Anda di halaman 1dari 32

BOOK REPORT

PENGANTAR PENELITIAN HUKUM


SOERJONO SOEKANTO

Nama : Intan Anggraeni


Npm : 5620221057
Kelas : Semester 2 (A)
Dosen : Dr. Tetti Samosir, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS PANCASILA
2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………... ii


DAFTAR ISI …….…………………...………………………………….............…… iii
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………… 6

2.1. Apakah Penelitian ……………………………………………………..……. 6


2.2. Penelitian dan Ilmu Pengetahuan …………………………………..……….. 7
2.3. Fungsi Metodologi Dalam Penelitian ………………………………..….…... 8
2.4. Data Yang Diteliti Dan Tipe-Tipenya ………………………………………. 8
2.5. Tujuan Penelitian ………………………………………………………..…. 10
2.6. Macam-macam Penelitian ………………………………………………….. 11
BAB III PEMBAHASAN …………………………………………………..………...

3.1. Penelitian Hukum (Legal Research) dan Penulisan Hukum (Legal


Writing) ………………………………………………………………….
……. 14
3.2. Meneliti Hukum Sebagai Kegiatan Ilmiah …………………….......... 14
18
3.5. Mengenai Data dalam Penelitian Hukum ……………………………….
…... 25
3.6. Mengenai Sistematika Suatu Penelitian Hukum ………………………... 27
28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Perlu disadari ilmu hukum adalah ilmu yang sangatlah kompleks, mulai
dari kajiannya filosofis, pengembangan keilmuannya baik teoritis maupun praktis,
sampai kepada wujud konkret dari eksistesinya yang tidak lain didedikasikan
kepada masyarakat berupa produk-produk hukum, solusi terhadap baik perkara
hukum publik maupun perkara hukum privat yang ditemukan sehari-hari di tengah
masyarakat, bahkan tidak jarang beraspek multidimensi, atau dengan kata lain
ilmu hukum tanpa dukungan ilmu-ilmu lain terkadang tidak mampu
menyelesaikan permasalahan hukum secara tuntas dan menyeluruh. Kajian hukum
yang filosofis misalnya, diawali dengan sulitnya mendefinisikan konsepsi hukum
itu sendiri, tarik menarik antara pencapaian keadilan dan kepastian hukum di
tengah-tengah masyarakat dan lain-lain. Secara garis besar sebagaimana yang
telah digulirkan oleh doktrin hukum alam dan positivisme hukum. kemudian
apakah fungsi hukum itu? hingga yang lebih konkret tentang bagaimana
menjadikan hukum yang sesungguhnya diinginkan oleh masyarakat (responsive),
valid, sekaligus efektif, dan lain-lain.1
Mengingat begitu sulitnya mendeskripsikan konsepsi hukum tersebut,
maka tidak sedikit para filsuf hukum baik disadari maupun tidak telah terseret
kedalam pembentukan mazhab atau aliran tertentu (school of thought) yang
menurut pemikiran mereka dan para pendukungnya masing-masing dianggap
paling rasional, empiris, bahkan ide-ide pemikirannya sampai kepada persoalan
pemilihan nilai-nilai atau ideologi tertentu guna mencapai suatu kesamaan
presepsi tentang konsepsi yang biasa disebut keadilan, moralitas, validitas, dan
1
Lihat: Lord Lloyd of Hampstead and MDA Freeman, Lloyd’s Introduction to
Jursprudence, 5th ed., (London: Stevens&Sons, 1985). hlm. 4. “ Jurisprudence
involves the study of general theoritical questions about nature of law and legal
system, about the relationship of law to justice and morality, and about social
nature of law…a study of jurisprudence should encourage the student to question
assumption and to develop a wider understanding of the nature and working of
law”.

1
lain-lain. Sebagaimana pernyataan yang biasa diutarakan oleh para penstudi
hukum untuk melihat fenomena ini:
“It is difficult to characterize jurisprudence; there are many rooms in its
mansion. But broadly, we shall see it is concern with rule- governed action, with
the activities of officials such as judge and with the relationship between them
and population of a given society”.2
Di sisi lain, para penstudi hukum juga menghadapi pertanyaan- pertanyan
yang kerap diajukan oleh para sesama penstudi hukum itu sendiri maupun para
penstudi nonhukum, tentang bagaimanakah para penstudi hukum itu melakukan
kegiatan penelitian guna memecahkan masalah- masalah hukum konkret seperti
kekosongan hukum, konflik dan sengketa, dan lain-lain, maupun dalam upaya
mengembangkan disiplin hukum itu sendiri atau dengan kata lain apakah metode
penelitian yang dipergunakan oleh para penstudi hukum, guna memecahkan
permasalahan hukum baik yang bersifat teoritis maupun praktis bahkan sampai
dengan pertanyaan kritis bahwa apakah metode penelitian hukum tersebut ilmiah
pertanyaan kritis ini dikaitkan dengan kajian filsafat ilmu demi mencari jawaban
yang memuaskan bahwa ilmu hukum itu adalah salah satu dari bidang keilmuan
yang selama ini biasa dikelompokan para ilmuwan. Namun, sebagai patokan awal
untuk memahami permasalahan di atas, berikut kutipan pendapat Soerjono
Soekanto sebagai salah seorang ahli hukum yang menaruh perhatian khusus
terhadap penelitian hukum di Indonesia, melalui salah satu karyanya yang diberi
judul “metode penelitian hukum normatif: suatu pengantar”: Oleh karena
penelitian merupakan sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa
disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Hal ini tidaklah
selalu berarti metodologi penelitian yang dipergunakan pelbagai ilmu
pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Akan tetapi setiap ilmu pengetahuan
mempunyai identitas masing-masing, sehingga pasti akan ada pelbagai perbedaan.
Demikian juga halnya dengan metodologi penelitian hukum yang mempunyai

2
Ibid., hlm. 11.

2
karakteristik khusus yang menjadi identitasnya, sehingga dapat dibedakan dari
ilmu- ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan sebagian ilmuwan nonhukum masih
mempertanyakan tentang apakah penelitian hukum tersebut dapat dikualifikasikan
sebagai penelitian ilmiah yang biasa dipredikatkan kepada bidang ilmu lain
khususnya dalam bidang- bidang ilmu alam (eksakta) maupun ilmu sosial. 3
Permasalahan inilah yang ternyata menjadi salah satu penyebab pembahasan
hukum dan metode kajiannya menjadi sangat menarik sekaligus menantang bagi
para penstudi hukum untuk terus dikaji oleh para penstudinya maupun penstudi
disiplin keilmuan lain untuk terus bersikap logis, kritis, analitis, sekaligus realistis.
Dikatakan menarik, mengingat ketepatan, relevansi, dan konsistesi pilihan
metode dalam melakukan penelitian demi penelitian hukum akan sangat terkait
dengan hasilnya, yang tentu saja tujuannya akan bermanfaat/berguna bagi
masyarakat secara umum, seperti berupa karya ilmiah hukum, putusan hukum,
maupun dalam bentuk pendapat hukum dan lain-lain, yang pada dasarnya semua
itu merupakan produk karya tulis di bidang hukum yang di dalamnya terkandung
argumentasi dan penalaran hukum dalam memecahkan permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan kasus hukum konkret maupun yang
berkaitan dengan pengembangan bidang keilmuan hukum itu sendiri, dimana
dalam penyajiannya antara produk hukum satu dengan yang lainnya
membutuhkan metode yang khas atau tersendiri. Meskipun, bagi sebagian
penstudinya hal ini justru membingungkan bahkan cenderung ada yang bersikap
skeptis, sehingga tidak terlalu menghiraukan atau tidak menaruh perhatian
terhadap hukum dan metode penelitian kajiannya.
Permasalahan yang agak konkret mengenai masalah ini di antaranya
bahwa keberadaan metode penelitian hukum, khususnya berkaitan dengan
pilihan tahapan-tahapan penelitian, sistematika penulisan serta teknik penulisan
pada komunitas akademis, khususnya dalam membuat produk karya ilmiah
hukum di setiap fakultas hukum di beberapa universitas maupun Sekolah Tinggi

3
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu
Tinjauan Singkat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm.1-2.

3
Hukum nampaknya cenderung tidak seragam, atau seperti pepatah mengatakan
“dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”.4 Bahkan yang lebih
memperihatinkan bahwa peneliti (mahasiswa hukum) yang sedang berproses di
dalam penulisan karya tulis ilmiah sebagai syarat untuk mendapatkan gelarnya,
dihadapkan pada kenyataan “mengikuti selera pembimbing (supervisor)
penelitiannya, dalam artian peneliti tidak dapat memikirkan, memilih, bahkan
mempertahankan argumentasinya sendiri terhadap pilihan metode penelitian
hukum yang akan digunakan di dalam penelitian yang notabene permasalahan
penelitian berangkat dari ide peneliti itu sendiri, meskipun dalam pelaksanaannya
di bawah bimbingan atau pengawasan para ahli yang dianggap lebih menguasai
isu penelitian dan menekuni terhadap isu penelitian yang sama dengan penelitian
yang sedang dilaksanakan.5
Disamping itu, hal penting yang mesti diingat oleh sumber daya manusia
yang memiliki pengetahuan dan keterampilan pada salah satu bidang ilmu
pengetahuan di mana hukum sebagai objek kajiannya, yang merupakan produk
dari proses pembelajaran ilmu hukum di berbagai fakultas hukum maupun sekolah
tinggi hukum, tentunya dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan dalam
memecahkan permasalahan- permasalahan hukum konkret maupun yang berkaitan
dengan pengembangan ilmu hukum secara teoritis, baik dari aspek normatif
maupun empiris/sosiologis yang menuntut penggunaan metode penelitian yang
ilmiah maupun standar profesi dan hasil akhirnya dalam bentuk karya tulis
hukum, terlepas dari predikat ilmiah dan tidak ilmiah.

4
Lihat: C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Penelitian
Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20 (Bandung: Penerbit Alumni, 1994),
hlm.1-50. Meskipun penelitian yang dilakukan oleh C.F.G. Sunaryati Hartono
dkk. ini dilakukan pada tahun 1982, setidak-tidaknya dapat menjadi bukti ilmiah
bahwa telah terjadi keragaman penafsiran dan arti pentingnya penelitian hukum
oleh para penstudi hukum (dalam hal ini Indonesia) sejak dulu.
5
Hal ini dibuktikan dengan kenyataan tentang suatu pernyataan yang berbunyi
“pokoknya normatif” atau “ ini harus penelitian empiris” tanpa memberikan
penjelasan, mengapa normatif dan mengapa harus empiris?

4
Khusus untuk kemampuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah
hukum konkret, yang biasanya ditekuni oleh para sarjana hukum yang memilih
berkarir sebagai praktisi hukum, yang pada kenyataannya kemampuan dan
keterampilan membuat produk-produk hukum tertentu untuk kepentingan praktis
tentunya kecenderungan pilihan terhadap jenis penelitian hukum
normatif/doktrinal tentunya lebih dominan jika dibandingkan dengan jenis
penelitian hukum empiris/sosiologis.6
Namun demikian, konsep maupun jenis penelitian normatif dan sosiologis
sebagaimana dikenal di dalam khasanah penelitian hukum (dalam hal ini
Indonesia) masih merupakan permasalahan yang cukup sulit untuk
diidentifikasikan. Tulisan sederhana ini mencoba mendiskusikan hal-hal tersebut
sebagai sumbangan pemikiran yang dapat didedikasikan untuk sebuah identitas
dari kajian ilmu hukum.

6
Meskipun pernyataan ini tidak didukung oleh bukti statistik dari hasil penelitian
ilmiah tertentu, setidak-tidaknya dapat dijadikan hipotesis guna membuktikan
kebenarannya.

5
BAB II
PENGANTAR PENELITIAN HUKUM

1. Apakah Penelitian
Ilmu pengetahuan pada hakekatnya timbul, oleh karena adanya hasrat ingi
tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tahu tersebut timbul, antara lain, oleh
karena banyak hal-hal atau aspek-aspek kehidupan yang masih gelap bagi
manusia, dan manusia ingin mengetahui segi kebenaran daripada kegelapan
tersebut. Setelah manusia memperoleh pengetahuan tentang sesuatu, maka
kepuasaannya tadi segera akan disusul lagi dengan suatu kecenderungan serta
keinginan untuk lebih mengetahui lagi.
Hal ini terutama disebabkan, oleh karena apa yang menjelma dihadapan
manusia, ditanggapinya sebagai sesuatu yang statis dan dinamis sekaligus. Di
dalam usahanya untuk mencari kebenaran tersebut, manusia dapat menempuh
berbagai macam cara, baik yang dianggap sebagai usaha yang tidak ilmiah,
maupun usaha yang dapat dikwalifikasikan sebagai kegiatan-kegiatan ilmiah.
Manusia dapat mencari kebenaran, dan menemukannya secara kebetulan.
Artinya, penemuan-penemuan yang dilakukan tanpa direncanakan dan tanpa
diperhitungkan terlebih dahulu. Memang perlu diakui, bahwa penemuan-
penemuan semacam itu kadang-kadang berfaedah juga. Akan tetapi, kegiatan-
kegiatan tersebut bukan merupakan kegiatan ilmiah, antara lain karena
keadaan-keadaannya yang tidak pasti (atau mendekati kepastian) dan yang
hasil-hasilnya pun tidak dapat diperhitungkan, sehingga kemungkinan besar
kurang dapat memberikan suatu gambaran yang sesungguhnya. Selain
daripada itu, maka kadang-kadang manusia bersungguh-sungguh ingin
menemukan kebenaran, akan tetapi melalui metode untung-untungan.
Artinya, dia berusaha untuk menemukan kebenaran dengan melalui
percobaan-percobaan dan kesalahan-kesalahan. Didalam hal ini, manusia
bersikap lebih aktif untuk mengadakan percobaan-percobaan, apabila
dibandingkan dengan penemuan-penemuan secara kebetulan. Akan tetapi,
tidak ada pengetahuan yang pasti tentang hasil-hasilnya, oleh karena suatu

6
percobaan yang gagal, akan diikuti dengan percobaan-percobaan berikutnya,
semata-mata untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan pada percobaan-
percobaan yang terdahulu.
Kadang-kadang manusia mencari kebenaran atas dasar penghormatan
pada pendapat atau penemuan yang dihasilkan oleh seseorang atau lembaga-
lembaga tertentu, yang dianggap mempunyai kewibawaan di salah satu
bidang ilmu pengetahuan tertentu. Didalam hal ini, seringkali tidak
diusahakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan pendapat-pendapat atau
penemuan-penemuan tersebut, yang mungkin tidak didasarkan pada suatu
penyelidikan yang cukup luas dan mendalam. Mempercayai pendapat-
pendapat atau penemuan-penemuan tersebut secara serta merta, tidaklah
selalu merupakan suatu kekeliruan, akan tetapi kemungkinan-kemungkinan
adanya kesalahan selalu ada apabila tidak ditelaah benar-benar secara lebih
mendalam. Selanjutnya, ada pula usaha-usaha yang bersifat spekulatif, yang
agak menyerupai dengan metode untung-untungan. Perbedaannya adalah,
antara lain, bahwa pada metode spekulatif sifatnya dipilih salah satu
kemungkinan (yang dianggap paling penting). Akan tetapi, tidak jarang
bahwa pilihan tersebut tidaklah didasarkan pada suatu keyakinan apakah
pilihan tersebut merupakan cara yang setepat-tepatnya atau bukan.

2. Penelitian dan Ilmu Pengetahuan


Dari uraian dimuka kiranya telah jelas, bahwa penelitian merupakan
sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta
mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang merupakan
pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan penggunaan kekuatan
pemikiran, pengetahuan mana senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara
kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian yang dilakukan
oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu terutama disebabkan, oleh karena
penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan, agar manusia lebih mengetahui dan
lebih mendalami.

7
3. Fungsi Metodologi Dalam Penelitian
Kegiatan penelitian dimulai, apabila seorang ilmuwan melakukan usaha
untuk bergerak dari teori, ke pemilihan metode. Didalam proses ini, akan
timbul preferensi seorang ilmuwan terhadap teori-teori dan metode-metode
tertentu. Imajinasi sosial berarti, bahwa seorang ilmuwan mendasarkan
pernikirannya pada kerangka sistim masyarakat (sebagai sistim sosial).
Hal ini, antara lain berarti, bahwa mungkin seluruh masyarakat yang
menjadi pusat perhatiannya, atau mungkin salah satu komponen dari
masyarakat. Walaupun hanya menelaah salah satu komponen saja, dia harus
tetap menyadari bahwa komponen tersebut mempunyai hubungan funsionil,
dengan komponen-komponen lainnya.

4. Data Yang Diteliti Dan Tipe-Tipenya


Dimuka telah dijelaskan secara singkat, bahwa. yang diteliti adalah
pejala-pejala yang dihadapi, yang ingin diungkapkan kebenarannya. Gejala-
gejala tersebut merupakan data yang diteliti, sedangkan hasil-hasilnya juga
dinamakan data. Masalahnya adalah, apakah didalam setiap penelitian dalam
ilmu-ilmu sosial setiap data harus dan dapat diteliti ? .
Didalam penelitian ilmu-ilmu sosial dan sosiologi pada khususnya, : maka
data yang penting dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tipe data dengan
sub-klasifikasinya masing-masing (H.L: Manheim : 1977). Tipe-tipe data dan
sub-klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Perilaku manusia dan ciri-cirinya, yang mencakup : sub-klasifikasi
subklasifikasi sebagai berikut :
a. perilaku verbal, yakni: perilaku yang disampaikan secara lisan dan
kemudian dicatat. Misalnya, pencatatan hasil wawancara yang
dilakukan terhadap seorang responden.
b. perilaku nyata dan ciri-cirinya yang dapat: diamati. Misalnya: interaksi
antara dua orang, ciri-ciri badaniyah seseorang, pencatatan terhadap
frekuensi perbuatan-perbuatan tertentu, dan seterusnya.

8
2. “Hasil dari perilaku manusia dan ciri-cirinya, yang mencakup E.J, Webb,
et.al: 1966):
a. Peninggalan-peninggalan fisik yang berasal dari mass silam yanG Oleh
Webb dibedakan ke dalam dua sub klasifikasi, yakni"
1) "erosion” misalnya frekuensi peminjaman buku-buku tertentu dari
suatu perpustakaan, yang merupakan salah satu petunjuk bahwa buku-
buku tersebut disukai (populer).
2) "accretion” sebagai hasil pengukuran terhadap, misalnya, jumlah botol
bir yang dibuang sebagai salah satu petunjuk taraf konsumsi bir di
suatu tempat. Kadang-kadang hal ini juga diterapkan terhadap ciri-ciri
dan lokasi gedung-gedung, jalan raya, rel kereta api, dan ciri-ciri
ekologis lainnya.
b. Arsip (archives) yakni (H.L. Manheim: 1977)
“… the vast accumulations of records, documents, library collections, and
mass media materials which are extant …
The distinguishing characteristic of archival data is that they were
originally produced for some other purpose the researcher has no control
over them”.
Secara terperinci, Manheim menjabarkannya ke dalam golongan-
golongan, sebagai berikut :
1) Data sensus, statistik vital, data ekologis dan demografis, semua jenis
data statistik, dokumen pribadi seperti otobiografi, catatan harian, dan
sejarah kehidupan seseorang atau suatu kelompok.
2) Bahan mass-media seperti surat kabar, majalah, catatan tentang isi
siaran radio, televisi dan film.
3) Inskripsi pada kuburan, data penjualan, angka-angka bunuh diri, data
pasien dokter, data cara pemilihan di lembaga legislatif, data
kecelakaan pesawat terbang, dan: seterusnya,
3. Data simulasi yang mencakup semua hasil daripada proses simulasi.
Sehubungan dengan tipe-tipe data sebagaimana diuraikan diatas, perlu
Pula disinggung mengenai penggolongan data atas dasar taraf kepercayaan

9
terhadap data tersebut ("levels of data”). Biasanya dibedakan antara tiga
macam data, yakni (H.L. Manheim : 1977):
1. "First level data”, yakni gejala yang secara langsung diteliti oleh peneliti
(gejala mana merupakan "the actual object or event itself”).
2. "Second level data” yang mencakup pengamatan yang dilakukan pengamat
terhadap gejala tertentu. Dalam hal ini perlu diperhatikan persepsi dari
pengamat-pengamat tersebut, yang mungkin mempengaruhi hasil
pengamatan.
3. "Third level data”, yaitu data observasi yang torcatat.
Sudah tentu bahwa hal-hal tersebut diatas dapat diterapkan terhadap
pemilihan tipe-tipe data. Dengan demikian dapat dipilih data, yang dapat
dipercayai.

5. Tujuan Penelitian
Sebagaimana telah dinyatakan oleh Selltiz, maka tujuan dari peneiltian
adalah (Claire Selltz et. al: 1977)
“… to discover answers to questions through te application of
scientific procedures. These procedures have been developed in order to
increase the likelihood that the information gathered will be relevant to the
question asked and will be reliable and unbiased”.
Apabila pernyataan tersebut. dijabarkan lebih lanjut, maka akan tampak,
bahwa tujuan-tujuan dari penelitian (“research purposes”) adalah, sebagai
berikut :
1.
a. Mendapatkan pengetahuan tentang suatu gejala, sehinga dapat an
merumuskan masalah.
b. Memperoleh pengetahuan yang iebih. mendalam tentang suatu gejala,
sehingga dapat merumuskan hipotesa.
2. Untuk menggambarkan secara lengkap karakteristik atau ciri-ciri dari :
a. Suatu keadaan,
b. Perilaku pribadi,

10
c. Perilaku kelompok, tanpa didahului hipotesa (tetapi harus ada sasatah).
3.
a. Mendapatkan keterangan tentang frekuensi peristiwa,
b. Memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala dengan gejala
lain (biasanya berlandaskan hipotesa)
6. Menguji hipotesa yang berisikan hubungan-hubungan sebab-akibat (harus
didasarkan pada hipotesa).

6. Macam-Macam Penelitian-Penelitian
Apabila dibicarakan mengenai macam-macam penelitian, maka
masalah tersebut senantiasa tergantung dari sudut mana seseorang
melihatnya. Dilihat dari sudut sifatnya, dikenal adanya penelitian
eksploratoris (menjeajah), penelitian deskriptif dan penelitian ekaplenatoris
Penelitian eksploratoris dilakukan apabila pengetahuan tentang suatu gejala
yang akan diselidiki masih kurang sekali atau bahkan tidak ada. Kadang-
kadang penelitian Semacam itu disebut feasibility study yang bermaksud
untuk memperoleh data awal (Soerjano Soekanto 1974 : 29). Suatu penelitian
deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin
tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah
terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu
didalam memperkuat teori-teori lama,. atau didalam kerangka menyusun
teori-teori baru. Apabila pengetahuan tentang suatu masalah sudah cukup,
maka sebaiknya dilakukan penelitian eksplanatoris yang terutama
dimaksudkan untuk menguji hipotesa-hipotesa tertentu.
Dipandang dari sudut bentuknya, pada umumnya dikenal penelitian
diagnostik, penelitian preskriptif dan penelitian evaluatif. Penelitian
diagnostik merupakan suatu penyelidikan yang dimaksudkan, untuk
mendapatkan keterangan mengenai sebab-sebab terjadinya suatu gejala atau
beberapa gejala. Apabila suatu penelitian ditujukan untuk mendapatkan saran-
saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah
tertentu, maka penelitian tersebut dinamakan penelitian preskriptif. Suatu

11
penelitian evaluatif pada umumnya dilakukan, apabila seseorang ingin
menilai program-program yang dijalankan.
Apabila dikaitkan dengan tujuan-tujuannya, maka suatu penelitian
dapat merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan fakta belaka
(fact-finding). Penelitian semacam itu dapat dilanjutkan dengan penelitian
yang bertujuan untuk menemukan masalah (problem-finding), untuk
kemudian menuju pada identifikasi masalah (problem-identification). Tidak
jarang, hal itu dilanjutkan dengan penelitian untuk mengatas masalah atau
problem-solution.
Dari sudut penerapannya, dapat dibedakan antara penelitian mumi
(atau disebut juga penelitian dasar atau fundamentil; dalam bahasa asing pure
research, basic research atau fundamental research), penelitian yang
berfokuskan masalah (problem-focused research) dan penelitian terapan
(kadang-kadang juga disebut sebagai penelitian terpakai; dalam bahasa asing
dinamakan applied research, action research atau mission-oriented research).
Penelitian murni biasanya ditujukan, untuk kepentingan pengembangan ilmu
itu sendiri atau teori maupun untuk keperluan pengembangan metodologi
penelitian. Menurut Pierre de Bie, maka penelitian murni menyangkut (Pierre
de Bie : 1970) :
“… pure thought dealing with theory, where knowledge alone alone
matters and is of intrinsic value. Mengenai penelitian yang berfokuskan
masalah, Pierre de Bie menyatakan, sebagai berikut (Pierre de Bie ! 1970)
“Within the human sciences, botweon tho realm of pure thought
dealing with theory, where knowlodgo alone matters and Is of Intrinsic value,
and that of informed action, where utility and practical considerations take
precedence, there is a vast area where questions of theory and utility mingle
in varying proportions. In this area, the desire for knowledge is to a certain
extent linked with the desire for action. This is tha field study which is
described as problems-focused research"
Inti dani penelitian tersebut distas, adalah kaitan antira bidang teori
dengan bidang praktis, dimana masalah-masalah ditentukan atas dasar

12
kerangka teoritis, yang sebenarnya menghubungkan antara penelitian murni
dengan penelitian terapan (yang akan dijelaskan dibawah). Suatu penelitian
terapan, adalah penelitian yang tujuannya untuk memecahkan - masalah-
masalah kemasyarakatan, yang sifatnya praktis. Oleh UNESCO, penelitian
terapan dirumuskan, sebagai (UNESCO document: SS 41/3.244/f) . Dengan
demikian, maka inti dari penelitian terapan, adalah kegunaannya secara
praktis.
Kadang-kadang pembedaan didasarkan pada dasar ilmu yang
dipergunakan dan metodologi yang diterapkan. Atas dasar ini, dikenal
penelitian mono disipliner, penelitian multi disipliner dan penelitian
interdisipliner. Penelitian mono disiplirer didasarkan pada satu jenis ilmu
pcngetahuan, dengan menterapkan metodologi yang lazim dilaksanakan oleh
ilmu yang bersangkutan, Pada penelitian multi disipliner, beberapa ilmu
pengetahuan dengan metodologi masing-masing, menterapkan penelitian
"terhadap suatu obyek yang sama. Didalam penelitian Interdisipliner
dihasilkan dari (Jean Piaget : 1970)
“… two sorts of inquiryy, one relating to common structures or
mechanisms and the other to common methods, although both sorts may of
course be involved equally”.

13
BAB III
PEMBAHASAN

1. Penelitian Hukum (Legal Research) dan Penulisan Hukum (Legal


Writing).
Para penstudi hukum tidak terlepas dari rutinitas yang berkaitan dengan
penulisan hukum (legal writing), sedangkan untuk melakukan penulisan
hukum tersebut dibutuhkan suatu penelitian hukum (legal research) dalam
arti secara umum. Tentunya sangat penting melihat hubungan antara
penelitian hukum dan produk-produk penulisan hukum, jika kita ingin
melihat penelitian hukum dari sudut pandang kegunaannya (purposes) bukan
pada metode dan jenis-jenis pendekatannya. Berdasarkan kegunaannya
tersebut dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu untuk kepentingan praktek
hukum dan untuk kepentingan akademis, dan yang bersifat praktis maupun
teoritis.

2. Meneliti Hukum Sebagai Kegiatan Ilmiah


Pertanyaan mengenai apakah metode penelitian hukum itu ilmiah? sama
filosofisnya dengan pertanyaan apakah ilmu hukum itu dapat dikategorikan
suatu ilmu yang kadar keilmiahannya dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu
sosial bahkan dengan ilmu-ilmu alam? namun demikian faktanya adalah para
penstudi hukum ternyata memiliki sistem dan metode penelitian tersendiri
yang khas, dan berkembang seiring dengan perkembangan kajian hukum itu
sendiri.
The role of law is to bring order to chaos and to ease societal pressures,
but most student and faculty feel a sense of chaos and pressures when
learning to do legal research. This is natural. Legal research is different
from research in other disciplines, it has different vocabulary, different form
of laws, and different jurisdiction of authority and hierarchies of importance;
and there never seems to be definitive answer.
Ciri khas sebagaimana di maksud juga didasarkan pada fakta bahwa

14
meneliti hukum tidak hanya berhubungan dengan fakta-fakta hukum,
peraturan-peraturan hukum, kasus-kasus hukum terdahulu, buku-buku
hukum, dan lain-lain yang dapat dijadikan referensi di dalam melakukan
penelitian hukum murni (purely legal research), melainkan perilaku individu-
individu dalam masyarakat juga pada kenyataanya dapat digunakan di dalam
penelitian hukum kontemporer yang diilhami oleh ilmu hukum perilaku
(behavioral jurisprudence), yang sering juga disebut dengan penelitian
hukum empiris/sosilogis/nondoctrinal/socio-legal. Sedangkan apa yang
menyebabkan adanya dua jenis penelitian di dalam bidang hukum ini
(normatif dan empiris) akan dibicarakan dalam bahasan tersendiri kemudian,
yaitu pengaruh perkembangan pemikiran para filsuf hukum (legal
philoshopers) yang dikumpulkan di dalam sebuah kajian yang dinamakan
dengan jurisprudence, di mana “Jurisprudence as the accumulated wisdom of
great thingkers of the past…”, terhadap perkembangan dan pilihan metode
penelitian hukum yang sesuai.
a. Memaknai Kata “peneltian” dalam Ungkapan “Penelitian Hukum”
C.F.G. Sunaryati Hartono menegaskan bahwa:
“Bagaimanapun juga, metode penelitian selalu mencari titik-titik
tolak yang pasti dan peraturan-peraturan penelitian yang diharapkan
tentang bagaimana suatu penelitian harus dilakukan supaya dapat
menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan (reliable)
dan sahih (valid)”.
Di sisi lain William H. Putman di dalam bukunya yang berjudul
Legal Research, Analysis and Writing berpendapat bahwa: … So what do
we mean by “research”? we do not mean experiments which scientists
tend to mean by “research”. The word research means “to find things
out”.
Kemudian, setelah kita mengetahui bahwa produk-produk karya tulis
hukum sebagaimana disebutkan di atas tidak hanya untuk kegunaan atau
bersifat teoritis maupun akademis, melainkan juga ada yang
dikategorikan untuk kegunaan dan bersifat praktis, maka tentunya kita

15
tidak menyangkal bahwa di dalam pembuatan produk-produk karya tulis
hukum untuk kegunaan dan bersifat praktis, yang biasanya ditekuni oleh
para praktisi hukum tersebut, juga merupakan kegiatan penelitian (bukan
eksperimen seperti yang dilakukan ilmuwan eksakta) dan membutuhkan
metode-metode khusus dalam pelaksanaan dan penyajiannya, bahkan
tujuan akhirnya tidak lain untuk mendapatkan klarifikasi dari pertanyaan
maupun permasalahan hukum tertentu. Dalam hal ini tentunya timbul
pertanyaan dapatkah kegiatan penelitian seperti itu dikategorikan sebagai
penelitian hukum?
Namun demikian, tidak sedikit para penstudi hukum yang
beranggapan bahwa penelitian hukum hanya merupakan wilayah otoritas
para penstudi hukum yang berprofesi sebagai akademisi mupun peneliti
hukum saja, yang produk akhirnya berupa skripsi, tesis, disertasi, artikel
jurnal ilmiah dan laporan penelitian di bidang hukum, dan lain-lain.
Oleh sebab itu, bila diartikan secara luas maka, aktifitas meneliti
hukum tentunya sadar maupun tidak telah menjadi rutinitas bagi para
pengemban profesi-profesi hukum, baik peneliti, akademisi, maupun
praktis, bahkan ilmuwan dari disiplin ilmu di luar hukum, dan tentunya
dengan menggunakan metodenya yang khas pula.
b. Makna Kata “Metode” dalam Ungkapan “Metode Penelitian Hukum”
Kata metode yang biasanya disandingkan dengan frase penelitian
hukum, tentunya dapat diinterpretasikan luas, apakah yang dimaksud
adalah metode ilmiah atau metode hanya sebagai “cara”, sebagaimana
makna gramatikalnya
Setelah kita sepakat bahwa penelitian hukum sebagaimana telah
disebutkan di atas dapat diartikan secara luas, namun terhadap bidang
profesi hukum tertentu, bahkan mahasiswa hukum yang kesemuanya
adalah penstudi hukum harus tunduk pada suatu otoritas individu maupun
lembaga yang ada maupun tidak ada dasar maupun mengejar tujuan
tertentu dihadapkan pada kategorisasi “penelitian hukum” yang
didasarkan oleh aturan main tersendiri yang disepakati antara peneliti dan

16
lembaga yang dimana hasil penelitian tersebut akan didedikasikan.

3. Pengaruh Perkembangan Pemikiran Tentang Hukum terhadap Jenis


Penelitian Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang dari ilmu filsafat, sedangkan teori
hukum merupakan disiplin mandiri (autonomous discipline) dari ilmu hukum.
Pembagian jenis penelitian hukum, antara normatif dan empiris yang dikenal
oleh para peneliti hukum ternyata juga dipengaruhi oleh perkembangan hasil
pemikiran tentang hukum oleh para filsuf hukum (legal philosopher) yang
biasa dipelajari di dalam kajian filsafat hukum maupun teori hukum
(Jurisprudence).
Sebagaimana diketahui bahwa perkembangan pemikiran tentang konsep-
konsep hukum dan dinamikanya diawali oleh aliran/mazhab hukum alam
(natural law), positivisme hukum (legal positivism), realisme hukum (legal
realism), dan lain-lain. hingga sampai kepada pemikiran-pemikiran hukum
post mederenism dan law and economic atau economic analysis of law.
Namun, dua kelompok aliran besar yang sangat mempengaruhi
perkembangan penelitian hukum, sehingga melahirkan dua jenis penelitian
hukum (normatif dan empiris) yaitu: pertama, aliran/mazhab (school of
thought) yang pokok-pokok pemikirannya berlandaskan pada ide-ide
positivisme hukum (legal positivism, legal realism, pure theory of law, dan
lain-lain.) dan kedua, aliran/mazhab yang pokok-pokok pemikirannya
berlandaskan pada ide-ide hukum yang bersifat sosiologis (sociological
jurisprudence, sociology of law, critical legal studies, dan lain-lain). Dengan
demikian disinilah yang menjadikan penelitian hukum sering dikatakan
memiliki ciri yang khas dibandingkan dengan penelitian dalam bidang ilmu
alam bahkan penelitian dalam bidang ilmu sosial yang bahkan memiliki
kesamaan dengan salah satu jenis penelitian hukum yaitu penelitian hukum
empiris/sosiologis/socio-legal.
Metode penelitian hukum dalam konteks keilmuan hukum dan metode

17
penelitian hukum dalam konteks penemuan dan penerapan hukum, dalam
konteksnya yang pertama, pada umumnya dilakukan oleh peneliti hukum
akademis ini, memiliki dua jenis penelitian hukum yaitu: penelitian hukum
normatif dan penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif
dipengaruhi oleh doktrin hukum murni dan positivisme, sedangkan penelitian
hukum sosiologis dipengaruhi oleh doktrin sosiologi hukum (sosiologi of
law) maupun ilmu hukum sosilogis (sociological jurisprudence).
Ilmu hukum termasuk ke dalam kategori ilmu humaniora, seni, bahkan
memiliki keterkaitan dengan filsafat dan sastra, dengan demikian dapat
dibedakan dengan bidang-bidang ilmu alam dan ilmu sosial. Namun
demikian, pengaruh ilmu sosial terhadap disiplin hukum harus tetap diakui
oleh para penstudi hukum telah memberikan kontribusi sekaligus telah sedikit
banyak mengintervensi perkembangan pemikiran maupun metode penelitian
hukum.
Mengingat perkembangan pemikiran tentang hukum yang sosiologis
telah membuka peluang baru untuk para peneliti hukum dalam meneliti
hukum dengan tidak hanya melihat hukum secara dogmatis dan ekslusif dari
sentuhan disiplin ilmu-ilmu lain, melainkan membuka peluang untuk
melakukan penelitian hukum secara multidisiplin, sehingga memungkinkan
melihat hukum pada alam empiris yang tidak lain berada di tengah
masyarakat, tempat di mana hukum itu dianggap sebagai fenomena sosial
yang dinamis dan saling berinteraksi dengan fenomena sosial lainnya seperti
ekonomi, politik, dan lain-lain.

4. Jenis-Jenis Penelitian Hukum


Apakah penelitian hukum normative/doktrinal dan
empiris/nondoktrinal benar-benar berbeda atau dapat diharmonisasikan dalam
suatu kegiatan penelitian hukum pertanyaan ini didasarkan pada fenomena
perbedaan pendapat para penstudi hukum di Indonesia. Soerjono Soekanto
berpendapat bahwa penelitian hukum normatif dan empiris dapat dilakukan
terpisah maupun secara bergabung, namun ada pula penstudi hukum yang

18
memisahkan secara tegas antara keduanya, namun ada pula yang menghargai
perbedaan kedua jenis penelitian tersebut namun secara persuasif
menghimbau para penstudi hukum untuk kembali kepada penelitian hukum
yang murni menjadi otoritas penstudi hukum itu sendiri. Tolok ukur analisis
yang akan digunakan adalah melihat perbedaan dua jenis penelitian hukum
tersebut di atas dari aspek pendekatan, tujuan, dan jenis data yang digunakan.

a. Penelitian Hukum Normatif/Doctrinal Legal Research


Tolok ukur Soerjono Soekanto dalam pembahasannya mengenai
penelitian hukum normatif adalah dari sifat dan ruang lingkup disiplin
hukum, dimana disiplin diartikan sebagai suatu sistem ajaran tentang
kenyataan, yang biasanya mencakup disiplin analitis dan disiplin
preskriptif, dan disiplin hukum lazimnya termasuk ke dalam disiplin
preskriptif jika hukum dipandang hanya mencakup segi normatifnya saja.
Namun demikian, masih di dalam tulisannya yang sama tersebut, Soerjono
Soekanto tetapi ingin membuktikan dan menegaskan bahwa disiplin
hukum lazimnya juga dapat diartikan sebagai suatu sistem ajaran tentang
hukum sebagai norma dan kenyataan (perilaku) atau sebagai sesuatu yang
dicita-citakan dan sebagai realitas/hukum yang hidup, bahkan disiplin
hukum tersebut memiliki segi umum dan khusus.
Selanjutnya dipaparkan juga bahwa sifat dari dogmatik hukum (ilmu
tentang kaidah hukum dan ilmu tentang pengertian pokok dalam hukum)
bersifat teoritis-rasional dan model penalaran yang digunakan adalah
logika- deduktif, sedangkan ilmu tentang kenyataan hukum (sosiologi
hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum, dan
sejarah hukum) bersifat teoritis-empiris dan model penalaran yang
digunakan adalah logika induktif. Filsafat hukum bersifat etis-spekulatif
dan politik hukum bersifat praktis fungsional.
Berbeda dengan jenis penelitian hukum empiris, penelitian hukum
normatif memiliki kecenderungan dalam mencitrakan hukum sebagai
disiplin preskriptif di mana hanya melihat hukum dari sudut pandang

19
norma- normanya saja, yang tentunya bersifat preskriptif. Dimana tema-
tema penelitiannya mencakup:
1) Penelitian terhadap asas-asas hukum;
2) Penelitian terhadap sistematika hukum;
3) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan horizontal;
4) Perbandingan hukum; dan
5) Sejarah hukum.
Di lihat dari segi jenisnya yang sangat doktrinal atau normatif,
penelitian hukum normatif yang ada di Indonesia mirip dengan penelitian
hukum common law, dimana penelitian hukum di dalam sistem hukum
common law lebih berorientasi kepada aspek praktis, yaitu biasanya untuk
menyelesaikan masalah hukum konkret (perkara hukum tertentu) dan
dilakukan oleh para praktisi hukum (legal practitioners) baik bentuknya
sengketa maupun hanya ingin mencari bagaimana dan di mana suatu
permasalahan hukum tersebut diatur oleh hukum yang dilakukan melalui
penelitian fakta-fakta hukum, peraturan hukum yang relevan bahkan juga
melihat kasus-kasus yang relevan dengan pertanyaan yang ingin
dipecahkan.
Legal research is the process of locating the law that applies to the
question raised by the facts of the case. Legal research and analysis are
interrelated, and performing legal research usually involves the use of
analysis principles.16 The object of legal analysis and legal research are to
analyze the factual event presented by the client and determine: what is
the legal issue (question) or issues raised by the factual event;
1) What law govern the legal issue;
2) How the law that governs the legal issue applies to the factual event,
including what, if any legal remedy is available.
Sedangkan di dalam penelitian hukum tersebut metode penelitian
atau langkah-langkah analisis yang dilakukan mengacu kepada metode
IRAC (issue, rule, analysis/application, conclusion) atau lebih jelasnya
adalah sebagai berikut:

20
Step 1:
Issue, the identification of the issue (legal question) or issues raised by the
facts of the client case.
Step 2:
Rule, the identification of the law that governs the issue;
Step 3:
Analysis/application, a determination of how the rule of law applies to the
issue;
Step 4:
Conclusion, a summary of the results of the legal analysis.
Sedangkan hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan
analisis kasus/pertanyaan hukum adalah:
1) All the facts and information relevant to the case should be gathered;
and
2) Preliminary legal research should be conducted to gain a basic
familiarity with the area of law involved in the case.
Penegasan tentang pentingnya fakta-fakta hukum di dalam melakukan
analisis hukum, di mana dari setiap tahapan IRAC sebagaimana telah
disebutkan di atas unsur ini memegang peranan yang sangat penting (The
crucial role facts play in the analytical process). Hal ini mengingat bahwa
proses analisis hukum untuk menentukan hukum apa yang relevan dengan
fakta-fakta hukum yang ditemukan atau dengan kata lain, In every case,
the analytical process involves a determination how the law applies to the
facts. In the court opinion, courts determine how the law applies to the
facts presented to the court.

b. Penelitian Hukum Empiris (Empirical Legal Research) Atau


Penelitian Socio-Legal (Socio-Legal Research)
Pengaruh ilmu sosial terhadap disiplin hukum adalah kalimat
kunci yang sesuai sebagai pembuka pembicaraan mengenai jenis
penelitian yang satu ini, yaitu penelitian hukum empiris (empirical legal

21
research). Kata “empiris” bukan berarti harus menggunakan alat
pengumpul data dan teori- teori yang biasa dipergunakan di dalam
metode penelitian ilmu-ilmu sosial, namun di dalam konteks ini lebih
dimaksudkan kepada pengertian bahwa “kebenarannya dapat dibuktikan
pada alam kenyataan atau dapat dirasakan oleh panca indera” atau bukan
suatu fiksi bahkan metafisika atau gaib, yang sejatinya berupa proses
berfikir yang biasanya hanya dongeng maupun pengalaman-pengalaman
spiritual yang diberikan Tuhan tidak kepada setiap manusia dan tidak
harus melalui proses penalaran ilmiah suatu hal tertentu dapat diterima
kebenarannya, meskipun oleh para ilmuwan kadang dikatakan tidak
ilmiah atau an illogical phenomena. Penerimaan terhadap suatu yang
bersifat ilmiah biasanya dipredikatkan dengan ungkapan “masuk akal”,
sedangkan penerimaan terhadap suatu yang bersifat metafisika dan
spiritual biasanya disebut sebagai kepercayaan.
Oleh sebab itu, penelitian hukum empiris dimaksudkan untuk
mengajak para penelitinya tidak hanya memikirkan masalah-masalah
hukum yang bersifat normatif (law as written in book), bersifat teknis di
dalam mengoperasionalisasikan peraturan hukum seperti mesin yang
memproduksi dan menghasilkan hasil tertentu dari sebuah proses
mekanis, dan tentunya hanya dan harus bersifat preskriptif saja,
meskipun hal ini adalah wajar, mengingat sejatinya sifat norma hukum
yang “ought to be” itu. Selanjutnya cara pandang sebagaimana
disebutkan tadi bergeser menuju perubahan ke arah penyadaran bahwa
hukum, faktanya dari perspektif ilmu sosial tenyata lebih dari sekadar
norma-norma hukum dan teknik pengoperasiannya saja, melainkan juga
sebuah gejala sosial dan berkaitan dengan perilaku manusia ditengah-
tengah kehidupan bermasyarakat yang unik dan memikat untuk diteliti
tidak dari sifatnya yang preskriptif, melainkan bersifat deskriptif.
Di sisi lain, mengingat para penstudi hukum sejatinya tidak terlatih
melakukan penelitian sebagaimana dimaksud, dan faktanya memang
tidak dipersiapkan untuk itu, maka peranan para ilmuan sosial berikut

22
metode- metode penelitian bahkan teori-teorinya dibutuhkan oleh
sebagian penstudi hukum yang ingin melakukan penelitian di bidang
hukum dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial (socio-legal
research) maupun disebut dengan penelitian hukum interdisipliner,
karena kadang-kadang bersentuhan dengan ilmu ekonomi, antropoligi,
bahkan ilmu politik dan lain- lain.
Penelitian hukum normatif/doktrinal yang di dalam literatur hukum
asing biasa disebut dengan legal research dan tanpa tambahan makna
lain, menurut sebagian penstudi hukum dikatakan sebagai penelitian
hukum yang murni (the pure legal research). Mengapa demikian Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping penelitian hukum yang
murni sebagaimana telah diuraikan di atas masih terdapat jenis penelitian
lain yang mendampinginya dan biasa dipelajari oleh para penstudi hukum
di bawah judul kuliah “Metode Penelitian Hukum” (dalam hal ini di
Indonesia khususnya), dan mungkin kenyataan ini yang menjadikan
penelitian hukum dikatakan sebagai penelitian yang khas.
Jenis penelitian yang dimaksud adalah penelitian hukum empiris
atau socio-legal (Socio legal research) yang merupakan model
pendekatan lain dalam meneliti hukum sebagai objek penelitiannya,
dalam hal ini hukum tidak hanya dipandang sebagai disiplin yang
preskriptif dan terapan belaka, melainkan juga empirical atau kenyataan
hukum.
Basis perkembangan socio legal research di United Kingdom/UK
ternyata berada di fakultas-fakultas hukum (law school) dan ditekuni oleh
para penstudi hukum, bukan di fakultas-fakultas ilmu sosial (social
science), meskipun socio legal study sangat erat kaitannya dengan kajian
sosiologi hukum (sociology of law). Socio legal study merupakan studi
hukum interdisipliner maupun salah satu pendekatan dari penelitian
hukum (a methodological approach) yang bahkan terkesan bertolak
belakang sekali dari kajian hukum yang sifatnya doktrinal. Socio-legal
tidak disamakan dengan legal sociology di negara-negara Eropa Barat,

23
bahkan law and sociology scholarship di USA, di mana peranan ilmu
sosiologi lebih dominan dalam kajiannya. “Socio”. Dan di dalam socio-
legal studies tidak mengacu kepada ilmu sosiologi maupun ilmu-ilmu
sosial, melainkan “an interface with a context within which law exist”25
oleh sebab itu, mengapa di saat para peneliti socio-legal menggunakan
teori-teori sosial tertentu sebagai alat bantu analisis tidak diarahkan untuk
menjadi kajian ilmu sosiologi dan ilmu sosial lainnya, melainkan
diarahkan untuk kajian ilmu hukum. Namun ilmu sosiologi dan ilmu-
ilmu sosial lainnya, bagi socio-legal studies sangat diperlukan
peranannya yaitu guna meminta/memperoleh data-data saja, hal ini
sangat beralasan mengingat bahwa ilmu sosiologi misalnya, memiliki
karakteristik yang deskriptif dan kategoris.
Socio-legal research is, in some respects, founded on a paradox in
that, while it claims or aspires to be an interdisciplinary subject with
particular ties with sociology, the majority of its practitioners are based
in law schools, and have no received any systematic training in either
sociological theory and research methods.
Berbeda dengan penelitian hukum normatif yang lebih dulu ada di
tengah-tengah keluarga besar disiplin hukum, socio-legal research
biasanya dikembangkan dalam suatu lembaga-lembaga independen,
seperti di Indonesia misalnya: ELSAM dan HUMMA. Sedangkan di
Negara lain seperti Inggris misalnya lembaga tersebut juga ada yang
independen maupun berada di bawah naungan law school atau faculty of
law, seperti: University College London (UCL) School of Law UK
dengan The Centre for Empirical Legal Studies-nya. Di mana maksud
dan tujuannya lembaga tersebut adalah:
“…to bring together experts across a range of social science
disciplines to engage in interdisciplinary research with a bearing on law.
The Centre’s ambitions are to be a world leader of methodological
innovation in empirical legal studies, to build research capacity in the
United Kingdom and to promote the evidence led evolution of justice

24
systems around the world.
Sedangkan bidang-bidang penelitiannya adalah:
“The emphasis of the work of the centre is on interdisciplinary
empirical research investigating the operation and effects of law within
the context of the social, economic and political environment. The work
of the centre is concerned with the role and function of law, the
enforcement of law, compliance with law, resistance to law, the use and
experience of law, the impact of law and the character of law itself”.

5. Mengenai Data dalam Penelitian Hukum


Dari sudut pandang jenis-jenis data yang dipergunakan di dalam
penelitian hukum, penelitian hukum normatif sering disinonimkan dengan
penelitian kepustakaan (library research) jika dilihat atas kecenderungannya
dalam menggunakan dokumen-dokumen sebagai bahan penelitiannya,
sedangkan penelitian hukum empiris kerap disinonimkan dengan penelitian
lapangan (field research) dilihat dari kecenderungannya dalam menggunakan
data-data primer.
Apakah penelitian normatif tidak boleh menggunakan alat pengumpul
data maupun bahan-bahan hukum selain melalui studi kepustakaan? Apakah
penelitian hukum empiris/nondoktrinal/socio-legal research harus
menggunakan alat pengumpul data seperti yang dipergunakan oleh ilmu- ilmu
sosial seperti: pengamatan/observasi, wawancara/interview, survey,
kuesioner, dan metode analisis statistik sosial (distribusi, korespondensi, dan
lain-lain.)? apakah ada akibatnya terhadap validitas dan tujuan hasil
penelitian yang dilakukan?
Hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka, walaupun para
peneliti sering membedakan antara riset pustaka dan riset lapangan. Namun
demikian, faktanya adalah bahwa kedua jenis penelitian di atas tetap
membutuhkan penelusuran pustaka. Perbedaan antara kedua jenis ini terletak
pada tujuan, fungsi, dan atau kedudukan studi pustaka dalam masing-masing
penelitian.

25
Pada riset lapangan (field research) penelsuran pustaka dibutuhkan pada
saat menyusun kerangka penelitian (research design) dan atau proposal guna
memperoleh informasi awal dari penelitian terdahulu yang lebih kurang
sejenis, untuk memperdalam teori yang mungkin akan digunakan, maupun
untuk memperdalam pengetahuan peneliti tentang metode yang akan
digunakan.
Pada konteks penelitian hukum murni atau penelitian hukum
normatif/doktrinal jika dilihat dari sumber data yang digunakannya, tidak
mengenal adanya dualisme jenis data seperti yang dikenal pada lingkungan
metode penelitian secara umum, khususnya penelitian ilmu-ilmu sosial
(social science) meskipun pada perkembangannya metode penelitian ilmu-
ilmu sosial juga merupakan pengembangan dari metode penelitian yang pada
awalnya menjadi tradisi peneliti ilmu-ilmu alam (eksakta). Data yang
digunakan di dalam penelitian hukum, khususnya pada tradisi common law,
hanya dikenal dengan legal source yang jika diterjemahkan ke bahasa
Indonesia berarti sumber hukum. Sedangkan pembedaan jenis dan tingkatan-
tingkatannya yaitu: primary source, secondary source, dan judicial source.
Dengan demikian, jenis data penelitian hukum yang dikenal oleh para
penstudi hukum di Indonesia selama ini yaitu berupa data primer, sekunder,
dan tersier, yang kesemuanya merupakan hasil adopsi/pinjaman dari
kategorisasi jenis data yang digunakan oleh tradisi ilmu-ilmu sosial. Alat- alat
untuk pengumpulan data yang biasa digunakan antara lain:

 Penelusuran literatur hukum.


Pada penelitian hukum doktrinal/normatif, penggunaan data
sekunder menjadi sangat dominan. Bahkan data sekunder tersebut
dikualifikasikan berdasarkan kekuatan mengikatnya, yaitu:
1) Sumber/bahan hukum primer (mandatory primary sources);
2) Sumber/bahan hukum sekunder (secondary sources); dan
3) Sumber/bahan hukum tersier.
4) Pengamatan atau observasi;

26
5) Wawancara (interview); dan
6) Kuesioner.
Di dalam tradisi penelitian hukum barat, bahan-bahan penelitian
hukum (legal research materials) yang dikenal yaitu: primary sources
(statutory law, case law), secondary sources (books, journals, etc.),
finding aids and indexes .

6. Mengenai Sistematika Suatu Penelitian Hukum


Di salam tradisi pemikiran ilmiah bahkan penelitian ilmiah dikenal
istilah Logico-hypotetico-verivicatie, Namun bagaimanakah relevansinya
terhadap sistematika penelitian hukum. Menurut C.F.G. Sunaryati Hartono32,
penelitian hukum harus melalui dan melakukan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a) Mencari dan mengklasifiksikan fakta-fakta;
b) Mengadakan klasifikasi tentang masalah hukum yang diteliti;
c) (kadang-kadang) mengadakan penelitian historis sosiologis maupun
historis yuridis mengenai masalah hukum yang diteliti;
d) Mengadakan analisis hukum atau/dan analisis interdisipliner dan
multidisipliner;
e) Agar lebih mendalam lagi maka peneliti hukum seyogyanya mengadakan
perbandingan hukum;
f) Lebih lengkap lagi, apabila peneliti juga membandingkan latar belakang
filsafat dan sosial dari sistem hukum yang dibandingkan;
g) Menarik kesimpulan; dan
h) Mengajukan saran-saran.

27
BAB IV
PENUTUP

Ilmu hukum (jurisprudence) dan segala sub kajian yang mendampinginya


di dalam keluarga besar kajian tentang hukum, terlepas dari kontroversinya
sebagai sebagai suatu disiplin ilmu yang mandiri dan khas (sui generis), bagian
dari ilmu humaniora maupun ilmu sosial, sebagaimana ilmu pengetahuan alam
(eksakta) dan ilmu-ilmu sosial yang telah memiliki tempat yang tak terbantahkan
di ranting-ranting pohon ilmu. Ilmu hukum harus diakui memiliki metode
penelitian yang khas sekaligus unik, baik dilihat dari kepentingan/kegunaan
dilakukannya suatu penelitian di bidang hukum, baik teoritis maupun praktis, atau
dari cara melihat ilmu hukum sebagai disiplin yang bersifat preskriptif dan
terapan, maupun dari sudut pandang prilaku manusia yang berkaitan dengan
eksistensi hukum.
Para penstudi hukum seyogyanya menyadari arti pentingnya penelitian
hukum yang menjadi otoritasnya, bahkan dihimbau untuk tidak meninggalkannya,
yaitu penelitian hukum normatif/doktrinal, baik dari sudut pandang pendekatan
commom law system (statutes approach, case approach, historical approach,
comparative approach dan conceptual approach) maupun dari sudut pandang
bentuk-bentuknya (penelitian asas-asas hukum, sinkronisasi peraturan perundang-
undangan, dan lain-lain) yang selama ini dijadikan pegangan oleh para penstudi
hukum di Indonesia dan cenderung dimaksudkan untuk kepentingan akademis,
sebaiknya harus dipandang dengan rasa bangga terhadap keberagaman dan
kekhasan terhadap fenomena penelitian hukum di Indonesia.
Mengingat hal yang lebih penting adalah pengetahuan dan kesadaran para

28
penstudi hukum itu sendiri terhadap adanya perbedaan-perbedaan ini. Lebih dari
itu, hal yang terpenting adalah ketepatan saat menentukan pilihan terhadap jenis
dan metode mana yang terbaik atau paling sesuai (most appropriate) bagi
penelitian yang akan dilakukannya. Tentunya hal tersebut mengacu kepada
kegunaan dan hasil akhir yaitu terjawab nya permasalahan yang melatarbelakangi
dilakukannya suatu penelitian hukum tertentu.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah menjadi lebih berkembangnya
kajian keilmuan hukum dan terselesaikannya masalah- masalah hukum baik
sifatnya konkret (perkara hukum/legal disputes) maupun permasalahan
pembangunan hukum di masa mendatang, yang tentunya semua itu berkat bantuan
metode penelitian hukum sebagai alat sekaligus keterampilan yang menuntut
kemahiran para penggunanya dalam memanfaatkannya.
Terakhir, mengenai masalah perbedaan konsepsi-konsepsi dan pengertian-
pengertian di dalam studi tentang penelitian hukum diberbagai fakultas hukum
dan sekolah tinggi hukum khususnya untuk kepentingan akademis (skripsi, tesis,
dan disertasi), pertanyaan utamanya adalah perlu atau tidaknya suatu
keseragaman itu diwujudkan, atau membiarkan itu semua dengan berpedoman
kepada keyakinan masing-masing peneliti hukum mengenai cara yang
dianggapnya paling baik.

29
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, 2001. Penelitian Hukum Normatif;
Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

B. Web atau Internet


Lancaster University Law School di alamat situs:
http://www.lancs.ac.uk/fass/law/prospective/postgrad/socio- legal.html.

University College London (UCL) dengan nama “ Center for Empirical


Legal Studies”, lihat alamat situs: http://w ww.ucl.ac.uk/laws/socio-
legal/index.shtml.

University of Oxford, dengan nama “Socio-Legal Studies”, Lihat situs:


http://www.adm in.ox.ac.uk/postgraduate/caz/socleg.shtml.

30

Anda mungkin juga menyukai