Anda di halaman 1dari 12

TRAUMA KEKERASAN

FORENSIK
No. ICD-10 :
No. ICPC-2 :
Tingkat Kompetensi :

PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang
memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu proses oenegakan hukum dan
permasalahan-permasalahan di bidang hukum. Pada sistem peradilan pidana di Indonesia,
ilmu kedokteran forensik memanfaatkan teknologi-teknologi seperti ilmu forensik lainnya
untuk memperoleh pembuktian yang ilmiah dan obyektif. Pembuktian ilmiah dituangkan
dalam bentuk alat bukti sah, dimana seorang dokter dapat menuangkannya dalam konsep
alat bukti sah yaitu dalam bentuk keterangan ahli atau surat. Surat dalam konsep alat bukti
sah, dokter dapat membuatnya dalam bentuk visum et repertum. Keterangan ahli dalam
konsep alat bukti sah, dokter dapat menuangkannya dalam bentuk keterangan ahli di
pengadilan atau keterangan ahli yang dibuat dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Traumatologi forensik adalah salah satu bagian ilmu kedokteran forensik dan medikolegal
yang lingkupnya membahas tentang trauma, derajat keparahan trauma, hubungan luka atau
cedera dengan kekerasan penyebabnya serta kaitannya dengan hukum. Pada suatu trauma
fisik yang dialami seorang korban tindak pidana perlu dianalisis penyebabnya agar dapat
dianalisis lebih lanjut tentang ciri atau karakteristik benda penyebab dan analisis forensik
lebih lanjut. Dearajat atau kualifikasi luka akan berhubungan dengan pasal KUHP mana
yang akan dapat diterapkan dalam suatu kasus.

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Setelah mempelajari modul ini, maka mahasiswa kedokteran diharapkan mampu


menjelaskan konsep kekerasan dalam kasus forensik untuk membantu pemenuhan
ketercapaian kompetensi pada daftar penyakit Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
di SKDI 2012.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah menyelesaikan modul ini, maka mahasiswa kedokteran mampu :


1. Memahami dan menjelaskan konsep traumatologi forensik
2. Memahami dan menjelaskan definisi serta karakteristik luka
3. Mengidentifikasi jenis luka dan kekerasan
4. Menganalisis data yang diperoleh dari pemeriksaan forensik terkait luka untuk
penegakan diagnosis dalam hal pembuatan visum et repertum
5. Menganalisis deskripsi luka dan efek yang ditimbulkan serta digunakan dalam
penentuan derajat atau kualifikasi luka

DEFINISI
Traumatologi forensik adalah salah satu bagian ilmu kedokteran forensik dan medikolegal
yang lingkupnya membahas tentang trauma, derajat keparahan trauma, hubungan luka atau
cedera dengan kekerasan penyebabnya serta kaitannya dengan hukum. Pada suatu trauma
fisik yang dialami seorang korban tindak pidana perlu dianalisis penyebabnya agar dapat
dianalisis lebih lanjut tentang ciri atau karakteristik benda penyebab dan analisis forensik
lebih lanjut. Dearajat atau kualifikasi luka akan berhubungan dengan pasal KUHP mana
yang akan dapat diterapkan dalam suatu kasus.
Berdasarkan penyebabnya trauma dibagi menjadi :
A. Trauma mekanik :
1. Trauma akibat kekerasan tumpul
2. Trauma akibat kekerasan tajam
3. Trauma akibat tembakan senjata api
B. Trauma fisik :
1. Trauma akibat suhu : suhu tinggi (panas), suhu rendah (dingin)
2. Trauma akibat arus listrik
3. Trauma akibat petir
4. Trauma akibat tekanan udara : tinggi, rendah
5. Trauma akibat radiasi
6. Trauma akibat akustik
C. Trauma kimiawi :
1. Trauma akibat korosifitas zat kimia : asam, basa

JENIS-JENIS LUKA
A. LUKA AKIBAT KEKERASAN TUMPUL
1. Luka memar
Luka memar adalah luka yang memiliki ciri berupa pecahnya pembuluh darah di
jaringan bawah kulit dan kulit ari (epidermis) masih intak atau utuh. Memar
merupakan salah satu tanda intravitalitas trauma yaitu berarti bahwa trauma terjadi
semasa korban masih hidup.
Patofisiologi atau mekanisme terbentuknya yaitu suatu kekerasan tumpul yang relatif
lunak dapat tidak mengakibatkan cedera atau diskontinuitas epidermis. Namun
kekerasan tersebut telah dapat mencederai pembuluh darah kapiler di bawahnya
sehingga terjadi perdarahan di bawah epidermis, di bawah dermis, atau di jaringan
otot.
Luka memar memiliki karakteristik warna, dimana warna luka memar menunjukkan
adanya proses penyembuhan yang bisa digunakan untuk memperkirakan saat
terjadinya kekerasan atau perkiraan usia luka. Perubahan warna luka memar secara
berurutan berubah warna dari merah keunguan menjadi biru-hijau-coklat-kuning dan
selanjutnya hilang. Adanya warna kuning disekitar warna memar menunjukkan bahwa
memar telah berusia lebih dari 18 jam.
Salah satu bentuk luka memar yang khas yaitu “marginal hemorrhage”, yaitu memar
jenis ini bisa digunakan untuk menganalsisis bentuk benda penyebabnya, misalnya
jejas ban, jejas pukulan cambuk atau tongkat. Pada marginal hemorrhage, memar
terjadi di tepi daerah yang terkena trauma dan trauma bertekanan besar yang terletak
diantaranya.
a. Waktu timbulnya luka memar.
Pada kulit yang tipis dengan banyak lemak luka memar terjadi lebih cepat yaitu
sekitar 1 – 2 jam, bahkan dapat lebih lebih cepat lagi bila terjadi pada kulit diatas
alis mata, skrotum, bibir dan pulva.
Sedangkan pada kulit yang tebal dengan sedikit lemak, seperti punggung, telapak
tangan dan kaki luka memar biasanya timbul setelah 1 atau 2 hari bahkan lebih.
b. Luas luka memar.
Hal ini tergantung pada:
1) Faktor pembuluh darah.
Bila jaringan yang kena atau rusak adalah pembuluh darah arteri maka terlihat
luka memar yang luas yang disebut dengan hematom. Bila jaringan yang rusak
adalah pembuluh darah kapiler maka luka memar yang ditimbulkan berukuran
kecil dan disebut dengan ekimosis.
2) Kerasnya benturan.
Semakin keras benturan maka semakin luas luka memar yang di timbulkannya.
3) Daerah yang dikenai.
Luka memar akan lebih luas terjadi bila mengenai jaringan ikat longgar daripada
jaringan padat.

Perbedaan luka memar dan lebam mayat :


Lebam mayat Luka memar
Terjadiya Mekanisme hemostasis Terjadi karena mekanisme
dan gravitasi kontusio jaringan yang
menimbulkan kerusakan kapiler
di bawah kulit
Lokasi Pada daerah terendah Pada daerah trauma atau
disekitarnya (tidak selalu di
daerah terendah)
Saat kejadian Post mortem Intravital (saat masih hidup)
Permukaan rata Sesuai tanda radang (inflamasi),
yang sering berupa tanda edema
Jika jaringan diiris hilang Tidak hilang (karena terserap
atau disiram air dalam jaringan)
Mikroskopis Tidak ada rekasi Terdapat tanda radang (seperti
jaringan sebukan sel-sel PMN)
2. Luka lecet
Luka lecet merupaka luka dengan ciri berupa kerusakan hanya terbatas pada
epidermis. Bila kulit terkena trauma tumpul yang relatif ringan, maka epidermis akan
terluka (terjadi diskontinuitas). Bila keruskan epidermis ini tidak terlalu dalam,
penyembuhan tidak akan melalui jaringan parut. Pembuluh darah kapiler di bawah
epidermis atau di bawah kulit dpaar ikut terluka sehingga menimbulkan ekstravasasi.
Darah atau serum dapat ditemukan pada epidermis yang terluka. Reaksi lekosit sudah
dapat diharapkan sejak 2 jam paska trauma, sedangkan proses regenerasi epitel
dimulai sejak 24 jam. Pada umumnya 7-14 hari luka mengalami penyembuhan dan
masih dapat dilihat adanya warna kulit yang lebih cerah dari sekitarnya.
Jenis luka lecet :
a. Luka lecet geser : terjadi penumpukan kulit ari pada satu sisi. Epitel berkumpul
pada sisi yang berlawanan dengan arah trauma.
b. Luka lecet tekan : epidermis tertekan ke dalam, pada perabaan keras, dapat
menunjukkan benda penyebabnya, misalnya jejas jerat, jejas cekikan, dan
sebagainya.
c. Luka lecet jenis regang : terjadi akibat regangan yang kuat pada suati bagian tubuh
sehingga terjadi diskontinuitas epidermis, bisanya terjadi pada garis kulit, misalnya
Striae.
Luka lecet pada ante mortem memberikan gambaran sebagai berikut :
a. Perdarahan dan krusta lebih dari 2-3 hari
b. Warna merah kecoklatan  koagulasi darah dan serum.
c. Membaik dalam waktu 10-14 hari.
Luka lecet pada post mortem memberikan gambaran sebagai berikut :
a. Perdarahan tidak ada.
b. Warna kekuning- kuningan.

3. Luka terbuka (robek)


Luka terbuka (robek) terjadi pada kerusakan jaringan yang lebih dalam dari epidermis.
Kekeraasan tumpul yang terjadi lebih berat.
Ciri luka terbuka akbat kekerasan tumpul antara lain :
a. Tepi luka tidak rata
b. Bisa ditemukan jembatan jaringan
c. Folikel rambut tidak terpotong
d. Bentuk dasar luka tidak beraturan

4. Kekerasan tumpul pada kepala


Kekerasan tumpul pada kepala dapat berupa perdarahan epidural, subdural dan
subarachnoid, memar jaringan otak (kontusio), robekan (laserasi) atau hanya komosio
serebri.
a. Hematoma epidural terjadi akibat cedera Arteri Meningea Media, sering terjadi
pada usia dewasa. Hematoma epidural sering terjadi pada kekerasan di daerah
temporal (50%) dan oksipital (10-15%).
b. Perdarahan subdural dan subarachnoid terjadi akibat robekan sinus, ‘bridging vein’,
arterio basilaris, atau juga bisa berasal dari fokus kontusio/laserasi.
c. Memar jaringan otak (kontusio), kontusio biasanya terjadi bila ada kekerasan
paling tidak sebesar 250 g, sedangkan komosio 60-100 g (1g = 9,81 m/det2).
Pada cedera jaringan otak akibat benturan, bisa dibagi menjadi 2, yaitu coup dan
countre coup. Coup merupakan kerusakan jaringan otak yang terletak pada lokasi
benturan, sedangan contre coup adalah kerusakan jaringan otak yang terletak di sisi
berlawanan dengan lokasi benturan.

B. LUKA AKIBAT KEKERASAN TAJAM


Trauma tajam adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh
oleh karena benda tajam. Dimana benda-benda yang dapat menyebabkan trauma tajam
ini adalah alat-alat pemotong seperti pisau, gunting silet, kampak, golok, plat baja,
pecahan kaca, dll.
Adapun ciri-ciri trauma tajam, adalah:
1. Bentuk luka teratur
2. Tepi luka rata
3. Rambut terpotong atau juga jaringan lemak, otot, pembuluh darah, dan saraf putus
4. Dasar luka berupa garis atau titik
5. Sekitar luka biasanya bersih, kecuali bila gagang pisau turut menekan kulit dapat
terjadi luka lecet atau memar.
6. Panjang luka menunjukkan perkiraan lebar pisau yang masuk kulit.

Luka akibat trauma tajam dibagi menjadi 3 jenis luka, yaitu:


1. Luka iris atau sayat Vulnus scissum)
Luka ini akibat kekerasan tajam dengan arah kekerasan kurang lebih sejajar dengan
kulit, berbentuk seperti garis dengan ukuran kedalaman luka lebih kecil dari panjang
luka. Kedua sudut luka yang diakibatkan oleh mata pisau selalu runcing. Luka iris
sering ditemukan pada kasus bunuh diri dengan sejata tajam, berupa sayatan sejajar di
pergelangan tangan yang disebut tentative wound (luka percobaan).

2. Luka tusuk (Vulnus punctum)


Luka ini akibat kekerasan tajam yang relatif tegak lurus terhadap kulit. Ukuran
kedalaman luka lebih besar dari panjang luka. Bila salah satu sudut lukanya tumpul,
maka luka tersebut diakibatkan oleh senjata tajam bermata satu. Tetapi bila kedua
sudut luka runcing, maka luka tersebut dapat diakibatkan oleh senjata tajam bermata
dua atau oleh senjata tajam bermata satu dengan sudut masuk tertentu.
Panjang luka dapat menunjukkan lebar senjata maksimum yang masuk. Sedangkan
kedalaman luka atau panjang saluran luka tidak menunjukkan panjang senjata, karena
senjata tidak selalu ditusukkan hingga ke pangkalnya dan sebaliknya, pada tusukan
sampai ke pangkal, kulit masih bisa terdorong sampai ke dalam.
3. Luka bacok
Luka ini memiliki bentuk yang tidak terlalu khas. Luka ini terjadi akibat kekerasan
tajam disertai tekanan yang besar sehingga merusak jaringan lainnya di bawah dan
sekitar luka. Kedalaman luka biasanya memiliki ukuran yang hampir sama dengan
panjang luka. Beberapa senjata tajam yang dapat memberikan gambaran luka bacok
yaitu clurit, golok daging, kampak, dll. Luka bacok sring ditemukan pada perkelahian.
Luka bacok pada sisi luar lengan atau pada tangan dapat dihubungkan dengan usaha
perlawanan korban (luka tangkis).

C. LUKA AKIBAT TEMBAKAN SENJATA API


Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagai pemeriksa maka dokter harus dapat
menjelaskan berbagai hal, diantaranya : apakah luka tersebut memang luka tembak, yang
mana luka tembak masuk dan yang mana yang keluar, jenis senjata yang dipakai, jarak
tembak, arah tembakan, perkiraan posisi korban sewaktu ditembak, berapa kali korban
ditembak dan luka tembak mana yang menyebabkan kematian.
Ilmu yang mempelajari senjata api disebut balistik. Balistik interna mempelajari sejak
anak peluru terlepas dari selongsong hingga sesaat sebelum keluar dari laras. Balistik
eksterna mempelajari gerak anak peluru sejak terlepas dari laras hingga ke sasaran (gerak
proyektil). Balistik sasaran atau dalam hal ini balistik luka mempelajari akibat arah peluru
pada sasaran (tubuh manusia). Senjata api dibedakan atas:
1. Laras beralur (Rifle Bore).
Tujuan alur adalah menghasilkan jalan arah peluru yang stabil. Jumlah alur biasanya
2 – 8 buah.
a. Senjata api dengan alur kekiri.
1) Dikenal sebagai api Colt.
2) Kaliber senjata yang banyak dipakai: 0.36, 0.38, 0.45.
3) Dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tunuh korban, yaitu adanya
goresan dan alur yang memutar kearah kiri bila dilihat dari bagian basis anak
peluru.
b. Senjata api dengan alur kekanan.
1) Dikenal sebagai senjata api tipe Smith & Wesson (tipe SW).
2) Kaliber senjata yang banyak dipakai: 0.22, 0.36, 0.45, 0.46.
3) Goresan dan alur yang memutar kearah kanan bila dilihat dari bagian basis anak
peluru.
2. Laras licin (Smooth Bore).
Anak pelurunya berupa sekumpulan bola-bola kecil atau pellets yang berada dalam
satu bungkus peluru. Senjata ini biasanya digunakan untuk berburu.

Luka akibat tembakan senjata api dibedakan menjadi sebagai berikut:


1. Luka tembak masuk
Pada perkenaan anak peluru kemkulit akan terjadi cekungan kulit akibat dorongan
anak peluru. Cekungan ini akan berakhir bila telah melampaui elastisitet kulit,
sehingga terbentuk lubang yang tepinya dikelilingi luka lecet.
Gambaran luka tembak masuk adalah akibat komponen-komponen yang keluar dari
laras senjata yaitu:
a. Arah peluru.
b. Mesiu yang tidak terbakar.
c. Jelaga atau asap.
d. Udara panas.
e. Partikel logam.
Komponen atau unsur-unsur yang keluar pada setiap peristiwa penembakan akan
menimbulkan kelainan pada tubuh korban sebagai berikut yaitu:
a. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka.
Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1) Kecepatan.
2) Posisi peluru pada saat masuk kedalam tubuh.
3) Bentuk dan ukuran peluru.
4) Densitas jaringan tunuh dimana peluru masuk.
b. Akibat butir-butir mesiu (gunpowder effect): tattoo, stipling.
1) Butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan masuk
kedalam kulit.
2) Daerah tersebut akan tampak bintik-bintik hitam dan bercampur dengan
perdarahan.
c. Akibat asap (smoke effect) : jelaga.
1) Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna maka terbentuk asap
atau jelaga.
2) Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan kulit
sehingga bila dihapus akan menghilang.
d. Akibat api (flame effect): luka bakar.
Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas yang
mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar (scorching, charring).
e. Akibat partikel logam (metal effect): fouling.
Partikel atau fragmen akan menimbulkan luka lecet atau luka terbuka dangkal
kecil-kecil pada tubuh korban.
f. Akibat moncong senjata (muzzie effect): jejas laras. Dapat terjadi pada:
1) Luka tembak templel
2) Moncong senjata ditempelkan pada bagian tubuh dimana dibawahnya ada
bagian yang keras (tulang).
3) Tenaga yang terpantul oleh tulang dan mengangkat kulit.

2. Luka tembak keluar


Jika peluru yang ditembakkan dari senjata api mengenai tubuh korban dan
kekuatannya masih cukup untuk menembus dan keluar pada bagian tubuh lainnya,
maka luka tembak dimana peluru meninggalkan tubuh itu disebut luka tembak keluar.
Perbedaan pokok luka tembak masuk dengan luka tembak keluar adalah tidak
ditemukan adanya kelim (lecet).
Ciri lainnya adalah luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk, adapun
faktor-faktor yang menyebabkan:
a. Perubahan luas peluru.
b. Perubahan gerak peluru.
c. Peluru yang pecah menjadi beberapa fragmen.
d. Fragmen tulang yang turut terbawa keluar yang membuat robekan tambahan.

Pada beberapa keadaan luka tembak keluar justru lebih kecil dari luka tembak masuk
hal ini disebabkan:
a. Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang.
b. Adanya benda yang menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan
keluar.

3. Klasifikasi luka tembak


Yang diperlukan sebenarnya penentuan jarak tembak atau jarak antara moncong
senjata dengan targetnya yaitu tubuh korban.
Klasifikasi yang dimaksud adalah:
a. Luka tembak jarak jauh (long range wound).
1) Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban diluar jangkauan
atau jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar.
2) Selain kelim lecet yang juga sering tampak adalah semacam hapusan zat-zat
yang terbawa arah peluru seperti minyak pelumas, jelaga elemen mesiu, Pb, Ba,
Sb.
3) Kelim lemak ini khas untuk luka tembak masuk, sedangkan kelim lecet hanya
tampak jelas bila ada pengeringan epidermis. Sehingga hanya tampak pada
mayat dan jarang pada orang hidup.
b. Luka tembak jarak dekat (close range wounds).
1) Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban masih dalam
jangkauan butir-butir mesiu (luka tembak jarak dekat), atau atau jangkauan
jelaga dan api (luka tembak jarak sangat dekat).
2) Disekitarnya terdapat bintik-bintik hitam (kelim tattoo), dan atau jelaga (kelim
jelaga).
3) Bila terdapat kelim tattoo berarti jarak antara moncong senjata dengan korban
sekitar 60 cm, yaitu untuk senjata genggam.
4) Bila terdapat pula kelim jelaga, jaraknya sekitar 30 cm.
5) Bila terdapat pula kelim api, maka jarak antara moncong senjata dengan korban
sekitar 15 cm.
c. Luka tembak tempel.
1) Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan ditembakkan bila
tekanan pada tubuh erat disebut “hand contact” sedangkan yang tidak erat
disebut “soft contact”.
2) Mesiu jelaga dan gas panas masuk langsung kedalam saluran luka, sehingga
tampak kehitaman.
3) Lubang dan kelim lecet akan tetap terbentuk.
4) Disebelah luar kelim lecet tampak cedera epidermis yang disebut jejas laras.
5) Jejas laras terjadi karena hentakan kembali kulit oleh dorongan balik gas panas
kearah laras yang menempel.
6) Selain itu hentakan balik juga dapat mengakibatkan luka seperti bintang dan
warna hitam diantara kulit dan jaringan dibawahnya.

Pemeriksaan Khusus Pada Luka Tembak Masuk


Pada luka tembak masuk yang tidak memperlihatkan cirri-ciri yang jelas kita dapat
melakukan pemeriksaan khusus untuk menentukan secara pasti bahwa luka tersebut luka
tembak masuk. Adapun pemeriksaan khusus yang dimaksud adalah:
1. Perubahan yang tampak diakibatkan oleh dua faktor yaitu : trauma mekanik dan
thermis.
2. Luka tembak tempel dan luka tembak jarak dekat.
a. Kompresi epithel.
b. Distorsi dari sel epidermis ditepi luka yang dapat bercampur dengan butir0butir
mesiu.
c. Epitel mengalami nekrose koagulatif.
d. Akibat panas, jaringan kolagen menyatu dengan pewarnaan HE.
e. Tampak perdarahan yang masih baru dalam epidermis.
f. Sel-sel pada dermis intinya mengerut.
g. Butir-butir mesiu tampak sebagai benda tidak beraturan.

Pemeriksaan Kimiawi
1. Pada black gun powder dapat ditemukan kalium, karbon, nitrit, nitrat sulfas, sulfat,
karbon, tiosianat dan tiosulfat.
2. Pada senjata api yang modern unsur kimia yang dapat ditemukan ialah timah, barium,
antimony dan merkuri.
3. Pemeriksaan unsur-unsur tersebut dapat dilakukan terhadap pakaian didalam atau
disekitar luka.
4. Pada pelaku penembakan, unsur-unsur tersebut dapat dideteksi pada tangan yang
menggenggam senjata.

Pemeriksaan Dengan Sinar X


Pemeriksaan ini pada umumnya untuk memudahkan dalam mengetahui letak peluru
dalam tubuh korban, demikian pula bila ada partikel-partikel yang tertinggal.
1. Pada ‘tardim bullet injury’ dapat ditemukan dua peluru walaupun luka tembak
masuknya satu.
2. Bila pada tubuh korban tampak banyak pellet tersebat maka dapat dipastikan bahwa
korban ditembak dengan senjata jenis ‘shotgun’, yang tidak beralur, dimana dalam
satu peluru terdiri dari berpuluh pellet.

Pemeriksaan Khusus Pada Luka Tembak Masuk


Pada beberapa keadaan pemeriksaan terhadap luka tembak masuk sering dipersulit oleh
adanya pengotoran oleh darah, sehingga pemeriksaan tidak dapat dilakukan dengan baik,
akibat penafsiran atau kesimpulan mungkin sekali tidak tepat. Untuk menghadapi pada
pemeriksaan tersebut dapat dilakukan prosedur sebagai berikut:
1. Luka tembak dibersihkan dengan hydrogen peroxide (3% by volume).
2. Setelah 2 – 3 menit luka tersebut dicuci dengan air, untuk membersihkan busa yang
terjadi dan membersihkan darah.
3. Dengan pemberian hydrogen peroxide tadi, luka tembak akan bersih dan tampak jelas,
sehingga diskripsi dari luka dapat dilakukan dengan akurat.

D. LUKA AKIBAT LISTRIK


Luka yang disebabkan arus listrik yang fatal umumnya bersifat kecelakaan dimana jenis
arus listrik bolak balik (AC) lebih sering sebagai penyebab kecelakaan sedangkan
kecelakaan karena arus listrik searah (DC) lebih jarang, pada umumnya terjadi dipabrik-
pabrik seperti pabrik pemurnian logam dan penyepuhan.
Listrik adalah energi yang bergerak dalam satu jalur dengan kecenderungan melauli
bumi, yang kemudian dinetralisirkan. Pada penggunaan listrik, energi listrik pertama
sekali diubah menjadi bentuk energi yang lain misalnya energi cahaya, energi panas atau
energi mekanik. Tetapi efek luka akibat listrik, ketika seseorang terkena serangan hampir
seluruhnya dalam bentuk energi listrik dengan beberapa efek minor lainnya seperti yang
diubahkan kedalam bentuk energi panas dan hanya sebagian kecil efek akibat energi
mekanik.
Hampir semua luka akibat listrik yang fatal maupun tidak, berasal dari pusat listrik
masyarakat yang dihantarkan dengan tegangan 10 volt atau 220 volt. Jarang kematian
terjadi pada tegangan dibawah 100 volt. Arus listrik yang diperlukan untuk menyebabkan
kematian bervariasi tergantung dari lamanya waktu terkena arus listrik dan bagian tubuh
yang terkena pada saat arus listrik mengalir.
Biasanya, tempat masuknya adalah tangan yang menempel keperalatan listrik atau
konduktor yang menyala dan tempat keluarnya adalah bumi (tanah) atau sering melalui
tangan sebelahnya atau kaki. Pada kasus yang lain, arus listrik akan melintasi thoraks,
daerah yang paling berbahaya untuk terjadinya shock, oleh karena resiko henti jantung
atau paralisis pernafasan.
Arus listrik dapat berupa arus bolak balik (AC) dan arus searah (DC). Manusia lebih
sensitif, yaitu sekitar 4-6 kali terhadap arus listrik bolak balik dengan intensitas 80 mA,
ia dapat mati akan tetapi pada arus listrik searah yang intensitasnya 250 mA tidak akan
berakibat kematian.

1. Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya luka akibat listrik


Bila seseorang terkena arus listrik, maka kelainan yang ditimbulkan akibat arus listrik
tergantung dari:
a. Kuat arus (i).
Banyaknya arus listrik yang melalui kawat atau tubuh manusia dan inti yang
menemtukan vitalitas seseorang. Kuat arus lebih penting dalam kasus-kasus luka
akibat listrik karena ia menandakan intensitas yang sebenarnya atau jumlah listrik
yang melalui tunuh.
b. Tegangan atau voltase (V).
Voltase yang rendah, yaitu sekitar 100volt lebih sering menyebabkan kematian bila
dibandingkan dengan voltase yang lebih tinggi misalnya 10.000 volt malah tidak
mematikan. Kematian orang yang terkena arus listrik yang bertegangan rendah
berbeda dengan mereka yang terkena arus listrik yang tegangannya tinggi, dimana
pada yang pertama kematian disebabkan karena terjadinya fibrilasi ventrikel,
sedangkan yang kedua kematian yang biasanya karena luka bakar atau panas.
c. Tahanan (R).
Besarnya tahanan pada manusia tergantung pada banyak sedikitnya air yang
terdapat pada bagian tubuh. Tahanan yang paling besar adalah kulit, kemudian
tulang, lemak, saraf otot, darah dan yang paling rendah adalah cairan tubuh. Dengan
demikian dapat dimengerti mengapa orang yang terkena arus listrik dalam bak
mandi yang berisi air kelainan bisa tidak ditemukan, yang disebut “elektrik mark”.
d. Arah aliran.
Manusia dapat mati bila terkena arus listrik bila aliran dari arus listrik tersebut
melintasi otak atau jantung, misalnya: arah aliran dari kepala kekaki atau dari
lengan kelengan.
e. Waktu.
Waktu lamanya seseorang kontak dengan benda yang beraliran listrik menentukan
kecepatan datangnya kematian. Sebagai contoh, bila intensitas sekitar 70-300 mA,
maka kematian akan terjadi dalam waktu 5 detik; sedangkan pada intensitas sekitar
200-700 mA kematian akan terjadi dalam waktu 1 detik.

2. Gambaran klinis luka akibat listrik


Efek arus listrik berbeda untuk jalur masuk yang berbeda, missal : kulit dan otot-otot
konvulsi (digunakan sebagai terapi shock pada gangguan psikiatri tertentu), pusat
saraf yang paling rendah ejakulasi (digunakan untuk inseminasi buatan pada hewan
yang dibiakkan, jantung fibrilasi ventrikel, dan pusat pernafasan paralisis.
Pada saat terjadinya kotak dengan arus listrik, terdapat spasme otot general yang
menyebabkan korban menggenggam alat konduktor dengan erat atau melemparkan
korban dengan jarak tertentu. Kematian tiba-tiba dapat terjadi jika arus listrik melewati
jantung atau pusat pernafasan. Kadang-kadang korban nampaknya seperti mati tetapi
sebenarnya dalam keadaan yang disebut “suspendic animation”. Jika tidak terjadi
kematian, korban mengalami shock dan ketidaksadaran, hal ini diakibatkan oleh iritasi
serebral.
Luka bakar akibat listrik bukanlah luka bakar sejati tetapi suatu erosi elektris. Yang
dinamakan “Joule Burn” atau “Endogenous Burn” kebalikan dengan exogenous burn
yang disebabkan oleh benda yang berarus listrik dengan tegangan tinggi, yang
memang sudah mengandung panas, misalnya tegangan diatas 330 volt.
Luka bakar listrik yang khas sering terjadi pada tempat masuk dan tempat keluarnya
arus listrik. Jika tidak ditemui, misalnya oleh pemakaian selimut listrik atau terjatuh
ke bak air dengan arus listrik. Pakaian termasuk tutup kepala, sarung tangan, dan
sepatu harus diamati dengan cermat untuk bukti-bukti luka bakar dari bagian luar,
demikian juga bagian dalam pakaian meskipun tidak ditemukan luka dikulit kadang-
kadang hanya rambut yang hangus.
Jika tempat masuknya diujung-ujung jari, tonjolan kulit akan datar dan cap jari hilang
pada daerah yang terbuka. Secara mikroskopik, dijumpai kompresi stratum corneum,
dengan pemisahan ruangan dengan berbagai ukuran memberi gambaran seperti
jaringan-jaringan atau sarang tawon. Lebih lanjut perbedaan gambaran antara luka
bakar listrik dan luka bakar thermal adalah luka bakar listrik memperlihatkan suatu
deposit mental ketika luka listrik akibat elektroda.
Pada tempat keluar, jaringan biasanya terpisah dalam bentuk luka puncture atau luka
laserasi. Jika tempat luka keluarnya pada kaki, sepatu yang dipakai dapat robek. Secara
mikroskopik, luka keluar mirip penampakan terhadap luka bakar pada tempat masuk
kecuali dengan ditemukannya metalisasi pada tempat masuk. Gangren dari bagian
ekstremitas karena spasme arteri dapat terjadi. Pada kasus-kasus tertentu, korban dapat
terbakar seluruhnya dengan koagulasi panas dari otot (degenerasi zenker) sering
dengan fragmentasi dan spiraling serabut jaringan.

3. Penyebab kematian
Kematian akibat sengatan listrik berasal dari shock ketika akibat inhibisi vagal oleh
karena defek terkejut secara tiba-tiba. Hal ini bisa juga dikarenakan fibrilasi jantung
jika arus listrik melewati jantung atau karena paralisis pusat pernafasa, jika arus listrik
melalui medulla oblongata. Pada luka bakar yang luas, hasil akhirnya bisa kematian
akibat nefrosis haemoglubinuria.

4. Gambaran post mortem


Pada sejumlah kasus, biasanya dijumpai lesi eksternal pada tempat masuk dan tempat
keluar arus listrik. Lesi ini bisa tidak ada jika kontak yang luas antara kulit dengan
konduktor. Gambaran khusus dari lesi pada tempat masuk berupa kawak, bentuk yang
mirip dengan bentuk konduktor, dengan pembentukan garis-garis tepi. Disekeliling
kawah terdapat daerah pucat dengan garis hyperemia. Bisa juga dijumpai luka bakar
dan luka kehitam-hitaman jika tegangan tinggi dan tahanan tinggi. Pada tempat keluar,
bisa dijumpai retaknya jaringan yang bisa berupa ruptur tertentu pada telapak kaki.
Keduanya berupa luka kering dan secara mikroskopik dijumpai nekrosis koagulasi
dengan deformasi sel-sel dan pendataran sel pada tempat masuk.

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997.
2. Sampurna B, Samsu Z. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum. Jakarta:
Pustaka Dwipar. 2003.
3. Idries, abdul mun’im, Agung Legowo Tiptomartono. Penerapan Ilmu Kedokteran
Forensik Dalam Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto. 2011.
4. Di Maio VJM. Forensic Pathology. New York: CRC Press. 2001.
5. Di Maio VJM. Gunshot wounds. 2nd ed. New York: CRC Press Boca Raton; 1999.
6. Knight B. Forensic pathology. 2nd ed. New York: Oxford University Press; 1996.

Anda mungkin juga menyukai