Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KETAHANAN DAN PENGENDALIAN MUTU PAKAN


DESAIN KEBUN PENYEDIA HIJAUAN MAKANAN TERNAK SELAMA 1 TAHUN

OLEH KELOMPOK III

NAMA :

GEBRA ELISABET BOKO MBOY

DIONYSIUS PRIYANTO

DARMINTO U. REBU

ELISABETH RAMBU NEWA

GUSRIDA P. SABOT

RUANG LAB. THT

FAKULTAS PETERNAKAN

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
    Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca.
    Karena keterbatasan pengetahuan, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
sekalian.

                                                                                        Kupang, 19 Februari 2019

                                                                                               Penyusun

Kelompok III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hijauan makanan ternak pakan berupa rumput dan leguminosa merupakan pakan
yang penting bagi ternak untuk menunjang keberhasilan usaha peternakan ternak ruminansia.
Hijauan makanan dapat dibagi menjadi dua kategori, pertama hijauan liar yaitu hijauan yang
tidak sengaja ditanam dan tumbuh dengan sendirinya dan yang kedua hijauan budidaya yaitu
hijauan yang sengaja ditanam dan dipelihara (Bahar, 2009).

Potensi hijauan di Indonesia cukup besar untuk dikembangkan walaupun produksinya


masih rendah dan tidak banyak tersedia. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan masih
rendahnya produksi pakan bagi ternak karena terjadinya perubahan fungsi lahan salah
satunya berubah menjadi pemukiman, sehingga sumber daya alam untuk peternakan berupa
padang rumput semakin berkurang. Faktor lain yang menyebabkan mengapa perlu budidaya
hijauan makanan ternak adalah karena kualitas dan kuantitas dari rumput dan leguminosa di
padang penggembalaan belum bisa memenuhi kebutuhan ternak secara optimum. Manu
(2013) melaporkan bahwa proporsi leguminosa di padang pengembalaan di NTT hanya
mencapai 2,65 %, dan produksi rumput lokal dilaporkan hanya berkisar antara 2-3 ton
BK/ha/tahun (Jelantik dkk, 2019).

Terkait hal tersebut, solusi yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan kebun
penyedia hijauan pakan yang menyediakan rumput-rumput lokal dan leguminosa yang dapat
memenuhi kebutuhan ternak ruminansia, secara kuantitas, kualitas dan kontinuitasnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pola Penanaman Dari Desain Kebun Hijauan Pakan ?

2. Apa Spesies Rumput Dan Leguminosa Yang Akan Digunakan ?

3. Apa Jenis Ternak Yang Digembalakan ?


4. Berapa Besar Kapasitas Tampung Dan Satuan Ternak Dari Kebun Penyedia Hijauan ?

1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pola penanaman desain kebun hijauan pakan
2. Mengetahui jenis rumput dan leguminosa yang akan diintroduksi
3. Mengetahui jenis ternak yang cocok untuk kebun hijauan tersebut
4. Mengetahui besar kapasitas tampung dan satuan ternak dari kebun penyedia hijauan
tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Desain Penanaman Kebun Hijauan Pakan

Penanaman yang akan dilakukan dalam desain kebun ini adalah dengan penanaman
campuran antara rumput dan legum. Penanaman dimulai dengan persiapan lahan, meliputi
pembersihan dari gulma dan pengolahan tanah. Kebun yang akan ditanami seluas 1 ha.
Perencanaan dalam penggunaan kebun ini adalah dengan sistem rotation grazing.

Rotational grazing merupakan penggembalaan ternak yang intensif dimana ternak


merenggut atau merumput pada padang rumput dalam paddock secara bergiliran dari padang
rumput yang satu ke padang rumput yang lain atau dari paddock yang satu ke paddock yang
lain kemudian kembali ke padang rumput atau paddock yang semula setela kondisi tanaman
siap direnggut. Faktor utama yang menentukan keberhasilan ini adalah regrowth dari spesies
rumput yang digunakan dalam paddock yang ada. Hafid et al pada tahun 2009 melaporkan
bahwa penggembalaan bergilir atau rotation grazing merupakan salah satu sistem
penggembalaan ternak yang cukup efektif. Dalam penerapan sistem penggembalaan ini,
padang penggembalaan dibagi kedalam beberapa petak dan ternak digembalakan secara
bergilir dari satu petak/paddock ke petak/paddock yang berikutnya.

Santoso (1995) memaparkan bahwa pembagian petak/paddock penggembalaan


didasarkan oleh :

Jumlah Petak = waktu regrowth + lamanya waktu penggembalaan

Alasan mengapa kami memilih sistem ini adalah karena sistem ini dapat
menurunkan tekanan penggembalaan yang berlebih. Hal yang sama dilaporkan oleh Tilman
et al., (1990) bahwa tekanan penggembalaan akan semakin berkurang karena ternak akan
digembalakan secara berpindah dari satu petakan ke petakan lain. Dengan menggunakan
sistem ini pula maka setiap ternak akan mendapatkan kesempatan yang sama untuk
mendapatkan kandungan nutrisi dari rumput dan leguminosa yang diintroduksi dalam kebun
tersebut. Selain itu, sistem ini mengandalkan regrowth dari tanaman yang akan ditanam.
Regrowth memiliki keunggulan yakni dapat meningkatkan rasio batang dan daun tergantung
dari umur pemotongan atau defoliasi (Reksohadiprodjo, 1985). Selain itu perlakuan
pemotongan, dalam hal ini maka perenggutan oleh ternak, dapat meningkatkan bobot batang
tanaman (Setyati, 1979).

Penanaman rumput dan leguminosa yang dilakukan dalam desain kebun ini adalah
dengan jarak tanam 20 cm antar tiap tanaman. Penanaman dilakukan dengan menggunakan
anakan. Penanaman antara rumput dan legum dengan ratio 2:1, yakni dua baris rumput dan
1 baris legum. Desain perkebunan ini direncanakan akan diairi dengan air dari sumur bor
agar perkebunan pakan ini dapat bertahan selama musim kemarau. Sistem perairan
menggunakan pipa besi dengan desain lubang disepanjang pembatas paddock, yang
perairannya akan saling bertemu di titik tengah setiap paddock.

Diluar dari paddock tersebut akan ditanami lamtoro sepanjang pagar untuk
memenuhi kebutuhan ternak akan protein.

2.2. Jenis Rumput Dan Leguminosa Yang Akan Diintroduksi

1. Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick


Rumput ini biasa disebut rumput Koronivia berasal dari bagian timur dan selatan
Afrika tetapi telah menyebar didaerah tropis termasuk di Asia Tenggara. Walaupun
palatabilitasnya tinggi, namun bahkan pada hijauan muda kandungan proteinnya hanya 4-
6% dan kecernaannya rendah (kecernaan in vitro BK bervariasi antara 50-70%).
Rumput ini dikenal sebagai rumput berproduksi tinggi yaitu mencapai 7-33 ton
BK/tahun. Meskipun dengan protein yang rendah, tetapi dengan daya dukungnya yang
tinggi total PBB ternak dapat menjadi tinggi tetapi dengan laju pertumbuhan yang rendah
(150-500 g/h) untuk setiap ekor ternak yang digembalakan.
2. Clitoria ternatea
C. ternatea merupakan leguminosa rambat asli dari Indonesia. Tanaman ini
secara intensif telah diteliti produksi dan kualitas hijauannya sebagai pakan ternak
ruminansia terutama sebagai suplemen bagi ternak sapi khususnya sebagai pakan
suplemen pedet.
Kembang atau bunga telang (C. ternatea) adalah tumbuhan merambat yang
biasa ditemukan di pekarangan atau tepi hutan. Kembang telang termasuk tumbuhan
monokotil yang mempunyai bunga berwarna biru, putih dan cokelat. Bunga kembang
telang merupakan bunga berkelamin dua (hermaphroditus) karena memiliki benang sari
dan putik sehingga sering disebut dengan bunga sempurna atau bunga lengkap.
Pada kondisi optimal produksi hijauan dilaporkan oleh Gomez dan Kalamani
(2003) mencapai 30 ton sedangkan oleh Nulik (2009) mencapai 35 ton BK/ha/tahun.
Kandungan PK dari C. ternatea sendiri mencapai 10,5%-25,5% dari BK (Gomez dan
Kalamani, 2003).
3. Leucaena leucocephala
Lamtoro merupakan tanaman perdu pohonyang pertumbuhannya mampu
mencapai tinggi 5-15 m, bercabang banyak dan kuat, dengan kulit batang abu-abu dan
lenticel yang jelas. Daun lamtoro memiliki komposisi kimia yaitu BK 97,89%, PK
23,83%, BETN 31,0509%, SK 23,5887%, Lemak 11,68%, dan Abu 7,73% (Putri, 2012).

2.3 Ternak Yang Digembalakan

Ternak yang akan digembalakan dalam kebun hijauan ini adalah sapi. Parakkasi
(1999) melaporkan bahwa konsumsi bahan kering satu ekor sapi per hari sebesar 3% dari
bobot badan. Dengan asumsi berat badan sapi dewasa 300 kg maka konsumsi setiap hari
dari sapi tersebut adalah 3/100 x 300 = 9 kg BK/hari/ternak. Berdasarkan jumlah
konsumsi BK tersebut maka dapat diperhitungkan bahwa kebutuhan hijauan segar
sebesar :

100/50 x 9 = 18 kg bahan segar/hari/ekor

Maka perhitungan untuk satu tahun kebutuhan rumput ternak sapi adalah sebesar :

18 kg x 365 = 6.570 atau 6,57 ton/tahun atau 3.285 kg atau 3,3 ton BK/tahun/ekor

Berdasarkan kebutuhan diatas, maka pemberian hijauan dengan kombinasi


leguminosa adalah sebesar (dengan perbandingan rumput : leguminosa = 60 : 40) =
60/100 x 18 kg = 10,8 kg bagian rumput

40/100 x 18 kg = 7,2 kg bagian leguminosa

Dengan memperhitungkan rendahnya kandungan protein kasar dari rumput B.


humidicola (yakni 4-6 %) maka kami menggunakan komposisi pemberian rumput:legum =
60%:40%, dengan harapan kekurangan akan kandungan PK dapat dipenuhi oleh leguminosa
yang diberikan, dalam hal ini adalah C. ternatea. Kebutuhan ternak untuk berproduksi tinggi
adalah 15% (Poppi et al., 2009) sampai 18% (Moran, 1985).

2.4. Kapasitas Tampung Dan Satuan Ternak

Daya tampung atau kapasitas tampung (carrying capacity) adalah kemampuan padang
penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah
ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan
untuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1994).

Kapasitas tampung dihitung dengan =

Jumlah produksi hijauan BK (ton/tahun) / kebutuhan pakan BK (ton/satuan ternak/hari)

= 33 ton/3.3 ton BK = 10 ekor sapi/ha/tahun

Dengan perhitungan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam satu hektar kebun
yang direncanakan belum bisa memenuhi kebutuhan ternak itu sendiri, karena dalam satu hektar
tersebut ditanam bukan hanya rumput B. humidicola, melainkan dicampur dengan legum rambat.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam menunjang
produktifitas ternak ruminansia hijauan mempunyai peranan yang sangat besar. Namun
berdasarkan kondisi padang penggembalaan alam di NTT, maka dinilai perlu untuk
membuat kebun penyedia hijauan bagi ternak ruminansia. Hijauan yang digunakan dalam
kebun hijauan ini adalah rumput Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick , Clitoria
ternatea, dan Leucaena leucocephala.
DAFTAR PUSTAKA

Bahar, S. 2009. Introduksi Rumput dan Leguminosa Untuk Pakan Ternak Pada Berbagai Tipe
Tanah. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan, 13 (3): 54-61.

Gomez, S.M. and A.Kalamani. 2003. Butterfly Pea (Clitoriaternatea): A Nutritive Multipurpose
Forage Legume for the Trofics – An Overview. Pakistan Juornal of Nutrition, 2 (6):
374-379
Jelantik, I. G. N., T.T. Nikolaus, dan Cardial L. O. Leo Penu. 2019. Memanfaatkan Padang
Penggembalaan Alam untuk Meningkatkan Populasi dan Produktivitas Ternak Sapi di
Daerah Lahan Kering. Myria Publisher, Sidoharjo Jawa Timur .
Manu, A. E. 2013. Produktivitas Padang Penggembalaan Sabana Timor Barat. Jurnal Pastura
Volume 3 Nomor 1, Pp 25-29.
Moran JB (1985) Comparative performance of five genotypes of Indonesian large ruminants. I.
Effect of dietary quality on liveweight and feed utilization. Australian Journal of
Agricultural Research 36, 743–752. doi:10.1071/AR9850743
Nulik J. 2009. Kacang kupu (Clitoria ternatea) leguminosa herba alternatif untuk sistem
usahatani intergrasi sapi dan jagung di Pulau Timor. Wartazoa 19(1): 43-51
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Cetakan Pertama Penerbit UP.
Jakarta
Poppi DP, Budisantoso E, Dahlanuddin, Marsetyo, Pamungkas D, Panjaitan T, Priyanti A,
McLennan SR, Quigley SP (2009) ‘Final report: strategies to increase weaned Bali calves
(Project: LPS/2004/ 023).’ (Australian Centre for International Agricultural Research:
Canberra)
Putri dan Devy Rahmawati. 2012. Kandungan Bahan kering, serat kasar dan protein Kasar Pada
daun Lamtoro (Leucaena glauca) Yang diFermentasi dengan Probiotik Sebagai Bahan
Pakan Ikan.Jurnal Ilmiah Perikanan dan kelautan Vol. 4 No. 2
Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Bagian
Penerbitan Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada.
Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai