Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN SEVEN JUMP DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS TRAUMA BLADDER

Disusun Oleh:

Ahmad Anwar Rosyidi (A12019001)


Rizka Nofita Sari (A12019002)
Akhmad Wildan Zikro (A12019005)
Amelia Prasiska (A12019011)
Apriani (A12019015)
Ayu Puspitasari (A12019019)
Devie Tika Sari (A12019022)
Dhannie Aprillia Janna (A12019025)
Dita Vega Sepdiyanti (A12019028)
Dwi Linda Hidayati (A12019031)
Eka Nur Indah Sari (A12019034)
Erna Maulina (A12019037)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
SKENARIO KASUS

Laki-laki usia 40 tahun mengalami perdarahan saluran kemih. Pasien datang


dengan rujukan dari Puskesmas. Hasil pengkajian di IGD didapatkan darah keluar
menetes, berwarna merah segar, tidak bercampur dengan urine. Pasien mengaku
saat ingin BAK merasa nyeri, BAK keluar sedikit bercampur darah. Sebelumnya
pasien mengalami kecelakaan saat kerja naik diatas lemari untuk mengecat
dinding dengan ketinggian 2 meter, kemudian pasien terjatuh dari kursi ke lantai
dengan benturan mengenai pinggang kanan. Hasil pemeriksaan TD 120/80
mmHg, Nadi 84 x/menit, RR 26 x/menit dan suhu 36.8oC, turgor baik, tidak
terdapat defans muscular abdomen, ada nyeri tekan pada regio suprapubic, bising
usu 6 x/menit, akral hangat, tidak ada edeme, perkusi abdomen redup, OUE letak
normal, tidak ada perdarahan skrotum, Hb 11.1 gr/dL, Hct 32% dan GDS 106
mg/dL. Hasil USG Susp Ruptur Uretra Parsial Anterior ec Trauma.

STEP 1

1. Defans muscular : Nyeri tekan seluruh lapang abdomen yang menunjukan


adanya rangsangan peritoneum parietale.
2. Regio suprapubic : bagian bawah pusat
3. Edema : pembengkakan jaringan tubuh karena adanya penumpukan cairan
4. OUE : Orificium urethra externum merupakan bagian terluar dari uretra
5. Skrotum : Sebuah kantong kulit yang menggantung di belakang penis. 
6. Susp Ruptur Uretra Parsial Anterior : diagnosis ruptur uretra

STEP 2

1. Apa yang menyebabkan BAK pasien keluar sedikit dan bercampur darah?
2. Bagaimana cara menghentikan pendarahan pada saluran kemih?
3. Mengapa dapat terjadi rupture uretra yang disebabkan karena benturan
mengenai pinggang kanan?
4. Tindakan apa yang dilakukan pada pasien tersebut?
5. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut?
6. Komplikasi apa yang dapat terjadi pada kasus tersebut?
7. Bagaimana patofisiologi pada kasus tersebut?
8. Diagnosa keperawatan apa yang bisa ditegakkan dari kasus tersebut?
9. Apa saja terapi farmakologi untuk kasus tersebut?
10. Apa saja terapi non farmakologi untuk kasus tersebut?

STEP 3

1. Karena adanya trauma benturan sehingga terjadi kerusaka pada uretra.


2. Dengan insersi kateter foley atau kateter suprapubik untuk memonitor
hematuria.
3. Karena adanya cedera diarea panggul atau pinggang yang merupakan organ
terdekat dengan system perkemihan baik kandung kemih, ureter dan uretra.
Ketika terjadinya trauma pada panggul maka dapat menyebabkan kerusakan
pada uretra saat panggul bergerak.
4. Dilakukan pemasangan foley kateter, kateter supraphubic, terapi konservatif,
dan tindakan pembedahan.
5. Pemeriksaan penunjang pada trauma bladder diantaranya ada Lab darah rutin,
monitoring urinalisis, USG Abdomend dan Rontgen Pelvis.
6. Dapat menyebabkan Syok, Sebsis, serta SIRS (Sistemic Infamantory Respon
Syindrom)
7. Cedera kandung kemih sehingga menyebabkan kontusio, hal tersebut
menimbulkan manifestasi klinis hematuria, nyeri.
8. a. Nyeri
b. Gangguan eliminasi urin
c. Inkontinensia urin
d. Risiko syok
e. Pola nafas tidak efektif
f. Intoleransi aktivitas
9. Diberi obat analgesic dan antibiotik
10. Dilakukan:
a. Distraksi relaksasi
b. Posisikan semi flowerc
c. Terapi nafas dalam
STEP 4 (Pathway)

STEP 5

STEP 6

1. Terdapatnya darah pada  pasien dengan bladder trauma disebabkan oleh


karena benturan yang keras yang mengenai sekitar uretra
menyebabkanmeatus uretra terluka. (Rodriguez, 2018)
2. Menurut guideline American Urological Association (AUA), pada kasus
ruptur buli yang tidak berkomplikasi dapat dilakukan terapi konservatif.
Stabilitas hemodinamik adalah syarat utama dalam tatalaksana konservatif
trauma traktus urinarius. Terapi ini meliputi drainase kateter, tirah baring total
sampai
hematuria teratasi, dan observasi ketat tanda vital dan perdarahan.
3. Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Menurut
Underwood (2000), ruptur uretra ini merupakan kejadian yang jarang pada
pria, dapat disebabkan oleh trauma seperti kejatuhan barang berat atau
sebagai komplikasi dari fraktur pelvis. Ruptur menyebabkan terjadinya
ekstravasasi urine ke dalam jaringan peri uretra, yang kemudian dapat
menjadi tempat terjadinya infeksi sekunder. Terdapat kesulitan aliran kencing
disertai perdarahan yang berasal dari orifisium uretra dan nyeri yang
setempat.
4. Tindakan yang dilakukan pada Trauma Bledder:
Sistografi yaitu dengan memasukkan kontras ke dalam buli-buli sebanyak
300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter per-uretram.
Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu foto pada saat buli-buli terisikontras
dalam posisi anterior-posterior (AP), Pada posisi oblik, dan wash outfilm
yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli. Jika didapatkan robekan
pada buli-buli, terlihat ekstravasasi kontras di dalam rongga perivesikal yang
merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras yang
berada di sela-sela usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal. Pada
perforasi yang kecil seringkali tidak tampak adanya ekstravasasi (negatif
palsu) terutama jika kontras yang dimasukkan kurangdari 250 ml (Purnomo,
2007).
Penanganan ruptur traumatik kandung kemih meliputi:
a. Bedah eksplorasi dan perbaikan laserasi
b. Drainase suprapublik dari kandung kemih
c. Memasang kateter urin
d. Perawatan umum pasca bedah dipantau dengan ketat untuk menjamin
drainase yang adekuat sampai terjadi penyembuhan. Pasien ruptur
kandung kemih mungkin mengalami perdarahan hebat untuk beberapa
hari setelah perbaikan (Suharyanto, 2009).
5. Pemeriksaan Penunjang Pada Trauma Bledder:
Pemeriksaan penunjang berguna untuk konfirmasi diagnosis
danmenyingkirkan diagnosis banding. Berikut adalah pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada trauma kandung kemih :
a. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah alat untuk mengetahui pancaran urin secara obyektif.
Derasnya pancaran diukur dengan membagi volume urin saat
berkemih,dibagi dengan lama proses berkemih. Kecepatan pancaran
normal adalah20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran <10 ml/detik
menandakan adanyaobstruksi.
b. Uretrigram Retrograde
Dilakukan uretrigram retrograde untuk mengevaluasi cedera uretral. Klien
dilakukan kateterisasi setelah uretrogram untuk meminimalkan risiko
gangguan uretral dan komplikasi jangka panjang yang luas,
sepertistriktur, inkontinensia (tidak dapat menahan berkemih) dan
impoten.
c. USG (Ultrasonografi)
USG cukup berguna dalam mengevaluasi striktur pada pars bulbosa.
Dengan alat ini kita juga bisa mengevaluasi panjang striktur dan derajat
luas jaringan parut, contohnya spongiofibrosis. Ini membantu kita
memilih jenis tindakan operasi yang akan dilakukan kepada pasien. Kita
dapat mengetahui jumlah residual urin dan panjang striktur secara nyata,
sehingga meningkatkan keakuratan saat operasi.
d. MRI (Magneting Resonance Imaging)
MRI sebaiknya dilakukan sebelum operasi karena dapat mengukur secara
pasti panjang striktur, derajat fibrosis, dan pembesaran prostat.
Namun,alat ini belum tersedia secara luas dan biayanya sangat mahal
sehingga jarang digunakan (Suharyanto, 2009).
6. Komplikasi pada trauma bladder:
a. Syok
Terjadi karena penurunan tekanan darah dan terjadinya perdarahan. Pada
penderita syok sepsis 40-60% terdapat bakteremia. Hubungan antara
bakteremia dan sepsis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
imunitas dan kondisi penyakit. Secara umum bakteri aerobik gram negatif
sering dihubungkan dengan keadaan sepsis. Akhir-akhir ini bakteri gram
positif juga banyak ditemukan sebagai pemicu sepsis. Perjalanan sepsis
akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan
bakteremia selanjutnya berkembang menjadi SIRS (Systemic Inflamatory
ResponSyndrome) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan
berakhir MODS. Syok terjadi pada 40% pasien sepsis ( Prayogo, 2011).
b. Sepsis
Komplikasi pada luka traumatik biasanya disebabkan oleh oranisme aerob
endogen, terutama P. Aeruginosa, S. Aureus, E.coli, Proteus spp, acino
bacter dan lain - lain (Putranto, 2014). Ketika luka akibat trauma tidak
dirawat dengan baik maka bakteri masuk kedalam saluran kemih maka
terjadilah infeksi saluran kemih. Respon imunologi pada trauma berat
dimulai saat awal kejadian dengan dimulai aktifitas monosit. Aktifitas ini
menyebabkan peningkatan sintesa dan pelepasan mediatormediator
inflamasi baik itu yang bersifat proinflamasi maupun anti inflamasi.
Kelebihan respon pada trauma menginduksi SIRS dan MOF yang terjadi
30% pada semua trauma berat(Suharyanto, 2009).
Hubungan antara bakteremia dan sepsis dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain imunitas dan kondisi penyakit. Secara umum bakteri aerobik
gram negatif sering dihubungkan dengan keadaan sepsis. Akhir-akhir
ini bakteri gram positif juga banyak ditemukan sebagai pemicu
sepsis. Ledger dkk melaporkan mikroorganisme yang sering ditemukan
antara lain Eschericia coli,Enterococci, dan beta hemolytic streptococci
(Suharyanto,2009).
7. Patofisiologi Trauma Bledder:
Cedera kandung kemih tidak lengkap atau sebagian akan menyebabkan
robekan mukosa kandung kemih. Segmen dari dinding kandung kemih jernih
mengalami memar, mengakibatkan cedera lokal dan hematoma. Memas atau
kontusio memberikan manifestasi klinik hematuria setelah trauma tumpul
atau setelah melakukan aktivitas fisik yang ekstrem contohnya lari jarak
jauh). Ruptur ekstraperitoneal kandung kemih. Tuptue
ekstraperitonel biasanya berhubungan dengan faktor panggul (89%-100%). S
ebelumnya, mekanisme cedera diyakini dari perforasi langsung oleh fragmen
tulang panggul. Tingkat cedera kandung kemih secara langsung
berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur.
Beberapa kasus mungkin dengan mekanisme yang mirip
dengan pecahnya kandung kemih intraperitoneal, yang merupakan kombinasi 
dari trauma dan overdistention kandung kemih. Temuan cystographic klasik
adalah ekstravasasi kontrol sekitar kandung kemih dengan cedera yang lebih
kompleks, bahan kontras meluas ke paha, penis, perineum, atau kedalam
dinding anterior abdomen. Ekstravasasi akan mencapai skrotum ketika fasia
superior diagfragma urogenital sendiri menjadi terganggu.
Kombinasi ruptur intraperitoneal dan ekstraperitoneal. Mekanisme cedera
penerasi memungkinkan cedera menembus kandung kemih seperti peluru
kecepatan tinggi melintasi kandung kemih atau luka tusuk
abdominal bawah. Hal tersebut akan menyebabkan intraperitoneal, ekstraperit
oneal,cedera, atau gabungan kandung kemih (Muttaqin & Sari, 2011).
8. Diagnosa Keperawatan pada Trauma Bledder (Nanda, 2015-2017) :
a. Resiko Syok b.d Faktor Resiko Sepsis
b. Hambatan Eliminasi Urin b.d Penyebab Multiple (Trauma bladder)
9. Terapi Farmakologi pada Trauma Bladder:
a. Anti kolinergik
Anti kolinergik efektif dalam mengobati inkontinensia karena mereka
menghambat kontraksi kandung kemihin volunter dan memperbaiki
fungsi penampungan air kemih oleh kandung kemih. Misalnya,
Hiosiamin(Levbid) 0.125 mg, Dicyclomine hydrochloride (Bentyl) 10-20
mg.
b. Anti spasmodik
Anti spasmodik melepaskan otot polos kandung kemih. Obat anti
spasmodic telah dilaporkan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih
dan efektif mengurangi atau menghilangkan inkontinensia. Misalnya
Oksibutinin (Ditropan XL) 5-15 mg, Tolterodin (detrol) 2 mg.
c. Obat Betanekol klorida (urecholine)
Suatu obat kolinergik yang bekerja langsung, bekerja pada reseptor
muskarinik (kolonergik) dan terutama di pakai untuk
meningkatkan berkemih dan mengobati retensi urin. Merupakan agonis
kolinergik yang digunakan untuk meningkatkan kontraksi detrusor. Obat
ini membantu menstimulasi kontraksi bladder pada pasien yang
menyimpan urin. Betanekol klorida 10-50 mg 3-4 kali dalam sehari. (Dr.
Jumraini Tamasse,Sp.S, 2016)
10. Terapi non Farmakologi pada Trauma Bladder:
Salah satu terapi non farmakologi yang efektif adalah bledder training.
Bledder trining adalah latihan yang dilakukan untuk mengembalikan tonus
otot kandung kemih agar fungsinya kembali normal. Bladder training adalah
salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang
mengalami gangguan ke keadaan normal atau kefungsi optimal neurogenik.
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih.
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises (latihan
pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul), Delayurination
(menunda berkemih), dan scheduled bathroom trips
(jadwal berkemih). Latihan kegel (kegel execises) merupakan aktifitas fisik y
ang tersusun dalam suatu program yang dilakukan secara berulang-ulang
guna meningkatkan kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat meningkatkan
mobilitas kandung kemih dan bermanfaat dalam menurunkan gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul dapat
membantu memperkuat otot dasar panggul untuk memperkuat penutupan
uretra dan secara refleks menghambat kontraksi kandung kemih.
Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing (menunda
untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang kateter, Bladder training dapat
dilakukan dengan mengklem aliran urin ke urin bag. Bladder training
dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan. Tindakan ini dapat dilakukan
dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas setiap
beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20 menit dan kemudian dilepas.
Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih. Terapi ini
bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai
teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga
frekuensi berkemih dapat berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam seka
li.
Langkah-langkah bladder training:
a. Klem selang kateter sesuai dengan program selama 1 jam yang
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot destrusor
berkontraksi, supaya meningkatkan volume urin residual. 
b. Anjurkan klien minum (200-250 cc).
c. Tanyakan pada klien apakah terasa ingin berkemih setelah 1 jam.
d. Buka klem dan biarkan urin mengalir keluar.
e. Lihat kemampuan berkemih klien. (Dr. Jumraini Tamasse, Sp.S, 2016)

STEP 7

Anda mungkin juga menyukai