Anda di halaman 1dari 10

MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN

DENGAN PENERAPAN UPAYA KESELAMATAN PASIEN


Aswita Aprililian Sihaloho

aswita2002@gmail.com

Latar Belakang

Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan


seseorang, dengan tingkat kesehatan yang baik maka individu tersebut
akan produktif. Saat ini mutu layanan kesehatan merupakan fokus utama
bagi masyarakat. Kesadaran dan kepedulian terhadap mutu memang
semakin meningkat. Tingkat kenyamanan yang diberikan oleh penyedia
jasa sangat memengaruhi baik kepuasan maupun ketidakpuasan seseorang
terhadap proses pelayanan yang diterima olehnya. Maka dari itu, proses
pelayanan kesehatan yang diberikan pihak rumah sakit hendaknya mampu
menunjang kesembuhan fisik pasien. Selain itu, hendaknya juga dapat
meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk berusaha melawan penyakit
yang diderita olehnya. Dengan demikian, jasa kesehatan harus terjangkau
oleh masyarakat dan tersedia secara merata (Sunaringtyas, 2014). Kualitas
pelayanan dapat diartikan sebagai perbedaan antara pelayanan yang
diterima secara nyata dengan harapan pelanggan. Di industri perawatan
kesehatan, terdapat jenis-jenis pelayanan yang sama yang disediakan oleh
rumah sakit, namun kualitas pelayanannya belum tentu sama. Pasien
adalah pelanggan sehingga menjadi bagian yang sangat penting dalam
perkembangan industri kesehatan (Setyaningsih, 2013). Penyebab mutu
pelayanan yang rendah di antaranya faktor input (peralatan, dana,
kurangnya fasilitas, tenaga dokter ahli, dan sebagainya). Selain itu,
terdapat faktor pendukung lain yang menyebabkan mutu pelayanan rendah
di rumah sakit, yakni kuantitas dan kualitas perawat, jumlah dokter
spesialis, dan alokasi pendanaan masih terfokus pada fisik dan peralatan.
Alokasi dana yang kecil ini merupakan salah satu alasan terhambatnya
peningkatan mutu pelayanan (Arifin dkk., 2011).

Metode

Jurnal ini terdiri dari kumpulan beberapa jurnal serta e-book yang di
kumpulkan dengan tahap editing (pemeriksaan kembali). Data-data
tersebut kemudian di olah dan dianalisis dengan sistem komputerisasi.
Data yang telah di olah dan di analisis kemuadian di sajukan dalam bentuk
narasi dengan bentuk jurnal yang isinya membahas tentang hasil penelitian
yang di analisis dari beberapa jurnal tersebut.

Hasil

Menurut Edward Deming (1940), Mutu adalah pelayanan yang dapat


memuaskan pelanggan, Menurut Joseph M. Juran (1954), bahwa mutu
merupakan kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kepuasan
pelanggan. Sedangkan menurut Supriyanto & Wulandari (2011), mutu
merupakan keseluruhan karakteristik dan gambaran dari barang atau jasa
yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan
pelanggan. Sehingga dapat dikatakan bahwa mutu adalah sesuatu yang
digunakan untuk menjamin tujuan atau luaran yang diharapkan dan mutu
harus selalu mengikuti perkembangan pengetahuan professional terkini
agar dapat memuaskan pelanggan. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat
perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan
yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan yang
diharapkan. Kepuasan pasien menjadi bagian yang integral dan
menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu pelayanan kesehatan. Artinya,
pengukuran tingkat kepuasan pasien harus menjadi kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan. Konsekuensi
dari pola pikir yang demikian adalah dimensi kepuasan pasien menjadi
salah satu dimensi mutu pelayanan kesehatan yang penting (Pohan, 2002).
Menurut data peneliti, kepuasan merupakan tingkatan dari perasaan
seseorang terhadap perbandingan antara hasil suatu pemahaman suatu
produk dalam hubungannya dengan apa yang diharapkan. Kualitas
pelayanan yang relatif baik belum tentu memuasakan pasien. Sehingga
dapat meningkatkan jumlah kunjungan dan kepuasan pasien khususnya
pasien yang tidak mampu, karena persepsi pasien terhadap mutu
pelayanan adalah suatu yang subjektif dan dipengaruhi oleh banyak faktor
interaksi dan juga mempengaruhi kepuasan seseorang terhadap layanan
yang diterima.

Pembahasan

Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat atau tingkat kesempurnaan


pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan standar
pelayanan yang berlaku. Menurut Azwar (1996), mutu pelayanan
kesehatan bersifat multidimensi sebab mutu pelayanan kesehatan dapat
dilihat dari tiga sudut pandang yaitu dari pihak pemakai jasa pelayanan,
pihak penyelenggara pelayanan, dan pihak dan pihak penyandang dana
mutu. Berdasarkan Permenkes No. 46 Tahun 2015 Lampiran I Standar
Akreditasi Puskesmas disebutkan bahwa visi pembangunan kesehatan
yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya Kecamatan
Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Untuk mewujudkan
tercapainya Kecamatan Sehat, pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas
harus memiliki kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu, aman, serta dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Peningkatan
mutu merupakan suatu proses pengukuran derajat kesempurnaan
pelayanan kesehatan dibandingkan dengan standar atau prinsip dengan
tindakan perbaikan yang sistematik dan berkesinambungan untuk
mencapai mutu pelayanan yang optimum atau prima sesuai dengan standar
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan sumber daya yang ada
(Supriyanto & Wulandari, 2011). Kualitas atau mutu pelayanan kesehatan
tidak dapat lepas dari kepuasan pelanggan atau pasien. Pelayanan
kesehatan yang bermutu dapat meningkatkan kepuasan pasien terhadap
pelayanan yang diberikan. Selain itu, kepuasan pasien dapat dijadikan
tolok ukur keberhasilan mutu pelayanan sebuah fasilitas kesehatan.
Kepuasan pasien akan tercipta ketika apa yang didapat lebih besar dari
yang diharapkan. Menurut Kotler dalam Cahyono (2008), kepuasan dan
keselamatan pasien dengan tatakelola klinis serta efisiensi merupakan hal
penting dalam menjamin kualitas pelayanan kesehatan. Institute of
Medicine (2001) juga mengatakan hal yang sama, yaitu mutu sebuah
pelayanan kesehatan dapat berdasarkan pada efisiensi, efektifitas,
ketepatan waktu, keadilan, berorientasi pasien, dan keselamatan pasien.
Hal tersebut menunjukkan bahwa keselamatan pasien merupakan salah
satu tolok ukur bagi penilaian kualitas sebuah pelayanan kesehatan
termasuk Puskesmas.

Upaya Keselamatan Pasien

Keselamatan adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih


aman, meliputi asasmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya. Salah satu prinsip pelayanan kesehatan adalah menyelamatkan
pasien dengan prosedur dan tindakan yang aman dan tidak membahayakan
pasien maupun petugas pemberi pelayanan kesehatan. Setiap fasilitas
layanan kesehatan harus selalu menjaga keamanan proses pelayanan
kesehatannya guna menghindari terjadinya kesalahan medis (medical
error) yang bisa berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
Keselamatan pasien merupakan suatu upaya menjamin segala tindakan
dan aktivitas yang berhubungan dengan pasien yang dilakukan oleh
petugas kesehatan agar berlangsung dengan aman dan tidak menimbulkan
efek atau dampak yang membahayakan bagi pasien melalui serangkaian
aktivitas yang telah diatur dalam perundangundangan. Keselamatan pasien
menjadi poin penting dalam setiap tindakan medis baik tindakan medis
ringan maupun tindakan medis berat. Berdasarkan penelitian Maghfiroh &
Rochmah (2017), keselamatan pasien memberikan pengaruh besar
terhadap citra, tanggung jawab sosial, moral serta kinerja petugas
kesehatan sehingga keselamatan pasien memiliki keterkaitan dengan isu
mutu dan citra sebuah pelayanan kesehatan termasuk puskesmas.
Berdasarkan Permenkes No. 46 Tahun 2015, bahwa fasilitas kesehatan
diharuskan memperhatikan mutu pelayanan dan keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan pelayanan dan dilakukan secara berkesinambungan.
Berdasarkan penelitian Firawati, dkk. (2012), pelaksanaan keselamatan
pasien dan budaya keselamatan pasien di sebuah fasilitas pelayanan
kesehatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengorganisasian,
lingkungan kerja, dan faktor budaya. Dalam pelaksanannya, upaya
keselamatan pasien memerlukan pemantauan yang berkesinambungan
agar pelaksanaannya sesuai dengan tujuan. Berdasarkan penelitian Samra,
R., dkk. (2016), bahwa terdapat beberapa strategi monitoring yang dapat
digunakan sebagai metode pemantauan dalam implementasi upaya
keselamatan pasien. Strategi monitoring yang digunakan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan, kemampuan dan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan.
Monitoring upaya keselamatan pasien bertujuan untuk memastikan bahwa
pelaksanaan upaya keselamatan pasien telah sesuai dengan standar dan
kriteria yang telah disepakati. Sedangkan strategi monitoring merupakan
sebuah metode yang dipilih dan digunakan guna memudahkan dalam
proses pemantauan dan penemuan hambatan-hambatan selama
pelaksanaan upaya keselamatan pasien. Oleh karena itu, sebagai bentuk
strategi monitoring terhadap upaya keselamatan pasien di Puskesmas,
Pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan yang mengatur
terkait standar dan kriteria penilaian pelaksanaan upaya keselamatan
pasien dalam Permenkes No. 46 Tahun 2015. Berdasarkan kebijakan
tersebut, disebutkan bahwa agar menjamin perbaikan mutu, peningkatan
kerja dan penerapan manajemen risiko dilaksanakan secara
berkesinambungan di Puskesmas, maka perlu dilakukan penilaian oleh
pihak eksternal dengan menggunakan standar yang ditetapkan yaitu
melalui mekanisme akreditasi.
Pelaksanaan upaya keselamatan pasien tidak dapat dilakukan hanya oleh
tim keselamatan pasien atau petugas kesehatan dengan pasien yang
bersangkutan dan teknologi yang mendukung, melainkan harus melibatkan
seluruh bagian dari organisasi yaitu dalam bentuk dukungan manajemen
dan kerjasama antar staf yang baik (Sumarmi, 2017). Robbins dan Judge
(2008), menyatakan bahwa kerja sama tim yang baik dibutuhkan dalam
menghasilkan sinergi yang positif dalam mencapai suatu tujuan organisasi.
Upaya keselamatan pasien harus dipahami dan didefinisikan dengan baik
oleh seluruh pihak yang terlibat agar penerapan upaya keselamatan pasien
dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Penerapan upaya keselamatan pasien untuk peningkatan mutu pelayanan
kesehatan tidak hanya terkait dengan petugas atau sumber daya manusia
yang terlibat. Namun penciptaan lingkungan yang aman dan terhindar dari
hal-hal yang berpotensi membahayakan bagi pasien juga merupakan
bentuk upaya keselamatan pasien (Ulrich & Kear, 2014). Pengukuran,
pengumpulan dan evaluasi sasaran keselamatan pasien berfungsi sebagai
alat untuk menemukan hal-hal yang berpotensi menimbulkan bahaya baik
di lingkungan fisik fasilitas pelayanan kesehatan maupun prosedur
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas melalui penilaian-
penilaian yang berdasarkan pada indikator keselamatan pasien. Hasil
pengukuran dan pengumpulan sasaran keselamatan pasien dievaluasi dan
digunakan sebagai bahan untuk menciptaan pelayanan kesehatan yang
aman dan bermutu baik dari lingkungan fisik maupun prosedur pelayanan
kesehatan oleh petugas. Hal tersebut dapat disebut juga proses manajemen
upaya keselamatan pasien. terdapat hubungan yang signifikan antara
komitmen kerja, penerapan manajemen, dan mutu pelayanan kesehatan.
Penerapan manajemen akan berjalan dengan baik apabila didukung
dengan komitmen kerja antar anggota yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Standar keempat adalah
evaluasi dan komunikasi hasil perbaikan. Hasil perbaikan upaya
keselamatan pasien harus dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh
pihak yang terlibat agar masalah terkait keselamatan pasien tersebut
menjadi pembelajaran penting bagi seluruh pihak baik kepada petugas
pemberi pelayanan kesehatan maupun pasien dan diharapkan kekurangan
atau keselahan yang terjadi sebelumnya tidak terulang kembali di waktu
selanjutnya.

Penutup

Mutu Pelayanan Kesehatan adalah nilai kepatutan yang sebenarnya


( proper value) terhadap unit pelayanan tertentu, baik dari aspek technical
( ilmu, ketrampilan, dan teknologi medis atau kesehatan ) dan
interpersonal yaitu tata hubungan dokter – pasien : komunikasi, empati
dan kepuasan pasien ( Widayat, 2009 ). Mutu yang baik adalah tersedia
dan terjangkau , tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar profesi /
etika profesi, wajar dan aman, mutu memuaskan bagi pasien yang
dilayani. Mutu merupakan suatu standar yang harus dicapai rumah sakit
melalui petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien
dengan sebaik mungkin agar pasien mendapatkan pelayanan yang
memuasakan. Seperti tingkat reliabilitas yang berkaitan dengan
kemampuan pemberi layanan kesehatan untuk memberikan layanan yang
akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. Daya
tanggap dimana berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para
petugas kesehatan untuk membantu para pelanggan dan merespon
permintaan mereka serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan
kemudian memberikan jasa secara cepat. Petugas kesehatan juga harus
memiliki rasa empati dimana pemberi pelayanan kesehatan harus
memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan
pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. Petugas kesehatan
sangat memiliki peran penting dalam pelayanan, oleh karena itu petugas
tidak boleh melalaikan tugas untuk melayani pasien, hal ini dapat
menurunkan tingkat kepuasan pasien. Keselamatan pasien merupakan
suatu upaya menjamin segala tindakan dan aktivitas yang berhubungan
dengan pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan agar berlangsung
dengan aman dan tidak menimbulkan efek atau dampak yang
membahayakan bagi pasien melalui serangkaian aktivitas yang telah diatur
dalam perundangundangan. Keselamatan pasien menjadi poin penting
dalam setiap tindakan medis baik tindakan medis ringan maupun tindakan
medis berat.
DAFTAR PUSTAKA

Ulumiyah, N. H. (2018). Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan


Penerapan Upaya Keselamatan Pasien di Puskesmas. Jurnal Administrasi
Kesehatan Indonesia, 6(2), 149-155.

Machmud, R. (2008). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Jurnal


Kesehatan Masyarakat Andalas, 2(2), 186-190.

Djasri, A. U. H. (2012). Keselamatan Pasien dan Mutu Pelayanan Kesehatan:


Menuju Kemana?. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 15(04).

Trimurthy, I. G. A. (2008). Analisis hubungan persepsi pasien tentang mutu


pelayanan dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan
Puskesmas Pandanaran Kota Semarang (Doctoral dissertation, Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro).

Andriani, A. (2017). Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan


Kepuasan Pasien Diruangan Poli Umum Puskesmas Bukittinggi. Jurnal
Endurance, 2(1), 45-52.

FAJRIANTI, K. N., & Muhtadi, A. (2017). Peningkatan Mutu Pelayanan


Kesehatan Di Rumah Sakit Dengan Six Sigma. Farmaka, 15(3), 111-122.

Indrayathi, P. A., Listyowati, R., Nopiyani, N. M. S., & Ulandari, L. P. S.


(2014). Mutu pelayanan puskesmas perawatan yang berstatus badan layanan
umum daerah. Kesmas: National Public Health Journal, 9(2), 164-170.

Salamah, U., & Rustiana, E. (2017). Meningkatkan mutu pelayanan medik


melalui koordinasi antar unit dan profesionalisme petugas (Studi pada RSU
Dr. Slamet-Garut). Jurnal Pembangunan dan Kebijakan Publik, 1(2), 38-47.

Stiawan, A. (2017). Pelaksanaan Program Layanan Rumah Sakit Keliling


Guna Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan di Daerah Otonomi Baru
(DOB) Provinsi Lampung (Studi Pada Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung) (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Pratiwi, W. R., Kautsar, A. P., & Gozali, D. (2017). Hubungan kesesuaian


penulisan resep dengan formularium nasional terhadap mutu pelayanan pada
pasien jaminan kesehatan nasional di rumah sakit umum di
Bandung. Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 4(1), 48-56.
Simamora, R. H., & Nurmaini, C. T. S. (2019). Knowledge of Nurses about
Prevention of Patient Fall Risk in Inpatient Room of Private Hospital in
Medan. Indian Journal of Public Health Research & Development, 10(10),
759-763.

Anda mungkin juga menyukai