Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit neonatus memiliki perbedaan karakteristik dengan dewasa. Selama

trimester akhir kehamilan, janin ditutupi oleh pelindung biofilm disebut vernix

caseosa. Setelah lahir, kulit neonatal mengalami perubahan sebagai proses

adaptasi terhadap keadaaan di ekstrauterus. Transisi dari keadaan yang berair dan

steril ke lingkungan yang kering dan banyak patogen memberikan tantangan

tersendiri yang cukup dramatis bagi kulit neonatus.1,2,3

Pada neonatus terdapat kelainan kulit yang bersifat sementara sehingga

perlu dibedakan dengan keadaan yang serius atau permanen. Terkadang kelainan

sementara ini akan membuat orang tua bayi menjadi khawatir, sehingga

diperlukan pengetahuan mengenai kelainan-kelainan kulit yang dapat terjadi pada

bayi baru lahir. Kondisi kulit tertentu ditemui pada bayi baru lahir yang cenderung

untuk hilang atau sembuh setelah usia 30 hari dan ini dianggap bersifat sementara.

Jika kelainan tersebut merupakan hal yang serius atau permanen, maka perlu

diberikan tatalaksana yang sesuai.1,2

Beberapa kelainan fisiologis kulit pada neonatus yaitu kiperplasia kelenjar

sebasea, milia, epstein pearls, sucking blisters, benign cephalic pustulosis, eritema

toxikum neonatorum (ETN), transient neonatal pustular melanosis (TNPM),

neaonatal akne, mottling, miliaria, harlequin color change, cutis marmorata dan

tanda lahir.1,2,3,10,11

1
Diagnosis akurat penyakit kulit pada bayi merupakan proses yang

memerlukan pengamatan, evaluasi dan pengetahuan terminologi serta morfologi

kulit.1,2 Lesi kulit apapun selama periode ini harus secara hati-hati diperiksa dan

dibedakan dari kondisi kulit yang lebih serius untuk menghindari terapi yang tidak

perlu dan meyakinkan orang tua tentang prognosis yang baik dari manifestasi

kulit yang dialami. Kalaupun perlu diterapi maka dapat diterapi dengan tepat

sebab dalam penatalaksanaan pada neonatus, dosis terapeutik dan sediaannya

seringkali berbeda dengan dewasa. Obat-obatan yang digunakan pun berbasis per

kilogram.1,2,10

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI PERIODE NEONATAL

Periode neonatal merupakan 30 hari pertama kehidupan ekstrauterin.1 Ada

juga beberapa referensi lainnya yang mendefenisikan periode neonatal sebagai

masa 28 hari atau 4 minggu pertama kehidupan ekstrauterin. 2,3,4,5,6 Pada periode ini

kulit neonatal berkembang lebih cepat daripada pada kulit orang dewasa dan

beberapa kondisi yang awalnya dianggap sepele ternyata serius dan begitupun

sebaliknya. 1,2,3

B. FISIOLOGI KULIT NEONATUS

Selama trimester akhir kehamilan, janin ditutupi oleh pelindung biofilm

disebut vernix caseosa. Ini membentuk mekanis 'perisai' terhadap maserasi oleh

cairan amnion dan infeksi bakteri. Vernix terutama terdiri dari air (80,5%), protein

dan lipid (8 - 10%) yang melindungi kulit di dalam kandungan dari cairan amnion.

Penyebaran vernix caseosa selama gestasi bersamaan dengan maturasi sawar

transepidermal.1,3

Setelah lahir, kulit neonatal mengalami perubahan sebagai proses adaptasi

terhadap keadaaan di ekstrauterus. Transisi dari keadaan yang berair dan steril ke

lingkungan yang kering dan banyak pathogen memberikan tantangan tersendiri

yang cukup dramatis bagi kulit neonatus. Keutuhan dari barier epidermis paling

penting untuk mencegah terjadinya kehilangan air dan sebagai pertahanan

3
terhadap koloni mikroorganisme pada kulit mulai dari awal periode kelahiran.

Efikasi dari barier ini merupakan proporsi dari ketebalan dan komposisi lipidnya.

Selama periode gestasi akhir, jumlah lapisan epidermis dan ketebalan stratum

korneum akan bertambah seiring dengan pertambahan usia janin dan mencapai

pematangan pada usia gestasi 34 minggu. 1,3,8

Pada janin postmatur (>40 minggu usia gestasi) dijumpai kulit yang

mengering, pecah-pecah dan terkelupas segera setalah dilahirkan. Kulit yang

kering dan terkelupas akan menutup secara spontan pada sebulan pertama

kehidupan dan akan menghasilkan kulit yang normal dan sehat. Perawatan agen

topikal harus mengandung pelembab dan hindari mandi yang berlebihan. 1,3,8

Janin prematur, yaitu yang lahir sebelum usia gestasi 34 minggu,

mengalami penurunan fungsi barier epidermis dan bahkan rasio luas permukaan

tubuh-masa tubuh yang lebih besar lagi. Sebagai tambahan, organ-organ yang

belum matang pada bayi premature akan mempengaruhi, metabolisme, ekskresi,

distribusi dan ikatan protein pada agen kimia. Toksisitas lokal maupun sitemik

dapat terjadi pada bayi prematur tidak hanya karena pengobatan topikal tetapi

bisa juga karena sabun, lotion ataupun cairan pembersih lainnya. 1,3,8

Peningkatan kerapuhan kulit merupakan penanda utama prematuritas.

Gangguan pada epidermal dan dermal akan menyebabkan nyeri kutaneus yang

lumayan parah. Bayi prematur memiliki resiko infeksi dan sepsis dari organisme

terkait kulit yang masuk lewat kulit yang tipis dan rapuh. Berkeringat pada bayi

premature turut berkontribusi terhadap jeleknya termoregulasi tubuh. Regulasi

terhadap panas tidak berfungsi karena tipisnya lapisan lemak subkutan, kontrol

4
autonom pembuluh darah kulit juga jelek, dan besarnya rasio luas permukaan

tubuh. Diruang perawatan bayi, bayi prematur biasanya ditempatkan di ruangan

isolasi dengan pengaturan suhu dan kelembapan sampai janin matur dan regulasi

air dan suhu tubuhnya stabil. 1,3,8

C. KELAINAN KULIT FISIOLOGI S PADA NEONATUS

Hiperplasia Kelenjar Sebaseus

Sekitar 50% bayi baru lahir normal mengalami hiperplasia kelenjar

sebaseus.1 Manifesatsi yang dapat terlihat pada kelainan ini yaitu adanya makula

atau papula kecil, ukuran < 1 mm, warna kekuningan, multiple. Predileksi dari

hiperplasia kelenjar sebaseus yaitu pada dahi, hidung, bibir atas, dan pipi bayi

baru lahir.1,2,5 Ini merupakan keadaan yang ringan dan dapat hilang secara spontan.

Papul-papul kecil akan semakin mengecil dan hilang seluruhnya dalam 1 minggu

kehidupan. Hal ini tidak berhubungan dengan jenis kelamin, ras, dan usia

kehamilan.1,5 Hiperplasia kelenjar sebaseus lebih sering terjadi pada bayi laki-laki,

yang cukup bulan, pada bayi yang dilahirkan secara normal atau pervaginam,

lebih banyak pada multipara dan pada bayi dengan berat >2500 gr. Keadaan ini

jarang terlihat pada bayi prematur.1,7,9

5
Gambar 2.1 Hiperplasia kelenjar sebaseus pada hidung neonatus usia 1 hari
Sumber : Wolff K ,et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed.8. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2012.

Milia

Milia merupakan kista inklusi epidermal superfisial yang mengandung

keratin berlapis-lapis dengan gambaran lesi berupa papul padat, multiple,

berukuran pin point dengan diameter 1-2 mm, dan berwarna putih atau

kekuningan.1,2,3,10,11,12 Milia disebabkan oleh retensi keratin pada dermis.2,12 Papul

paling sering pada wajah terutama hidung, pipi dan dahi bayi.1,2,3,11,12 Kadang juga

dapat ditemukan lesi ekstrafacial yaitu di dada dan ekstremitas.3

Prevalensi milia umumnya bervariasi yaitu mulai dari 7,5% sampai 36%. 5

Milia tidak berhubungan dengan maturitas, lebih sering pada bayi perempuan

daripada laki-laki, bayi yang lahir dengan berat >2500 gr, dan pada multipara. 4,5,9

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Behera B, dkk menyatakan hasil yang

berbeda mengenai jenis kelamin. Dalam penelitian ini, milia lebih banyak

ditemukan pada bayi yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. 7

6
Milia dapat ditemukan pada bayi baru lahir dan hilang secara spontan dalam

beberapa minggu kehidupan (3 atau 4 minggu).1,2,3,11, 12

Gambar 2.2 Multiple milia pada bayi baru lahir


Sumber: Gokdemir G, dkk. Cutaneous lesions in Turkish neonates born in teaching hispital.
Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2009;75:639.

Epstein Pearls

Milia yang terletak pada mukosa oral di sepanjang median palatal raphe,

dinamakan "mutiara ebstein atau epstein pearls".1,2,3,10,11 Epstein pearls umumnya

memiliki ciri berdiameter 2-3 mm, berwarna putih atau kekuningan, dan dapat

ditemukan pada 85% bayi baru lahir.2

Dalam sebuah penelitian dari India, mutiara Ebstein ditemukan sebagai

kulit yang paling umum ditemukan yaitu sekitar 61%.12 Penelitian lain yang

dilakukan oleh Patel PV dkk, juga menyatakan hal serupa yaitu epstein pearls

ditemukan pada 64-89 % neonatus normal dan sering terjadi pada bayi

Kaukasia.4,14 Epstein pearls lebih sering terjadi pada bayi baru lahir berjenis

kelamin perempuan, usia gestasi aterm, multipara, dan pada bayi yang berat

lahirnya >2500 gr.5,7,9,13

7
Ketika terjadi pada margin alveolar, maka disebut bohn’s nodule.2,3,12

Epstein pearls tidak membutuhkan terapi khusus karena dalam beberapa minggu

akan hilang.2

Gambar 2.2 Milia (Kiri), Bohn’s Nodules (kanan)


Sumber: Haveri FTTS, Inamadar AC. A Cross-Sectional Prospective Study of Cutaneous Lesions
in Newborn. Hindawi Publishing Corporation ISRN Dermatology. 2014;1:3

Sucking Blisters

Sucking blister merupakan bula yang terdapat pada permukaan, bersifat

soliter atau tersebar pada ekstrimitas atas bayi baru lahir. Lesi kulit ini diyakini

terjadi akibat isapan kuat dari janin pada daerah tertentu saat di dalam kandungan.

Tempat yang sering adalah lengan bawah, ibu jari, dan telunjuk. Bula-bula ini

sembuh cepat tanpa gejala sisa. 1,12

Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan cara observasi pada neonatus ketika

sedang menghisap daerah lesi. Jika ekstremitas yang terkena didekatkan ke mulut

bayi, bayi akan mulai mengisap lokasi ini,maka diagnosis dapat ditegakkan. 1,12

8
Infeksi herpes perlu dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis.

Namun lesi infeksi herpes simplek adalah vesikel berkelompok dengan dasar

eritematosa atau punch out, dan erosi hemoragik. 1,12

Dalam menangani kasus seperti ini tidak diperlukan pengobatan khusus.

Hal ini dikarenakan lesi ini membaik dengan sendirinya dalam beberapa hari

sampai minggu. 1,12

Benign Cephalic Pustulosis

Lesi neonatal akneiformis pada wajah biasanya berkembang dalam 30 hari

pertama kehidupan dan diperkirakan terjadi pada 50% bayi baru lahir. Erupsi ini

muncul dimediasi hormone androgen yang menyebabkan hyperplasia kelenjar

sebaceous dan dikaitkan dengan pertumbuhan berlebih dari Malassezia sp, dan

disebut juga "Benign Cephalic Pustulosis”. Sebagian kasus akan sembuh

spontan.3,11,12

Gambar 2.3 Benign cephalic pustulosis. Tampak banyak papulopustul di kedua pipi pada bayi
berusia 3 minggu (kiri). Infantil acne. True comedones dan inflammatory papules pada kedua pipi
anak perempuan berusia 10 bulan (kanan).
Sumber: Wolff K ,et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed.8. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2012.

9
Neonatal Akne

Neonatal akne juga berhubungan dengan kolonisasi Malassezia spp

seperti pada benign cephalic pustulosis. Akan tetapi pada neonatal acne jauh lebih

sedikit dibandingkan benign cephalic pustulosis dan dapat dibedakan dengan lesi

komedomal. Pada neonatal akne biasanya terdiri dari komedo tertutup di dahi,

hidung dan pipi, meskipun lokasi lain juga mungkin. Komedo terbuka, papula

inflamasi, dan pustula juga dapat berkembang. 3,11,12

Pada kasus-kasus ringan dari akne neonatorum terapi seringkali tidak

diperlukan, cukup dilakukan pembersihan setiap hari dengan sabun dan air.2 Jika

lesi luas dan bertahan selama beberapa bulan maka dapat diberikan lotion benzoil

peroksida 2,5%.3,11,12

Pada neonatal akne parah yang disertai dengan tanda-tanda

hiperdrogenisme lainnya harus segera dilakukan pemeriksaan untuk hiperplasia

kortikal adrenal, tumor virilisasi. Lesi dapat menghilang dalam 1-3 bulan.3,11,12

Eritema Toksikum Neonatorum (ETN)

Eritema toksikum neonatorum (ETN) disebut juga sebagai eritema

neonatorum allergikum, toksik eritema, urtikaria neonatorum, dan eritema

neonatorum. ETN merupakan kondisi idiopatik yang sering terjadi, ditemukan

pada hampir 50-75% bayi cukup bulan dan jarang terjadi pada bayi kurang

bulan.1,2

10
Penyebab ETN tidak diketahui. Trauma mekanis atau kelahiran cukup

bulan diduga sebagai faktor etiologi. Faktor genetik, lingkungan dan ras kulit

hitam memiliki peran pada etiologi ETN.4,5,13 ETN juga lebih sering ditemukan

pada bayi berjenis kelamin laki-laki, multipara, dan berat badan lahir yang

berlebihan.9 Penelitian lain yang dilakukan oleh Behera, dkk menunjukkan hasil

yang berbeda. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin dengan ETN (p=0,002), dan perempuan yang

paling dominan. Selain itu, penderita ETN lebih banyak yang lahir dengan berat

badan normal, dan dengan dilahirkan melalui caesarean section.7 Gokdemir, dkk

melalui penelitiannya juga menyatakan bahwa ETN lebih banyak ditemukan pada

bayi yang dilahirkan dengan melalui caesarean section.5

Lesi yang dapat ditemukan pada ETN yaitu makula eritematosa, papul,

pustule atau kombinasi ketiganya.2 Makula eritematosa tak beraturan berdiameter

1-3 cm dengan vesikel atau pustula sentral 1-4 mm, berwarna putih-kuning, dan

keras. Terkadang bercak eritema merupakan satu-satunya manifestasi. Lesi ini

menyebar, sembuh sendiri, dan bersifat jinak. Biasanya muncul pada usia 24

sampai 48 jam kehidupan, namun dapat terlambat sampai usia 10 hari.1,3,11

Lesi dapat jarang atau banyak dan berkelompok pada beberapa tempat atau

tersebar luas pada permukaan tubuh terutama pada dahi, wajah, batang tubuh, dan

ekstremitas.2 Telapak tangan dan kaki biasanya tidak terkena lesi ini. Pustula

terbentuk di bawah stratum korneum atau lebih dalam pada epidermis dan

mewakili kumpulan eosinofil yang juga berakumulasi di sekitar bagian atas dari

11
folikel pilosebasea. Eosinofil dapat ditemukan pada pewarnaan wright dari isi

vesikel atau pustula.1,3

Lesi eritematosa dengan papula atau pustula sentral cenderung terletak

pada punggung, paha dan wajah. Jarang terjadi di telapak tangan dan telapak kaki.

Lesi biasanya dikelilingi oleh halo difus, bercak, erythematous halo. Temuan

klinis sebagian besar cukup untuk diagnosis.1-5 Terdapat 2 jenis erupsi yang dapat

ditemukan pada ETN yaitu:

1. Pada 70% kasus berupa gambaran eritematosa dan papul. Bercak eritematosa,

berukuran 1-3 cm dengan batas tidak beraturan, dapat membentuk gabungan.

Gambaran yang paling khas yaitu terdapat "gigitan kutu atau “flea bite"

dengan papul putih kekuningan pada dasar eritematosa.3

2. Pada 30% kasus didominasi pustular berwarna putih, diameter berukuran 1-2

mm dan disekelilingnya terdapat lingkaran eritematosa yang kecil. Lesi lebih

sering terdapat pada punggung, tapi juga dapat ditemukan di lengan atas,

wajah dan paha. Jarang ditemukan pada telapak tangan dan telapak kaki.3

Lesi pada ETN dapat menyerupai pioderma, kandidosis, herpes simplex,

transient neonatal pustular melanosis (TNPM), dan miliaria tapi dapat dibedakan

oleh karakteristik infiltrat eosinofil dan tidak adanya organisme pada pewarnaan.

Pemeriksaan dengan pewarnaan wright pada inti vesikel atau pustule akan

dijumpai banyak eosinofil. Melalui pemeriksaan darah tepi dapat dijumpai

eosinofilia sebanyak 20% terutama pada bayi, dengan lesi yang luas. Pada TNPM

lesi neutrofil lebih banyak daripada eosinofil, lesi sembuh dengan sisa pigmentasi,

hal ini tidak terlihat di ETN. Infeksi bakteri, Pityrosporum folliculitis, dan

12
kandidiasis juga dapat menyerupai ETN. Kultur Bakteri dan jamur dan pewarnaan

Gram akan membantu membedakan penyakit tersebut. ETN bersifat jinak dan

dapat hilang spontan pada usia 2-3 minggu tanpa gejala sisa.1,3,4,5,10

Gambar 2.4 Eritema toksikum neonatorum. Makula eritematosa, beberapa dengan papulopustula
sentral kecil, pada lengan neonatus usia 1 hari.
Sumber : Wolff K ,et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed.8. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2012.

Transient Neonatal Pustular Melanosis (TNPM)

TNPM merupakan erupsi pustular idiopatik pada bayi baru lahir dengan

karakteristik terdapat pustule yang sembuh meninggalkan makula pigmentasi

coklat kecil. Lesi ini lebih jarang daripada ETN dan lebih sering pada neonatus

dengan kulit yang berkulit gelap daripada kulit putih sehingga disebut juga

dengan istilah “freckling” atau “lentigines neonatorum”. Lesi ini bersifat

sementara, jinak, sembuh sendiri dengan penyebab yang tidak diketahui.1,2,3

Perrin et al, menyatakan bahwa insiden metaplasia skuamosa plasenta

tinggi pada ibu dari anak yang terkena dibandingkan pada ibu dari bayi kontrol

13
(normal). Temuan ini belum dikonfirmasi, dan saat ini tidak ada penelitian yang

menghubungkan TPM dengan proses infeksi. insiden yang lebih tinggi pada

neonatus berkulit hitam mungkin terkait dengan stimulasi melanosit yang

diakibatkan oleh sitokin dan untuk melepaskan faktor pertumbuhan oleh sel-sel

pada infiltrat epidermal.2

Terdapat 3 jenis lesi pada TNPM, yaitu:1,3,12

1. Vesikel kecil

2. Pustula superfisial yang menyebar, pecah dengan skuama kolaret

3. Makula hiperpigmentasi

Pustula muncul pada fase awal, dan makula pada fase lanjut. Makula

berpigmen juga seringkali tampak saat lahir atau berkembang pada tempat pustula

atau vesikel yang pecah dalam hitungan jam atau selama hari pertama kehidupan.

Makula hiperpigmentasi dapat bertahan sampai 3 bulan. Karakteristik makula

hanya berupa peningkatan melanisasi dari sel epidermal terkhususnya di lapisan

basal dan suprabasal. Fase pustula jarang berlangsung lebih dari 2-3 hari. Fase

aktif menunjukkan pustula intra atau subkorneal yang berisi leukosit

polimorfonuklear, debris, dan kadang eosinofil.1,2,3,11,12 Puing-puing keratin, cairan

serosa dan poros rambut yang terfragmentasi juga dapat ditemukan. Pada dermis,

eosinofil dan atau neutrofil dapat terlihat di sekitar cappilaries dan di sekitar

bagian atas folikel rambut.2

14
Gambar 2.5 (A) Bayi baru lahir dengan pustula kongenital berdinding tipis yang mudah ruptur.
(B) Makula hiperpigmentasi yang muncul pada usia 10 jam.
Sumber : Wolff K ,et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed.8. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2012.

Lesi ini dapat ditemukan dalam distribusi yang menyebar. Lesi dapat

terjadi di mana-mana dengan tempat predileksi adalah dagu, leher, dahi, dada

bagian atas, punggung bawah, dan pantat, dan punggung bawah walaupun kulit

kepala, ekstrimitas, telapak tangan dan kaki pun bisa terkena. Apusan dari isi

vesikel atau pustula akan menunjukkan predominasi neutrofil dengan sedikit

eosinofil pada sediaan pewarnaan wright. Kultur dan pewarnaan dapat digunakan

untuk membedakan pustula dari ETN dan pioderma karena mereka tidak

mengandung bakteri atau kumpulan eosinofil. Pewarnaan gram dari pustula ETN

atau TNPM tidak akan menunjukkan organisme. Pewarnaan wright biasanya

menunjukkan predominasi neutrofil.1,3,11,12

TNPM merupakan kondisi yang tidak berbahaya yang tidak memerlukan

pengobatan.1,2 Pustula biasanya menghilang pada usia 5 hari, meninggalkan

makula pigmentasi residual yang sembuh selama 3 minggu sampai 3 bulan. 1,3,11,12

15
Mottling
Mottling adalah bercak atau pola seperti renda yang bewarna eritema

kehitaman pada ekstremitas dan tubuh neonatus yang terjadi karena terpapar

dengan udara dingin. Hampir semua bayi menunjukkan bintik-bintik pada

beberapa waktu selama periode awal kelahiran karena ketidakmatangan kontrol

otonom dari pleksus vaskular kulit.1

Bintik fisiologis ini akan menghilang pada saat pemanasan,

membedakannya dari kutis marmorata telangiectasis kongenital dan livedo

retikularis. Mottling biasanya hilang spontan pada usia 6 bulan.1

Miliaria

Istilah miliaria digunakan untuk menggambarkan sekelompok kelainan

ekrin sementara. Dermatosis umum ini disebabkan oleh oklusi duktus ekrin pada

berbagai tingkatan, yang mengakibatkan pecahnya duktus dan kebocoran keringat

pada epidermis dan dermis papiler.3,10,11,12

Baik milia dan miliaria dihasilkan dari ketidakmatangan struktur kulit,

tetapi secara klinis berbeda. Miliaria mempengaruhi hingga 40% bayi dan

biasanya muncul selama bulan pertama kehidupan. Tingkat obstruksi menentukan

manifestasi klinis.11,12

16
Gambar 2.6 Miliaria
Sumber: Patel PV, et al. Clinical study of neonatal skin lesions. International Journal of Research
in Dermatology. 2017;3:239

Miliaria dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu miliaria kristallina, rubra

dan profunda.

1. Miliaria kristallina

Miliaria kristallina adalah jenis yang paling umum pada periode bayi

baru lahir. Ini ditandai dengan 1-2 mm vesikel non inflamasi superfisial tanpa

dikelilingi eritema dan adanya obstruksi superfisial duktus ekrin pada tingkat

stratum korneum. Lesi paling sering terjadi pada dahi dalam 6-7 hari

kehidupan pertama. Selain itu juga dapat ditemukan pada badan bagian atas.

Lesi pecah dan membaik dalam beberapa hari.3,10,11,12

Miliaria kristallina lebih banyak ditemukan pada bayi berjenis

kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.13 Miliaria crystallina dapat

dibedakan dari infeksi virus pada kulit dengan kurangnya eritema di

sekelilingnya, dan tidak adanya sel peradangan atau keratinosit raksasa pada

pemeriksaan sitologis isi vesikel.10

17
Gambar 2.7 Miliaria crystalline pada lengan atas bayi usia 7 hari
Sumber: Burns T, et al. Rook’s textbook of dermatology. Ed. 8. Oxfoord: Bleckwell publishing;
2010.p.561

2. Miliaria rubra (pricky head)

Miliaria rubra ditandai oleh papula inflamasi yang kecil dan pustula.

Obstruksi miliaria jenis ini terjadi pada pertengahan epidermis. Temuan klinis

sebagian besar pada dahi, dada atas, volar lengan dan bagian kulit yang

tertutup. Untuk menghindari retensi keringat, meminimalkan panas berlebih

adalah metode pencegahan terbaik.3,10, 11,12

Insiden miliaria rubra lebih banyak pada laki-laki dan lebih banyak di

pada bayi cukup bulan, yang menjalani operasi caesar dan pada bayi dengan

berat lahir lebih. Kejadian yang lebih tinggi ditemukan di multipara.

Prevalensi miliaria lebih tinggi pada bayi prematur karena ketidakmatangan

respon kulit terhadap faktor lingkungan pada bayi prematur.9

3. Miliaria Profunda

Miliaria profunda jarang terjadi pada bayi baru lahir. Pada miliaria profunda,

saluran ekrin terhambat di persimpangan dermo-epidermal. 3,10, 11,12

18
Harlequin Color Change

Lesi ini merupakan kejadian vaskular yang jarang namun dramatis yang

terjadi pada periode neonatus dan paling sering pada berat badan lahir rendah.

Lesi kulit ini terjadi terutama pada bayi belum cukup bulan, sedangkan jarang

pada bayi cukup bulan.1,3 Lesi ini mungkin menggambarkan ketidakseimbangan

mekanisme pegaturan pembuluh darah secara otonom. Fenomena ini dikaitkan

dengan belum matangnya perkembangan bagian hipotalamus yang mengontrol

tonus otot polos pembuluh darah perifer, lesi ini biasanya terjadi pada 2-5 hari

pertama dan bertahan 2-3 minggu. 1,3,12

Gambaran klinis yang ditemukan berupa perubahan warna kulit pada saat

bayi tersebut berbaring. Daerah tempat berbaring berwarna kemerahan sedangkan

sisi sebelahnya berwarna pucat. Perubahan warna bertahan hanya 30 detik sampai

20 menit dan terkadang terkena hanya sebagian kecil dari tubuh atau muka.

Perubahan posisi bayi dapat mengembalikan warna pada badannya. Episode

berulang dapat terjadi tapi tidak mengindikasikan ketidakseimbangan otonom

permanen.1,3,12

Kutis Marmorata

Kutis marmorata adalah lesi kulit dimana terdapat warna kulit kebiruan

akibat dari adanya pelebaran pembuluh darah kapiler dan venula. Hal ini terjadi

ketika bayi baru lahir terpapar dengan suhu udara lingkungan yang rendah.

Perubahan vaskular ini mewakili respon pembuluh darah yang fisiologis dan

menghilang dengan bertambahnya usia, walaupun terkadang ditemukan pada anak

19
yang lebih tua. Lesi ini terutama mengenai daerah batang tubuh dan eksterimitas.

Keadaan ini dapat menghilang dari beberapa minggu sampai bulan. 2,10,12

Kutis marmorata persisten terjadi pada penyakit disautonomia familial,

dan sindrom Cornelia de Lange, Down, dan trisomi 18. Cutis marmorata

telangiectatica congenita secara klinis mirip, tapi lesi lebih banyak, dapat

segmental, persisten, dan dapat berhubungan dengan kehilangan jaringan dermal,

atrofi epidermal, dan ulserasi. Kondisi ini dapat meningkat pada tahun pertama

kehidupan, dengan setengah menunjukkan penurunan tanda pembuluh darah.

Bentuk kongenital berhubungan dengan mikrosefali, mikrognatia, bibir sumbing,

gigi distrofi, glaukoma, dan asimetri tengkorak. Penatalaksanaannya adalah

dengan menghangatkan neonatus maka akan terjadi perbaikan warna kulit seperti

semula, kecuali pada yang persisten.2,10,12

Tanda Lahir

Tanda lahir merupakan kelebihan satu atau lebih komponen normal kulit

per unit area, seperti: pembuluh darah, pembuluh getah bening, sel pigmen, folikel

rambut, kelenjar sebasea, epidermis, otot polos, kolagen atau elastin. Dua tanda

lahir yang paling umum adalah nevus simpleks dan mongolian spot.1,5,10

Salmon Patch

Salmon patch (juga dikenal sebagai nevus simpleks, flammeus nevus,

ciuman malaikat, atau gigitan bangau). Salmon patch merupakan makula vaskular,

berwarna merah muda pucat dan kecil. Paling sering terjadi pada glabela, kelopak

20
mata, bibir atas, dan daerah leher pada 30-40% dari bayi baru lahir yang normal.

Lesi ini mewakili pelebaran vaskular yang terlokalisasi, menetap untuk beberapa

bulan dan dapat menjadi lebih terlihat saat menangis atau perubahan suhu

lingkungan. 7,12,13

Kebanyakan lesi pada wajah akan menghilang seluruhnya, dalam beberapa

bulan sampai tahun tapi lesi pada leher posterior dan daerah oksipital biasanya

menetap sepanjang hidup namun tidak memiliki dampak klinis apapun atau

dengan kata lain tidak perlu diterapi. 7,12,13

Lesi pada daerah wajah harus dibedakan dengan port-wine stain yang

merupakan lesi permanen. Salmon patch biasanya simetris, dengan lesi pada

kedua kelopak mata atau kedua sisi batang tubuh. Port-wine stain biasanya lebih

besar dan unilateral, dan biasanya berakhir sepanjang garis tengah.7,12,13

Sebuah penelitian yang dilakukan Behera, dkk di India menyatakan bahwa

insiden salmon patch yaitu sekitar 10%, sedangkan di Jepang 22%. Tidak terdapat

perbedaan jenis kelamin dalam kasus ini dan bayi yang paling sering terkena yaitu

yang memiliki berat badan lahir berlebihan.7

Gambar 2.8 Salmon patches


Sumber : http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/picture-of-salmon patches

21
Mongolian Spot

Mongolian spot merupakan lesi ini biasanya terlihat saat lahir, walaupun

bisa juga muncul beberapa minggu setelah lahir. Lesi ini berupa belang berwarna

biru pada regio lumbosakral yang disebakan oleh melanosit yang terperangkap

selama migrasi ke dermis. Walapun dapat terjadi pada seluruh ras, tapi lebih

sering pada anak-anak Asia atau kulit hitam.

Lesi makular biru atau keabuan memiliki batas yang bervariasi, terjadi

paling sering pada daerah presakral tapi dapat juga ditemukan sepanjang paha

bagian belakang, kaki, punggung, dan bahu. Dapat berupa satu lesi atau beberapa

dan biasanya melibatkan daerah yang luas. Lebih dari 80% bayi kulit hitam, Asia,

dan India Timur memiliki lesi ini, insiden pada bayi kulit putih kurang dari 10%.

Warna yang unik dari makula ini terjadi karena lokasi dermal dari melanosit yang

mengandung melanin tertahan migrasinya dari neural crest ke epidermis.

Gambar 2.9 Mongolian Spot


Sumber: Patel PV, et al. Clinical study of neonatal skin lesions. International Journal of Research
in Dermatology. 2017;3:241

22
Mongolian spot biasanya hilang selama beberapa tahun pertama

kehidupan tapi terkadang menetap. Penentuan diagnosis dari lesi ini dapat secara

klinis ditentukan tanpa perlu adanya tes penunjang lainnya. Lesi ini bukanlah

suatu keganasan. Beberapa lesi dapat menyebar pada daerah yang tidak biasa serta

jarang hilang. Penampilan karakteristik dan awal terjadinya membedakan lesi ini

dari memar karena kekerasan pada anak.4,7,10,12

23
BAB III

PENUTUP

Kelainan kulit pada periode neonatal sering ditemukan dan menjadi

penyebab kecemasan pada orang tua yang membuat mereka mencari konsultasi

kesehatan. Mayoritas lesi kulit neonatus biasanya fisiologis, sementara dan self-

limited. Hanya lesi-lesi patologis yang memerlukan terapi. Karakteristik kulit

neonatus sangat sensitif terutama karena pada masa ini terjadi penyesuaian awal

terhadap fungsi kulit sebagai regulator. Penting bagi seorang dokter untuk dapat

mengidentifikasi dan mendiagnosis lesi kulit pada neonatus secara tepat agar

dapat menghindari terjadinya intervensi diagnostik dan tindakan terapeutik yang

tidak perlu.

Beberapa lesi kulit, baik fisiologis ataupun patologis, dapat muncul pada

saat lahir dan selama periode neonatal. Pengetahuan mengenai lesi-lesi kulit

fisiologis pada neonatus akan membuat diagnosis lebih terarah sehingga

tatalaksana yang akan diberikan pun akan sesuai. Oleh karena itu, perlu

pengamatan yang cermat serta pengetahuan mengenai patofisiologi pada setiap

lesi kulit yang terjadi akan mengarahkan pada ketepatan pemberian tatalaksana.

Dalam mengevaluasi prevalensi lesi kulit selama periode neonatal,

penelitian-penelitian yang ada telah mempertimbangkan hubungannya dengan

jenis kelamin, usia kehamilan, dan proses kelahiran. Data tersebut dapat berguna

dalam memahami perjalanan terjadinya lesi kulit yang terjadi pada neonatus.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Chang MW. Neonatal, pediatric and adolescent dermatology. In: Wolff K,

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors.

Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Ed.8. New York: The

McGraw-Hill Companies; 2012. p. 1689-93.

2. Paller AS, Mancini AJ. Hurwitz clinical pediatric dermatology a textbook of

skin disorders of childhood and adolescent. Ed. 5. China: Elsevier Inc; 2011.

p.11-16

3. Boralevi F, Taieb A. Common transient neonatal dermatoses. In: Irvine AD,

Hoger PH, Yan AC, editors. Harper’s textbook of pediatric dermatology.

Vol.1. Ed. 3. Oxford: Bleckwell Science Ltd; 2011. p. 100-111

4. Patel PV, SHetty VH, Shetty NJ, Varsha. Clinical study of neonatal skin

lesions. International Journal of Research in Dermatology. 2017;3(2):239-

244.

5. Gokdemir G, Erdogan HK, Kolsu A, Baksu B. Cutaneous lesions in Turkish

neonates born in a Cutaneous lesions in Turkish neonates born in a teaching

hospital. Indian J Dermol Venereol Leprol. 2009;75:638-641.

6. Sandeep B, Susheela C, Keerthi S. Cutaneous Lesions in Newborn Babies: A

Hospital-based Study. International Journal of Scientific Study. 2016;6(5):43-

49.

25
7. Behera B, Kavadya Y, Mohanty P, Routray D, Ghosh S, Das L. Study of

Physiological and Pathological Skin Changes in Neonates: An East Indian

Perspective. Indian Journal of Pediatric Dermatology. 2018;16(1):40-47.

8. Oranges T, Dini V, Romanelli M. Skin Physiology of the Neonate and Infant:

Clinical Implications. Advances in Wound Care. 2015;4(10):587-595.

9. Kaur J, Sharma N. Incidence of physiological and pathological skin changes

in the newborn. The Internet Journal od Fermatology. 2012;9(1):1-3.

10. Paige D. Skin disorders in the neonate. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,

Griffiths C, editors. Rook’s textbook of dermatology. Vol. 1. Ed. 8. Oxford:

Bleckwell Science Ltd; 2010. p. 558-61.

11. Kutlubay Z, Tabakol A, Engin B, Simsek E, Serdaroglu S, Tuzun Y, et al.

Newborn Skin: Common Skin Problems. Maedica A Journal of Medicine.

2017;12(1):42-47.

12. Serdaroglu S, Cakil B. Physiologic Skin Findings of Newborn. Jornal of

Turkish Academy od Fermatology. 2008;2(4):1-6.

13. Haveri FTTS, Inamadar AC. A Cross-Sectional Prospective Study of

Cutaneous Lesions in Newborn. ISRN Dermatology. 2014;1:1-8.

14. Agarwal G, Kumar V, Ahmad S, Goel K, Goel P, Prakash A, et al. A Study

on Neonatal Dermatosis in a Tertiary Care Hospital of Western Uttar Pradesh

India. 2012;2(8): 1-2.

26

Anda mungkin juga menyukai