Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PENGOLAHAN DAN

TEKNOLOGI BAHAN PAKAN TERNAK 2021

Sonya Drestanata Tibiyan W.


195050107111067

KELAS L

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2021
MATERI I
HAY
BAB I

MATERI DAN METODE


1.1 Pengertian
Hay merupakan hijauan yang sengaja dipotong sebelum tua untuk
dikeringkan sampai kadar air 15-20% dalam waktu yang singkat kurang lebih 7
hari.
1.2 Prinsip

Menurunkan kadar air hijauan mencapai 15-20% dalam waktu singkat


kurang lebih 7 hari, agar mikroorganisme (jamur) tidak dapat tumbuh sehingga
dapat disimpan dalam waktu lama.

1.3 Tujuan
1. Sebagai pakan cadangan saat transportasi atau pada saat musim kemarau,
2. Sebagai pakan yang dapat menstimulasi fungsi dan kerja rumen,
3. Sebagai upaya mengawetkan pakan yang melimpah,
4. Sebagai sumber serat untuk pakan lengkap.
1.4 Alat

1. Timbangan, untuk menimbang semua jenis hijauan yang digunakan dalam


pembuatan hay.
2. Plastik besar, digunakan sebagai wadah.
3. Sabit, untuk memotong rumput gajah, rumput odot dan tebon jagung.
4. Tali rafia, untuk mengikat.
1.5 Bahan

1. Rumput gajah
2. Rumput odot
3. Tebon jagung

1.6 Prosedur Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang hijauan sebanyak 1 kg.
3. Dipotong atau dichoper hingga ukuran 2-5 cm.
4. Dikeringkan hingga kadar airnya 15-20% (7 hari).
5. Dilakukan uji dengan garam, apabila garamnya masih menggumpal berarti
kadar airnya masih tinggi.
6. Dikeringkan 7 hari.
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
7. Dihitung selisih beratnya dengan rumus × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙
1.7 Indikator Keberhasilan

1. Warna hijau pucat.


2. Batang dan daun tidak hancur.
3. Beraroma khas rumput segar.
4. Tidak berjamur.
5. Tekstur utuh.
6. Kering (kadar air 15-20%).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Ferreira, et al. (2018) menyatakan bahwa rumput gajah (Pennisetum
purpureum) merupakan salah satu rerumputan yang tersebar luas di daerah tropis
dan subtropis di dunia. Tanaman ini memiliki produksi hijauan dan nilai gizi yang
tinggi, sehingga penting untuk sistem pemotongan dan pengangkutan.
Menurut Trisnadewi, dkk. (2016) menyatakan bahwa prinsip dasar dari
pengawetan dengan cara dibuat hay adalah dengan cara mengeringkan hijauan, baik
secara alami (menggunakan sinar matahari) maupun menggunakan mesin
pengering (dryer) sehingga kandungan air hay sebesar 12-20%. Metode pembuatan
hay ada dua macam yaitu :
1. Metode hamparan merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara
menghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah
sinar matahari. Setiap hari hamparan dibalik-balik hingga kering.
2. Metode pod dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat
menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1-3 hari.

Menurut Subekti (2009) menyatakan bahwa ciri-ciri hay yang baik adalah
warna hijau kekuningan, tidak banyak daun yang rusak, bentuk daun masih utuh
atau jelas dan tidak kotor atau berjemur, serta tidak mudah patah bila batang dilipat
dengan tangan.
BAB III

PEMBAHASAN
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa bahan baku
untuk pembuatan hay ini adalah material atau hijauan yang dipotong sebelum tua,
seperti rumput gajah, rumput odot dan tebon jagung. Hal tersebut sesuai dengan
Ferreira, et al. (2018) yang berpendapat bahwa rumput gajah (Pennisetum
purpureum) merupakan salah satu rerumputan yang tersebar luas di daerah tropis
dan subtropis di dunia. Tanaman ini memiliki produksi hijauan dan nilai gizi yang
tinggi, sehingga penting untuk sistem pemotongan dan pengangkutan.
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis
metode pengeringan hay yaitu pengeringan dengan mesin pengering (dryer) dan
secara alami dengan penjemuran di bawah sinar matahari, contohnya metode
hamparan dan metode pod. Hal tersebut sesuai dengan Trisnadewi, dkk. (2016)
yang berpendapat bahwa prinsip dasar dari pengawetan dengan cara dibuat hay
adalah dengan cara mengeringkan hijauan, baik secara alami (menggunakan sinar
matahari) maupun menggunakan mesin pengering (dryer) sehingga kandungan air
hay sebesar 12-20%. Metode pembuatan hay ada dua macam yaitu metode
hamparan merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara menghamparkan
hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap
hari hamparan dibalik-balik hingga kering. Dan metode pod dilakukan dengan
menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur
selama 1-3 hari.

Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa indikator


keberhasilan pembatan hay yaitu warna hijau pucat, batang dan daun tidak hancur,
beraroma khas rumput segar, tidak berjamur, tekstur utuh dan kering (kadar air 15–
20%). Hal tersebut sesuai dengan Subekti (2009) yang berpendapat bahwa ciri-ciri
hay yang baik adalah warna hijau kekuningan, tidak banyak daun yang rusak,
bentuk daun masih utuh atau jelas dan tidak kotor atau berjemur, serta tidak mudah
patah bila batang dilipat dengan tangan.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan

• Hay adalah hijauan yang sengaja dipotong sebelum tua untuk dikeringkan
sampai kadar air 15-20% dalam waktu singkat. Bahan baku utama
pembuatan hay adalah material atau hijauan seperti rumput gajah, rumput
odot dan tebon jagung.
• Metode pengeringan pada hay dibagi menjadi 2 jenis yaitu pengeringan
dengan menggunakan mesin (dryer) dan secara alami dengan penjemuran
di bawah sinar matahari. Metode penjemuran dibagi menjadi 2 jenis yaitu
metode hamparan merupakan metode sederhana dan metode pod
menggunakan rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur.
• Indikator keberhasilan pembuatan hay dapat dilihat dari ciri-ciri fisikanya
yaitu bewarna hijau pucat, betuk batang dan daun masih terlihat jelas,utuh
dan tidak rusak, tidak kotor atau berjamur dan tidak mudah patah bila dilipat
dengan menggunakan tangan.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kedepannya adalah agar pengerjaan tugas seperti
penulisan laporan sementara dapat dilakukan dengan diketik atau dikerjakan di
Microsoft word agar lebih efisien dan tidak menghambur-hamburkan kertas yang
dapat menyebabkan timbulnya sampah.
DAFTAR PUSTAKA

Ferreira, E. A., J. G. de Abreu, J. C. Martinez, T. G. d. S. Braz, and D. P. Ferreira.


2018. Cutting Ages of Elephant Grass for Chopped Hay Production. Pesq.
Agropec. Trop. 48(3): 245-253.

Subekti, E. 2009. Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian.


5(2): 63-71.
Trisnadewi, A. A. A. S., I. G. L. O. Cakra, T. G. B. Yadnya, I. K. M. Budiasa, I. W.
Suarna, dan I. D. G. A. Udayana. 2016. Teknologi Pengawetan Hijauan
Sebagai Alternatif Peningkatan Ketersediaan Pakan Di Desa Sebudi
Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem. Jurnal Udayana Mengabdi.
15(3): 203-208.
LAMPIRAN
MATERI II
SILASE
BAB I

MATERI DAN METODE


1.1 Pengertian
Silase merupakan hijauan makanan ternak yang diawetkan dalam bentuk
segar dengan kadar air antara 60-70%, dalam suasana asam, tanpa O₂ (anaerob) dan
disimpan pada silo.
1.2 Prinsip

Mencapai suasana asam stabil yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
untuk mengawetkan silase dan mencegah aktifitas mikroba lain.
1.3 Tujuan

1. Untuk menyimpan bahan pakan yang berlebih saat musim hujan,


2. Untuk persediaan pakan saat musim kemarau,
3. Untuk memanfaatkan sisa-sisa hasil pertanian.
1.4 Alat
1. Timbangan, untuk menimbang bahan yang digunakan seperti rumput gajah,
rumput odot dan tebon jagung.
2. Ember cat 5 kg, sebagai silo (tempat menyimpan hasil pertanian).
3. Tali rafia, untuk mengikat.
4. Plastik besar, sebagai wadah.
5. Karet ban, untuk menutup ember atau silo.
1.5 Bahan
1. Rumput gajah.
2. Rumput odot.
3. Tebon jagung.
4. Molases, sebagai sumber energi untuk mikroorganisme.
5. EM₄, sebagai mikroorganisme.
1.6 Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan.


2. Ditimbang hijauan masing-masing sebanyak 1 kg sesuai perlakuan.
3. Dipotong atau dichoper hingga ukuran 2-5 cm.
4. Dimasukkan kedalam plastik besar.
5. Ditimbang molases sesuai perlakuan dari sampel hijauan.
6. Ditimbang EM₄ sesuai dengan perlakuan.
7. Dicampurkan molases dan EM₄ dengan hijauan.
8. Dimasukkan dalam trashbag/plastic besar.
9. Dimasukkan kedalam ember cat/silo dan dimampatkan udara plastic besar,
serta diikat dengan tali rafia.
10. Ditutup rapat ember/silo dengan menggunakan karet ban.
11. Diinkubasi selama 21 hari dan diamati indikator keberhasilannya.
Ditimbang EM₄ sesuai dengan perlakuan.
1.7 Indikator Keberhasilan

• Baik
1. Asam atau pH antara 3,8 – 4,2,
2. Tekstur yang halus,
3. Berwarna hijau kecoklatan atau warna coklat terang,
4. Apabila dikepal tidak keluar air dan bau,
5. Kadar air 60-70%,
6. Baunya wangi,
7. Dan tidak ada jamur.
• Buruk
1. Berlendir,
2. Berjamur,
3. Basah,
4. Warna coklat kehitaman.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Sulistyo, dkk. (2020) menyatakan bahwa rumput gajah banyak
ditanam oleh peternak karena tahan kering, produktivitas tinggi dan memiliki nilai
kandungan gizi tinggi (PK 7-13%) nilai kecernaan (55-70%), sehingga berpotensial
untuk dijadikan hijauan awetan berupa silase.
Menurut Landupari, dkk. (2020) menyatakan bahwa salah satu bahan yang
sering digunakan dalam pembuatan silase adalah molasses yang merupakan hasil
sampingan dari pembuatan gula pasir dari tebu yang mempunyai sifat menyedapkan
bahan makanan ternak. Molasses sering disebut tetes tebu. Tetes tebu rendah
protein dan dalam proses silase protein sangat diperlukan untuk dirombak menjadi
amoniak, asam amino, asam asetat.
Menurut Mehmood, et al. (2020) menyatakan bahwa warna silase kualitas
terbaik adalah dari emas hingga coklat muda.
BAB III

PEMBAHASAN
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa silase
merupakan hijauan makanan ternak yang diawetkan dalam bentuk segar dengan
kadar air 60-70%, dalam suasana asam dan anaerob. Jenis hijauan yang digunakan
antara lain rumput gajah, rumput odot dan tebon jagung. Hal terserbut sesuai
dengan Sulistyo, dkk. (2020) yang berpendapat bahwa rumput gajah banyak
ditanam oleh peternak karena tahan kering, produktivitas tinggi dan memiliki nilai
kandungan gizi tinggi (PK 7-13%) nilai kecernaan (55-70%), sehingga berpotensial
untuk dijadikan hijauan awetan berupa silase.

Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada


pembuatan silase terdapat bahan pengawet yang bertujuan untuk mempercepat
penurunan pH untuk media bakteri (bahan makanan). Bahan pengawet hendaknya
merupakan karbohidrat yang mudah terfermentasikan seperti tetes, dedak, jagung
dsb. Hal tersebut sesuai dengan Landupari, dkk. (2020) yang berpendapat bahwa
salah satu bahan yang sering digunakan dalam pembuatan silase adalah molasses
yang merupakan hasil sampingan dari pembuatan gula pasir dari tebu yang
mempunyai sifat menyedapkan bahan makanan ternak. Molasses sering disebut
tetes tebu. Tetes tebu rendah protein dan dalam proses silase protein sangat
diperlukan untuk dirombak menjadi amoniak, asam amino, asam asetat.
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa indikator
keberhasilan silase dapat diketahui, silase dikatakan baik jika asam atau pH antara
3,8-4,2, tekstur yang halus, berwarna hijau kecoklatan atau warna coklat terang,
apabila dikepal tidak keluar air dan abu, kadar air 60-70%, baunya wangi dan tidak
berjamur. Sedangkan silase yang buruk memiliki ciri-ciri berlendir, berjamur, basah
dan bewarna coklat kehitaman. Hal tersebut sesuai dengan Mehmood, et al. (2020)
yang berpendapat bahwa warna silase kualitas terbaik adalah dari emas hingga
coklat muda.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan

• Salah satu jenis hijauan yang sering digunakan dalam pembuatan silase
adalah rumput gajah karena tahan kering, produktivitas tinggi dan memiliki
nilai kandungan gizi tinggi (PK 7-13%) nilai kecernaan (55-70%), sehingga
berpotensial untuk dijadikan hijauan awetan berupa silase.
• Bahan pengawet yang sering digunakan dalam pembuatan silase adalah
molasses karena mempunyai sifat menyedapkan bahan makanan ternak.
Molasses sering disebut tetes tebu.
• Silase dikatakan baik jika asam atau pH antara 3,8-4,2, tekstur yang halus,
berwarna hijau kecoklatan atau warna coklat terang, apabila dikepal tidak
keluar air dan abu, kadar air 60-70%, baunya wangi dan tidak berjamur.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kedepannya adalah praktikum IPTEK seperti saat ini
dalam penyampaian materi bisa dipertahankan. Karena sangat membantu praktikan
memahami setiap materinya dan menambah ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi
mengenai pengolahan bahan pakan ternak.
DAFTAR PUSTAKA

Landupari, M., A. H. B. Foekh, dan K. B. Utami. 2020. Pembuatan Silase Rumput


Gajah Odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) dengan Penambahan
Berbagai Dosis Molasses. Jurnal Peternakan Indonesia. 22(2): 249-253.

Mehmood, T., Z. Ul-Haq, S. Mahmood, M. K. Nawaz, H. M. Asam, and M. K.


Shafi. 2020. Forage Preservation Technology For Sustainable Livestock
Industry in Rainfed Areas of Pakistan: A Review. Pure and Applied
Biology. 9(3): 1849-1855.
Sulistyo, H. E., I. Subagiyo, dan E. Yulinar. 2020. Kualitas Silase Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum) Dengan Penambahan Jus Tape Singkong. Jurnal
Nutrisi Ternak Tropis. 3(2): 63-70.
LAMPIRAN
MATERI III
JERAMI PADI UREA AMONIASI
BAB I

MATERI DAN METODE


1.1 Pengertian
Jerami Padi Urea Amoniasi (JUA) merupakan pemeraman jerami melalui
perlakuan kimia dengan menggunakan urea sebagai bahan aditif yang berfungsi
untuk meningkatkan daya cerna nutrient dan kandungan protein kasar.
1.2 Prinsip

Melonggarkan atau membebaskan ikatan hidrogen antara lignin, selulosa


dan hemiselulosa yaitu dengan memutus ikatan hidrogen antara lignin dengan
selulosa dengan hemiselulosa sehingga dapat meningkatkan daya cerna dan
kandungan protein kasar.
1.3 Tujuan
1. Meningkatkan daya cerna nutrient,
2. Meningkatkan kandungan protein kasar,
3. Mengawetkan jerami agar tidak rusak (berjamur) selama penyimpanan,
4. Meningkatkan kualitas pakan.

1.4 Alat
1. Timbangan, untuk menimbang jerami padi dan urea.
2. Gelas ukur, untuk mengukur atau menakar bahan yang digunakan.
3. Trash bag, sebagai tempat menyimpan jerami.
4. Baskom, sebagai wadah.
5. Tali rafia, untuk mengikat trash bag.
6. Kertas labeh, sebagai tempat meletakkan keterangan pada sampel agar tidak
tertukar.
1.5 Bahan

1. Jerami padi, sebagai bahan utama.


2. Urea, sebagai bahan aditif untuk meningkatkan daya cerna nutrient dan
kandungan protein kasar.
3. Air, untuk melarutkan urea.
1.6 Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan.


2. Ditimbang jerami sesuai perlakuan sebanyak 500 gram.
3. Ditimbang urea sesuai perlakuan, sebanyak 4% dari berat kering jerami
padi.
4. Ditambahkan air dengan perbandingan BK jerami yang digunakan.
5. Disiram larutan urea ke jerami secara merata.
6. Dimasukkan ke dalam plastik (trash bag), ditutup, dan diikat.
7. Disimpan selama 7-10 hari dan diamati indikator keberhasilannya.
1.7 Indikator Keberhasilan

1. Berwarna kuning kecoklatan.


2. Teksturnya lunak.
3. Berbau ammonia.
4. Tidak berjamur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Dolberg (1992) menyatakan bahwa urea (5% urea diukur pada
jerami kering udara) dilarutkan dalam air dan ditaburkan di atas lapisan jerami.
Jumlah air dapat berkisar dari 0,3 hingga 1 liter air per 1 kg jerami kering udara
dengan minimum diterapkan di daerah dengan kelangkaan air.
Menurut Sriyani, dkk. (2016) menyatakan bahwa langkah-langkah dalam
pembuatan jerami amoniasi yaitu jerami padi ditimbang sesuai dengan jumlah yang
diperlukan dipotong-potong dengan ukuran sekitar 5-10 cm. Urea sebanyak 6% dari
bobot jerami padi dilarutkan pada air bersih. Jumlah air bersih yang diperlukan
sebanding dengan jumlah jerami padi yang digunakan, misalnya jerami padi 50 kg,
diperlukan air 50 liter. Selanjutnya jerami padi yang telah dipotong-potong di sebar
sehingga membentuk lapisan setebal 10-20 cm. Jerami ini selanjutnya disemprot
dengan larutan urea secara merata, selanjutnya dibuat lapisan berikut sehingga
jerami padi tersusun sedemikian rupa membentuk tumpukan ke atas. Setelah
penumpukan jerami selesai, ditutup dengan rapat menggunakan plastik dan
disimpan selama tiga minggu (21 hari). Setelah penyimpanan, tutup dibuka,
dikering anginkan dan jerami padi amoniasi dapat digunakan sebagai pakan ternak
ruminansia.

Menurut Ilham, dkk. (2018) menyatakan bahwa berdasarkan hasil


pengamatan kualitas fisik jerami padi amoniasi secara organoleptik diperoleh warna
coklat muda atau kecoklatan, bau amoniak disebabkan suasana basa selama proses
amoniasi mengakibatkan urea yang memiliki rumus CO(NH₂)₂ diubah menjadi NH₃
(ammonia) sehingga terserap oleh jerami padi, tekstur halus disebabkan ikatan
lignin, sellulosa dan silika pada dinding jerami lepas, ditemukan sedikit fungi atau
jamur pada bagian atas dan pinggir tumpukan namun dibagian tengah tidak ada.
BAB III

PEMBAHASAN
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa amoniasi dapat
dilakukan dengan dua metode yaitu metode basah dan metode kering. Pada metode
basah dibuat silo (didalam atau di atas tanah) kemudian dihamparkan lembaran
plastik. Jerami yang telah diketahui bahan keringnya ditaburkan berlapis-lapis dan
diinjak-injak atau dipadatkan. Setiap lapis disiram secara rata atau proporsional
dengan larutan urea 4%. Perbandingan BK jerami : air : urea = 1 : 1 : 0,04.
Penggunaan urea = 4% BK jerami padi. Untuk jerami padi kering 100 kg (missal
kandungan BK nya 90%), maka dibutuhkan air sekitar 90 liter dan urea 3,6-4 kg.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Dolberg (1992) yang berpendapat bahwa urea (5%
urea diukur pada jerami kering udara) dilarutkan dalam air dan ditaburkan di atas
lapisan jerami. Jumlah air dapat berkisar dari 0,3 hingga 1 liter air per 1 kg jerami
kering udara dengan minimum diterapkan di daerah dengan kelangkaan air.
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa prosedur
pembuatan jerami padi urea amoniasi dilakukan secara bertahap mulai dari
disiapkannya alat dan bahan, ditimbang jerami sesuai perlakuan sebanyak 500
gram, ditimbang urea sesuai perlakuan, sebanyak 4% dari berat kering jerami padi,
di itambahkan air dengan perbandingan BK jerami yang digunakan, disiram larutan
urea ke jerami secara merata, dimasukkan ke dalam plastik (trash bag), ditutup, dan
diikat, dan sampai disimpannya jerami padi urea amoniasi selama 7-10 hari dan
diamati indikator keberhasilannya.Hal tersebut tidak sesuai dengan Sriyani, dkk.
(2016) yang berpendapat bahwa langkah-langkah dalam pembuatan jerami
amoniasi yaitu jerami padi ditimbang sesuai dengan jumlah yang diperlukan
dipotong-potong dengan ukuran sekitar 5-10 cm. Urea sebanyak 6% dari bobot
jerami padi dilarutkan pada air bersih. Jumlah air bersih yang diperlukan sebanding
dengan jumlah jerami padi yang digunakan, misalnya jerami padi 50 kg, diperlukan
air 50 liter. Selanjutnya jerami padi yang telah dipotong-potong di sebar sehingga
membentuk lapisan setebal 10-20 cm. Jerami ini selanjutnya disemprot dengan
larutan urea secara merata, selanjutnya dibuat lapisan berikut sehingga jerami padi
tersusun sedemikian rupa membentuk tumpukan ke atas. Setelah penumpukan
jerami selesai, ditutup dengan rapat menggunakan plastik dan disimpan selama tiga
minggu (21 hari). Setelah penyimpanan, tutup dibuka, dikering anginkan dan jerami
padi amoniasi dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia.
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa jerami padi
urea amoniasi yang baik bewarna kuning kecoklatan, teksturnya lunak, berbau
ammonia dan tidak berjamur. Hal tersebut sesuai dengan Ilham, dkk. (2018) yang
berpendapat bahwa kualitas fisik jerami padi amoniasi secara organoleptik
diperoleh warna coklat muda atau kecoklatan, bau amoniak disebabkan suasana
basa selama proses amoniasi mengakibatkan urea yang memiliki rumus CO(NH₂)₂
diubah menjadi NH₃ (ammonia) sehingga terserap oleh jerami padi, tekstur halus
disebabkan ikatan lignin, sellulosa dan silika pada dinding jerami lepas, ditemukan
sedikit fungi atau jamur pada bagian atas dan pinggir tumpukan namun dibagian
tengah tidak ada.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan

• Amoniasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode basah dan
metode kering. Pada metode basah jumlah atau presentase urea yang
digunakan berbeda-beda, ada yang memakai urea 4% dan ada juga yang
memakai urea 5% tentunya hal ini juga berpengaruh terhadap hasil akhir
pembuatan jerami padi.
• Prosedur kerja pembuatan jerami padi urea amoniasi yang perlu disiapkan
adalah alat dan bahan, setelahnya dilakukan penimbangan jerami sesuai
dengan jumlah yang dibutuhkan, selanjutnya dibuat larutan urea dengan
cara mencampurkan urea yang telah ditimbang dengan air. Kemudian
dibentuk lapisan jerami padi dan disemprotkan larutan urea pada setiap
lapisnya. Setelahnya tumpukan jerami padi ditutup dan dibiarkan selama
beberapa hari. Waktu pemeraman yang baik berkisar antara 10-21 hari.
Selanjutnya jerami padi urea amoniasi dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ternak.
• Jerami padi urea amoniasi yang baik dan dapat digunakan sebagai pakan
ternak memiliki ciri-ciri berwarna kuning kecoklatan, teksturnya lunak,
berbau ammonia dan tidak terdapat jamur.
4.2 Saran
Saran untuk praktikum IPTEK berikutnya agar diberi waktu praktikum yang
cukup lama pada saat sesi tanya jawab. Karena masih banyak praktikan yang ingin
bertanya mengenai materi yang belum dipahami.
DAFTAR PUSTAKA

Dolberg, F. 1992. Progress in the Utilization of Urea-Ammonia Treated Crop


Residues: Biological and Socio-Economic Aspects of Animal Production
and Application of the Technology on Small Farms. Livestock Research for
Rural Development. 4(2): 1-18.
Ilham, F., M. Sayuti, dan T. A. E. Nugroho. 2018. Peningkatan Kualitas Jerami Padi
Sebagai Pakan Sapi Potong Melalui Amoniasi Menggunakan Urea Di Desa
Timbuolo Tengah Provinsi Gorontalo. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat. 24(2): 717-722.
Sriyani, N. L. P., N. T. Ariana, A. A. Oka, dan I. A. P. Utami. 2016. Pelatihan
Teknologi Jerami Amoniasi Untuk Pakan Ternak Sapi Bali Dalam Rangka
Mendukung Program Simantri Pada Kelompok Ternak “Widhya Semesti”
Desa Anturan-Buleleng. Jurnal Udayana Mengabdi. 15(3): 247-251.
LAMPIRAN
MATERI IV
TEKNOLOGI FERMENTASI
BAB I

MATERI DAN METODE


1.1 Pengertian
Fermentasi adalah penyimpanan substrat dalam keadaan anaerob dengan
menanamkan mikroorganisme didalamnya dan dilanjutkan dengan inkubasi pada
suhu, waktu dan kelembaban tertentu.
1.2 Faktor Fermentasi

• Fermen : mikroorganisme yang digunakan.


• Fermentasi : prosesnya
• Fermentor : media atau substrat yang digunakan.
1.3 Syarat Fermentasi
1. Mikroba
Bahan pakan yang digunakan untuk fermentasi harus steril dari mikroba
pathogen.
2. Substrat
Harus sesuai dengan starter yang digunakan.
3. Suhu : 30-40℃
4. Kelembaban lebih dari 70%
5. Kondisi lingkungan fakultatif anaerob
1.4 Prinsip

Adanya aktivitas mikroba (jamur, kapang dan yeast serta bakteri) yang
diberikan sebagai inokulum atau starter di dalam bahan pakan akan menghasilkan
proses fermentasi sesuai dengan persyaratan yang diperlukan dalam proses
fermentasi.
1.5 Tujuan
1. Untuk mengetahui aktifitas mikroorganisme untuk fermentasi,
2. Meningkatkan nilai nutrisi terutama protein,
3. Menurunkan kandungan serat kasar.
1.6 Alat

1. Nampan, sebagai tempat atau wadah meletakkan bahan-bahan yang


digunakan.
2. Timbangan, untuk menimbang bahan.
3. Kertas label, sebagai tempat meletakkan keterengan pada setiap sampel
agar tidak tertukar.
4. Plastik klip, sebagai tempat atau wadah fermentasi.
5. Sarung tangan, sebagai pelindung agar bahan tidak terkontaminasi
langsung dengan tangan sehingga menyebabkan kegagalan.
1.7 Bahan
1. Bekatul
2. Bungkil Kedelai
3. Dedak
4. Ragi Tape
5. Ragi Tempe
6. Ragi Roti
7. Air Hangat

1.8 Prosedur Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang bahan pakan (bekatul, dedak dan bungkil kedelai) masing-
masing sebanyak 150 gram.
3. Ditimbang ragi sesuai perlakuan dari bahan pakan.
4. Dimasukkan bahan pakan utama ke dalam nampan.
5. Diberi air hangat secukupnya lalu dihomogenkan dan ditunggu sampai
dingin.
6. Dimasukkan ke plastik klip, diberi lubang dan label pada plastik.
7. Diinkubasi pada 0 jam, 24 jam dan 48 jam. Selanjutnya diamati indikator
keberhasilannya.
1.9 Indikator Keberhasilan

a. Tekstur
• Remah : biasanya baru dibuat (+)
• Agak Keras : di pertengahan inkubasi (++)
• Keras : ketika fermentasi sudah selesai (+++)
b. Aroma
• Bahan pakan (+)
• Sedikit fermentasi (++)
• Fermentasi (+++)
c. Miselia
• Tidak ada, awal pembuatan fermentasi (+)
• Sedang, di pertengahan inkubasi (++)
• Banyak, ketika fermentasi sudah selesai (+++)
d. Suhu
• Dingin, ketika baru dibuat.
• Sedang, selama proses inkubasi.
• Hangat, ketika miselia sudah banyak dan diakhir fermentasi.
e. Warna
• Warna bahan pakan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Istiqomah, et al. (2010) menyatakan bahwa dedak padi merupakan
salah satu limbah pertanian yang paling melimpah dan tersedia secara lokal yang
mengandung bahan variabel seperti karbohidrat yang mungkin digunakan sebagai
karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan jamur dalam produksi protein sel
tunggal.

Menurut Pasaribu (2007) menyatakan bahwa mikroorganisme yang


digunakan dalam proses fermentasi sangat beraneka ragam seperti; kapang, bakteri,
maupun campuran bakteri dengan kapang. Pada umumnya, proses fermentasi pada
limbah pertanian menggunakan A. niger, karena A. niger mudah didapat atau
diproduksi, mudah beradaptasi pada substrat yang akan ditanami.
Menurut Hatmiko, dkk. (2014) menyatakan bahwa indikasi yang
menunjukkan keberhasilan proses fermentasi yang utama adalah aroma. Aroma
wangi akan muncul jika proses fermentasi berhasil, tetapi aroma busuk akan
muncul jika fermentasi pakan belum berhasil. Selama 12 jam aroma wangi sudah
tercium, tetapi untuk memaksimalkan aroma wangi dan tekstur dari bahan pakan
maka 2 hari menjadi pilihan yang tepat.
BAB III

PEMBAHASAN
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa teknologi
fermentasi bahan pakan yang digunakan adalah bahan pakan sumber energi atau
karbohidrat, bahan pakan sumber protein, bahan pakan sumber serat atau jerami,
ragi tape, ragi tempe, ragi roti, dll. Contoh bahan pakan yang digunakan bekatul,
bungkil kedelai, dedak. Hal tersebut sesuai dengan Istiqomah, et al. (2010) yang
berpendapat bahwa dedak padi merupakan salah satu limbah pertanian yang paling
melimpah dan tersedia secara lokal yang mengandung bahan variabel seperti
karbohidrat yang mungkin digunakan sebagai karbon dan sumber energi untuk
pertumbuhan jamur dalam produksi protein sel tunggal.
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa bakteri yang
digunakan pada proses fermentasi berasal dari ragi yaitu ragi tape, ragi tempe, ragi
roti. Ragi adalah makhluk hidup (yeast), biasanya mengandung mikroorganisme
yang melakukan fermentasi dan media biakan bagi mikroorganisme tersebut. Hal
tersebut sesuai dengan Pasaribu (2007) yang berpendapat bahwa mikroorganisme
yang digunakan dalam proses fermentasi sangat beraneka ragam seperti; kapang,
bakteri, maupun campuran bakteri dengan kapang. Pada umumnya, proses
fermentasi pada limbah pertanian menggunakan A. niger, karena A. niger mudah
didapat atau diproduksi, mudah beradaptasi pada substrat yang akan ditanami.
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahu bahwa indikator
keberhasilan dari teknologi fermentasi adalah tekstur keras, aroma khas fermentasi,
ditemukan banyak miselia ketika fermentasi sudah selesai, suhu hangat dan warna
seperti warna bahan pakan. Hal tersebut sesuai dengan Hatmiko, dkk. (2014) yang
berpendapat bahwa indikasi yang menunjukkan keberhasilan proses fermentasi
yang utama adalah aroma. Aroma wangi akan muncul jika proses fermentasi
berhasil, tetapi aroma busuk akan muncul jika fermentasi pakan belum berhasil.
Selama 12 jam aroma wangi sudah tercium, tetapi untuk memaksimalkan aroma
wangi dan tekstur dari bahan pakan maka 2 hari menjadi pilihan yang tepat.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan

• Bahan pakan yang digunakan pada fermentasi adalah bahan pakan yang
mengandung sumber energi, sumber protein, sumber serat, dll contohnya
seperti dedak padi, merupakan salah satu limbah pertanian yang paling
melimpah dan tersedia secara lokal yang mengandung bahan variabel
seperti karbohidrat.
• Mikroorganisme yang digunakan pada proses fermentasi berasal dari ragi.
Ragi atau yeast biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan
fermentasi.
• Indikator keberhasilan teknologi fermentasi dapat dilihat dari aromanya,
Aroma wangi akan muncul jika proses fermentasi berhasil, tetapi aroma
busuk akan muncul jika fermentasi pakan belum berhasil.
4.2 Saran
Saran untuk praktikum kedepannya adalah waktu yang disediakan untuk
mengerjakan laporan agar lebih panjang lagi, karena terlalu dekat dengan
pengerjaan laporan praktikum mata kuliah lain yang lebih dulu ditugaskan, agar
praktikan dapat lebih maksimal jika diberi waktu yang panjang dalam mengerjakan
laporan.
DAFTAR PUSTAKA

Hatmiko, S. P., N. Cholis, dan B. Soejosopoetro. 2014. Pengaruh Pakan Fermentasi


Menggunakan Bakteri azotobachter Terhadap pH, Daya Mengikat Air, dan
Susut Masak Daging Kelinci. setyopriyo11@gmail.com. 01 Mei 2021
(21:00).
Istiqomah, L., A. Febrisiantosa, A. Sofyan, and E. Damayanti. 2010.
Implementation of Fermented Rice Bran as A Flavor Enhancer Additive and
Its Effect on Feed Utilization and Beef Cattle Performance. International
Seminar on Tropical Animal Production. 109-114.
Pasaribu, T. 2007. Produk Fermentasi Limbah Pertanian Sebagai Bahan Pakan
Unggas Di Indonesia. WARTAZOA. 17(3): 109-116.
LAMPIRAN
MATERI V
UREA MOLASSES BLOCK
(UMB)
BAB I
MATERI DAN METODE
1.1 Pengertian
UMB merupakan pakan tambahan atau feed supplement untuk ternak
ruminansia yang bentuknya padat, keras dan kaya akan sumber zat-zat nutrisi
pakan, terutama sumber N. UMB biasa dikenal dengan sebutan permen jilat untuk
ternak.

1.2 Prinsip
Dengan mencampurkan semua bahan-bahan suplemen dan dibentuk
sedemikian rupa sehingga menjadi padat dan keras.

1.3 Tujuan
1. Untuk memperbaiki nilai gizi pakan,
2. Untuk mengoptimalkan kinerja dari mikroba rumen dengan pemberian
pakan supplement,
3. Untuk meningkatkan produksi dan perbaikan kinerja reproduksi,
4. Untuk menghindarkan ternak dari kekurusan yang disebabkan oleh
rendahnya nilai gizi pakan ternak (malnutrisi).
1.4 Alat
1. Timbangan, untuk menimbang bahan-bahan yang digunakan.
2. Baskom, sebagai wadah.
3. Platik, untuk melapisi cetakan.
4. Cetakan, sebagai wadah untuk mencetak bentuk umb.
5. Sarung tangan, untuk melindungi kontaminasi langsung dengan bahan yang
digunakan agar tetap steril.
6. Kertas label, sebagai tempat meletakkan keterengan pada setiap sampel
agar tidak tertukar.
1.5 Bahan

1. Bahan Pengisi (Filler)


Ada 2 jenis yaitu bekatul dan pollard.
2. Molasses
Sebagai bahan utama dan sumber energi/ RAC (karbohidrat yang mudah
terfermentasi) bagi mikroba.
3. Garam, sebagai sumber mineral.
4. Urea, sebagai sumber N.
5. Semen, sebagai bahan pengikat atau pengeras.
6. Mineral Mix, sebagai sumber mineral.

1.6 Prosedur Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang bahan sesuai proporsi.
3. Dicampurkan bahan-bahan proporsi kecil (yaitu : semen, garam dan mineral
mix).
4. Dicampurkan bahan-bahan dengan proporsi besar (pollard dan bekatul).
5. Dihaluskan urea, dilarutkan ke molasses.
6. Dicampurkan semua bahan.
7. Dilapisi cetakan dengan plastik.
8. Dimasukkan bahan yang sudah tercampur kedalam cetakan dan dipadatkan.
9. Dikeluarkan dari cetakan (secara perlahan agar tidak hancur).
10. Diambil dan dijemur sampai teksturnya keras dan kering (kadar airnya
menurun).
11. Diamati indikator keberhasilannya.

1.7 Indikator Keberhasilan


1. Warna
• Coklat gelap (+)
• Coklat terang (++)
2. Tidak berbau ammonia atau baunya sedikit molasses.
3. Kepadatan
• Berongga (+)
• Padat (++)
4. Tekstur
• Lunak, berjamur (+)
• Keras, tidak berjamur (++)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Ace, dkk. (2007) menyatakan bahwa Urea Molasses Block (UMB)
adalah pakan tambahan (supplement) untuk ternak ruminansia berbentuk padat dan
kaya dengan zat-zat makanan yang dibuat dari bahan utama berupa Molasses (tetes
tebu) sebagai sumber energi, pupuk urea sebagai sumber nitrogen (protein) dan
bahan-bahan lain sebagai sumber pengisi. Bahan-bahan pengisi ini diantaranya
(dedak padi, ampas tapioca, bungkil kelapa sawit).
Menurut Danung, et al. (2017) menyatakan bahwa bahan dasar molase,
kotoran ayam petelur, dedak padi, batu gamping, semen, batu bata, garam, air, urea,
dan campuran mineral. Peralatan pokok untuk pembuatan blok urea-molase limbah
unggas kering (DPW-UMB) adalah sarung tangan, ember kapasitas 10.000 gram,
plastic 500 gram, UMB-blok 500 gram bentuk bulat dan love, alat pengepres, dan
timbangan analitik.
Menurut Nuningtyas, dkk. (2019) menyatakan bahwa urea molasses block
(UMB) yang bagus berwarna cokelat matang. Aroma UMB yang baik memiliki
aroma yang segar dan tidak tengik. Pakan yang baik tidak ditumbuhi miselia atau
jamur.
BAB III

PEMBAHASAN
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa molasses
merupakan bahan utama dan sumber energi/RAC (karbohidrat yang mudah
terfermentasi) bagi mikroba, selain itu bekatul dan pollard merupakan bahan
pengisi (filler) dalam pembuatan UMB. Hal tersebut sesuai dengan Ace, dkk.
(2007) yang berpendapat bahwa Urea Molasses Block (UMB) adalah pakan
tambahan (supplement) untuk ternak ruminansia berbentuk padat dan kaya dengan
zat-zat makanan yang dibuat dari bahan utama berupa Molasses (tetes tebu) sebagai
sumber energi, pupuk urea sebagai sumber nitrogen (protein) dan bahan-bahan lain
sebagai sumber pengisi. Bahan-bahan pengisi ini diantaranya (dedak padi, ampas
tapioca, bungkil kelapa sawit).
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa alat yang
digunakan antara lain timbangan, baskom, plastik, cetakan, sarung tangan, dan
kertas label. Sedangkan untuk bahan yang digunakan adalah bekatul dan pollard
(sebagai bahan pengisi), molasses (sebagai bahan utama), garam, urea, semen, dan
mineral mix. Hal tersebut sesuai dengan Danung, et al. (2017) yang berpendapat
bahwa bahan dasar molase, kotoran ayam petelur, dedak padi, batu gamping,
semen, batu bata, garam, air, urea, dan campuran mineral. Peralatan pokok untuk
pembuatan blok urea-molase limbah unggas kering (DPW-UMB) adalah sarung
tangan, ember kapasitas 10.000 gram, plastik 500 gram, UMB-blok 500 gram
bentuk bulat dan love, alat pengepres, dan timbangan analitik.

Pada praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa indikator


keberhasilan UMB adalah UMB yang baik berwarna coklat terang, tidak berbau
ammonia atau baunya sedikit molasses, padat, keras dan tidak berjamur. Hal
tersebut sesuai dengan Nuningtyas, dkk. (2019) yang berpendapat bahwa urea
molasses block (UMB) yang bagus berwarna cokelat matang. Aroma UMB yang
baik memiliki aroma yang segar dan tidak tengik. Pakan yang baik tidak ditumbuhi
miselia atau jamur.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan

• Molasses merupakan bahan utama dalam pembuatan UMB dan merupakan


sumber energi/RAC (karbohidrat yang mudah terfermentasi) bagi mikroba.
• Dalam pembuatan UMB alat yang biasa digunakan yaitu timbangan,
baskom, plastik, sarung tangan, cetakan dan kertas label. Sedangkan bahan-
bahan yang diperluka antara lain bekatul dan pollard (sebagai bahan
pengisi), molasses (bahan utama), garam, urea, semen dan mineral.
• Kualitas UMB yang baik adalah berwarna coklat terang, tidak berbau
tengik, padat keras dan tidak ditumbuhi jamur.
4.2 Saran
Saran untuk praktikum IPTEK kedepannya adalah semoga semakin baik
dan membantu praktikan untuk memahi materi tentang pengolahan bahan pakan
bagi ternak.
DAFTAR PUSTAKA

Ace, I. S., R. Krisna, dan E. Saepudin. 2007. Pengaruh “Urea Molasses Block”
(UMB) Terhadap Peningkatan Produksi Susu. Jurnal Penyuluhan
Pertanian. 2(1): 1-5.

Danung, N. A., O. Sjofjan, and Mashudi. 2017. Nutrient Content Evaluation of


Dried of Poultry Waste Urea-Molasses Block (DPW-UMB) on Proximate
Analysis. JITP. 5(3): 72-76.

Nuningtyas, Y. F., P. H. Ndaru, dan A. N. Huda. 2019. Pengaruh Perbedaan


Molases Sebagai Penyusun Urea Molase Blok (UMB) Terhadap Kualitas
Fisik Pakan. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis. 2(1): 70-74.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai