PERSIAPAN LAHAN
Land Preparation
PERSIAPAN LAHAN
Land Preparation
Sri Gunawan - Koko Setiawan - Hartono - Olivia Elfatma
PERSIAPAN LAHAN
Land Preparation
Pemilihan Lokasi
Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit
Pembukaan Lahan
Pengolahan Tanah
Pemancangan dan Titik Tanam
Penyusun :
Sri Gunawan
Hartono
Koko Setiawan
Olivia Elfatma
Editor :
Amar Ma’ruf
ISBN : 978-623-90957-0-3
Cetakan :
November 2018
Desember 2019
Penerbit
AKADEMI KOMUNITAS PERKEBUNAN YOGYAKARTA
Jl. Petung No. 2 Papringan, Catur Tunggal Depok, Sleman,
Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 518693, 562076 Fax. (0274) 518693
Email : admin@akpy-stiper.ac.id
www.akpy-stiper.ac.id
Yogyakarta,
Penyusun
DAFTAR ISI
3 PEMILIHAN LOKASI
4 Iklim
6 Bentuk Wilayah
10 Potensi Produksi Kelapa Sawit
48 PENGOLAHAN TANAH
Pengolahan Tanah Secara Mekanis
DAFTAR PUSTAKA
P
ersiapan lahan adalah kegiatan persiapan areal sampai
areal tersebut siap ditanami kelapa sawit. Persiapan lahan
dilakukan pada semua areal perencanaan pertanaman
yang dimulai dari proses perencanaan, penataan kebun,
penentuan tata batas, imas, tumbang, rumpuk sampai areal siap
tanam.
Persiapan Lahan 1
dalam kaitannya dengan persyaratan tumbuh berbagai tanaman
dan pengelolaan yang diperlukan.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lahan yang
sesuai, yaitu :
Menilai persyaratan tumbuh Mengidentifikasikan dan
tanaman yang akan membatasi lahan yang
diusahakan dengan mempunyai sifat-sifat yang
mengetahui sifat-sifat tanah menguntungkan paling banyak
dan lokasi yang mempunyai dan sifat yang merugikan
pengaruh yang merugikan bagi paling sedikit bagi tanaman
tanaman. yang akan diusahakan.
2 Persiapan Lahan
PEMILIHAN LOKASI
Persiapan Lahan 3
Klasifikasi Kesesuaian Lahan dan Iklim
Baik Sedang Kurang baik Tidak baik
Iklim
(I) (II) (III) (IV)
Curah hujan (mm) 2000-2500 1800-2000 1500-1800 <1500
Defisit air (mm/th) 0 - 150 150 -200 250-400 >400
Hari terpanjang
<10 <10 <10 <10
tidak hujan
Temperatur (oC) 22-23 22-23 22-23 22-23
Penyinaran (jam) 6 6 <6 <6
Kelembaban 80 80 <80 <80
Sumber: A.D. Koedadiri, P.Purba dan AU Lubis (78)
Iklim
Curah Hujan
Curah hujan berhubungan dengan jaminan ketersediaan air
dalam tanah sepanjang pertumbuhan tanaman. Tanaman kelapa
sawit praktis berproduksi sepanjang tahun sehingga
membutuhkan suplai air relatif sepanjang tahun pula. Ada dua
hal penting yang perlu diperhatikan yaitu jumlah curah hujan
tahunan (mm) dan distribusi curah hujan bulanan. Curah hujan
yang ideal berkisar 2.000–3.500 mm/th yang merata sepanjang
tahun dengan minimal 100 mm/bulan.
4 Pemilihan Lokasi
Di luar kisaran tersebut tanaman akan mengalami hambatan
dalam pertumbuhan dan berproduksi. Curah hujan antara 1700–
2.500 dan 3.500–4.000 tanaman akan mengalami sedikit
hambatan. Di lokasi dengan curah hujan kurang dari 1.450
mm/th dan lebih dari 5.000 mm/th sudah tidak sesuai untuk
sawit. Rendahnya curah hujan tahunan berkaitan dengan defisit
air dalam jangka waktu relatif lama sedangkan curah hujan yang
tinggi berkaitan dengan rendahnya intensitas cahaya.
Suhu
Suhu rata-rata tahunan untuk pertumbuhan dan produksi sawit
berkisar antara 24-29oC, dengan produksi terbaik antara 25 270C.
Di daerah tropis, suhu udara sangat erat kaitannya dengan tinggi
tempat di atas permukaan laut (dpl). Tinggi tempat optimal
adalah 200 m dpl, dan disarankan tidak lebih dari 400 m dpl,
meskipun di beberapa daerah, seperti di Sumatera Utara,
dijumpai pertanaman sawit yang cukup baik hingga ketinggian
500 m dpl. Suhu minimum dan maksimum belum banyak
diteliti, tetapi dilaporkan bahwa sawit dapat tumbuh baik pada
kisaran suhu antara 8 hingga 380C.
Persiapan Lahan 5
Intensitas Sinar Matahari
Intensitas cahaya matahari menentukan laju fotosintesa pada
daun yang pada akhirnya menentukan tingkat produksi.
Intensitas matahari juga erat kaitannya dengan perawanan,
curah hujan, ketinggian tempat (altitude), dan lintang lokasi
(Latitude). Di daerah yang banyak berawan menyebabkan
intensitas matahari yang diterima daun sawit menjadi lebih
rendah. Sebaliknya meskipun curah hujan relatif tinggi tetapi
lebih banyak terjadi sore hingga malam dan perawanan kurang,
maka intensitas matahari bisa cukup untuk mendukung
fotosintesa yang tinggi. Makin tinggi tempat, suhu makin rendah
dan biasanya disertai perawanan yang lebih lama atau curah
hujan yang tinggi dan makin menjauh dari garis khatulitiwa
penyinaran matahari makin berkurang. Kelapa sawit
memerlukan lama penyinaran antara 5 dan 12 jam/hari.
Bentuk Wilayah
Bentuk wilayah yang sesuai untuk kelapa sawit adalah datar
sampai berombak yaitu wilayah dengan kemiringan lereng
antara 0-8%. Pada wilayah bergelombang sampai berbukit
(kemiringan lereng 8-30%), kelapa sawit masih dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik melalui upaya pengolahan tertentu
seperti pembuatan teras. Pada wilayah berbukit dengan
kemiringan >30% tidak dianjurkan untuk kelapa sawit karena
akan m120emerlukan biaya yang besar untuk pengelolaannya,
sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan relatif rendah.
Beberapa hal yang akan menjadi masalah dalam pengembangan
kelapa sawit pada areal-areal yang berbukit antara lain:
Kesulitan dalam pemanenan dan pengangkutan tandan buah
segar (TBS),
Diperlukan pembangunan dan pemeliharaan jaringan
transportasi,
Pembangunan bangunan pencegah erosi,
Pemukan yang tidak efektif karena sebagian besar melalui
aliran permukaan.
6 Pemilihan Lokasi
Kondisi Tanah
Sifat tanah yang ideal dalam batas tertentu dapat mengurangi
pengaruh buruk dari keadaan iklim yang kurang sesuai.
Misalnya tanaman kelapa sawit pada lahan yang beriklim agak
kurang masih dapat tumbuh baik jika kemampuan tanahnya
tergolong tinggi dalam menyimpan dan menyediakan air.
Persiapan Lahan 7
adalah pada 5,0-6,0 namun kelapa sawit masih toleran terhadap
pH <5,0 misalnya pada pH 3,5-4,0 (pada tanah gambut).
Beberapa perkebunan kelapa sawit terdapat pada tanah yang
memiliki pH tanah >7,0 namun produktifitasnya tidak optimal.
Pengolahan tingkat kemasaman tanah dapat dilakukan melalui
tindakan pemupukan dengan menggunkan jenis-jenis pupuk
dolomite, kapur pertanian (kaptan) dan fosfat alam (Lubis, 2008)
8 Pemilihan Lokasi
Lahan
Ada 4 faktor lahan penting yang menjadi perhatian. Berikut
penjelasan faktor-faktor tersebut.
Topografi
Faktor topografi berkaitan dengan derajad kemiringan lereng
dan panjang lereng yang berpengaruh nyata terhadap erosi
tanah, biaya pembangunan infrastruktur serta biaya mobilisasi
dan panen. Makin curam dan/atau makin panjang lereng,
bahaya erosi makin meningkat. Lereng yang terlalu curam
menyebabkan biaya pembangunan jalan serta pengangkutan
sarana produksi dan hasil panen menjadi mahal.
Drainase Lahan
Persoalan drainase lahan umumnya dijumpai di lahan dataran
rendah yang tergenang secara periodik karena limpasan air
hujan, pengaruh air pasang atau perkolasi tanah terhambat.
Meskipun tanaman sawit membutuhkan banyak air, tetapi tidak
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam keadaan
tergenang atau sering tergenang. Pembangunan system drainase
harus memperhatikan juga sifat dan karakteristik tanahnya serta
ada tidaknya pengaruh pasang surut air laut.
Persiapan Lahan 9
harus memperhatikan antara kebutuhan perkembangan
perakaran tanaman dengan laju emisi karbon. Makin dalam
permukaan air tanah, makin baik perkembangan perakaran sawit
tetapi perombakan bahan organik berlangsung makin cepat
sehingga emisi karbon meningkat. Setiap saluran drainase harus
terhubung dengan keseimbangan saluran primer dan sekunder
serta dilengkapi pintu-pintu air pengendali yang berfungsi secara
otomatis.
Kesuburan tanah
Faktor kesuburan ini mencakup beberapa sifat kimia tanah yaitu
kemasaman (pH), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa,
ketersediaan unsur hara makro dan mikro, kadar bahan organik,
dan tingkat salinitas (kadar garam). Sifat-sifat kimia tersebut
menjadi acuan awal menetapkan rekomendasi pemupukan
sebelum diperoleh hasil-hasil penelitian di lokasi bersangkutan.
10 Pemilihan Lokasi
Kelas S1
Pada wilayah dengan lahan yang mempunyai struktur kriteria
yang baik, tidak mempunyai faktor penghambat ataupun
ancaman kerusakan yang berarti. Tipe lahan seperti ini akan
cocok usaha tani yang efektif. Faktor pembatas bersifat minor
dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit
lahan secara nyata dan iklim setempat sesuai bagi pertumbuhan
kelapa sawit.
Kelas S2
Tanah pada lahan kelas S2 mempunyai sedikit penghambat yang
dapat mengurangi pilihan penggunaanya. Tanah pada kelas S2
ini membutuhkan pengolahan tanah secara hati-hati yang
meliputi tindakan pengawetan untuk dapat menghindari
kerusakan dan sekaligus untuk melakukan perbaikan hubungan
air dan udara dalam tanah ditanami tanaman kelapa sawit.
Kelas S3
Pada kelas S3 mempunyai lebih baik banyak hambatan dari
tanah kelas S2, dan bila tanah ini digunakan untuk tanaman
pertanian akan membutuhkan tindakan pengawetan khusus yang
umumnya lebih sulit pekerjaannya, baik dalam pelaksanaan
Persiapan Lahan 11
maupun pekerjaan didalam periode pemeliharaannya. Kelas
kesesuaian lahan dapat dinilai dari karakteristik lahan yang ada
dilapangan, (Suwadi, 2013), produktivitas tanaman kelapa sawit
jenis Tenera secara Umum pada lahan kelas S1, S2, S3
12 Pemilihan Lokasi
Kriteria kesesuaian lahan untuk kelapa sawit
S1 S2 S3 (KL N (tidak
Unsur Kemampuan
(KL tinggi) (KL sedang) terbatas) sesuai)
A: 9/2 B2 : 7-9/2-3 D1:3-4/2 D2:3-4/2-3
B1:7-9/2 C1:5-6/2 C2:5-6/2-3 D3:4-6/6
Zona agroklimat
E1:3/2
Z ...
E2:3/2-3
E3:3/4-6
Persiapan Lahan 13
14 Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit
LEGALITAS PERKEBUNAN KELAPA
SAWIT
Persiapan Lahan 15
Perizinan Usaha Perkebunan
Izin Lokasi
Perusahaan Perkebunan harus memperoleh Izin Lokasi dari
pejabat yang berwenang, dalam hal ini Bupati/ Gubernur—
ditentukan berdasarkan luasan dan batasan wilayah yang
dimohonkan.
Izin lokasi adalah bukan izin usaha, akan tetapi izin untuk
memperoleh tanah/ melakukan pembebasan lahan dengan batas
waktu max 3 tahun. Jika proses perolehan tanah belum selesai,
maka dapat diperpanjang selama 1 tahun jika perusahaan telah
berhasil membebaskan/ memperoleh setidaknya 50% dari areal
izin lokasi yang diberikan.
SK pencadangan lahan
Arahan Bupati
Izin Lingkungan
Izin Lingkungan merupakan prasyarat memperoleh izin Usaha
Perkebunan. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin
Lingkungan. Untuk mendapatkan izin lingkungan, diperlukan:
Dokumen AMDAL dan UKL-UPL,
Hasil penilaian AMDAL dan UKL-UPL.
Perusahaan yang didirikan sebelum tahun 2012 tidak
memerlukan izin lingkungan. Akan tetapi, semua perusahaan
(termasuk sebelum tahun 2012) akan melakukan perluasan lahan
atau peningkatan kapasitas kebun, wajib merubah AMDAL dan
memohon Izin Lingkungan.
Persiapan Lahan 17
Dokumen AMDAL terdiri dari:
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA
AMDAL),
Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL),
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL),
Dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Persiapan Lahan 19
Proses Izin Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit
Sumber: 1. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1993
2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1999
3. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Barat No. 5 Tahun 2006
(dalam Rizkiasari Yudawinata, 2016)
Persiapan Lahan 21
yang berwenang. Setiap perusahaan dapat memiliki beberapa
HGU untuk satu unit usaha kebunnya. Hal akusisi lahan.
Persiapan Lahan 23
Ketentuan standar ISPO untuk membuka lahan baru, antara
lain:
SOP untuk membersihkan lahan termasuk ketentuan membuka
lahan tanpa bakar,
Persiapan Lahan 25
Perusahaan perkebunan harus melakukan verifkasi awal terkait
status lahan (apakah lahan merupakan kawasan hutan atau
tidak, lahan gambut atau bukan) yang akan dibuka sebelum
melakukan ekspansi dan pembukaan lahan (land clearing), sesuai
dengan peruntukkan tata ruang dan land clearing memenuhi
kriteria pengembangan perkebunan baru secara bertanggung
jawab baik mandatory maupun voluntary.
Persiapan Lahan 27
Kualitas udara pada desa – desa yang berlokasi dekat pusat
kebakaran menyentuh level 1.000 PSI (International Pollutant
Standard Index) – ini 3 kali lebih tinggi dari ambang batas status
―berbahaya (hazardous)‖. Kandungan racun diantaranya karbon
dioksida, sianida dan amonium.
Lebih dari 2,6 juta hektar hutan, gambut dan lahan lainnya
terbakar, kerugian di dalamnya termasuk kayu, non-kayu,
hidupan liar (wildlife), habitat orangutan dan spesies terancam
lainnya. Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan faktor
utama yang membuat Indonesia sebagai penghasil gas rumah
kaca.
Persiapan Lahan 29
PEMBUKAAN LAHAN
(LAND CLEARING)
Vegetasi Lahan
Vegetasi Hutan Primer Atau Sekunder
Pembukaan lahan hutan primer atau sekunder dilakukan
penebangan secara bertahap. Pada prinsipnya, tanaman lapis
bawah berupa semak, belukar, dan anakan pepohonan yang
masih kecil ditebas lebih dulu dengan parang, dan kapak.
30 Pebukaan Lahan
Tergantung jenis dan kondisi hutannya, jika diperlukan, dapat
digunakan gergaji rantai (Chain saw) untuk pepehonan kecil yang
sudah berat ditebang dengan kapak atau parang.
Persiapan Lahan 31
Vegetasi Semak Belukar
Pada prinsipnya, pembukaan belukar mirip dengan pembukaan
lahan vegetasi hutan, dengan perbedaan pada ukuran
pepohonan. Di samping itu di lahan bersemak, biasanya
diselingi padang rumput atau alang-alang. Di bagian yang
ditutupi semak belukar dengan vegetasi berkayu ukuran besar
relatif banyak, pembukaan lahan dimulai dengan menebas
vegetasi yang lebih pendek dan kecil seperti rerumputan, anakan
semak baru disusul dengan tumbuhan lebih besar.
32 Pebukaan Lahan
Vegetasi Rerumputan
Pembukaan lahan dengan vegetasi rerumputan lebih mudah dan
murah biayanya. Dalam kenyataannya, padang rumput sering
diselingi gerombolan tanaman semak bahkan kadang-kadang
tanaman pepohonan. Bila vegetasi rumputnya tidak terlalu tebal,
dapat langsung disemprot dengan herbisida sebanyak 2 – 3 kali
dengan selang waktu 3 – 4 minggu. Jika rerumputannya terlalu
tebal, sebaiknya didahului dengan pembabatan secara manual
atau menggunakan hand slaser. Setelah tunas baru sudah
tumbuh, dilakukan penyemrotan dengan herbisida yang bersifat
sistemik agar mati sampai ke akar-akarnya.
Persiapan Lahan 33
Jika kebun tersebut sudah lama terlantar atau tidak terpelihara
dengan baik sehingga rumputnya sudah tinggi dan mulai
ditumbuhi semak belukar (banyak dijumpai di kebun karet
rakyat), maka pembukaan lahannya mirip lahan hutan sekunder.
34 Pebukaan Lahan
minggu setelah penyemprotan herbisida. Untuk mempercepat
proses pelapukan tumpukan sisa-sisa tanaman tadi, sebaiknya
disiram dengan formula mikroba pelapuk sekitar satu bulan
kemudian.
Persiapan Lahan 35
Desain Kebun
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan desain kebun
adalah bentuk kebun dan ukuran kebun blok pada areal datar
adalah bentuk dan ukuran blok biasanya bujur sangkar atau
empat persegi panjang dan ukuran 500 x 500 m atau 1000 x 300
m. Batas blok pada areal datar dan berombak jalan harus dapat
dikendarain oleh roda empat. Bentuk blok pada areal yang
bertopografi bergelombang atau berbukit atau bergelombang
biasanya tidak harus lurus tapi bisa berupa badan jalan yang
dapat dilalui kendaraan roda empat atau jalan setapak.
36 Pebukaan Lahan
koleksi (Collection road) dan jalan kontrol. Selain itu, jalan-jalan
diperkebunan juga terdapat istilah pasar tikus yang merupakan
jalan yang digunakan para pekerja untuk melakukan
pekerjaannya secara berkala. Jalan utama merupakan jalan besar
yang pada saat pembukaan lahan yang pertama kali dibuat.
Persiapan Lahan 37
Pedoman dalam pembuatan blok dan jalan di areal datar
:Berdasarkan peta rencana blok, dilakukan kegiatan rintis MR
(Main Road) arah Timur - Barat dan CR (Collecting Road)
arah Utara – Selatan dengan menggunakan theodolite oleh
PMNP. Jarak titik pancang antar as MR adalah 1.012,25 m dan
antar as CR adalah 308,2 m.
Lebar blok 301,2 m dan panjang 1.003,25 m.
Lebar MR 9 m dan CR 7 m.
38 Pebukaan Lahan
Kelebihan Zero Burning
Teknik ini dalam aplikasinya tidak terlalu tergantung pada
kondisi cuaca, kecuali kondisi yang terlalu basah karena dapat
menghambat mobilitas alat berat. Selain itu, kelebihan utama
teknik ini adalah jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan
dengan teknik tanpa bakar.
Persiapan Lahan 39
Menebang, Menebas, dan Mengimas
Menebas, membabat atau mengimas adalah pekerjaan
memotong anak kayu dan tanaman yang merambat (semak
belukar) yang berdiameter kurang dari 10 cm. Pemotongan anak
kayu harus putus dan diusahakan tinggi tebasan rata dengan
permukaan tanah. Tinggi tebangan di atas tanah harus diukur
berdasarkan diameter pohon.
40 Pebukaan Lahan
secara mekanis dengan bulldozer/excavator, seluruh pohon
dapat ditumbangkan.
Perun Mekanis
Kegiatan perun mekanis didefinisikan sebagai kegiatan berupa:
Mengumpulkan batang dan cabang-cabang yang telah dipotong
di gawangan mati sejajar baris tanaman dengan arah rumpukan
timur menuju barat.
Persiapan Lahan 41
Hasil cincangan ditempatkan diantara jalur tanaman, dengan
jarak 1 m di kiri-kanan pancang. Disamping itu, pada jalur jalan
pikul harus dibersihkan dari kayu dengan lebar 1,5 m.
Pembuatan Jalan
Kegiatan yang termasuk pekerjaan ini diantaranya mengorek,
menimbun, mengeraskan, serta membuat benteng dan parit
disebelah kanan dan kiri jalan. Berikut ini jenis jalan di
perkebunan kelapa sawit.
42 Pebukaan Lahan
m3 batu bentuk 1 meter panjang jalan. Panjang jalan tergantung
pada letak pabrik, keadaan topografi serta bentuk areal.
Persiapan Lahan 43
rumput, tidak terlindung agar tidak lembab dan cepat kering bila
hujan.
44 Pebukaan Lahan
m/JKT untuk Road Greder, dan 250 m/JKT dan Road Roller
150m/JKT.
Persiapan Lahan 45
x 4 bulan dengan menggunakan tenaga manual 120 m/JKT.
Perawatan dengan cara mekanis daerah datar bergelombang 300
m/JKT untuk Road greder, dan 250 m/JKT untuk Road roller.
Untuk daerah berbukit 200 m/JKT untuk Road greder, 150
m/JKT untuk Road roller.
Jalan Kontrol
Disamping jalan utama, jalan produksi, jalan koleksi masih
diperlukan pembuatan jalan kontrol untuk asiten atau askep.
Daerah datar batas blok dapat diperlebar sebagai pasar kontrol
sedangkan pada daerah yang bergelombang atau berbukit harus
dibangun tersendiri mengikuti pinggiran jurang (batas alam).
Jalan kontrol ini merupakan jalan tanah dengan lebar sekitar 3
m, untuk 1 Ha tanaman diperlukan 20 m.
Pembuatan Jembatan
Jembatan dibuat berdasarkan jalan yang terpotong oleh parit,
baik itu Main road ataupun Collection road. Jembatan awal
pembukaan kebun biasanya dibuat dengan memanfaatkan
limbah kayu balok/gelondongan yang didapat dari
penebangan/merumpuk pohon-pohon besar secara mekanis.
46 Pebukaan Lahan
Persiapan Lahan 47
PENGOLAHAN TANAH
48 Pengolahan Tanah
Sub soiler
Alat ini berpungsi untuk memecah lapisan di bawah permukaan
tanah akan tetapi bukan lapisan batu. Dengan sub soiler lapisan
keras dan kedap air dapat dipecahkan untuk melancarkan
perembesan air kedalam tanah sehingga tidak menimbulkan run
off yang bisa berkembang erosi.
Persiapan Lahan 49
Kebutuhan Traktor
Jumlah traktor yang akan dipergunakan tergantung pada
vegetasi, luas areal dan jenis traktor. Sebagai gambaran akan
dihitung kebutuhan traktor 76 HP untuk pengolahan tanah
1.000 ha.
Kapasitas traktor efisiensi = 60 %
Untuk membabat = 0,43 ha/jam
Untuk membajak = 0,03 ha/jam
Untuk menggaru = 0,84 ha/jam
Area efektif yang ditraktor 80% = 800 ha
Jam kerja traktor per hari = 10 jam
Interval pengolahan tanah = 3 minggu ( 21 hari)
50 Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah secara khemis diartikan menyemprot lalang
atau rumput-rumput atau gulma lainnya, sehingga areal bebas
sama sekali sebelum ditanam tanaman pupuk hijau (Legume
Cover Crop) dan tanaman kelapa sawit.
Penyemprotan Ilalang
Pelaksanaan penyemprotan antara penyemprotan 1 dan 2 rotasi
lebih 21 hari tergantung cuaca. Pengukuran/ penimbangan
herbisida harus teliti/cermat.
Persiapan Lahan 51
PEMANCANGAN DAN TITIK TANAM
Pengajiran
Beberapa perlengkapan yang perlu dalam pengajiran antara lain
BTM, kompas, meteran 50 atau 30 m, tali, altimeter atau alat
Topografi
Pada areal dengan topografi yang bergelombang, pengajiran
dimulai pada titik tertinggi yang sedapat mungkin di tengah-
tengah areal. Kesalahan selama pengajiran berlangsung dibuang
ke batas alam (sungai dan atau lembah), kebun dan jalan.
Persiapan Lahan 53
Bentuk areal
Bila bentuk areal tidak beraturan baik yang bertopografi datar,
landai maupun bergelombang, pengajiran sebaiknya
dilaksanakan menyesuaikan lahan. Jika bentuk areal bujur
sangkar atau persegi panjang, pengajiran dapat dimulai dari tepi
kebun atau tepi jalan (jalan produksi atau kontrol).
Persiapan Lahan 55
Manfaat pembuatan teras sangat besar antara lain:
Mencegah proses erosi tanah yang berlebihan,
Meningkatkan air hujan yang masuk ke dalam tanah,
Memudahkan transportasi saprodi dan hasil panen,
Memudahkan mobilitas tenaga kerja sehingga
meningkatkan produktivitasnya, dan buah brondolan yang
hilang lebih sedikit.
Persiapan Lahan 57
dipandang lebih efisien dalam pemanfaatan ruang dan
sumberdaya lahan sehingga hasilnya lebih optimal. Hasil
penelitian mutahir para pemulia telah menghasilkan varietas
kelapa sawit Dampi dengan susunan daun lebih rapat dan lebih
pendek sehingga dapat ditanam lebih rapat. Jarak tanam yang
direkomendasikan adalah 8,5 x 8,5 m segitiga sama sisi. Akan
tetapi, pada lahan berlereng yang memerlukan terasering, tidak
bisa lagi diterapkan sistem segi tiga, tetapi mengarah ke empat
persegi panjang.
Persiapan Lahan 59
Pembuatan Lubang Tanam
Posisi Pancang dan Lubang Tanam
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat pembuatan lubang
tanam adalah pancang tidak boleh dicabut. Apabila pancang
tercabut, maka letak lubang dapat bergeser akibat kehilangan
pedoman sehingga pada waktu penanaman barisan menjadi
tidak lurus. Agar pancang tidak terganggu maka tepi lubang
tanaman di geser jaraknya ± 10 Cm dari pancang dengan arah
yang sama misalnya, lubang berada di sebelah selatan pancang)
di mana garis tengah lubang berada segaris dengan titik pancang
Lubang penanaman dibuat dengan dimensi panjang 60 cm, lebar
60 cm, dan dalam 60 cm. Tanah galian bagian atas dan bawah
dipisahkan.
Persiapan Lahan 61
tanda ukuran 60 cm jika digunakan ukuran 60 x 60 x 60 cm dan
tanda 90 dan 60 cm jika digunakan ukuran 90 x 90 x 60 cm.
Tanah galian dipilah dua yaitu lapisan atas (top soil) dan lapisan
bawah (sub soil) serta meletakkannya terpisah pada sisi lubang
yang berbeda (kiri – kanan atau utara – selatan) dalam arah yang
konsisten.
Jika ajir tepat berada di tunggul pohon yang besar dan sulit
dibongkar, maka lubang dapat digeser sedikit, tetapi lubang
berikutnya harus kembali ke arah barisan semula.
Persiapan Lahan 63
Purba, R.Y., Susanto, A., Sudharto, P. 2005. Serangga Hama
Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 29
hal