Anda di halaman 1dari 2

Kewenangan Kompetensi Relatif Pengadilan Agama

Kompetensi relatif pengadilan agama sederhananya kewenangan Pengadilan Agama


yang satu tingkat atau satu jenis berdasarkan wilayah. Dan salah satu contohnya seperti
pengadilan agama Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Dalam hal ini pengadilan agama Jakarta
Timur dan Jakarta Selatan adalah satu jenis dalam satu lingkungan dan satu tingkatan yaitu
tingkat pertama. Kompetensi relatif yang berlaku disetiap peradilan tergantung pada hukum
acara. Dan pada hal ini yang digunakan peradilan agama hukum acaranya yaitu hukum acara
perdata. Pasal 54 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
menerangkan bahwa dalam Peradilan Agama berlaku Hukum Acara Perdata yang berlaku di
Peradilan Umum. Untuk itu dasar kompetensi relatif Pengadilan Agama adalah Pasal 118
Ayat 1 HIR atau Pasal 142 R.Bg jo Pasal 73 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama. Dan di dalam pasal 118 HIR ayat 1 atau pasal 142 R.Bg Jo Pasal 73
Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Pasal 118 Ayat 1 HIR menyatakan bahwa suatu gugatan itu harus diajukan sesuai dengan
daerah hukum tergugat berada. Namun dalam hal ini ada pengecualian sebagaimana dalam
Pasal 118 Ayat 2, 3, dan 4 yaitu:

a. Apabila terdapat 2 tergugat maka gugatan boleh diajukan pada salah satu dari dua
daerah tergugat berada.
b. Apabila tergugat tidak diketahui, gugatan diajukan pada daerah penggugat.
c. Apabila gugatan yang diajukan terkait benda tidak bergerak maka gugatan diajukan di
mana letak benda tidak bergerak tersebut berada.
d. Apabila ada tempat tinggal yang disebut dalam suatu akad maka gugatan diajukan
pada tempat yang dipilih dalam akad tersebut.

Secara umum, untuk gugatan perdata, pengajuan gugatan didasarkan pada asas Actor
Sequitur Forum Rei. Asas tersebut diatur dalam Pasal 118 ayat (1) Herzien Inlandsch
Reglement (“HIR”) yang menentukan bahwa yang berwenang mengadili suatu perkara
adalah Pengadilan Negeri tempat tinggal tergugat. Namun, penerapan asas tersebut tidaklah
mutlak, lebih jauh diuraikan oleh M. Yahya Harahap dalam bukunya, Hukum Acara Perdata
(hal. 192-202), setidaknya ada 7 patokan dalam menentukan kewenangan relatif pengadilan
berdasarkan Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg, yakni:

1. Actor Sequitur Forum Rei (gugatan diajukan di pengadilan negeri pada tempat
tergugat)
2. Actor Sequitur Forum Rei dengan Hak Opsi (dalam hal ada beberapa orang tergugat,
gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal salah satu tergugat atas
pilihan penggugat)
3. Actor Sequitur Forum Rei Tanpa Hak Opsi, tetapi berdasarkan tempat tinggal debitur
principal (dalam hal para tergugat salah satunya merupakan debitur pokok/debitur
principal, sedangkan yang selebihnya berkedudukan sebagai penjamin, maka gugatan
diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal debitur pokok/principal)
4. Pengadilan Negeri di Daerah Hukum Tempat Tinggal Penggugat (dalam hal tempat
tinggal atau kediaman tergugat tidak diketahui)
5. Forum Rei Sitae (Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan patokan tempat
terletak benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa)
6. Kompetensi Relatif Berdasarkan Pemilihan Domisili (para pihak dalam perjanjian
dapat menyepakati domisili pilihan yakni menyepakati untuk memilih Pengadilan
Negeri tertentu yang akan berwenang menyelesaikan sengketa yang timbul dari
perjanjian).
7. Negara atau Pemerintah dapat Digugat pada Setiap PN (dalam hal Pemerintah
Indonesia bertindak sebagai penggugat atau tergugat mewakili negara, gugatan dapat
diajukan ke Pengadilan Negeri di mana departemen yang bersangkutan berada).

Dan terkait Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 99 ayat (8) dan (9) Rv. Penentuan
kewenangan mengadili secara relatif berdasarkan letak benda tetap yang menjadi
obyek sengketa terdapat dalam kalimat terakhir Pasal 118 ayat (3) HIR, dibelakang
ketentuan mengenai tidak diketahuinya tempat tinggal tergugat, telah menimbulkan
perbedaan penafsiran. Setidaknya ada dua kelompok besar penafsiran mengenai
penerapan asas forum rei sitae dalam praktek. Kelompok pertama yang menafsirkan
bahwa asas forum rei sitae (kewenangan mengadili secara relatif berdasarkan letak
benda tetap) baru dapat diterapkan apabila obyek sengketa adalah benda tetap dan
tempat tinggal tergugat tidak diketahui. Dengan demikian apabila tempat tinggal
tergugat diketahui, maka kewenangan mengadili secara relatif tetap mengacu pada
asas actor sequitur forum rei atau tempat tinggal tergugat meskipun yang menjadi
obyek sengketa adalah benda tetap.

Sedangkan kelompok kedua, menafsirkan bahwa asas forum rei sitae tidak


digantungkan kepada tidak diketahuinya tempat tinggal tergugat. Dengan demikian
apabila gugatan mengenai benda tidak tetap yang menjadi obyek sengketa, maka tidak
berlaku asas actor sequitur forum rei akan tetapi asas forum rei sitae. Pilihan Domisili
dan Kewenangan Mengadili Mengenai tempat tinggal pihak, dapat saja terjadi para
pihak menyepakati domisili tertentu yang berbeda dengan tempat tinggal yang
sebenarnya. Pilihan para pihak tersebut dapat dicantumkan dalam perjanjian pokok
maupun terpisah dan dituangkan dalam akta tersendiri.

Dasar Hukum:

1. Rechtsreglement Buitengewesten atau Reglemen Untuk Daerah Seberang (Stbl. 1927 No.
227);

2. Herzien Indonesis Reglement/Reglemen Indonesia Baru (Stbl 1984: No. 16 yang


diperbaharui dengan Stbl 1941 No. 44);

3. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan

Anda mungkin juga menyukai