Anda di halaman 1dari 70

akpy-stiper

Teknik dan Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit

PERSIAPAN LAHAN
Land Preparation

Sri Gunawan - Koko Setiawan - Hartono - Olivia Elfatma


Teknik dan Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit

PERSIAPAN LAHAN
Land Preparation
Sri Gunawan - Koko Setiawan - Hartono - Olivia Elfatma

AKADEMI KOMUNITAS PERKEBUNAN YOGYAKARTA


Teknik dan Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit

PERSIAPAN LAHAN
Land Preparation
Pemilihan Lokasi
Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit
Pembukaan Lahan
Pengolahan Tanah
Pemancangan dan Titik Tanam

Penyusun :
Sri Gunawan
Hartono
Koko Setiawan
Olivia Elfatma

Editor :
Amar Ma’ruf

Layout & Desain Cover :


Agus Manto

ISBN : 978-623-90957-0-3
Cetakan :
November 2018
Desember 2019

Penerbit
AKADEMI KOMUNITAS PERKEBUNAN YOGYAKARTA
Jl. Petung No. 2 Papringan, Catur Tunggal Depok, Sleman,
Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 518693, 562076 Fax. (0274) 518693
Email : admin@akpy-stiper.ac.id
www.akpy-stiper.ac.id

Hak Cipta dilindungi undang-undang


dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
PRAKATA
Buku Teknik dan Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit ini
merupakan salah satu sarana sebagai upaya AKPY dalam
menyelenggarakan proses pembelajaran yang terstruktur dan
terukur untuk menciptakan sumber daya manusia yang kompeten di
bidang perkebunan khususnya kelapa sawit.

Penyusunan Buku ini diperuntukan sebagai Buku Ajar bagi


Mahasiswa Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta.
Persiapan Lahan Perkebunan Kelapa sawit adalah salah satu dari 7
buku seri Teknik dan Manajemen Budidaya Kelapa Sawit yang
mencangkup : Pemilihan Lokasi, Legalitas Perkebunan Kelapa
Sawit, Pembukaan Lahan, Pengolahan Tanah, Pemancangan dan
Titik Tanam.

Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak


yang telah memberi dukungan dalam penyelesaian buku ajar ini.

Akhir kata, semoga buku ini dapat memberikan manfaat dalam


dunia pendidikan dan pengajaran, dalam rangka menghasilkan
sumber daya yang kompeten khususnya di bidang perkebunan
kelapa sawit.

Yogyakarta,

Penyusun
DAFTAR ISI

3 PEMILIHAN LOKASI
4 Iklim
6 Bentuk Wilayah
10 Potensi Produksi Kelapa Sawit

15 LEGALITAS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT


16 Perizinan Usaha Perkebunan
22 Konversi Hutan Menjadi Perkebunan
26 Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
28 Hubungan Dengan Masyarakat

30 PEMBUKAAN LAHAN (LAND CLEARING)


30 Vegetasi Lahan
35 Penyusunan Tata Ruang
38 Pembukaan Lahan Tanpa Pembakaran (zero Burning)

48 PENGOLAHAN TANAH
Pengolahan Tanah Secara Mekanis

52 PEMANCANGAN DAN TITIK TANAM


52 Pengajiran
57 Jarak Tanam
61 Pembuatan Lubang Tanam

DAFTAR PUSTAKA
P
ersiapan lahan adalah kegiatan persiapan areal sampai
areal tersebut siap ditanami kelapa sawit. Persiapan lahan
dilakukan pada semua areal perencanaan pertanaman
yang dimulai dari proses perencanaan, penataan kebun,
penentuan tata batas, imas, tumbang, rumpuk sampai areal siap
tanam.

Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan lahan


untuk penggunaan tertentu. Suatu wilayah mempunyai kelas
kesesuaian lahan yang berbeda-beda terhadap macam-macam
penggunaannya. Dengan demikian setiap lahan dapat dipetakan
menurut kesesuaiannya, misalnya lahan untuk tanaman kopi,
karet, kakao, kelapa sawit dll. Penekanan dalam kesesuaian
lahan yaitu mencari lokasi yang mempunyai faktor-faktor yang
menguntungkan bagi keberhasilan produksi atau penggunaan.
Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasi peta tanah

Persiapan Lahan 1
dalam kaitannya dengan persyaratan tumbuh berbagai tanaman
dan pengelolaan yang diperlukan.

Untuk mendukung kebijakan di atas, komitmen pekebun adalah


menerapkan metode ―zero burning‖ yaitu land clearing
perkebunan tanpa pembakaran. Land clearing dengan metode
―zero burning‖ memiliki beberapa keuntungan, antara lain:

Terjaganya kelestarian keanekaragaman hayati (flora dan fauna).


Mencegah terjadinya pencemaran udara karena asap.
Mempertahankan unsur hara tanah yang berasal dari pelapukan
limbah hutan.
Mencegah terjadinya penyebaran kebakaran ke lahan
masyarakat dan kebun.

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lahan yang
sesuai, yaitu :
Menilai persyaratan tumbuh Mengidentifikasikan dan
tanaman yang akan membatasi lahan yang
diusahakan dengan mempunyai sifat-sifat yang
mengetahui sifat-sifat tanah menguntungkan paling banyak
dan lokasi yang mempunyai dan sifat yang merugikan
pengaruh yang merugikan bagi paling sedikit bagi tanaman
tanaman. yang akan diusahakan.

Kualitas kesesuaian lahan yang optimum bagi kebutuhan


tanaman merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang
paling baik (S1). Kualitas lahan di bawah optimum merupakan
kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2) dan sesuai
marginal (S3). Di luar batasan tersebut di atas merupakan lahan-
lahan yang tergolong tidak sesuai.

2 Persiapan Lahan
PEMILIHAN LOKASI

Tingkat produksi yang mungkin dicapai dari suatu kebun kelapa


sawit merupakan hasil interaksi antara faktor potensi genetik
varietas tanaman, lingkungan tempat tumbuhnya, dan
pengelolaan dalam budidayanya. Produksi tinggi akan dicapai
jika digunakan varietas sawit unggul dan ditanam di lokasi yang
paling sesuai dengan menerapkan pengelolaan yang baik. Iklim
dan karakteristik tanah/lahan adalah faktor lingkungan penting
yang perlu dipertimbangkan dalam memilih lokasi untuk
pengusahaan kelapa sawit.

Persiapan Lahan 3
Klasifikasi Kesesuaian Lahan dan Iklim
Baik Sedang Kurang baik Tidak baik
Iklim
(I) (II) (III) (IV)
Curah hujan (mm) 2000-2500 1800-2000 1500-1800 <1500
Defisit air (mm/th) 0 - 150 150 -200 250-400 >400
Hari terpanjang
<10 <10 <10 <10
tidak hujan
Temperatur (oC) 22-23 22-23 22-23 22-23
Penyinaran (jam) 6 6 <6 <6
Kelembaban 80 80 <80 <80
Sumber: A.D. Koedadiri, P.Purba dan AU Lubis (78)

Iklim

Stasiun klimatologi Digunakan untuk mendapatkan data hasil pengukuran


di kebun kelapa unsur iklim secara komprehensif di perkebunan kelapa
sawit
sawit

Curah Hujan
Curah hujan berhubungan dengan jaminan ketersediaan air
dalam tanah sepanjang pertumbuhan tanaman. Tanaman kelapa
sawit praktis berproduksi sepanjang tahun sehingga
membutuhkan suplai air relatif sepanjang tahun pula. Ada dua
hal penting yang perlu diperhatikan yaitu jumlah curah hujan
tahunan (mm) dan distribusi curah hujan bulanan. Curah hujan
yang ideal berkisar 2.000–3.500 mm/th yang merata sepanjang
tahun dengan minimal 100 mm/bulan.

4 Pemilihan Lokasi
Di luar kisaran tersebut tanaman akan mengalami hambatan
dalam pertumbuhan dan berproduksi. Curah hujan antara 1700–
2.500 dan 3.500–4.000 tanaman akan mengalami sedikit
hambatan. Di lokasi dengan curah hujan kurang dari 1.450
mm/th dan lebih dari 5.000 mm/th sudah tidak sesuai untuk
sawit. Rendahnya curah hujan tahunan berkaitan dengan defisit
air dalam jangka waktu relatif lama sedangkan curah hujan yang
tinggi berkaitan dengan rendahnya intensitas cahaya.

Defisit air pada kelapa sawit menyebabkan factor pertumbuhan


dan produksi menurun. Bulan lembam berturut CH<60 mm atau
defisit air 300 - 500 mm/th menyebabkan produksi menurun,
defisit air 250 - 350 mm menyebabkan 3 - 4 daun muda terbuka,
defisit air 400-500 mm menyebabkan pelepah daun terbawah
terkulai, mengering, tepi daun mengering dan pematangan buah
terganggu, defisit air > 500 mm menyebabkan patahnya pucuk
pelepah.

Jumlah bulan kering dari 3 bulan sudah merupakan faktor berat.


Adanya bulan kering yang panjang dengan curah hujan yang
rendah akan menyebabkan terjadinaya defisit air. Lama
penyinaran matahari yang optimal adalah 6 jam/hari dengan
kelembapan nisbi untuk kelapa sawit pada kisaran 50-90%
(optimalnya pada 80%).

Suhu
Suhu rata-rata tahunan untuk pertumbuhan dan produksi sawit
berkisar antara 24-29oC, dengan produksi terbaik antara 25 270C.
Di daerah tropis, suhu udara sangat erat kaitannya dengan tinggi
tempat di atas permukaan laut (dpl). Tinggi tempat optimal
adalah 200 m dpl, dan disarankan tidak lebih dari 400 m dpl,
meskipun di beberapa daerah, seperti di Sumatera Utara,
dijumpai pertanaman sawit yang cukup baik hingga ketinggian
500 m dpl. Suhu minimum dan maksimum belum banyak
diteliti, tetapi dilaporkan bahwa sawit dapat tumbuh baik pada
kisaran suhu antara 8 hingga 380C.

Persiapan Lahan 5
Intensitas Sinar Matahari
Intensitas cahaya matahari menentukan laju fotosintesa pada
daun yang pada akhirnya menentukan tingkat produksi.
Intensitas matahari juga erat kaitannya dengan perawanan,
curah hujan, ketinggian tempat (altitude), dan lintang lokasi
(Latitude). Di daerah yang banyak berawan menyebabkan
intensitas matahari yang diterima daun sawit menjadi lebih
rendah. Sebaliknya meskipun curah hujan relatif tinggi tetapi
lebih banyak terjadi sore hingga malam dan perawanan kurang,
maka intensitas matahari bisa cukup untuk mendukung
fotosintesa yang tinggi. Makin tinggi tempat, suhu makin rendah
dan biasanya disertai perawanan yang lebih lama atau curah
hujan yang tinggi dan makin menjauh dari garis khatulitiwa
penyinaran matahari makin berkurang. Kelapa sawit
memerlukan lama penyinaran antara 5 dan 12 jam/hari.

Bentuk Wilayah
Bentuk wilayah yang sesuai untuk kelapa sawit adalah datar
sampai berombak yaitu wilayah dengan kemiringan lereng
antara 0-8%. Pada wilayah bergelombang sampai berbukit
(kemiringan lereng 8-30%), kelapa sawit masih dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik melalui upaya pengolahan tertentu
seperti pembuatan teras. Pada wilayah berbukit dengan
kemiringan >30% tidak dianjurkan untuk kelapa sawit karena
akan m120emerlukan biaya yang besar untuk pengelolaannya,
sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan relatif rendah.
Beberapa hal yang akan menjadi masalah dalam pengembangan
kelapa sawit pada areal-areal yang berbukit antara lain:
 Kesulitan dalam pemanenan dan pengangkutan tandan buah
segar (TBS),
 Diperlukan pembangunan dan pemeliharaan jaringan
transportasi,
 Pembangunan bangunan pencegah erosi,
 Pemukan yang tidak efektif karena sebagian besar melalui
aliran permukaan.

6 Pemilihan Lokasi
Kondisi Tanah
Sifat tanah yang ideal dalam batas tertentu dapat mengurangi
pengaruh buruk dari keadaan iklim yang kurang sesuai.
Misalnya tanaman kelapa sawit pada lahan yang beriklim agak
kurang masih dapat tumbuh baik jika kemampuan tanahnya
tergolong tinggi dalam menyimpan dan menyediakan air.

Secara umum kelapa sawit dapat tumbuh dapat berproduksi baik


pada tanah-tanah ultisol, entisols, inceptisols, dan histosols.
Berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya, kelapa sawit
dapat diusahakan pada tanah yang tekstur agak kasar sampai
halus yaitu antara pasir berlempung sampai liat massif.

Beberapa karakteristik tanah yang digunakan pada penilaian


kesesuain lahan untuk kelapa sawit meliputi batuan
dipermukaan tanah, kedalaman efektif tanah, tekstur tanah,
kondisi drainase tanah, dan tingkat kemasaman tanah (pH).
Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah
lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung liat dan
lempung berpasir.Kedalaman efektif tanah yang baik adalah jika
>100 cm, sebaliknya jika kedalaman efektif 7 >50 cm, dan tidak
memungkinkan untuk diperbaiki maka tidak direkomendasikan
untuk kelapa sawit. Kemasaman (pH) tanah yang optimal

Persiapan Lahan 7
adalah pada 5,0-6,0 namun kelapa sawit masih toleran terhadap
pH <5,0 misalnya pada pH 3,5-4,0 (pada tanah gambut).
Beberapa perkebunan kelapa sawit terdapat pada tanah yang
memiliki pH tanah >7,0 namun produktifitasnya tidak optimal.
Pengolahan tingkat kemasaman tanah dapat dilakukan melalui
tindakan pemupukan dengan menggunkan jenis-jenis pupuk
dolomite, kapur pertanian (kaptan) dan fosfat alam (Lubis, 2008)

Kriteria keadaan tanah untuk kelapa sawit


Kriteria kurang Kriteria tidak
Keadaan tanah Kriteria baik
baik baik
1. Lereng <12o 12o – 23o -23o
2. Kedalaman
>75 cm 37,5-75 cm <37,5 cm
solum tanah
3. Ketinggian
<75 cm 75-37,5 cm <37,5 cm
muka air tanah
Pasri
Lempung atau Lempung
4. Tekstur berlempung
liat berpasir
atau pasir
Perkembangan Perkembangan Perkembangan
5. Struktur
kuat sedang lemah/masif
Gembur – agak
6. Konsistensi teguh Sangat teguh
teguh
Sangat cepat
Cepat atau
7. Permeabilitas sedang atau sangat
lambat
lambat
8. Keasaman (pH) 4,0-6,0 3,2-4,0 <3,2
9. Tebal gambut 0-60 cm 60-150 cm > 150 cm

Sumber: Pangudijatmo dan Purba (1987). dalam Iyung (2006)

8 Pemilihan Lokasi
Lahan
Ada 4 faktor lahan penting yang menjadi perhatian. Berikut
penjelasan faktor-faktor tersebut.

Topografi
Faktor topografi berkaitan dengan derajad kemiringan lereng
dan panjang lereng yang berpengaruh nyata terhadap erosi
tanah, biaya pembangunan infrastruktur serta biaya mobilisasi
dan panen. Makin curam dan/atau makin panjang lereng,
bahaya erosi makin meningkat. Lereng yang terlalu curam
menyebabkan biaya pembangunan jalan serta pengangkutan
sarana produksi dan hasil panen menjadi mahal.

Pada lahan yang curam, populasi tanaman per hektar lebih


sedikit. Kemiringan optimal kurang dari 23% (120 derajat) dan
tidak disarankan lebih dari 38% (200 derajat). Meskipun dalam
kenyataannya banyak sawit yang tumbuh di lahan curam, tidak
boleh menjadi alasan pengembangan sawit di lahan dengan
kemiringan curam, terutama karena alasan dampaknya terhadap
lingkungan.

Drainase Lahan
Persoalan drainase lahan umumnya dijumpai di lahan dataran
rendah yang tergenang secara periodik karena limpasan air
hujan, pengaruh air pasang atau perkolasi tanah terhambat.
Meskipun tanaman sawit membutuhkan banyak air, tetapi tidak
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam keadaan
tergenang atau sering tergenang. Pembangunan system drainase
harus memperhatikan juga sifat dan karakteristik tanahnya serta
ada tidaknya pengaruh pasang surut air laut.

Pembangunan sistem drainase di lahan pasang surut, baik tanah


mineral maupun tanah gambut harus dilakukan dengan
perencanaan seksama. Drainase berlebihan atau kurang
memadai sama-sama berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan
kelapa sawit. Khusus di lahan gambut, pengaturan drainase

Persiapan Lahan 9
harus memperhatikan antara kebutuhan perkembangan
perakaran tanaman dengan laju emisi karbon. Makin dalam
permukaan air tanah, makin baik perkembangan perakaran sawit
tetapi perombakan bahan organik berlangsung makin cepat
sehingga emisi karbon meningkat. Setiap saluran drainase harus
terhubung dengan keseimbangan saluran primer dan sekunder
serta dilengkapi pintu-pintu air pengendali yang berfungsi secara
otomatis.

Sifat fisik tanah seperti tekstur, struktur, kedalaman efektif tanah,


tinggi muka air tanah, ketebalan gambut, dan permeabilitas
tanah. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap
perkembangan perakaran tanaman untuk menunjang suplai air
dan hara serta mendukung tegaknya tanaman. Jika tekstur tanah
didominasi liat maka drainase tanah akan terhambat, sebaliknya
jika didominasi pasir maka tanah cepat kering sehingga
perkembangan akar akan terhambat. Kedalaman efektif tanah
yang tipis atau muka air tanah yang tinggi (dangkal) berarti
daerah jelajah akar akan terbatas.

Kesuburan tanah
Faktor kesuburan ini mencakup beberapa sifat kimia tanah yaitu
kemasaman (pH), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa,
ketersediaan unsur hara makro dan mikro, kadar bahan organik,
dan tingkat salinitas (kadar garam). Sifat-sifat kimia tersebut
menjadi acuan awal menetapkan rekomendasi pemupukan
sebelum diperoleh hasil-hasil penelitian di lokasi bersangkutan.

Potensi Produksi Kelapa Sawit


Potensi produktivitas tanaman kelapa sawit yang dapat dicapai
jika menggunakan kelas lahan dan benih kelapa sawit bermutu
dan melaksanakan budidaya sesuai standar teknis, berdasarkan
kelas tanah dalam jangka 20 tahun. Berikut diuraikan kelas
kesesuaian lahan:

10 Pemilihan Lokasi
Kelas S1
Pada wilayah dengan lahan yang mempunyai struktur kriteria
yang baik, tidak mempunyai faktor penghambat ataupun
ancaman kerusakan yang berarti. Tipe lahan seperti ini akan
cocok usaha tani yang efektif. Faktor pembatas bersifat minor
dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit
lahan secara nyata dan iklim setempat sesuai bagi pertumbuhan
kelapa sawit.

Kelas S2
Tanah pada lahan kelas S2 mempunyai sedikit penghambat yang
dapat mengurangi pilihan penggunaanya. Tanah pada kelas S2
ini membutuhkan pengolahan tanah secara hati-hati yang
meliputi tindakan pengawetan untuk dapat menghindari
kerusakan dan sekaligus untuk melakukan perbaikan hubungan
air dan udara dalam tanah ditanami tanaman kelapa sawit.

Kelas S3
Pada kelas S3 mempunyai lebih baik banyak hambatan dari
tanah kelas S2, dan bila tanah ini digunakan untuk tanaman
pertanian akan membutuhkan tindakan pengawetan khusus yang
umumnya lebih sulit pekerjaannya, baik dalam pelaksanaan

Persiapan Lahan 11
maupun pekerjaan didalam periode pemeliharaannya. Kelas
kesesuaian lahan dapat dinilai dari karakteristik lahan yang ada
dilapangan, (Suwadi, 2013), produktivitas tanaman kelapa sawit
jenis Tenera secara Umum pada lahan kelas S1, S2, S3

Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit


Umur Kelas S1 Kelas S2 Kelas S3
(thn) RBT TBS T RBT TBS T RBT TBS TBS
3. 22 3,2 9 18 3,0 7 17 3,0 7
4. 19 6,0 15 18 6,0 14 17 5,0 12
5. 19 7,5 18 17 7,0 16 16 7,0 14
6. 16 10,0 21 15 9,4 18 15 8,5 17
7. 16 12,5 26 15 11,8 23 15 11,1 22
8. 15 15,1 30 15 13,2 26 15 13,0 25
9. 14 17,0 31 13 16,5 28 13 15,5 26
10. 13 18,5 31 12 17,5 28 12 16,0 26
11. 12 19,6 31 12 18,5 28 12 17,0 26
12. 12 20,5 31 11 19,5 28 11 18,5 26
13. 11 21,1 31 11 20,0 28 10 20,0 26
14. 10 22,5 30 10 21,8 27 10 20,0 25
15. 9 23,0 28 9 23,1 26 9 21,0 24
16. 8 24,5 27 8 23,1 25 8 22,0 24
17. 8 25,5 26 8 24,1 25 7 23,0 22
18. 7 26,0 25 7 25,2 24 7 24,0 21
19. 7 27,5 24 7 26,4 22 6 25,0 20
20. 6 28,5 23 6 27,8 22 5 27,0 19
21. 6 29,0 22 6 28,6 22 5 27,0 18
22. 5 30,0 20 5 29,4 19 5 28,0 17
23. 5 30,5 19 5 30,1 18 4 29,0 16
24. 4 31,9 18 4 31,0 17 4 30,0 15
25 4 32,4 17 4 32,0 16 4 34,0 14
Rerata 11 21 24 10 20 22 10 19 20

Keterangan: T = Jumlah Tandan/ph/th; RBT = Rata-rata Berat Tandan (Kg);


TBS = Ton TBS/ha/th
Sumber: (BPM-KS, 2007)

Ringkasan kriteria kesesuaian lahan sebagai petunjuk awal atau


dalam keadaan tidak tersedia data yang cukup, dapat
menggunakan peta kesesuaian lahan dan iklim yang diterbitkan
oleh Badan Litbang Pertanian.

12 Pemilihan Lokasi
Kriteria kesesuaian lahan untuk kelapa sawit

S1 S2 S3 (KL N (tidak
Unsur Kemampuan
(KL tinggi) (KL sedang) terbatas) sesuai)
A: 9/2 B2 : 7-9/2-3 D1:3-4/2 D2:3-4/2-3
B1:7-9/2 C1:5-6/2 C2:5-6/2-3 D3:4-6/6
Zona agroklimat
E1:3/2
Z ...
E2:3/2-3
E3:3/4-6

Ketinggian dari 25-200 m 200-300 m 300-400 m <25 m


permukaan air laut
<400 m
Ombak Gelombang Bukit-
Datar-ombak
gelombang bukit gunung
.daerah dan lereng
10-25% 25-50% >50%
<10% (4,5o)
(4,5-10o) (10-22,5o) (>25o)
..di permukaan dan
<10% 10-25% 25-50% >50%
.. tanah
Kedalaman solum
>100 m 50-100 m 25-50 m <25 m
tanah
Kedalaman air tanah >100 m 50-100 25-50 m <25 m
Lempung Liat sangat
liat Liat berat
berdebu berat
Lempung Liat
Pasir berliat Pasir kasar
berpasir berlempung
Tekstur tanah
Lempung
Lempung liat Pasir berdebu
berpasir
Pasir
Liat berpasir
berlempung
Remah Gumpal Tidak
Remah kuat
sedang lemah berstruktur
Struktur tanah
Gumpal Gumpal
masif
sedang sedang
Sangat
Konsistensi tanah gembur Teguh/keras Sangat teguh
gembur
Sangat
Erodibiltas Rendah/sedang Agak tinggi Sangat tinggi
rendah
Kemasaman tanah 5,0-6,0 4,0-4,9 3,5-3,9 <3,5
(pH) 6,1-6,5 6,6-7,0 >70
Sangat
Kesuburan tanah tinggi sedang rendah
rendah
Sumber: Pangundijatno, Panjaitan, dan Pamin (1985)

Persiapan Lahan 13
14 Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit
LEGALITAS PERKEBUNAN KELAPA
SAWIT

Definisi legalitas yang dimaksud dalam poin ini meliputi


perizinan pendirian kebun, pembukaan kebun, pengelolaan
kebun, dimana kelapa sawit ditanam/ diproduksi, dan
diperdagangkan dengan mematuhi peraturan yang berlaku
secara hukum di tingkat nasional, maupun di sepanjang rantai
pasok. Produsen wajib memiliki izin usaha dan hak kepemilikan
tanah/ konsesi dan perizinan lainnya untuk beroperasi.

Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang


Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, tanda buah
segar (TBS) yang diproduksi di dalam kawasan hutan
merupakan produk kelapa sawit yang ilegal. Kawasan hutan
yang boleh dicadangkan untuk dikonversi menjadi kawasan
perkebunan hanya kawasan hutan yang berstatus Hutan
Produksi Konversi (HPK).

Penting bagi para pelaku usaha untuk memastikan bahwa suatu


konsesi tidak berada dalam sengketa. Memastikan perbatasan
perkebunan tidak melebihi zona konsesi. Khusus untuk
perdagangan ekspor, beberapa ketentuan legalitas tambahan dari
negara pengimpor merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh.

Untuk mendapatkan nilai ekonomis dalam budidaya perkebunan


kelapa sawit dibutuhkan areal kebun yang relative luas minimal
5.000 hektar. Keadaan tanah memenuhi syarat/layak dari sisi
teknis kebun, status areal sesuai peruntukannya dapat diurus,
pelepasannya/tidak masuk dalam kawasan yang dilarang,
Kelengkapan perijinan dan legalitas (yang menjadi pokok
bahasan).

Persiapan Lahan 15
Perizinan Usaha Perkebunan
Izin Lokasi
Perusahaan Perkebunan harus memperoleh Izin Lokasi dari
pejabat yang berwenang, dalam hal ini Bupati/ Gubernur—
ditentukan berdasarkan luasan dan batasan wilayah yang
dimohonkan.

Izin lokasi adalah bukan izin usaha, akan tetapi izin untuk
memperoleh tanah/ melakukan pembebasan lahan dengan batas
waktu max 3 tahun. Jika proses perolehan tanah belum selesai,
maka dapat diperpanjang selama 1 tahun jika perusahaan telah
berhasil membebaskan/ memperoleh setidaknya 50% dari areal
izin lokasi yang diberikan.

Untuk perkebunan yang berdiri sebelum tahun tahun 1999,


dokumen izin lokasi umumnya berupa:

SK pencadangan lahan
Arahan Bupati

Perusahaan lama yang berdiri pada masa penjajahan atau


yang memiliki Hak Erfpacht tidak memerlukan dokumen
izin lokasi. Badan hukum asing atau perorangan warga
negara asing yang elakukan Usaha Perkebunan wajib

16 Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit


bekerjasama dengan Pelaku Usaha Perkebunan dalam
negeri dengan membentuk badan hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.

Izin Lingkungan
Izin Lingkungan merupakan prasyarat memperoleh izin Usaha
Perkebunan. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin
Lingkungan. Untuk mendapatkan izin lingkungan, diperlukan:
Dokumen AMDAL dan UKL-UPL,
Hasil penilaian AMDAL dan UKL-UPL.
Perusahaan yang didirikan sebelum tahun 2012 tidak
memerlukan izin lingkungan. Akan tetapi, semua perusahaan
(termasuk sebelum tahun 2012) akan melakukan perluasan lahan
atau peningkatan kapasitas kebun, wajib merubah AMDAL dan
memohon Izin Lingkungan.

Dokumen AMDAL adalah dokumen kajian ilmiah secara


komprehensif terhadap lokasi yang sudah diberikan berdasarkan
Ijin Lokasi dari semua aspek, mulai dari:
 Latar Belakang,
 Rencana Kegiatan,
 Rona Lingkungan Fisik Kimia,
 Lingkungan Hayati,
 Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya,
 Identifikasi,
 Prediksi dan Evaluasi Dampak Penting: dampak terhadap
potensi kebakaran Lahan, dampak terhadap laju erosi,
subsidensi Tanah dan meningkatnya pirit, dampak terhadap
kualias air, dampak terhadap terganggunya flora dan fauna,
dampak terhadap kesempatan kerja dan pendapatan
masyarakat, dan dampak terhadap keluhandan keresahan
sosial.

Persiapan Lahan 17
Dokumen AMDAL terdiri dari:
 Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA
AMDAL),
 Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL),
 Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL),
 Dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Izin Usaha Perkebunan (IUP)


Berdasarkan Peraturan Menteri No 98 Tahun 2013 jo. Peraturan
Menteri Pertanian No. 26 Tahun 2007 tentang Pedoman
Perizinan Perkebunan, jenis usaha perkebunan terdiri dari tiga
jenis:
Jenis-jenis Usaha Perkebunan
Jenis Usaha
Pelaku Usaha Jenis Izin
Perkebunan
Perusahaan, petani Izin Usaha
Usaha budidaya
(plasma atau Perkebunan
tanaman perkebunan,
swadaya) Budidaya (IUP-B)
Izin Usaha
Usaha industri
Perkebunan
pengolahan hasil
Perusahaan Pengolahan
perkebunan/ pabrik
Industri
kelapa sawit (PKS),
(IUP-P)
Usaha perkebunan
yang terintegrasi
Izin Usaha
antara budidaya
Perusahaan Perkebunan
dengan industri
(IUP
pengolahan hasil
perkebunan.
Sumber: Rizkiasari Yudawinata, 2016

Izin usaha yang dikeluarkan sebelum tahun 2007 sebagaimana di


bawah ini masih tetap berlaku dan diakui, antara lain:
 Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP);
 Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan (ITUBP);
 Izin Usaha Tetap Usaha Industri Perkebunan (ITUIP);
 Izin/Persetujuan Prinsip Menteri Pertanian;atau
 Izin usaha perkebunan yang diterbitkan oleh Kepala BKPM
atas nama Menteri Pertanian.

18 Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit


Contoh Surat Izin Usaha Perkebunan (IUP)

Persiapan Lahan 19
Proses Izin Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit
Sumber: 1. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1993
2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1999
3. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Barat No. 5 Tahun 2006
(dalam Rizkiasari Yudawinata, 2016)

20 Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit


Alur Proses Izin Usaha
Sumber: Rizkiasari Yudawinata, 2016

Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB)


HGU merupakan Hak Atas Tanah. Tanah tersebut digunakan
untuk usaha pertanian, peternakan dan perikanan sesuai
peruntukannya. HGU dapat digunakan baik untuk kebun dan
bangunan (pabrik dan bangunan untuk kebutuhan kebun).

HGB hanya dapat digunakan untuk bangunan saja, tidak dapat


dijadikan alas hak untuk budidaya kebun. HGU setidaknya telah
didapatkan maksimal 2 tahun setelah IUP diterbitkan oleh pihak

Persiapan Lahan 21
yang berwenang. Setiap perusahaan dapat memiliki beberapa
HGU untuk satu unit usaha kebunnya. Hal akusisi lahan.

Perolehan HGU untuk perkebunan hanya dapat berasal dari


lahan yang berstatus:
 APL (Areal Penggunaan Lain)
 Hutan Produksi Konversi (HPK) – sebelum mendapatkan
HGU, perusahaan perlu mendapatkan Surat Keputusan (SK)
Pelepasan
Kawasan Hutan terlebih dahulu.
 Adat/ Tanah Ulayat dari Masyarakat Hukum Adat – sebelum
mendapatkan HGU, perusahaan wajib: memiliki perjanjian
yang dituangkan berdasarkan musyawarah dengan
masyarakat hukum adat pemegang hak; bentuk kesepakatan
imbalan diketahui oleh gubernur/ bupati/ walikota sesuai
kewenangannya.

Menurut Kementerian Pertanian, sejak ISPO (Indonesian


Sustainable Palm Oil System) diluncurkan pada tahun 2011
sampai bulan Juli 2016, dari total luas kebun 11 juta hektar, baru
sekitar 1,3 juta hektar setara produksi CPO 6,4 juta ton yang
telah memperoleh sertifkasi ISPO11. Jumlah perusahaan yang
disertifkasi relatif kecil salah satu kendalanya terkait perizinan
dan kepemilihan lahan (aspek legalitas). Jika hukum dan standar
tidak diikuti dan diterapkan, maka beberapa risiko dapat terjadi
seperti izin operasional dicabut atau konsesi dikembalikan ke
pemilik awal, denda dan sanksi, serta kendala akses pasar.

Konversi Hutan Menjadi Perkebunan


Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ke-3 di dunia dengan
luasan 131.3 juta hektar (Kementrian Kehutanan, 2012) dan
masuk sebagai salah satu negara penghasil emisi gas rumah kaca
(GRK) tertinggi. 37% sumber emisi dihasilkan dari deforestasi
dan 27% disebabkan oleh kebakaran gambut. Data FAO (Food
Agriculture Organisation) menyebutkan bahwa kelapa sawit

22 Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit


yang ditanam di Indonesia antara tahun 1990 dan 2008
diasosiasikan sebagai penyebab deforestasi.

Pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan yang


berupaya untuk memitigasi emisi GRK salah satunya dengan
menurunkan angka deforestasi, dan meminimalisir penggunaan
kawasan gambut melalui kebijakan moratorium, dan peraturan
pemerintah tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem
gambut. Selanjutnya pemerintah telah memberi sinyal kedepan
untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih mengarah pada
peningkatan produktiftas dan nilai tambah melalui intensifikasi
dan hilirasasi ketimbang memperluas kawasan perkebunan
kelapa sawit.

Pembukaan Perkebunan Baru


Sehubungan dengan dikeluarkannya beberapa peraturan yang
berupaya untuk menakan deforestasi dan emisi GRK, Bank/
LJK perlu memahami bahwa perusahaan yang akan membuka
kebun baru terikat dengan beberapa peraturan utama terkait,
yaitu:

Persiapan Lahan 23
Ketentuan standar ISPO untuk membuka lahan baru, antara
lain:
SOP untuk membersihkan lahan termasuk ketentuan membuka
lahan tanpa bakar,

Rekaman bahwa perusahaan tidak membuka lahan dengan cara


bakar sejak tahun 2004,

Pembersihan lahan didasarkan pada rekomendasi dokumen


AMDAL dan RKL,

Pembukaan lahan tidak dapat dilakukan di area dengan


keterjalan di atas 40%, dan

Menyiapkan drainase dan tanaman tumbuh untuk


meminimalilsir erosi dan degradasi lahan.

Kebijakan moratorium pemberian izin baru di hutan primer dan


kawasan gambut. Dalam hal perkebunan moratorium
diterapkan:

Untuk pemberian izin baru terhadap lahan yang berlokasi baik di


dalam kawasan hutan produksi konversi maupun APL,
ketentuan ini pertama kali diluncurkan pada tahun 2011.
Perusahaan sebaiknya menghindari kawasan-kawasan ini karena
berisiko lingkungan – akan tetapi juga perusahaan/ pelaku usaha
perlu waspada akan adanya perubahan reguler setiap 6 (enam)
bulan sekali terkait lokasi yang berada di dalam peta indikatif
penundaan pemberian izin baru (PIPIB).

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan


dan Pengolahan Ekosistem Gambut.
Setiap orang maupun perusahaan dilarang membuka lahan baru
(land clearing) sampai ditetapkan zonasi fungsi lindung dan fungsi
budidaya pada areal ekosistem gambut untuk tanaman tertentu.

24 Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit


Membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi
kering.

Membakar lahan gambut dan/ atau melakukan pembiaran


terjadinya kebakaran.

Selain itu, gambut dengan kondisi berikut ini akan ditetapkan


sebagai gambut yang mempunyai fungsi lindung:
Gambut dengan ketebalan 3 (tiga) meter atau lebih,
Plasma nutfah spesifk dan/atau endemic,
Terdapat spesies yang dilindungi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Peraturan Tentang Pembukaan Lahan Baru

Beberapa peraturan terkait konversi hutan yang penting untuk


diketahui oleh para pelaku usaha sawit adalah:
 Inpres Moratorium No. 8 Tahun 2015 tentang penundaan izin
baru hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di
hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi dan APL yang
tercantum di dalam Peta Indikatif Penundaan Izin Baru.
 Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor: SE.I/ Menhut-II/2014
Tentang Penundaan Proses Perizinan di Bidang Kehutanan.
 Surat Edaran No. 10/SE/VII/2015 Tentang Penerbitan Izin Pada
Areal Hutan Konservasi Bernilai Tinggi (High Conservation Value
Forest).
 Ruang lingkup yang diatur ini ditujukan kepada Kepala
Daerah agar tidak memberikan izin lokasi dan melindungi
areal hutan berkonservasi tinggi yang berada di APL dan
berasal dari pelepasan kawasan hutan.
 Kepala Kantor BPN untuk memberikan instruksi kepada
para pemegang HGU yang berasal dari pelepasan kawasan
hutan untuk menjaga kelestarian dan tidak melakukan land
clearing.

Persiapan Lahan 25
Perusahaan perkebunan harus melakukan verifkasi awal terkait
status lahan (apakah lahan merupakan kawasan hutan atau
tidak, lahan gambut atau bukan) yang akan dibuka sebelum
melakukan ekspansi dan pembukaan lahan (land clearing), sesuai
dengan peruntukkan tata ruang dan land clearing memenuhi
kriteria pengembangan perkebunan baru secara bertanggung
jawab baik mandatory maupun voluntary.

Penting bagi perusahaan untuk tidak hanya fokus dengan status


kawasan hutan atau tidak, akan tetapi juga kondisi tutupan
hutan secara fsik—apakah masuk ke dalam kategori hutan
primer atau tidak. Perusahaan sebaiknya memprioritaskan yang
sudah terbuka dan tidak bertutupan hutan untuk dimohonkan
izin lokasi dan dibuka.

Apabila sudah terpetakan kondisi areal yang dimohonkan,


perusahaan dapat melakukan enclave ataupun penetapan
kawasan tertentu menjadi berfungsi lindung.

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)


Setiap hektar lahan gambut yang dikeringkan untuk produksi
kelapa sawit, diperkirakan melepas 3.750 – 5.400 ton CO2.
Sampai saat ini, hanya 20% kelapa sawit yang ditanam di lahan
gambut, namun kontribusinya terhadap emisi GRK mencapai
70% di sektor komoditas tersebut. Menghentikan ekpansi
perkebunan sawit ke lahan gambut dan merestorasi konsesi
gambut yang rusak akan secara signifkan menurunkan emisi
GRK dari sektor kelapa sawit. Deforestasi dan degradasi hutan
tropis Indonesia menyumbang 20% emisi GRK dunia.

Dari sisi kebijakan, pemerintah menargetkan sektor pertanian


ikut melakukan upaya mitigasi emisi karbon secara aktif melalui
pengelolaan berkelanjutan seperti memprioritaskan lahan
terbuka dan bukan gambut dalam pemilihan arealnya. Pada
dasarnya lahan gambut bukan lahan ideal untuk sawit dan
perkebunan. Lahan gambut sendiri dikategorikan sebagai kelas

26 Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit


dengan kesesuaian lahan S3 (kurang sesuai)—yakni termasuk ke
dalam lahan marjinal dan memiliki beberapa faktor pembatas.
Dengan kata lain, tanpa teknologi dan biaya perawatan yang
tidak sedikit, budidaya pertanian di lahan marjinal sulit
memberikan keuntungan. Hal ini dikarenakan lahan gambut
memerlukan pengawasan dan monitoring terkait sistem
pengairan serta drainase.

Contoh kasus kabut asap di Kalimantan Tengah


Berdasarkan data DPIP Otoritas Jasa Keuangan tahun 2016,
perkiraan awal kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan
kabut asap tahun 2015 di Indonesia sebesar USD 16 milyar.
Nilai ini dua kali lebih besar daripada dampak akibat Tsunami
tahun 2004 yang melanda Indonesia dan beberapa negara
lainnya. Nilai ini juga melebihi total investasi sawit yang
dibiayai oleh 74 bank di Indonesia sebesar 109.16 triliun rupiah.

Perkiraan ini mencakup kerugian dalam sektor pertanian,


kehutanan, transpotasi, perdagangan, industri, wisata dan sektor
lainnya. Beberapa kerugian dirasakan langsung di jumlah panen,
hilangnya hutan, rumah – rumah dan infrastruktur yang rusak
serta biaya penanggulangan api. Dampak ekonomi dihasilkan
akibat terganggunya transportasi udara, darat dan laut saat kabut
asap.

Persiapan Lahan 27
Kualitas udara pada desa – desa yang berlokasi dekat pusat
kebakaran menyentuh level 1.000 PSI (International Pollutant
Standard Index) – ini 3 kali lebih tinggi dari ambang batas status
―berbahaya (hazardous)‖. Kandungan racun diantaranya karbon
dioksida, sianida dan amonium.

Lebih dari 2,6 juta hektar hutan, gambut dan lahan lainnya
terbakar, kerugian di dalamnya termasuk kayu, non-kayu,
hidupan liar (wildlife), habitat orangutan dan spesies terancam
lainnya. Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan faktor
utama yang membuat Indonesia sebagai penghasil gas rumah
kaca.

Hubungan Dengan Masyarakat


Seringkali upaya akusisi lahan antara perusahaan dan
masyarakat tidak dijalankan dengan proses yang memadai.
Akibatnya perusahaan akan mendapat kendala di dalam
bernegosiasi langsung dengan masyarakat dan kelompok adat.
Menurut private sector analyst dari RRI Consulting Group, Bryson
Ogden, struktur industri seringkali tidak mengikutsertakan
masyarakat lokal di dalamnya. Yang paling dirugikan dalam
proses ini adalah mereka yang kehilangan lahan dan tidak
memperoleh manfaat sedikitpun dari kegiatan ekonomi baru
yang dilakukan di lahan tersebut. Laporan RRI menyatakan
masyarakat adat, petani dan perempuan merupakan kelompok
yang paling lemah, begitu pula para pemilik lahan kelapa sawit
kecil.

Ketika masyarakat adat tidak sepakat dalam kegiatan


perkebunan, risiko yang bisa terjadi amat besar seperti
berhentinya operasional perkebunan, perusahaan kehilangan ijin
sosial (social license) untuk beroperasi, serta dampak reputasi
buruk bagi perusahaan. Masyarakat pemilik lahan seringkali
memasok hasil sawitnya kepada perusahaan/mereka bekerja
sebagai pegawai di perusahaan, oleh karena itu hubungan yang
baik dengan masyarakat harus terjaga.

28 Legalitas Perkebunan Kelapa Sawit


Dalam proses pengembangan dan perluasan perkebunan kelapa
sawit, perusahaan wajib melibatkan semua pihak yang akan
terdampak langsung maupun tidak langsung, baik itu dampak
positif maupun negatif dari kegiatan pembangunan perkebunan
dan pabrik kelapa sawit di suatu wilayah. Perlu adanya
transparansi dari pihak perusahaan dalam menyampaikan
rencana jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang di
suatu wilayah dengan tahapan-tahapan yang pasti dan sudah
disetujui. Kegiatan penyampaian kepada semua pihak ini dapat
berupa konsultasi publik maupun pertemuan-pertemuan khusus
dengan seluruh pihak dan pemangku kepentingan, diantaranya
masyarakat lokat, masyarakat adat, instansi pemerintah daerah
terkait, perangkat desa, serta pihak-pihak yang mungkin
berkepentingan terhadap keberlangsungan usaha dari
perusahaan perkebunan tersebut.

Perusahaan wajib melaksanakan identifkasi, monitoring, dan


evaluasi terhadap dampak-dampak yang timbul dari
pembangunan perkebunan dan pabrik kelapa sawit tersebut,
yang semua diajukan dan dibuat dalam bentuk dokumen
AMDAL, serta analisa dan penilaian dampak sosial dari
pembangunan perkebunan kelapa sawit dan dianjurkan untuk
dapat disampaikan kepada seluruh pihak.

Persiapan Lahan 29
PEMBUKAAN LAHAN
(LAND CLEARING)

Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit adalah kegiatan atau


pekerjaan membersihkan lahan dari vegetasi lainnya, baik
berupa pepohonan, belukar, maupun rerumputan agar siap
diolah untuk persiapan penanaman kelapa sawit.

Metode pembukaan lahan tergantung kondisi lahan, khususnya


vegetasi atau peruntukan lahan sebelumnya. Lahan yang sesuai
untuk kelapa sawit dapat berupa hutan primer dan sekunder,
semak belukar, bekas perkebunan komoditas lain (karet, kelapa,
kakao), padang alang-alang, atau bahkan bekas kebun tanaman
pangan (jagung, singkong, padi gogo), serta kebun kelapa sawit
tua (peremajaan). Teknik pembukaan lahan dapat dilakukan
secara manual, mekanis, kimia atau kombinasi, tergantung
keadaan vegetasinya.

Vegetasi Lahan
Vegetasi Hutan Primer Atau Sekunder
Pembukaan lahan hutan primer atau sekunder dilakukan
penebangan secara bertahap. Pada prinsipnya, tanaman lapis
bawah berupa semak, belukar, dan anakan pepohonan yang
masih kecil ditebas lebih dulu dengan parang, dan kapak.

30 Pebukaan Lahan
Tergantung jenis dan kondisi hutannya, jika diperlukan, dapat
digunakan gergaji rantai (Chain saw) untuk pepehonan kecil yang
sudah berat ditebang dengan kapak atau parang.

Hasil tebangan ditumpuk dalam jalur dengan jarak 4 – 5 m antar


tumpukan dan lebar tumpukan 4 – 5 m. Setelah bersih baru
dilakukan penebangan pepohonan yang lebih besar. Kayu yang
berguna dapat dikumpulkan dan sisanya, termasuk cabang-
cabang dan ranting pepohonan diletakkan pada tumpukan
tebangan lantai hutan sebelumnya. Bagian-bagian cabang besar
dan kecil dipotong pendekpendek untuk memercepat proses
pelapukannya. Tidak diperbolehkan membakar hasil tebangan,
tetapi dipotong sependek mungkin lalu dibiarkan sampai habis
melapuk. Di perkebunan-perkebunan besar, terutama jika tenaga
kerja sulit, dapat menggunakan mesin penghancur sehingga
mempercepat proses pelapukan dan mengurangi tebal timbunan
hasil tebangan.

Penggunaan mikroba pelapuk sangat dianjurkan untuk


memercepat proses pelapukan tumpukan bahan organik tersebut.
Pemberian formula mikroba pelapuk akan meningkatkan
kesuburan tanah. Berbagai macam formula pelapuk telah
beredar di pasaran dengan kualitas yang beragam sehingga harus
hati-hati memilih.

Persiapan Lahan 31
Vegetasi Semak Belukar
Pada prinsipnya, pembukaan belukar mirip dengan pembukaan
lahan vegetasi hutan, dengan perbedaan pada ukuran
pepohonan. Di samping itu di lahan bersemak, biasanya
diselingi padang rumput atau alang-alang. Di bagian yang
ditutupi semak belukar dengan vegetasi berkayu ukuran besar
relatif banyak, pembukaan lahan dimulai dengan menebas
vegetasi yang lebih pendek dan kecil seperti rerumputan, anakan
semak baru disusul dengan tumbuhan lebih besar.

Rerumputan dan alang-alang sebaiknya disemprot saja dengan


herbisida 2 – 3 kali hingga betul-betul bersih dari gulma. Semak
yang ditebang, langsung dicacah atau dipotong sependek
mungkin dan ditumpuk bersama rerumputan dalam lajur-lajur di
antara rencana barisan tanaman. Tumpukan tersebut tidak boleh
dibakar, tetapi dibiarkan melapuk yang berguna untuk
meningkatkan kadar bahan organik dan unsur hara dalam tanah.
Penggunaan formula mikrobia dapat memercepat proses
pelapukannya.

32 Pebukaan Lahan
Vegetasi Rerumputan
Pembukaan lahan dengan vegetasi rerumputan lebih mudah dan
murah biayanya. Dalam kenyataannya, padang rumput sering
diselingi gerombolan tanaman semak bahkan kadang-kadang
tanaman pepohonan. Bila vegetasi rumputnya tidak terlalu tebal,
dapat langsung disemprot dengan herbisida sebanyak 2 – 3 kali
dengan selang waktu 3 – 4 minggu. Jika rerumputannya terlalu
tebal, sebaiknya didahului dengan pembabatan secara manual
atau menggunakan hand slaser. Setelah tunas baru sudah
tumbuh, dilakukan penyemrotan dengan herbisida yang bersifat
sistemik agar mati sampai ke akar-akarnya.

Rumput yang sudah kering, tidak boleh dibakar tetapi dibiarkan


supaya melapuk secara alami untuk menambah bahan organik
ke dalam tanah. Segera setelah rerumputan sudah mulai
mengering, dapat dilakukan pengajiran yang disusul dengan
pembuatan lubang tanam dan penanaman tanaman penutup
tanah setelah kering.

Vegetasi Bekas Pertanaman Tanaman Semusim


Pembukaan lahan bekas tanaman semusim atau tegalan praktis
tidak memerlukan pentahapan, tetapi hanya sekedar
pembersihan lahan dari sisa-sisa panen sebelumnya dan
pemberantasan rerumputan yang biasanya tidak terlalu tebal.
Persiapan lahan diusahakan setelah panen tanaman semusim,
sehingga kondisi lahan relatif bersih. Pembersihan rerumputan
dapat dilakukan secara manual atau dengan herbisida akar lahan
bebas dari rumput dalam waktu relatif lebih lama. Setelah panen
dan pembersihan secukupnya, dapat segera dilakukan pengajiran
dan pembuatan lubang tanam serta penanaman tanaman
penutup tanah.

Vegetasi Tanaman Perkebunan


Prosedur pembukaan lahan perkebunan dengan komoditas
pepohonan lebih ringan dibanding dengan vegetasi hutan karena
lebih teratur, seragam, dan umumnya tanpa tanaman bawah.

Persiapan Lahan 33
Jika kebun tersebut sudah lama terlantar atau tidak terpelihara
dengan baik sehingga rumputnya sudah tinggi dan mulai
ditumbuhi semak belukar (banyak dijumpai di kebun karet
rakyat), maka pembukaan lahannya mirip lahan hutan sekunder.

Langkah pertama adalah membersihkan tanaman bawah berupa


rerumputan dan/atau semak belukar, dipotong-potong sependek
mungkin, ditumpuk di dalam gawangan (lajur) di antara rencana
barisan tanaman kelapa sawit. Akan tetapi, kalau kebunnya
masih terpelihara baik, langsung dilakukan penebangan tanaman
pokoknya. Bagian batang yang keras, misalnya kelapa atau
karet, dapat diolah untuk kayu pertukangan. Khusus kayu kelapa
sawit, belum banyak dimanfaatkan. Bagian tanaman yang tidak
digunakan berupa batang (bagian ujung kelapa dekat pucuk),
cabang, dan ranting ditumpuk dalam gawangan dan dibiarkan
melapuk Seperti halnya pada pembukaan hutan, cabang dan
ranting dipotong sependek mungkin dan tidak boleh dibakar.

Setelah selesai, lakukan penyemprotan herbisida dalam areal


gawangan di antara tumpukan sisa-sisa tanaman tadi sebanyak 2
kali selang 2 – 3 minggu. Jika tanamannya adalah tanaman
kelapa atau kelapa sawit (peremajaan), maka upaya pencegahan
hama orictes perlu dilakukan dengan cara bagian ujung batang
diletakkan dalam gawangan antar rencana baris penanaman
sawit, dan segera ditanami tanaman penutup tanah sekitar 3

34 Pebukaan Lahan
minggu setelah penyemprotan herbisida. Untuk mempercepat
proses pelapukan tumpukan sisa-sisa tanaman tadi, sebaiknya
disiram dengan formula mikroba pelapuk sekitar satu bulan
kemudian.

Penyusunan Tata Ruang


Perencanaan atau rancangan areal tersebut sedemikian rupa,
sehingga batas blok, areal pembibitan, sistem jaringan jalan,
saluran air, sistem pengawetan tanah, perumahan pabrik, sesuai
dengan keadaan areal (luas, topografi) dan bersifat permanen.
Tujuan penataan kebun adalah mengatur ruang/penggunaan
untuk blok tanaman, areal pembibitan, jaringan jalan, saluran
air, kantor pabrik.

Luas Perkebunan Kelapa Sawit


Uraian Kebun Kecil Kebun Besar
Luas (Ha) ±5.000 Ha 10.000 Ha
Luas 1 Afdeling 750 - 1.000 Ha 750 - 1.000 Ha
Luas 1 blok 16 - 25 Ha 16 - 25 Ha
Jumlah Afdeling 5 –7 10 – 14
Pembukaan Areal I 3.000 Ha I 3.000 Ha
II 3.000 Ha
Pembukaan Areal II 2.000 Ha III 2.000 Ha
IV 2.000 Ha
60 Ton TBS/jam
Kapasitas Pabrik 30 ton TBS/jam
(2 tahap)
Sumber: Tim Pengembangan Materi Lembaga Pendidikan Perkebunan (2010)

Persentase Areal Perkebunan Kelapa Sawit


Arel tanaman 91,90 %
Pembibitan 0,20 %
Jaringan jalan 3,20 %
Parit 2,70 %
Parit dan kolam limbah 0,25 %
Kantor, rumah dan lain – lain 1,69 %
Jumlah 100,00
Sumber: Tim Pengembangan Materi Lembaga Pendidikan Perkebunan (2010)

Persiapan Lahan 35
Desain Kebun
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan desain kebun
adalah bentuk kebun dan ukuran kebun blok pada areal datar
adalah bentuk dan ukuran blok biasanya bujur sangkar atau
empat persegi panjang dan ukuran 500 x 500 m atau 1000 x 300
m. Batas blok pada areal datar dan berombak jalan harus dapat
dikendarain oleh roda empat. Bentuk blok pada areal yang
bertopografi bergelombang atau berbukit atau bergelombang
biasanya tidak harus lurus tapi bisa berupa badan jalan yang
dapat dilalui kendaraan roda empat atau jalan setapak.

Demikian juga dengan jaringan jalan yang memadai yang dapat


dilalui kendaraan. Kondisi lahan yang meliputi darat, rawa,
berbukit dan sungai yang dapat dikelolah dengan demikian rupa
agar dapat dijangkau. Rencana lokasi pemukiman karyawan,
lokasi pabrik dan gudang barang serta rencana pengerasan jalan
akan pembuatan dan perawatan jalan sangat penting
diperhatikan masalah pengaliran air dan pengerasan jalan.

Rencana autlet drainase berdasarkan kondisi lahan, pembagian


blok kebun (luas satu blok sebaiknya 30 hektar). Penentuan jalan
utama (Main road), jalan transport (Transport road), jalan

36 Pebukaan Lahan
koleksi (Collection road) dan jalan kontrol. Selain itu, jalan-jalan
diperkebunan juga terdapat istilah pasar tikus yang merupakan
jalan yang digunakan para pekerja untuk melakukan
pekerjaannya secara berkala. Jalan utama merupakan jalan besar
yang pada saat pembukaan lahan yang pertama kali dibuat.

Semua perencaan tersebut dilengkapi dengan peta kelayakan


lahan yang meliputi:

 Kesesuaian Lahan (s1, s2, s3, N1, N2)


 Akses jalan
 Kondisi vegetasi (Hutan Primer, Hutan Sekunder, Semak
Belukar, Rawa, lalang)
 Sumber Air
 Infrastruktur
 Potensi Masalah Sosial

Rintis Dan Blocking


Rintis merupakan kegiatan membuka hutan dengan parang
dengan lebar 2 m jalan rintis digunakan sebagai dasar awal
untuk pembuatan jalan utama, jalan koleksi maupun blok.
Blocking design yaitu mengukur dan menentukan batas-batas
blok sesuai ukuran yang ditetapkan, rata-rata dalam satu blok
berukuran 30Ha.

Persiapan Lahan 37
Pedoman dalam pembuatan blok dan jalan di areal datar
:Berdasarkan peta rencana blok, dilakukan kegiatan rintis MR
(Main Road) arah Timur - Barat dan CR (Collecting Road)
arah Utara – Selatan dengan menggunakan theodolite oleh
PMNP. Jarak titik pancang antar as MR adalah 1.012,25 m dan
antar as CR adalah 308,2 m.
 Lebar blok 301,2 m dan panjang 1.003,25 m.
 Lebar MR 9 m dan CR 7 m.

Khusus untuk areal berbukit dilakukan imas tumbang terlebih


dahulu sebelum pembuatan jalan dan blocking. Blocking
ditentukan berdasarkan batas jalan dan luasnya tidak harus 30
ha.

Pembukaan Lahan Tanpa Pembakaran (Zero Burning)


Alasan utama penggunaan teknik tanpa bakar dalam pembukaan
lahan adalah karena sistem ini dapat:

 Mempertahankan kesuburan tanah,


 Mempertahankan struktur tanah,
 Menjamin pengembalian unsur hara,
 Mencegah erosi permukaan tanah, dan
 Membantu pelestarian lingkungan.

38 Pebukaan Lahan
Kelebihan Zero Burning
Teknik ini dalam aplikasinya tidak terlalu tergantung pada
kondisi cuaca, kecuali kondisi yang terlalu basah karena dapat
menghambat mobilitas alat berat. Selain itu, kelebihan utama
teknik ini adalah jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan
dengan teknik tanpa bakar.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Majid (1997)


menunjukkan bahwa keuntungan dari pembukaan lahan tanpa
bakar, antara lain adalah:
 Melindungi humus dan mulsa yang
telah terbentuk bertahun-tahun,
 Mempertahankan kelembaban tanah,
 Meningkatkan kandungan bahan
organik tanah, sehingga akan
meningkatkan kesuburan tanah,
 Mempertahan kelestarian lingkungan,
teruatama tidak menyebabkan polusi
udara,
 Menjaga pH tanah,
 Mengurangi biaya perawatan setelah
penanaman, karena tanggul telah
dicabut seluruhnya, dan
 Memungkinkan mekanisasi untuk
seluruh kegiatan pembukaan lahan,
kecuali pada kondisi tertentu.

Aplikasi pembukaan lahan tanpa bakar untuk peremajaan kebun


kelapa sawit akan menjamin pengembalian unsur hara ke tanah
dari pohon sawit tua yang ditebang. Menurut penelitian Purba et
al. (1997) bahwa kandungan hara dari residu batang sawit adalah
339,4 kg ha-1 unsur N yang setara dengan 737,9 kg ha-1 pupuk
urea, 32,2 kg ha-1 unsur P yang setara dengan 204,8 kg ha-1
pupuk CIRP, 424,2 kg ha-1 unsur K yang setara dengan 848,4 kg
ha-1 pupuk MOP, dan 75,9 kg ha-1 unsur Mg yang setara dengan
487,5 kg ha-1 pupuk Kies.

Persiapan Lahan 39
Menebang, Menebas, dan Mengimas
Menebas, membabat atau mengimas adalah pekerjaan
memotong anak kayu dan tanaman yang merambat (semak
belukar) yang berdiameter kurang dari 10 cm. Pemotongan anak
kayu harus putus dan diusahakan tinggi tebasan rata dengan
permukaan tanah. Tinggi tebangan di atas tanah harus diukur
berdasarkan diameter pohon.

Tebang adalah penebangan kayu yang berukuran besar (dengan


diameter > 15 cm ). Tujuan Tumbang adalah memotong kayu
yang besar mepet dengan tanah, untuk ditanami Kelapa Sawit.

Standar penebangan semua kayu harus ditumbang (tidak boleh


ada pohon kayu yang masih tegak), bebas tebangan maksimum
adalah 125 cm dari permukaan tanah, dilakukan setelah imas
selesai.

Misalnya untuk pohon dengan diameter 3 inchi, tinggi


maksimum 30 cm, untuk diameter 25-32 cm, tinggi tebasan
maksimum 60 cm dan pepohonan dengan diameter 33-76 cm,
tinggi maksimum tebangan 90 cm. Jika penebangan dilakukan

40 Pebukaan Lahan
secara mekanis dengan bulldozer/excavator, seluruh pohon
dapat ditumbangkan.

Perbandingan Ukuran Diameter Pohon dengan Sisa Tunggul pada


Proses Penebangan

Diameter (cm) Sisa Tunggul (cm)


10 – 30 50
30 – 75 100
Lebih dari 75 150
Sumber: RE Lubis, A Widanarko

Berikut ini beberapa ketentuan yang harus diperhatikan saat


proses penebangan:
 Hasil tumbangan tidak dibenarkan melintang di atas jalur air
dan jalan.
 Penumbangan harus dilakukan secara tuntas, sehingga tidak
ada pohon setengah tumbang ataupun pohon yang ditumbuhi
oleh tanaman menjalar.
 Penebangan di lahan gambut dilakukan setelah penurunan
permukaan tanah.

Perun Mekanis
Kegiatan perun mekanis didefinisikan sebagai kegiatan berupa:
Mengumpulkan batang dan cabang-cabang yang telah dipotong
di gawangan mati sejajar baris tanaman dengan arah rumpukan
timur menuju barat.

Potongan cabang-cabang disusun di atas potongan batang yang


besar.

Jarak antara rumpukan minimum 12,6 meter dengan lebar


sekitar 3 meter dan tinggi kurang dari 2 meter (populasi 143-150
pokok/Ha).

Persiapan Lahan 41
Hasil cincangan ditempatkan diantara jalur tanaman, dengan
jarak 1 m di kiri-kanan pancang. Disamping itu, pada jalur jalan
pikul harus dibersihkan dari kayu dengan lebar 1,5 m.

Untuk memudahkan pemeriksaan blok/lapangan, merawat dan


melangsir pupuk maka perlu dibuatkan jalan kontrol selebar 1,5
m melintangi di tengah-tengah blok arah Barat-Timur berjarak
150 m dari jalancollection road. Jalan kontrol ini harus
dibersihkan dari segala potongan kayu termasuk tunggul kayu
dipotong tandas.

Pembuatan Jalan
Kegiatan yang termasuk pekerjaan ini diantaranya mengorek,
menimbun, mengeraskan, serta membuat benteng dan parit
disebelah kanan dan kiri jalan. Berikut ini jenis jalan di
perkebunan kelapa sawit.

Jalan Utama (Main Road)


Jalan utama (Main Road) yaitu jalan poros yang berada didalam
atau diluar kebun untuk transportasi buah ke pabrik dan bahan-
bahan yang diperlukan ke afdeling. Mengingat jalan ini sering
dilalui truk berkapasitas 5-6 ton atau lebih maka kontruksi jalan
harus diperkeras dengan batu dengan lebar 6-8 m. Tebal batu 20-
25 cm. Permukaan jalan lebih tinggi dengan kemiringan 25%
bentuk jalan seperti punggung kerbau. Dengan kebutuhan 1,5

42 Pebukaan Lahan
m3 batu bentuk 1 meter panjang jalan. Panjang jalan tergantung
pada letak pabrik, keadaan topografi serta bentuk areal.

Pada daerah datar atau berombak jaringan jalan yang diperlukan


2% dari luas areal tanaman. Untuk 1.000 Ha tanaman, maka
panjang jalan yang diperlukan mencapai ± 35 km. Pada areal
yang bergelombang atau berbukit dengan lereng agak curam
jalan utama akan lebih panjang serta sistem jaringannya akan
berbeda dengan derah datar banyak dijumpai belokan dan
tanjakan. Untuk memperlancar transportasi, sebaiknya belokan
tidak terlalu tajam maksimal 6%. Jalan ini dibuat dengan
menggali tanah keras dan agar penimbunan selalu dihindari.

Sebelum jalan diperkeras dengan batu atau cangkang perlu


dipadatkan terlebih dahulu dengan compactor. Sketsa
penampang jalan secara sederhana. Jalan ini harus bebas dari

Persiapan Lahan 43
rumput, tidak terlindung agar tidak lembab dan cepat kering bila
hujan.

Jalan utama dibuat umumnya dengan lebar seluruhnya 16 m.


Panjang jalan utama 40-50 m/Ha. Kontruksinya dengan
menggunakan pasir batu atau batu belah 5/7 dengan tebal 7 cm.
Pembuatannya dengan menggunakan Bulldozer, dengan
pengerasan 50 m/JKT sedangkan tanpa pengeras 100 m/JKT.
Perawatan jalan utama secara mekanis dapat juga ditentukan
sesuai dengan topografi, yaitu untuk derah bergelombang 300
m/JKT untuk Road greder dan 250 m/JKT untuk Road roller.

Jalan Produksi (Production Road)


Jalan produksi juga disebut sub main road atau secondary road,
merupakan cabang dari jalan utama yang menghubungkan areal
produksi dan berfungsi sebagai jalan pengumpul hasil.
Umumnya arah utara-selatan. Jalan produksi merupakan jalan
tanah yang diperkeras dengan batu dengan lebar 5-6 m. Parit
jalan berukuran lebar atas =0,4 m, lebar bawah =0,4 m,
kedalaman =0,5 m, kebutuhan tenaga kerja 15 m/HK.

Bentuk dan luas blok perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan


pengumpul produksi. Untuk tanaman kelapa sawit, luas ideal 1
blok adalah 25 Ha dengan ukuran 500 x 500 meter didaerah
datar sedangkan didaerah bergelombang atau berbukit adalah 16
Ha ukuran 400 x 400 meter. Bagi seorang pemanen jarak yang
normal memikul buah kejalan produksi dimana buah di TPH
sekitar 200-250 meter.

Jalan produksi dibuat dengan lebar 6 m, dengan panjang 60-80


m/Ha. Pembuatan jalan secara manual dengan basis 5 m/HK
dengan pembuatan jalan 10 m/HK. Pembuatan secara mekanis
dengan pengerasan 100 m/JKT. Perawatan jalan produksi
dengan rotasi 1 x 4 bulan pemakaian tenaga manual 110 m/HK.
Perawatan secara mekanis dengan areal datar bergelombang 300

44 Pebukaan Lahan
m/JKT untuk Road Greder, dan 250 m/JKT dan Road Roller
150m/JKT.

Jalan Koleksi (Collection Road)


Jalan koleksi (Terteary road) yaitu jalan yang menghubungkan
areal produksi dengan jalan utama didalam areal yang berfungsi
sebagai TPH, dan transportasi hasil umumnya arah jalan timur
barat. Panjang sekitar 20-23 m/Ha. Jalan ini lebih kecil dengan
lebar 4-5 meter.

Jalan Koleksi (Collection


Road) Perkebunan Kelapa
Sawit

Pada daerah tertentu perlu diperkeras, untuk 1 hektar diperlukan


jalan sepanjang 50 m. Jalan ini sangat penting setelah panen
karna akan dilalui tiap 1 minggu sekali oleh truk pengangkut
panen.

Pada daerah tertentu pembuatan jalan secara mekanis


(Bulldozer/greder). Jalan koleksi merupakan akses awal
pengangkutan produksi. Pembuatan jalan koleksi adalah 5
m/HK dan pembuatan parit 10 m/HK. Pembuatan secara
mekanis Bulldozer dengan pengerasan 50 m/JKT dan tanpa
pengerasan 100 m/JKT. Perawatan jalan koleksi dengan rotasi 1

Persiapan Lahan 45
x 4 bulan dengan menggunakan tenaga manual 120 m/JKT.
Perawatan dengan cara mekanis daerah datar bergelombang 300
m/JKT untuk Road greder, dan 250 m/JKT untuk Road roller.
Untuk daerah berbukit 200 m/JKT untuk Road greder, 150
m/JKT untuk Road roller.

Jalan Kontrol
Disamping jalan utama, jalan produksi, jalan koleksi masih
diperlukan pembuatan jalan kontrol untuk asiten atau askep.
Daerah datar batas blok dapat diperlebar sebagai pasar kontrol
sedangkan pada daerah yang bergelombang atau berbukit harus
dibangun tersendiri mengikuti pinggiran jurang (batas alam).
Jalan kontrol ini merupakan jalan tanah dengan lebar sekitar 3
m, untuk 1 Ha tanaman diperlukan 20 m.

Pembuatan Jembatan
Jembatan dibuat berdasarkan jalan yang terpotong oleh parit,
baik itu Main road ataupun Collection road. Jembatan awal
pembukaan kebun biasanya dibuat dengan memanfaatkan
limbah kayu balok/gelondongan yang didapat dari
penebangan/merumpuk pohon-pohon besar secara mekanis.

46 Pebukaan Lahan
Persiapan Lahan 47
PENGOLAHAN TANAH

Pengolahan Tanah Secara Mekanis


Alat Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah cara ini dilakukan pada daerah datar
berombak, sebagian besar alat yang digunakan antara lain:
Pemecah Batu (Ripper)
Alat ini dipergunakan pada daerah bukaan baru yang berbatu,
dengan fungsi membongkar lapisan batu.

Garpu akar dan batu (Rock and Root Rake)


Kegunaannya untuk membersihkan lahan dari akar tanaman
yang berada diluar atau didalam tanah serta batu-batu jika
tanahnya banyak mengandung batu tetapi bukan merupakan
hamparan.

48 Pengolahan Tanah
Sub soiler
Alat ini berpungsi untuk memecah lapisan di bawah permukaan
tanah akan tetapi bukan lapisan batu. Dengan sub soiler lapisan
keras dan kedap air dapat dipecahkan untuk melancarkan
perembesan air kedalam tanah sehingga tidak menimbulkan run
off yang bisa berkembang erosi.

Bajak (Disc Plough)


Pada umumnya disc plough merupakan piringan off set jenis
tarik, alat penarikannya dapat dengan traktor ban. Tapi yang
paling utama dalam pemasangan piring off set adalah sudut
kemiringannya, karena sudut kemiringan tersebut yang
menentukan kedalaman dari bajakan yang dihasilkan.

Jarak antar piringan = 317,5 mm


Garis tengah piringan= 28‖ inci =711,2 mm

Garu (Disc Harrow)Garu piringan off set dapat mengolah tanah


mencapai kedalaman 25 sampai 40 cm, jumlah piringan
bermacam-macam, tergantung type, ada yang berjumlah 14, 16,
20, dan 24 buah dengan diameter 30‖, serta tebal piringan 3/8‖
(± 9,5mm); jarak antara piringan 14 inci.

Kapasitas dan Kebutuhan Traktor


Kapasitas Traktor
Kemampuan kerja (kapasitas) traktor tergantung pada waktu,
peralatan, topografi, areal, iklim dan lain-lain.
C = S.W.E : 10.000
S = Kecepatan traktor
W = Lebaran implement (M)
E = Efisiensi lapangan

Persiapan Lahan 49
Kebutuhan Traktor
Jumlah traktor yang akan dipergunakan tergantung pada
vegetasi, luas areal dan jenis traktor. Sebagai gambaran akan
dihitung kebutuhan traktor 76 HP untuk pengolahan tanah
1.000 ha.
 Kapasitas traktor efisiensi = 60 %
 Untuk membabat = 0,43 ha/jam
 Untuk membajak = 0,03 ha/jam
 Untuk menggaru = 0,84 ha/jam
 Area efektif yang ditraktor 80% = 800 ha
 Jam kerja traktor per hari = 10 jam
 Interval pengolahan tanah = 3 minggu ( 21 hari)

Pengolahan Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Menggunakan Traktor

Pengolahan Tanah Secara Kemis


Pada umumnya pengolahan tanah secara kemis dilakukan pada
areal yang miring (curam) yang tidak dicapai oleh traktor untuk
pengolahan tanahnya. Pada setiap rencana penanaman
umumnya dianggaran kemiringan tanah atau dapat juga seluruh
areal rencana penanaman dilaksanakan dengan khemis.

50 Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah secara khemis diartikan menyemprot lalang
atau rumput-rumput atau gulma lainnya, sehingga areal bebas
sama sekali sebelum ditanam tanaman pupuk hijau (Legume
Cover Crop) dan tanaman kelapa sawit.

Untuk menyeragamkan tinggi semak belukar/lalang, maka lebih


dahulu dibabat, untuk kayu-kayu yang diameternya > 5 cm
maka didongkel, ditumbang, direncek, dan dirumpuk kemudian
dilaksanakan penyemprotan.

Penyemprotan Ilalang
Pelaksanaan penyemprotan antara penyemprotan 1 dan 2 rotasi
lebih 21 hari tergantung cuaca. Pengukuran/ penimbangan
herbisida harus teliti/cermat.

Penyemprotan Gulma Lain


Herbisida Pra-tumbuh
 Diuron
 Ametryn
 Metoxyriazine
Herbisida purna-tumbuh
 Paraquat
 Diuron + paraquat
 Amitrole + Diuron + MCPA
 Glyposate

Persiapan Lahan 51
PEMANCANGAN DAN TITIK TANAM

Dalam rangka memanfaatkan ruang tumbuh seefisien mungkin


dan mencapai kerapatan optimum, letak tanaman diatur
sedemikian rupa sehingga lurus dipandang dari berbagai sudut.
Metode penentuan Letak tanaman dapat dilakukan dengan
metode konvensional atau menggunakan aplikasi SIG. Letak
tanaman yang diatur akan sangat memudahkan dalam hal
pemeliharaan, pemungutan hasil dan pengawasan. Untuk lahan
yang bergelombang biasanya digunakan sistem tanam kontur.

Pada sistem kontur jarak tanam dalam barisan sama, sedangkan


antar baris berdasarkan letak tinggi dan semua tanaman dalam
kontur sama tingginya terhadap permukaan laut. Sebaliknya
pada lahan datar sampai landai, kemiringan tidak melampaui 8 -
10 % dapat digunakan jarak tanam persegi panjang dengan
segala modifikasinya dan segitiganya sama sisi.

Pengajiran
Beberapa perlengkapan yang perlu dalam pengajiran antara lain
BTM, kompas, meteran 50 atau 30 m, tali, altimeter atau alat

52 Pemancangan dan Titik Tanam


pengukur tinggi, ajir bambu atau kayu. Dalam keadaan darurat
pengajiran dapat dilaksanakan dengan hanya menggunakan
meteran, tali, ajir bambu, treser/segitiga samakaki dan selang.
Untuk membuat sudut siku-siku atau garis tegak lurus digunakan
dalil Pythagoras dengan rumus 5 : 4 : 3, contohnya sisi miring 10
m, kedua sisi lainnya 8 dan 6 m, atau 15, 12 dan 9 m. Makin
panjang ukuran sisi yang digunakan makin kecil kesalahan
dalam membuat siku-siku, sebagai contoh segitiga siku – siku
dengan sisi 20, 16 dan 12 lebih baik dari pada 5, 4 dan 3 m.

Banyak cara atau teknik pengajiran yang dapat dikerjakan. akan


tetapi sebelum pengajiran dimulai, terutama untuk jarak tanam
persegi panjang dan segitiga, hal - hal berikut ini perlu
diperhatikan.

Topografi
Pada areal dengan topografi yang bergelombang, pengajiran
dimulai pada titik tertinggi yang sedapat mungkin di tengah-
tengah areal. Kesalahan selama pengajiran berlangsung dibuang
ke batas alam (sungai dan atau lembah), kebun dan jalan.

Persiapan Lahan 53
Bentuk areal
Bila bentuk areal tidak beraturan baik yang bertopografi datar,
landai maupun bergelombang, pengajiran sebaiknya
dilaksanakan menyesuaikan lahan. Jika bentuk areal bujur
sangkar atau persegi panjang, pengajiran dapat dimulai dari tepi
kebun atau tepi jalan (jalan produksi atau kontrol).

Situasi dan kondisi setempat


Cara yang paling tepat ialah menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi setempat sehingga pengajiran dapat dilaksanakan
seefisien mungkin baik dalam hal waktu maupun tenaga
terutama untuk jarak tanam kontur.

Pengajiran di Lahan Datar


Sebagai contoh untuk jarak tanam 9 x 9 m. Untuk penentuan
titik ajir secara cepat dan praktis, dapat menggunakan tali
sepanjang 18 m yang dipasangi pasak di masing-masing ujung
dan di titik pertengahannya sehingga jarak antar pasak menjadi 9
m.

Pengajiran di lahan datar hingga berombak dimulai dengan


menetapkan garis lurus arah Utara – Selatan. Tentukan titik
awal, tancapkan pasak pada salah satu jung tali tadi (1), lalu
tancapkan ajir utama dan ukur 9 m untuk titik penanaman
berikutnya dalam arah garis lurus pertama tadi, lalu tancapkan
pasak pada ujung tali yang satu (2). Dari titik ajir utama tarik
garis lurus ke arah Timur – Barat tegak lurus terhadap garis
Utara Selatan tadi. Kemudian tarik pasak di titik pertengahan
dari tali ke arah barisan tanaman di sebelahnya
(barisan kedua) sampai tali menegang (3) sehingga terbentuk
segitiga sama sisi 9 x 9 x 9 m (Gambar 18).

Titik tancap pasak tengah merupakan titik tanam pertama untuk


barisan berikutnya (kedua). Di setiap titik tanam, tancapkan ajir
secara tegak lurus. Ulangi proses tersebut sepanjang barisan awal
tanaman dan berdasarkan barisan tanam kedua yang terbentuk,

54 Pemancangan dan Titik Tanam


dilanjutkan pada barisan tanaman ketiga dan seterusnya hingga
seluruh areal selesai diajir.

Pengajiran di Areal Berbukit


Perkebunan kelapa sawit tidak selamanya ditanam di daerah
yang datar terutama areal baru karena areal yang datar sudah di
tanam oleh perkebunan sebelumnya sedangkan tanah yang
tersedia saat ini cenderung tanah yang memiliki topografi
bergelombang dan berbukit oleh karena itu di perlukan usaha
untuk melakukan konservasi tanah agar kegiatan pengelolaan
kebun kelapa sawit menjadi lebih efisien dan efektif.

Pengajiran di lahan berbukit atau curam sebaiknya mengikuti


garis kontur. Upaya pencegahan erosi di lahan miring harus
dilakukan baik secara mekanis maupun biologis atau kombinasi
keduanya. Pencegahan erosi secara mekanis berupa teras. Teras
dapat berupa teras kontinu seperti teras bangku atau teras
individual. Penggunaan teras bangku lebih efektif dalam
mengendalikan erosi tetapi biayanya lebih mahal.

Teras kontur atau terasering di buat pada areal yang miring


dengan kemiringan > 15°, hal ini dilakukan untuk
mempermudah aktivitas penanaman, perawatan dan pemanenan
kelapa sawit nantinya. Untuk areal yang memiliki kemiringan
yang sangat curam maka disarankan untuk tidak menanam
kelapa sawit tetapi menjadikannya sebagai areal konservasi
karena rawan longsor.

Persiapan Lahan 55
Manfaat pembuatan teras sangat besar antara lain:
 Mencegah proses erosi tanah yang berlebihan,
 Meningkatkan air hujan yang masuk ke dalam tanah,
 Memudahkan transportasi saprodi dan hasil panen,
 Memudahkan mobilitas tenaga kerja sehingga
meningkatkan produktivitasnya, dan buah brondolan yang
hilang lebih sedikit.

Rancangan Bentuk Teras Bangku


Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2010)

Mengingat biayanya sangat mahal, maka untuk petani


kecil dapat menerapkan teras individual atau tapak kuda saja.
Teras individual dibuat pada setiap titik penanaman berbentuk
empat persegi dengan lebar sekitar 3 m.

56 Pemancangan dan Titik Tanam


Jarak Tanam
Jarak tanam yang digunakan menentukan jumlah tanaman
setiap satuan luas (ha). Jarak tanam dipengaruhi oleh jenis tanah
dan kesuburannya, kemiringan lereng, dan varietas tanaman.
Jarak tanam di tanah kurang subur lebih rapat dibandingkan
tanah subur, begitu pula jarak tanam di lahan gambut lebih rapat
dibandingkan di tanah mineral. Jarak tanam baku yang dianggap
optimal adalah 9 x 9 m pada topografi datar.

Jika digunakan system tanam bujur sangkar akan dihasilkan


populasi tanaman sebanyak 121 pohon, tetapi jika segitiga sama
sisi akan diperoleh 142 – 143 pohon/ha. Sistem tanam segitiga

Persiapan Lahan 57
dipandang lebih efisien dalam pemanfaatan ruang dan
sumberdaya lahan sehingga hasilnya lebih optimal. Hasil
penelitian mutahir para pemulia telah menghasilkan varietas
kelapa sawit Dampi dengan susunan daun lebih rapat dan lebih
pendek sehingga dapat ditanam lebih rapat. Jarak tanam yang
direkomendasikan adalah 8,5 x 8,5 m segitiga sama sisi. Akan
tetapi, pada lahan berlereng yang memerlukan terasering, tidak
bisa lagi diterapkan sistem segi tiga, tetapi mengarah ke empat
persegi panjang.

Di samping itu, ada juga yang menyarankan jarak tanam 9,2 x


9,2 hingga 9,5 x 9,5 m dalam sistem tanam segitiga sama sisi
yang akan menghasilkan populasi tanaman antara 128 – 136
pohon/ha dan untuk lahan gambut dengan jarak tanam lebih
rapat 8,8 x 8,8 m segitiga (150 pohon/ha). Di lahan berlereng
curam, jarak antar baris lebih besar, tetapi varietas dengan
pelepah lebih pendek dapat ditanam lebih rapat. Berikut
disajikan beberapa contoh populasi tanaman/ha pada berbagai
jarak tanam.

Populasi Tanaman/ha pada Berbagai Jarak Tanam


Jarak Tanam (m) Pola Tanam Populasi
8,0 x 8,0 Segi empat 156
Segi 3 sama sisi 180
8,5 x 8,5 Segi empat 138
Segi 3 sama sisi 160
9,0 x 9,0 Segi empat 123
Segi 3 sama sisi 143

Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2010)

58 Pemancangan dan Titik Tanam


Contoh penghitungan jumlah populasi per hektar susuai jarak
tanam. Keterangan A (sisi datar); B (sisi tegak), JPH (jumlah
populasi per hektar).

A = ( √L/ha : (∑pk/ha x sin 60’)


A = (√10000 : ( 136 x 0,866)
A = 9,2 M
B = ( A x Sin 60’)
B = (9,2 x 0,866)
B = 7,97 M
JPH = L/ha : (Sin 60’ x jarak tanam)
JPH = 10000 : (0,866 x 9,2)
JPH = 136 Pokok/Ha

Persiapan Lahan 59
Pembuatan Lubang Tanam
Posisi Pancang dan Lubang Tanam
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat pembuatan lubang
tanam adalah pancang tidak boleh dicabut. Apabila pancang
tercabut, maka letak lubang dapat bergeser akibat kehilangan
pedoman sehingga pada waktu penanaman barisan menjadi
tidak lurus. Agar pancang tidak terganggu maka tepi lubang
tanaman di geser jaraknya ± 10 Cm dari pancang dengan arah
yang sama misalnya, lubang berada di sebelah selatan pancang)
di mana garis tengah lubang berada segaris dengan titik pancang
Lubang penanaman dibuat dengan dimensi panjang 60 cm, lebar
60 cm, dan dalam 60 cm. Tanah galian bagian atas dan bawah
dipisahkan.

Arah lubang dari pancang harus sama untuk setiap lubang.


Walaupun jarak antara lubang dengan pancang telah di buat
tetap, jika letak lubang tersebut selalu berbeda arah dengan letak
pancang maka akan diperoleh barisan tanaman yang tidak lurus.
Dewasa ini juga diterapkan pembuatan lubang dengan sistem big
hole yaitu dengan membuat lubang tanam dengan ukuran
panjang 2 meter, lebar 2 meter, dan dalam 1 meter. Setelah
lubang tanam selesai dibuat, kemudian diisi dengan tandan
kosong sawit sebagai tambahan bahan organik bagi tanaman
yang akan ditanam.

Gambar 24. Posisi Pancang dengan Lubang Tanam

60 Pemancangan dan Titik Tanam


Penggalian Lubang Tanam
Penggalian lubang tanam dapat dilakukan secara manual atau
mekanis. Petani atau perkebunan kecil sampai sedang
menggunakan cara manual. Berikut tahapan-tahapan penggalian
lubang tanam.

Lubang tanam disiapkan 2 – 4 minggu sebelum tanam,


sebaiknya paling lambat 4 minggu.

Ukuran lubang berkisar antara 60 dan 90 cm dengan


kedalaman 60 cm, tergantung kondisi tanah.

Jika tanah gembur dan subur, cukup 60 x 60 x 60 cm, tetapi


kalau tanahnya lebih padat atau berliat dan kurang subur,
sebaiknya ukuran lubang lebih besar.

Khusus untuk lahan gambut, lazim digunakan lubang ganda,


yaitu lubang tanam yang lebih kecil seukuran kantong plasik
bibit (sekitar 35 x 35 x 35 cm) dibuat di tengah lubang yang lebih
besar.

Untuk menjamin ketepatan dan keseragaman ukuran lubang


tanam, setiap pekerja wajib membawah tongkat yang diberi

Persiapan Lahan 61
tanda ukuran 60 cm jika digunakan ukuran 60 x 60 x 60 cm dan
tanda 90 dan 60 cm jika digunakan ukuran 90 x 90 x 60 cm.

Penggalian lubang dilakukan pada titik ajir sedemikian rupa


sehingga ajir berada tepat di tengah lubang tanam.

Buat tanda batas penggalian dengan tongkat berukuran tadi


sebelum ajir dicabut untuk penggalian lubang.

Setelah lubang selesai, ajir harus dikembalikan pada posisi tepat


di tengah lubang.

Tanah galian dipilah dua yaitu lapisan atas (top soil) dan lapisan
bawah (sub soil) serta meletakkannya terpisah pada sisi lubang
yang berbeda (kiri – kanan atau utara – selatan) dalam arah yang
konsisten.

Pada lahan miring, tanpa teras, jangan meletakkan galian di


bagian atas dan bawah lubang. Skema pembuatan lubang tanam
dilukiskan dalam.

Jika ajir tepat berada di tunggul pohon yang besar dan sulit
dibongkar, maka lubang dapat digeser sedikit, tetapi lubang
berikutnya harus kembali ke arah barisan semula.

62 Pemancangan dan Titik Tanam


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Materi Pelatihan Manajemen beberapa Perusahaan


Perkebunan Kelapa Sawit. INSTIPER Yogyakarta

Anonim. Pengelolaan Perkebunan Sawit Berkelanjutan di


Kalimantan Tengah Tahun 2008. Pokja Sawit Multipihak
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

Anonim. 2015. Data olahan tentang Total Pembiayaan Sawit


dari sektor Perbankan. Otoritas Jasa Keuangan Republik
Indonesia

Allorerung, D. Syakir, M. Poeloengan, Z. Syafaruddin. Rumini,


W. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Aska Media

Lubis, A,U. 1992.Kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) di


Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan,Marihat-Bandar
Kuala. 435 hal

Lubis, R.E. Widanarko, A. Teknik Budidaya Kelapa Sawit Di


Areal Pasang Surut

Majid, R.A. 1997. Pembukaan areal baru perkebunan kelapa


sawit dengan teknik tanpa bakar (zero burning). In:
Poeloengan, Z., K. Pamin, P. Purba, Y.T. Adiwiganda,
P.L. Tobing, dan M.L. Fadli (Ed.). Pembukaan areal
dengan cara zero burning. Prosiding pertemuan teknis
kelapa sawit, 22 April 1997, Medan. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit, Medan. p. 1 – 13.

Onrizal. 2005. Pembukaan Lahan Dengan Dan Tanpa Bakar.


Jurusan Kehutan, Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara

Pahan, I. 2010. Panduan lengkap Kelapa sawit. Managemen


Agribisnis dari hulu hingga hilir. Penebar Swadaya,
Jakarta. 403 hal.

Persiapan Lahan 63
Purba, R.Y., Susanto, A., Sudharto, P. 2005. Serangga Hama
Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 29
hal

Purba, A., Z. Poeloengan, dan P. Guritno. 1997. Aplikasi teknik


tanpa bakar untuk peremajaan kelapa sawit. In:
Poeloengan, Z., K. Pamin, P. Purba, Y.T. Adiwiganda,
P.L. Tobing, dan M.L. Fadli (Ed.). Pembukaan areal
dengan cara zero burning. Prosiding pertemuan teknis
kelapa sawit, 22 April 1997, Medan. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit, Medan. p. 23 - 31.

Rizkiasari, Y. 2016. Panduan Praktis Pembiayaan Berkelanjutan


Sektor Kelapa Sawit - Vol. 1. Otoritas Jasa Keuangan
Republik Indonesia

64 Pemancangan dan Titik Tanam


Penerbit
AKADEMI KOMUNITAS PERKEBUNAN YOGYAKARTA
Jl. Petung No. 2 Papringan, Catur Tunggal Depok, Sleman,
Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 518693, 562076 Fax. (0274) 518693
Email : admin@akpy-stiper.ac.id
www.akpy-stiper.ac.id

Anda mungkin juga menyukai