Modul Trauma Kekerasan Forensik
Modul Trauma Kekerasan Forensik
FORENSIK
No. ICD-10 :
No. ICPC-2 :
Tingkat Kompetensi :
PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang
memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu proses oenegakan hukum dan
permasalahan-permasalahan di bidang hukum. Pada sistem peradilan pidana di Indonesia,
ilmu kedokteran forensik memanfaatkan teknologi-teknologi seperti ilmu forensik lainnya
untuk memperoleh pembuktian yang ilmiah dan obyektif. Pembuktian ilmiah dituangkan
dalam bentuk alat bukti sah, dimana seorang dokter dapat menuangkannya dalam konsep
alat bukti sah yaitu dalam bentuk keterangan ahli atau surat. Surat dalam konsep alat bukti
sah, dokter dapat membuatnya dalam bentuk visum et repertum. Keterangan ahli dalam
konsep alat bukti sah, dokter dapat menuangkannya dalam bentuk keterangan ahli di
pengadilan atau keterangan ahli yang dibuat dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Traumatologi forensik adalah salah satu bagian ilmu kedokteran forensik dan medikolegal
yang lingkupnya membahas tentang trauma, derajat keparahan trauma, hubungan luka atau
cedera dengan kekerasan penyebabnya serta kaitannya dengan hukum. Pada suatu trauma
fisik yang dialami seorang korban tindak pidana perlu dianalisis penyebabnya agar dapat
dianalisis lebih lanjut tentang ciri atau karakteristik benda penyebab dan analisis forensik
lebih lanjut. Dearajat atau kualifikasi luka akan berhubungan dengan pasal KUHP mana
yang akan dapat diterapkan dalam suatu kasus.
TUJUAN PEMBELAJARAN
DEFINISI
Traumatologi forensik adalah salah satu bagian ilmu kedokteran forensik dan medikolegal
yang lingkupnya membahas tentang trauma, derajat keparahan trauma, hubungan luka atau
cedera dengan kekerasan penyebabnya serta kaitannya dengan hukum. Pada suatu trauma
fisik yang dialami seorang korban tindak pidana perlu dianalisis penyebabnya agar dapat
dianalisis lebih lanjut tentang ciri atau karakteristik benda penyebab dan analisis forensik
lebih lanjut. Dearajat atau kualifikasi luka akan berhubungan dengan pasal KUHP mana
yang akan dapat diterapkan dalam suatu kasus.
Berdasarkan penyebabnya trauma dibagi menjadi :
A. Trauma mekanik :
1. Trauma akibat kekerasan tumpul
2. Trauma akibat kekerasan tajam
3. Trauma akibat tembakan senjata api
B. Trauma fisik :
1. Trauma akibat suhu : suhu tinggi (panas), suhu rendah (dingin)
2. Trauma akibat arus listrik
3. Trauma akibat petir
4. Trauma akibat tekanan udara : tinggi, rendah
5. Trauma akibat radiasi
6. Trauma akibat akustik
C. Trauma kimiawi :
1. Trauma akibat korosifitas zat kimia : asam, basa
JENIS-JENIS LUKA
A. LUKA AKIBAT KEKERASAN TUMPUL
1. Luka memar
Luka memar adalah luka yang memiliki ciri berupa pecahnya pembuluh darah di
jaringan bawah kulit dan kulit ari (epidermis) masih intak atau utuh. Memar
merupakan salah satu tanda intravitalitas trauma yaitu berarti bahwa trauma terjadi
semasa korban masih hidup.
Patofisiologi atau mekanisme terbentuknya yaitu suatu kekerasan tumpul yang relatif
lunak dapat tidak mengakibatkan cedera atau diskontinuitas epidermis. Namun
kekerasan tersebut telah dapat mencederai pembuluh darah kapiler di bawahnya
sehingga terjadi perdarahan di bawah epidermis, di bawah dermis, atau di jaringan
otot.
Luka memar memiliki karakteristik warna, dimana warna luka memar menunjukkan
adanya proses penyembuhan yang bisa digunakan untuk memperkirakan saat
terjadinya kekerasan atau perkiraan usia luka. Perubahan warna luka memar secara
berurutan berubah warna dari merah keunguan menjadi biru-hijau-coklat-kuning dan
selanjutnya hilang. Adanya warna kuning disekitar warna memar menunjukkan bahwa
memar telah berusia lebih dari 18 jam.
Salah satu bentuk luka memar yang khas yaitu “marginal hemorrhage”, yaitu memar
jenis ini bisa digunakan untuk menganalsisis bentuk benda penyebabnya, misalnya
jejas ban, jejas pukulan cambuk atau tongkat. Pada marginal hemorrhage, memar
terjadi di tepi daerah yang terkena trauma dan trauma bertekanan besar yang terletak
diantaranya.
a. Waktu timbulnya luka memar.
Pada kulit yang tipis dengan banyak lemak luka memar terjadi lebih cepat yaitu
sekitar 1 – 2 jam, bahkan dapat lebih lebih cepat lagi bila terjadi pada kulit diatas
alis mata, skrotum, bibir dan pulva.
Sedangkan pada kulit yang tebal dengan sedikit lemak, seperti punggung, telapak
tangan dan kaki luka memar biasanya timbul setelah 1 atau 2 hari bahkan lebih.
b. Luas luka memar.
Hal ini tergantung pada:
1) Faktor pembuluh darah.
Bila jaringan yang kena atau rusak adalah pembuluh darah arteri maka terlihat
luka memar yang luas yang disebut dengan hematom. Bila jaringan yang rusak
adalah pembuluh darah kapiler maka luka memar yang ditimbulkan berukuran
kecil dan disebut dengan ekimosis.
2) Kerasnya benturan.
Semakin keras benturan maka semakin luas luka memar yang di timbulkannya.
3) Daerah yang dikenai.
Luka memar akan lebih luas terjadi bila mengenai jaringan ikat longgar daripada
jaringan padat.
Pada beberapa keadaan luka tembak keluar justru lebih kecil dari luka tembak masuk
hal ini disebabkan:
a. Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang.
b. Adanya benda yang menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan
keluar.
Pemeriksaan Kimiawi
1. Pada black gun powder dapat ditemukan kalium, karbon, nitrit, nitrat sulfas, sulfat,
karbon, tiosianat dan tiosulfat.
2. Pada senjata api yang modern unsur kimia yang dapat ditemukan ialah timah, barium,
antimony dan merkuri.
3. Pemeriksaan unsur-unsur tersebut dapat dilakukan terhadap pakaian didalam atau
disekitar luka.
4. Pada pelaku penembakan, unsur-unsur tersebut dapat dideteksi pada tangan yang
menggenggam senjata.
3. Penyebab kematian
Kematian akibat sengatan listrik berasal dari shock ketika akibat inhibisi vagal oleh
karena defek terkejut secara tiba-tiba. Hal ini bisa juga dikarenakan fibrilasi jantung
jika arus listrik melewati jantung atau karena paralisis pusat pernafasa, jika arus listrik
melalui medulla oblongata. Pada luka bakar yang luas, hasil akhirnya bisa kematian
akibat nefrosis haemoglubinuria.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997.
2. Sampurna B, Samsu Z. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum. Jakarta:
Pustaka Dwipar. 2003.
3. Idries, abdul mun’im, Agung Legowo Tiptomartono. Penerapan Ilmu Kedokteran
Forensik Dalam Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto. 2011.
4. Di Maio VJM. Forensic Pathology. New York: CRC Press. 2001.
5. Di Maio VJM. Gunshot wounds. 2nd ed. New York: CRC Press Boca Raton; 1999.
6. Knight B. Forensic pathology. 2nd ed. New York: Oxford University Press; 1996.