Anda di halaman 1dari 1

Muhammad Rafi Kaimudin (1183010090)

Resensi Film Water tahun 2005

Water merupakan film yang dirilis pada tahun 1938 ketika India masih dibawah kependudukan
Inggris. Pada tahun ini, praktik perkawinan anak adalah praktik yang umum. Dan janda memiliki
derajat yang rendah di kehidupan bermasyarakat.

Film ini diawali dengan chuyia seorang gadis kecil berusia 7 tahun yang dinikahkan kedua
orangtuanya kepada lelaki tua sakit-sakitan. Yang kemudian meninggal dunia. Chuyia yang
merupakan seorang janda dibawa ibunya ke suatu tempat yang dikenal dengan ashram yang
terletak di Varanasi, India. Ashram merupakan tempat pertapaan (asrama) wanita yang telah
ditinggal pergi suaminya. Di Negeri ini seorang janda dianggap sangat rendah derajatnya, bahkan
dianggap menjijikkan, sebagaimana kalyani yang tidak sengaja menabrak seorang wanita, yang
kemudian wanita tersebut membersihkan dirinya kembali. Kehidupan janda seakan tidak
mendapat tempat di Negeri ini, menikahi janda merupakan perbuatan yang sangat berdosa,
bahkan janda dianggap sebagai beban keluarga atau menjadi seorang janda adalah karma yang
buruk sehingga para janda dikumpulkan di ashram tersebut dengan mengenakan kain sari putih,
kepalanya di cukur sebagai tanda mereka adalah janda.

Sebagaimana yang telah diceritakan diatas, para janda tinggal di asrama khusus, dan untuk
membiayai kebutuhan asrama tersebut pengelola asrama seringkali menjual penghuni asrama
kepada para laki-laki jahat atau mereka dipaksa untuk tampil di berbagai pusat hiburan malam.

Selain diskriminasi dan eksploitasi terhadap para kaum wanita (janda). Dengan kehadiran chuyia
sebagai peran utama film ini, seakan film ini menceritkan tentang diskriminasi terhadap hak-hak
anak. Hak anak seperti chuyia yang harusnya bermain dengan teman-teman seusianya,
mendapatkan perlindungan dan perawatan dari kedua orangtua, dapat menempuh pendidikan
yang sempurna tidak terlaksanakan. Anak perempuan seperti chuyia sering kali dipaksa untuk
menikah, bahkan dinikahkan dengan lelaki yang terpaut jauh usianya. Sehingga anak perempuan
yang notabenenya bermain dan berkumpul dengan teman temanya, sudah dibebankan pekerjaan
pekerjaan rumah tangga.

Di akhir cerita kalyani yang merupakan seorang janda bertemu dengan seorang pria pengikut
mathama gandi. Mereka saling mencitai satu sama lain, dan memutuskan untuk segera menikah.
Tentu peristiwa hukum yang akan mereka buat bertentangan dengan pengetahuan umum
masyarakat India, apalagi yang notabene menggunakan kasta, termasuk protes keras seorang ibu.
“don’t marry her” begitulah kata seorang pria tua dan ibu kepada seorang narayan muda pengikut
mathama gandhi.

Anda mungkin juga menyukai