Juan Daniel Sihite UAS Krimvik
Juan Daniel Sihite UAS Krimvik
33
NPM: 201810115198
Kelas: 6A3
Soal-soal
3. Untuk melindungi korban dalam proses peradilan pidana seringkali terbentur dengan
segala permasalahannya. Untuk itu jelaskan:
1) Pengertian korban dan cakupannya!;
2) Jenis Korban berdasarkan peranan korban dalam tindak pidana beserta contoh tindak
pidana yang terjadi!;
3) Pengertian Victim Area!
4) Akibat menjadi korban dalam tindak pidana!
4. Korban merupakn kunci untuk mengungkap suatu tindak pidana yang merupakan
proses pembuktian dalm sistem peradilan pidana, untuk itu jelaskan:
1) Sekilas tentang Sistem Peradilan Pidana!;
2) Kedudukan dan peranan korban dalam Sistem Peradilan Pidana!;
3) Mengenai hak dan kewajiban korban dalam Sistem Peradilan Pidana!;
5. Tidak cukup hanya sebatas mengganti kerugian korban, tetapi yang paling penting
bagaimana pemulihan korban, untuk itu jelaskan:
1) Mengenai pendampingan dan pelayanan dalam pemulihan korban!;
2) Mengenai pemberian ganti kerugian kepada korban!;
7. Keadilan prosedural sering kali dirasa mengabaikan kepentingan korban karena hanya
menghukum si pelaku. Namun demi kepentingan korban maka mengemuka keadilan restoratif,
untuk itu jelaskan pendapat Anda dikaitkan perubahan paradigma keadilan tadi bagi kepentingan
korban melalui keadilan restoratif!;
1. Korporasi tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian bangsa tapi sebaliknya
bila korporasi melakukan kejahatan maka runtuhlah perekonomian suatu bangsa, untuk
itu jelaskan:
1) Pengertian kejahatan korporasi!;
2) Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi!;
3) Perkembangan konsep, ruang lingkup dan white collar crime di Indonesia!;
4) Hubungan kejahatan white collar crime dan kejahatan korporasi!;
5) Perkembangan korperasi sebagai subyek hukum pidana!;
Jawaban:
1. Kejahatan Korporasi ialah setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi yang bisa
diberi hukuman oleh negara, entah di bawah hukum administrasi negara, hukum perdata,
maupun hukum pidana). Kejahatan korporasi adalah segala tindak pidana yang dilakukan
oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan kepada sebuah korporasi karena kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh pegawai dan karyawannya
5. korporasi sebagai subyek hukum pidana terdiri dari orang perorangan dalam arti
manusia (natuurlijke person) dan badan hukum (rechtspersoon) yang keduanya dalam
konteks hukum sering disebut sebagai orang, sehingga dengan gamblang terlihat adanya
kejanggalan bahwa badan yang bukan badan hukum yang nota bene juga bukanlah
subyek hukum didalam berbagai undang-undang di luar KUHP itu dapat
pertanggungjawabkan secara pidana, yang artinya dapat dituntut dan dipidana.
Jawaban:
1. Pengertian viktimologi merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan atau studi yang
mengkaji suatu viktimisasi (kriminal) sebagai suatu permasalahan manusia yang
merupakan suatu kenyataan sosial, mencakup semua aspek yang berkaitan dengan
korban dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupannya.
Ruang lingkup viktimologi adalah sebagai berikut :
a) Berbagai macam viktimisasi kriminal atau kriminalistik.
b) Teori-teori etiologi viktimisasi kriminal.
c) Para peserta terlibat dalam terjadinya atau eksistensi suatu viktimisasi kriminal
atau kriminalistik, seperti para korban, pelaku, pengamat, pembuat undang
undang, polisi, jaksa, hakim, pengacara dan sebagainya.
d) Reaksi terhadap suatu viktimisasi kriminal.
e) Respons terhadap suatu viktimisasi kriminal argumentasi kegiatan-kegiatan
penyelesaian suatu viktimisasi atau viktimologi, usaha-usaha prevensi, refresi,
tindak lanjut (ganti kerugian), dan pembuatan peraturan hukum yang berkaitan.
f) Faktor-faktor viktimogen/ kriminogen.
3. Untuk melindungi korban dalam proses peradilan pidana seringkali terbentur dengan
segala permasalahannya. Untuk itu jelaskan:
1) Pengertian korban dan cakupannya!;
2) Jenis Korban berdasarkan peranan korban dalam tindak pidana beserta contoh tindak
pidana yang terjadi!;
3) Pengertian Victim Area!
Jawaban:
1. Pengertian Korban dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 adalah korban
secara individual yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana yang menderita fisik,
mental, dan/atau kerugian ekonomi. Para ahli viktimologi sejak lama telah
menggolongkan tipe korban berdasarkan penderitaan dan kerugian yang diderita
oleh korban. Ada beberapa jenis korban, yang masing-masing tergantung dari segi
mana penggolongan tersebut dilakukan.
2. Jenis Korban Berdasarkan Peranan korban dalam tindak Pidana
a) Unrelated victims adalah mereka yang tidak ada hubungan dengan si pelaku dan
menjadi korban karena memang potensial. Untuk itu, dari aspek tanggung jawab
sepenuhnya berada dipihak korban;
b) Provocative victims merupakan korban yang disebabkan peranan korban untuk
memicu terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspek tanggung jawab terletak pada
diri korban dan pelaku secara bersamasama;
c) Participating victims hakikatnya perbuatan korban tidak disadari dapat mendorong
pelaku melakukan kejahatan. Misalnya, mengambil uang di Bank dalam jumlah
besar yang tanpa pengawalan, kemudian di bungkus dengan tas plastik sehingga
mendorong orang untuk merampasnya. Aspek ini pertanggungjawaban
sepenuhnya ada pada pelaku;
d) Biologically weak victim adalah kejahatan disebabkan adanya keadaan fisik
korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjut usia (manula) merupakan
potensial korban kejahatan. Ditinjau dari aspek pertanggungjawabannya terletak
pada masyarakat atau pemerintah setempat karena tidak dapat memberi
perlindungan kepada korban yang tidak berdaya;
e) Social weak victims adalah korban yang tidak diperhatikan oleh masyarakat
bersangkutan seperti para gelandangan dengan kedudukan sosial yang lemah.
Untuk itu, pertanggungjawabannya secara penuh terletak pada penjahat atau
masyarakat;
f) Selfvictimizing victims adalah korban kejahatan yang dilakukan sendiri (korban
semu) atau kejahatan tanpa korban. Pertanggung jawabannya sepenuhnya terletak
pada korban karena sekaligus sebagai pelaku kejahatan
g) Political victims adalah korban karena lawan politiknya. Secara sosiologis, korban
ini tidak dapat dipertanggungjawabkan kecuali adanya perubahan konstelasi
politik.
4. Korban merupakn kunci untuk mengungkap suatu tindak pidana yang merupakan
proses pembuktian dalm sistem peradilan pidana, untuk itu jelaskan:
1. Sistem Peradilan Pidana yang merupakan terjemahan dari Criminal Justice System secara
singkat dapat diartikan sebagai suatu system dalam masyarakat untuk menanggulangi
kejahatan agar hal tersebut masih berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. sistem
peradilan pidana mempunyai komponen-komponen penyelenggara, antara lain Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan yang semuanya saling terkait dan
diharapkan adanya suatu kerjasama yang terintegrasi. Jika terdapat kelemahan pada salah satu
sistem kerja komponennya, akan mempengaruhi komponen lainnya dalam sistem yang
terintegrasi itu. Sistem peradilan pidana dapat dilihat dari berbagai perspektif, antara lain
Polisi, Jaksa, Hakim, tersangka/terdakwa dan korban kejahatan. Di antara persfektif tersebut,
perspektif korban kejahatan akan membawa pada kecerahan sekaligus sebagai penyempurna
dari persepektif lainnya yang dijadikan acuan dalam penyelenggaraan peradilan pidana
sekarang ini.
2. Kedudukan dan peran korban dalam sistem peradilan pidana adalah korban kejahatan yang
pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, karena
tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan oleh undang-undang kepada pelaku
kejahatan. Akibatnya, pada saat pelaku kejahatan telah dijatuhi sanksi pidana oleh
pengadilan, kondisi korban kejahatan seperti tidak dipedulikan sama sekali. Padahal, masalah
keadilan dan penghormatan hak asasi manusia tidak hanya berlaku terhadap pelaku kejahatan
saja tetapi juga korban kejahatan. Dalam setiap penanganan perkara pidana aparat penegak
hukum (polisi, jaksa) seringkali diperhadapkan pada kewajiban untuk melindungi dua
kepentingan yang terkesan saling berlawanan, yaitu kepentingan korban yang harus
dilindungi untuk memulihkan penderitaannya karena telah menjadi korban kejahatan (secara
mental, fisik, maupun material), dan kepentingan tertuduh/tersangka sekalipun dia bersalah
tetapi dia tetap sebagai manusia yang memiliki hak asasi yang tidak boleh dilanggar. Dalam
penyelesaian perkara pidana, seringkali hokum terlalu mengedepankan hak-hak tersangka
atau terdakwa dan sementara hak-hak korban diabaikan. Sebagaimana dikemukakan oleh
Andi Hamzah, dalam membahas hukum acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak-
hak asasi manusia, ada kecenderungan untuk mengupas hal-hal yang berkaitan dengan hak-
hak tersangka tanpa memperhatikan pula hak-hak para korban. Asas-asas hukum acara pidana
yang dianut oleh KUHAP pun hamper semua mengedepankan hak-hak tersangka.
3. Hak-hak korban yang ada dalam KUHAP, maka terdapat hanya 4 (empat) aspek, yaitu:
a). Hak untuk melakukan control terhadap tindakan penyidik dan penuntut umum, yakni hak
mengajukan keberatan atas tindakan penghentian penyidikan dan/atau penuntutan dalam
kapasitasnya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Ini di atur dalam Pasal 109 dan Pasal
140 ayat (2) KUHAP;
b). Hak korban dalam kedudukannya sebagai saksi, sebagaimana di jumpai dalam Pasal 168
KUHAP;
c). Hak bagi keluarga korban dalam hal korban meninggal dunia, untuk mengijinkan atau
tidak atas tindakan polisi melakukan bedah mayat atau penggalian kubur untuk otopsi. Hak
demikian di atur dalam Pasal 134 sampai 136 KUHAP;
d). Hak menuntut ganti rugi atas kerugan yang di derita dari akibat tindak pidana dalam
kapasitasnya sebagai pihak yang dirugikan. Dapat dijumpai dalam Pasal 98 sampai dengan
Pasal 101 KUHAP
5 . Tidak cukup hanya sebatas mengganti kerugian korban, tetapi yang paling penting
bagaimana pemulihan korban, untuk itu jelaskan:
2. Mengenai pemberian ganti kerugian kepada korban!; menurut Pasal 1 ayat (5) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 adalah ganti kerugian yang diberikan
kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian
harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian
biaya untuk tindakan tertentu. Korban berhak memperoleh restitusi karena segala bentuk
kejahatan merupakan tindak pidana. Permohonan restitusi dapat diajukan oleh korban,
keluarga, atau kuasanya dengan surat kuasa khusus secara tertulis dalam bahasa Indonesia di
atas kertas bermaterai dan permohonan diajukan kepada pengadilan melalui LPSK. Korban
dalam mengajukan permohonan restitusi harus memenuhi ketentuan yang telah ditentukan
dalam Pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban.
6 . Menurut saya korban-korban dalam tindak pidana bisa diberdayakan untuk melakukan
pencegahan terjadinya kejahatan. Dimasa yang akan datang bila dikaitkan dengan fenomena
main hakim sendiri bahkan ketidak-puasan kepada penegakan hukum adalah Dari sudut
kriminologi setiap tindakan atau perbuatan tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat
diartikan sebagai kejahatan. Hal ini dapat dicermati bahwa setiap kejahatan tidak harus
dirumuskan terlebih dahulu dalam suatu peraturan hukum pidana. Apabila perbuatan yang
dilakukan itu telah merugikan, membahayakan, dan tidak disukai masyarakat atau bahkan
menjengkelkan, maka perbuatan tersebut dikatakan sebagai kejahatan. Dengan demikian
perbuatan yang anti sosialpun juga termasuk sebagai suatu kejahatan. Kejahatan tidak pernah
diberantas secara tuntas, kejahatan hanya dapat dicegah, dikurangi atau ditanggulangi.
korban-korban dalam tindak pidana terjadinya kejahatan untuk dimasa yang akan datang bila
dikaitkan dengan fenomena main hakim sendiri bahkan ketidak-puasan kepada penegakan
hukum, dalam hal ini pemerintah dan lembaga hukum gagal dalam menjalankan tugasnya
dengan benar, jika suatu tugas atau aturan itu sudah dikatakan berhasil maka masyarakatlah
yang menilainya dan berkemauan mengikuti segala aturan hukum yang ada. Dalam KUHP
belum mengatur secara khusus mengenai main hakim sendiri, akan tetapi bukan berarti
KUHP tidak dapat diterapkan sama sekali jika terjadi perbuatan main hakim sendiri. Tetapi
ada Pasal yang mengatur tentang penganiayaan dan kekerasan pasal 351 KUHP tentang
Penganiayaan.
7 . Keadilan prosedural sering kali dirasa mengabaikan kepentingan korban karena hanya
menghukum si pelaku. Namun demi kepentingan korban maka mengemuka keadilan
restoratif, untuk itu jelaskan pendapat Anda dikaitkan perubahan paradigma keadilan tadi
bagi kepentingan korban melalui keadilan restoratif!;
Menurut pendapat saya berdasarkan apa yang saya pahami terkait Keadilan restoratif adalah
membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban, dan kelompok masyarakat
menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana. Menempatkan pelaku, korban, dan
masyarakat sebagai stakeholders yang bekerja bersama dan langsung berusaha menemukan
penyelesaian yang dipandang adil bagi semua pihak. paradigma keadilan tadi bagi
kepentingan korban melalui keadilan restoratif pergeseran itu sangat jelas terasa. Anak yang
melakukan tindak pidana, tidak mutatis mutandis di bawa dalam peradilan pidana tetapi
dimungkinkan untuk diselesaikan diluar sidang pengadilan, model ini disebut sebagai diversi.
Pendeknya paradigma peradilan pidana, khusus dalam peradilan anak telah bergeser ke arah
restoratif. Ketiga, dalam penyelesaian perkara anak diupayakan agar pelaku dan keluarganya
serta korban dan keluarganya dapat duduk bersama untuk membicarakan penyelesaian
maslalah termasuk pemulihan kepada korban.