Anda di halaman 1dari 33

TUGAS FORMULASI KOSMETIK 2

“GEL & PARFUM UNTUK KOSMETIK”

Dosen:
Prof. Dr. Teti Indrawati, M.S., Apt

Oleh

SALMA HILMY RUSYDI HASHIM


NPM: 5418221079

UNIVERSITAS PANCASILA
PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN
KOSMETIK BAHAN ALAM ANGKATAN 33
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.
Penulis panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah-NyA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Formulasi Kosmetik 2 yang berjudul “GEL & PARFUM UNTUK KOSMETIK”.
Makalah ini disusun sesuai dengan arahan yang diberikan dosen mata kuliah Formulasi
Kosmetik 2 yaitu Prof. Dr. Teti Indrawati, M.S., Apt dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu penulis
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, penulis sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
penulis dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat, menambah
wawasan dan pengetahuan maupun inspirasi untuk pembaca.

Jakarta, 21 Maret 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................3
C. Tujuan.........................................................................................................................4
D. Manfaat.......................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................5
A. Gel...............................................................................................................................5
1. Klasifikasi Gel.........................................................................................................6
2. Sifat dan Karakteristik Gel......................................................................................7
3. Keuntungan dan Kerugian Gel.................................................................................9
4. Komponen Pembentuk Gel......................................................................................9
5. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gel......................................................12
6. Evaluasi Gel..........................................................................................................13
B. Parfum.......................................................................................................................14
1. Fungsi Parfum.......................................................................................................14
2. Susunan Note Parfum............................................................................................15
3. Sumber Parfum......................................................................................................16
4. Komponen Parfum.................................................................................................18
5. Tehnik dan Cara Pembuatan Parfum.....................................................................19
6. Minyak Atsiri sebagai Parfum...............................................................................21
7. Sifat Fisika-Kimia Minyak Atsiri..........................................................................23
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................25
A. Karakteristik Gel yang Baik......................................................................................25
B. Komponen Pembentuk Gel........................................................................................25
C. Metode Pembuatan Gel.............................................................................................25
D. Permasalahan Pada Gel Serta Evaluasinya................................................................25
E. Karakteristik Parfum Untuk Kosmetik yang Baik.....................................................28
F. Komponen Parfum Untuk Kosmetik.........................................................................28
E. Metode Pembuatan Parfum Untuk Kosmetik.............................................................29
F. Permasalah Pada Parfum Untuk Kosmetik Serta Evaluasinya...................................29
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................30
A. Kesimpulan................................................................................................................30
B. Saran..........................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................31

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk sediaan gel mulai berkembang, terutama dalam produk kosmetika. Gel
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Sediaan
gel memiliki sifatnya yang mendinginkan, mudah merata di kulit, serta tidak
menimbulkan bekas. Salah satu faktor penting dalam formulasi gel adalah gelling
agent.
Gelling agent bermacam-macam jenisnya, biasanya berupa turunan dari selulosa
seperti metil selulosa, carboxy metil selulosa (CMC), hidroxy propil methyl celulosa
(HPMC), dan ada juga yang berasal dari polimer sintetik seperti carbopol. Sehingga
pemilihan gelling agent yang tepat dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi
stabilitas fisik sediaan gel dan dianggap penting untuk membuat sediaan kosmetik
menjadi menarik.
Dalam formulasi sediaan kosmetik yang menarik, parfum juga dianggap penting
terutama untuk memberikan ametau memperbaiki bau wangi. Sumber parfum yang
dimanfaatkan dalam sediaan kosmetik dapat berasal dari tumbuhan berupa essential
oil atau minyak atsiri dan berasal dari bahan kimia berupa isolat atau bahan organic
sintetik.
Sehingga, berdasarkan uraian diatas maka pada makalah ini akan dibahas lebih
lanjut dan mendetail mengenai sediaan gel dan parfum untuk kosmetik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik gel yang baik?
2. Apa saja komponen pembentuk gel?
3. Bagaimana metode pembuatan gel?
4. Apa saja permasalahan pada gel serta evaluasinya?
5. Bagaimana karakteristik parfum untuk kosmetik yang baik?
6. Apa saja komponen parfum?
7. Bagaimana metode pembuatan parfum untuk kosmetik?
8. Apa saja permasalahan pada parfum serta evaluasinya?

3
C. Tujuan
Untuk memahami sediaan gel dan parfum yang digunakan dalam kosmetik serta
permasalahan yang dihadapi
D. Manfaat
Tugas mata kuliah formulasi kosmetik 2 bagi penulis dan pembaca diharapkan
bermanfaat sebagai penambah wawasan terutama mengenai gel dan parfum untuk
kosmetik.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gel

Menurut Farmakope Indonesia V (2014) sediaan gel atau disebut jeli, adalah
sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil
atau molekul organik besar, yang terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri
dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase
(misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel
dari fase terdispersi relative besar, massa gel kadang–kadang dinyatakan sebagai
magma (misalnya. Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan dapat menjadi cair pada saat
pengocokan.
Gel dapat didefinisikan sebagai sediaan semipadat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel organik kecil atau molekul organik besar, berpenetrasi oleh suatu
cairan. Gel adalah sistem semipadat yang pergerakan medium pendispersinya terbatas
oleh sebuah jalinan jaringan tiga dimensi dari partikel – partikel atau makromolekul
yang terlarut pada fase pendispersi (Allen et. al., 2002).
Gel memiliki sistem sistem disperse yang banyak tersusun dari air serta sangat
rentan terhadap terjadinya instabilitas fisik, kimia maupun mikroba. Pada umumnya
instabilitas fisik yang terjadi pada gel yaitu sineresis yang mana keluarnya medium
dispersi dari sistem akibat adanya kontraksi sistem polimer gel. Faktor perubahan
pada suhu penyimpanan yang ekstrim merupakan salah satu faktor utama yang terjadi
pada sineresis yang dialami pada saat cycling test. Adanya penurunan tekanan osmotik
pada sistem serta perubahan bentuk molekul dapat terjadi pada proses pembekuan saat
cycling test. Molekul yang mengkerut ini memaksa keluarnya medium dari sistem
matriks (Gad, 2008). Pada konsentrasi gelling agent yang rendah biasanya dapat
terjadi sineresis. Sineresis menunjukkan adanya fenomena ketidakstabilan secara
termo dinamika (Kaur dan Guleri, 2013).

5
1. Klasifikasi Gel
Menurut (Farmakope Indonesia Edisi IV), penggolongan sediaan gel dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma
bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk
semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus
dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
b. Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik misalnya karbomer atau dari gom alam misalnya
tragakan.

Berdasarkan dasar gel terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Dasar Gel Hidrofilik (Hidrogel)


Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang
besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.
Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada
pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik
menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah
untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel
hidrofilik umummnya mengandung komponen bahan pengembang, air,
humektan dan bahan pengawet (Voigt, 1994).
Hidrogel yaitu sistem hidrofilik yang utamanya terdiri dari 85–95% air atau
campuran aqueous–alcoholic dan gelling agent. Hidrogel memberikan efek
yang dapat mendinginkan karena adanya evaporasi pelarut. Hidrogel mudah
untuk diaplikasikan serta dapat memberi kelembaban secara instan. Sifat dari

6
hidrogel yaitu kandungan airnya relatif tinggi dan bersifat lembut,
konsistensinya elastis sehingga kuat (Swarbick and Boylan, 1992).

Hidrogel sangat cocok untuk penerapan pada kulit dengan fungsi kelenjar
sebaseus yang berlebihan. Setelah hidrogel kering akan meninggalkan suatu
film tembus pandang yang elastis serta daya lekat tinggi, tidak menyumbat pori
kulit, dan mudah dicuci dengan air (Voight, 1994).

b. Dasar Gel Hidrofobik


Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila
ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara
kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus
(Ansel, 1989).

2. Sifat dan Karakteristik Gel


Menurut (Lachman, dkk. 1994) sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:
a. Swelling
Yaitu kemampuan gel yang dapat mengembang. Gel dapat mengembang
karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga terjadi
meningkatnya volume. Pelarut dapat berinteraski dengan gel akibat adanya
penetrasi ke dalam gel. Adanya ikatan silang antara polimer di dalam matriks
menyebabkan pengembangan gel kurang sempurna. Pengadukan yang terlalu
cepat serta kuat pada proses pengembangan akan merusak sistem rantai atau
polimernya sehingga gel yang dihasilkan banyak mengandung gelembung
udara, tetapi jika dilakukan pengadukan yang terlalu rendah atau kurang tepat
dapat membentuk flokulasi pada sediaan gel.

b. Sineresis
Yaitu merupakan suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di
dalam massa gel. Cairan yang terjerat di dalam akan keluar dan berada di atas
permukaan gel. Adanya tekanan elastik saat pembentukan gel dapat di akibatkan
oleh kontraksi yang berhubungan dengan fase relaksasi, pada saat terjadinya
tekanan elastic maka terbentuklah massa gel yang tegar. Akibat adanya
7
perubahan pada ketegaran gel menyebabkan jarak antar matriks berubah,
sehingga memungkinkan cairan bergerak ke atas permukaan. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan sineresis pada saat pembentukan antara lain pH
(keasaman dan kebasaan yang tinggi), mekanik (pengadukan dan tekanan), suhu
(suhu tinggi menyebabkan denaturasi serta keluarnya cairan), garam
(kandungan garam yang tinggi dapat mempercepat sineresis).

c. Efek Suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya
pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu
larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan
fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

d. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap
pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu
hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel
dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser.
Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.

e. Elastisitas dan rigiditas


Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas
dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten
terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran
viskoslastik.Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen
pembentuk gel.

f. Rheologi
8
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan
menunjukkan jalan aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh penurunan
viskositas dan peningkatan laju aliran.

3. Keuntungan dan Kerugian Gel


 Menurut Voight (1994) terdapat beberapa keuntungan sediaan gel antara lain:
a) Memberikan efek dingin, penguapan dari kulit lambat
b) Kemampuan penyebaran pada kulit baik
c) Tidak adanya penghambatan fungsi rambut secara fisioligis
d) Kemudahan pencucian dengan air yang baik, serta tidak menimbulkan bekas

 Kelebihan dan kekurangan menurut (Lachman, 1994) :


a) Kelebihan sediaan gel
Untuk hidrogel:
Efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih
dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus
pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik,
kemampuan penyebarannya pada kulit baik.

b) Kekurangan sediaan gel


Untuk hidrogel:
Harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada
berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau
hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

4. Komponen Pembentuk Gel

a. Gelling Agent

Gelling agent merupakan suatu gum alam atau sintesis, resin maupun
hidrokoloid lain yang dapat digunakan dalam formulasi gel untuk menjaga
konsituen cairan serta padatan dalam suatu bentuk gel yang halus. Bahan

9
berbasis polisakarida atau protein merupakan jenis bahan yang biasanya
digunakan sebagai pembentuk gel. Beberapa contoh gelling agent yaitu CMC-
Na, metil selulosa, asam alginat, sodium alginate, kalium alginat, kalsium
alginate, agar, karagenan, locust bean gum, pektin serta gelatin (Raton, et al.,
1993).
Sistem setengah padatan yang terdiri dari suatu sistem dispers yang
tersusun dari partikel anorganik kecil dan besar yang terserap oleh cairan
(Ansel, 2008). Gelling agent memiliki komponen polimer dengan bobot
molekul yang tinggi yang tergabung dengan molekul–molekul serta lilitan–
lilitan molekul polimer yang membentuk suatu sifat kental dan gel yang
diinginkan. Suatu molekul polimer akan berikatan melalui ikatan silang yang
akan membentuk suatu struktur jaringan tiga dimensi pada molekul polimer
yang terperangkap dalam jaringan (Clegg, 1995). Dalam preformulasi sediaan
gel terutama pada gelling agent bahan polisakarida alami yang peka terhadap
derajat pertumbuhan mikrobial. Maka dari itu, penambahan bahan pengawet
perlu ditambahkan guna mencegah kontaminasi serta hilangnya karakter gel
dalam kaitannya dengan microbial (Clegg, 1995).
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk
jaringan (jala) yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk
dalam kelompok ini adalah: gom alam, turunan selulosa, dan karbomer.
a. Gom alam
Gom yang digunakan sebagai pembentuk gel dapat mencapai
sasaran yang diinginkan dengan cara dispersi sederhana dalam air
(misal tragakan) atau melalui cara interaksi kimia (misal Na. alginat dan
kalsium). Secara keseluruhannya, keberadaan gel disebabkan karena
ikatan sambung silang yang mengikat molekul polisakarida sesamanya,
sedangkan sisanya tersolvasi. Beberapa gom alam yang digunakan
sebagai pembentuk gel antara lain: alginat, karagen, tragakan, pektin,
gom xantan, dan gelatin (Agoes & Darijanto, 1993).

b. Carbomer
Carbomer membentuk gel pada konsentrasi 0,5%. Dalam media
air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam, pertama-tama
didispersikan terlebih dahulu. Sesudah udara terperangkap keluar
10
sempurna, gel akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang
sesuai. Pemasukan muatan negatif sepanjang rantai polimer
menyebabkan kumparan lepas dan berekspansi (Agoes & Darijanto,
1993).
Karbopol atau carbomer adalah polimer sintetik asam akrilat
dengan berat molekul tinggi yang memiliki ikatan silang dengan alil
sukrosa atau alil eter dari pentaerithritol. Karbopol mengandung
kelompok asam karboksilat 56% hingga 68% yang dihitung dari basis
kering. Berat molekul resin carbomer secara teoritis adalah 7 x 105
hingga 4 x 109. Secara umum karbopol digunakan dalam formulasi
sediaan cair atau semisolid sebagai suspending agent atau sebagai agent
untuk meningkatkan viskositas. Karbopol berfungsi sebagai gelling
agent pada konsentrasi 0,5–2%. Karbopol berwarna putih, bersifat
asam, serbuk yang higroskopis dan memiliki bau yang khas (Rowe et al,
2003). Sediaan topikal dengan gelling agent karbopol tidak
menunjukkan reaksi hipersensitif pada manusia (Rowe et al, 2003)

c. Turunan selulosa
Turunan selulosa mudah terurai karena reaksi enzimatik dan
karena itu harus terlindung dari kontak dengan enzim. Sterilisasi dari
sistem dalam air atau penambahan pengawet merupakan cara yang
lazim untuk mencegah penurunan viskositas yang disebabkan karena
terjadi depolimerisasi akibat pengaruh enzim yang dihasilkan oleh
mikroba. Turunan selulosa yang dapat digunakan untuk membentuk gel
adalah metilselulosa, Na CMC, hidroksietilselulosa dan
hidroksipropilselulosa (larut dalam cairan polar organik) (Agoes &
Darijanto, 1993).
Natrium karboksimetilselulosa (CMC Na) merupakan garam
natrium dari asam selulosaglikol dan dengan demikian berkarakter
ionik. Sediaan dengan 7-10% zat bersifat mudah disebarkan,
konsistensinya plastis. Untuk membuat salap, serbuknya digerus dengan
bahan penahan lembab, ke dalamnya ditambahkan air sebagian demi
sebagian dan dibiarkan membengkak. Proses pembengkakannya hanya
sambil diaduk kontinyu, sedikit tergantung dari suhu. Na CMC bisa
11
larut baik di dalam air dingin maupun air panas. Larutan dalam airnya
stabil terhadap suhu dan tetap stabil dalam waktu lama pada suhu 100o
C, tanpa mengalami koagulasi (Voight, 1971: 352-353).

Na CMC digunakan secara luas untuk formulasi sediaan farmasi


oral dan topikal, terutama karena tingkat viskositas yang dimilikinya.
Pada konsentrasi yang lebih tinggi, biasanya 3-6%, digunakan sebagai
basis dalam pembuatan gel dan pasta, glikol sering kali dimasukkan
untuk mencegah penguapan. Bobot molekul Na CMC adalah 90.000-
700.000 (Rowe et.al, 2003).
NAMA KONSE
BAHAN FUNGSI PUSTAKA
GOLONGAN NTRASI
Natrium Handbook of
Gelling
Karboksimetilselulosa 3-6% Pharmaceutical
Agent
(CMC Na) Excipients, 2009
Handbook of
Gelling
Seluosa Metilselulosa 1-5% Pharmaceutical
Agent
Excipients, 2009
Hidroxy Propyl Handbook of
Gelling
Methyl Cellulose 1-2% Pharmaceutical
Agent
(HPMC) Excipients, 2009
Handbook of
Gelling
Karbomer Karbopol 0,5–2% Pharmaceutical
Agent
Excipients, 2009
Handbook of
Gelling
Karagen 0.3–1% Pharmaceutical
Agent
Excipients, 2009
Handbook of
Gelling
Alam Pektin - Pharmaceutical
Agent
Excipients, 2009
Handbook of
Gelling
Gelatin - Pharmaceutical
Agent
Excipients, 2009

5. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Gel

Ada banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan gel hidrokoloid,


faktorfaktor ini dapat berdiri sendiri atau berhubungan satu sama lain sehingga
memberikan pengaruh yang sangat kompleks. Diantara faktor-faktor tersebut
yang paling menonjol adalah konsentrasi, suhu, pH, dan adanya ion atau
komponen aktif lainnya.
a. Pengaruh konsentrasi
Konsentrasi hidrokoloid sangat berpengaruh terhadap kekentalan
larutannya. Pada konsentrasi yang rendah larutan hidrokoloid biasanya akan

12
bersifat sebagai aliran Newtonian dengan meningkatnya konsentrasi maka sifat
alirannya akan berubah menjadi non-Newtonian. Hampir semua hidrokoloid
memiliki kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangat rendah antara 1-
5% kecuali pada gum arab yang sifat Newtoniannya tetap dipertahankan
sampai dengan konsentrasi 40%.
b. Pengaruh Suhu
Pada beberapa hidrokoloid suhu akan menyebabkan penurunan kekentalan,
karena itu kenaikan suhu dapat mengubah sifat aliran yang semula non-
Newtonian menjadi Newtonian.
c. Pengaruh pH
Hidrokoloid pada umumnya akan membentuk gel dengan baik pada kisaran
pH tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan kekentalan
dengan meningkatnya pH hingga mencapai titik tertentu dan kemudian akan
makin menurun bila pH terus ditingkatkan.
d. Pengaruh ion
Beberapa jenis hidrokoloid membutuhkan ion-ion logam tertentu untuk
membentuk gelnya, karena pembentukan gel tersebut melibatkan pembentukan
jembatan melalui ion-ion selektif.
e. Pengaruh komponen Aktif lainnya
Sifat fungsional beberapa jenis hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh adanya
hidrokoloidlain. Pengaruh ini dapat bersifat negatif dalam arti sifat fungsional
makin berkurang dengan adanya hidrokoloid lain ataupun bersifat positif
karena adanya pengaruh sinergis antara hidrokoloid-hidrokoloid yang
bergabung.

6. Evaluasi Gel
Salah satu cara yang paling cepat serta akurat dalam memberikan gambaran
mengenai karakter suatu gel, serta untuk mengetahui bagaimana cara penanganan
dan penyimpanannya yaitu dengan pengukuran viskositas. Pengujian reologi
merupakan bagian dari pengujian viskositas yang digunakan untuk mengetahui
karakter reologi suatu gel, yang mana umumnya merupakan sistem non–
Newtonian. Pada pengujian reologi gel menggunakan viskometer dengan sistem
cup dan bob serta sistem cone dan plate yang mana terdapat pada alat viskometer.

13
Viskometer tersebut mengukur gaya gesek yang ditimbulkan pada saat gel
mengalir, yang dipengaruhi oleh temperatur serta kecepatan putar pengukuran
(Gad, 2008).

Terdapat beberapa uji yang perlu dilakukan untuk mengevaluasi kualitas dari
sediaan gel yang telah diformulasi. Berdasarkan United States Pharmacopeia
(USP) merekomendasikan beberapa uji yaitu:
a. Minimum pengisian
b. Uji pH
c. Uji Viskositas
d. Uji Antimicrobial
e. Uji Kandungan Alkohol pada sediaan tertentu.
Adapun uji lainnya yaitu:
a. Uji Homogenitas
b. Uji Karakter Rheologi
c. Uji Daya Lekat
d. Uji Stabilitas (Gad, 2008)
maupun uji extrudability, uji iritasi dan uji homogenitas (Kaur dan Guleri, 2013).

B. Parfum
Parfum berasal dari bahasa Latin, per fumus yang berarti melalui asap (through
smoke). Parfum atau minyak wangi merupakan campuran minyak esensial dan
senyawa aroma (aroma compound), fiksatif, dan pelarut yang digunakan untuk
memberikan atau memperbaiki bau wangi untuk tubuh manusia, obyek, atau ruangan.
Parfum adalah campuran dari zat pewangi yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. 
1. Fungsi Parfum
 Fungsi parfum dalam kehidupan manusia:
- Dapat memberikan kesenangan hidup
- Dapat mempengaruhi kejiwaan dan syaraf
- Memberikan wewangian kepada bahan yang tidak wangi dan
menghilangkan bau yang tidak enak pada berbagai macam hasil industri
textil, kulit, kertas, karet, plastic
- Dapat mengobati sakit kepala
- Dapat membantu proses pencernaan
14
- Dapat menambah selera makan
- Dapat meningkatkan kepercayaan diri
- Dapat menarik perhatian lawan jenis

 Fungsi parfum dalam kosmetik


- Dapat memberikan atau memperbaiki bau wangi pada kosmetik
- Dapat meningkatkan ketertarikan konsumen dalam pemilihan produk
- Dapat memberikan kesan terhadap produk kosmetik
- Dapat memberikan kesenangan bagi konsumen

2. Susunan Note Parfum


Menurut sabini (2006), Parfum dideskripsikan dengan perumpamaan musik
yang memiliki tiga “not/notes” yang membentuk harmoni wangian. Masing-
masing note tercium seiring waktu dengan dimulai dari impresi pertama dari top
note diikuti oleh middle note yang telah mendalam dan base note yang sedikit
demi sedikit muncul di akhir. Note-note ini dibuat dengan seteliti mungkin
berdasarkan pengetahuan proses evaporasi dari wangian. Di bawah ini adalah
penjelasan dari masing-masing notes:
a. Top notes
Wangi yang langsung tercium ketika parfum disemprotkan. Top notes
mengandung molekul yang ringan dan kecil yang dapat berevaporasi cepat.
Top note membentuk impresi pertama dari parfum. Minyak lemon adalah salah
satu minyak atsiri yang termasuk top notes.
b. Middle notes
Wangi yang muncul setelah top notes mulai memudar. Middle note
mengandung “inti” dari parfum dan juga bertindak sebagai topeng bagi base
note yang sering kali tidak tercium enak pada pertama kalinya, namun menjadi
enak seiring waktu. Notes ini juga sering disebut heart note. Minyak atsiri
yang termasuk dalam kategori middle notes adalah minyak lavender, minyak
sereh wangi, dan minyak kenanga.
c. Base notes
Wangi dari sebuah parfum yang muncul seiring memudarnya middle notes.
Base dan middle notes adalah tema wangian utama dari sebuah parfum. Base
15
notes memberikan kedalaman yang solid dari parfum. Kandungan dari notes
ini biasanya kaya dan dalam, dan tidak tercium setidaknya sampai 30 menit
pemakaian. Wangi top dan middle notes terpengaruhi oleh wangi dari base
notes. Minyak nilam termasuk dalam kategori base note.

3. Sumber Parfum
a. Parfum Berasal dari Tumbuhan
Parfum yang berasal dari tumbuhahan umumnya berupa minyak atsiri. Minyak
atsiri yang dikenal dengan nama minyak terbang (volatile oil) atau minyak eteris
(essential oil) adalah minyak yang dihasilkan dari tanaman dan mempunyai sifat
mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi. Minyak atsiri
merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tanaman, yang terbentuk
karena reaksi berbagai senyawa kimia dan air. Sifat dari minyak atsiri yang lain
adalah mempunyai rasa getir (pungent taste), berbau wangi sesuai dengan bau
tanaman penghasilnya, yang diambil dari bagian-bagian tanaman seperti daun,
buah, biji, bunga, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman.
Minyak atsiri diperoleh dari bermacam-macam tumbuhan dari bagian-bagian
tertentu seperti:
- bunga: rose, lavender, orange blossom (buah limau)
- biji: caraway (jintan), almond (prunus amygdalus)
-  daun: bay (daun salam), thyme, patchoull (nilam)
- kayu: sandalwood (cendana)          
- kulit kayu: cinnamon, cascarilla
- buah: lemon (citrus), nutmeg (pala)
- minyak bunga: jasmin, rose

b. Parfum Berasal dari Sekresi Binatang


- Musk
 Dalam istilah dunia parfum, musk adalah sekresi aroma yang diproduksi
kelenjar perut rusa jantan tak bertanduk (musk deer). Rusa ini hidup di Asia
Tengah dan di Pegunungan Himalaya. Untuk mencegah kepunahan hewan
langka itu, perburuan dan ekspornya dilarang keras. Orang lantas menangkar
rusa jenis ini, lalu mengoperasi dan mengambil kelenjarnya. Setelah operasi
selesai, rusa itu dilepas kembali. Sulitnya memperoleh musk asli mendorong
16
para pembuat parfum berpaling juga ke musk sintetis. Harganya pun lebih
murah.

-  Civet
Spesies kesturi yang dipakai dalam dunia parfum berasal dari barat daya
Etiopia. Hewan ini punya kantong perut berbentuk bulan sabit, yang terletak
didekat alat vitalnya. Kantong perutnya menghasilkan viverreum, substansi
kental berwarna kecokelatan beraroma keras. Namun, setelah diolah menjadi
parfum, kesan sensual dan kehangatanlah yang terasa.

- Ambergris
Bahan ini berasal dari sperma ikan paus yang terlepas di saat
kematiannya. Karena itu, pemanfaatannya tidak membahayakan hewan yang
sangat dilindungi ini. Ambergris digunakan sebagai penguat wewangian yang
mudah menguap. Ambergris lebih ringan dari air, mengapung bebas dilautan.
Benda ini dikumpulkan di tengah laut atau diambil setelah tersapu ke tepi
pantai. Saat dibawa ke laboratorium pembuat parfum, warnanya menjadi
abu-abu pucat atau putih. Dan setelah benda ini dikeringkan selama beberapa
bulan, bau amisnya berubah menjadi aroma ambergris.

- Castereum
Salah satu bahan baku wewangian ini berasal dari sepasang kelenjar
dalam tubuh berang-berang. Si kelenjar menghasilkan minyak yang
melindungi bulu berang-berang dari pengaruh perubahan cuaca. Hewan ini
pernah tersebar banyak di Eropa, tapi kini hanya ditemukan di Amerika Utara
dan Rusia. Berang-berang diburu pada bulan Januari, saat bulunya paling
bagus. Castoreum adalah penguat terbaik parfum dan dipakai dengan larutan
alkohol. Bahan ini terutama dipakai pada wewangian pria.

c. Parfum Sintetis Kimia


Bahan organic sintetik terdiri dari alkohol aromati dann alkohol lemak (fatty
alkohol) yang biasanya mempunyai bau, ester-ester dan aldehida.
17
- Phenyl ethyl alkohol: salah satu bahan dasar parfum rose
- Cinnamyl alkohol: suatu fixatif dan digunakan dalam parfum Lilac
- Terpineol: terdapat dalam minyak pine tetapi dibuat dari Terpentin, suatu
minyak atsiri
- Amyl cinnamic aldehyde, salah satu bahan dasar parfum jasmin
- Ester-ester dari bau karakteristik buah-buahan: methyl phenyl
- Carbinyl acetate yang digunakan dalam parfum gardenia & jasmine
- Benzyl acetate yang digunakan dalam floral parfum

4. Komponen Parfum
Setiap produk wewangian mengandung pelarut tambahan yang berfungsi sebagai
media atau fondation baik parfum itu asli atau sintesis. Persentase kandungan bahan
kimia dalam parfum antara kisaran 30% tergantung dari jenis produknya. Namun dari
beberapa analisa pasar, 95 % bahan kimia yang terkandung di dalam produk wangian
adalah bahan kimia sintetik yang berbahan dasar petroleum yang merupakan turunan
benzena, aldehid atau zat yang umumnya terkenal beracun. Salah satu organisasi di
Amerika yang menangani masalah kesehatan lingkungan menemukan zat kimia
beracun dari 815 sampel yang mereka ambil. Tes yang dilakukan pada tahun 1991
menemukan zat-zat yang terkandung adalah kloroform yang dapat juga ditemui pada
pelembut pakaian dan p-diklorobenzena yang telah diketahui bersifat karsinogenik
pada produk penyegar ruangan dengan dosis yang tinggi.
Adapun komposisi dari parfum antara lain:
a. Zat pewangi (odoriferous substances)
Komponen pewangi terdiri dari persenyawaan kimia yang menghasilkan bau
wangi yang diperoleh dari minyak atsiri atau dihasilkan secara sintetis. Zat
Pewangi Pada umumnya parfum mengandung zat pewangi 2% (weak parfum)
sampai 10% atau 22,5% (strong parfum) dan selebihnya adalah bahan pengencer
dan zat pengikat.
b. Zat pengikat (fixatives)
Wangi parfum akan cepat menguap tanpa zat pengikat karena pada umumnya
zat pewangi dalam alkohol lebih cepat menguap dari alkohol sendiri. Zat pengikat
adalah suatu persenyawaan yang memiliki daya menguap yang lebih rendah dari
zat pewangi atau minyak atsiri serta dapat menghambat atau mengurangi
kecepatan penguapan zat pewangi. Penambahan zat pengikat bertujuan
18
mempertahankan komponen yang dapat menguap agar dapat dipertahankan untuk
jangka waktu yang lebih lama.

Zat pengikat yg ideal:


- Larut sempurna dalam etanol, minyak atsiri, dan persyaratan aromatik
berwujud cair
- Mudah digunakan dalam parfum beralkohol dan bahan berupa bubuk atau
padatan mengurangi daya menyerap parfum dan menghasilkan campuran
wangi yang harmonis
- Berada dalam keadaan murni sehingga efektif jika digunakan dalam
jumlah kecil
- Pada umumnya zat pengikat berasal dari bahan nabati, hewani dan sentetis.
Zat pengikat nabati berasal dari gol: gum, resin, lilin dan beberapa minyak
atsiri bertitik didih tinggi
c. Bahan pelarut atau pengencer (diluent)
Bahan pelarut yang baik digunakan: etil alkohol. Fungsi bahan pengencer:
menurunkan konsentrasi zat pewangi dalam parfum sampai konsentrasi tertentu,
sehingga dihasilkan intensitas wangi yg dikehendaki.

5. Tehnik dan Cara Pembuatan Parfum


Ada empat teknik untuk memproduksi parfum:
a. Maceration
 Merupakan teknik yang paling kuno, yakni penyatuan antara wewangian dan
lemak melalui pemanasan. Pada proses ini, absorbsi minyak atsiri oleh lemak
dilakukan dalam keadaan hangat. Alat yg digunakan dan proses pencampuran
bunga dengan lemak sama seperti pada enfleurage. Kebaikan cara ini adalah daya
absorbsi lemak terhadap bau bertambah besar dan kelemahannya karena
kemungkinan sebagian komponen minyak mengalami kerusakan dengan panas,
sehingga cara ini jarang digunakan. Dilakukan terhadap beberapa jenis bunga:
mawar, orange, yang kegiatan fisiologisnya terhenti setelah pemetikan. Bunga
tersebut jika disuling hanya menghasilkan sejumlah minyak yang diproduksi oleh
bunga pada saat ekstraksi dan seterusnya akan mati dan tdk memproduksi minyak.

19
b. Enfleurage
Pada proses ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak dilakukan pada suhu rendah,
sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan panas. Metode ini
banyak diterapkan untuk mengekstraksi beberapa jenis minyak bunga seperti:
melati, ekstraksi sedap malam, mawar, yang masih melanjutkan kegiatan
fisiologisnya dan memproduksi minyak setelah bunga dipetik. Proses ini
menghasilkan rendemen minyak lebih tinggi, kelemahannya memerlukan waktu
lebih lama, membutuhkan tenaga trampil dan berpengalaman Menyatukan
wewangian dan minyak tapi dengan cara yang berbeda, yakni penyerapan
wewangian melalui lemak dan benzoin. Cara ini dapat menghasilkan parfum
setara bunga.

c. Pengepresan
Cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan beberapa biji, buah
atau kulit buah yang dihasilkan dari tanaman yang termasuk famili citrus, karena
minyak dari tanaman citrus akan mengalami kerusakan jika diekstraksi dengan
penyulingan. Dengan tekanan pengepresan, sel-sel yang mengandung minyak
akan pecah dan minyak akan mengalir ke permukaan bahan Contoh: Minyak
lemon, Minyak bergamot (kulit jeruk mandarin). Cara ini digunakan untuk
mengekstraksi minyak citrus dan buah-buahan semacam jeruk orange, lemon, dan
mandarin. Minyak alami dari buah-buahan ini terdapat dalam kelenjar kecil
dibagian kulitnya. Dengan pengupasan dan pemerasan, minyak yang merupakan
esens wewangian dan air itu dapat keluar. Prinsip yang sama diterapkan dalam
pabrikasi parfum.

d. Distilasi atau penyulingan


Destilasi dapat didefenisikan sebagai cara penguapan dari suatu zat dengan
perantara uap air dan proses pengembunan berdasarkan perbedaan titik didihnya.
Destilasi merupakan metode yang paling berfungsi untuk memisahkan dua zat
yang berbeda, tetapi tergantung beberapa faktor, termasuk juga perbedaan tekanan
uap air (berkaitan dengan perbedaan titik didihnya) dari komponen-komponen
tersebut. Destilasi melepaskan uap air pada sebuah zat yang tercampur yang kaya
dengan komponen yang mudah menguap daripada zat tersebut (Pasto, 1992).
Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu :
20
 Penyulingan Air
Bila cara ini digunakan maka bahan yang akan disuling berhubungan
langsung dengan air mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan
mengapung diatas air atau terendam seluruhnya (Sastrohamidjojo, 2004).

 Penyulingan Uap
Penyulingan uap disebut juga penyulingan tak langsung. Didalam proses
penyulingan ini, uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori dan
berada di bawah bahan tanaman yang akan disuling. Kemudian uap akan
bergerak menuju ke bagian atas melalui bahan yang disimpan di atas saringan
(Lutony, 1994).
 Penyulingan Uap dan Air
Dalam metode penyulingan ini, digunakan alat serupa dandang yang
didalamnya mempunyai penyangga berupa lempengan yang berlubang-lubang
seperti halnya dandang untuk menanak nasi. Di atas lubang-lubang ini
ditempatkan bahan tanaman yang akan disuling. Bila dandang tersebut
dipanaskan maka air akan mendidih dan uap air akan keluar lewat lubang-
lubang itu kemudian keluar lewat pendingin, setelah melewati bahan-bahan
yang akan disuling (Koensoemardiyah, 2010).

6. Minyak Atsiri sebagai Parfum


Minyak atsiri merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang mudah
menguap (volatil) dan bukan merupakan senyawa murni tetapi tersusun atas beberapa
komponen yang mayoritas berasal dari golongan terpenoid. Minyak atsiri banyak
digunakan dalam industri sebagai bahan pewangi atau penyedap (flavoring), selain itu
minyak atsiri banyak juga digunakan dalam bidang kesehatan (Guenther, 2006).
Pada umumnya minyak atsiri dalam keadaan segar tidak berwarna atau berwarna
pucat, berbau sesuai dengan bau tanaman penghasilnya dan larut dalam pelarut
organik, tetapi sukar larut dalam air. Minyak atsiri larut dalam etanol namun kurang
larut dalam etanol yang kadarnya kurang dari 70%. Kelarutannya akan lebih rendah
apabila minyak atsiri tersebut mengandung fraksi terpen dalam jumlah besar. Minyak
atsiri menguap pada suhu kamar, penguapan makin banyak bila suhu dinaikkan
(Robbers et all, 1996).
21
Ditinjau dari sumber alami minyak atsiri, substansi mudah menguap ini dapat
dijadikan sebagai ciri khas dari suatu jenis tumbuhan karena setiap tumbuhan
menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang berbeda. Dengan kata lain, setiap
jenis tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang spesifik. Memang ada
beberapa jenis minyak atsiri yang memiliki aroma yang mirip, tetapi tidak persis
sama, dan sangat bergantung pada komponen kimia penyusun minyak tersebut.
(Agusta, 2000).
Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran, minyak atsiri umumnya tidak
berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan
membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah
supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya,
misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi
sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan
oksigen udara, ditutup rapat serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk (Gunawan
dan Mulyani, 2004).

Tabel 2. Sumber Minyak Atsiri sebagai Parfum Kosmetik

NAMA BAHAN SUMBER FUNGSI PUSTAKA

Essential Oils and Their


Immortelle Essential Bunga H. italicum Parfum,
Single Compounds in
Oil (Roth) G. Don Antibakteri
Cosmetics, 2018
Essential Oils and Their
Bunga Lavandula Parfum,
Lavender Essential Oil Single Compounds in
angustifolia Mill Antibakteri
Cosmetics, 2018
Essential Oils and Their
German Chamomile Bunga Matricaria Parfum,
Single Compounds in
Oil chamomilla L. Antibakteri
Cosmetics, 2018
Bunga Citrus Essential Oils and Their
Parfum,
Neroli Essential Oil aurantium var. amara Single Compounds in
Antibakteri
L., Cosmetics, 2018
Essential Oils and Their
Peppermint Essential Daun Mentha Parfum,
Single Compounds in
Oil piperita L Antibakteri
Cosmetics, 2018
Essential Oils and Their
Bunga Rosmarinus Parfum,
Rosemary Essential Oil Single Compounds in
officinalis L. Antibakteri
Cosmetics, 2018
Rose Oil Bunga Rosa x. Parfum, Essential Oils and Their
Damascene, Mil Antibakteri Single Compounds in

22
Cosmetics, 2018
Essential Oils and Their
Daun Melaleuca Parfum,
Tea Tree Oil Single Compounds in
alternifolia Antibakteri
Cosmetics, 2018

7. Sifat Fisika-Kimia Minyak Atsiri


Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisika minyak atsiri antara lain:
 Sifat Fisika
a. Bau yang khas
Minyak atsiri adalah zat berbau, biasa dikenal dengan nama minyak eteris atau
minyak terbang (essential oil, volatile oil) yang dihasilkan oleh tanaman. Minyak
tersebut berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Ketaren, 1985).
b. Indeks bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan
kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang padatke
media lebih padat maka sinar akan membelok atau membias dari garis normal.
Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian,
penentuannya menggunakan alat
refraktometer (Guenther, 1987).
c. Berat jenis
Nilai berat jenis (densitas) minyak atsiri merupakan perbandingan antara berat
minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak.
Berat jenis sering dihubungkan dengan berat komponen yang terkandung
didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, semakin
besar pula nilai densitasnya. Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting
dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Armando, 2009).

d. Putaran optik
Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi
cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan
oleh jenis minyak atsiri, suhu dan panjang gelombang cahaya yang digunakan.
Penentuan putaran optik menggunakan alat polarimeter dan nilainya dinyatakan
dengan derajat disosiasi (Armando, 2009; Ketaren, 1985).

 Sifat Kimia

23
Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari adanya suatu
kerusakan minyak dan ini dapat terjadi pada beberapa jenis minyak atsiri.
Kerusakan minyak atsiri yang mengakibatkan perubahan antara lain dapat terjadi
selama penyimpanan dan biasanya disebabkan oleh terjadinya oksidasi,
polimerisasi serta hidrolisis, karena peristiwa tersebut maka minyak atsiri akan
berubah warna dan menjadi lebih kental. Proses-proses tersebut diaktifkan oleh
panas, oksigen udara, lembab, sinar matahari dan molekul logam berat. Minyak
atsiri harus diberi perlakuan khusus agar proses tersebut tidak terjadi atau
setidaknya dapat diperlambat. Oleh karena itu, minyak atsiri sebaiknya disimpan
dalam wadah yang benar-benar kering dan harus bebas dari logam berat, serta
bebas dari cahaya yang masuk (Koensoemardiyah, 2010).

24
BAB III

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Gel yang Baik


1) Memiliki derajat kejernihan tinggi (efek estetika)
2) Memiliki viskositas dan daya lekat tinggi
3) Memiliki sifat tiksotropi, mudah merata bila dioleskan.
4) Mudah tercucikan dengan air, tidak menimbulkan bekas
5) Memberikan rasa lembut dan sensasi dingin saat digunakan (Formularium Nasional, hal
315)
6) Memiliki pH yang sesuai kulit dan tidak mengiritasi.

B. Komponen Pembentuk Gel


1) Zat aktif/berkhasiat
2) Gelling Agent
Terdiri dari golongan selulosa (CMC Na, metilselulosa, HPMC), karbomer
(karbopol), dan alam (karagen, pektin, gelatin dll).

C. Metode Pembuatan Gel


Menurut Khristantyo (2010), pada prinsipnya metode pembuatan sediaan semisolid
dibagi menjadi dua:
1) Metode pelehan (fusion), disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan Bersama
dan diaduk sampai membentuk fasa yang homogen. Dalam hal ini perlu diperhatikan
stabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan.
2) Trirurasi, zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan basis.
Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya,
kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.

D. Permasalahan Pada Gel Serta Evaluasinya


Pada penelitan formulasi gel dalam sediaan farmasi khususnya kosmetik yang menjadi
permasalahan adalah bagaimana membuat gel stabil secara fisik dan tidak mengiritasi kulit.
Dalam pembuatan gel, faktor kritis yang mempengaruhi sifat fisik gel adalah gelling agent.

25
Pemberian variasi jenis dan konsentrasi gelling agent pada formula memberikan pengaruh pada
penampilan organoleptis, viskositas, daya sebar, pH.
Beberapa gelling agent yang sering digunakan dalam formula gel adalah Carbopol dan
Carboxy Methyl Celulose (CMC). Polimer carbopol adalah polimer hidrofilik dengan struktur
asam poliakrilat. Sedangkan Na-CMC merupakan gelling agent dari derivat selulosa. Na-CMC
sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral dan viskositas yang stabil.
Namun, kerugian dari penggunaan derivat selulosa adalah rentan terhadap degradasi enzimatik
yang dihasilkan dari organisme yang dapat mengakibatkan penurunan viskositas. Sehingga
dalam penelitian, formula gel perlu ditambahkan dengan pengawet berupa metil paraben.
Pada penelitian sebelumnya (Kusuma, 2018) penggunaan Na-CMC pada peningkatanan
konsentrasi menghasilkan tampilan yang keruh dibandingkan dengan Carbopol. Peningkatan
konsentrasi Na-CMC mempengaruhi hasil penampilan dari gel, sedangkan pada Carbopol
memberikah hasil bening yang stabil seiring dengan meningkatkan konsentrasi, tampilan yang
keruh pada penggunaan Na-CMC karena adanya pembentukan larutan koloidal dalam air. Pada
penelitian sebelumnya juga menyebutkan peningkatan konsentrasi gelling agent Na-CMC
meningkatkan nilai viskositas. Na-CMC sebagai gelling agent terjadi karena peningkatan
konsentrasi Na-CMC di dalam air. Pelepasan ion Na+ yang akan digantikan oleh ion H+ semakin
meningkat, sehingga terjadi peningkatan pembentukan HCMC yang akan meningkatkan
viskositas. Sedangkan fenomenan respon viskositas gel berbanding terbalik dengan daya sebar.
Daya sebar gel paling besar dimiliki pada penggunaan Na-CMC dibandingkan dengan carbopol.
Seluruh formula gel menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi gelling agent yang
digunakan maka daya sebar gel semakin mengecil. Hal ini diakibatkan peningkatan konsentrasi
gel yang dapat meningkatkan tahanan gel untuk mengalir dan menyebar. (21)
Penelitian sebelumnya (Afianti, 2015) selain Carpobol, bahan gelling agent hidroksi propil
metal selulosa (HPMC) menunjukkan bahwa gelling agent yang memiliki kestabilan fisik paling
optimal pada sediaan gel dibandingkan dengan carbopol. Peningkatan kadar gelling agent
HPMC dalam formula akan memberikan konsistensi massa gel yang semakin kental dan semakin
tinggi kadar HPMC, maka luas penyebarannya semakin menurun. Pada penelitian sebelumnya
menyebutkan meningkatnya konsentrasi HPMC akan mengalami peningkatan konsistensi
besarnya viskositas pada sediaan gel. Hal ini terjadi karena HPMC termasuk turunan selulosa.
Pada dispersi polimer turunan selulosa, molekul primer masuk ke dalam rongga (cavities) yang
dibentuk oleh molekul air, sehingga terjadi ikatan hidrogen antara gugus hidroksil (-OH) dari
polimer dengan molekul air. Ikatan hidrogen ini yang berperan dalam hidrasi pada proses
pengembangan dari suatu polimer sehingga dengan peningkatan kadar HPMC menyebabkan
26
gugus hidroksi semakin banyak dan viskositasnya semakin tinggi. Pada penelitian sebelumnya
juga menyebutkan semakin tinggi kadar HPMC, maka luas penyebarannya semakin menurun.
Penurunan kemampuan daya menyebar ini seiring dengan peningkatan viskositas gel, apabila
tekanan yang diberikan sama pada setiap pengujian formula gel, maka semakin kental sediaan
tersebut kemampuan menyebarnya semakin kecil. (22)
Berdasarkan hal tersebut evaluasi fisik gel dapat diuji meliputi:
1) Penampilan
Yang dilihat penampilan, warna dan bau.
2) Homogenitas
Caranya: Oleskan sedikit gel di atas kaca objek dan diamati susunan partikel yang
terbentuk atau ketidak homogenan.
3) Viskositas/rheologi
Menggunakan viscometer Stromer dan viscometer Brookfield
4) Distribusi ukuran partikel
Prosedur:
 Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop
 Lihat di bawah mikroskop
 Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya
 Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4-0,5 mm.
Dengan lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai
0,1
5) Uji pH
6) Stabilitas gel (Dosage Form, Disperse System vol.2 hal 507) 1 tube
Yield value suatu sediaan viskoelastis dapat ditentukan dengan menggunakan
penetrometer. Alat ini berupa logam kerucut atau jarum. Dalamnya penetrasi yang
dihasilkan dilihat dari sudut kontak dengan sediaan di bawah suatu tekanan. Yield value
ini dapat dihitung dengan rumus:
So = yield value
m = massa kerucut dan fasa gerak (g)
g = percepatan gravitasi
p = dalamnya penetrasi (cm)
n = konstanta material mendekati 2Yield value antara 100 1000 dines/cm² menunjukkan

27
kemampuan untuk mudah tersebar. Nilai di bawah ini menunjukkan sediaan terlalu
lunak
dan mudah mengalir, di atas nilai ini menunjukkan terlalu keras dan tidak dapat
tersebar.
7) Dilakukan uji dipercepat dengan:
- Agitasi atau sentrifugasi (Mekanik)
Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar 30000 RPM). Amati apakah
terjadi pemisahan atau tidak (Lachman hal 1081)
- Manipulasi suhu
Gel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60, 70 ° Amati
dengan bantuan indicator (seperti sudan merah) mulai suhu berapa terjadi pemisahan,
makin tinggi suhu bearti makin stabil)

E. Karakteristik Parfum Untuk Kosmetik yang Baik


1) Stabil dalam penyimpanan
2) Tidak menimbulkan iritasi pada kulit
3) Memberikan bau harum yang bertahan lama
4) Memiliki pH sesuai kulit

F. Komponen Parfum Untuk Kosmetik


1) Zat pewangi (odoriferous substances)
Komponen pewangi terdiri dari persenyawaan kimia yang menghasilkan bau wangi
yang diperoleh dari minyak atsiri atau dihasilkan secara sintetis. Zat Pewangi Pada
umumnya parfum mengandung zat pewangi 2% (weak parfum) sampai 10% atau
22,5% (strong parfum) dan selebihnya adalah bahan pengencer dan zat pengikat.
2) Zat pengikat (fixatives)
Zat pengikat yg ideal:
- Larut sempurna dalam etanol, minyak atsiri, dan persyaratan aromatik berwujud
cair
- Mudah digunakan dalam parfum beralkohol dan bahan berupa bubuk atau
padatan mengurangi daya menyerap parfum dan menghasilkan campuran wangi
yang harmonis
- Berada dalam keadaan murni sehingga efektif jika digunakan dalam jumlah kecil

28
- Pada umumnya zat pengikat berasal dari bahan nabati, hewani dan sentetis. Zat
pengikat nabati berasal dari gol: gum, resin, lilin dan beberapa minyak atsiri
bertitik didih tinggi

3) Bahan pelarut atau pengencer (diluent)


Bahan pelarut yang baik digunakan: etil alkohol. Fungsi bahan pengencer:
menurunkan konsentrasi zat pewangi dalam parfum sampai konsentrasi tertentu,
sehingga dihasilkan intensitas wangi yg dikehendaki.

E. Metode Pembuatan Parfum Untuk Kosmetik


1) Pengekstraksian senyawa minyak atsiri (destilasi, peras, enflurage dll)
2) Penambahan zat pengikat
3) Pengencern konsentrasi parfum

F. Permasalah pada parfum untuk kosmetik serta evaluasinya


Pada formulasi sediaan kosmetik agar menjadi lebih menarik dan disukai oleh
konsumen, selain penampilan sediaan, aroma yang dimiliki oleh sediaan kosmetik menjadi
suatu pertimbangan dan perlu diperhatikan bagaimana bau harum dari sediaan tersebut
menjadikan daya tarik.
Hal tersebut memicu pemanfaatan parfum untuk memberikan atau memperbaiki bau
wangi pada sediaan kosmetik. Sumber parfum sendiri dapat berasal dari tumbuhan berupa
essential oil atau minyak atsiri dan dari bahan kimia berupa isolat atau bahan organic
sintetik. Beberapa jenis essential oil yang dimanfaatkan sebagai parfum kosmetik adalah
Peppermint Essential Oil, Rosemary Essential Oil, Lavender Essential Oil, Rose Oil dll.
Beberapa minyak atsiri tersebut dapat ditemukan dalam campuran dengan pelarut alcohol
untuk kosmetik. (17)
Sifat volatile dari zat pewangi parfum (minyak atsiri) menjadi suatu permasalah dalam
sediaan kosmetik sehingga dalam penambahan parfum pada proses formulasi kosmetik
dilakukan pada akhir proses formulasi dan setelah proses yang menggunakan atau terdapat
suhu yang tinggi agar parfum tidak mudah menguap. Penelitian sebelumnya menyebutkan

29
pengujian organoleptik terhadap suatu formula meliputi parameter keharuman aroma,
ketajaman aroma dan kesukaan aroma. (23)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Karakteristik Gel yang baik memiliki derajat kejernihan tinggi (efek estetika),
viskositas dan daya lekat tinggi, memiliki sifat tiksotrofik dan mudah merata bila
dioleskan, mudah dicuci tidak menimbulkan bekas, memberikan rasa lembut dan
sensasi dingin saat digunakan, memiliki pH yang sesuai kulit dan tidak
mengiritasi.
2. Komponen gel adalah zat aktiv dan gelling agent yang terdiri dari golongan
selulosa (CMC Na, metilselulosa, HPMC), karbomer (karbopol), dan alam
(karagen, pektin, gelatin dll).
3. Metode pembuatan gel meliputi pencampurna zat aktiv dengan basis gel
4. Permasalahan pada gel dapat dievaluasi pada penampilan organoleptis, viskositas,
daya sebar, pH sediaan gel, uji iritasi.
5. Karakteristik parfum untuk kosmetik yang baik meliputi stabil dalam
penyimpanan, tidak menimbulkan iritasi pada kulit, memberikan bau harum yang
bertahan lama, memiliki pH sesuai kulit
6. Komponen pada parfum terdiri dari zat pewangi (minyak atsiri), zat pengikat, dan
zat pelarut atau pengencer.
7. Metode pembuatan parfum untuk kosmetik meliputi pengekstraksian senyawa
minyak atsiri (destilasi, peras, enflurage dll), penambahan zat pengikat,
pengencern konsentrasi parfum
8. Permasalahan dari zat pewangi parfum untuk kosmetik dapat dievaluasi pada
penampilan organoleptis, uji iritasi, uji ketahanan bau, uji pH.

B. Saran

30
Diperlukannya studi lebih lanjut, explorassi bahan dan praktik pembuatan gel dan
parfum pada formulasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Direktorat Jendral


Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2. Allen, L. V., 2002, The Art, Science and Technology of Pharmaceutical
Compounding, Second Edition, American Pharmaceutical Association, Washington
D.C.
3. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Sediaan Farmasi (IV ed). Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
4. Kaur, L.P, Guleri, T.K. 2013. Topical Gel: A Recent Approach for Novel Druf
Delivery, Asian Journal of Biomedical and Pharmaceutical Scienses.
5. Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi kelima, Yogyakarta:
UGM Press.
6. Swarbick, J. Boylan, JC. 1992. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Vol. 6,
Marcel Dekker Inc, New Yrk.
7. Lachman, L. Liebermann, H.A., Kanig, J.I. 1994. Teori and Praktek Farmasi Industri
II. Edisi III. Jakarta: UI Press.
8. Gad, S.C. 2008. Pharmaceutical Handbook: Production and Processes, John Wiley
and Sons, US.
9. Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
10. Rowe, R.C. et Al. 2003. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 4th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
11. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: PN Balai Pustaka.
12. Mulyawan, Dewi dan Neti Suriana. 2013. A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
13. Anonim, 1985, Formularium Kosmetika Indonesia, Jakata: Depkes RI.

31
14. Balsam MS and Sagarin E, 1972, Cosmetics, Science and Technology, 2nd ed., Wiley-
Interscience, New York.
15. Flick EW, 1966, Cosmetics abd Toiletry Formulations, Vol.5, Noyes Publ.,
Westwood, New Jersey.
16. Jellinek JS, 1970, Formulation and Function of Cosmetics, Wiley-Interscience, New
York.
17. Sarkic, A. Stappen, I. 2018. Essential Oils and Their Single Compounds in Cosmetics.
MDPI Journal.
18. Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri jilid I (Terjemahan Ketaren). Jakarta: UI Press.
19. Koensoemardiyah. 2010. A to Z Minyak Atsiri: untuk Industri Makanan, Kosmetik
dan Aromaterapi. Yogyakarta: C.V. Andi.
20. Armando dan Rochim. 2009. Memproduksi Minyak Atsiri Berkualitas. Cetakan I.
Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
21. Kusuma, et. al. 2018. Pengaruh Variasi Jenis dan Konsentrasi Gelling Agent
Terhadap Sifat Fisik Gel Hidrokortison. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis, Vol. IV
No. 1
22. Afianti, H, Mimiek. 2015. Pengaruh Variasi Kadar Gelling Agent HPMC Terhadap
Sifat Fisik dan Aktivitas Antibakteru Sediaan Gel Ekstrak Etanolik Daun Kemangi
(Ocimum basilicum L. forma citratum Back.). Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 2
23. Pasaribu, G. Gusmailina, Komarayati. 2014. Utilization of as a Natural Fragrance
Ingredient) Dryobalanops. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 3

32

Anda mungkin juga menyukai