Anda di halaman 1dari 25

SURAT DAKWAAN

Tugas ini dilaksanakan untuk memenuhi mata kuliah Hukum Acara Pidana

Dosen Pengampu:

Damanhuri, SH., M.Hum.

Oleh:

Kelompok 6

Nova Umdah Fadiyah C74219059

Nur Kumala C74219060

Shohifah Khoirunnisa C74219063

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

PROGAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan
Rahmat serta Hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tersanjungkan kepada baginda
Rasul Muhammad SAW yang dengan jerih payahnya telah mampu merubah
peradaban yang tidak mengenal perikemanusiaan menuju peradaban yang penuh
dengan kebaikan.

Dalam kesempatan ini dengan penuh rasa suka cita penulis mengucapkan
rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini, terutama kepada bapak dosen mata kuliah Hukum Acara Pidana yang
telah memberikan kepercayaannya kepada penulis untuk membuat makalah yang
berjudul “Surat Dakwaan” ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah yang telah dibuat ini masih
banyak kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca yang budiman agar dalam pembuatan makalah
yang berikutnya tidak terjadi kesalahan serupa.

Demikianlah makalah ini penulis buat semoga bermanfaat.

Gresik, 6 November 2021

Penulis

(Kelompok 6)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Surat Dakwaan .......................................................... 3


B. Syarat-syarat Surat Dakwaan ...................................................... 4
C. Akibat Surat Dakwaan yang tidak Memenuhi Syarat ................. 6
D. Syarat Membuat Surat Dakwaan ................................................. 9
E. Bentuk Surat Dakwaan ................................................................ 10
F. Format Surat Dakwaan ................................................................ 12
G. Perubahan Surat Dakwaan .......................................................... 18

BAB III : PENUTUP

A. Simpulan .................................................................................... 21
B. Saran .......................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana
dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan
mempertimbangkan dan menilai apa yang tertera dalam surat dakwaan tersebut
mengenai benar atau tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana yang
didakwakan kepadanya, di dalam hal akan menjatuhkan keputusannya. Tanggal 31
Desember 1981 telah di Undang-undangkan ketentuan Undang-Undang No.08
Tahun 1981 yaitu tentang Hukum Acara Pidana yang sifatnya sudah dilakukan
suatu unifikasi, maka secara resmi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
yang berlaku sebelumnya telah dicabut, yaitu misalnya HIR (Het Herzeine
Inlandsch Reglement) tidak berlaku lagi sebab tidak sesuai lagi dengan cita-cita
hukum nasional.
Penuntut Umum didalam menyusun surat dakwaan diharuskan secara tepat
menetapkan bentuk dakwaan. Dakwaan terdiri dari 5 (lima) macam, yaitu dakwaan
tunggal, dakwaan alternatif, dakwaan kumulatif, dakwaan subsidair, dan dakwaan
kombinasi. Apabila salah dalam menyusun surat dakwaan, maka akan berakibat
bermacam-macam konsekuensi hukum, salah satunya dapat berakibat hakim
menjatuhkan putusan bebas terhadap Terdakwa
Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana di luar batas-batas dakwaan. Mr. IA.
Nederburgh dalam bukunya Hoofdstukken O ver Strafverordering deell, halaman
14-15 menyatakan: “seseorang terdakwa tidak boleh dihukum karena suatu
perbuatan yang tidak dituduhkan, begitu juga tidak dapat dihukum terhadap suatu
perbuatan yang hanya dapat dipidana dalam keadaan tertentu dimana keadaan
tertentu tersebut tidak masuk dalam surat tuduhan atau terhadap suatu perbuatan
pokok yang berbeda dengan apa yang dituduhkan”. Jadi pemeriksaan pada
persidangan pengadilan sesungguhnya didasarkan kepada dakwaan. Atau surat
dakwaan merupakan dasar dan menentukan batas-batas bagi pemeriksaan hakim.

1
Memang pemeriksana tersebut tidak batal jika batas-batas itu dilampaui, tapi
putusan hakim hanyalah boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam
batas-batas itu. Oleh karena itu terdakwa tidaklah dapat dihukum karena suatu
tindak pidana disebut dalam dakwaan juga tidak tentang tindak pidana yang
walaupun disebut di dalamnya, tapi tindak pidana tersebut hanya dapat dihukum
dalam suatu keadaan tertentu yang ternyata memang ada, tapi tidak didakwakan.
Dengan demikian terdakwa hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan
delik yang disebut dalam dakwaan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas diambil rumusan masalah di antaranya:
1. Apa pengertian surat dakwaan?
2. Apa saja syarat-syarat surat dakwaan?
3. Apa akibat surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat?
4. Apa saja syarat membuat surat dakwaan?
5. Apa saja bentuk surat dakwaan?
6. Bagaimana format surat dakwaan?
7. Apa saja perubahan surat dakwaan?

C. Tujuan Penulisan
Dengan adanya makalah ini maka dapat meraih pemahaman di antaranya:
1. Untuk memahami pengertian surat dakwaan.
2. Untuk memahami syarat-syarat surat dakwaan.
3. Untuk memahami akibat surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat
4. Untuk memahami syarat membuat surat dakwaan.
5. Untuk memahami bentuk surat dakwaan.
6. Untuk memaham format surat dakwaan.
7. Untuk memahami perubahan surat dakwaan.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Surat Dakwaan


Kalau dalam tuntutan perdata disebut surat gugatan, maka dalam perkara pidana
disebut surat dakwaan, keduanya mempunyai persamaan, karena dengan itulah
hakim melakukan pemeriksaan dan hanya dalam batas-batas dalam surat
gugatan/dakwaan itulah hakim akan memutuskan. Di samping itu, ada perbedaan
asasi, yaitu kalau surat gugatan disusun oleh pihak yang dirugikan, maka dalam
pembuatan surat dakwaan, penuntut umum (jaksa) tidak tergantung pada kemauan
korban (kecuali dalam delik aduan).
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal
yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan
didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut Nederburg, pemeriksaan tidak batal
jika batas-batas dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh mengenai peristiwa-
peristiwa yang terletak dalam batas itu.1 Jadi, Surat dakwaan merupakan landasan
titik tolak pemeriksaan perkara di sidang pengadilan.2
Dalam KUHAP, ketentuan tentang perlunya dicantumkan hal-hal dan keadaan-
keadaan yang meringankan dan memberatkan tidak ada. Menurut penafsiran
penulis, hal itu dimaksudkan agar dakwaan itu tidak merupakan suatu yang pelik
dan inteltualistik. Yang diinginkan ialah dakwaan yang memakai bahasa sederhana
dan mudah dimengerti terutama bagi terdakwa guna mempersiapkan
pembelaannya. Dalam praktik, secara terpisah dari redaksi dakwaan (di bagian
bawah), biasa disebut pasal-pasal undang-undang pidana yang dilanggar. Tetapi
menurut Bonn, hal itu tidak perlu dicantumkan.3 Menurut pendapat penulis,
formulir yang dibuat oleh bidang operasi Kejaksaan Agung di mana dicantumkan

1
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2nd ed. (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), 167.
2
Gabrielle Aga Yudhistira and Aqsha Surgana, “Penggunaan Dakwaan Berbentuk Alternatif Dalam
Pemeriksaan Perkara Pemalsuan Surat Di Pengadilan Negeri Bandung (Studi Putusan Nomor:
379/Pid.B/2014/PN.Bdg),” Jurnal Verstek 4, no. 2 (2016): 95.
3
E. Sosrodanukusumo Bonn, Tuntutan Pidana (Jakarta: Siliwangi, n.d.), 236.

3
pasal-pasal yang dilanggar di dalam rumusan dakwaan (bagian akhir), adalah tidak
tepat.
Taveme menyebut kuasa lalim dakwaan dalam hukum acara pidana kuasa lalim
itu meliputi: positif, bahwa isi dakwaan seluruhnya sekadar isi itu mempunyai sifat
nyata, harus diambil keputusan dalam pernyataan tentang terbuktinya dakwaan itu.
Negaif, bahwa peryataan terbuktinya terdakwa seluruhnya tidak boleh mengenai
sesuatu apa pun yang tidak terdapat kembali dalam dakwaan.4
KUHAP tidak mengatur bahwa penuntut umum harus memanggil terdakwa dan
membacakan dakwaan sebelum sidang. Di dalam Pasal 143 ayat (4) dikatakan:
"Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada
tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang
bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan
negeri". Dengan demikian, penuntut umum tidak pernah bertemu terdakwa sampai
di sidang pengadilan. Penuntut umum tidak sempat menjelaskan isi dakwaan.5

B. Syarat-syarat Surat Dakwaan


Pasal 143 (2) KUHAP menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
pembuatan Surat Dakwaan, yakni syarat-syarat yang berkenaan dengan tanggal,
tanda tangan Penuntut Umum dan identitas lengkap terdakwa. Syarat-syarat
dimaksud dalam praktek disebut sebagai syarat formil. Sesuai ketentuan pasal 143
ayat (2) huruf a KUHAP, syarat formil meliputi6:
1. Surat Dakwaan harus dibubuhi tanggal dan tanda tangan Penuntut Umum
pembuat Surat Dakwaan;
2. Surat Dakwaan harus memuat secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi:
nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan.

4
Ibid., 242.
5
Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 169.
6
Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum KUH Perdata, KUHP, KUHAP (Jakarta: Wacana
Intelektual, 2018), 668.

4
Dengan demikian, terdakwa hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan
delik yang disebut dalam dakwaan. Jika terdakwa terbukti melakukan delik tetapi
tidak disebut dalam dakwaan, maka ia tidak dapat dipidana.
Di dalam KUHAP Pasal 143 disebut syarat-syarat seperti tersebut di atas. Syarat
yang mutlak ialah dicantumkannya waktu dan tempat terjadinya delik dan delik
yang didakwakan. Selain daripada syarat-syarat tersebut, menurut peraturan lama
dan kebiasaan, perlu pula disebut hal-hal dan keadaan-keadaan dalam mana delik
dilakukan khususnya mengenai hal yang meringankan dan memberatkan. Kalau
hal-hal dan keadaan-keadaan tidak disebut dalam dakwaan tidak menjadikan
batalnya dakwaan, berlainan jika waktu dan tempat terjadinya delik serta delik yang
didakwakan tidak disebut yang menjadi dakwaan batal (Pasal 143 ayat (3)).7
Disamping syarat formil tersebut ditetapkan pula bahwa Surat Dakwaan harus
memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan tempat dan waktu Tindak Pidana itu dilakukan.
Syarat ini dalam praktek tersebut sebagai syarat materiil. Sesuai ketentuan pasal
143 (2) huruf b KUHAP, syarat materiil. meliputi8:
1. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang
didakwakan;
2. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai waktu dan tempat Tindak
Pidana itu dilakukan.
Uraian secara cermat, berarti menuntut ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam
mempersiapkan Surat Dakwaan yang akan diterapkan bagi terdakwa. Dengan
menempatkan kata "cermat" paling depan dari rumusan pasal 143 (2) huruf b
KUHAP, pembuat Undang-Undang menghendaki agar Jaksa Penuntut Umum
dalam membuat Surat Dakwaan selalu bersikap korek dan teliti. Uraian secara jelas,
berarti uraian kejadian atau fakta kejadian yang jelas dalam Surat Dakwaan,
sehingga terdakwa dengan mudah memahami apa yang didakwakan terhadap
dirinya dan dapat mempersiapkan pembelaan dengan sebaik-baiknya. Uraian secara
lengkap, berarti Surat Dakwaan itu memuat semua unsur (elemen) Tindak Pidana

7
Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 168.
8
Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum KUH Perdata, KUHP, KUHAP, 668.

5
yang didakwakan. Unsur-unsur tersebut harus terlukis didalam uraian fakta
kejadian yang dituangkan dalam Surat Dakwaan.
Secara materiil. suatu Surat Dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila
Surat Dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang:
1. Tindak Pidana yang dilakukan;
2. Siapa yang melakukan Tindak Pidana tersebut;
3. Dimana Tindak Pidana dilakukan;
4. Bilamana/kapan Tindak Pidana dilakukan;
5. Bagaimana Tindak Pidana tersebut dilakukan;
6. Akibat apa yang ditimbulkan Tindak Pidana tersebut (delik materiil).
7. Apakah yang mendorong terdakwa melakukan Tindak Pidana tersebut (delik-
delik tertentu);
8. Ketentuan-ketentuan Pidana yang diterapkan.
Komponen-komponen tersebut secara kasuistik harus disesuaikan dengan jenis
Tindak Pidana yang didakwakan (apakah Tindak Pidana tersebut termasuk delik
formil atau delik materiil). Dengan demikian dapat diformulasikan bahwa syarat
formil adalah syarat yang berkenaan dengan formalitas pembuatan Surat Dakwaan,
sedang syarat materiil adalah syarat yang berkenaan dengan materi/substansi Surat
Dakwaan. Untuk keabsahan Surat Dakwaan, kedua syarat tersebut harus dipenuhi.
Tidak terpenuhinya syarat formil, menyebabkan Surat Dakwaan dapat dibatalkan
(vernietigbaar), sedang tidak terpenuhinya syarat materiil. menyebabkan dakwaan
batal demi hukum (absolut nietig).9

C. Akibat Surat Dakwaan yang tidak Memenuhi Syarat


Batalnya surat dakwaan adalah manifestasi dari suatu keadaan/kelakuan yang
tidak mengindahkan/menghiraukan ketentuan pasal 143 ayat (2) b KUHAP selaku
syarat materil surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum.10

9
“Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 Tentang Pembuatan
Surat Dakwaan” (Jaksa Agung R.I.Jaksa Agung Republik Indonesia, November 16, 1993), 2–3.
10
Valentino Yoel Tendean, “Batalnya Surat Dakwaan Menurut Hukum Acara Pidana,” Lex Crimen
VII, no. 5 (July 2018): 145.

6
Adapun dalam jurnal Wilhelmus Taliak, dijelaskan ada dua akibat surat
dakwaan yang tidak memenuhi syarat, yaitu:
1. Akibat Hukum Surat Dakwaan Batal Demi Hukum
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP, dinyatakan
bahwa surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP syarat materil adalah
batal demi hukum van rechtswege nietig/null end void. Apabila terdakwa atau
penasehat hukum sesuai dengan Pasal 156 KUHAP mengajukan
bantahan/tangkisan/eksepsi yang menyatakan pendapatnya bahwa surat
dakwaan tidak memenuhi syarat menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 143
ayat (2) huruf b KUHAP atau menyatakan bahwa surat dakwaan kabur exceptio
obscuur libel. Maka eksepsi tersebut setelah mendengar pendapat dari Penuntut
Umum, hakim dapat menerima dan menolak. Apabila eksepsi obscuur libel
tersebut di benarkan dan di terima oleh Hakim, maka hakim dapat membuat
penetapan atau putusan yang menyatakan bahwa surat dakwaan batal demi
hukum. Meskipun istilah yang digunakan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP
adalah batal demi hukum, tetapi dalam praktik peradilan
kualifikasi/sifat/keadaan batal demi hukum tersebut tidak terjadi dengan
sendirinya karena adanya eksepsi obscuur libel yang diterima oleh Hakim.
Melainkan masih diperlukan adanya tindakan formal dari hakim dalam bentuk
Penetapan atau Putusan. Dengan perkataan lain prosesinya sama dengan surat
dakwaaan yang dapat dibatalkan vernietigbaar / annullment.
Pernyataan Hakim mengenai surat dakwaan “batal demi hukum” di
tuangkan dalam bentuk penetapan apabila didasarkan pada eksepsi obscuur
libel. Akan tetapi apabila Hakim sudah memeriksa pokok perkara kemudian
berpendapat atau menilai bahwa surat dakwaan adalah batal demi hukum, maka
pernyataan batal demi hukum tersebut dituangkan dalam bentuk putusan.11
2. Akibat Hukum Surat Dakwaan Dinyatakan tidak dapat Diterima atau dapat
Dibatalkan

11
Wilhelmus Taliak, “Akibat Hukum Surat Dakwaan Batal dan Surat Dakwaan Dinyatakan tidak
dapat Diterima dalam Perkara Pidana,” Lex Crimen IV, no. 1 (January 2015): 82.

7
Bagaimana akibat hukum bagi surat dakwaan yang ditetpkan/diputuskan
oleh hakim sebagai surat dakwaan yang batal atau batal demi hukum atau
dinyatakan tidak dapat diterima? Apakah jaksa Penuntut Umum setelah
memperbaiki/ menyempurnakan surat dakwaan yang dibatalkan atau
dinyatakan tidak dapat diterima oleh hakim tersebut masih dapat dibenarkan
untuk melimpahkan kembali perkara tersebut ke pengadilan negeri.
Jawabannya adalah: Jaksa Penuntut Umum masih dapat melimpahkan
kembali perkara tersebut ke pengadilan negeri?
a. Penetapan atau putusan Hakim tersebut hanya didasarkan atas alasan bahwa
surat dakwaan tidak sah atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, jadi bukan merupakan putusan
hakim/final mengenai pokok perkara/tindak pidana yang didakwakan
sebagaimana diatur dalam Pasal 191 jo 193,194 jo 197 KUHAP dalam arti
bahwa penetapan atau putusan yang berkaitan dengan surat dakwaan
tersebut bukan didasarkan pada pemeriksaan pokok perkara yang
didakwakan terhadap terdakwa.
b. Perkara yang oleh Penuntut Umum dilimpahkan kembali untuk yang kedua
kalinya tersebut tidak dapat digolongkan/tidak dapat dinilai sebagai perkara
yang ne bis in idem sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 76 KUHP.
Karena putusan Pengadilan tersebut tidak didasarkan pada pemeriksaan
terhadap pokok perkara yang didakwakan atau belum menyentuh pokok
perkara yang didakwakan. Putusan tersebut juga tidak dapat digolongkan
sebagai putusan akhir karena belum ada diktum/amar tentang pemidanaan
(Pasal 193 jo 197 KUHAP) maupun pembebasan vrijspraak atau pelepasan
terdakwa dari segala tuntutan hukum seagaimana dimaksud dalam Pasal 191
jo 194 KUHAP.
Selain itu bahwa suatu perkara dapat dinilai sebagai perkara yang ne bis in
idem apabila putusan pengadilan tersebut merupakan putusan akhir tentang
pokok perkara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Pasal 270
KUHAP jo Pasal 76 KUHAP). Menurut yurisprudensi yang pernah ada
berdasarkan Arres Hoge Raad tanggal 12 desember 1904 yang dimuat dalam

8
Weekblad van Het Recht (W) No. 88155 HIR tanggal 4 april 1910 W. No 9014
dan HIR tanggal 7 maret 1932 yang dimuat Nederlandse Jurisprudentie tahun
1932 halaman 1242 dijelaskan bahwa tindakan penuntutan untuk kedua kalinya
tidak tertutup kemungkinnnya jika putusan Hakim berupa “pernyataan tidak
berwenang onbevoeget verklaring atau pernyataan batal surat tuduhan Nietig
verklaring der dagvaarding atau pernyataan dakwaan tidak dapat diterima Niet
Ontvankelijk verklaring dalam praktik dikenal dengan singkatan NO.
Sesuai dengan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa akibat hukum dari
pembatalan surat dakwaan atau pernyataan surat dakwaan tidak dapat diterima
(NO) hanya berlaku terhadap surat dakwaannya saja, dalam arti bahwa surat
dakwaan yang dibatalkan atau yang dinyatakan batal demi hukum atau
dinyatakan tidak dapat diterima masih dapat diperbaiki/disempurnakan sesuai
dengan persyaratan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP untuk
selanjutnya beserta berkas perkaranya dilimpahkan kembali ke pengadilan
Negeri.12

D. Syarat Membuat Surat Dakwaan


Dalam pembuatan Surat Dakwaan terdapat syarat membuat Surat Dakwaan,
yakni teknik pembuatan Surat Dakwaan berkenaan dengan pemilihan bentuk Surat
Dakwaan dan redaksi yang dipergunakan dalam merumuskan Tindak Pidana yang
didakwakan.13
1. Pemilihan Bentuk
Bentuk Surat Dakwaan disesuaikan dengan jenis Tindak Pidana yang
dilakukan oleh terdakwa. Apabila terdakwa hanya melakukan satu tindak
pidana, maka digunakan dakwaan tunggal. Dalam hal terdakwa melakukan satu
Tindak Pidana yang menyentuh beberapa perumusan Tindak Pidana dalam
Undang-Undang dan belum dapat dipastikan tentang kualifikasi dan ketentuan
pidana yang dilanggar, dipergunakan dakwaan alternatif atau subsidair. Dalam

12
Ibid., 82–83.
13
“Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 Tentang Pembuatan
Surat Dakwaan,” 5–6.

9
hal terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing
merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri-sendiri, dipergunakan bentuk
dakwaan kumulatif.
2. Teknis Redaksional
Hal ini berkenaan dengan cara merumuskan fakta-fakta dan perbuatan
terdakwa yang dipadukan dengan unsur-unsur Tindak Pidana sesuai perumusan
ketentuan pidana yang dilanggar, sehingga nampak dengan jelas bahwa fakta-
fakta perbuatan terdakwa memenuhi segenap unsur Tindak Pidana sebagaimana
dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan. Perumusan dimaksud
harus dilengkapi dengan uraian tentang waktu dan tempat Tindak Pidana
dilakukan. Uraian kedua komponen tersebut dilakukan secara sistematis dengan
menggunakan bahasa yang sederhana dan kalimat-kallimat efektif.

E. Bentuk Surat Dakwaan


Undang-Undang tidak menetapkan bentuk Surat Dakwaan dan adanya berbagai
bentuk Surat Dakwaan dikenal dalam perkembangan praktek, sebagai berikut14:
1. Tunggal
Dalam Surat Dakwaan hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan,
karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan
pengganti lainnya. Misalnya hanya didakwakan Tindak Pidana Pencurian (pasal
362 KUHP).
2. Alternatif
Dalam Surat Dakwaan terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara
berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan
dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum
didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana yang paling tepat dapat
dibuktikan. Meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, tetapi hanya satu
dakwaan saja yang akan dibuktikan.

14
Ibid., 4–5.

10
Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan
dakwaan, tetapi langsung kepada dakwaan yang dipandang terbukti. Apabila
salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu
dibuktikan lagi.
Misalnya didakwakan
Pertama: Pencurian (pasal 362 KUHP), atau
Kedua: Penadahan (pasal 480 KUHP)
3. Subsidair
Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsider juga terdiri dari
beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan
yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan
disusun secara berurut dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana
tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terendah.
Pembuktiannya dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan terates sampai
dengan lapisan yang dipandang terbukti. Lapisan yang tidak terbukti harus
dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan
dakwaan yang bersangkutan.
Misalnya didakwakan:
Primair: Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP),
Subsidair: Pembunuhan (pasal 338 KUHP),
Lebih Subsidair: Penganiayaan yang menyebabkan matinya orang (pasal 351
(3) KUHP).
4. Kumulatif.
Dalam Surat Dakwaan kumulatif, didakwakan beberapa Tindak Pidana
sekaligus, ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang
tidak terbukti harus dinyatakan secara tigas dan dituntut pembebasan dari
dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal terdakwa melakukan
beberapa Tindak Pidana yang masingmasing merupakan Tindak Pidana yang
berdiri sendiri.
Misalnya didakwakan:
Kesatu: Pembunuhan (pasal 338 KUHP), dan

11
Kedua: Pencurian dengan pernberaten (363 KUHP), dan
Ketiga: Perkosaan (pasal 285 KUHP).
5. Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini
dikombinasikan/digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan
alternatif atau Subsidair. Timbulnya bentuk ini seiring dengan perkembangan
dibidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam bentuk/jenisnya
maupun dalam modus operandi yang dipergunakan.
Misalnya didakwakan:
Kesatu - Primair: Pembunuh berencana (pasal 340 KUHP)
- Subsidair: Pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP);
- Lebih Subsidair: Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang
(pasal 351 (3) KUHP);
Kedua - Primair: Pencurian dengan pemberatan (pasal 363 KUHP);
- Subsidair: Pencurian (pasal 362 KUHP), dan
Ketiga: Perkosaan (pasal 285 KUHP).

F. Format Surat Dakwaan


Sebelum dalam pembuatan surat dakwaan haruslah sesuai dengan persyaratan-
persyaratan dan menurut ketentuan yang berlaku serta menurut kebiasaan yang
lazim agar dapat dipertanggungjawabkan sebagai dasar dan titik tolak pemeriksaan
perkara di persidangan, jaksa penuntut umum harus menguasai dan memperhatikan
modal dasar pembuatan surat dakwaan yang meliputi penguasaan materi perkara
dan penguasaan materi ketentuan perundang-undangan.
Struktur wacana teks pidana dibangun oleh unit-unit wacana sebagai unsur
pembentuknya yang memiliki fungsi tertentu. Pertama, struktur surat dakwaan
terdiri atas:
1. Judul dan nomor surat;
2. Identitas terdakwa yang ditulis secara lengkap;
3. Pejabat dan lama penahanan;
4. Dakwaan yang diajukan oleh jaksa dengan rincian:

12
a. Waktu dan tempat melakukan pidana
b. Uraian dan kronologi tindak pidana
c. Dasar hokum untuk mendakwa tersangka kalau melakukan tindak pidana
penganiayaan;
5. Tempat, tanggal, tahun, nama dan jabatan jaksa.
Struktur surat dakwaan pidana dapat ditunjukkan teks surat dakwaan seperti
berikut15:

15
Dwi Purnanto, “Struktur Teks Hukum Pidana,” PIBSI XXXIX (November 2017): 16–17.

13
KEJAKSAAN NEGERI TASIKMALAYA
“ UNTUK KEADILAN “ P-29

SURAT DAKWAAN
No. Reg. Perkara : PDM I-25/TASIK/02/2012
1

I. IDENTITAS TERDAKWA
Nama Lengkap : DEDE RUHIYAT bin USEP PAHRI
Tempat Lahir : Tasikmalaya
Umur/Tgl. Lahir : 24 Tahun / 08 Agustus 1986
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia 2
Tempat Tinggal : Kampung Anto RT 09 RW 01 Desa Margasari
Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : Sekolah Dasar

II. PENAHANAN
Oleh Penyidik Sejak Tanggal 18 Desember 2011 s/d 06 Januari 2012
dengan jenis penahanan Rumah Tahanan Negara;
Perpanjangan Penahanan Penahanan oleh Sejak Tanggal 07 Januari 2012 s/d 15
oleh Penuntut Umum Februari 2012 dengan jenis penahanan Rumah Tahanan
Negara; 3
Perpanjangan Oleh Jaksa Sejak Tanggal 15 Februari 2012 s/d dilimpahkan ke
Penuntut Pengadilan Negeri Tasikmalaya, dengan jenis penahanan
Rumah Tahanan Negara

14
III. DAKWAAN :
KESATU

---------- Bahwa ia Terdakwa DEDE RUHIYAT bin USEP PAHRI pada hari Jumat
Tanggal 16 Desember 2011 sekitar Jam 06.00 WIB atau setidak-tidaknya masih dalam
bulan Desember Tahun 2011 atau setidak-tidaknya dalam Tahun 2011 bertempat di SPBU
Ciawi di Ciawi Tasikmalaya, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih
termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Tasikmalaya, dengan sengaja dan melawan
hukum, memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang
lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, perbuatan tersebut
dilakukan Terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut : -----------------------

- Bahwa awalnya Terdakwa menyuruh Saksi IWA KATIWA alias UJANG bin AJAH
untuk mencarikan sepeda motor yang bisa disewa oleh Terdakwa untuk dipergunakan ke
Garut, lalu setelah Saksi IWA KARTIWA bin AJAH mendapat sepeda motor sewaan,
yaitu sepeda motor Yamaha Vega R warna biru polet putih Nomor Polisi Z 5423 HX
Nomor Mesin : 4ST856301 Nomor Rangka : MH34ST1094K512952 milik Saksi ASEP
SOPYAN bin MUHIDIN, Terdakwa membawa sepeda motor tersebut dengan cara
dikendarai berboncengan dengan Saksi IWA KARTIWA bin AJAH ke arah daerah Garut,
namun sebelum Terdakwa meneruskan perjalanan ke tujuan semula, tepatnya di sekitar 4
daerah Bojong Gambir yang masih di wilayah Tasikmalaya, Terdakwa menghentikan
sepeda motor yang dikendarainya dan menurunkan Saksi IWA KATIWA alias UJANG
bin AJAH di pinggir jalan dengan alasan akan menjemput ibu Terdakwa, padahal alasan
Terdakwa itu hanyalah akal-akalan dari Terdakwa untuk mengelabui Saksi agar Saksi
tidak mengetahui maksud dan tujuan Terdakwa meminjam sepeda motor itu, karena
kemudian dengan tanpa sepengetahuan atau seijin dari pemiliknya yaitu Saksi ASEP
SOPYAN bin MUHIDIN, Terdakwa malah menggadaikan sepeda motor itu kepada
orang lain yang tidak Terdakwa kenali di daerah Taraju Tasikmalaya senilai Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah), kemudian uang hasil gadai sepeda motor itu Terdakwa
pergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup Terdakwa sendiri;
- Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut, Saksi ASEP SOPYAN bin MUHIDIN
mengalami kerugian materi sebesar sekitar Rp 9.000.000,- (sembilan juta rupiah).

15
itu kepada orang lain yang tidak Terdakwa kenali di daerah Taraju Tasikmalaya senilai
Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), kemudian uang hasil gadai sepeda motor itu Terdakwa
pergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup Terdakwa sendiri;
4
--------Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.-----------------------------------------------
-----

Tasikmalaya, 29 Februari 2012

JAKSA PENUNTUT UMUM,

5
DUDDY SUDIHARTO, SH.

JAKSA MUDA NIP. 19710311 199703


1 005

Surat dakwaan di atas secara garis besar terdiri atas lima unit wacana.
Kelimanya bersifat wajib. Kelima unit wacana meliputi Judul dan Nomor Surat,
Identitas Terdakwa, Penahanan, Uraian Tindak Pidana, dan Penutup. Setiap
unit wacana yang membangun teks dakwaan pidana mempunyai fungsi yang
berbeda sehingga tiap-tiap unit diberi nama yang berbeda.
Unit wacana yang pertama adalah judul dan nomor surat. Dengan membaca
judul ini, pembaca atau pengguna teks ini kurang lebih akan mengetahui bahwa isi
pokok teks ini berupa uraian dakwaan terhadap seseorang yang melakukan tindak
pidana. Dengan kata lain, unit wacana pertama memiliki fungsi menunjukkan jenis
surat. Unit wacana yang kedua adalah identitas terdakwa. Unit ini diisi berbagai
informasi tentang terdakwa yang meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur/tangal
lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, dan pendidikan.

16
Unit ini difungsikan untuk menunjukkan identitas pribadi secara lengkap dari
terdakwa.16
Unit wacana ketiga adalah penahanan. Unit ini berfungsi untuk memaparkan
waktu, tempat, dan pihak-pihak yang melakukan penahanan atas terdakwa.
Penyidikan ini digunakan sebagai dasar penyusunan surat dakwaan. Unit keempat
merupakan tuangan atas rangkaian peristiwa tindak pidana yang terjadi. Oleh
karena itu, unit ini disebut uraian tindak pidana. Fungsi unit ini adalah menjabarkan
secara rinci tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat
tindak pidana dilakukan, posisi para terdakwa apakah sebagai pelaku, bersama-
sama, atau pembantu, jenis tindak pidana yang dilakukan terdakwa, cara melakukan
tindak pidana, rumusan unsur-unsur pasal yang dilanggar/didakwakan, unsur-unsur
pasal yang dilanggar diformulasikan dengan perbuatan yang telah dilakukan.
Uraian tindak pidana dinyatakan secara cermat, jelas, dan lengkap. Hal ini berkaitan
dengan tindak pidana yang didakwakan Jaksa.
Cermat dan tidaknya di dalam surat dakwaan akan berkaitan dengan adanya
syarat formal dari tindak pidana yang didakwakan, tindak pidana yang diajukan
sudah atau belum pernah diadili (pasal 76 KUHP), surat yang didakwakan belum
kadaluwarsa (pasal 78 KUHP), apakah terdakwa dapat atau tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini berkaitan dengan apakah perkara tersebut perlu
atau tidak dilimpahkan ke pengadilan. Konsep jelas berkaitan dengan rumusan
dalam dakwaan. Dalam arti, apakah semua unsur-unsur yang didakwakan dan
perbuatan materiil yang dilakukan terdakwa sudah nyata (rumusan unsur-unsur
delik sudah dipadukan dengan fakta (perbuatan materiil).
Uraian secara lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan berkaitan
dengan terpenuhinya semua unsure tindak pidana maupun perbuatan materiil yang
didakwakan kepada terdakwa. Ketidaklengkapan salah satu unsur dapat
mengakibatkan si terdakwa bebas dari tuntutan. Butir 5 pasal 143 ayat (2) KUHAP
yang menyangkut waktu dan tempat tindak pidana yang didakwakan merupakan
unsure wajib dalam unit wacana surat dakwaan ini. Tidak adanya kedua hal itu

16
Ibid., 18.

17
dapat menyebabkan batalnya surat dakwaan. Waktu itu penting dalam kaitannya
dengan pasal 1 KUHP yang berisi apakah telah ada aturan pidana yang dimaksud
atau ada perubahan-perubahannya, berkaitan dengan dengan daluwarsa (pasal 78-
82 KUHP) yang menunjukkan apakah surat dakwaan yang dibuat telah daluwarsa
atau belum, berhubungan dengan keadaan yang meringankan atau memberatkan,
misalnya, meringankan kalau masih di bawah umur (pasal 45 KUHP). Masalah
tempat dilakukan tindak pidana dalam surat dakwaan akan berkaitan dengan ruang
lingkup berlakunya KUHP sebagaimana diatur pada pasal; 2–9 KUHP, kompetensi
relative dari PN sebagaimana diatur dalam pasal 84, 137, 148, dan 149 KUHP), dan
unsur yang disyaratkan oleh delik, misalnya “dimuka umum” sebagaimana
tercantum pada pasal 154, 156, 160 KUHP.
Unit wacana terakhir dinamakan unit penutup. Fungsi unit ini adalah
menyatakan tempat dan waktu pembuatan surat, kedudukan, nama, dan pangkat
pembuat surat yang disertai tanda tangan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) di dalam
membuat surat dakwaan selalu diberi tanggal dan ditandatangani sebagai hasil dari
proses penyidikan, baik oleh kepolisian atau kejaksaan.

G. Perubahan Surat Dakwaan


Bagi seorang jaksa penuntut umum haruslah memenuhi syarat formil maupun
materiil dalam pembuatan surat dakwaan sebelum surat dakwaan tersebut
dilimpahkan ke pengadilan. Adapun jika jaksa mengalami kekeliruan dan hendak
mengubah surat dakwaan, maka dalam hal ini KUHAP memberikan kelonggaran
dengan memberikan kesempatan kepada jaksa penuntut umum untuk melakukan
perubahan dalam surat dakwaan yang telah diserahkan ke pengadilan. Ketentuan
ini telah diatur dalam pasal 144 KUHAP yang berbunyi:
1. Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan
menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun
untuk tidak melanjutkan penuntutannya.
2. Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-
lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.

18
3. Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan
turunannya kepada tersangka atau penasehat hukum dan penyidik.
Pedoman lebih lanjut mengenai perubahan surat dakwaan diuraikan dalam surat
Kejaksaan Agung RI. Nomor B-607/E/11/1993, perihal: Pembuatan Surat Dakwaan
bertanggal 22 November 1993.17 Pada surat kejaksaan ini perubahan surat dakwaan
dilaksanakan dengan maksud untuk menyernpurnakannya sehingga memenuhi
segenap syarat formil dan materiil dikaitkan dengan kepentingan pembuktian.
Sehingga Perubahan dengan tujuan untuk menyempurnakan redaksi surat dakwaan,
maksudnya ialah penyempurnaan pada kalimat-kalimat yang memuat uraian syarat
formil maupun material agar redaksi surat dakwaan itu menjadi cermat, jelas, dan
lengkap serta mudah dimengerti oleh terdakwa. Dengan perubahan itu diharapkan
terdakwa dapat dengan mudah memahami perbuatan apa yang didakwakan
kepadanya agar ia dapat mempersiapkan pembelaan diri. Dalam undang-undang
sendiri tidak membatasi ruang lingkup substansi perubahan Surat Dakwaan yang
dibatasi hanyalah waktu untuk melaksanakan perubahan. Dengan demikian, maka
perubahan tersebut dapat mengenai syarat formil, syarat materiil, penggantian
Tindak Pidana yang didakwakan (sepanjang tercermin dalam hasil penyidikan),
penyempurnaan bentuk dan penyempurnaan redaksional.
Setelah perkara dilimpahkan dan sebelum penetapan hari sidang dikeluarkan
atau tujuh hari sebelum pemeriksaan sidang dimulai masih dapat dilakukan
perubahan Surat Dakwaan. Dalam hal demikian agar dilakukan pemberitahuan
tertulis kepada Ketua Pengadilan atau Ketua Majelis/Hakim yang bersangkutan dan
berkas perkara yang telah dilimpahkan tidak perlu ditarik kembali. Setelah
perubahan dakwaan dilaksanakan, surat dakwaan yang telah mengalami
penyempurnaan dikirimkan kepada Ketua Pengadilan/Ketua Majelis/Hakim yang
bersangkutan guna menggantikan dakwaan yang sebelumnya terlampir pada
pelimpahan perkara. Surat pengantar beserta lampirannya (surat dakwaan yang
disempurnakan) ditembuskan kepada terdakwa/penasehat hukumnya. Perubahan

17
Andi Muhammad Sofyan et al., Hukum Acara Pidana, 3rd ed. (Jakarta: Kencana, 2014), 177.

19
Surat Dakwaan dapat pula terjadi setelah dakwaan tersebut dinyatakan batal atau
batal demi hukum atau dinyatakan tidak dapat diterima.18
Perubahan atau penyusunan Surat Dakwaan yang baru dimaksudkan untuk
melengkapi kekurangan syarat-syarat yang telah menyebabkan dakwaan itu
dinyatakan batal atau batal demi hukum atau dinyatakan tidak dapat diterima.
Setelah Surat Dakwaan disempurnakan dan syarat-syarat pernuntutan dilengkapi
perkara dilimpahkan kembali ke Pengadilan. Pelimpahan kembali perkara tersebut
belum terkena ketentuan ne bis in idem, karena pembatalan dakwaan atau
pernyataan dakwaan batal demi hukum atau pernyataan dakwaan tidak dapat
diterima merupakan putusan sela yang bersifat prosesual. Putusan demikian belum
menyentuh pokok perkara dan tidak bersifat memeriksa dan mengadili. Dengan
demikian tujuan diadakannya perubahan surat dakwaan ini meliputi:
1. Untuk menyempurnakan surat dakwaan
a. Untuk hal yang memberatkan
(1) Perbuatan yang tidak direncanakan menjadi perbuatan berencana.
(2) Pegawai negeri atau karena pekerjaannya.
(3) Residivis.
(4) Tentang concursus/ samenloop.
(5) Tindak pidana berkualifikasi, misalkan Pasal 363 KUHP tentang
pencurian, diubah menjadi Pasal 365 KUHP tentang pencurian
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
b. Untuk memperbaiki kesalahan syarat formal maupun syarat materiil
(untuk menghindari batalnya atau dapat dibatalkannya surat dakwaan).
2. Untuk tidak melanjutkan penuntutan.
a. Tadinya dituntut suatu tindak pidana kemudian ternyata bukan tindak
pidana.
b. Harus dihentikan demi hukum seperti Daluwarsa, Terdakwa meninggal
dunia, dan Nebis in idem.
c. Penyidikannya tidak sah, sehingga harus diselidiki kembali.

“Surat Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor B-607/E/11/1993, perihal: Pembuatan Surat
18

Dakwaan bertanggal 22 November 1993,” n.d.

20
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal
yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. Jadi, Surat
dakwaan merupakan landasan titik tolak pemeriksaan perkara di sidang pengadilan.
Untuk keabsahan Surat Dakwaan, kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Tidak
terpenuhinya syarat formil, menyebabkan Surat Dakwaan dapat dibatalkan
(vernietigbaar), sedang tidak terpenuhinya syarat materiil. menyebabkan dakwaan
batal demi hukum (absolut nietig). Dalam pembuatan Surat Dakwaan terdapat
syarat membuat Surat Dakwaan, yakni teknik pembuatan Surat Dakwaan berkenaan
dengan pemilihan bentuk Surat Dakwaan dan redaksi yang dipergunakan dalam
merumuskan Tindak Pidana yang didakwakan, yakni pemilihan bentuk dan teknis
redaksional. Undang-Undang tidak menetapkan bentuk Surat Dakwaan dan adanya
berbagai bentuk Surat Dakwaan dikenal dalam perkembangan praktek, sebagai
berikut: (1) Tunggal; (2) Alternatif; (3) Subsidair; (4) Kumulatif; dan (5)
Kombinasi.
Struktur wacana teks pidana dibangun oleh unit-unit wacana sebagai unsur
pembentuknya yang memiliki fungsi tertentu. Pertama, struktur surat dakwaan
terdiri atas: (1) Judul dan nomor surat; (2) Identitas terdakwa yang ditulis secara
lengkap; (3) Pejabat dan lama penahanan; (4) Dakwaan yang diajukan oleh jaksa
dengan rincian: a. Waktu dan tempat melakukan pidana, b. Uraian dan kronologi
tindak pidana, c. Dasar hokum untuk mendakwa tersangka kalau melakukan tindak
pidana penganiayaan; dan (5) Tempat, tanggal, tahun, nama dan jabatan jaksa.

B. Saran
Semoga dengan makalah yang penulis buat ini dapat bermanfaat bagi pembaca
terutama bagi kelompok kami.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bonn, E. Sosrodanukusumo. Tuntutan Pidana. Jakarta: Siliwangi, n.d.

Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. 2nd ed. Jakarta: Sinar Grafika,
2017.

Purnanto, Dwi. “Struktur Teks Hukum Pidana.” PIBSI XXXIX (November 2017):
11–24.

Sofyan, Andi Muhammad, Abd. Asis, Amir Ilyas, and Audyna Mayasari Muin.
Hukum Acara Pidana. 3rd ed. Jakarta: Kencana, 2014.

Taliak, Wilhelmus. “Akibat Hukum Surat Dakwaan Batal dan Surat Dakwaan
Dinyatakan tidak dapat Diterima dalam Perkara Pidana.” Lex Crimen IV, no.
1 (January 2015): 79–86.

Tendean, Valentino Yoel. “Batalnya Surat Dakwaan Menurut Hukum Acara


Pidana.” Lex Crimen VII, no. 5 (July 2018): 143–150.

Yudhistira, Gabrielle Aga, and Aqsha Surgana. “Penggunaan Dakwaan Berbentuk


Alternatif Dalam Pemeriksaan Perkara Pemalsuan Surat Di Pengadilan
Negeri Bandung (Studi Putusan Nomor: 379/Pid.B/2014/PN.Bdg).” Jurnal
Verstek 4, no. 2 (2016): 92–100.

Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum KUH Perdata, KUHP, KUHAP. Jakarta:


Wacana Intelektual, 2018.

“Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993


Tentang Pembuatan Surat Dakwaan.” Jaksa Agung R.I.Jaksa Agung
Republik Indonesia, November 16, 1993.

“Surat Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor B-607/E/11/1993, perihal:


Pembuatan Surat Dakwaan bertanggal 22 November 1993,” n.d.

iii

Anda mungkin juga menyukai