Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KERJA PRAKTEK

IDENTIFIKASI SILDENAFIL SITRAT DALAM OBAT TRADISIONAL


MENGGUNAKAN ALAT KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS,
SPEKTROFOTODENSITOMETRI DAN KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI DETEKTOR PHOTO DIODE ARRAY
kalo alat meter

Oleh:
ROLIS SULISTIAWATI
08031181823091

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2020

Universitas Sriwijaya
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL KERJA PRAKTIK

IDENTIFIKASI SILDENAFIL SITRAT DALAM OBAT TRADISIONAL


MENGGUNAKAN ALAT KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS,
SPEKTROFOTODENSITOMETRI DAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI DETEKTOR PHOTO DIODE ARRAY

OLEH :
ROLIS SULISTIAWATI
08031181823091

Palembang, 28 januari 2021

Mengetahui, Menyetujui,
Kepala Bidang Pengujian Pembimbing Laporan

Sri Arini, S.Farm.,Apt.,M.Si Christina Rita Darhani, S.Farm

Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkah rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik yang berjudul
“Identifikasi Sildenafil Sitrat Dalam Obat Sediaan Cair menggunakan Alat
Kromatografi Lapis Tipis, Spektrofotodensitometri dan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi Detektor Photo Diode Array” Laporan ini disusun berdasarkan hasil dari
uraian kegiatan selama pelaksanaan kerja praktek yang dilaksanakan pada tanggal
18 Januari 2021 sampai dengan 28 Januari 2021.
Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan bukti bahwa
penulis telah menyelesaikan dan melaksanakan kerja praktek sebagai syarat mata
kuliah kerja praktek. Dalam penyusunan laporan kerja praktek ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis ingin
mengungkapkan rasa terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

2. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik secara
doa, moral, dan material.
3. Bapak Yosef Dwi Irawan S.Si., Apt selaku Kepala Balai Besar POM di
Palembang yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk penulis
melaksanakan kerja praktek.
4. Ibu Sri Arini, S.Si., Apt selaku koordinator bidang pengujian di Balai Besar
POM Palembang.
5. Ibu Nurul Ilmiyati Bastari, S.farm., Apt., M.Sc selaku kasub koordinator
pengujian kimia di Balai Besar POM Palembang
6. Pembimbing laboratorium Obat Tradisional mbak Christina Rita Darhani,
mbak Karin,mbak Nina dan Mbak Risa.
7. Seluruh staff Laboratorium, seluruh staff office , security Balai Besar POM
Palembang yang tidak bisa di sebutkan satu persatu dan telah banyak
membantu dalam menyelesaikan kerja praktek ini.
8. Bapak Prof. Dr. Ishak Iskandar M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya yang telah menyetujui dan
mengizinkan kegiatan kerja praktek ini.

Universitas Sriwijaya
9. Bapak Dr. Hasanudin, S.Si., M.Si selaku ketua Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya yang telah
menyetujui dan mengizinkan kegiatan kerja praktek ini.

10. Bapak Zainal Fanani, M.Si. selaku dosen pembimbing dari kerja praktek ini.

11. Elak, Aini, Devi, Jessica, Ade, Iren, Desta, Sri, kak Riski, kak norma, kak
intan, kak feri, kak puput selaku yang selalu membantu dan memberikan
dukungan dan saran dalam menyelsaikan laporan kerja praktek.

12. Semua pihak tertentu yang telah membantu dan memberikan informasi baik
secara langsung atau pun tidak langsung dalam pembuatan laporan kerja
praktek ini.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pada pembaca demi kesempurnaan laporan kerja praktek ini. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan kerja praktek ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu kimia di masa yang akan datang.

Palembang, 18 januari 2021

Rolis Sulistiawati
NIM : 08031181823091

Universitas Sriwijaya
JUDUL

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………5

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 7

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 8

1.3 Tujuan Kerja Praktik .............................................................................................. 8

1.4 Manfaat Kerja Praktek………………………………………………………………………………………6

BAB II TINJAUAN PUSAKA………………………………………………………………………………..…7

2.1 Gambaran Umum Badan Pengawas Obat dan Makanan ............................. 9

2.2. Struktur Dan Fungsi Organisasi Badan Pengawas Obat dan


MakananError! Bookmark not defined......9

2.3 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (Unit Pelaksana Teknis) di
Palembang, Provinsi Sumatera Selatan .......................................................... 9

2.4 Obat Tradisional .............................................................................................. 10

2.5 Sildenafil sitrat ................................................................................................ 11

2.6 Spektrofotodensitometri ................................ Error! Bookmark not defined.12

2.7 Kromatografi Lapis Tipis............................................................................... 12

2.8 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ................................................................ 12

2.9.1 Reservoir fase gerak dan system treatment pelarut......................... 13

2.9.2 Pompa.............................................................................................. 13

2.9.3 Injektor ............................................................................................ 15

2.9.4 Kolom.............................................................................................. 16

2.9.5 Detektor ........................................................................................... 18

BAB II METODOLOGI PENELITIAN………………………………………………………………….24

Universitas Sriwijaya
3.1 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 23

3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 23

3.3 Prosedur Kerja ................................................................................................. 23

3.1 Larutan Uji ............................................................................................... 23

3.2 Larutan Spiked Sampel ............................................................................ 23

3.3 Larutan Baku............................................................................................ 23

3.4 Cara Penetapan ........................................................................................ 24

3.5 Interpretasi Hasil ...................................................................................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………..………………………………....28

4.1 langsung hasil dan pembahasan


Hasil .................................................................................................................. 26

4.2 Pembahasan ..................................................................................................... 29

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………………………29

6.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 33

6.2 Saran ................................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

Universitas Sriwijaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Palembang atau yang lebih
dikenal dengan BBPOM merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan POM di
Sumatera Selatan. Salah satu tugasnya adalah melakukan pengawasan post market
dengan cara pengujian laboratorium terhadap obat dan makanan yang beredar di
Sumatera Selatan. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM berada dibawah
tanggung jawab presiden melalui kepala badan (BPOM, 2014).
Obat tradisional oleh Departemen Kesehatan diklasifikasikan sebagai Jamu,
Fitofarmaka dan Taman Obat Keluarga (TOGA). Jamu adalah obat yang berasal
dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral dan atau sediaan galeniknya
atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang digunakan dalam upaya
pengobatan berdasarkan pengalaman. Penggunaan obat tradisional dinilai relatif
lebih aman dibandingkan penggunaan obat konvensional, sehingga saat ini makin
banyak peminatnya. Kelebihanya adalah obat tradisional memiliki efek samping
yang relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan kandungan yang beranekaragam
memiliki efek yang sinergis, banyak tumbuhan yang dapat memiliki lebih dari
satu efek farmakologis, dan lebih sesuai untuk berbagai penyakit metabolik dan
generatif. Kelemahannya adalah efek farmakologisnya kebanyakan lemah, bahan
bakunya belum terstandar, dan belum dilakukan serangkaian pengujian untuk
memastikan efektivitas dan keamanannya ( Waris dkk, 2013).
Jamu sebagai salah satu bentuk obat tradisional, tidak diperbolehkan
mengandung bahan kimia obat (BKO). Hal ini telah ditegaskan dalam
setelah titik
PERMENKES nomor 007 tahun 2012 mengenai registrasi obat tradisional.Hal 2 spasi
yang cukup memprihatinkan terkait budaya konsumsi jamu oleh masyarakat
Indonesia adalah adanya jamu dengan kandungan bahan kimia obat (BKO),
dimana keberadaan dan peredaran jamu dengan BKO, dalam beberapa tahun
terakhir ini cukup marak Jamu dengan kandungan BKO menyebabkan citra
jamu sebagai budaya Indonesia, menjadi buruk. Bahan kimia obat (BKO)
yang sering ditemukan ditambahkan ke dalam jamu antara lain : fenilbutazon,
sulfametoksazol, deksametason, parasetamol, glibenklamid, antalgin, piridoksin,
sibutramin hidroklorida, klorfeniramin maleat, prednisolone, natrium diklofenak,

Universitas Sriwijaya
kafein, piroksikam, asam mefenamat, tadalafil, dan sildenafil sitrat. Sildenafil
sitrat dan berbagai turunannya, merupakan golongan obat keras yang
penggunaannya harus dibawah pengawasan dokter dan hanya dapat diperoleh
melalui resep dokter ( Departemen kesehatan RI No.007,2012).
1.1 Rumusan Masalah
jamu
1. Bagaimana mengidentifikasi sildenafil sitrat dalam obat tradisional dan
suplemen kesehatan sediaan cair menggunakan alat kromatografi lapis
tipis, spektrofotodensiometri serta kromatografi cair kinerja tinggi
detektor photo diode array !
1.2 Tujuan Kerja Praktik Type text here

1. Mengetahui dan memahami penggunaan alat kromatografi lapis tipis,


dengan
spektrofotodensiometri serta kromatografi cair kinerja tinggi detektor
photo diode array !

menentukan..... 2. Mengetahui cara identifikasi sildenafil sitrat dalam obat tradisional


menggunakan alat kromatografi lapis tipis, spektrofotodensiometri serta
kromatografi cair kinerja tinggi detektor photo diode array !
1.3 Manfaat Kerja Praktik
1. Memenuhi persyaratan kurikulum yang ada di silabus Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
2. Memberikan pengalaman suasana kerja di Badan POM dan
mengembangkan wawasan ilmu kimia.
3. Pelaporan hasil kerja praktik dapat menjadi referensi bagi Badan POM
untuk mengkoreksi kesalahan metoda analisa yang terjadi di
laboratorium.

Universitas Sriwijaya
BAB II

TINJAUAN PUSAKA

2.1 Gambaran Umum Badan Pengawas Obat dan Makanan


Badan Pengawas Obat dan Makanan (disingkat BPOM) dibentuk
berdasarkan keputusan presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang kedudukan,
tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah
non departemen. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM dikoordinasikan oleh
Menteri Kesehatan. Kepala BPOM menyampaikan laporan, saran dan
pertimbangan di bidang tugas dan tanggung jawabnya kepada presiden melalui
Menteri Kesehatan. Tugas utama BPOM berdasarkan pasal 2 pada peraturan
presiden Nomor 80 Tahun 2017 yaitu menyelenggarakan tugas dan pemerintahan
di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Gambar 1. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

2.3 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (Unit Pelaksana Teknis) di
Palembang, Provinsi Sumatera Selatan

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Palembang terletak di Jln.


Pangeran Ratu SU I Jakabaring - Palembang, Sumatera Selatan. Balai Besar POM
di Palembang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM
yang dibentuk berdasarkan SK Kepala Badan POM No. 05018/SK/KBPOM
tanggal 17 Mei 2001 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis di
lingkungan badan pengawas obat dan makanan. Balai Besar POM di Palembang
merupakan laboratorium yang telah terakreditasi sejak tahun 2002, dalam

Universitas Sriwijaya
melaksanakan pengawasan obat dan makanan melalui kegiatan pengujian di
Laboratorium, yang selalu konsisten menerapkan dan mengimplementasikan
Sistem Mutu ISO/IEC 17025 : 2005.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Palembang memiliki 5
laboratorium yaitu :
1. Laboratorium Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat adiktif
(NAPPZA)
2. Laboratorium Obat Tradisional dan Siplemen kesehatan
3. Laboratorium Kosmetik
4. Laboratorium Pangan
5. Laboratorium Mikrobiologi
Struktut organisasi BBPOM di Palembang :

Gambar 3. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Palembang.


2.4 Obat Tradisional
Obat tradisional oleh Departemen Kesehatan diklasifikasikan sebagai Jamu,
Fitofarmaka dan Taman Obat Keluarga (TOGA). Jamu adalah obat yang berasal
dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral dan atau sediaan galeniknya
atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang digunakan dalam upaya
pengobatan berdasarkan pengalaman. Penggunaan obat tradisional dinilai relatif
lebih aman dibandingkan penggunaan obat konvensional, sehingga saat ini makin
banyak peminatnya. Kelebihanya adalah obat tradisional memiliki efek samping
yang relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan kandungan yang beranekaragam
memiliki efek yang sinergis, banyak tumbuhan yang dapat memiliki lebih dari
satu efek farmakologis, dan lebih sesuai untuk berbagai penyakit metabolik dan
generatif.Kelemahan obat tradisional antara lain efek farmakologisnya yang
lemah, bahan baku belum terstandar dab bersifat hidroskopis, menyadari akan hal

Universitas Sriwijaya
ini maka pada upaya pengembangan obat tradisional ditempuh berbagai cara
debgan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk obat
tradisional yang telah diuji khasiat dan keamanannya yang bisa dipertanggung
jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis yaitu kelompok obat
fitoterapi dan fitofarmaka. Kelebihan obat tradisional ini juga adalah mudah
diperoleh, bahan bakunya dapat ditanam di lingkungan sekitar, murah dan dapat
diramu oleh setiap orang. WHO pun menyatakan bahwa sekitar 80% penduduk
dunia masih menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional termasuk
penggunaan obat yang berasal dari tumbuhan karena kelebihan-kelebihan yang
dimilikinya tersebut( Waris dkk, 2013).
Bahan kimia obat (BKO) yang selama ini ditambahkan ke dalam
jamu antara lain : fenilbutazon, sulfametoksazol, deksametason, parasetamol,
glibenklamid, antalgin, piridoksin, sibutramin hidroklorida, klorfeniramin maleat,
prednisolone, natrium diklofenak, kafein, piroksikam, asam mefenamat,
tadalafil, dan sildenafil sitrat. Salah satu bahan kimia obat yang ditambahkan pada
spasi aturan jamu adalah sildenafil sitrat. Sildenafil sitrat dan berbagai turunannya, merupakan
berapa? golongan obat keras yang penggunaannya harus dibawah pengawasan dokter dan
hanya dapat diperoleh melalui resep dokter ( Waris dkk, 2013).
2.5 Sildenafil sitrat
Sildenafil sitrat merupakan bahan aktif pertama yang digunakan sebagai
terapi gangguan ereksi peroral. Sildenafil sitrat berupa serbuk kristalin berwarna
putih sampai keputihan dengan kelarutan 3,5 mg/ml dalam air. Sildenafil sitrat (1-
[[3-(6,7- Dihydro -1-methyl- 7-oxo-3-propyl -1Hpyrazolo [4,3-d] pyrimidin-5-yl)-
4thoxyphenyl]sulphonyl]-4-methyl piperazine citrate) adalah golongan obat untuk
mengatasi disfungsi ereksi (DE) yang bekerja dengan cara meningkatkan kadar
cyclicguanosine monophosphate (cGMP) dalam corpus cavernosum secara tidak
langsung yaitu melalui penghambatan enzyme phospho diesterase tipe 5 (PDE 5)
oleh meningkatnya nitrogen oksida (NO). Hal ini menimbulkan efek relaksasi otot
polos dan dilatasi pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran darah
kedalam corpus cavernosum. Efek tersebut dimanfaatkan untuk pasien dengan
disfungsi ereks (Waris dkk, 2013).

Gambar. 4 Struktur Sildenafil Sitrat


Tujuan penambah sildenafil sitrat dalam obat tradisional atau suplemen
kesehatan adalah untuk meningkatkan kualitas ereksi konsumen. Mengonsumsi
obat tradisional atau suplemen kesehatan yang mengandung bahan kimia obat
keras dapat membahayakan kesehatan serta menimbulkan efek samping,
diantaranya sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan, dispepsia, nyeri perut,

Universitas Sriwijaya
rhinitis (radang hidung), nyeri dada, palpitasi (denyut jantung cepat), ereksi yang
susah berhenti dan kematian (Umniyatul dan Dwi, 2019).
2.6 Kromatografi Lapis Tipis
Prinsip kromatografi lapis tipis yaitu pemisahan senyawa multi komponen
dengan menggunakan dua fase yang berupa fase diam dan fase gerak. Metode ini
menggun akan fase diam silika gel F254 nm (relatif polar) dan fase gerak yang
disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin dekat kepolaran
antara sampel dengan fase gerak maka sampel akan semakin terbawa dengan
sampel tersebut. Lapisan tipis (plat silica gel F254) yang digunakan mengandung
indikator flouresensi yang ditambahkan untuk membantu penampakan bercak tak
warna pada plat yang telah dikembangkan. Indikator fluoresensi adalah senyawa
yang memancarkan sinar (lampu UV). Jika senyawa pada bercak yang akan
ditampakkan mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik
berbagai jenis, sinar UV akan mengeksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat
energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan
energy ( Umniyatul dan Dwi, 2019).
2.7 Kromatografi Lapis Tipis- Densitometri
Densitometri merupakan pengukuran sifat-sifat absorbsi atau flourosensi
suatu zat langsung pada kromatogram lapisan tipis menggunakan alat dengan
sumber cahaya tunggal atau gamda, baik berdasarkan cahaya yang ditransmisikan
maupun yang direfleksikan oleh bercak pada lempeng. Mekanisme alat KLT-
densitometry sama seperti alat spektrofotometer, perbedaanya terletak pada
ini bisa ditambah
keterangannya sampel kompartemen yaitu spektrofotometer menggunakan kuvet sedangkan alat
KLT-densitometri menggunakan lempeng. Rangkainnya berupa sumber cahaya
menuju monokromator untuk mengubah cahaya monokromatik kemudian cahaya
dipancarkan ke sampel kompatemen (lempeng) lalu dipantulkan, cahaya yang
dipantulkan dideteksi oleh detektor dandiperkuat oleh amplivier dan hasil yang
diperoleh di baca pada layar baca atau visual display (Waris dkk, 2013).
2.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia
(analit) yang berdasarkan pada perbedaan migrasi/ distribusi masing-masing
komponen campuran yang terpisah pada fase diam (stationary phase) dibawah

Universitas Sriwijaya
pengaruh fase gerak (mobile phase), fase gerak dapat berupa gas atau zat cair dan
fasa diam dapat berupa zat cair atau zat padat. Kromatografi cair pertama kali
diperkenalkan oleh Tswett pada tahun 1903 yang menggunakan kolom kapur
untuk memisahkan pigmen dari daun-daun hijau. Pita-pita warna yang dihasilkan
pada adsorben menginspirasi istilah kromatografi untuk menggambarkan proses
pemisahan yang berasal dari kata Jerman Chromos berarti warna dan grafe berarti
menulis. Untuk masa sekarang pemisahan dan penentuan warna sudah sedikit
dilakukan dengan kromatografi modern, meskipun tidak relevan istilah itu masih
dipakai untuk menggambarkan seluruh tekhnik pemisahan yang menggunakan
fasa gerak dan fasa diam.
Kolom kromatografi pada KCKT biasanya dikemas menggunakan partikel
berukuran sangat kecil (2 sampai 10 um), sehingga untuk memudahkan aliran
eluent diperlukan pompa dengan tekanan sampai ribuan pounds per inci. Sebagai
konsekunsinya, peralatan yang dibutuhkan cendrung lebih rumit dan lebih mahal
dibandingkan dengan peralatan pada kromatografi jenis lainnya.
2.9.1 Reservoir fase gerak dan system treatment pelarut
Peralatan KCKT modern dilengkapi dengan satu atau beberapa reservoir
pelarut yang terbuat dari kaca atau stainless steel yang mampu memuat 200
sampai 1000 mL pelarut. Reservoir dilengkapi dengan suatu alat degasser yang
dapat menghilangkan gas terlarut pada fase gerak (biasanya oksigen dan nitrogen)
yang mengganggu analisis karena dapat membentuk gelembung pada kolom dan
system detector. Degasser terdiri dari suatu pompa vakum, system destilasi, alat
pemanas dan suatu system pengaduk pelarut.
2.9.2 Pompa
Berbagai pompa tersedia untuk kromatografi cair. Semuanya dirancang
untuk mendorong berbagai pelarut melalui kolom yang dikemas rapat, Karena
tekanan kolom terhadap aliran tinggi maka pompa harus bekerja pada tekanan
tinggi, sering kali lebih besar dari 10 00 psi.
Beberapa persyaratan sistem pompa KCKT :
1. Mamberikan tekanan yang tinggi
2. Bebas dari pulsa
3. Memberikan kecepatan aliran 0,1 – 10 ml/menit

Universitas Sriwijaya
4. Aliran terkontrol dengan reprodusibilitas kurang dari 0,5%
5. Tahan karat, oleh karena itu seal pompa terbuat dari bahan baja atau Teflon
6. Dapat memberikan aliran sistem isokratik maupun gradient
Terdapat 2 jenis pompa yang banyak digunakan dalam KCKT
1. Pompa tekanan tetap (costant pressure)
a. Pompa tekanan langsung
Pada pompa jenis ini, gas bertekanan tinggi didesak ke dalam bagian atas
pompa. Gas ini mendesak eluen dalam tabung ke atas. Pompa tekanan langsung
adalah jenis pompa yang paling murah. Kekurangan utamanya ialah bahwa gas
melarut dalam pelarut. Jika pelarut yang jenuh mencapai detektor, banyaknya
gas yang terlarut dalam pelarut lebih besar dari pada banyaknya gas yang
setimbang pada tekanan detektor. Hal ini sering sekali menyebabkan terjadinya
gelembung gas dalam sel detektor, yang menimbulkan noise yang berlebihan
pada detektor. Karena adanya masalah yang berkaitan dengan gas yang terlarut
dalam eluen, tekanan kerja maksimum pompa tekanan langsung biasanya
sekitar 1000 psi.
b. Pompa tekanan tetap menengah
Pompa ini lebih mahal sedikit daripada pompa tekanan langsung, tetapi
banyak dipakai pada kromatografi cair. Pompa ini tidak dapat membentuk elusi
gradient. Sebaliknya pompa ini mampu menghasilkan laju aliran yang sangat
tinggi yang diperlukan dalam pemakaian preparatif.
2. Pompa pendesakan tetap (constant displacement)
a. Pompa bolak-balik (reciprocating pump)
Keuntungan utama pompa bolak-balik adalah harganya murah. Selain itu
tendon pelarut dapat lebih besar dari pada tendon pelarut yang terdapat pada
pompa tekanan tetap atau pompa semprit pendesakan tunggal. Akan tetapi
pompa bolak balik mempunyai beberapa kekurangan. Pompa ini tampaknya
mudah berongga (atau hilang tenaganya) jika memakai pelarut yang mudah
menguap. Hal ini dapat membatasi kegunaannya dengan pelarut seperti
metilena klorida, etil eter atau pentana. Masalah lain pada pompa bolak-balik
adalah jika pengedap torak aus, partikel bahan pengedap dapat masuk ke katup

Universitas Sriwijaya
pengendali. Selain itu pendenyutan yang disebabkan oleh pompa bolak-balik
terdeteksi sebagai garis alas yang berubah-ubah.
b. Pompa pendesakan tunggal (pompa syringe)
Pompa syringe menghasilkan aliran pelarut yang seragam melalui kolom dan
ke detektor, dan ini menghasilkan noise terendah pada detektor yang peka
terhadap aliran. Selain itu pompa dapat dengan mudah digunakan pada sistem
gradien.
2.9.3 Injektor
Injeksi sampel untuk dianalisis dengan metoda KCKT merupakan tahap
yang penting, karena meskipun kolom telah memadai hasil kromatogram yang
ditampilkan tidak akan memadai kalau injeksi sampel tidak dilakukan dengan
tepat. Kedaan ini akan menjadi suatu keharusan jika yang dituju adalah analisis
kuantitatif dengan KCKT.
Terdapat tiga tipe dasar injector yang biasa digunakan dalam KCKT.
4.3.1 Injektor septum
Penyuntikan cuplikan dengan memasukkan cuplikan itu ke dalam syringe
dan menusukkan jarum syringe melalui septum elastomer merupakan cara
penyuntikan pada kolom yang paling sederhana. Injektor septum pada
kromatografi cair merupakan injektor paling murah, tetapi memerlukan perhatian
yang lebih. Septum berkontak dengan pelarut bertekanan tinggi, karena itu kita
harus memilih bahan septum yang tidak termakan oleh pelarut.
4.3.2 Penyuntikan aliran henti
Penyuntikan pada bagian atas kolom menghasilkan kromatografi yang
sangat efisien. Injektor aliran henti dirancang untk memungkinkan penempatan
cuplikan langsung pada bagian atas (pangkal) kolom. Volum penyuntikan harus
kecil untuk mencegah agar proses kromatografi tidak dimulai dengan pita yang
lebar.
4.3.3 Katup kitar atau pipa dosis (loop valve)
Prinsip kerja katup kitar, dimana pada saat awal sampel akan masuk
memenuhi volume loop terlebih dahulu dan akhirnya segera masuk menuju kolom
pemisahan dengan volume yang tidak berkurang sedikitpun. Pada saat sampel
diinjeksikan maka sampel tidak langsung masuk ke dalam kolom, tapi akan

Universitas Sriwijaya
memenuhi pipa dosis, terlebih dahulu. Pipa dosis ini mempunyai ukuran volum
yang bermacammacam dari 5 ul – 2000ul. Volum sampel yang diinjeksikan
sebaiknya 5 kali dari volum pipa dosisnya.
2.9.4 Kolom
Kolom pada KCKT merupakan bagian yang sangat penting, sebab
pemisahan komponen – komponen sampel akan terjadi di dalam kolom. Kolom
KCKT dibuat dalam bentuk lurus yang dimaksudkan untuk efisiensi kolom,
sehingga didapkan harga minimal. Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel,
dengan bentuk lurus dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar. Kolom
dapat dipanaskan agar dihasilkan pemisahan yang lebih efesien, akan tetapi
suhu di atas 60o jarang digunakan, karena dapat menyebabkan terjadi penguraian
fase diam ataupun penguapan fase gerak pada suhu yang lebih tinggi tersebut.
Pengepakan kolom tergantung pada model KCKT yang digunakan (Liquid Solid
Chromatography, LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC; Ion Exchange
Chromatography, IEC, Exclution Chromatography,EC)
Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
1. Kolom analitik
Kolom analitik digunakan untuk penentuan jenis dan jumlah analit yang
diperiksa. Ditinjau dari ukurannya (panjang dan diameternya) kolom KCKT
dibagi menjadi beberapa bagian sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Macam-macam kolom KCKT
Jenis kolom Panjang (cm) Diameter (mm) dp(um)
Konvensional 10 – 20 4,5 10
Microbore 10 2,4 5
High Speed 6 4,6 3

Kolom mikrobor/High Speed mempunyai 3 keuntungan yang utama disbanding


dengan kolom konvensional, yaitu:
1. Jumlah fase gerak yang dibutuhkan pada pemisahan menggunakan kolom
mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional
karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih kecil (10 -100
μl/menit).

Universitas Sriwijaya
2. Aliran fase gerak yang lebih kecil membuat kolom mikrobor lebih ideal jika
digabung dengan spektrometer massa.
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya
jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas missal sampel
klinis. Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan
kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin. Adapun tujuan
kolom dibuat dengan diameter internal sangat kecil (kolom mikro) adalah sebagai
berikut:
1. Kepekaan menjadi lebih teliti
2. Mencegah difusi fase gerak
3. Memperluas kemampuan detector
4. Sampel yang dianalisis sedikit
Sedangkan tujuan kolom dibuat pendek (high speed) adalah:
1. Menghasilkan resolusi yang baik
2. Memperkecil harga diameter rata-rata partikel fasa diam
3. Waktu retensi (tR) menjadi singkat
Kolom mikro / high speed dengan dp = 5 dan dp = 3 harus diperhatikan lebih teliti
dibandingkan dengan kolom konvensional dp = 10, sebab sela-sela partikel lebih
mudah tertutup oleh kotoran. Jadi harus seringkali dicuci dan kemurnian fase
gerak harus dijaga.
2. Kolom Preparatif
Kolom preparative digunakan untuk memisahkan komponen-komponen
analit dalam jumlah besar. Biasanya pada kromatografi preparative kita dapat
mengumpulkan tiap-tiap eluate yang keluar dari kolom. Karena sampel yang
dipisahkan pada kromatografi preparative biasanya dalam jumlah yang relative
lebih besar, maka kolom preparative biasanya juga memiliki diameter dalam dan
panjang relative lebih besar dari kolom analitik. Umumnya kolom preparative
memiliki diameter dalam 6 mm atau lebih dan panjang 25-100 cm.
3. Kolom pelindung/ guard colomn ( pre-kolom)
Kolom pelindung merupakan suatu kolom dengan ukuran pendek (5 cm),
yang dikemas dengan kemasan yang sama dengan kolom analitik. Kolom
pelindung diletakkan pada bagian hulu kolom analtik. Kolom pelindung dapat

Universitas Sriwijaya
memperpanjang umur dari kolom analitik, adanya bahan-bahan yang dapat terikat
secara irreversible pada kolom analitik dapat menyebabkan kolom analitik tidak
dapat digunakan lagi, dengan adanya kolom pelindung maka senyawa – senyawa
tersebut diiikat oleh kolom pelindung sehingga tidak masuk ke dalam kolom
analitik. Kolom pelindung juga dapat membantu penjenuhan fase diam oleh fase
gerak, sehingga dapt mencegah pengikisan fase diam oleh fase gerak.
2.9.5 Detektor
Suatu detektor dibutuhkan pada KCKT untuk mendeteksi adanya komponen
analit (analisiskualitatif) yang berhasil dielusi dari dalam kolom dan menentukan
kadarnya (analisis kuantitatif).
Detektor pada KCKT dikelompokkan dalam 2 golongan yaitu :
1. Berdasarkan pengukuran diferensial suatu sifat yang dimiliki baik oleh molekul
sampel maupun fase gerak (bulk property detector).
Detektor ini dapat dibedakan menjadi:
a. Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias merupakan detektor yang juga luas penggunaannya setelah
detektor ultraviolet. Dasarnya ialah pengukuran perbedaan indeks bias fase gerak
murni dengan indeks bias fase gerak yang berisi komponen sampel, sehingga
dapat dianggap sebagai detektor yang universal pada HPLC. Detektor ini kurang
sensitif dibanding dengan detektor ultraviolet dan sangat peka terhadap perubahan
suhu.
b. Detektor konduktivitas
c. Detektor tetapan dielektrika
2. Berdasar pengukuran suatu sifat yang spesifik dari molekul sampel (disebut
solute property detector) seperti penyerapan sinar UV, fluoresensi dll.
Secara umum detektor yang ideal untuk kromatografi cair harus memiliki semua
karakteristik berikut :
a. Memiliki sensitifitas yang memadai. Kisaran umum sensitifitas berkisar dari 10-
8 hingga 10- 15gram zat terlarut per pembacaan
b. Stabil dan memiliki keterulangan yang baik
c. Respon yang linear terhadap kenaikan konsentrasi
d. Waktu respon yang singkat

Universitas Sriwijaya
e. Kemudahan pada penggunaan
f. Memiliki volume internal yang kecil untuk mengurangi pelebaran puncak
4.5.1 Detektor UV-Vis
Detektor UV merupakan detector yang paling banyak digunakan sebagai
detektor pada HPLC. Detektor UV memiliki sensitivitas dan reliabilitas yang baik
serta cocok digunakan pada banyak golongan analit, meskipun faktanya detector
UV kurang sensitive terhadap senyawa-senyawa non polar dan senyawa yang
tidak memiliki gugus kromofor. Pada umumnya analit menyerap sinar UV pada
panjang gelombang 200-350oA, analit ini biasanya memiliki satu atau lebih ikatan
rangkap (elektron π) atau semua analit yang memiliki electron sunyi (olefin,
aromatik dan semua senyawa yang mengandung gugus fungsi –CO, -CS,N=O dan
N=N) Hubungan antara kosentrasi analit dan besarnya sinar yang ditransmisikan
oleh lambert beer.
Ada 2 tipe detektor UV-Vis yang dapat digunakan yaitu :
a. Detektor Fixed Wavelength
Detetktor ini terdiri dari sel silinder kecil (dengan volume 2 – 10 uL) yang
dilewati oleh aliran eluent dari kolom. Sinar UV melewati sel dan jatuh pada
sensor UV photo elektrik. Panjang gelombang cahaya tergantung pada jenis lampu
yang digunakan. Tersedia beberapa jenis lampu yang dapat memberikan sinar UV
pada panjang gelombang 210 – 280 nm. Sumber sinar yang paling popular adalah
lampu uap mercury, karena lampu uap mercury dapat memancarkan sinar dengan
panjang gelombang dimana banyak analit dapat dianalisis pada panjang
gelombang tersebut. Fixed Wavelength adalah detektor yang relative murah
harganya dimana detector ini beroperasi pada satu panjang gelombang tertentu
dengan intensitas sinar yang sangat tinggi sehingga detector ini memiliki
sensitivitas intrinsic lebih baik dari pada detector Multi Wavelenght.
b. Detektor Multi Wavelenght atau Photo Diode Array
Detektor ini langsung dilakukan penghambatan pada rentang 3 panjang
gelombang sekaligus, yaitu panjang gelombang analitik, konfirmasi dan
pembanding sehingga dapat mempercepat proses deteksinya pada rentang
spektrum yang luas dan lebih untuk deteksinya. Walaupun detektor UV absorpsi
banyak dipakai, namun karena analit yang diukur banyak maka cendrung timbul

Universitas Sriwijaya
kemungkinan akan adanya puncak-puncak kromatogram yang tidak terdeteksi dan
terjadi pergeseran puncak-puncak kromatogram.
Beberapa kemampuan detektor Photodiode Array
Pemeriksaan kemurnian puncak
Pemeriksaan kemurnian puncak ini penting sekali untuk riset kontrol dengan
memakai metode kromatografi, kemurnian puncak-puncak kromatogram akan
sulit bila hanya dilakukan pemeriksaan pada puncak puncak kromatogramnya
saja. Untuk menanggulangi hal ini perlu dilakukan juga pemeriksaan spektra UV-
Vis dari puncak analit. Kemurnian puncak tidak hanya membandingkan puncak-
puncak kromatogram saja karena puncak-puncak kromatogram dan harga waktu
tambat banyak sekali variasinya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam
analisis. Spektrum KCKT dengan satu panjang gelombang tidak dapat dipakai
untuk menentukan kemurnian puncak kromatogram. Photodiode Array adalah
detektor yang sangat memadai untuk mengetahui validitas puncak kromatogram
suatu analit. Analisa kuantitatif terhadap dua zat yang memberikan puncak tidak
terpisah Detektor UV dengan satu maupun dua panjang gelombang sama sekali
tidak akan mampu menentukan kadar dua komponen yang puncaknya tidak
terpisah. Teknik pemisahan dua puncak yang tidak terpisahkan dapat dilakukan
dengan dua macam cara apabila digunakan detektor Photodiode Array yang
dilakukan pada rentang panjang gelombang 200 – 650 nm.
A. Teknik penghapusan puncak
Dengan teknik ini penentuan kadar dilakukan secara bergantian terhadap
puncak yang tidak terpisah setelah dilakukan penghapusan puncak secara
bergantian. Penghapusan puncak terhadap satu puncak dilakukan dengan
jalan memakai panjang gelombang maksimum dan panjang gelombang acuan
(reference).
B. Teknik perbandingan terkontrol
Teknik ini memakai nilai perbandingan dua sinyal pada dua panjang
gelombang. Panjang gelombang yang dipilih adalah panjang gelombang
maksimum dan panjang gelombang minimum. Penampilan kromatogram dua dan
tiga dimensi Penampilan kromatogram tiga dimensi hanya mungkin dilakukan
oleh KCKT yang memakai detektor Photodiode Array. Keuntungan penampilan

Universitas Sriwijaya
kromatogram tiga dimensi ini akan sangat membantu untuk menentukan
kemurnian puncak kromatogram.
4.5.2 Detektor Fluoresensi
Banyak senyawa yang mampu mengabsorpsi radiasi UV dan kemudian
mengeluarkan suatu radiasi emisi pada panjang gelombang yang lebih jauh. Emisi
dapat terjadi pada saat itu juga yang disebut peristiwa “fluoresensi” ataupun pada
saat yang tertunda yang disebut sebagai peristiwa “fosforisensi”. Senyawa-
senyawa yang mempunyai sifat pendar fluor secara alamiah mempunyai struktur
siklis yang terkonjugasi, misalnya hidrokarbon aromatis polisiklis.
Kelebihan detektor fluor dari pada detektor lainnya :
- batas deteksi lebih rendah yaitu 1 pg
- lebih selektif dan sensitif
- lebih baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
Kelemahan detektor ini adalah terkait dengan rentang linieritasnya yang sempit
yakni antara 10 – 100. Pemilihan fase gerak pada deteksi dengan fluoresensi ini
sangat penting karena karena fluoresensi sangat sensitive terhadap peredam
fluresensi. Pelarut-pelarut yang sangat polar, bufferbufer, dan ion-ion halide akan
meredam fluoresensi. pH fase gerak juga juga penting terkait dengan efisiensi
fluoresensi. Sebagai contoh kinin dan kuinidin hanya menunjukkan fluoresensi
dalam medium yang sama, sementara oksibarbiturat akan berfluoresensi dalam
medium yang bersifat basa.
4.5.3 Detektor Elektro Kimia
Banyak senyawa organik dapat dioksidasi atau direduksi secara elektrokimia
pada elektroda yang cocok. Arus yang dihasilkan pada proses ini dapat diperkuat
hingga memberikan respon yang sesuai. Kepekaan detector elektrokimia pada
umumnya tinggi. Detektor elektrokimia yang paling banyak digunakan adalah
detector konduktivitas dan detector amperometri. Fase gerak yang digunakan
ketika menggunakan detector ini harus mengandung elektrolit pendukung
sehingga fase geraknya harus yang bersifat polar. Keuntungan detector ini adalah
terkait dengan kepekaannya yang tinggi. Pendeteksian jenis ini telah digunakan,
misalnya untuk neurotransmitter dan metabolit mereka di dalam fluida ekstra
seluler dari jaringan otak hewan.

Universitas Sriwijaya
4.5.4 Detektor Indeks Bias
Detektor indeks bias merupakan detector yang bersifat universal yang
mampu memberikan respon (signal) pada setiap zat terlarut. Detektor ini akan
merespon setiap perbedaan indeks bias antara analit (zat terlarut) dengan
pelarutnya (fase gerak). Kelemahan yang utama detector ini adalah bahwa
indeks bias dipengaruhi oleh suhu, oleh karena itu suhu fase gerak, kolom, dan
detector harus dikendalikan secara seksama. Penggunaan detector ini terutama
untuk senyawa-senyawa yang tidak mempunyai kromofor. Sebagai contoh
penggunaannya adalah untuk deteksi karbohidrat baik dalam bahan tambahan
tablet atau dalam bahan makanan serta untuk deteksi asetilkolin dalam setiap
optalmik.
4.5.5 Detektor Spektrometri Massa
Sejumlah fraksi kecil cairan dari kolom dimasukkan ke dalam spektrometer massa
pada kecepatan alir 10 – 50 μl per menit atau menggunakan termospray. Analat
akan diionisasikan, dipisahkan pada analisator, dibaca oleh detektor dan
menghasilkan spektrum massa( Susanti dan Dachriyanus, 2017).

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2020 – Januari 2021
di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Palembang, Provinsi Sumatera
Selatan. Adapun waktu pelaksanaan kerja praktik yang diajukan yaitu dari tanggal
18 Desember 2020 – 28 Januari 2021.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan seperangkat peralatan KLT, Spektrofotodensitometer,
KCKT dengan detektor PDA, kolom oktadesilsilana (C18 ; 4,6 x 250 mm ; ukuran
partikel 5 mikro meter), penyaring membrane dan penyaring vakum. Bahan-bahan
yang digunakan meliputi lempeng silica gel 60 F254, sildenafil sitrat BPFI sebagai
baku pembanding, serta pereaksinya berupa air bebas mineral, methanol, etil
asetat, asetonitril, dietilamin, aseton, kloroform, eter, ammonia 25 %, larutan
NaOH 1 N, asam format 0,2 % pH 4.
3.3 Prosedur Kerja
3.1 Larutan Uji
Sampel obat tradisional dihomogenkan kemudian dipipet 15 mL,
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 40 mL air
bebas mineral dan dibasakan dengan larutan NaOH 1 N hingga PH 9-
10, dikocok selama 30 menit dengan kecepatan 125 rpm. Saring dan
dimasukkan larutan ke dalam corong pisah 250 mL, ekstraksi dengan
etil asetat 3 x 50 mL. Kumpulkan fase etil asetat kemudian diuapkan
dengan penguap putar vakum hingga kering. Larutkan dengan 5 mL
metanol, disonikasi selama 5 menit kemudian dimasukkan larutan ke
dalam vial, lakukan duplo.
3.2 Larutan Spiked Sampel
Sampel obat tradisional dihomogenkan kemudian dipipet 15 mL,
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL. Kemudian tambahkan
sejumlah 5 mg masing-masing baku sildenafil sitrat dan diberi
perlakuan sama seperti larutan uji
3.3 Larutan Baku

Universitas Sriwijaya
a. larutan Baku Induk ( untuk KLT dan spektrofotodensitometer)
sejumlah 5 mg masing-masing baku sildenafil sitrat ditimbang dan
dimasukkan ke dalam labu tentukan 5 mL terpisah kemudian
ditambahkan 2 mL metanol, disonifikasi hingga larut, tambahkan
methanol sampai tanda batas.
b. Larutan Baku Tunggal ( untuk KCKT)
Sejumlah 20 mikroliter masing-masing larutan baku induk dipipet
kemudian dimasukkan ke dalam vial terpisah, tambahkan 980 µl
metanol.
c. Larutan Baku Campur (untuk KCKT)
Sejumlah 20 mikroliter masing-masing larutan baku induk dipipet
kemudian dimasukkan ke dalam vial tambahkan 940 µl metanol.
3.4 Cara Penetapan
a. Secara kromatografi lapis tipis
Larutan uji, larutan baku induk dan larutan spiked sample ditotolkan
secara terpisah dan dilakukan KLT dengan kondisi sebagai berikut.
Fase diam : Lempeng silika gel 60 F254 ukuran 20 x 10 cm
Fase gerak :
- Eluen A : Etil asetat : asetonitril : ammonia 25% ( 85 : 10 : 5)
- Eluen B : Aseton : kloroform : eter ( 40: 30 : 25)
Penjenuhan : dengan kertas saring 20 menit
Jarak Rambat : 7,5 cm
Penotolan : 10 µl, bentuk pita, 6 mm
Deteksi bercak: UV 254 nm
b. Secara Spektrofotodensitometri
Lempeng KLT hasil eluasi dilakukan pemindaian dengan sebagai
berikut :
a) Slit dimensions : 4.00 x 0.30 mm, µ
b) Scanning speed : 20 mm/s
c) Data resolution : 100 mikrometer/step
d) Lamp : D2
e) Wavelength : 200-400 nm

Universitas Sriwijaya
Profil spektrum dan panjang gelombang serapan maksimum direkam
c. Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Detektor PDA
Kerok zona fase diam pada kromatografi hasil KLT untuk masing-
masing sampel dan spiked sample yang sejajar dengan bercak baku
sildenafil sitrat. Dilarutkan dalam 2,5 ml methanol secara terpisah.
Dekantasi campuran lalu disaring masing-masing beningan
menggunakan penyaring membran 0,45 mikrometer. Suntikan larutan
baku tunggal, larutan baku campur dan larutan hasil kerokan secara
terpisah ke dalam alat kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi
sebagai berikut :
Kolom : Oktadesilsilan (C18) ; 250 mm; diameter dalam
4,6 mm; ukuran partikel 5 mikrometer.
Fase gerak : Asetonitril- asam format 0,2 % pH 4 (40:60)
Laju alir : 1 mL per menit
Volume Penyuntikan : PDA pada panjang gelombang 190-400 nm
Sildenafil sitrat diamati pada panjang gelombang 284 nm
Amati kromatogram dan rekam waktu retensi, panjang gelombang
maksimum dan profil spektrumnya.
3.5 Interpretasi Hasil
a. Kromatografi Lapis Tipis
Hasil uji dinyatakan negatif jika nilai Rf dari bercak larutan uji
berbeda dengan nilai Rf bercak larutan baku dan larutan spiked
sample.
b. Spektrofotodensitometri
Hasil uji dinyatakan negatif jika profil spektrum dan panjang
gelombang serapan maksimum dari bercak larutan baku dan larutan
spiked sample.
c. KCKT
Hasil uji dinyatakan negatif jika waktu retensi, profil spektrum dan
panjang gelombang serapan maksimum dari larutan uji tidak sama
dengan larutan baku dan larutan spiked sample.

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Identifikasi Rf Sildenafil Sitrat Menggunakan Kromatografi


Lapis Tipis (Kualitatif)

Nama zat Bobot Faktor Volume Rf1 Rf2 Rf


(mg) pengence Penotolan 3
ran

Pembanding

Sildenafil Sitrat 24,804 0,93 0,64

Spike 1 dosis 5 x 25 µl
+Baku

Sildenafil Sitrat 0,93 0,64

Sampel Uji 1 dosis 5x 25 µl 0,91 0,61

Gambar 1. Fase Gerak 1 Gambar 2. Fase Gerak 2


ini langsung di bahas saja
4.1.2 Hasil Identifikasi Rf dan Panjang Gelombang Sildenafil Sitrat
menggunakan KLT-Scanner (Densitometri)

Nama Zat Bobot Faktor V.P ʎ Maks Rf

Pengenceran

Universitas Sriwijaya
Baku 24,804 25 x A B A B
Pembanding
Sildenafil 241/305 239/306 0,93 0,64

Spike+ baku 1 dosis 5x 244/304 242/304 0.93 0,64


sildenafil

Zat uji 1 dosis 5x 245/306 240/305 0,91 0,61

tabel garis datar dhilangkan


Nama Zat Panjang Gelombang

Baku Sildenafil 241/305

Spike 244/304

Sampel 245/306
langsung di bahas
4.1.3 Uji Kesesuain Sistem dengan Menggunakan KCKT (Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi)

Universitas Sriwijaya
4.1.4 Hasil Identifikasi Rt dan Panjang Gelombang Sildenafil Sitrat
dengan Menggunakan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi)

Nama Zat Bobot Faktor Volume ʎ Max Rt


(mg) pengencer Injeksi
(µl)
Pembanding B b/Bu Fu/Fb
Sildenafil Sitrat 24,804 37500 20 293,51 4,916
Spike Sampel+Baku 37500 20 293,35 4,904
- Sampel 1 dosis 1500 20 293,46 4,891
- Sampel 1 dosis 1500 20 293,43 4,886
- Sampel 1 dosis 1500 20 293,42 4,886
- Sampel 1 dosis 1500 20 293,40 4,894

langsung di bahas

Universitas Sriwijaya
4.2 Pembahasan
Uji bahan kimia obat pada obat tradisonal yang dilakukan berdasarkan
metode analisis dari Balai Besar POM di Palembang yang mana pengujiannya
dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) – Densitometri dan
Kromatografi cair Kinerja Tinggi (KCKT). Uji ini dilakukan untuk
mengidentifikasi kandungan bahan kimia obat berupa Sildenafil Sitrat dalam obat
tradisonal yang pada dasarnya tidak boleh digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan obat. Berdasarkan SK Ka. BPOM NO HK. 03.05.11.13.4940 bahaya
yang dikhawatirkan dari penambahan BKO dengan zat aktif yang terkandung
dalam obat tradisional sehingga dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi
kesehatan bahkan sampai terjadi kematian.
Pertama pembuatan lautan uji, Sampel obat tradisional dihomogenkan
kemudian dipipet 15 mL ditambahkan 40 mL air bebas mineral dan dibasakan
dengan larutan Natrium hidroksida 1 N hingga PH 9 sampai 10, dikocok selama
30 menit dengan kecepatan 125 rpm. Saring dan masukkan larutan ke dalam
corong pisah 250 mL, ekstraksi dengan etil asetat. Setelah disaring ambil fase etil
asetat kemudian diuapkan dengan penguap putar vakum hingga kering. Etil asetat
dilarutkan dengan 5 mL metanol, metanol ini merupakan pelarut semi polar
dimana pelarut semi polar ini dapat mengikat semua jenis pengotor yang terdapat
pada etil asetat. Kemudian disonikasi selama 5 menit, sonikasi ini mampu
mengubah sinyal listrik menjadi getaran untuk memecah senyawa sehingga
menjadi larutan yang homogen. kemudian larutan dimasukkan ke dalam vial,
lakukan duplo. Kedua pembuatan spiked sampel, Sampel obat tradisional
dihomogenkan kemudian dipipet 15 mL, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
250 mL. Kemudian tambahkan sejumlah 5 mg masing-masing baku sildenafil
sitrat dan diberi perlakuan sama seperti larutan uji.
Ketiga pembuatan larutan baku. Larutan baku ini dibagi menjadi tiga,
pertama larutan baku induk ini digunakan pada alat KLT dan KLT-Densitometri
dengan membuat 5 mg masing-masing baku sildenafil sitrat ditimbang dan
dimasukkan ke dalam labu 5 ml terpisah kemudian ditambahkan 2 mL metanol,
setelah itu disonikasi hingga larut kemudian ditambahkan metanol sampai tanda
batas. Kedua pembuatan larutan baku tunggal yang digunakan pada KCKT

Universitas Sriwijaya
dengan memipet 20 mikroliter masing-masing larutan baku induk kemudian
dimasukkan ke dalam vial terpisah, tambahkan 980 mikroliter metanol. Ketiga
pembuatan larutan baku campur yang digunakan juga pada KCKT dengan
memipet 20 mikroliter masing-masing larutan baku induk kemudian dimasukkan
ke dalam vial terpisah ditambahkan 940 mikroliter metanol.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode kromatografi
lapis tipis, KLT- Densitometri serta Kromatografi cair kinerja tinggi. Identifikasi
sildenafil sitrat dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis yang
dapat memisahkan komponen- komponen berdasarkan perbedaan tingkat interaksi
dalam dua fasa material pemisah. Prinsip dari kromatografi lapis tipis berupa
adsorpsi, desorpsi dan elusi. Adsorpsi terjadi ketika larutan sampel ditotolkan ke
fase diam (plat klt) menggunakan pipa kapiler, komponen-kompenen dalam
sampel akan teradsorbsi dalam fase diam. Desorbsi terjadi ketika komponen yang
teradsorbsi di fase diam didesak oleh fase gerak (eluen) serta elusi terjadi ketika
komponen terbawa oleh eluen. Analisa yang digunakan pada kromatografi lapis
tipis berupa analisa kualitatif yaitu dengan membandingkan Rf baku pembanding
dengan Rf sampel. Fase gerak yang digunakan untuk identifikasi untuk eluen A
berupa etil asetat, asetonitril dan ammonia 25 % sedangkan fase gerak eluen B
berupa aseton, kloroform dan eter. Fase gerak yang bersifat non polar akan
menahan senyawa yang polar di fasa diam (silika gel) dan akan membawa
senyawa yang kurang polar naik ke atas. Eluen dibuat jenuh dengan cara menutup
rapat chamber dan mendiamkannya beberapa saat agar atmosfer dalam chamber
terjenuhkan dengan uap pelarut sehingga elusi kecepatan eluen sama pada semua
sisi permukaan plat KLT.
Selanjutnya dilakukan penotolan larutan uji, larutan baku induk dan larutan
spiked sample pada KLT. Jarak penotolan bercak 1,5 cm dari ujung lempeng atau
plat KLT. Jarak penotolan sampel dengan tepi bawah plat adalah 2 cm agar tidak
ada interaksi langsung antara fase gerak dengan sampel. Jarak tepi bawah yang
terlalu kecil atau jumlah fase gerak cukup banyak akan membuat bercak penotolan
bersentuhan langsung dengan fase gerak sehingga ada sebagian molekul sampel
yang akan terlarut dalam fase gerak. Hal ini menyebabkan hasil yang didapatkan
pada elusi menjadi tidak valid. Penotolan juga tidak boleh terlalu besar karena

Universitas Sriwijaya
dapat menurunkan resolusi. Penotolan yang tidak tepat juga dapat menyebabkab
bercak menyebar dan menghasilkan noda yang tidak terpisah satu sama lain
sehingga dapat menganggu hasil analisis.
Dalam penelitian ini, volume sampel yang ditotolkan adalah 50 µl.
Penotolan dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan pada setiap
penotolan, setelah melakukan penotolan, selanjutnya dilakukan proses elusi. Plat
KLT dimasukkan ke dalam Chamber yang telah berisi eluen jenuh. Proses elusi
dilakukan hingga eluen mencapai batas atas dari plat KLT yaitu 3 cm dari tepi
atas plat. Setelah eluen berhasil mengelusi plat KLT hingga batas yang telah
ditentukan. Plat dikeluarkan dari chamber untuk selanjutnya divisualisi dengan
sinar UV 254 nm dan 366 nm. Tempat noda sampel dibandingkan dengan tempat
noda pembanding dan dihitung Rf masing-masing noda. Nilai Rf yang kecil
menunjukkan daya pisah zat yang dielusi adalah minimum, sedangkan nilai Rf
yang besar menunjukkan daya pisah zat yang dielusi adalah maksimum. Nilai Rf
yang optimal berada pada rentang 0,2 sampai 0,8.
Pada pengamatan bercak di lempeng KLT, di dapatkan pembanding Rf1
serta pembanding Rf2 adalah 0,93 dan 0,64, sedangkan Rf1 serta Rf2 sampel uji
adalah 0,91 dan 0,61. Selisih antara Rf sampel dan Rf pembanding yang < 0,05
menyatakan bahwa sampel positif mengandung bahan kimia obat, tetapi jika
selisih antara Rf sampel dan Rf pembanding > 0,05 maka sampel negatip
mengandung bahan kimia obat (Husna dan Soraya, 2020). Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa obat tradisional diduga mengandung sildenafil sitrat
dikarenakan selisih antara Rf sampel dan Rf pembanding < 0,05.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik maka akan dilakukan
pengujian ulang menggunakan KLT-Densitometri. Kromatografi lapis tipis-
Densitometri ini memiliki prinsip kerja sama dengan spektrofotometer,
perbedaanya terletak pada sampel kompartemen yaitu KLT-Densitometri
menggunakan plat atau lempeng sedangkan pada spektrofotometer menggunakan
kuvet. Pengujian pada KLT-Densitometri dilakukan dengan perekaman profil
spektrum dan panjang gelombang serapan maksimum. Hasil dinyatakan negatif
jika profil spektrum dan panjang gelombang serapan maksimum dari bercak
larutan uji tidak sama dengan bercak larutan baku dan larutan spiked sample. Dari

Universitas Sriwijaya
hasil penelitian didapatkan bahwa profil spektrum dan panjang gelombang
serapan maksimum dari bercak larutan uji sejajar dengan bercak larutan baku dan
larutan spike sample. Hal ini menyebabkan puncak gelombang saling berhimpitan
dan membentuk puncak yang sangat mirip, sehingga sampel diduga positif
mengandung sildenafil sitrat. Untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti dari
dugaan tersebut, sampel perlu ditindak lanjuti dengan melakukan identifikasi
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Kerok zona fase diam pada kromatografi hasil KLT untuk masing-masing
sampel dan spiked sample yang sejajar dengan bercak baku sildenafil sitrat.
Dilarutkan dalam 2,5 ml methanol secara terpisah. Dekantasi campuran lalu
disaring masing-masing beningan menggunakan penyaring membran 0,45
mikrometer. Suntikan larutan baku tunggal, larutan baku campur dan larutan hasil
kerokan secara terpisah masukkan ke dalam alat kromatografi cair kinerja tinggi .
Dengan kondisi instrument fase diam berupa kolom oktadesilsilan (C18) ,fase
terbalik dimana kolom berupa silika gel yang bersifat polar. Kolom yang bersifat
polar dilapisi dengan bahan yang bersifat non polar. Fase gerak yang digunakan
berupa asetonotril dan asam format 0,2 % PH 4,03 dengan perbandingan 40 : 60.
Detektor yang digunakan berupa detektor PDA yang diamati pada panjang
gelombang 284 nm. Hasil yang keluar dari alat kromatografi cair kinerja tinggi
ini berdasarkan perbedaan kepolaran, dimana urutan yang keluar terlebih dahulu
berupa larutan polar, larutan semi polar dan larutan non polar. Dari hasil uji pada
kromatografi cair kinerja tinggi didapatkan waktu retensi, profil spektrum dan
panjang gelombang serapan maksimum dari larutan uji sama dengan larutan baku
dan larutan spiked sample sehingga dinyatakan jika obat tradisional positif
sildenafil sitrat. % kandungan tidak bisa dihitung ya?

Universitas Sriwijaya
BAB VI V
5.1 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil uji yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa obat tradisional
positif mengandung sildenafil sitrat. Hal ini dikarenakan dari ketiga uji yang
dilakukan secara kromatografi lapis tipis (KLT), Spektrofotodensitometri serta
Kromatografi cair kinerja tinggi obat tradisional tidak memenuhi syarat dari
permenkes 007 tahun 2012.

5.2 6.2 Saran penentuan kandungan


Diharapkan untuk dapat mempelajari metode dan menggunakan instrumen
yang lebih banyak lagi serta waktu yang lebih lama agar benar-benar paham akan
proses-proses pengujian yang dilaksanakan di Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI., 2014. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat
Tradisional. Jakarta : BPOM RI.

Susanti, M., dan Dachriyanus. 2017. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Padang :
LPTIK Universitas Andalas.

Umniyatul, D dan Dwi, K. S. 2019. Identifikasi Sediaan Jamu Kuat yang Beredar
di Kecamatan Banguntapan dan Pleret Kabupaten Bantul dengan Metode
KLT. Jurnal ilmiah Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 14
(1) : 103-107.

Waris, R., Kadir,A dan Chairi, A.2013. Identifikasi dan Penetapan Kadar
Sildenafil Sitrat pada Jamu Kuat Lelaki yang Beredar di Kota Makassar.
Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. 05 (01) : 95-102.

ndak di tambah?

Universitas Sriwijaya
lampiran 1................

LAMPIRAN GAMBAR diberi keterangan gambar

Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai