Tugas : AIK
Dosen : Wasito, S.E., M.M
Puji suyukur mari kita haturkan kepada allah Swt. Yang telah
melimpahkan karunia, hidayah serta inayahnya sehingga kami masih diberikan
kesempatan, kenikmatan, kemauan, dan kesehatan. Sehingga kita masih bias
menjalankan aktivitas kita dengan sehat wal afiat tanpa kekurangan sedikitpun.
Serta diberikan kemauan dan kekuatan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
“AIK” dengan tepat waktu. Untuk memenuhi tugas studi semester satu.
Tuban……………………………2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN...............................................................................
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Apakah kita pernah pertanya dan berpikir tentang diri kita, ataukah kita malah
sebaliknya, kita tidak pernah peduli akan nasib yang akan menimpa diri kita di masa
yang akan datang.
Nah untuk itu diperlukan sebuah pondasi yang kokoh untuk mengkonter sisi
negatip/prolematika dalam kehidupan, salah satu yang mendasarinya adalah ilmu dan
pengalaman. Ilmu sebagai pengetahuan dan pengalaman sebagai tolak ukur dalam
mengambil langkah atau tindakan.
Karena agama sebagai nilai dasar/asas dan juga sebagai aturan hidup umat
manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, maka agama jangan
hanya dijadikan sebagai nilai spiritual saja, tapi juga diamalkan atau diaplikasikan
dalam rutinitas kehidupan sehari-hari.
Bagi umat islam agama adalah dasar (pondasi) utama dari keharusan
berlangsungnya pendidikan karena ajaran-ajaran islam yang berifat universal
mengandung aturan-aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik
yang bersifat ubbudiyah (mengatur hubungan manusia dengan tuhannya), maupun
yang bersifat muamalah (mengatur hubungan manusian dengan sesamanya). Adapun
dasar-dasar dari pendidikan islam adalah
a. Al-qur’an
Menurut pendapat yang paling kuat, seperti yang diungkapkan oleh subhi
saleh, al-Qur’an berarti bacaan, yang merupakan kata turunan (masdhar) dari
fi’il madhi qara’a dari arti ism al-maful yaitu maqru’ yang artinya dibaca.
“bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, dia telah
menciptakan manusia dsri segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmulah yang
maha pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam, dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S al-Aalaq: 1-5).
Ayat tersebut merupakan perintah kepada manusia untuk belajar dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuannya termasuk didalam
mempelajari, mengenali, dan mengamalkan ajaran-ajaran yang ada dalam
islam itu Sendiri yang mengandung aspek- aspek kehidupan manusia.
Dengan demikian islam sebagai dasar utama dari pendidikan islam.
b. As-sunnah
Setelah alQur’an dasar dalam pendidikan islam adalah as-sunnah, as-
sunnah merupakan perkataan, perbuatan atau pengakuan Rosulullah,
yang dimaksud dalam pengakuan itu adalah perbuatan orang lain yang
diketahui Rosulullah dan beliau membiarkan saja kegiatan itu berjalan.
Sunnah merupakan sumber kedua setelah alQur’an, sunnah juga berisi
tentang akidah, syari’ah, dan berisi tentang pedoman untuk
kemasalahatan hidup manusia seutuhnya.
B. RUMUSAN MASALAH
ISLAM SEBAGAI WAW OF LIIFE
Pengertian islam
“SETIAP anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanya-lah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi,” demikian kutip sebuah hadits yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim
Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Sebab manusia diciptakan Allah mempunyai
naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal
itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh
lingkungan sosial. Jadi gharizah tadayyun adalah permanen, kecenderungan kepada
kekafiran adalah susulan.
Batasan agama yang lurus menurut arahan Allah SWT dan Rasulullah SAW diatas
menggunakan terma fitrah, sedangkan agama yang lain menggunakan istilah Yahudi,
Nasrani dan Majusi. Maka, makna fitrah yang benar adalah Islam itu sendiri. Agama yang
melekat dalam diri manusia sejak di alam rahim ibu.
Sebelum menjadi janin, manusia sudah bersyahadat di hadapan Allah SWT. Ketika
lahir diingatkan ulang kalimat tersebut di telinga kanan dengan suara adzan dan di telinga
kiri dengan suara iqamat. Agar dalam kehidupan yang penuh ujian nanti, tidak sampai
tergoda/tergelincir/terperosok ke dalam jurang kehancuran (darul bawar), dan
meninggalkan Islam. Baik, diuji dengan jabatan, kekayaan dan ilmu.
Berpaling dari Islam adalah menyiksa dirinya sendiri. Karena ia melempar dimensi
spiritual di dalam dirinya. Maka kehidupan manusia akan mengalami kehampaan (krisis
makna). Apa yang diburu dan dimilikinya tidak menambah kebaikan dirinya, keluarganya
dan lingkungan sosialnya (tidak barakah).
Jadi, karunia yang paling mahal dalam kehidupan ini adalah lazzatur ruh (keezatan
spiritual), lazzatul Iman wal Islam (kenikmatan beriman dan berislam). Sekalipun kita
menggenggam kekayaan dunia tujuh turunan, kekuasaan yang tanpa pensiun, ilmu yang
tinggi (sundhul langit, Bhs Jawa), kehidupan yang memiliki pengaruh yang besar,
popularitas, tetapi tidak ditemani oleh Islam akan membuat kita kecewa seumur hidup.
Sedangkan, sekalipun kita tinggal di gubug reot, di balik jeruji, di rumah kontrakan,
kehidupan pas-pasan, jika islam bersama kita, justru disitulah rahasia kemuliaan, dan
kebahagiaan kita.
Berbeda dengan dunya (sesuatu yang dekat), mata’ (kepuasaan sesaat), nikmat dinul
Islam hanya diberikan kepada hamba yang dicintai-Nya. Itulah sebabnya banyak sekali
orang yang menyatakan dirinya secara formal memeluk Islam, tetapi dalam realitas
kehidupannya ada yang merasa tidak nyaman dengan atribut keislaman. Bahkan Islam
yang indah dan mulia tersebut disalahpahami. Dahulu Islam ditambah-tambah. Kemudian
Islam dikurangi. Islam tanpa jihad, Islam tanpa hudud (hukum pidana). Sekarang ini
Islam diberi embel-embel lain. Islam radikal, Islam moderat dll. Islam masih dipandang
belum sempurna. Sehingga memerlukan pengurangan dan penambahan, sehingga dia
tidak merasa at home untuk memakainya.
Tujuan islam
Tujuan agama islam adalah sebagaimana namanya islam yang juga berasal dari kata
salam yang berarti kesejahteraan atau keselamatan begitu juga islam.Tujuannya adalah
memberikan keselamatan atau kesejahteraan di dunia sampai di akhirat bagi
umatnya.Islam juga bertujuan sebagai jalan kehidupan di dunia sampai ke akhirat bagi
umatnya.
Fungsi islam
Agama Islam, hakikatnya, adalah sistem keyakinan dan prinsip-prinsip hukum serta
petunjuk prilaku manusia, yang didasarkan pada al-Qur’an, Hadis dan Ijtihad ulama
dalam rangka menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Berdasarkan hal ini, Islam,
paling tidak,mempunyai empat fungsi agama, berikut ini:
Pertama, Islam berfungsi sebagai tuntunan bagi manusia agar memiliki al-akhlāq
al-karīmah (perangai yang mulia dan terpuji). Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya
sayadiutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq mulia.” Al-akhlāq al-karīmah harus
kitalakukan, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan
sesamamanusia dan alam di sekeliling kita. Al-Qur’an dan Hadis serta hasil ijtihad para
ulamamemberikan tuntunan kepada kita bagaimana kita melaksanakan ‘ibādah maḥḍah
(ibadahmurni), seperti shalat, puasa dan haji, secara baik dan benar. Ketiga sumber Islam
ini jugamengajarkan bagaimana kita dapat berinteraksi sosial dengan santun dan beradab.
Dengandemikian, apabila ada satu pandangan keagamaan atau tindakan tertentu yang
cenderungmeninggalkan/mengenyampingkan unsur al-akhlāq al-karīmah, seperti
kekerasan,pemaksaan kehendak, dan ujaran kebencian, maka kita bisa memastikan bahwa
pandanganatau tindakan tersebut bukanlah dari Islam, melainkan merupakan
kesalahpahaman terhadapajaran Islam.
Ketiga, Islam mengandung ajaran-ajaran yang moderat, seimbang dan lurus, atau
al-dīn al-qayyim. Islam menyeimbangkan anatara urusan dunia dan akhirat. Allah
berfirman:“Dan carilah pada apa-apa yang dianugerahkan oleh Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeriakhirat, dan dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dalam
(kenikmatan) dunia ... (Q.S.1al-Qashash: 77). Diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa
suatu ketika sekumpulan orangdari kalangan Sahabat Nabi berkunjung ke rumah-rumah
istri Nabi Muhammad Saw untukbertanya tentang ibadah Nabi. Setelah mendengar
jawaban tentang hal ini, salah seorang darimereka lalu mengatakan: “Saya akan shalat
tahajjud sepanjang malam.” Yang lainmeangatakan: “Saya akan berpuasa setiap hari
sepanjang tahun.” Yang lain lagi mengatakan:“Saya akan menjauhi wanita, tidak akan
menikah, dan akan menghabiskan hidup saya untukberibadah.” Mendengar perkataan-
perkataan mereka itu, Nabi Muhammad Saw bersabda:“Kalian telah mengatakan begini
dan begitu. Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya saya adalahorang paling takut kepada
Allah dan orang yang paling bertakwa kepada-Nya, tetapi sayaberpuasa dan berbuka,
saya shalat malam tetapi juga tidur, dan saya menikahi wanita-wanita.Barang siapa yang
tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukan golonganku.” (H.R. al-Bukhari dan
Muslim). Berdasarkan sifatnya yang moderat ini, Islam tidak mengajarkan sikapekstrem
dalam bentuk dan dalam bidang apapun. Seandainya ada pandangan keagamaan
yangmengarahkan kita untuk bersikap ekstrem dan radikal, baik dalam hal ritual
keagamaan,ekonomi, politik dan lain sebagainya, maka kita harus mewaspadainya, dan
karena itu, kitatidak perlu mengikutinya.
b. Al-hadist/ as-sunnah
Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-istiadat" atau
"kebiasaan" (traditions). Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan
penetapan/persetujuan serta kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah
persetujuan atau diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat.Kedudukan
As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi
Muhammad Saw.“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga
mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan
dan mereka menerima sepenuh hati” (Q.S. 4:65).“Apa yang diberikan Rasul
(Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah”
(Q.S. 59:7).“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian
berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-
Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan Daruquthni).“Berpegangteguhlah kalian
kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin setelahku” (H.R. Abu
Daud).Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-
Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara
tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh
langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar”
sebagai pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga
bacaan tahiyat dan salam.Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang
para sahabatnya menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar
ucapan-ucapannya tidak bercampur-baur dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya, seluruh
Hadits waktu itu hanya berada dalam ingatan atau hapalan para sahabat.
c.Ijtihad
Seperti dalam kasus pengangkatan Muadz ibn Jabal sebagai hakim di Yaman yang
diawali dengan dialog dengan Nabi tentang cara memutuskan hukum adalah tonggak
awal dasar pemakaian ijtihad di bidang hukum, sebagaimana tertulis di dalam hadis
berikut:“Bahwa tatkala Rasulullah akan mengutus Mu‟adz ke Yaman, Rasul bersabda:
Bagaimana engkau memutuskan hukum jika dihadapkan padamu suatu perkara? Mu‟adz
berkata: Akan aku putuskan berdasarkan Kitab Allah (al-Qur‟an).Rasul bersabda: Jika
kamu tidak menemukan di dalamnya? Mu‟adz berkata: Akan aku putusakan
berdasarkan sunnah Rasulallah.Rasul bersabda: jika kamu tidak menemukan di dalam
keduanya (al-Qur‟an dan as-Sunnah)? Mu‟adz berkata: Aku akan berijtihaddengan
pikiranku, tanpa mempersempit. Maka Rasulullah menepuk dada Mu‟adz sambil
bersabda: segala puji bagiAllah yang memberi taufiq bagi utusan Rasul-Nya pada apa
yang diridhahi Rasul-Nya.”
Setelah peristiwa ini, ijtihad pun kemudian menjadi sumber hukum ketiga sesudah al-
Qur‟an dan al-Sunnah.Di dalam Lisan al-„Arabkata al-ijtihadsecara bahasa berasal dari
kata al-jahdyang berarti al-Thaqahyang mempunyai arti upaya sungguh-sungguh.Bentuk
kata (ادRRR )اجتهbersepadan dengan kata (الRR )افتعyang menunjukan arti keadaanlebih
(mubalaghah) atau maksimal dalam suatu tindakan atau perbuatan. Bentuk kata masdar-
nya ada dua bentuk yang berbeda artinya:1.Jahdun( )جهدdengan arti kesungguhanatau
sepenuh hati atau serius. Contohnya firman Allah Mereka bersumpah dengan nama Allah
dengan segala kesungguhan.”(QS. al-An‟am (6): 109).2.Juhdun()جهدdengan arti
kesanggupan atau kemampuan yang di dalamnya terkandung arti sulit, berat, dan susah.
Contohnya firman Allah SWT: “Dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh
(untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, Maka orang-orang munafik itu
menghina mereka.”(QS. At-Taubah (9): 79).34Jadi, secara bahasa,ijtihadadalah berusaha
atau berupaya dengan sungguh-sungguh. Perkataan ini tentu saja tidak akan dipergunakan
di dalam sesuatu yang tidak mengandung kesulitan dan kebenaran.Sedangkandalam
pengertian terminologinya, dapat dikutipkan dari beberapa pendapat, antara lain: Menurut
Al-Ghazali (w. 505 H), ijtihadadalah pengerahan kemampuan oleh mujtahid untuk
memperoleh pengetahuan tentang hukum-hukum syar‟a.Menurut al-Syaukuni dalam
kitabnya Irsyad al-Fukuhul, ijtihadadalah mengerahkan kemampuan dalam
memperolehhukum syar‟i yang bersifat amali melalui cara istinbath. Menurut Ibnu
Subkhi, ijtihadadalah pengerahan kemampuan seorang faqih untuk menghasilkan dugaan
kuat tentang hukum syar‟i.Al-Amidi memberikan definisi ijtihad sebagaipengerahan
kemampuan dalam memperoleh dugaan kuat tentang hukum syara‟ dalam bentuk yang
merasa dirinya tidak mampu berbuat seperti itu.Dari beberapa definisi di atas dapat
diambil hakikat dari ijtihad sebagai berikut:
2.Usaha ijtihad dilakukan oleh orang yang telah mencapai derajat tertentu di bidang
keilmuan disebut faqih
3.Produk atau usaha yang diperolehdari ijtihad itu adalah dugaan kuat tentang hukum
syara‟ yang bersifat amaliah
Islam sebagai agama dan objek kajian akademik memiliki cakupan dan ruang
lingkup yang luas. Secara garis besar, Islam memiliki sejumlah ruang lingkup
yang saling terkait, yaitu lingkup keyakinan (aqidah), lingkup norma (syariat),
muamalat, dan perilaku (akhlak/ behavior)
1.Aqidah (Iman)
‘2.Syari’at (Islam) Sementara itu, syariah menurut bahasa berarti jalan, yakni
jalan besar di sebuah kota. Syariah juga berarti apa yang diturunkan Allah kepada para
Rasul-Nya meliputi aqidah dan hukum-hukum Islam.Syariah juga mempunyai arti
sumber mata air yang dimaksudkan untuk minum. Makna ini yang dipergunakan Bangsa
Arab saat mengatakan: (syaraa al-ibl)yang berarti unta itu minum dari mata air yang
mengalir tidak terputus. Syari‟ahdalam arti luas adalah din, agama yang diturunkan Allah
kepada para Nabi (Q.S. al-Syura [42]:13).Sedangkan dalam pengertian terminologinya
versi kalangan hukum Islam (fuqaha), kata syariatdipergunakan dalam pengertian sebagai
hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah SWTbagi hamba-Nya. Dengan pengertian ini,
syariatberarti mencakup seluruh syariat samawi yang diturunkan bagi manusia lewat para
Nabi yang hadir ditengah-tengah mereka. Penggunaan pengertian umum ini kemudian
dispesifikkan para ulama dengan embel-embel syari‟at Islamyang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW. sebab syari‟at Islam adalah penutup seluruh syari‟at samawi. Ia
juga merupakan intisari syari’at-syari’at sebelumnya yang telah disempurnakan bentuk
dan isinya sehingga merupakan syari’at yang paripurna bagi manusia di setiap zaman dan
tempat. Atas dasar tersebut, syari’atdidefinisikan sebagai kumpulan hukum yang
ditetapkan Allah SWTbagi seluruh umat manusia kepada Nabi Muhammad SAW.
melalui titah ilahi dan sunnah.
Istilah syari’ah mempunyai arti luas, tidak hanya berarti fiqih dan hukum, tetapi
mencakup pula aqidah dan akhlak. Dengan demikian, syari‟ah mengandung arti bertauhid
kepada Allah, menaati-Nya, beriman kepada para rasul-Nya, semua kitab-Nya dan hari
pembalasan. Pendeknya, syari’ah mencakup segala sesuatu yang membawa seseorang
menjadi berserah diri kepada Tuhan.
Ada dua unsur pokok yang mengandung perintah, larangan, dan petunjuk, yakni:
(1) tidak menerima perubahan atau tidak boleh diubah dalam situasi dan kondisi
bagaimanapun, yang disebut dengan tsawabit,misalnya masalah aqidah dan ibadah
mahdah;
3.Akhlak (Ihsan) Ihsandalam arti khusus sering disamakan dengan akhlak, yaitu
tingkah laku dan budi pekerti yang baik menurut Islam.Akhlakberasal dari kata
khalaqa(menjadikan, membuat). Dari kata dasar itu dijumpai kata khuluqun(bentuk
jamak), yang artinya perangai, tabiat, adat atau sistem perilaku yang dibuat.Adapun yang
dimaksud dengan ihsandalam hadits Nabi SAW. di atas adalah seperti terlihat pada
penggalan hadist yang berarti: Lalu malaikat Jibril bertanya, “Apakah ihsan itu?
Rasulullah menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-
Nya, meskipun engkau tidak sanggup melihat-Nya, karena Dia senantiasa melihat kamu.
Ada tiga bentuk caraibadah:
Al-Qur‟an menekankan agar manusia tidak hanya berbuat ihsan kepada Allah,
tetapi juga berbuat ihsan kepada seluruh makhluk Allah, yakni manusia dan alam,
termasuk hewan dan tumbuhan. Ihsan kepada Allah merupakan modal yang sangat
berharga untuk berbuat ihsan kepada sesama. Al-Quran memberi penghargaan yang
tinggi terhadap perbuatan ihsan yang dilakukan manusia terhadap sesama dan lingkungan
hidupnya seperti tersirat pada ayat-ayat al-Qur‟an berikut ini:
(1) tidak ada balasan bagi perbuatan ihsan kecuali ihsan yang lebih sempurna.
(QS. ar-Rahman [55]:60); (2) perbuatan ihsan itu kembali kepada dirinya sendiri (QS. al-
Isra [17]:7); (3) perbuatan ihsan itu tidak akan pernah sia-sia (QS. Hud [11]: 115);
(4) kasih sayang Allah diberikan dengan mudah dan cepat kepada orang-
orangyang terbiasa berbuat ihsan (QS. al-A‟raf [7]: 56.Allah mewajibkan ihsandalam
segala perbuatan, baik yang batin maupun yang lahir (jawarih)yang dihadapkan kepada
Allah. Maksudnya, lingkup ihsan meliputi ikhlas, kebaikan dan kesempurnaan pekerjaan
itu. Memang Nabi menjelaskan pula bahwa ihsan adalah jiwa iman dan Islam; dan iman
dan Islam itu diterima Allah jika berdasarkan ikhlas. Dengan kata lain modal ihsanialah
ikhlas. Sebab, semua amal yang batiniyah, ataupun yang lahiriyah, baru diterima jika
dilandasi oleh ikhlas, dan ihsan memang unsur yang paling pokok untuk bangunan ad-
din.Adapuncara untuk mewujudkan ikhlasialah dengan menumbuhkan perasaan di kala
sedang beribadah bahwa kita sedang berdiri berhadap-hadapan dengan Allah, seakan
melihat-Nya, dan dapat mendengar ucapan-Nya. Dengan demikian, kita akan berupaya
sekuat diri untuk khusyuk dan membaguskan semua pekerjaan dengan mengarahkan
semua kecakapan dan kepandaian yang dimiliki. Adapun jika jalan seperti ini tidak dapat
dicapai, maka sekurang-kurangnya kita menumbuhkan perasaan bahwa Allah melihat
semua gerak-gerik dan af’alkita. Tidak ada satupun yang luput dari penglihatan-Nya.
Dengan demikian, pengamalan agama itu tidak hanya berdimensi syari‟ah, tapi
juga berdimensi ihsanyang bertujuan untuk membimbing umat Islam menjadi pribadi
yang mulia, merasakan kedekatan dengan Allah, sekaligus bertujuan untuk membangun
solidaritas sosial diantara sesama umat manusia. Trilogi ajaran Islam (Aqidah, Syari‟at
dan Akhlak) secara umum dipandang sebagai pokok ajaran Islam. Aqidah mengajarkan
keimanan dan keyakinan yang akan dijadikan sebagai landasan pandangan hidup, syari’at
(hukum Islam) mengajarkan pola hidup beraturan dalam suatu tatanan hukum
komprehensif, dan akhlak menyandarkan muslim atas segala tindakan bermoral yang
dilakukannya.Iman/ kepercayaan adalah “pembenaran hati” yang mengikat manusia dan
mengarahkannyasesuai dengan hakikat dari objek iman. Karena sifatnya yang mengikat
itu, maka ia dinamai juga sebagai „aqidah(ikatan). Ia bersemai di dalam hati, tidak
tampak dalam kenyataan. Islam adalah pengamalan yang merupakan dampak/ buah dari
iman, yang memang harus tampak dalam kenyataan. Ia dinamai juga syari’ah, yang
secara harfiah berarti sumber air yang memberikan kehidupan, sedangkan
ihsan(kebajikan) menghasilkan budi pekerti yang menciptakan hubungan harmonis, Ia
adalah akhlak. Dengan demikian, ajaran yangdibawa oleh Nabi Muhammad SAW. adalah
Aqidah, Syari‟ah, dan Akhlak, atau Iman, Islam, dan Ihsan.Maka kaitan Iman, Islam, dan
Ihsan ialah ibarat ruh dengan tubuh. Jika Iman ditamsilkan sebagai watak (ghara-iz)dan
Islam sebagai tubuh (jawarih), maka Ihsan ialah ruh yang mendinamiskan ghara-izdan
menggerakkan jawarih.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN.
Manusia adalah khalifah di muka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan
segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah, agar dipergunakan
sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah
memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya, baik yang meliputi akidah, akhlak,
maupun syariah.
Dua komponen pertama, akidah dan akhlak, bersifat konstan (tetap). Keduanya
tidak mengalami perubahan apa pun dengan berbedanya waktu dan tempat.
Sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf
peradaban umat manusia. Perbedaan itu sesuai dengan masa masing-masing rasul.
Hal ini diungkapkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 48 yang artinya:
“Para rasul tak ubahnya bagaikan saudara sebapak, ibunya (syariahnya) berbeda-
beda sedangkan dinnya (tauhidnya) satu.” (HR Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad)
Oleh karena itu, syariah Islam yang dibawa Rasulullah SAW mempunyai keunikan
tersendiri. Bukan saja menyeluruh atau komprehensif, tetapi juga universal.
Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang datang
untuk menyempurnakannya.
Universal, berarati syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat
sampai akhir zaman. Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang
muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel (lentur), muamalah tidak
membeda-bedakan antara Muslim dan non-Muslim. Kenyataan ini tersirat dalam
suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib:
“Dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak
mereka adalah hak kita.”