Anda di halaman 1dari 21

DINDING PENAHAN TANAH SI - 4117

METODE GALIAN DALAM

Disusun Oleh:

Emelia (118210004)
Haida Mulyadi (118210008)
Adelasa Tri Tara (118210044)
Anisa Febriana (118210046)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pesatnya pembangunan prasarana fisik di kota besar membutuhkan lahan yang
tidak sedikit. Kebutuhan akan lahan yang tinggi untuk berbagai macam hal
membuat harga tanah menjadi meningkat,sehingga biaya pembebasan lahan dan
biaya pembangunan secara keseluruhan menjadi sangat mahal. Keadaan ini
mengakibatkan transformasi vertikal pada pembangunan gedung, baik gedung
perkantoran maupun permukiman. Transformasi vertikal yang merupakan satu-
satunya jawaban terhadap pesatnya pembangunan prasarana fisik dan kebutuhan
akan lahan menyebabkan munculnya bangunan-bangunan tinggi. Pada pekerjaan
basement dan struktur bawah suatu bangunan tingkat tinggi, permasalahan utama
yang sering terjadi adalah lokasi kerja yang sempit serta jarak antara bangunan
yang berdekatan. Umumnya proses konstruksi dilaksanakan dari bawah ke atas
(upward Construction).

Pada metode ini pembuatan struktur bawah bangunan dilakukan dari bawah ke
atas dengan menggali tanah terlebih dahulu. Aktivitas penggalian dapat dilakukan
dengan berbagai metode. Pada pembangunan basement ini diperhatikan adalah
struktur proteksi galian basemen yang merupakan diaphragm wall yang diperkuat
dengan ground anchor untuk menjaga kestabilan tanah dan mencegah keruntuhan
tanah di samping basemen. Diaphragm wall merupakan jenis dinding penahan
tanah yang digunakan sebagai elemen struktural utama suatu bangunan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan galian dalam?
2. Jelaskan tipe galian dan tipe penahan tanah untuk konstruksi dalam yang
digunakan?
3. Bagaimana kondisi geoteknik sehingga digunakan tipe dinding penahan tanah
tersebut?
4. Bagaimana metode pelaksanaan konstruksi galian dalam?
5. Adakah monitoring yang dilakukan selama proses konstruksi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimakud dengan galian dalam.
2. Untuk mengetahui tipe galian dan tipe penahan tanah yang digunakan dalam
konstruksi.
3. Untuk mengetahui kondisi geoteknik sehingga digunakan tipe dinding
penahan tanah tersebut.
4. Untuk mengetahui metode pelaksanaan konstruksi galian dalam.
5. Untuk mengetahui monitoring yang dilakukan selama proses konstruksi.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika yang digunakan pada penulisan adalah sebagai berikut:
a. BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, maksud dan tujuan, rumusan masalah, dan
sistematika penulisan yang dilakukan pada laporan ini.
b. BAB II Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori pendukung yang digunakan dalam pengerjaan
penelitian.
c. BAB III Metodologi
Bab ini berisi data-data yang digunakan untuk melakukan penelitian.
d. BAB IV Analisis dan Pembahasan
Bab ini pembahasan yang dilakukan dalam menyelesaikan penelitian.
e. BAB V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penelitian
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Tanah


Tanah merupakan benda yang bersifat multiphase dan sistem particulate. Partikel-
partikel penyusun tanah memiliki ukuran yang bervariasi. Berdasarkan ukuran
partikel-partikel penyusunnya, tanah dapat diklasifikasikan menjadi gravel
(kerikil), sand (pasir), silt (lanau), dan clay (lempung). Parameter tanah ini
merupakan data reprentasi sifat tanah yang diperlukan dalam proses desain
struktur bawah yang berhubungan langsung dengan tanah. Parameter-parameter
tanah yang perlu diperhatikan dalam mendesain struktur bawah adalah berat
volume (γ), angka pori (e), porositas (n), kadar air (ω), derajat kejenuhan (S),
berat jenis (Gs), atterberg limit, indeks kompresibilitas, koefisien permeabilitas
(k), modulus tegangan-tegangan, sudut gese dalam (ϕ), kohesi (c), dan koefisien
konsolidasi. Tanah merupakan media utama dalam pembangunan. Fungsi tanah
terdiri atas 3 bagian yaitu:
1. Tempat berdirinya segala jenis bangunan yang akan dibuat seperti bangunan
gedung atau perumahan,bangunan jalan ,jembatan,serta pambangunan tower.
2. Sebagaimaterial pengisi atau timbunan.
3. Sebagai material untuk bahan bangunan.

2.2. Galian dalam


Galian dalam merupakan salah satu proses atau kegiatan penggalian dimana pada
proses penggalian terdapat beberapa hal yang penting untuk dipertimbangkan
dalam pengerjaan galian dalam adalah metode yang akan digunakan dalam
pembuatan galian dalam ini. Metode yang biasa digunakan dalam proses
pengerjaan galian dalam antara lain :
1. Full open cut Method.
2. Braced Excavation Method.
3. Anchored Excavation Method.
4. Island Excavation Method.
5. Top-down Contruction Method.
6. Zoned Excavation Method.
Adapun pada laporan ini digunakan jenis metode galian Top-down Contruction
Method, pada metode ini dilakukan pengecoran lantai pada setiap kedalaman
galian tertentu yang langsung menjadi lantai dari setiap basement. Pelat lantai
yang langsung di buat tersebut akan menggantikan penyokong yang biasa
digunakan untuk mencegah keruntuhan dinding galian.

2.3. Stabilitas Lereng


Stabilitas lereng merupakan hal yang terpenting untuk dipertimbangkan dalam
mendirikan kontruksi di sekitar padat bangunan. Mengetahui kekuatan stabilitas
lereng merupakan hal yang terpenting untuk dipertimbangkan dalam mendirikan
kontruksi di sekitar padat bangunan. Karena jika lereng (galian) mengalami
kegagalan dan longsor dapat berakibat fatal terhadap kontruksi yang ada di sekitar
bangunan.

Pada permukaan tanah yang miring, komponen gravitasi cenderung untuk


menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar
sehingga perlawanan geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang
longsornya terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran lereng. Analisis stabilitas
pada permukaan tanah yang miring ini, disebut analisis stabilits lereng. Analisis
stabilitas lereng mempunyai banyak faktor yang mempengaruhi dalam
perhitungannya,banyaknya faktor tersebut yang membuat perhitungan tidak
mudah. Faktor-faktor tersebut misalnya, kondisi tanah berlapis-lapis, kuat geser
tanah yang anisotropis, aliran rembesan air dalam tanah, gaya gravitasi, naiknya
permukaan air tanah, erosi yang disebabkan karena air yang mengalir, serta karena
gempa.

Stabilitas lereng (Slope Stability) sangat dipengaruhi oleh kekuatan geser tanah
untuk menentukan kemampuan tanah menahan tekanan tanah terhadap
keruntuhan. Analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan batas
plastis (limit plastic equilibrium). Adapun maksud analisis stabilitas lereng adalah
untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam
menyelesaikan laporan tugas akhir ini, penulis menggunakan dasar-dasar teori
tentang stabilitass lereng menggunakan teori Irisan (Method of Slice), dan metode
Fellenius. Bentuk umum untuk perhitungan stabilitas lereng adalah dengan
mencari nilai angka aman (F). Suatu lereng dikatakan stabil jika memiliki nilai
(Safety Factor) lebih besar dari 1 (satu). Angka keamanan (Safety Factor) adalah
rasio kekuatan geser tanah dengan tegangan geser tanah.
τf
F=
τd
Dimana :
τd= Tegangan geser rata-rata yang bekerja di bidang geser.
τf = Kekuatan geser rata-rata dari tanah.

Dimana pada kriteria angka keamanan dibagi menjadi beberapa yaitu :


1. FS > 1,5 yaitu lereng dapat dikatakan stabil;
2. FS = 1,5 yaitu lereng dikatakan memiliki keseimbangan yang bagus. Namun,
dapat longsor jika ada sedikit gangguan.
3. FS < 1,5 yaitu lereng tidak memiliki kestabilan dan dapat mengalami
kelongsoran.

2.4. Downhole Seismic


Downhole Seismic adalah salah satu metode seismik transmision untuk
mempelajari dan kualitas tanah atau batuan yang didasarkan pada propagrasi
gelombang seismik dalam batuan atau formasi batuan. Ada 2 jenis gelombang
seismik yang berhubungan dengan sifat elastisitas batuan. Pertama adalah
gelombang kompressional (P-wave). Yang kedua adalah gelombang geser (S-
wave) sebagai peristiwa kedua pada rekaman seismik. Hubungan antara kecepatan
P-wave dan S-wave melawan elastisitas batuan ditunjukan sebagai berikut:
Dimana :
Vp,Vs = Kecepatan P-Wave dan S-Wave
𝜇 = Poison rasio
𝐸 = Modulus Young
𝜌 = Massa jenis

2.5. Diaphragm Wall


Diaphragm wall atau dinding sekat adalah suatu konstruksi dinding beton
bertulang yang dibuat dengan cara slurry trenching yaitu mengisikan beton pada
galian trench (parit) yang sudah dibuat lebih dahulu dan di isi dengan slurry
bentonite sebagai stabilisator dinding galian, kemudian di isi dengan beton setelah
sangkar tulangan dipasang. Penggunaan sistem dinding Diaphragm sangat
ekonomis karena ada banyak faktor menguntungkan bila dibandingkan dengan
sistem retaining wall beruntun.

Gambar 2.1. Diaphargm Wall

2.6. Ground Anchor


Ground anchor merupakan model perkuatan yang menggunakan sistem
pengangkuran guna untuk menyalurkan gaya tarik yang bekerja pada angkur
kedalam batuan atau tanah pendukung. Memberi kesetimbangan antara kontruksi
yang di angkur serta tanah sekitar merupakan fungsi dari adanya gaya tarik
tersebut. Ground anchor terbuat dari semen grouting dengan kekuatan tekan ≥ 30
N/mm2 untuk kubus dan ≥ 25 N/mm2 untuk silinder. Dengan matrial penguat
berupa tendon strand dengan 1,27 cm (0,5 inch).

Pada layout angkur tanah harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:

1. Fixed length harus terbenam minimum 5 m dari permukaan tanah;


2. Fixed length harus berada di luar bidang gelincir kritis saat meninjau stabilitas
global,
3. Spasi horizontal minimum 1,5 m untuk angkur dengan diameter ≤ 0,2 m agar
efek grup tidak perlu diperhitungkan,
4. Agar efektif dalam menahan gaya yang bekerja, maka sudut kemiringan
angkur terhadap arah bekerjanya gaya umumnya berkisar antara 30º - 45º,
5. Posisi fixed length harus berada di luar area berarsir pada gambar 4.

Gambar 2.2. Persyaratan posisi fixed length (a. Fixed length berada di luar bidang gelincir , b.
Fixed length harus diluar berarsir)
(sumber: SNI 8460-2017)

Pada angkur menggunakan bearing plate yang berfungsi untuk memegangi


tendon yang ditarik hingga mencapai 80% sesuai karakteristik tendon itu sendiri.
Dengan penentuan kapasitas tarik Ground Anchor.Fixed length terbenam pada
tanah kohesif ditentukan dengan persamaan dibawah ini:

Dimana :
Rult = Kapasitas batas angkur tanah;
As = Luas selimut fixed length;
Ls = Panjang selimut fixed length;
Su(ave) = Kuat geser tak terdrainase tanah rata-rata sepanjang fixed length; dan
α = faktor adhesi tergantung pada kuat geser tak terdrainase tanah.
2.7. Analisa Keruntuhan
Analisa keruntuhan adalah sebuah analisis perhitungan pada sebuah galian dimana
faktor keamanan menjadi bagian terpenting dan menjadi faktor utama dalam
analisa galian tersebut. Pada analisa keruntuhan ini dibagi menjadi dua bagian
yakni :

1. Analisis Basal Heave


Analisis ini disebabkan oleh gaya tekan tanah akibat berat tanah yang berada
di luar daerah galian (pada sisi galian) melebihi kemampuan dari tanah yang
berada di bawah galian untuk menahan tekanan tersebut. Sehingga massa
tanah bergerak dan dasar pada galian akan keluar ke atas sehingga galian
runtuh. Keruntuhan ini biasanya terjadi pada tanah clay. Untuk analisis basal
heave ,nilai faktor keamanan harus ≥ 1,5 .
2. Analisis Sand Boiling
Keruntuhan akibat sand boiling terjadi ketika perbedaan ketinggian muka air
tanah di depan dan belakang dinding penahan tanah pada galian dengan
kondisi tanah berpasir. Faktor keamanan untuk keruntuhan sand boiling harus
≥ 1,5 .
3. Analisis Upheaval
Permeabilitas rendah atau impermeable pada lapisan tanah akan memiliki
kecenderungan untuk terangkat ke atas karena tekanan air akibat rembesan air
ke atas dari lapisan permeable di bawahnya. Analisis akibat keruntuhan
upheaval harus dihitung sesuai dengan faktor keamanan yang disyaratkan.
Faktor keamanan untuk keruntuhan upheaval ≥ 1,2 .

2.8. Top-down Contruction Method


Pelaksanaan struktur basement pada jurnal ini ada dua cara, yaitu:

1. Sistem Bottom Up
Pada sistem ini, struktur basement dilaksanakan setelah seluruh pekerjaan
galian selesai mencapai galian elevasi rencana (sistem konvensional). Pelat
basement paling bawah dicor terlebih dahulu sehingga menjadi Raft
foundation dengan metode papan catur, kemudian basement diselesaikan dari
bawah keatas, dengan menggunakan scaffolding. Kolom, balok dan slab dicor
ditempat (cast in place). Pada sistem ini galian tanah dapat berupa open cut,
sering tidak menggunakan dewateringcut off, tetapi menggunakan dewatering
sistem predrainage dan struktur dinding penahan tanahnya menggunakan steel
sheet pileyang bisa sementara maupun permanen dengan perkuatan strutting,
ground anchor atau free cantilever. Dalam hal ini pekerjaan dewatering akan
diberhentikan, harus dihitung lebih dahulu apakah struktur basement yang
telah selesai dibangun mampu menahan tekanan ke atas dari air tanah yang
ada, agar terjadi deformasi dari bangunan yang dapat menyebabkan keretakan
struktur.
2. Sistem Top Down
Pada sistem ini, struktur basement dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan
galian basement, urutan penyelesaian balok dan pelat lantainya dimulai
dimulai dari atas kebawah, dan selama proses pelaksanaan, struktur plat dan
balok tersebut didukung oleh tiang baja yang disebut King Post (yang
dipasang bersamaan dengan bored pile). Sedangkan dinding basement dicor
lebih dulu dengan sistem diaphragm wall, dan sekaligus diaphragm wall
berfungsi sebagai cut off dewatering.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Metode penulisan yang digunakan dalam membuat laporan ini bersifat
kepustakaan. Penulis mengambil referensi dari literatur dan beberapa sumber
internet yang membahas mengenai metode pelaksanaan konstruksistem top down
pada pembuatan basement bangunan gedung.

Untuk mencapai maksud dan tujuan studi ini berdasarkan jurnal-jurnal yang ,
dilakukan beberapa tahapan penelitian sebagai berikut:

1. Tahap 1 : Merupakan tahap awal yang dimulai dengan studi literatur untuk
mencari teori-teori yang berhubungan dengan masalah penelitian.
2. Tahap 2 : Mengumpulkan data sekunder dari proyek.
3. Tahap 3 : Analisa parameter tanah untuk mengetahui karakteristik dan
klasifikasi tanah dari data tanah.
4. Tahap 4 : Setelah mendapatkan parameter tanah selanjutnya menghitung
kebutuhan penetrasi atau kedalaman dinding.
5. Tahap 5 : Perencanaan selanjutnya adalah menganalisa keruntuhan yaitu
analisis basal heave, sand boiling, upheaval. Serta melakukan perhitungan
penulangan.
6. Tahap 6 : Pada tahapan terakhir ini merupahan pembahasan hasil penelitian

3.2. Data Penelitian


Pada jurnal ini data Diaphragm Wall dan Ground Anchor yang akan ditinjau
merupakan struktur beton bertulang. Spesifikasi diaphragm wall yang digunakan
memiliki ketebalan 0,85 m dan galian tanah 16,5 m. Untuk mengontrol suatu
deformasi diaphragm wall, direncanakan 4 lapis ground anchor yang akan
dikonstruksikan pada elevasi -3,00 m, -8,00 m, -12,50 m, dan -14,50 m.
Gambar 3.1. Diaphragm Wall

Berdasarkan uji di lapangan pada lokasi penelitian di jalan Serpong Raya,


Tanggerang Selatan, Banten memiliki data tanah dapat dilihat dibawah ini:

Lapisa
Kedalaman (m) N-SPT Jenis Tanah Konsistensi
n ke-
Soft to
1 0 – (12-17) 2 – 12 Silty Clay
Medium
2 14 – 30 17 - ˃ 50 Silty Clay Stiff to Hard
Sand &
3 31 – 37 40 - ˃ 50 Very Dense
Clayey Silt

Grafik Konsistensi Tanah menurut nilai rambatan gelombang

Gambar 3.2. Grafik Rambatan Gelombang (Laporan Data Tanah)

3.3. Metode Pelaksanaan Konstruksi


Pada metode konstruksi Top Down, stuktur basement dilaksanakan bersamaan
dengan pekerjaan galian basement, urutan penyelesaian balok dan plat lantainya
dimulai dari atas ke bawah, dan selama proses pelaksanaan, struktur plat dan
balok tersebut didukung oleh tiang baja yang disebut king post (yang dipasang
bersamaan dengan bored pile). Sedang dinding basement dicor lebih dulu dengan
sistem diaphragm wall, dan sekaligus diaphragm wall tersebut.

Biasanya untuk penggalian basement digunakan alat khusus, seperti excavator


ukuran kecil. Bila jumlah lantai basement banyak, misal lima lantai, maka untuk
kelancaran pekerjaan, galian dilakukan langsung untuk dua lantai sekaligus,
sehingga space cukup tinggi untuk kebebasan proses penggalian. Lantai yang
dilalui, nantinya dilaksanakan dengan cara biasa, menggunakan scaffolding
(seperti pada sistem bottom up biasa). Bila struktur basement telah selesai, maka
tiang king post dicor beton dan bila diperlukan dapat ditambah penulangannya.
Lubang lubang lantai basement yang dipergunakan untuk pegankutan tanah
galian, ditutup kembali. Pengecoran struktur atas, dilaksanakan seperti biasa, yaitu
dari bawah ke atas (lantai satu, dua, dan seterusnya).

Untuk pelaksanaan lantai yang dilalui agar space galian cukup longgar. Maka
lantai yang bersangkutan dicor dengan sistem scaffolding biasa. Bila struktur king
post cukup kuat. Maka pada saat menyelesaikan basement, dapat dibarengi
dengan struktur atas (sering disebut dengan sistem up and down). Pada prinsipnya
metode top down dapat disebut sebagai cara membangun terbalik, yaitu
membangun dari atas ke bawah . secara teknis, metode ini sudah bukan menjadi
masalah lagi di Indonesia, tetapi mengingat bahwa metode baru pada akhir-akhir
ini dicoba, maka permasalahan yang timbul adalah kapan digunakan metode ini
serta bagaimana teknik manajemennya agar tercapai tujuan utama proyek tsb.

Berikut ini tahapan dalam pelaksanaan metode konstruksi top down :


1. Pengecoran bored pile dan pemasangan king post
2. Pengecoran diaphragm wall.
3. Lantai basement 1, dicor di atas tanah dengan lantai kerja
4. Galian basement 1, dilaksanakan setelah lantai basement 1 cukup strenghtmya
menggunakan excavator kecil). Disediakan lubang lantai dan ramp sementara
untuk pembuangan tanah galian.
5. Lantai basement 2, dicor diatas tanah dengan lantai kerja.
6. Galian basement 2, dilaksanakan seperti galian basement 1, begitu seterusnya.
7. Terakhir mengecor raft foundation.
8. King post dicor, sebagai kolom struktur.
9. Bila diperlukan, pelaksanaan basement, dapat dimulai struktur atas, sesuai
dengan kemampuan dari king post yang ada (sistem up & down).

Gambar 3.3. Pemasangan bored pile dan king post

Gambar 3.4. Pengecoran lantai basement 1 dan 2


Gambar 3.5. Pengecoran lantai basement 1, 2 dan 3

Gambar 3.6. Galian raft foundation

penggalian basement digunakan alat khusus, seperti excavator ukuran kecil. Bila
jumlah lantai basement banyak, misal lima lantai, maka untuk kelancaran
pekerjaan, galian dilakukan langsung untuk dua lantai sekaligus, sehingga space
cukup tinggi untuk kebebasan proses penggalian. Lantai yang dilalui, nantinya
dilaksanakan dengan cara biasa, menggunakan scaffolding (seperti pada
sistembottom up biasa). Bila struktur basement telah selesai, maka tiang king post
dicor beton dan bila diperlukan ditambah penulangannya. Lubang-lubang lantai
basement dipergunakan untuk pengangkutan tanah galian, ditutup kembali.
Pengecoran struktur atas, dilaksanakan seperti biasa, yaitu dari bawah ke atas
(lantai satu, dua, dan seterusnya). Untuk pelaksanaan yang dilalui agar space
galian cukup longgar, maka lantai yang bersangkutan dicor dengan
sistemscaffolding biasa. Bila struktur king post cukup kuat. Maka pada saat
menyelesaikan basement, dapat dibarengi dengan struktur atas (sering disebut
dengan up and down).
Salah satu detail king post pada jurnal ini , dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lantai pertama dan sebagian kolom dicor, dengan memasang starter bar untuk
kolom.

Gambar 3.7. Penulangan lantai basement


2. Lantai berikutnya juga dicor dengan cara yang sama. Kemudian starter bar
kolom bawah dan atasnya disambung. Kemudian kolom yang bersangkutan.
dicor.

Gambar 3.8. Penulangan tiang king post


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Metode Galian Dalam


Proses galian dalam merupakan salah satu proses atau kegiatan penggalian dimana
pada proses penggalian perlu diperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan
kegiatan tersebut. Pada jurnal ini pada galian digunakan metode
adalah cara pelaksanaan pembangunan gedung yang memulai pembangunan dari
atas ke bawah. Pada laporan ini digunakan Top-down Contruction Method
,dimana proses pelaksanaan metode ini diawali dengan memasang dinding
diafragma, kemudian pondasi dan king post, setelah itu pembuatan plat lantai
dasar, dan ke bawah basement bersamaan dengan galian.

Digunakannya tipe galian Top-down Contruction Method hal ini didasari pada
kondisi tanah atau mekanika tanah. Parameter tanah yang digunakan pada
pemodelan dan desain dinding penahan tanah adalah lapisan tanah hasil
reneralisasi dari data tanah yang ada. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan galian yaitu kestabilan dari galian yang dipengaruhi oleh tekanan
tanah, kedalaman galian basement, jenis tanah, kondisi disekitar galian, jenis
dinding penahan yang dipakai, dan lain–lain.

4.2. Diaphragm Wall


Dinding diafragma atau slurry wall (istilah yang dipakai di Amerika) adalah suatu
konstruksi dinding beton bertulang yang dibuat dengan cara slurry trenching yaitu
mengisikan beton pada galian trench ( parit ) yang sudah dibuat lebih dahulu dan
diisi dengan slurry bentonite sebagai stabilisator dinding galian, kemudian diisi
dengan beton setelah sangkar tulangan dipasang.

a. Fungsi Dinding Diafragma


1. Cut of wall sebagai penutup lapisan-lapisan pembawa air (water proofing
structure) pada konstruksi bawah tanah.
2. Etaining wall sebagai pemikul tekanan tanah dan tekanan hidrostatik yang
besar.
3. Load bearing wall sebagai suatu struktur yang dapat memikul beban vertikal
yang besar.

b. Geometri Model Diaphragm Wall


Perencanaan galian tanah dimulai dengan menggambar model geometri
diaphragm wall yang dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 4.1. Sketsa Geometri Diaphragm Wall

Sketsa geometri diatas merupakan desain model dari diaphragm wall yang akan
dikerjakan.

4.3. Monitoring Galian Dalam

Monitoring adalah kegiatan mengamati/meninjau kembali kembali mempelajari


mempelajari secara terus menerus menerus atau berkala berkala dan kegiatan
mengawasi, yang dilakukan oleh pengelola proyek di setiap tingkatan pelaksanaan
kegiatan, untuk memastikan bahwa pengadaan dan penggunaan input, jadwal
kerja, hasil yg ditargetkan dan tindakan lainnya yang diperlukan berjalan sesuai
rencana. Monitoring harus sudah dimulai sebelum dilakukannya pekerjaan yang
menyebabkan terjadinya perubahan tegangan dan deformasi pada tanah disekitar
galian dan pada struktur penahan tanah, sehingga diperoleh pembacaan awal
(datum) bagi pembacaan – pembacaan berikutnya, setelah terjadinya deformasi.
Instrumentasi yang relatif lengkap untuk pekerjaan galian basemen dalam adalah
sbb:
a. Wall inclinometer, ditanam pada struktur penahan tanah dengan maksud
memonitor pergerakan struktur penahan tanah dari ujung atas sampai ujung
bawah. Paling tidak dipasang 1 buah pada tengah-tengah bentang panjang,
yang berpotensi mengalamai defleksi terbesar.
b. Settlement marker dipasang pada capping beam struktur penahan tanah, paling
tidak 3 buah disepanjnag bentang panjang, yaitu pada 1/4, 1/2 d1n 3/4 bentang.
Settlement marker juga dipasang pada permukaan tanah disekitar daerah
galian, pada curb jalan disekitar galian, dan pelataran parkir/halaman bangunan
terdekat.
c. Water standpipe, dipasang pada satu garis tegak lurus sisi panjang galian,
paling tidak 3 buah, sehingga didapat “preatic surface” dari tepi galian sampai
daerah yang relatif jauh dari galian. dengan demikian dapat diketahui pengaruh
dewatering didalam daerah galian terhadap muka air tanah di area sekitar
galian.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada laporan ini adalah :
1. Galian dalam adalah salah satu proses atau kegiatan penggalian dimana pada
proses penggalian perlu diperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan
kegiatan tersebut. Parameter tanah merupakan aspek yang harus diperhatikan
dalam kegiatan penggalian, data reprentasi sifat tanah yang diperlukan dalam
proses desain struktur bawah yang berhubungan langsung dengan tanah.
Parameter-parameter tanah yang perlu diperhatikan dalam mendesain struktur
bawah adalah berat volume (γ), angka pori (e), porositas (n), kadar air (ω),
derajat kejenuhan (S), berat jenis (Gs), atterberg limit, indeks kompresibilitas,
koefisien permeabilitas (k), modulus tegangan-tegangan, sudut gese dalam (ϕ),
kohesi (c), dan koefisien konsolidasi.
2. Pada laporan ini digunakan tipe galian tanah Top-down construction method.
Tipe galian ini didasari pada kondisi tanah atau mekanika tanah. Parameter
tanah yang digunakan pada pemodelan dan desain dinding penahan tanah
adalah lapisan tanah hasil reneralisasi dari data tanah yang ada. Kemudian
untuk tipe penahan tanah digunakan jenis dinding diafragma atau slurry wall,
tipe ini digunakan dikarenakan penggunaan Top-down construction method
dimana plat dan balok tersebut didukung oleh tiang baja yang disebut King
Post (yang dipasang bersamaan dengan bored pile). Sedangkan dinding
basement dicor lebih dulu dengan sistem diaphragm wall, dan sekaligus
diaphragm wall berfungsi sebagai cut off dewatering.
3. Kondisi geoteknik dari proyek yang dikerjakan merupakan kondisi tanah pada
pekerjaan proyek konsturksi galian, pada galian dalam ini diklasifikasikan
bahwa terdapat tiga jenis lapisan tanah dimana ketiga lapisan tersebut
memiliki di dominasi oleh Silty Clay dengan rentang kedalaman 0 – 30 m dan
nilai N-SPT 2 – 50. Sehingga berdasarkan hal tersebut disarankan
menggunakan tipe galian Top-down construction method.
4. Pada metode konstruksi Top Down, stuktur basement dilaksanakan bersamaan
dengan pekerjaan galian basement, urutan penyelesaian balok dan plat
lantainya dimulai dari atas ke bawah, dan selama proses pelaksanaan, struktur
plat dan balok tersebut didukung oleh tiang baja yang disebut king post (yang
dipasang bersamaan dengan bored pile). Sedang dinding basement dicor lebih
dulu dengan sistem diaphragm wall, dan sekaligus diaphragm wall tersebut.
5.

Anda mungkin juga menyukai