. Dari penelitian tersebut,
geometri truss kubik yang digunakan memiliki panjang strut yang sama. Geometri
struktur kubik dengan densitas yang akan diuji dapat dilihat pada LAMPIRAN E.

Gambar III. 5 Satu unit sel lattice geometri kubik

Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss kubik
didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :

35
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 12 𝜋 ( ) − 23.89 ( ) (III.6)
𝑡 𝑡
𝐿=𝑡
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel

Semua struktur kubik yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Pada geometri
kubus, panjang tiap strut adalah sama dengan tinggi unti lattice. Dengan
menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut untuk
setiap densitas relatif sebagai berikut :

Tabel III. 6 Geometri uji truss kubik


ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 10 0,37
0,1 10 0,53
0,2 10 0,75
0,25 10 0,84
0,3 10 0,92

III.1.1.6 Dimensi Struktur Truss Truncated Pyramid


Geometri trusss truncated pyramid didapat dari penelitian [23]. Geometri struktur
dengan densitas yang akan diuji dapat dilihat pada LAMPIRAN F.

36
Gambar III. 6 Satu unit sel lattice geometri truncated pyramid

Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss truncated
pyramid didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = (8 + 12√2) 𝜋 ( ) − 89.21 ( ) (III.7)
𝑡 𝑡
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
Semua struktur truncated pyramid yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm.
Tinggi merupakan variabel bebas, sedangkan panjang strut merupakan variabel
tidak bebas. Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan
panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai berikut :

37
Tabel III. 7 Geometri uji truss truncated pyramid
ρ̅ 1/4t (mm) 1/2t (mm) R (mm)
0,05 2,5 5 0,26
0,1 2,5 5 0,36
0,2 2,5 5 0,52
0,25 2,5 5 0,58
0,3 2,5 5 0,64

III.1.1.7 Dimensi Struktur Truss Oktahedron


Geometri trusss oktahedron didapat dari penelitian [24]. Dari penelitian tersebut,
geometri truss oktahedron yang digunakan memiliki panjang strut yang sama.
Geometri struktur oktahedron dengan densitas yang akan diuji dapat dilihat pada
LAMPIRAN G.

Gambar III. 7 Satu unit sel lattice geometri oktahedron

Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss
oktahedron didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk
membuat persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :

38
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 12√2 𝜋 ( ) − 92.35 ( ) (III.8)
𝑡 𝑡
√2
𝐿= 𝑡
2
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel

Semua struktur oktahedron yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Panjang pada
strut merupakan variabel yang tak bebas dan bergantung pada nilai tinggi. Dengan
menggunakan persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut untuk
setiap densitas relatif sebagai berikut :

Tabel III. 8 Geometri uji truss oktahedron


ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 5√2 0,32
0,1 5√2 0,45
0,2 5√2 0,65
0,25 5√2 0,73
0,3 5√2 0,81

III.1.1.8 Dimensi Struktur Truss Rhombicuboctahedron


Geometri trusss rhombicuboctahedron didapat dari penelitian [16]. Dari penelitian
tersebut, geometri truss yang digunakan memiliki panjang strut yang sama.
Geometri struktur dengan densitas rhombicuboctahedron yang akan diuji dapat
dilihat pada LAMPIRAN H.

39
Gambar III. 8 Satu unit sel lattice geometri rhombicuboctahedron

Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss
rhombicuboctahedron didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume
untuk membuat persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
48 𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 𝜋 ( ) − 140,34 ( )
1 + √2 𝑡 𝑡 (III.9)
𝑡
𝐿=
(1 + √2)
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel

Semua struktur rhombicuboctahedron yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm.


Parameter yang dapat diubah hanya tinggi lattice, sedangkan panjang strut hany
merupakan fungsi dari tinggi lattice. Dengan menggunakan persamaan di atas,
didapat radius silinder dan panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai
berikut:

40
Tabel III. 9 Geometri uji truss rhombicuboctahedron
ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 4,14 0,29
0,1 4,14 0,42
0,2 4,14 0,61
0,25 4,14 0,69
0,3 4,14 0,76

III.1.1.9 Dimensi Struktur Truss Rhombic-Dodecahedron


Geometri trusss rhombic-dodecahedron didapat dari penelitian [16]. Dari
penelitian tersebut, geometri truss yang digunakan memiliki panjang strut yang
sama. Geometri struktur rhombic-dodecahedron dengan densitas yang akan diuji
dapat dilihat pada LAMPIRAN I.

Gambar III. 9 Satu unit sel lattice geometri rhombic-dodecahedron

41
Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss rhombic-
dodecahedron didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk
membuat persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 14√3 𝜋 ( ) − 116.86 ( ) (III.10)
𝑡 𝑡
√3
𝐿= 𝑡
3
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel

Semua struktur rhombic-dodecahedron yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm.


Variabel tinggi merupakan variabel bebas yang dapat dikontrol. Variabel panjang
truss merupakan fungis dari tnggi lattice. Dengan menggunakan persamaan di atas,
didapat radius silinder dan panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai
berikut:

Tabel III. 10 Geometri uji truss rhombic-dodecahedron


ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 5,77 0,26
0,1 5,77 0,37
0,2 5,77 0,53
0,25 5,77 0,60
0,3 5,77 0,66

III.1.1.10 Dimensi Struktur Truss Open-cell


Geometri trusss open-cell didapat dari penelitian [17]. Dari penelitian tersebut,
geometri truss yang digunakan memiliki panjang strut yang sama. Geometri
struktur dengan densitas yang akan diuji dapat dilihat pada LAMPIRAN J.

42
Gambar III. 10 Satu unit sel lattice geometri open-cell

Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss open-cell
didapat dengan memperhitungkan perbandingan volume untuk membuat
persamaan. Persamaan didapat sebagai berikut :
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 9 𝜋 ( ) − 55,45 ( ) (III.10)
𝑡 𝑡
1
𝐿= 𝑡
4
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
Semua struktur open-cell yang diuji memiliki tinggi sebesar 10 mm. Dimensi
panjang dan lebar merupakan fungsi dari tinggi lattice. Dengan menggunakan
persamaan di atas, didapat radius silinder dan panjang strut untuk setiap densitas
relatif sebagai berikut :

Tabel III. 11 Geometri uji truss open-cell


ρ̅ L (mm) R (mm)
0,05 2,5 0,44
0,1 2,5 0,63

43
0,2 2,5 0,93
0,25 2,5 1,06
0,3 2,5 1,17

III.1.2 Prosedur Pemodelan


Pemodelan uji impact dilakukan dengan menggunakan dua aplikasi yang berbeda.
Perangkat lunak HYPERMESH digunakan untuk membuat mesh pada struktur dan
perangkat lunak LS-DYNA 971 digunakan untuk simulasi numerik impact. Satuan
yang digunakan dalam pemodelan adalah sebagai berikut.

Tabel III. 12 Satuan yang digunakan dalam pemodelan


Parameter Satuan
Panjang mm
Waktu ms
Massa kg
Massa jenis (ρ) kg/mm3
Gaya (F) kN
Modulus young (E) Gpa
Tegangan (σ) Gpa
Energi Joule
Kecepatan (v) mm/ms

III.1.2.1 Meshing
Proses meshing adalah proses membagi komponen keseluruhan menjadi beberapa
elemen kecil kontinu sehingga ketika beban bekerja pada komponen, mesh akan
mendistribusikan beban ke dalam struktur. Proses diskritisasi elemen pada struktur
lattice dilakukan menggunakan perangkat lunak HYPERMESH.

Elemen mesh yang digunakan adalah elemen tetra dari tipe elemen 2D mixed.
Ukuran elemen yang digunakan berkisar dari 0,2 sampai 0,6 mm. Sebagai contoh,

44
struktur truss oktet dimodelkan menggunakan densitas relatif 0,2 dan 0,25 pada
struktur Kagome.

(a) Oktet ρ̅=0,2 (b) 3D-Kagome ρ̅=0,25

Gambar III. 11 Contoh mesh pada struktur oktet dan kagome

Selanjutnya, pemeriksaan kualitas mesh dapat dilakukan dengan melihat aspect


ratio, jacobian ratio, skew, taper, warp, dll. Nilai maksimum aspect ratio pada
contoh mesh di atas adalah 2,7 untuk oktet dan 3,3 untuk 3D-Kagome. Semakin
kecil nilai aspect ratio, semakin baik kualitas meshing tersebut.

(a) Oktet ρ̅=0,2 (b) 3D-Kagome ρ̅=0,25

Gambar III. 12 Contoh pemeriksaan aspect ratio pada struktur oktet dan kagome

45
III.1.2.2 Geometri Penumbuk (Impactor)
Penumbuk dimodelkan menggunakan elemen solid yang dibuat dengan 8 titik. Pada
perangkat lunak LS-DYNA, penumbuk dapat dibuat dengan bantuan Shape Mesher
dengan jenis Box Solid. Total elemen pada penumbuk adalah 25. Ukuran penumbuk
yang digunakan adalah 14x14x1 mm. Elemen formulasi baik untuk penumbuk
menggunakan constant stress solid element. Massa yang digunakan divariasikan
sampai semua struktur memiliki perpindahan sebesar 73% tinggi struktur untuk
mengetahui besar energi maksimal pada setiap lattice [30].

Gambar III. 13 Pemodelan komponen penumbuk

III.1.2.3 Data Material


Ada dua jenis material yang digunakan dalam pemodelan ini, yaitu material untuk
truss dan material untuk penumbuk.

III.1.2.3.1 Material Lattice


Material yang digunakan adalah AlSi-12 hasil manufaktur aditif SLM. Material
AlSi-12 adalah paduan aluminum yang biasa digunakan pada manufaktur aditif.
Properti material hasil penelitian [25] digunakan sebagai material penyusun lattice
pada tugas akhir ini. Data yang didapat dari penelitian [25] adalah harga
engineering stress-strain. Selanjutnya, dilakukan konversi dari data engineering
stress-strain menjadi true stress-strain dengan persamaan berikut.

ε𝑡 = ln(1 + ε) (III.11)
𝜎𝑡 = σ ∗ exp(ε𝑡 ) (III.12)
Dengan :

46
ε = Engineering strain
σ = Engineering stress
εt = True strain
σt = True stress

Stress-Strain Al-Si 12 Manufaktur Aditif


500
450
400
350
Stress (MPa)

300
250
Engineering
200
True
150
100
50
0
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 0,04 0,045
Strain

Gambar III. 14 Kurva tegangan-regangan AlSi-12 hasil manufaktur aditif

Beberapa properti material dapat ditentukan dari kurva tersebut sebagai berikut:

Tabel III. 13 Sifat mekanik material AlSi-12


E 42,5766 GPa
v 0,3
σys 0,2205 GPa
ρ 2,65 E-6 kg/mm3

Material yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis Piecewise


Linear Plasticity. Input material jenis ini cukup lengkap dan biasa digunakan untuk
material elasto-plastik.

47
III.1.2.3.1 Material Penumbuk
Material penumbuk dimodelkan sebagai material rigid dengan properti material
sebagai berikut:

Tabel III. 14 Sifat mekanik material penumbuk


E 193 GPa
v 0,3
ρ 7,5E-5 kg/mm3

III.1.2.4 Kondisi Pembebanan dan Kondisi Batas


Pembebanan struktur truss berupa tumbukan dari penumbuk yang diberi kecepatan
awal sebesar 9 m/s dalam arah aksial atau sumbu-Z. Kecepatan awal tersebut
merupakan kecepatan vertikal pesawat terbang yang akan digunakan pada
pengujian drop-weight. Kondisi batas pada penumbuk dan struktur truss adalah
sebagai berikut.

Tabel III. 15 Kondisi batas pengujian lattice


Translasi Rotasi
Struktur
X Y Z X Y Z
Bagian bawah Lattice 1 1 1 1 1 1
Penumbuk 1 1 0 1 1 1

III.1.2.5 Kontak
Dua jenis tipe kontak LS-DYNA digunakan pada pemodelan ini, yaitu automatic
surface to surface dan automatic single surface. Kontak jenis automatic surface to
surface digunakan untuk mendefinisikan kontak antara komponen penumbuk dan
bagian atas struktur lattice. Kontak ini cocok untuk kontak antara permukaan
struktur dengan permukaan struktur lain tanpa perlu mendefinisikan orientasi
segmen.

Jenis kontak automatic single surface digunakan pada komponen struktur lattice
yang diuji. Jenis kontak ini dapat mencegah terjadinya penetrasi antar permukaan

48
di dalam struktur yang sama selama proses tumbukan berlangsung. Kontak ini
cocok untuk aplikasi crashworthiness.

III.1.2.6 Time Step


LS-DYNA menghitung solusi dengan meninjau semua titik pada model dalam
setiap langkah waktu. Perhitungan total gaya pada setiap titik didapat dengan
mengetahui properti dari waktu sebelumnya sehingga percepatan dapat ditentukan.
Besar gaya pada setiap elemen dapat menentukan perpindahan yang terjadi. Dengan
mengetahui nilai strain, besar tegangan dapat dihitung.

Rangkaian perhitungan ini berperilaku seperti gelombang yang merambat melalui


mesh. Perhitungan semua titik posisi saat waktu tertentu tidak dipengarhi waktu
sebelumnya. Pada dasarnya, kenaikan waktu diatur sehingga perangkat lunak dapat
menghitung perpindahan berikutnya sebelum gelombang dari perhitungan
sebelumnya bertemu. Gelombang tegangan yang merambat pada struktur
mempengaruhi waktu loncatan. Ukuran time step bergantung pada besar kecepatan
perambatan gelombang. Ukuran time step dapat didefinisikan sebagai perbandingan
antara ukuran elemen dan cepat rambat suara pada material.
𝑙
∆𝑡 = (III.13)
𝑐
Untuk kasus tiga dimensi, cepat rambat suara pada material adalah seperti berikut:

𝐸(1 − 𝑣)
𝑐= √ (III.14)
𝜌(1 + 𝑣)(1 − 2𝑣)

Dengan :
E = Modulus young
𝜌 = Massa Jenis
v = Poisson’s ratio
Δt = Ukuran time step kritis
l = Panjang elemen terkecil
c = Kecepatan suara
Jika nilai time step diatur sebesar nilai kritikal, struktur dapat berisiko untuk
menjadi tidak stabil. Skala margin keamanan yang biasa digunakan adalah sebesar

49
0,9 . Pada dasarnya faktor skala pada langkah waktu memastikan bahwa setiap
dapat dihitung dengan baik sebelum gelombang waktu sebelumnya bertemu.
Semakin kecil nilai time step, proses analisis akan semakin baik namun waktu
running yang dibutuhkan akan lebih lama.

III.1.2.7 Hourglass
Dampak negatif dalam penggunaan metode one point integration adalah
diperlukannya pengaturan terhadap modus energi nol atau modus hourglass.
Parameter hourglass digunakan untuk mencegah adanya deformasi palsu akibat
integrasi satu titik. Parameter ini berguna untuk membuat stabilisasi metode
analisis. Nilai koefisien Hourglass yang digunakan adalah 0,1.

III.1.2.8 Output
LS-DYNA memberikan hasil analisis berupa data-data kecepatan, percepatan,
perpindahan, gaya reaksi, energi, tegangan, regangan, dll. Data-data yang akan
diambil dari pengujian ini adalah data mengenai energi serap, densitas energi serap,
instaneous force, dan mean crushing force. Data tersebut dibutuhkan untuk
mengetahui densitas relatif yang paling efektif pada tiap struktur serta
karakteristiknya terhadap beban tumbukan. Data tersebut didapat dengan mengolah
data hasil Post Processing.

Output energi didapat dengan mengatur parameter GLSTAT pada Database


ASCII_option. Parameter RBDOUT digunakan untuk menampilkan output
perpindahan rigid body. Untuk menampilkan keluaran berupa gaya pada kontak,
digunakan parameter RCFORC. Parameter MATSUM digunakan untuk
menganalisis energi pada setiap komponen pengujian. Pada tugas akhir ini, waktu
interval pengambilan data diatur menjadi 0,01 ms.

Besar energi serap didapat dari luasan dibawah kurva gaya dan perpindahan. Energi
serap didapat dengan persamaan berikut.

50
𝐸𝑎𝑏𝑠 = ∫ 𝑃(𝛿)𝑑𝛿 (III.15)

Untuk mendapat nilai mean crushing force, digunakan data dari gaya kontak dan
perpindahan dengan perumusan sebagai berikut.
1
𝑃𝑚 = ∫ 𝑃(𝛿) 𝑑𝛿 (III.16)
𝛿
Prediksi mean crushing force (Pm) ditentukan berdasarkan ujung grafik gaya rata-
rata. Harga Pm yang diambil adalah harga Pm pada titik terakhir dari kurva.

III.2 Optimasi Topologi Struktur Truss-Lattice


Optimasi topologi hanya dilakukan pada struktur oktet. Karena sruktur oktet terdiri
dari dua struktur kecil yaitu tetrahedron dan oktahedron. Sehingga ketika dilakukan
pengujian secara eksperimen, terjadi kerusakan di area sambugan antara
tetrahedron dan oktahedron. Selain hal tersebut, struktur selain jenis oktet, tidak
mengalami perubahan yang signifikan ketika dilakukan optimasi.

Densitas relatif yang digunakan pada optimasi merupakan densitas yang paling
efektif pada struktur oktet. Tujuan dari optimasi ini adalah untuk memperoleh
geometri struktur baru dengan kekakuan dan massa yang lebih baik. Selain itu,
geometri hasil optimasi nantinya hanya akan memiliki kekakuan pada satu arah
pembebanan saja. Optimasi dilakukan menggunakan perangkat lunak INSPIRE.

III.2.1 Pemodelan Struktur


Geometri CAD struktur oktet yang memiliki densitas relatif terbaik dimasukkan
pada perangkat lunak INSPIRE menggunakan menu import untuk kemudian
dioptimasi. Setelah itu, geometri impactor untuk pemberian beban dan geometri
bawah struktur untuk pemberian kondisi batas dibuat terpisah dari bagian geometri
truss menggunakan menu geometry. Sistem satuan diatur menggunakan
MMKNMS (mm kg kN ms).

51
Gambar III. 15 Geometri struktur oktet sebelum dioptimasi

III.2.2 Material
Properti material yang akan digunakan dapat dimasukkan secara manual atau
dengan menggunakan material yang ada pada database. Properti yang dibutuhkan
adalah Young Modulus, Poisson’s ratio, massa jenis, yield stress, dan koefisien
muai panjang. Material yang digunakan adalah AlSi-12 dengan properti sebagai
berikut.

Tabel III. 16 Sifat mekanik AlSi-12


E 42,5766 GPa
V 0,3
σys 0,2205 GPa
𝜌 2,650 E-6 kg/mm3
Koefisien muai 21 E-6/K

III.2.3 Beban dan Kondisi Batas


Beban bekerja pada arah vertikal pada struktur truss sesuai dengan permodelan
beban dinamik pada bab sebelumnya. Besar beban statik pada perangkat lunak
INSPIRE menggunakan nilai palsu. Harga beban yang diberikan adalah sebesar 0,5
N. Beban bekerja pada bagian atas struktur yang berlaku sebagai impactor.
Submenu yang digunakan adalah menu Apply Force yang terdapat pada menu
Loads.

52
Kondisi batas terletak pada bawah bagian struktur yang berfungsi sebagai pencegah
perpindahan arah tegak lurus beban statik. Menu yang digunakan untuk pemberian
kondisi batas adalah Apply Support pada menu Loads. Kondisi batas bekerja pada
bagian bawah struktur. Perpindahan yang diizinkan hanya perpindahan dengan arah
selain arah gaya statik bekerja.

Gambar III. 16 Kondisi batas dan beban pada struktur oktet

III.2.4 Design Space


Menu design space berfungsi untuk mendefinisikan bagian struktur yang akan
mengalami optimasi. Bagian struktur dimana beban atau kondisi batas bekerja tidak
dapat didefinisikan sebagai design space. Bagian design space dapat didefinisikan
pada jenis material solid dan surface. Bagian yang digunakan sebagai design space
tidak harus sangat detail. Untuk memastikan kebebasan hasil bentuk, dibutuhkan
design space sesederhana mungkin. Semakin detail design space, waktu yang
diperlukan untuk optimasi semakin lama. Pada kasus tugas akhir ini, struktur truss
oktet dipilih sebagai design space.

Dalam optimasi topologi, design space adalah bagian awal sebelum material
dihapus sampai bentuk akhir tercapai selama optimasi. Suatu bentuk yang
dihasilkan oleh optimasi sepenuhnya terkandung dalam volume design space awal,
selama material hanya mendapat pelepasan struktur tanpa penambahan material.
Namun, proses optimasi juga dapat menambah material untuk meningkatkan
kekakuan.

53
III.2.5 Simetri
Menu simetri berguna untuk membuat hasil optimasi menjadi simetri dan
mempercepat proses optimasi dengan membagi komponen design space sesuai
dengan bidang struktur simetris. Penggunaan simetri hanya untuk proses optimasi
dan tidak berlaku pada proses analisis. Struktur oktet yang akan dianalisis memiliki
tiga buah bidang simetri.

Gambar III. 17 Bidang simetri pada struktur oktet

III.2.6 Run Optimization


Jenis optimasi pada perangkat lunak INSPIRE ada berbagai macam seperti optimasi
topologi, topografi, gauge, topografi dan gauge, dan lattice.
 Topologi : Proses optimasi topologi menghasilkan distribusi material yang
dioptimalkan dengan menambah atau membuang material yang
tidak dibutuhkan dari design space. Selain itu, tipe ini dapat
menciptakan struktur paling ringan yang mampu menahan gaya
yang bekerja pada model design space.
 Topografi : Proses optimasi topografi menghasilkan struktur kecil tambahan
pada design space untuk memperkuat struktur atau
memaksimalkan frekuensi pada model. Tipe ini hanya bekerja pada
geometri surface seperti stiffen panel.
 Gauge : Proses optimasi gauge digunakan untuk mengoptimasi ketebalan

54
dan dapat dikombinasikan dengan optimasi tipe topografi. Tipe ini
hanya bekerja pada geometri surface.
 Lattice : Proses optimasi lattice digunakan untuk mengurangi massa stuktur
dengan membuat struktur strut di dalam geometri design space.

Pada tugas akhir ini, digunakan tipe optimasi topologi yang bertujuan untuk
memaksimalkan kekakuan struktur dengan massa yang minimum. Tipe ini akan
membuat geometri baru yang memiliki kekakuan maksimal terhadap satu arah
pembebanan. Target massa hasil optimasi diatur menjadi 30% dari volume awal
pada design space. Ketebalan struktur minimal yang diperbolehkan diatur menjadi
1 mm.

Gambar III. 18 Pengaturan run optimation yang dipilih

III.2.7 Perbaikan Geometri


Hasil geometri dari proses optimasi topologi berbentuk struktur yang tidak mudah
untuk dimanufaktur secara konvensional. Untuk mempermudah manufaktur,

55
dilakukan proses perbaikan geometri. Perangkat lunak yang dapat digunakan untuk
memperbaiki geometri struktur adalah program lunak EVOLVE yang compatible
dengan hasil optimasi program lunak INSPIRE dan juga dapat menggunakan
perangkat lunak CAD lainnya.

III.2.8 Dimensi Geometri Truss-Lattice Hasil Optimasi dan Perbaikan


Setelah dilakukan proses optimasi, perbaikan geometri yang dilakukan pada
struktur oktet dapat dilihat pada Gambar III.19. Pada penelitian [23], struktur ini
disebut sebagai struktur lattice twisted. Geometri struktur dengan densitas yang
akan diuji dapat dilihat pada LAMPIRAN B.

Gambar III. 19 Satu unit sel lattice geometri hasil optimasi (twisted)

Relasi antara nilai densitas relatif dengan tinggi dan radius struktur truss hasil
optimasi didapat dengan membandingkan volume lattice dengan volume balok
disekitarnya. Persamaan didapat sebagai berikut :

56
𝑅 2 𝑅 3
𝜌̅ = 62,41π ( ) − 630,90 ( ) (III.17)
𝑡 𝑡
Dan
𝐿 = 0,49 𝑡 (III.17)
Dengan :
ρ̅ = Densitas relatif
R = Radius silinder pada tiap strut
t = Tinggi satu unit sel
L = Lebar satu unit sel

Semua struktur hasil optimasi diuji terhadap beban impact untuk menentukan
densitas relatif efektif. Geometri struktur yang diuji memiliki tinggi, sebesar 10
mm. Variabel tinggi merupakan variabel bebas, sedangkan dimensi lainnya
merupakan fungsi dari tinggi. Dengan menggunakan persamaan di atas, didapat
radius silinder dan panjang strut untuk setiap densitas relatif sebagai berikut.

Tabel III. 17 Geometri uji truss hasil optimasi oktet


ρ̅ a (mm) L (mm) R (mm)
0,05 4,14 6,70 0,16
0,1 4,14 6,70 0,24
0,2 4,14 6,70 0,34
0,25 4,14 6,70 0,38
0,3 4,14 6,70 0,42

III.2.9 Pengujian terhadap Beban Impact


Pemodelan uji impact dilakukan dengan menggunakan dua aplikasi yang berbeda.
Perangkat lunak HYPERMESH digunakan untuk membuat mesh pada struktur dan
perangkat lunak LS-DYNA 971 digunakan untuk simulasi numerik impact. Proses
pemodelan pada pengujian beban impact sama dengan proses pada pemodelan
struktur lattice pada BAB III.1.2.

57
Bab IV Hasil Optimasi dan Pengujian Beban Tabrak
Struktur Truss-Lattice

IV.1 Hasil Optimasi Topologi Lattice Oktet


Setelah dilakukan optimasi topologi menggunakan perangkat lunak INSPIRE,
didapat geometri hasil optimasi sebagai berikut:

Gambar IV. 1 Optimasi topologi lattice oktet

Perbandingan antara struktur oktet sebelum dan setelah optimasi topologi dapat
dilihat pada gambar IV.2. Hasil optimasi topologi membuat massa struktur oktet
berkurang menjadi 30%. Harga stiffness yang dihasilkan merupakan harga
maksimum yang dapat dicapai saat proses optimasi struktur oktet berlangsung.

Gambar IV. 2 Struktur oktet (a) sebelum dan (b) sesudah optimasi topologi

58
Untuk memudahkan simulasi numerik, dilakukan pembenahan pada geometri
dengan membuat radius pada truss menjadi seragam tanpa mengubah geometri
dasar hasil optimasi. Radius yang digunakan ditentukan dengan menjaga massa
agar tetap sama antara hasil optimasi dan setelah pembenahan. Geometri hasil
pembenahan merupakan konstruksi dari struktur lattice berjenis twisted [23].

Gambar IV. 3 Struktur hasil pembenahan optimasi (twisted)

IV.2 Hasil Simulasi Pengujian Struktur


Pada bab ini akan dipaparkan hasil analisis yang diperoleh dari proses numerik yang
dilakukan dengan LS-DYNA dan pembahasannya. Hasil analisis yang akan
dipaparkan berupa :
1. Bentuk deformasi yang terjadi pada tiap lattice
2. Energi maksimum yang diterima pada tiap lattice
3. Gaya tabrak rata-rata yang bekerja pada tiap lattice
Hasil numerik akan dibandingkan pada setiap densitas relatif yang divariasikan.

59
IV.2.1 Bentuk Deformasi Lattice
Hasil bentuk deformasi ditinjau pada perpindahan 73% tinggi total lattice. Densitas
lattice yang ditampilkan divariasikan menurut densitas relatif yang diuji. Dari
bentuk deformasi yang diperoleh, lattice akan diklasifikasikan menurut
dominasinya. Jenis dominasi lattice ditentukan dari hasil deformasi pada setiap
lattice. Harga SEA pada setiap lattice disajikan pada tabel IV.1.

Tabel IV. 1 Deformasi, klasifikasi dan SEA lattice


Jenis lattice Dominasi Densitas Deformasi pada 73% Energi (mJ)

Oktet Stretching 0,05 1,37

0,1 16,19

0,2 37,98

0,25 53,75

0,3 74,14

3D-Kagome Bending 0,05 0,36

0,1 0,89

60
0,2 1,24

0,25 2,23

0,3 2,78

Tetrahedron Bending 0,05 0,643

0,1 2,09

0,2 6,67

0,25 9,64

0,3 19,57

Piramida Bending 0,05 5,55

0,1 14,90

61
0,2 46,06

0,25 58,64

0,3 85,00

Kubik Bending 0,05 2,21

0,1 10,10

0,2 43,10

0,25 57,44

0,3 75,32

Truncated
Bending 0,05 0,35
Pyramid

0,1 1,09

0,2 3,98

62
0,25 5,69

0,3 10,39

Oktahedron Stretching 0,05 1,58

0,1 6,84

0,2 20,70

0,25 26,53

0,3 36,84

Rhombicub
Stretching 0,05 2,42
octahedron

0,1 6,78

63
0,2 20,79

0,25 30,59

0,3 38,77

Rhombicdo
Stretching 0,05 1,79
decahedron

0,1 4,93

0,2 12,97

0,25 17,93

0,3 25,07

Open-cell Bending 0,05 1,57

0,1 5,42

64
0,2 18,95

0,25 31,35

0,3 47,82

Optimasi
Bending 0,05 0,81
(twisted)

Bending 0,1 3,52

Bending 0,2 13,84

Stretching 0,25 10,92

Stretching 0,3 14,30

65
Secara umum, nilai energi serap maksimum akan bertambah seiring pertambahan
densitas relatif pada jenis lattice yang sama. Namun, pada jenis lattice berenis
twisted dengan densitas relatif 0,2 sampai 0,25, terjadi penurunan energi serap.
Penurunan energi serap maksimum terjadi akibat transisi jenis dominasi pada
struktur lattice tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai densitas relatif pada
densitas relatif kurang dari 0,2 dan pada densitas relatif lebih dari 0,2. Pada denistas
relatif kurang dari 0,2, jenis dominasi yang terjadi adalah bending-dominated.
Sedangkan pada densitas relatif lebih dari 0,25, jenis dominasi yang terjadi adalah
stretching-dominated. Gambar IV.4. menunjukkan secara detail transisi dominasi
yang terjadi.

Gambar IV. 4 Transisi dominasi pada lattice twisted

Dilihat dari Gambar IV.4., dominasi bending memiliki nilai energi serap yang lebih
tinggi dibandingkan dominasi stretching dalam jenis lattice yang sama. Pada
densitas relatif 0,2, energi serap maksimum adalah sebesar 13,84 kJ. Sedangkan
pada densitas relatif 0,25, energi serap maksimum adalah sebesar 10,92 kJ. Di
antara densitas relatif 0,2 dan 0,25 terdapat transisi perubahan dominasi dari
dominasi bending menuju stretching.

66
IV.2.2 Energi Serap maksimum
Untuk memberikan kemudahan dalam membandingakan nilai SEA, besar SEA
dengan variasi densitas relatif disajikan dalam tabel IV.2. Dengan lattice berjenis
sama, nilai densitas relatif efektif ditentukan berdasarkan nilai SEA. Densitas relatif
effektif (ρ̅ eff) merupakan densitas yang memiliki harga SEA terbesar dalam rentang
0,05 sampai 0,3 dalam satu jenis lattice.

Tabel IV. 2 SEA dan densitas relatif lattice


SEA (kJ/kg)
Jenis lattice ρ̅ eff
0,05 0,1 0,2 0,25 0,3
Oktet 11,07 46,67 49,34 54,58 63,00 0,30

3D Kagome 17,91 18,44 12,07 17,35 17,72 0,10

Twisted (Optimasi) 40,33 68,97 127,21 84,13 88,67 0,20

Tetrahedron 12,67 22,13 35,22 40,33 67,70 0,30

Piramida 25,44 35,60 52,13 52,16 57,82 0,30

Cube 21,46 46,10 97,75 103,27 112,16 0,30

Truncated Pyramid 15,55 19,65 36,54 40,41 58,51 0,30

Oktahedron 28,85 57,44 94,97 95,61 110,9 0,30

Rhombicuboctahedron 38,29 54,76 80,24 95,74 85,49 0,25

Rhombicu-dodecahedron 16,66 20,78 27,40 30,26 34,93 0,3

Open-cell 14,63 22,88 40,02 52,92 66,62 0,30

Kenaikan nilai energi serap maksimum belum tentu menghasilkan nilai SEA yang
cenderung naik. Dilihat dari tabel IV.2., nilai SEA dapat berfluktuatif. Sehingga,
tidak terlihat relasi atau kecenderungan nilai SEA dengan bertambahnya densitas
relatif. Dengan menentukan densitas relatif effektif pada setiap jenis lattice, nilai
SEA akan dibandingkan antar jenis lattice. Grafik IV.5 menunjukkan hasil
pemilihan SEA effektif pada setiap struktur.

67
140

120

100
SEA (J/kg)
80

60

40

20

Oktet 3D-Kagome Twisted (Optimasi)


Tetrahedron Piramida Kubik
Truncated Pyramid Oktahedron Rhombicuboctahedron
Rhombicu-dodecahedron Open-cell

Gambar IV. 5 Grafik SEA maksimum untuk setiap lattice

Pada grafik IV.5, nilai densitas energi serap tertinggi berada pada unit sel hasil
optimasi topologi (twisted). Harga SEA tertinggi yang dapat dicapai struktur
optimasi lattice twisted pada rentang densitas relatif 0,05 sampai 0,3 adalah 127,21
kJ/kg. Sedangkan nilai SEA terendah berada pada lattice berjenis kagome. Nilai
SEA tertinggi pada lattice kagome adalah sebesar 12,07 kJ/kg.

Pengaruh densitas relatif terhadap densitas energi serap pada lattice berbentuk
twisted ditunjukkan dalam gambar IV.6. Dalam rentang densitas relatif antara 0,05
sampai 0,3, nilai SEA tertinggi berada pada densitas relatif sebesar 0,2. Nilai SEA
yang berhasil dicapai oleh struktur lattice twisted adalah sebesaar 127,21 kJ/kg.

Ada beberapa parameter yang mempengaruhi besar energi serap pada lattice.
Namun, pada tugas akhir ini, parameter geometri yang menjadi batasan hanya tinggi
dan densitas relatif. Panjang dan lebar struktur lattice merupakan fungsi dari tinggi
dan bukan merupakan variabel bebas.

68
140

120

SEA (J/kg) 100

80

60

40

20

0
0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
Densitas relatif

Gambar IV. 6 Grafik hubungan densitas relatif dan SEA pada lattice twisted

Pada struktur lattice berjenis twisted dengan densitas relatif yang kurang dari 0,2,
terjadi peningkatan SEA seiring pertambahan densitas relatif. Pada densitas relatif
yang lebih dari 0,25, juga terjadi peningkatan SEA seiring pertambahan densitas
relatif. Namun, di antara densitas relatif 0,2 dan 0,25 terjadi penurunan SEA. Hal
ini diakibatkan oleh transisi dari bentuk dominasi bending menjadi bentuk dominasi
stretching seperti yang terlihat pada Gambar IV.4.

IV.2.3 Gaya Tabrak Rata-Rata


Gaya tabrak rata-rata atau mean crushing force (MCF) merupakan energi serap
struktur setiap satu satuan perpindahan. Dalam perbandingan antar jenis lattice,
tinggi geometri satu unit lattice adalah sama sebesar 10 mm. Namun, panjang dan
lebar tiap struktur lattice dapat berbeda.

Agar MCF antar lattice dapat dibandingkan, parameter massa digunakan sebagai
fungsi linear dari volume. Sehingga, densitas MCF (MCF dibagi dengan massa
lattice) berbanding lurus dengan nilai MCF pada volume lattice yang sama. Dengan
demikian, parameter densitas MCF digunakan untuk membandingkan energi serap
setiap satu satuan perpindahan searah dengan pembebanan. Harga densitas MCF

69
untuk setiap lattice dengan densitas relatif yang divariasikan disajikan dalam tabel
IV.3.

Tabel IV. 3 Densitas MCF pada tiap lattice


Densitas Relatif 0,05 0,1 0,2 0,25 0,3
Jenis lattice Densitas MCF (kN/kg)
Oktet 1,52 6,39 6,76 7,48 8,63

3D-Kagome 2,45 2,53 1,65 2,38 2,43

Twisted (Optimasi) 5,53 9,45 17,43 11,53 12,15

Tetrahedron 1,74 3,03 4,82 5,52 9,27

Piramida 3,49 4,88 7,14 7,14 7,92

Kubik 2,94 6,32 13,39 14,15 15,36

Truncated Pyramid 2,13 2,69 5,01 5,54 8,02

Oktahedron 3,95 7,87 13,01 13,1 15,19

Rhombicuboctahedron 5,24 7,5 10,99 13,11 11,71

Rhombicu-dodecahedron 2,28 2,85 3,75 4,15 4,78

Open-cell 2,00 3,13 5,48 7,25 9,13

Nilai densitas MCF yang didapat berbanding lurus dengan nilai SEA. Pada
dasarnya, nilai densitas MCF diperoleh dengan cara membagi SEA dengan
perpindahan searah pembebanan. Pada tugas akhir ini, untuk mendapat energi serap
maksimum, parameter besar perpindahan dijaga konstan dengan besar 73% dari
tinggi geometri. Sehingga kecenderungan nilai densitas MCF sama dengan yang
terjadi pada SEA.

70
BAB V Simulasi Struktur Truss-Lattice pada Aplikasi
Sub-cargo Pesawat Terbang

Bab ini membahas tentang penggunaan struktur lattice sebagai penyerap energi
tabrak pada pesawat terbang. Struktur lattice yang digunakan merupakan struktur
terbaik pada hasil pengujian beban dinamik. Hasil energi yang dapat diserap oleh
struktur lattice nantinnya akan dibandingkan dengan struktur penyerap energi yang
biasa digunakan pada pesawat terbang.

V.1 Pemodelan Geometri, Material, dan Elemen Struktur Pesawat


Pemodelan pesawat terbang yang digunakan adalah pesawat AIRBUS A320 [26].
Pemodelan pesawat hanya menggunakan satu bagian fuselage. Bagian yang
digunakan dalam pemodelan adalah skin, frame, cargo beam, longeron, strut, floor
beam dan lattice. Massa yang bekerja merupakan massa penumpang dan kargo
pesawat. Kecepatan yang digunakan saat terjadi tabrakan adalah 9 m/s (30 ft/s) [26]
.
Subbab ini membahas tentang pemodelan geometri, material, hingga elemen.
Perangkat lunak yang digunakan adalah LS-DYNA 971. Pemodelan dibahas pada
setiap komponen yang digunakan pada pesawat terbang.

V.1.1 Pemodelan Skin


Geometri skin dimodelkan menggunakan elemen shell. Ketebalan skin adalah
sebesar 2,125 mm. Diameter pada skin adalah 4.000 mm dengan panjang sebesar
700 mm. Besar mesh pada pemodelan skin adalah 40 mm. Jenis elemen formulasi
yang digunakan adalah Belytschko-Tsay.

Material skin yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis Simplified
Johnson Cook dengan properti material sebagai berikut.

71
Tabel V. 1 Sifat mekanik material skin [27]
E 71 GPa
v 0,3
ρ 2,796 E-6 kg/mm3
A 0,328
B 0,466
N 0,622
C 0,001

Nilai flow stress pada jenis material Simplified Johnson Cook adalah fungsi
sebagai berikut.
𝜎𝑦 = (𝐴 + 𝐵𝜀̅𝑝 𝑛 )(1 + 𝑐 ln(𝜀̇ ∗ )) (V.1)
Dengan,
A,B,C dan n adalah input konstanta
𝜀̅𝑝 adalah regangan plastik efektif
𝜀̇∗ adalah laju regangan efektif

Gambar V. 1 Struktur skin

V.1.2 Pemodelan Frame


Geometri frame dimodelkan menggunakan elemen shell. Penampang geometri
frame memiliki bentuk Z dengan tambahan sisi di tengah ketinggian.

72
Gambar V. 2 Potongan melintang struktur frame

Ketebalan frame yang digunakan adalah seragam sebesar 5 mm. Struktur frame
pada pemodelan digunakan sebanyak dua buah dengan jarak antar-frame sebesar
579 mm. Besar mesh pada pemodelan frame adalah 40 mm. Jenis elemen formulasi
yang digunakan adalah Belytschko-Tsay.

Material frame yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis Simplified
Johnson Cook dengan properti material sebagai berikut.

Tabel V. 2 Sifat mekanik material frame [27]


E 71 GPa
V 0,3
Ρ 2,796 E-6 kg/mm3
A 0,475
B 0,258
N 0,500
C 0,003

73
Gambar V. 3 Struktur frame

V.1.3 Pemodelan Longeron


Geometri longeron dimodelkan menggunakan elemen beam. Penampang longeron
dimodelkan sebagai rectangular dengan tebal 5 mm. Panjang longeron adalah
sebesar 700 mm. Besar mesh pada pemodelan longeron adalah 40 mm. Jenis elemen
formulasi yang digunakan adalah Hughes-Liu with cross section integration.
Banyak longeron yang digunakan adalah 75 buah longeron.

Material longeron yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis


Simplified Johnson Cook dengan properti material sebagai berikut.

Tabel V. 3 Sifat mekanik material longeron [27]


E 71 GPa
v 0,3
ρ 2,796 E-6 kg/mm3
A 0,441
B 0,608
N 0,792
C 0,006

74
Gambar V. 4 Struktur longeron

V.1.4 Pemodelan Cargo Beam


Geometri cargo beam dimodelkan menggunakan elemen shell. Posisi cargo beam
berada pada 305 mm di atas bagian terbawah dari frame. Tebal cargo beam yang
digunakan adalah sebesar 20 mm. Sama halnya seperti frame, struktur cargo beam
yang digunakan adalah dua buah yang posisinya berpautan dengan struktur frame.
Penghubung antar cargo beam menggunakan lima buah shell dengan ketebalan dan
material yang sama dengan cargo beam. Besar mesh pada pemodelan cargo beam
adalah 40 mm. Jenis elemen formulasi yang digunakan adalah Belytschko-Tsay.

Material cargo beam yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis
Simplified Johnson Cook dengan properti material sama dengan properti material
struktur frame.

75
Gambar V. 5 Struktur cargo beam

V.1.5 Pemodelan Floor Beam


Geometri floor beam dimodelkan menggunakan elemen shell. Posisi floor beam
berada pada 1.444 mm di atas bagian terbawah dari frame. Tebal floor beam yang
digunakan adalah sebesar 30 mm. Struktur floor beam yang digunakan adalah dua
buah yang posisinya berpautan dengan struktur frame. Penghubung antar floor
beam menggunakan delapan buah shell dengan ketebalan dan material yang sama
dengan floor beam. Besar mesh pada pemodelan floor beam adalah 30 mm. Jenis
elemen formulasi yang digunakan adalah Belytschko-Tsay.

Material cargo beam yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis
Simplified Johnson Cook dengan properti material sama dengan properti material
struktur frame.

76
Gambar V. 6 Struktur floor beam

V.1.6 Pemodelan Strut


Geometri strut dimodelkan menggunakan elemen beam. Penampang strut
dimodelkan sebagai tubular dengan diameter 20 mm. Panjang strut sebesar 972 mm
menghubungkan antara floor beam dan frame. Besar mesh pada pemodelan strut
adalah 40 mm. Jenis elemen formulasi yang digunakan adalah Hughes-Liu with
cross section integration.

Material strut yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis Simplified
Johnson Cook dengan properti material sama dengan properti material longeron.

Gambar V. 7 Struktur strut

77
V.1.7 Pemodelan Media Pendaratan
Media pendaratan diasumsikan tidak berdefleksi ketika ditubruk. Geometri media
pendaratan dimodelkan sebagai rigid shell. Luas geometri adalah sebesar 700 x
4.000 mm dengan tebal 5 mm. Besar mesh pada pemodelan adalah 63 mm. Jenis
elemen formulasi yang digunakan adalah Belytschko-Tsay.

Material yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis Rigid dengan
properti material sebagai berikut.

Tabel V. 4 Sifat mekanik material rigid


E 193 GPa
V 0,3
ρ 9,412 E-6 kg/mm3

Gambar V. 8 Struktur media pendaratan

78
V.1.8 Pemodelan Penyerap Energi
Penyerap energi pada pesawat terbang berada di antara struktur cargo beam dan
frame. Karena itu, struktur penyerap energi pada pesawat biasa disebut sub-cargo.
Ada dua geometri yang akan digunakan sebagai penyerap energi. Geometri
penyerap energi yang pertama adalah geometri half-tube. Geometri penyerap energi
ini telah digunakan pada beberapa pesawat terbang. Geometri penyerap energi
lainnya adalah geometri seluler lattice hasil optimasi yang telah didapat pada
perhitungan bab sebelumnya dan bentuk taper lattice hasil optimasi.

V.1.8.1 Geometri Half-Tube


Bentuk geometri ini sering disebut bentuk penampang ‘C’. Geometri didapat dari
paten [28]. Dimensi dari paten tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar V. 9 Geometri half-tube pada struktur sub-cargo [28]

Geometri half-tube dimodelkan menggunakan elemen shell. Panjang half-tube


sebesar 180 mm berada di antara floor beam dan frame. Besar mesh pada
pemodelan half-tube adalah 20 mm. Jenis elemen formulasi yang digunakan adalah
Belytschk-Tsay. Geometri yang dipasang berjumlah empat buat dengan masing-
masing frame memiliki dua buah half-tube.

79
Material half-tube yang digunakan pada LS-DYNA adalah material berjenis
Piecewise Linear Plasticity dengan properti material sama dengan properti material
AlSi-12 hasil manufaktur aditif yang digunakan pada lattice di bab sebelumnya.

Gambar V. 10 Struktur half-tube

V.1.8.2 Geometri Seluler Lattice Twisted


Dari hasil simulasi lattice pada bab sebelumnya, didapat bahwa geometri lattice
yang memiliki densitas energi serap maksimum terbesar adalah geometri berbentuk
lattice hasil optimasi (twisted). Geometri tersebut dipasang pada struktur sub-cargo
pesawat terbang dengan membuat kumpulan unit sel lattice.

Geometri seluler lattice twisted dimodelkan dengan menyusun beberapa unit sel
lattice. Geometri ini memiliki tinggi yang disusun dari tiga buah unit lattice. Setiap
lapisan terdiri dari satu unit sel. Setiap truss pada unit sel saling bersambung dengan
sel lainnya.

Geometri lattice twisted dimodelkan menggunakan elemen tetra. Tinggi struktur


sebesar 160 mm berada di antara floor beam dan frame. Struktur ini ditumpu oleh
plat rigid yang ada di atas dan di bawah agar beban yang disalurkan dari frame dan

80
cargo beam dapat efektif terserap struktur lattice. Jenis formulasi elemen adalah 1
point nodal pressure tetrahedron for bulk forming. Geometri yang dipasang
berumlah empat buat dengan masing-masing frame memiliki dua buah struktur sub-
cargo.

Gambar V. 11 Struktur seluler lattice twisted

V.1.8.3 Geometri Seluler Lattice Twisted Berbentuk Taper


Geometri seluler lattice twisted dimodelkan dengan menyusun beberapa unit sel
lattice dengan bentuk trapesium. Geometri ini memiliki tinggi yang disusun dari
empat buah lattice. Bentuk trapesium pada lattice berfungsi untuk menghindari
terjadinya global buckling dan membuat struktur mengalami buckling pada setiap
sel. Besar geometri taper pada struktur lattice didapat dari penelitian [31]. Geometri
lattice dapat dilihat pada Gambar V. 12.

81
Geometri lattice twisted dimodelkan menggunakan elemen tetra. Tinggi struktur
sebesar 160 mm berada di antara floor beam dan frame. Struktur ini ditumpu oleh
plat rigid yang ada di atas dan di bawah agar beban yang disalurkan dari frame dan
cargo beam dapat efektif diserap struktur lattice.

Besar mesh pada pemodelan lattice sesuai pada simulasi sebelumnya. Jenis elemen
formulasi yang digunakan adalah 1 point nodal pressure tetrahedron for bulk
forming. Geometri yang dipasang berumlah empat buat dengan masing-masing
frame memiliki dua buah lattice.

Gambar V. 12 Struktur seluler lattice twisted taper

V.2 Kondisi Pembebanan dan Kondisi Batas


Pembebanan struktur dibuat sama dengan kondisi sebenarnya yang terjadi ketika
tabrakan arah vertikal pesawat terbang. Pengujian ini biasa dilakukan dengan
metode drop-weight test untuk sertifikasi pesawat terbang. Secara umum, dasar
perbandingan tingkat crashworthiness adalah kasus kerusakan standard uji vertikal
drop-weight dengan kecepatan awal sebesar 6,7 m/s (22 ft/s) menurut beberapa
pengujian pesawat terbang [26]. Menurut FAR 25.561 yang mempertimbangkan
kondisi pendaratan darurat, disebutkan bahwa “struktur harus didesain untuk
memberikan kesempatan pada setiap penumpang untuk melarikan diri dari cedera
serius pada pendaratan darurat minor ketika penumpang mengalami gaya inersia
yang besar di bawah 6,0g” [29].

82
Karena tidak adanya regulasi mengenai kecepatan vertikal awal yang
diperbolehkan, maka simulasi pada tugas akhir ini menggunakan kecepatan
tertinggi pada pengujian drop-weight. Kecepatan uji drop-weight tertinggi yang
telah dilakukan oleh industri pesawat terbang adalah sebesar 9m/s (30ft/s) oleh
pesawat terbang Boeing 737. Semua komponen struktur pesawat terbang diberi
kecepatan vertikal inisial sebesar 9 mm/ms.

Massa penumpang dan massa kargo dimodelkan dengan beban titik pada struktur.
Struktur floor beam berfungsi sebagai penerima beban dari massa penumpang yang
kemudian didistribusikan pada struktur frame dan strut. Massa penumpang yang
digunakan dalam pemodelan adalah 80 kg setiap penumpang. Pada konfigurasi
pesawat A320, tiap fuselage section memiliki tiga kursi kanan dan tiga kursi kiri
dengan dua struktur penyangga setiap tiga kursi. Massa total penumpang
didistribusikan menjadi empat titik dengan setiap titik memiliki massa sebesar 120
kg. Struktur cargo beam berfungsi sebagai penerima beban dari kargo yang
kemudian didistribusikan pada struktur frame. Massa kargo yang digunakan dalam
pemodelan adalah 750 kg yang didistribusikan menjadi empat titik massa pada
struktur cargo beam.

Kondisi batas diberikan pada komponen rigid yang berperan sebagai media
pendaratan pesawat terbang. Kondisi batas yang diterapkan adalah jenis fix
sehingga tidak memungkinkan untuk mengalami deformasi translasi dan rotasi.
Kondisi batas juga diterapkan pada sisi atas dan bawah energi penyerap, baik untuk
geometri half-tube maupun geometri lattice. Kondisi batas yang diterapkan berupa
rotasi segala arah dan semua translasi kecuali arah vertikal.

V.3 Kontak
Empat jenis tipe kotak digunakan dalam mendefinisikan kontak antar komponen
struktur. Tipe kontak yang digunakan adalah tipe automatic beam to surface, tipe
automatic surface to surface, automatic surface to surface tiebreak dan single
surface. Nilai konstanta gesekan pada kontak adalah 1,35 untuk koefisien gesek
statis dan 0,3 untuk koefisien gesek dinamis [32].

83
Tipe kontak pada automatic_beam_to_surface digunakan untuk mendefinisikan
kontak antara bagian beam dan bagian permukaan lain. Kontak ini diaplikasikan
pada struktur longeron dengan skin dan frame serta struktur strut dengan floor beam
dan frame.

Tipe kontak automatic_surface_to_surface digunakan untuk mendefinisika kontak


antar dua permukaan. Kontak ini diaplikasikan pada skin-impactor, struktur
penyerap energi dengan bagian floorbeam pada bagian atas dan frame pada bagian
bawah.

Tipe kontak automatic_surface_to_surface_tiebreak digunakan untuk


mendefinisikan kontak antar dua permukaan dengan metode perekatan antar
permukaan. Kontak ini diaplikasikan pada struktur skin-frame untuk mengganti
struktur rivet dan mengasumsikan struktur rivet tidak mengalami kerusakan.

Tipe kontak automatic_single_surface digunakan untuk mendefinisikan kontak


pada satu bagian yang sama agar tidak terjadi tumpang tindih ketika bagian tersebut
bertemu. Tipe kontak ini digunakan pada bagian yang mengalami deformasi besar
sebagai contoh skin dan struktur sub-cargo penyerap energi.

Selain itu, elemen-elemen pada ujung longeron dihubungkan dengan elemen terluar
skin dengan bantuan spotweld. Komponen longeron diasumsikan tidak mengalami
kegagalan dalam pembebanan. Ujung elemen strut juga dihubungkan pada floor
beam dan frame dengan menggunakan spotweld.

V.4 Time Step


Skala margin keamanan yang digunakan adalah sebesar 0,9. Nilai lagkah waktu
yang digunakan akan menjadi 90% dari langkah waktu kritikal. Pada dasarnya
faktor skala pada langkah waktu memastikan bahwa setiap dapat dihitung dengan
baik sebelum gelombang waktu sebelumnya bertemu. Semakin kecil nilai time step,

84
proses analisis akan semakin baik namun waktu running yang dibutuhkan akan
lebih lama.
V.5 Termination Time
Waktu selesai perhitungan numerik ditentukan dengan memasukkan batas waktu
perhitungan menggunakan parameter ENDTIME. Nilai termination time ditentukan
dengan prediksi berakhirnya tumbukan antara struktur pesawat dan benda rigid.
Harga termination time pada tugas akhir ini menggunakan waktu 50 ms.

V.6 Output
Output energi didapat dengan mengatur parameter GLSTAT pada Database
ASCII_option. Parameter RBDOUT digunakan untuk menampilkan output
perpindahan rigid body. Untuk menampilkan keluaran berupa gaya pada kontak,
digunakan parameter RCFORC. Parameter MATSUM digunakan untuk
menganalisis energi pada setiap komponen pengujian. Pada tugas akhir ini, waktu
interval pengambilan data diatur menjadi 0,01 ms.

85
BAB VI Hasil Aplikasi pada Sub-Cargo Pesawat Terbang

Pada bab ini akan dipaparkan hasil analisis yang diperoleh dari simulasi numerik
pendaratan darurat pesawat terbang yang dilakukan dengan LS-DYNA. Hasil
analisis yang akan dipaparkan berupa :
1. Bentuk deformasi pada struktur sub-cargo
2. MCF pada tiap jenis sub-cargo
3. SEA pada struktur sub-cargo

VI.1 Deformasi Pesawat Terbang dan Struktur Sub-cargo


Semua komponen struktur pesawat terbang memiliki kemampuan untuk menyerap
energi tabrak. Namun kemampuan tiap struktur berbeda-beda dalam menyerap
energi. Dengan adanya struktur sub-cargo, energi yang dapat diserap pesawat
terbang ketika terjadi tabrakan semakin tinggi. Besar penyerapan energi bergantung
pada material dan geometri struktur. Pada tugas akhir ini, energi total yang bekerja
pada pesawat terbang bergantung pada jenis sub-cargo yang digunakan. Total
energi dapat dilihat dari tabel VI.1.

Tabel VI. 1 Total energi pada tiap jenis sub-cargo


Jenis sub-cargo Total energi (kJ)
Half-tube 60,47
Seluler twisted 59,44
Seluler twisted taper 60,45

VI.1.1 Deformasi pada Sub-Cargo Jenis Half-Tube

Bentuk deformasi yang terjadi pada pesawat terbang dapat dilihat pada Gambar
VI.1. Warna pada komponen struktur menunjukkan besar tegangan Von-mises yang
terjadi. Struktur sub-cargo menjadi menjadi pusat perhatian untuk dianalisis.

86
Deformasi pada struktur sub-cargo berjenis half-tube ditunjukkan pada gambar
VI.2.

Gambar VI. 1 Deformasi pesawat terbang

Gambar VI. 2 Deformasi sebesar 50% pada struktur half-tube

Dari simulasi yang telah dilakukan, struktur half-tube mengalami buckling dari sisi
atas. Proses buckling tersebut dapat terjadi karena tidak adanya inisiator yang
membuat struktur mengalami progressive buckling. Selain itu, harga slenderness
ratio pada struktur half-tube adalah sebesar 11.2 sehingga struktur half-tube dapat
tergolong batang slender. Struktur berbatang slender lebih mudah untuk mengalami
buckling.

87
VI.1.2 Komponen pada Sub-Cargo Seluler Lattice Optimasi (Twisted)

Bentuk deformasi pada struktur sub-cargo berjenis twisted ditunjukkan pada


gambar VI.4.

(a) Deformasi sebesar 20%

(b) Deformasi sebesar 50%

Gambar VI. 3 Deformasi maksimum pada struktur twisted

88
Terjadi fenomena buckling pada seluruh tinggi struktur pada susunan struktur
twisted tersebut. Hal ini disebabkan karena harga slenderness ratio pada struktur
lattice twisted adalah sebesar 19,7 sehingga struktur lattice ini dapat tergolong
sebagai batang slender. Struktur berbatang slender lebih mudah untuk mengalami
buckling secara total.

VI.1.3 Komponen pada Sub-Cargo Seluler Lattice Twisted Taper

Deformasi pada struktur sub-cargo jenis twisted yang divariasikan dengan adanya
taper ditunjukkan pada gambar VI.6.

(a) Deformasi sebesar 25%

89
(b) Deformasi sebesar 50%

(c) Deformasi sebesar 62.5%


Gambar VI. 4 Deformasi maksimum pada struktur seluler twisted taper

Pada konfigurasi struktur twisted yang diberi efek taper, terjadi fenomena
progressive buckling yang terjadi pada setiap lapisan unit lattice. Dalam hasil yang
didapat, terjadi sebanyak tiga kali buckling pada struktur seluler lattice. Geometri
taper dapat mengubah tingkah laku terjadinya buckling. Dengan mengubah sifat
buckling pada arah tinggi struktur menjadi progressive buckling pada setiap sel
lattice, nilai energi yang dapat diserap struktur juga menjadi meningkat.

Fenomena progressive buckling terjadi dari sel lattice bagian bawah menuju ke
bagian atas. Sel pada bagian bawah memiliki luar penampang yang lebih besar
daripada sel pada bagian atas. Area penampang yang besar membuat struktur truss
mudah mengalami buckling.

90
VI.2 MCF pada Jenis Struktur Sub-cargo

MCF didapat dengan membagi antara harga energi serap dengan perpindahan yang
terjadi saat tabrakan. Nilai MCF didapat dengan melihat kurva instaneous force.
Perpindahan yang dihitung pada energi serap hanya sampai pada panjang effektif
struktur yakni pada nilai 73% dari panjang searah pembebanan. Kurva instaneous
force pada ketiga struktur sub-cargo disajikan pada gambar VI.5. Nilai MCF
disajikan pada tabel VI.2.

180
160
140
120
Gaya (kN)

100
80
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100 120 140
Perpindahan (mm)

Half-tube Twisted Twisted Taper

Gambar VI. 5 Kurva instaneous force struktur sub-cargo

Pada kurva instaneous force struktur berjenis half-tube, puncak gaya hanya terjadi
satu kali. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat satu kali proses pelipatan struktur
yang biasa disebut dengan fenomena buckling secara global. Fenomena ini dapat
terjadi karena efek slenderness ratio.

Struktur twisted memiliki dua puncak gaya. Jika dianalisis dari gambar VI.3,
pelipatan pertama terjadi pada satu unit sel. Namun, pelipatan selanjutnya
berlangsung pada seluruh struktur.

91
Puncak gaya pada kurva instaneous force berjenis twisted berbentuk taper terjadi
sebanyak tiga kali. Gambar VI.4. menunjukkan bagaimana proses terjadinya
pelipatan tersebut. Pelipatan terjadi pada setiap unit sel yang disusun vertikal.
Pelipatan ini termasuk pada jenis progressive buckling.

Tabel VI. 2 MCF sub-cargo

Jenis sub-cargo MCF (kN)

Half-tube 65,90

Twisted 54,91

Twisted taper 62,83

Jenis struktur half-tube memiliki nilai MCF tertinggi di antara tiga struktur yang
disimulasikan. Semakin tinggi nilai MCF, gaya yang dirasakan oleh penumpang
semakin tinggi pula. Karena itu, nilai MCF pada struktur penyerap energi
diharapkan memiliki nilai seminimal mungkin. Jika dilihat dari parameter MCF,
struktur sub-cargo berjenis lattice twisted maupun twisted taper lebih baik
dibandingkan struktur sub-cargo berjenis half-tube. Dengan begitu, struktur lattice
memungkinkan untuk digunakan sebagai struktur penyerap energi pada pesawat
terbang.

VI.3 SEA pada Jenis Struktur Sub-cargo

Parameter SEA merupakan parameter yang menentukan efektivitas struktur


penyerap energi. Semakin tinggi nilai SEA suatu struktur, semakin efektif struktur
tersebut dalam menyerap energi. Hasil SEA dari ketiga jenis sub-cargo dapat dilihat
pada tabel VI.3.

92
Tabel VI. 3 Hasil SEA sub-cargo
Half-tube Seluler twisted Twisted taper
Energi serap (J) 8.613,6 6.357,1 7.207,1
Massa (gram) 361,4 139,5 144,1
SEA (kJ/kg) 23,8 45,6 50,0
Perbandingan terhadap
100 % 191 % 210 %
half-tube

Dilihat dari SEA pada setiap struktur sub-cargo, struktur berjenis lattice twisted
taper memiliki nilai yang paling tinggi yaitu sebesar 50,0 kJ/kg. Nilai SEA pada
struktur lattice ini adalah lebih dari dua kali lipat struktur half-tube yang biasa
digunakan pesawat terbang pada umumnya. Sedangkan pada struktur sub-cargo
berjenis seluler twisted tanpa taper, nilai SEA lebih rendah dibandingkan sub-cargo
berjenis twisted taper. Rendahnya nilai SEA terjadi karena proses pelipatan hanya
terjadi sekali dan pelipatan selanjutnya terjadi secara global sepanjang ketinggian.
Banyaknya pelipatan menentukan tingginya energi yang diserap.

93
Bab VII Kesimpulan dan Saran

VII.1 Kesimpulan

Berbagai bentuk struktur lattice telah dipelajari menggunakan simulasi numerik.


Sebelas jenis struktur lattice yang dibandingkan adalah struktur oktet, kagome,
tetrahedron, piramida, kubik, truncated pyramid, oktahedron,
rhombicuboctahedron, rhombic-dodecahedron, open-cell, dan optimasi topologi
struktur oktet. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa struktur yang memiliki
energi serap terbesar diantara jenis struktur yang telah diuji adalah struktur hasil
optimasi topologi oktet.

Pengoptimalan struktur menggunakan metode optimasi topologi berhasil


dilakukan. Hasil optimasi topologi struktur oktet menciptakan struktur baru yang
biasa disebut sebagai struktur twisted. Struktur optimasi ini menunjukkan hasil
yang lebih baik dalam menyerap energi.

Studi parametrik densitas relatif telah dilakukan untuk memahami efek parameter
tersebut pada nilai SEA. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa energi serap
bertambah seiring dengan bertambahnya densitas relatif dalam dominasi yang
sama. Dominasi bending membuat energi serap pada struktur menjadi lebih besar
daripada dominasi stretching. Pada struktur lattice berbentuk twisted, nilai SEA
efektif adalah 127,21 kJ/kg. Dengan melakukan uji parametrik densitas relatif 0,05
sampai 0,3, nilai SEA terbesar berada pada densitas relatif sebesar 0,2 dalam
dominasi bending.

Struktur seluler lattice secara konsep dapat diterapkan pada struktur sub-cargo
pesawat terbang untuk menyerap energi ketika terjadi tabrakan arah vertikal. Jenis
struktur sub-cargo yang digunakan sebagai pembanding adalah struktur half-tube
yang umum digunakan pada pesawat terbang. Efek taper pada geometri struktur
seluler twisted digunakan untuk mendapat hasil berupa progressive buckling. Hasil
simulasi numerik menunjukkan bahwa harga SEA struktur twisted taper adalah 2,1

94
kali lipat lebih besar dibandingkan struktur half-tube. Tidak menutup kemungkinan
bahwa dengan menentukan parameter selain densitas relatif dan efek taper yang
telah diuji, nilai SEA pada lattice akan semakin meningkat. Sehingga nantinya
struktur penyerap energi pada pesawat terbang dapat digantikan oleh struktur
berjenis lattice.

VII.2 Saran

Analisis struktur lattice masih menjadi topik hangat yang harus terus dikembangkan
dalam dunia material. Jenis struktur lattice yang optimal untuk menyerap energi
masih perlu dipelajari lebih lanjut. Beberapa ruang lingkup dalam analisis struktur
lattice seperti konfigurasi geometri lattice menjadi topik yang menarik untuk diteliti
lebih lanjut.

Parameter geometri truss juga menjadi faktor penting untuk lebih jauh diselidiki.
Pengaruh orientasi sudut pada geometri lattice perlu untuk dipelajari dan
dikembangkan lebih jauh lagi untuk mengetahui struktur yang optimal. Pengujian
secara eksperimental menggunakan metode manufaktur aditif juga harus dilakukan
pada penelitian ke depan. Akan menarik untuk menyelidiki apakah struktur lattice
dapat diaplikasikan pada semua komponen struktur sebagai penyerap energi,
penguat, penerima beban bending, torsi dan properti fisik material lainnya.
Terakhir, optimasi struktur untuk menerima beban dinamik perlu dilakukan dengan
menggunakan metode genetic algortihm.

95
DAFTAR PUSTAKA

[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang


Penerbangan
[2] https://www.bps.go.id/, diakses pada tanggal 29 Maret 2018 pukul 21:12
[3] http://www.knkt.dephub.go.id, diakses pada tanggal 29 Maret 2018 pukul
21:42
[4] Walters, M.J.A.M. (2004): Literature survey on ‘advanced materials’ in crash
safety applications, Eindhoven University of Technology
[5] Witte,A.M., dan Willbrordus, J. (1999): Improved Vehicle Crashworthiness
Design by Control of The Energy Absorbtion for Different Collision Situation,
Eindhoven University of Technology
[6] Cronkhite, J.D., dan Berry V.L. (1982). Crashworthiness airframe design
concept – fabrication and testing, NASA CR3603, Washington DC, USA
[7] Dejean, T.T., Spierings, A.B., dan More D. (2016): Additive-manufactured
metallic micro-lattice materials for high specific energy absorbtion under static
and dynamic loading, Acta Materialia, 116, 14-28
[8] Evans, A.G., He, M.Y., Deshpande, M.Y., Hutchinson, J.W., Jacobsen, A.J., dan
Carter W.B. (2010): Concepts for enhanced energy absorption using hollow
microlattices. International Journal of Impact Engineering, 37, 947-959
[9] Krishna, L.S.R, Manesh, N., dan Sateesh, N. (2016): Topology optimization
using solid isotropic material with penalizing technique for additie
manufacturing, Materials Today: Proceedings, 4, 1414-1422
[10] Bendosoe, M.P. dan Sigmund, O. (2004): Topology Optimization theory,
methods and applications, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Berlin, Jerman
[11] Yoder, S., Morgan, S., Kinzy, C., Barnes, E., Kirka, M., Paquit, V., Nandawa
P., Plotkowski, A., Dehoff, R.R., dan Babu, S.S. (2017): Characteristization
of topology optimized Ti-6Al-4V components using electron beampowder
bed fusion, Additive Manufacturing, 19, 184-196
[12] Deshpande, V.S., Fleck, N.A., dan Ashby, M.F. (2001): Effective properties
of the octet-truss lattice material, Journal of the Mechanics and Physics of
Solids, 49, 1747-1769

96
[13] Dejean, T.T., Spierings, A.B., dan Mohr, D. (2016): Additively-manufactured
metallic micro-lattice materials for high specific energy absorption under
static and dynamic loading, Acta Materialia, 116, 14-28
[14] http://empa.ch/, diakses pada tanggal 30 April 2018 pukul 15:22
[15] http://www.dynasupport.com/, diakses pada tanggal 2 Mei 2018 pukul 19:45
[16] Ahmadi, S. M., Yavari, S.A, Wauthle, J, Pouran B., Schrooten, J., Weinans,
H., dan Zadpoor, A.A. (2015): Additively Manufactured Open-Cell Porous
Biomaterials Made from Six Different Space-Filling Unit Cells: The
Mechanical and Morphological Properties, Materials, 8(4), 1871-1896
[17] Azman, A.H. (2017): Method for integration of lattice structure in design for
additive manufacturing, Universite Grenoble Alpes
[18] Ashby, M. (2013): Designing architectural materials, Scripta Materialia, 68,
4-7
[19] Wadley, H. N. (2002): Cellular metals manufacturing, Advanced Engineering
Material, 4, 726-733
[20] Evans, A.G., J.W. Hutchinson, N.A. Fleck, M., Ashby, dan Wadley, H. N.
(2001): The topological design of multifunctional cellular metals, Progress in
Material Science, 46, 309-327
[21] Liu, J., Pattofatto, S., Fang, D., Lu, F., dan Zhao, H. (2015): Impact Strength
Enhancement of Aluminum Tetrahedral Lattice Structure Core Structures,
International Journal of Impact Engineering, 79, 3-13
[22] Huang, Y., Xie, Y., Wang, X., dan Han, F. (2017): Mechanical Behavior of
Three-Dimensional Pyramidal Aluminum Lattice Materials, Materials
Science and Engineering A, 696, 520-528
[23] Weißmann, V., Wieding, J., Hansmann, H., Laufer, N., Wolf, A., dan Bader,
R. (2016): Specific Yielding of Selective Laser-Melted Ti6Al4V Open-
Porous Scaffolds as a Function of Unit Cell Design and Dimensions, Metals,
6, 166
[24] Calise, G. J. dan Saigal, A. (2017): Anisotropy and Failure in Octahedral
Lattice Structure Parts Fabricated Using The FDM Technology, International
Mechanical Engineering Congress and Exposition, 14, 1-8

97
[25] Siddique,S., Imran,M., Wycisk,E., Emmelmann,C., dan Walther,F. (2015):
Influence of process-induced microstructure and imperfections on
mechanical properties of AlSi12 processed by selective laser melting, Journal
of Materials Processing Technology, 221, 503-213
[26] Waimer, M. (2013): Development of Kinematics Model for the Assessment of
Global Crash Scenarios of a Composite Transport Aircraft Fuselage,
University of Stuttgart
[27] Xiaochuan L., Jun G., Chunyu B., Xiasheng S., dan Rangke M. (2014): Drop
Test and Crash Simulation of a Civil Airplane Fuselage Section. Chinese
Journal of Aeronautics, 28, 447-456
[28] Westphal P., Dolzinski, W.D., Roming T., Schröer T., Kohlgrüber D., dan
Lützenburger M. (2009): Strukturbauteil mit Spant- und Querträgerelement,
Patent application DE 10 2007 030 026 A1
[29] Federation Aviation Administration (1997), Federal Aviation Regulations
Part 25 - Airworthiness Standards : Transport Category Airplanes, FAA,
Washington DC, USA
[30] Abramowics, W. (1983): The effective crushing distance in axially
compressed thin-walled metal coloumn, International Journal Impact
Engineering, 1(3), 309-317
[31] Tam, L. H. (2017): The influence of sheet metal forming in the axial crushing
behavior of thin-walled coloumns, Aeronautics and Astronautics Master
Thesis, Institut Teknologi Bandung
[32] www.carbidedepot.com/formulas-frictioncoefficient.htm, diakses pada
tanggal 10 Maret 2018 pukul 19:00

98
LAMPIRAN

99
LAMPIRAN A. Geometri Truss Oktet dengan Berbagai Densitas Relatif

(a) ρ̅ = 0.05 (b) ρ̅ = 0.1

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

100
LAMPIRAN B. Geometri Truss 3D-Kagome dengan Berbagai Densitas
Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

101
LAMPIRAN C. Geometri Truss Tetrahedron dengan Berbagai Densitas
Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

102
LAMPIRAN D. Geometri Truss Piramida dengan Berbagai Densitas Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

103
LAMPIRAN E. Geometri Truss Kubik dengan Berbagai Densitas Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

104
LAMPIRAN F. Geometri Truss Truncated Pyramid dengan Berbagai
Densitas Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

105
LAMPIRAN G. Geometri Truss Oktahedron dengan Berbagai Densitas
Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

106
LAMPIRAN H. Geometri Truss Rhombicuboctahedron dengan Berbagai
Densitas Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

107
LAMPIRAN I. Geometri Truss Rhombic-Dodecahedron dengan Berbagai
Densitas Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

108
LAMPIRAN J. Geometri Truss Octet-cell dengan Berbagai Densitas Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

109
LAMPIRAN K. Geometri Truss Hasil Optimasi (twisted) dengan Berbagai
Densitas Relatif

(a) ρ̅ = 0.1 (b) ρ̅ = 0.2

(c) ρ̅ = 0.2 (d) ρ̅ = 0.25

(e) ρ̅ = 0.3

110
LAMPIRAN L. Surat Pernyataan Keaslian Tugas Akhir

SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini saya:
Nama : Alvian Iqbal Hanif Nasrullah
NIM : 13614013
Program Studi : Teknik Dirgantara
Alamat / No. Tlp : Jl. Cisitu Indah 7, 260A / 08980559077

Dengan ini menyatakan bahwa:


1. Tugas Akhir Sarjana dengan judul Analisis Struktur Lattice sebagai
Penyerap Energi dan Aplikasinya pada Sub-cargo Pesawat Terbang ini
adalah asli dan benar – benar hasil karya intelektual saya sendiri, dan bukan
hasil karya orang lain dengan mengatasnamakan saya, serta bukan merupakan
hasil peniruan atau penjiplakan (plagiarism) dari hasil karya orang lain. Tugas
Akhir Sarjana ini belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik
baik di Institut Teknologi Bandung, maupun di perguruan tinggi lainya;

2. Dalam Tugas Akhir Sarjana ini tidak terdapat cuplikan tulisan, karya atau
pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali dirujuk
dengan jelas sesuai kaidah akademik yang berlaku umum, disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka;

3. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya, dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya tulis Tugas Akhir Sarjana ini, serta sanksi – sanksi
lainnya sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Bandung, 28 Juni 2018


Yang membuat pernyataan,

Materai

Rp. 6.000

NIM. 13614013
*). Coret yang tidak perlu

111
LAMPIRAN M. Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan
Intelektual Tugas Akhir

PERJANJIAN KERAHASIAAN (NON DISCLOSURE AGREEMENT)


dan
KEPEMILIKAN KEKAYAAN INTELEKTUAL (INTELECTUAL
PROPERTIES OWNERSHIP)

ANTARA
KELOMPOK KEAHLIAN STRUKTUR RINGAN,
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA,
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
DENGAN
Alvian Iqbal Hanif Nasrullah

DALAM PELAKSANAAN TUGAS AKHIR/ TESIS/ DISERTASI BERJUDUL

Analisis Struktur Lattice sebagai Penyerap Energi dan Aplikasinya pada Sub-
cargo Pesawat Terbang

Perjanjian Kerahasiaan (Non Disclosure Agreement) dan Kepemilikan Kekayaan


Intelektual (Intelectual Properties Ownership) ini (untuk selanjutnya disebut sebagai
"Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual") dibuat dan
ditandatangani pada tanggal 28 Juni 2018 oleh dan antara :

I. KELOMPOK KEAHLIAN STRUKTUR RINGAN, FAKULTAS TEKNIK


MESIN DAN DIRGANTARA, INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG (KKSR
FTMD ITB) yang berkedudukan di Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, yang
merupakan bagian dari Institut Teknologi Bandung, Perguruan Tinggi Badan
Hukum berdasarkan Peraturan Presiden no 65/2013, dalam hal ini diwakili oleh
Prof. Dr. Ichsan Setya Putra, selaku Ketua KKSR FTMD ITB, dari dan oleh karena
itu bertindak untuk dan atas nama KKSR FTMD ITB, selanjutnya disebut
”PIHAK PERTAMA”.
dan
II. Alvian Iqbal Hanif Nasrullah, mahasiswa Program Studi Teknik Dirgantara,
Institut Teknologi Bandung, dengan Nomor Induk Mahasiswa 13614013, lahir di
Situbondo tanggal 11-7-1996, beralamat di Jl. Baratas 25, Kabupaten Situbondo,
68312, untuk selanjutnya disebut “PIHAK KEDUA”.
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selanjutnya secara bersama-sama disebut
sebagai "PARA PIHAK".

1. PARA PIHAK dengan ini menjelaskan dan menyatakan sebagai berikut :

112
a. “Kegiatan Penelitian” adalah seluruh aktivitas penelitian, termasuk namun tidak
terbatas pada pengungkapan gagasan, pengembangan metode dan desain,
teknologi, dan produk yang dilakukan PARA PIHAK dalam lingkup Perjanjian ini.
b. Bahwa PIHAK KEDUA adalah Mahasiswa yang sedang mengerjakan Kegiatan
Penelitian di bawah bimbingan Ir. Sigit Puji Santosa, MSME, Sc. D. dengan Topik
Analisis Struktur Lattice sebagai Penyerap Energi dan Aplikasinya pada Sub-cargo
Pesawat Terbang.
c. Bahwa PIHAK PERTAMA bermaksud untuk mengungkapkan suatu informasi,
pengetahuan dan data, baik bersifat teknis maupun non-teknis kepada PIHAK
KEDUA berhubungan dengan hal sebagai berikut namun tidak terbatas pada
gagasan, metode, desain, teknologi, kekayaan intelektual, dan produk - produk
PIHAK PERTAMA secara umum (untuk selanjutnya disebut sebagai "Pokok
Permasalahan”).
d. Bahwa PARA PIHAK menjamin bahwa semua informasi, pengetahuan dan data
tentang Pokok Permasalahan yang diberikan dan disampaikan baik secara lisan,
tertulis, grafik, foto atau yang disampaikan melalui media elektronik atau informasi
dalam bentuk lainnya selama berlangsungnya pembicaraan dan/atau selama
pelaksanaan kegiatan penelitian akan diperlakukan sebagai rahasia dan akan dijaga
kerahasiannya dari pihak ketiga maupun pihak terafiliasi dari PARA PIHAK dan
akan dipergunakan hanya untuk kepentingan PARA PIHAK.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas PARA PIHAK bersedia untuk memberikan dan
menerima informasi, pengetahuan dan data tersebut dalam bentuk apapun yang:
a) berhubungan dengan Pokok Permasalahan dalam Kegiatan Penelitian ini,
b) diterima oleh PARA PIHAK, dan
c) ditentukan sebagai sesuatu rahasia, atau memiliki suatu nilai yang serupa atau
dimana pihak yang mengungkapkan informasi tersebut menyatakannya secara
tertulis pada saat menyampaikannya kepada pihak yang menerima, agar
diperlakukan sebagai sesuatu milik atau bilamana sifat dari data atau informasi
adalah serupa dengan itu maka pihak yang menerima harus memperlakukan data
atau informasi tersebut sebagai sesuatu yang rahasia. Pengungkapan suatu
informasi secara lisan akan dianggap sebagai milik pihak yang mengungkapkan
bilamana pihak yang mengungkapkan tersebut secara lisan menyatakan bahwa
informasi yang diungkapkan tersebut merupakan miliknya ataupun sesuatu yang
rahasia pada saat pengungkapan atau jika sifat dari informasi tersebut adalah serupa
maka pihak yang menerima pengungkapan informasi tersebut juga harus
memperlakukannya sebagai suatu informasi yang rahasia pula.

2. PIHAK KEDUA akan mempergunakan informasi, pengetahuan dan data, baik


bersifat teknis maupun non-teknis milik PIHAK PERTAMA tersebut hanya untuk
tujuan pelaksanaan Kegiatan Penelitian.

113
3. Perjanjian Kerahasiaan ini berlaku sejak tanggal sebagaimana tersebut di atas,
semua suatu informasi, pengetahuan dan data, baik bersifat teknis maupun non-
teknis rahasia yang telah diberikan oleh PARA PIHAK akan selalu menjadi rahasia
dan mengikat PARA PIHAK.

4. PIHAK KEDUA tidak akan mengungkapkan kepada pihak ketiga maupun pihak
terafiliasi atas sesuatu suatu informasi, pengetahuan dan data, baik bersifat teknis
maupun non-teknis rahasia yang telah diterimanya berdasarkan Pejanjian
Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual ini baik secara keseluruhan
ataupun sebagian dan PIHAK KEDUA menyatakan bahwa kewajiban tentang
kerahasiaan tersebut akan tetap berlaku dalam hal pengakhiran Kegiatan Penelitian
ini.

5. PIHAK KEDUA akan :

a. mempergunakan paling tidak dengan tingkat usaha perlindungan terhadap


informasi, pengetahuan dan data tersebut sebagaimana pihak yang menerima akan
melakukannya untuk menjaga suatu informasi, pengetahuan dan data miliknya
sepanjang bahwa tingkat perlindungan yang diberikan cukup layak untuk
mencegah adanya pengungkapan yang tidak tepat atau penggunaan yang tidak sah
atas Informasi tersebut;
b. membatasi akses terhadap informasi, pengetahuan dan data tersebut kepada pihak
lain yang memiliki kepentingan untuk mengetahui informasi, pengetahuan dan
data tersebut dan memberitahukan pihak lain yang telah memperoleh informasi
tersebut mengenai kewajiban-kewajiban mereka menurut Perjanjian Kerahasiaan
dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual ini, dan
c. atas penemuan sesuatu pengungkapan yang tidak tepat atau penggunaan yang tidak
sah atas informasi, pengetahuan dan data tersebut maka dengan segera akan
melakukan usaha-usaha yang layak untuk mencegah sesuatu pengungkapan atau
penggunaan yang tidak benar lebih lanjut terhadap informasi, pengetahuan dan
data tersebut.

6. Atas permintaan dari PIHAK PERTAMA atau setelah berakhirnya Kegiatan


Penelitian, yang mana yang terlebih dahulu, PIHAK KEDUA akan berhenti untuk
mempergunakan informasi, pengetahuan dan data yang diterimanya dari PIHAK
PERTAMA dan akan memusnahkan semua informasi, pengetahuan dan data
tersebut, termasuk sesuatu salinan dari informasi, pengetahuan dan data tersebut,
akan melengkapinya dengan suatu pemberitahuan tertulis mengenai pemusnahan
terhadap informasi, pengetahuan dan data tersebut kepada PIHAK PERTAMA atau
atas permintaan PIHAK PERTAMA, akan mengembalikan informasi tersebut
kepada PIHAK PERTAMA.

114
7. Semua bentuk ataupun informasi, pengetahuan dan data dalam bentuk apapun,
termasuk namun tidak terbatas kepada, dokumen-dokumen, gambar-gambar,
spesifikasi-spesifikasi, prototipe-prototipe, contoh-contoh dan hal lain-lain yang
serupa yang didapatkan dalam dan/ atau merupakan hasil Kegiatan Penelitian oleh
PARA PIHAK akan tetap menjadi milik dari PIHAK PERTAMA dan semua hak
atas kekayaan intelektual terhadap informasi, pengetahuan dan data tersebut akan
tetap menjadi milik PIHAK PERTAMA.

8. Tidak satupun yang terdapat dalam Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan


Kekayaan Intelektual ini yang merupakan :

a. sebagai kewajiban bagi PIHAK PERTAMA untuk mengungkapkan atau bagi


PIHAK KEDUA untuk menerima informasi, pengetahuan dan data tersebut,
kecuali jika informasi, pengetahuan dan data tersebut diperlukan untuk
pelaksanaan Kegiatan Penelitian.
b. memberikan jaminan kepada salah satu pihak suatu ijin, baik yang dinyatakan
secara langsung ataupun yang tidak secara langsung, untuk sesuatu hak paten, hak
cipta, rahasia dagang atau hak kekayaan intelektual lainnya yang pada saat ini atau
selanjutnya dimiliki, diperoleh atau diberikan ijin oleh pihak lainnya.

9. Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual ini hanya untuk keperluan
melindungi informasi, pengetahuan dan data dan bukan merupakan suatu perjanjian
kerjasama, persekutuan, usaha bersama, atau untuk mendirikan suatu bentuk perusahaan
atau suatu jenis entitas.

Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual ini berisikan keseluruhan


kesepakatan antara PARA PIHAK dan tidak dapat diubah dengan cara apapun kecuali
dengan perubahan secara tertulis yang ditandatangani oleh PARA PIHAK.
Demikian Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual ditandatangani
di Bandung, pada hari, tanggal, bulan, dan tahun sebagaimana dimaksud pada awal
Perjanjian Kerahasiaan dan Kepemilikan Kekayaan Intelektual ini.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA

Materai 6000

Prof.Dr. Ichsan Setya Putra Alvian Iqbal Hanif Nasrullah


Ketua Kelompok Keahlian N I M 13614013
Struktur Ringan FTMD-ITB

115
116

Anda mungkin juga menyukai