Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN PUSTAKA

Divisi : Rawat Inap


Penyaji : Dr. Novi Adewani Harahap
Pembimbing : Dr. Inda Astri Aryani, Sp.D.V.E. Subsp.D.A, FINSDV, FAADV
Tempat & waktu : Selasa, 23 Januari 2024, pukul 13.00 WIB
Ruang Ilmiah Bagian/KSM Dermatologi Venereologi dan Estetika
FK UNSRI/RSMH Palembang

PERAWATAN KULIT PADA BAYI PREMATUR


Novi Adewani Harahap, Inda Astri Aryani
Bagian/KSM Dermatologi Venereologi dan Estetika
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang

ABSTRAK
Kulit bayi prematur memiliki struktur, komposisi, dan integritas berbeda dibanding dengan kulit bayi cukup
bulan. Pada bayi prematur ditemukan sawar kulit belum matang, stratum korneum lebih tipis, vernix caseosa
belum terbentuk atau sedikit, ukuran korneosit lebih kecil sehingga menyebabkan fungsi kulit terganggu. Bayi
prematur memiliki kulit dengan transepidermal water loss (TEWL) meningkat dan natural moisturizing factor
(NMF) lebih sedikit sehingga berpotensi meningkatkan risiko kelainan termoregulasi dan cedera. Manifestasi
penyakit kulit ditemukan pada bayi prematur antara lain skar kulit, hemangioma, intoksikasi transepidermal dan
infeksi. Perawatan kulit optimal penting untuk memperbaiki sawar kulit bayi prematur sehingga mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Perawatan kulit bayi prematur dapat dilakukan dengan cara mengendalikan TEWL,
mencegah kerusakan mekanik, infeksi dan pemantauan toksisitas obat. Pengendalian TEWL dapat dilakukan
dengan metode penggunaan pelembap, pembersihan kulit dan prosedur mandi tepat, penggunaan pembungkus
plastik semipermeabel, penggunaan perekat, perawatan tali pusat, sterilisasi dan penggunaan inkubator.
Kata kunci: Bayi, kelainan kulit bayi prematur, perawatan kulit, prematur, sawar kulit.

SKIN CARE IN PREMATURE INFANTS


Novi Adewani Harahap, Inda Astri Aryani
Departement of Dermatology Venereology and Aesthetic
Faculty of Medicine Universitas Sriwijaya/Dr. Mohammad Hoesin General Hospital Palembang

ABSTRACT:
The skin of preterm infants has a different structure, composition, and integrity compared to the skin of full-term
infants. Preterm infants have immature skin barrier, thinner stratum corneum, unformed or little vernix caseosa,
smaller corneocyte size that causes impaired skin function. Preterm infants have skin with increased
transepidermal water loss (TEWL) and less natural moisturizing factor (NMF), potentially increasing the risk of
thermoregulatory abnormalities and injury. Manifestations of skin disease found in premature infants include
skin scars, hemangiomas, transepidermal intoxication and infection. Optimal skin care is important to improve
the skin barrier of preterm infants to reduce morbidity and mortality. Premature infant skin care could be done
by controlling TEWL, preventing mechanical damage, infection and monitoring drug toxicity. Controlling TEWL
can be done by using moisturizers, proper skin cleansing and bathing procedures, using semipermeable plastic
wrap, using adhesives, cord care, sterilization and incubator use.
Keywords: infant, skin disorders of preterm neonatal, skin care, preterm, skin barrier

1
DAFTAR SINGKATAN

AMP Antimicroba peptide


BBLR Berat badan lahir rendah
BBLSR Berat badan lahir sangat rendah
BPD Brochopulmonary dysplasia
CHG Chlorhexidine gluconate
CoNS Coagulase-negatif stafilokokus
ELBW Extremely low birth weight
HSV Herpes simplex virus
HBD Human β-defensins
IVH Intraventicular hemorrhage
IWL Insensible water loss
MARSI Medical adhesive related skin
NEC Necrotizing enterocolitis
NICU Neonatal intensive care unit
NMF Natural moisturizing factor
NSCS Neonatal skin condition score
PDA Patent ductus arteriosus
SC Stratum corneum
UV Ultraviolet
SLES Sodium lauryl sulphate
SLS Sodium laureth sulphate
SSSS Staphylococcal scalded skin syndrome
TEWL Transepidermal water loss
VLBW Very low birth weight
WHO World health organization

2
PENDAHULUAN
Bayi prematur adalah bayi lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu. 1 Klasifikasi bayi
prematur menurut World Health Organization (WHO) adalah extremely preterm (usia
kehamilan <28 minggu), very preterm (usia kehamilan <32 minggu) dan moderate to late
preterm (usia kehamilan >32 hingga 37 minggu). 2
Menurut laporan epidemiologi WHO tahun 2020, kisaran 13,4 juta bayi prematur lahir
di dunia tiap tahunnya. 3 Data WHO pada tahun 2018, melaporkan angka kelahiran bayi
prematur di Indonesia menempati urutan ke-5 negara tertinggi dunia dengan kisaran 675.700
kasus per tahun.4 Persalinan prematur merupakan salah satu penyebab tingginya mortalitas
pada anak usia <5 tahun, yaitu sebesar 18% dari seluruh kelahiran hidup.5
Kulit bayi prematur memiliki anatomi dan fisiologi berbeda dibandingkan bayi cukup
bulan. Pada bayi prematur ditemukan sawar kulit belum matang dengan stratum korneum
lebih tipis, ukuran korneosit lebih kecil, vernix caseosa belum terbentuk atau sedikit, fungsi
kelenjar keringat ekrin terlambat. 1 Gangguan fisiologi kulit terganggu ditandai dengan
peningkatan transepidermal water loss (TEWL), penurunan jumlah natural moisturizing
factors (NMF), peningkatan penyerapan intoksikasi bahan kimia, peningkatan resiko infeksi,
peningkatan cedera mekanik, dan gangguan elektrolit serta gangguan termoregulasi
mengancam jiwa.6
Perawatan kulit penting pada bayi prematur untuk meningkatkan fungsi, integritas,
dan perlindungan kulit bayi prematur. Perawatan kulit pada bayi prematur adalah
meningkatkan fungsi sawar kulit, dan integritas kulit. Gangguan fungsi dan integritas kulit
dapat menimbulkan dehidrasi dan infeksi, hipotermi, risiko toksisitas, mudah cedera, iritasi.
Efektivitas sawar kulit penting untuk bayi prematur, sehingga perawatan kulit optimal dapat
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas bayi prematur.7
Tujuan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengulas struktur, fungsi, integritas,
komposisi dan prinsip perawatan kulit bayi prematur sesuai kebutuhan sawar kulit dan
memahami prinsip perawatan kulit sesuai kebutuhan bayi prematur. Prosedur perawatan
meliputi, pembersihan saat bayi prematur lahir, mandi rutin, perawtaan tali pusat, sera
penggunaan produk yang aman digunakan pada bayi prematur seperti, cleansing, mousturizer,
produk antiseptik dan prosedur tindakn invasi pada bayi prematur.

3
EMBRIOGENESIS KULIT
Perkembangan kulit dimulai selama periode embriogenesis melalui sinyal interseluler dan
intraseluler antara lapisan jaringan berbeda. Perkembangan sawar kulit meningkat sesuai usia
kehamilan, dan maturasi epidermis pada usia 34 minggu. Perkembangan kulit fetus dibagi
menjadi 3 periode yaitu, organogenesis (0-60 hari), histogenesis (60 hari-5 bulan) dan
maturasi (5 bulan -9 bulan).10
Periode pertama, yaitu organogenesis mencakup spesifikasi ektoderm lateral ke neural
plate menjadi epidermis, alokasi subsets mesenkimal dan neural crest menjadí dermis.
Selama periode ini embrionik ektoderm dan mesoderm mulai tampak, dan menginisiasi sinyal
silang untuk pembentukan membran basal dan adneksa kulit (rambut, kuku, dan kelenjar
keringat).10
Periode kedua, yaitu (fetal awal) ditandai dengan perubahan dramatis morfologi
karakteristik di kulit, termasuk stratifikasi, involusi, histogenesis diferensiasi epidermis,
subdivisi mesenkimal dermis dan hipodermis, serta neogenesis vaskular. Periode ketiga, yaitu
maturasi (fetus akhir) menekankan pada evolusi fungsional berbagai komponen kulit,
sehingga dapat berfungsi adekuat pada kapasitas termoregulator, tensile strength, serta fungsi
sawar kulit pascanatal terhadap lingkungan.10
Anatomi dan fisiologi kulit bayi prematur lebih mudah dipahami dengan meninjau
setiap bagian kulit. Lapisan epidermis, dermoepidermal junction, dermis, dan subkutis
(kelenjar keringat ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebasea, folikel rambut), serta komponen

Organogenesis-Periode
Histogenesis-Tahap Fetal awal
Embriogenesis
(0-60+hari) (0-20 minggu)
Maturasi-Periode FetalAkhir (20-40 minggu)

0-4
Minggu

Dermis
Sel basal
papilare
Vernix
Stratum korneum
Periderma
Stratum granulosum
Melanosit
4 Jaringan adiposa
Stratum spinosum
Desmosom
Dermis
Kelenjar retikulare
keringat
Stratum basal
Dermoepidermal
Folikel rambut
junction

Sel dermis
Pembuluh darah
masing-masing bagian tersebut.11 Berikut adalah perkembangan embriogenesis kulit usia 0-40
minggu (Gambar 1).
Gambar 1. Tahap perkembangan embriogenesis usia kehamilan 0-40 minggu 10

ANATOMI DAN FISIOLOGIS KULIT BAYI PREMATUR


Berdasarkan proses embriogenesis kelahirannya, bayi prematur memiliki sawar kulit belum
matang dan berisiko mengalami morbiditas akibat berkurangnya perkembangan kulit,
integritas stratum korneum pelindung kulit terganggu.
Anatomi kulit bayi prematur
Epidermis
Pada bayi prematur terdapat stratum korneum bayi prematur belum matang dan lebih tipis
daripada bayi cukup bulan. Pada bayi prematur dengan usia kehamilan <25 minggu memiliki
ketebalan lapisan basal epidermis sebesar 20-25 mm dan ketebalan stratum korneum sebesar
4-5 mm (5-6 lapisan), sedangkan pada bayi cukup bulan memiliki ketebalan lapisan basal
epidermis sebesar 40-50 mm dan ketebalan stratum korneum sebesar 9-10 mm (>15
lapisan).10 (Gambar 2).

Stratum korneum Epidermis

Kulit janin usia kehamilan < 25 minggu Kulit janin usia kehamilan cukup bulan

Gambar 2. Perbedaan ketebalan lapisan epidermis pada lapisan epidermis antara bayi prematur dan bayi
cukup bulan.17

Komposisi air pada epidermis bayi prematur lebih banyak dengan ukuran korneosit
lebih kecil dibanding bayi cukup bulan. Jumlah sel langerhans masih sedikit dengan ukuran
sel granular lebih kecil. Selain itu, melanosit jumlahnya lebih banyak namun belum dapat
memproduksi melanin.18
Pada bayi prematur lahir dengan usia kehamilan <28 minggu vernix caseosa belum
terbentuk, berbeda dengan kelahiran bayi prematur usia > 28 minggu sampai < 34 minggu,
dimana vernix caseosa telah dibentuk namun belum sempurna. Pada bayi prematur < 28
minggu akan beresiko hipotermi dan infeksi.

5
Sawar epidermis terbentuk dari sintesis aktif lipid keratinosit stratum granulosum pada
badan lamella. Stratum korneum tersebut tidak mengandung fosfolipid karena dibuang selama
proses sintesis lipid. Maturasi sawar epidermis dalam uterus dimulai dari pembentukan vernix
caseosa melalui sekresi lipid di apparatus pilosebasea dan korneosit fetus. Maturasi
selanjutnya perkembangan epidermis interfolikular setelah kornifikasi folikel rambut.
Perkembangan interfolikel stratum korneum buruk pada bayi prematur usia gestasi di bawah
25 minggu. Stratum korneum interfolikular tersebut mengalami akselerasi maturasi saat bayi
lahir dan mendapat paparan udara. 19 Lipid pada badan lamella menempati ruang antar
korneosit membentuk struktur menyerupai bata dan mortir (brick and mortar pattern).20
Stratum korneum merupakan lapisan terluar bersentuhan langsung dengan lingkungan
dan berfungsi sawar utama penguapan air dan penetrasi agen luar. Lapisan epidermis
memiliki sel-sel terspesialisasi. Sel Langerhans merupakan sel penyaji antigen (antigen
presenting cells) sebagai pertahanan lini pertama setelah stratum korneum. Epidermis bagian
bawah memiliki sel melanosit berfungsi memproduksi melanin sebagai pigmen kulit.20

Dermo-Epidermal junction
Dermo-epidermal junction terletak diantara dermis dan epidermis, dikenal sebagai
membran basal, diantara membran basal keratinosit, mengandung hemidesmosom.
Hemidesmosom adalah kompleks multi protein memberikan adhesi antara lapisan epidermis
dan dermis, integritas struktural kulit. Pada bayi prematur struktur ini mengandung relatif
lebih sedikit desmosom, fibril dan tersusun lebih renggang. 15

Dermis
Pada lapisan dermis bayi prematur mengandung serat kolagen dengan ukuran bundle lebih
kecil pada dermis retikularis. Serat elastik pada dermis juga tersusun lebih jarang dengan
ukuran lebih kecil. 4 Pada bayi prematur papillary dermis berada di bawah dermoepidermal
junction mengalami edema, fibril kolagen lebih kecil dibandingkan pada bayi cukup bulan
atau orang dewasa, dan struktur penahan berkurang, dengan jarak antara titik penghubung
lebih lebar. 21

Subkutis
Lapisan subkutis berada jauh di dalam dermis dan juga disebut hipodermis. Lapisan ini adalah
lapisan kulit terdalam dan mengandung lobulus adiposa bersama dengan beberapa struktur
6
pelengkap kulit seperti folikel rambut, neuron sensorik, dan pembuluh darah. Pada bayi
prematur lemak putih masih belum berkembang dan lemak cokelat masih bersifat imatur
dibandingkan dengan bayi cukup bulan keduanya sudah berkembang dengan baik.8

Adneksa Kulit
Kelenjar keringat pada bayi prematur belum terbentuk dengan sempurna dan secretory coils
dari segmen kelenjar serta respon berkeringat terhadap rangsangan eksternal masih terbatas.
Kapasitas berkeringat berkaitan dengan usia kehamilan dan terdapat kecenderungan
anhidrosis total pada bayi baru lahir prematur pada hari pertama setelah lahir. 12 Kelenjar ekrin
dapat dirangsang oleh peningkatan suhu kamar menyebabkan aktivitas keringat termal atau
emosi seperti takut, nyeri dan kecemasan, emosi. 21 Menyajikan perbedaan struktur anatomi,
fungsi dan fisiologi kulit bayi prematur, cukup bulan dan dewasa (Tabel 2).

Fisiologi kulit bayi prematur


Perlu diketahui fungsi fisiologis bayi prematur yaitu perspirasi (berkeringat), hidrasi kulit, pH
kulit, sistem imun kulit, mikrobioma kulit dan TEWL.
a. Perpirasi (berkeringat)
Perpirasi berhubungan dengan umur kehamilan pada hari pertama setelah kelahiran. Kelenjar
keringat pada neonatus prematur belum terbentuk dengan sempurna dan secretory coils dari
segmen kelenjar serta respon berkeringat terhadap rangsangan eksternal masih terbatas.
Kapasitas untuk berkeringat berhubungan dengan umur kehamilan dan terdapat
kecenderungan mengalami anhidrosis total pada bayi prematur pada hari-hari awal setelah
kelahiran.21
Keringat ekrin dapat dirangsang oleh peningkatan suhu kamar menyebabkan aktivitas
keringat termal atau emosi seperti rasa takut, nyeri, dan kecemasan. Bayi usia kurang dari 36
minggu mulai berkeringat setelah rangsangan termal selama minggu ke-2 kehidupan, namun
intensitas respon berkerngat tergantung usia kehamilan dan regulasi termal rendah. Selain itu
berkeringat emosional dapat terjadi setelah umur kehamilan 36 minggu.22
Tabel 2. Perbandingan kulit bayi prematur dan bayi cukup bulan, dewasa 6
Bayi prematur Bayi cukup bulan Dewasa
Ketebalan kulit 0.9 1.2 2,1
(mm)
Permukaan Vernix (gelatin) Vernix Kering
epidermal
Lapisan basal -20-25µm -40-50µm ~ 50μm

7
Sel granular Kecil Lebih besar Lebih bessar
Stratum korneum
Ketebalan 4-5µm (5-6 lapisan sel) 9-10µm (>15 lapisan sel) 9-15 μm(>15 lapisan sel
stratum korneum pada 28 minggu, (lebih tebal dari orang sedikit atau tidak ada)
pematangan sempurna dewasa) Kadar air: lebih
pada 34 minggu rendah Korneosit lebih besar

pH permukaan >6 (pH 5,5 setelah 1 5-5.5 5-5,5


kulit minggu, ph 5 setelah 4
minggu
Melanosit Jumlah sel banyak,tidak Jumlah sel sama dengan Jumlahnya menurun seiring
ada produksi melanin dewasa, rendah produksi bertambahnya usia; produksi
melanin melanin tergantung jenis
kulit dan area tubuh
Vernix caseosa Mulai usia kehamilan 28 Puncaknya minggu ke-37 kering
minggu (penampilan
seperti agar-agar)
Dermal- Antigen dewasa Struktural dan antigen Struktur perekat yang
epidermal terekspresi, desmosom menyerupai dewasa berkembang dengan baik;
junction lebih sedikit dan lebih sejumlah besar antigen
kecil diekspresikan
Dermis
Papila dermis
Batas dengan Ada, batas tidak jelas Ada, batas tidak jelas Ada, berbatas tegas
dermis retikular
Ukuran serat Kecil Kecil Kecil
kolagen
Retikular epidermal
Batas dengan Jelas Jelas Jelas
subkutis
Ukuran serat Kecil Kecil Besar
kolagen
Densitas sel Tinggi Sedang-tinggi Besar
Serat elastik Jarang, ukuran sangat Ukuran kecil dan struktur Ukuran kecil, immatur pada
kecil dengan struktur imatur, distribusi menyerupai dermis retkularis,
imatur dewasa
Kelenjar sebasea Besar dan inaktif Besar dan aktif,namun Besar dan aktif
menurun cepat
ukuran/aktivitasnya beberapa
minggu sesudah lahir
Kelenjar ekrin Di atas dermis dan inaktif Di atas dermis dan hampir Dermis lebih dalam aktif
inaktif penuh
Transepidermal Sangat tinggi bergantung Rendah Normal
water loss usia gestasi

b. Hidrasi kulit
Kandungan air pada stratum korneum disebut sebagai hidrasi stratum korneum,
sangat penting untuk mempertahankan fungsi sawar kulit. Hidrasi stratum korneum
memengaruhi pematangan sel epidermis dan dermal, proses deskuamasi, dan ekspresi
keratin dan protein. Hidrasi stratum korneum dipertahankan dengan adanya NMF.
Hidrasi kulit melalui lipid lamellar interseluler, ikatan korneodesmosom, korneosit hidrofobik

8
ceramide, dan kompleks molekuler interseluler dan ekstraseluler disebut sebagai NMF.
Selama proses maturasi korneosit protein profilagrin mengalami defosforilasi menjadi filagrin
mengalami proteolisis menjadi asam amino dan turunannya. 23
Kombinasi asam amino, ion, asam organik, dan gula membentuk NMF. Unsur utama
NMF terdiri dari serine, glisin, pyrrolidone-5-carboxylic acid, arginine, ornithine, citrulline,
alanine, histidine, dan urocanic acid. Aktifitas enzim pemecah filaggrin meningkat saat
kelembapan berkurang. Konsentrasi NMF pada bayi lebih rendah daripada orang dewasa,
namun pada 2 minggu awal kehidupan jumlah NMF lebih tinggi. Tingkat NMF tinggi di hari
awal kehidupan dapat merupakan mekanisme kompensasi untuk menyeimbangkan pH alkali
dan hidrasi kulit selama masa postnatal. 21
Pada bayi prematur terjadi defisiensi fungsi stratum korneum disebabkan oleh belum
matangnya stratum korneum sehingga berakibat pada berkurangnya kapasitas kulit neonatus
untuk mempertahankan hidrasi sehingga menyebabkan berkurangnya NMF. Pada bayi
prematur NMF diperlukan untuk kelembapan berhubungan dengan TEWL dan hidrasi stratum
korneum. Sedangkan kolagen dermis bayi prematur mengandung proteoglikan konsentrasi
tinggi, sehingga kadar air lebih tinggi. 25

c. pH Kulit
Saat lahir bayi cukup bulan atau bayi prematur memiliki permukaan kulit bersifat basa (pH
6,2-7,5). Pada bayi cukup bulan dan bayi prematur pH menurun dengan cepat pada minggu
pertama kehidupan dan perlahan-lahan hingga minggu keempat kehidupan. Pada usia 5-6
minggu pH menurun bersifat asam (pH 5,1- 5,5).25

d. Sistem imunologi kulit


Kulit merupakan pertahanan imunitas bawaan melalui sitokin pro dan antiinflamsi, kemokin,
unsur lipid dan protein, antigen-presenting cells dan fungsi sawar mekanis. Sel Langerhans
adalah sel penyaji antigen ditemukan di epidermis dan memiliki banyak dendrit. Sel-sel
Langerhans bermigrasi keluar dari epidermis, menyajikan antigen ditangkap sel T di kelenjar
getah bening, dan dianggap menginduksi imunitas humoral terhadap antigen ditangkap.8
Sawar kulit pada bayi prematur terganggu, sehingga bakteri akan mudah menginvasi
keratinosit epidermis dan dapat mencetuskan perlawanan dari respons imun. Keratinosit
menghasilkan antimikroba peptida (AMP), termasuk cathelicidin (LL-37) dan human β-
defensins (HBD) 1-3. Dengan tidak adanya AMP, mikroorganisme patogen dapat menyerang
9
permukaan kulit, menyebabkan infeksi atau ketidakseimbangan flora komensal dibanding
bakteri patogen.26

e. Mikrobioma kulit
Kulit manusia dikolonisasi oleh berbagai mikroorganisme, kebanyakan tidak berbahaya atau
menguntungkan pejamu. Sawar kulit berfungsi mencegah invasi mikroorganisme pathogen
dan mendukung pertumbuhan bakteri komensal. Variabilitas mikrobiota kulit tergantung pada
faktor endogen pejamu, lingkungan kulit lokal, demografi, karakteristik genetik dan transmisi.
Gangguan keseimbangan mikrobiota menyebabkan perubahan kontinuitas interaksi inter dan
intraspesies mengakibatkan terjadinya kelainan kulit atau infeksi.21
Bayi dilahirkan melalui operasi caesar memperoleh mikrobiota bakterial menyerupai
mikrobiota permukaan kulit ibu mereka sendiri. Proses melahirkan spontan menyebabkan
komunitas bakteri pada kulit bayi didominasi oleh spesies Lactobacillus, Prevotella, dan
Sneathia. Hal ini kontras dengan mikrobioma kulit. Pada bayi lahir melalui operasi sesar
didominasi oleh spesies Staphylococcus, Corynebacterium, dan Propionibacterium.11 Pada
bayi prematur memiliki resiko terinfeksi lebih tinggi dibandingkan bayi cukup bulan, hal ini
disebabkan karena sawar kulit belum matang sehingga tingkat pertahanan tubuh terhadap
infeksi lebih rendah. 8

f. Transepidermal Water Loss


Tranepidermal water loss merupakan bagian dari insensible water loss (IWL) secara
signifikan dengan nilai absolut dari kehilangan air dinilai secara gravimetris. 14 Pada bayi
prematur dengan usia kehamilan <30 minggu, Kehilangan air kisaran 40 hingga 129 mL/kg
per hari, hal ini dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit signifikan.15
Bayi prematur lahir dengan usia kehamilan 25 minggu hanya memiliki sedikit stratum
korneum dan menunjukkan TEWL kisaran 70 g/m2 tiap jam. Bayi prematur akan mengalami
prematur secara bertahap hingga sekitar 7 g/m 2 /jam sampai usia kehamilan 35 minggu. Sawar
kulit akan terus berkemabang setelah lahir, tetapi TEWL masih terus berlangsung sampai 1
bulan setelah lahir. 26
Sawar epidermis terus berkembang setelah lahir, tetapi kehilangan air transepidermis
pada bayi prematur secara signifikan lebih tinggi daripada bayi cukup bulan maturasi
fungsional sawar kulit epidermis memerlukan waktu lebih dari 4 minggu. TEWL bisa
mencapai hingga 100g/m2/jam pada bayi sangat prematur, sehingga jika dibiarkan dalam
10
lingkungan kering, dapat kehilangan 20-50% dari berat tubuh mereka dalam waktu 24 jam. 25
Nilai TEWL lebih tinggi pada lengan, telapak tangan, dan daerah inguinal dibanding lokasi
anatomi lain, hal dihubungkan pronasi fleksural lebih dominan pada ekstremitas bayi.21
Variasi nilai TEWL dipengaruhi oleh lokasi anatomi pengukuran, suhu, dan status gizi
saat lahir. Hidrasi stratum korneum pada bayi rendah dan akan meningkat seiring bertambah
usia setelah kelahiran, kisaran usia 3-12 bulan. Berikut adalah beberapa faktor menyebabkan
kehilangan air pada kulit bayi prematur (Tabel 3)
Tabel 3. Faktor-faktor memodifikasi kehilangan air kulit pada bayi prematur14
Faktor penyebab Efek terhadap TEWL
Menurunnya usia kehamilan Peningkatan TEWL; Peningkatan pada neonatus prematur
Meningkatnyan usia postnatal TEWL menurun terhadap neonatus cukup bulan
>1000 gr, matur, 2-3 minggu
<1000 gr, mature 4-8 minggu
Meningkatnya kelembaban suhu TEWL meningkat, proporsal peningkatan lingkungan
Meningkatkan kelembaban lingkungan TEWL menurun, proporsal peningkatan lingkungan
Radiant warm Peningkatan TEWL (sebesar 40-100%)
Fototerapi Peningkatan TEWL >50%
Penyakit kulit Meningkat; tergantung pada permukaan tubuh terlihat tingkat
keparahan cacat
Fungsi sawar kulit terutama berada di stratum korneum, lapisan teratas epidermis.
Stratum korneum berperan penting membentuk sawar protektif untuk mencegah masuknya
iritan, alergen, mikroorganisme, dan radiasi ultraviolet. Stratum korneum juga terlibat dalam
pemeliharaan hidrasi dan imunitas bawaan. Fungsi sawar bergantung struktur stratum
korneum (ukuran korneosit dan tebal stratum korneum) dan tingkat hidrasi. Kandungan air
kulit mempengaruhi fungsi sawar melalui aktivitas enzim hidrolitik yang bekerja dalam
maturasi stratum korneum. Pada bayi, sifat penanganan air belum berkembang sempurna
sebelum tahun pertama kehidupan sehingga air lebih banyak menguap dibandingkan kulit
dewasa (Gambar 3).

11
Tabel 4. Senyawa berbahaya atau berpotensi berbahaya dapat diserap permukaan kulit
pada bayi prematur 10
Senyawa Toksisitas Sumber
Antiseptik topikal, vehikulum untuk
Alkohol (spiritus metil) Nekrosis kulit, neurotoksik obat/produk topikal
Aluminium* Neurotoksisitas Wadah logam untuk salep topikal
Pewarna anilin Metemoglobinemia Laundry marks (historical)
Asam borat, boraks Syok, gagal ginjal Antijamur, bedak talk
Benzokain Metemoglobinemia Analgesik topikal; teething products
Klorida benzetonium* Karsinogen Sabun antiseptik
Benzil benzoat Neurotoksisitas Skabisida
Bikarbonat Alkalosis metabolik Soda kue untuk dermatitis popok
Toksin gastrointestinal, Antipruritik topikal; minyak kamfer
Kamfer* neurotoksisitas (Vaporub®; Campho-Phenique®)
Tar batubara* Karsinogen Produk antiinflamasi topikal
Klorheksidin Glukonat Nekrosis kulit Antiseptik topikal
Penekanan adrenal,
Kortikosteroid hiperadrenokortisisme Kortikosteroid topikal
Diphenhydramine Neurotoksisitas Analgesik topikal (Caladryl®)
Epinefrin High output failure Vasokonstriktor topikal
Violet gentian Mungkin bersifat karsinogen Antimikroba
Gliserin* Hiperosmolaritas Pelembap; pembersih (Aquanil®)
Heksaklorofen Neurotoksisitas Sabun antiseptik (pHisoHex®) (historical)
Iodoklorhidroksikin Neuritis optik Antibiotik topikal (Vioform®)
Interaksi obat sekunder akibat Obat antijamur topikal: ketoconazole,
Gambar 3. Perbedaan fisiologis
Imidazol kulit bayi p450
penghambatan dan dewasa termasuk lapisan stratum
miconazole, korneum
clotrimazole dan tingkat
(Lotrimin®)
penguapan air27
Alkohol isopropil Nekrosis kulit; neurotoksisitas Antiseptik topikal
Asam laktat* Asidosis metabolik Keratolitik topikal (Lac-Hydrin®)
Lindan Neurotoksisitas Skabisida (Kwell®)
Neurotoksisitas; akrodinia; Disinfektan; bubuk gigi tumbuh
Merkuri sindrom nefrotik (historical)
Metilen biru Metemoglobinemia Pewarna vital (historical)
Neomisin Ototoksisitas Antibiotik topikal (Neosporin®)
Nistatin Nefrotoksisitas Antijamur topikal (Mycostatin®)
Kardiotoksisitas dan
Fenol neurotoksisitas Disinfektan (misalnya, Catatan Castellani)
Hiperosmolaritas; Vehikulum topikal; pelembap, pembersih
Propilen glikol* neurotoksisitas (Cetaphil®)
Povidone-iodine Nekrosis kulit; hipotiroidisme Antiseptik topikal (Betadine ®)
Prilokain Metemoglobinemia Anestesi topikal (EMLA®)
Resorsinol Metemoglobinemia Antiseptik topikal
Asam salisilat Salisilisme Keratolitik topikal
Perak sulfadiazin Kernikterus; argiria Antibiotik topikal (Silvadene®)
Sulfur* Paralisis; kematian Salep penanggulangan kutu
Triklosan* Neurotoksisitas Antiseptik topikal
Kenaikan BUN (ureum dalam
Keratolitik topikal/pelembap
Urea* darah)
*Senyawa berpotensi berbahaya
12
PERAWATAN KULIT PADA BAYI PREMATUR
Prinsip perawatan kulit pada bayi adalah dengan menggunakan pembersih lembut, dapat
menjaga hidrasi dan kelembapan secara adekuat, mencegah gesekan dan maserasi pada daerah
lipatan, serta proteksi terhadap berbagai bahan iritan dan sinar matahari. Prosedur perawatan
kulit bayi prematur dapat dibagi menjadi dua yaitu perawatan umum dan perawatan kulit
khusus.
Perawatan umum kulit bayi prematur
Perawatan kulit untuk bayi prematur umumnya terdiri atas pembersihan kulit, produk
pembersih,sampo, emolien, perawatan tali pusat.
a. Pembersihan kulit
Menurut European Roundtable Meeting on Best Practice Healthy Infant Skin Care 2016
merekomendasikan mandi pertama pada neonatus cukup bulan menggunakan handuk kering
dan penundaan mandi kisaran 12 jam. World Health Organization merekomendasikan
penundaan mandi pertama selama 24 jam. 29
Saat lahir, vernix caseosa tidak boleh dibersihkan karena vernix caseosa meningkatkan
hidrasi kulit, menurunkan pH kulit, dan mengurangi peradangan kulit serta risiko infeksi.
Pada bayi cukup bulan, vernix caseosa mulai mengelupas kisaran 3 hari setelah lahir, namun
bayi prematur dapat sampai 2 hingga 3 minggu.30
Pada bayi prematur proses mandi pertama kali dianjurkan pada hari ke-4 dan pda bayi
cukup bulan dianjurkan hari ke-2. Hal ini dengan pertimbangan seperti, berat badan, usia
kehamilan, dan tingkat keparahan penyakit saat memandikan bayi prematur. Bayi dengan usia
kehamilan kurang dari 32 minggu disarankan untuk menggunakan air hangat saja saat mandi
selama minggu pertama kehidupan karena risiko iritasi kulit akibat penggunaan pembersih. 9
Komponen dasar pembersihan adalah air. Penggunaan air untuk mandi bayi tidak
berbahaya, bahkan dianggap terbaik dibanding menggunakan sabun atau waslap. Gosokan
spons atau waslap meningkatkan kehilangan panas, TEWL, dan mengurangi hidrasi stratum
korneum. Pinggul bayi harus tertutupi dengan ketinggian air cukup kisaran 5 cm untuk
membantu pengendalian suhu dan mengurangi kehilangan penguapan panas. Suhu air optimal
mandi adalah 37–37,5oC. Sebaiknya bayi mandi di tempat aman dan tidak ditinggalkan
sendirian di bak mandi. Higienitas air dan mainan mandi harus dijaga untuk mencegah
13
kontaminasi mikrobiologis karena infeksi Pseudomonas aeruginosa berhubungan dengan bak
mandi dan mainan yang terkontaminasi.31
Bayi harus segera dikeringkan dengan ditutup handuk dan ditepuk perlahan. Sebaiknya
bayi segera dipakaikan baju setelah dikeringkan. Pakaian bayi disesuaikan dengan suhu
lingkungan menggunakan satu atau dua lapis lebih banyak dari orang dewasa dilengkapi
penggunaan topi. Frekuensi mandi perlu diperhatikan untuk mempertahankan keutuhan sawar
kulit.32
b. Produk Aman untuk bayi prematur pembersih
Produk digunakan untuk membersihkan adalah sabun dibuat melalui proses saponifikasi, yaitu
proses pencampuran antara minyak hewani, minyak tumbu dengan bahan alkalis. Komposisi
utama pembersih adalah surface active substance (surfaktan).4 Surfaktan terdiri atas anionik,
kationik, amfoterik. dan nonionik. Surfaktan mempunyai sifat hidrofilik maupun hidrofobik
sehingga dapat mengangkat kotoran dengan cara mengurangi tekanan permukaan antara air
dan udara, membentuk busa dan selanjutnya dapat mudah dibersihkan dari permukaan kulit.
Semakin banyak busa dapat terbentuk maka semakin tinggi risiko terjadinya kerusakan kulit.
Surfaktan dapat mengemulsi lemak kulit serta dapat meningkatkan permeabilitas dan
kekeringan pada permukaan kulit. 8
Sabun secara umum terbagi menjadi sabun alkali dan synthetic detergents (syndets).
Sabun digunakan memiliki pH 9–10 dan dikemas dalam bentuk batangan atau cairan. Sabun
batang dan pembersih cair berbahan dasar sabun dapat mengurangi natural moisturizing
factor dan berpotensi menyebabkan iritasi kulit, eritema, dan ruam gatal. Formula sabun dari
syndets memiliki pH lebih rendah sehingga lebih sedikit menghilangkan lipid intraselular.
Syndets diformulasikan pada pH 5,5–7mendekati pH netral alami kulit dan lebih lembut
secara signifikan daripada sabun serta mengurangi potensi iritasi dan gatal.33
Pembersih syndet cair dapat mengandung pelembap seperti emolien dan oklusif.
Oleh karena itu, pembersih cair berbahan dasar syndet menjadi fokus penelitian akhir-
akhir ini, dan produk berlabel "sabun" harus dihindari pada kulit bayi. Terdapat formulasi
gabungan sabun dan syndet yang disebut combar, yang memberikan efek pembersihan
lebih baik dengan lebih sedikit gangguan pada barier lipid. (Tabel 3)33,37

Tabel 5.Kategori pembersih34,37

14
Jenis pembersih Komposisi PH Masalah kulit
Sabun Lemak hewani berinteraksi 9-10, sangat Pengangkatan lipid intraselular yang
tradisional dengan alkali, menghasilkan basa berlebihan, kerusakan stratum
Sabun modern garam asam lemak Campuran korneum Pengangkatan lipid
lemak dan minyak kacang, intraselular, kerusakan stratum
atau derivat asam lemak 9-10, sangat korneum minimal
basa
Synthetic detergents Surfaktan amnionik, 5.5-7, Kurangnya pH basa mengurangi
(Syndets) surfaktan nonionik, dan netral denaturasi protein
Combars surfaktan amfoter hingga
Gabungan sabun modern dan sedikit basa Kerusakan kulit intermediate antara
Synthetic detergents sabun dan syndets, termasuk
7, sedikit basa pembersih
antibakteri dalam bentuk
batang
Beberapa jenis surfaktan digunakan dalam bahan pembersih, yaitu surfaktan anionik
seperti Sodium lauryl sulphate (SLS) dan sodium laureth sulphate (SLES) merupakan
surfaktan sering dipakai, khususnya pada pembersih dewasa. SLS sering dikaitkan dengan
sawar kulit. Untuk menghindari risiko iritasi pada bayi digunakan surfaktan amfoterik
(misalnya cocamidopropyl betaine) dan surfaktan anionik (misalnya PEG-80 sorbitan
laurate). Syndets atau syntetic detergent merupakan sabun non surfaktan mempunyai pH
mendekati kulit nomal dan kurang iritatif. Penggunaannya menguntungkan karena tidak
mengubah pH dan flora normal permukaan kulit. Cocoyl isethionate, sodium lauryl sulphate,
betaines merupakan syndets umum digunakan.11 Sifat ideal pembersih bagi neonatus adalah
surfaktan amfoterik, anionik, atau anionik etoksilasi, diameter misel lebih besar, tidak
mengubah pH permukaan kulit, dan konsentrasi parfum rendah.34
Penggunaan sabun pada saat memandikan bayi prematur tidak dianjurkan selama 2
minggu pertama kehidupan. bayi prematur tidak direkomendasikan untuk menggunkan
produk pembersih.30
c. Moisturizer
Moisturizer merupakan emulsi terdiri dari bahan aktif yang berminyak dan lembut yang
diaplikasikan pada kulit dengan cara menggosok, digunakan dengan tujuan untuk rehidrasi
atau regenerasi kulit kering, kasar, dan bersisik akibat xerosis, iritasi, atau sebab lain. 37,41
Moisturizer bekerja melalui 4 proses, yaitu memperbaiki sawar kulit, meningkatkan
hidrasi air, menurunkan TEWL, mengembalikan fungsi normal lipid untuk menahan dan
mendistribusikan kembali air. Moisturizer berdasarkan fungsi, sifat dan mekanisme aksinya
bekerja sebagai oklusif, humektan, emolien. anti inflamasi, protein rejuvenator dan aksi
lainnya (Gambar 4) 42

15
Bahan oklusif menahan air Bahan humektan berikatan dengan Bahan emolien mengisi celah di
berlebih tidak keluar dari air, menarik air baik dari dalam tempat-tempat yang kasar
epidermis maupun luar, membuat kondisi membuat kulit halus tetapi tidak
epidermis tetap lembab mempengaruhi kandungan air

Gambar 4. Pembagian moisturizer25


Oklusif
Mekanisme aksinya membatasi kehilangan air dari permukaan kulit. Moisturizer oklusif
berfungsi menjaga kadar lipid sawar kulit. Substansi pada moisturizer oklusif bersifat
hidrofobik, sehingga membentuk lapisan pelindung pada kulit yang akan menurunkan TEWL
dengan mencegah penguapan air.37,38
Tabel 6. Kandungan bahan aktif dalam moisturizer yang bersifat oklusif 35,36
No Bahan Aktif No Bahan Aktif
1. Vaselin 8. Cyclomethicone
2. Lanolin 9. Dimethicone
3. Polyunsaturated fatty acids (PUFAs) 10. Gliseril stearat
4. Beeswax 11. Grape seed oil
5. Caprylic/capric triglyceride 12. Lecithin
6. Chamomile 13. Mineral oil
7. Cocoa butter 14. Squalane
Humektan
Humektan bekerja menarik air ke dalam kulit. Hidrasi SK akan mengembalikan normalitas
matriks lipid ekstraseluler dan proses deskuamasi alami. Sesuai dengan sifatnya bekerja
seperti natural hidrofilik. Air yang digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit jarang
berasal dari lingkungan, tetapi lebih sering berasal dari lapisan epidermis yang lebih dalam. 37
Zat dengan berat molekul rendah yang menarik air ke stratum korneum, digunakan bersamaan
dengan komponen lain untuk mempertahankan kandungan air.38
Tabel 7. Kandungan bahan aktif dalam moisturizer yang bersifat humektan35,36
No Bahan Aktif No Bahan Aktif
1. Gliserin 11. Cetearyl isononanoate
2. Urea 12. Madu
3. Propylene glycol 13. Jojoba oil
4. Asam hialuronat 14. Asam laktat
5. Kondroitin sulfat 15. Mannitol
6. Betain 16. Pantenol
7. Butylene glycol 17. Saccharide isomerate
8. Sodium laktat 18. Sorbital
9. Sodium PCA 19. Sukrosa
10 Alpha-hydroxy Acids (AHAs)
.

16
Emolien
Emolien bekerja mengisi dan melapisi lapisan terluar kulit, berfungsi membuat kulit menjadi
lebih lembut dan halus namun tidak mengurangi kadar air di lapisan epidermis. 37 Berbagai
rantai hidrokarbon lemak jenuh dan tak jenuh membantu dalam fungsi sawar kulit, fluiditas
membran dan sinyal sel pada perbaikan secara keseluruhan dari tekstur kulit dan penampilan. 3
Tabel 8. Kandungan bahan aktif dalam moisturizer yang bersifat emolien26
No Bahan Aktif No Bahan Aktif
1. Kolesterol 12. Cyclopentasiloxane
2. Asam lemak 13. Decyl oleate
3. Alkohol stearat 14. Ethylhexyl palmitat
4. Minyak almond 15. Gliseril stearat
5. Arachidyl alcohol 16. Isohexadecane
6. Cyclomethicone 17. Isopropyl myristate
7. Lanolin 18. Palm glycerides
8. Behenyl alcohol 19. Isopropyl palmitate
9. Sunflower seed oil 20. Octyldodecanol
10. Dimethicone 21. Trigliserida linoleat
11. Hydrogenated castor oil 22. Hydrogenated polydecene
Emolien bekerja dengan membentuk sawar lipid menurunkan proses penguapan air di
permukaan kulit dan memperbanyak akumulasi air di dalam lapisan stratum korneum berasal
dari lapisan di bawahnya. Komponen terpenting pada emolien adalah lipid. Lipid bisa berasal
dari tumbuhan dan hewan (lemak sapi, lemak domba/lanolin), minyak mineral
atau sintetik (lilin lemak). Jenis emolien banyak dipakai adalah petrolatum merupakan
campuran beberapa hidrokarbon, zat ini dipakai sejak tahun 1872. Petrolatum dianggap
sebagai emolien utama, sehingga digunakan untuk standar preparat emolien. Penelitian
Horimukai membuktikan pemberian bahan emolien yang mengandung petrolatum jelly dapat
meningkatkan hidrasi stratum korneum pada pemakaian minggu pertama hingga 12 minggu
kehidupan.41
Pada bayi prematur emolien digunakan pada kulit kering, pruritus dan gangguan sawar
kulit. Studi terbesar meneliti efek salep topikal berbasis petrolatum pada bayi BBLR,
melibatkan lebih dari 100 NICU dari Vermont Oxford Network (1191 neonatus BBLR ≤ 27
minggu kehamilan dalam uji klinis acak), menunjukkan peningkatan signifikan secara
statistik pada infeksi coagulase-negatif stafilokokus (CoNS) dengan penggunaan petrolatum,
tetapi tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada kematian atau sepsis bakteri
nosokomial.23 Peningkatan infeksi CoNS dalam studi vermont oxford network tampaknya
menjadi kekuatan pendorong dalam meta-analisis Cochrane Database, menyimpulkan bahwa
emolien topikal dikaitkan dengan peningkatan infeksi CoNS pada neonatus prematur.8

17
Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko sepsis dengan penggunaan
salep petrolatum pada bayi baru lahir prematur. Dalam sebuah penelitian, setelah penerapan
protokol perawatan kulit baru melibatkan penggunaan salep berbahan dasar petrolatum secara
teratur untuk bayi baru lahir dengan BBLR, para peneliti di Texas mulai mengamati
peningkatan substansial pada kejadian kandidiasis sistemik pada bayi baru lahir ini dari 0,5 per
1.000 hari menjadi 1,7 per 1.000 hari, atau meningkat lebih dari tiga kali lipat. Uji coba
terkontrol secara acak serupa di Riyadh, Arab Saudi, menggunakan salep petroleum jelly
setiap hari pada 74 neonatus lahir dengan usia kehamilan <32 minggu (kelompok heterogen
termasuk bayi VLBW dan ELBW) juga menunjukkan lebih banyak episode infeksi
nosokomial terbukti secara kultur (19 episode vs 16 episode, peningkatan 30%).9
Penelitian lain, membandingkan krim minyak zaitun (70% lanolin, 30% minyak
zaitun), Bepanthen® Krim Antiseptik (Bayer AG, Leverkusen, Jerman), dan tanpa pelembap,
juga menunjukkan lebih sedikit kejadian dermatitis dan kondisi kulit lebih baik pada bayi
baru lahir dioleskan krim minyak zaitun. Sebuah studi lebih baru di tahun 2018 juga
merekapitulasi efek minyak kelapa baik pada neonatal skin condition score (NSCS) pada
bayi prematur. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan kondisi kulit membaik secara
signifikan dan lebih sedikit dermatitis, bahkan tidak ada perubahan pada kolonisasi jamur
dan bakteri. 8
Bahan aktif emolien lain termasuk ceramide, asam lemak, alkohol stearat, minyak
almond, arachidyl alcohol, cyclomethicone, behenyl alcohol, minyak biji bunga matahari,
dan lain-lain.35 Emolien dapat ditambahkan bahan aktif lainnya untuk berfungsi anti-
inflamasi, anti-mitotik, anti-pruritik, dan fotoprotektif. Penggunaan bahan aktif tambahan
membantu mengurangi penggunaan kortikosteroid topikal. Bahan aktif tambahan termasuk
aloe vera, chammomile, niacinamide (vitamin B3), palmitoylethanolamide (PEA), zinc, dan
lain-lain.36
d. Perawatan tali pusat
Perawatan pada tali pusat bayi prematur dan cukup bulan tidak ada perbedaan.Tali pusat akan
mengering dalam waktu 5-10 hari. Tali pusat dapat dicuci dengan antiseptik, seperti alkohol,
povidone-iodine, larutan mengandung klorheksidin, atau air steril.9
Sebuah studi meta-analisis menemukan bahwa penggunaan larutan klorheksidin 4%
pada tali pusat mengurangi risiko kejaian omphalitis sebanyak 50% dan kematian 12%. Pada
taahun 2017 penelitian di perancis dengan metode randomized control trial
(RCT)menyebutkan perawatan tali pusat kering sama baiknya dengan penggunaan antiseptik.
18
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pembersihan satu kali dengan klorheksidin dapat
mengurangi angka kematian neonatal jika dibandingkan dengan perawatan tali pusat kering. 25
Penggunaan larutan povidone iodine dapat berakibat kelebihan iodium jumlah besar dan
hipertiroidisme serius dan sementara (transient). Paparan bayi terhadap larutan tersebut
sebaiknya dihindari. Apabila paparan larutan tersebut pada bayi, terutama bayi prematur,
sebaiknya kadar hormon tiroid juga diperiksa.7
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa antiseptik tidak memberikan manfaat
pada perawatan tali pusat kering. Antiseptik sering dihindari karena kekhawatiran luka
bakar/trauma kimia. Risiko infeksi pada pemakaian antiseptik juga sebanding dengan
pembersihan menggunakan udara kering dan dapat memperpanjang waktu pemisahan tali
pusat. Sehingga penggunaan air steril lebih disukai dalam perawatan tali pusat.9
e. Bedak
Bedak dapat digunakan untuk mengontrol kelembapan berlebih akibat keringat dan
mengurangi gesekan antar kulit. Bedak bayi berbahan dasar talcum dibuat dari mineral talc
terdiri dari silikon, magnesium, dan oksigen. Talcum dapat menyerap kelembapan dan
mengurangi gesekan antar kulit untuk mencegah ruam popok. Bedak talcum mengandung dua
bahan utama, yaitu bedak dan pewangi. Bedak bayi mengandung talcum atau corn starch
sebagai bahan penyerap kelembapan. Obat yang terkandung di dalam bedak untuk ruam
popok mengandung zinc oxide, berguna sebagai antibakteri dan astringent.39 American
Association of Pediatric tidak merekomendasikan penggunaan bedak akibat kontaminasi
asbes dalam talcum termasuk bedak bayi. Serat asbes dapat terhirup saat penggunaan
bedak. Penelitian Moline, dkk tahun 2020 menemukan talcum yang terkontaminasi dengan
asbes dapat menyebabkan mesotelioma.33

Perawatan kulit khusus bayi prematur


Perawatan khusus dilakukan pada bayi prematur dilakukan perawaan diruang NICU.
Perawatan tersebut diantaranya, penggunaan plastik semipermeabel, inkubator, alat
sterilisasi.
a. Penggunaan plastik dan semipermeable
Penggunaan bungkus plastik atau selimut plastik akan membantu meningkatkan kelembaban
dan mencegah, hingga tingkat tertentu, efek buruk dari penghangat radiasi terhadap TEWL.
Penutup plastik umum digunakan, standar terhadap kestabilan dan transmisi suhu masih
belum diketahui.14,15 Dua kategori besar pembungkus plastik digunakan dalam perawatan

19
neonatus prematur, untuk tujuan berbeda. Pembungkus polietilen kedap air telah dipelajari
untuk kegunaannya dalam mengurangi kehilangan panas selama transportasi dari tempat
kelahiran ke NICU.
Pembungkus kedap air digunakan secara singkat, biasanya dalam hitungan menit.
Pembungkus semipermeabel dan biopolimer telah dipelajari dalam waktu lebih lama untuk
mengetahui kegunaannya dalam mencegah TEWL, serta menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit. Mempertahankan suhu pada bayi prematur selama beberapa menit setelah kelahiran
masih masih dalam penelitian. Enam penelitian masing-masing melibatkan antara 55 dan 110
neonatus, telah meneliti efek pemakaian jangka pendek dalam pembungkus kedap air atau
pakaian pada stabilitas suhu. Pembungkus kedap air secara konsisten terbukti mengurangi
kejadian hipotermia.9
Bayi prematur sering membutuhkan pembungkus atau kantong plastik dapat membantu
neonatus mempertahankan panas tubuh mereka, dan cakupan kulit lebih besar dengan
perangkat plastik tampaknya terkait dengan hasil lebih baik. Pada bayi < 28 minggu,
penggunaan pembungkus oklusif polietilen mencegah kehilangan panas setelah persalinan
dan menghasilkan suhu tubuh lebih tinggi saat masuk NICU dan insiden hipotermia lebih
rendah. Studi NeoCap 2017, membandingkan suhu pasca-stabilisasi pada sekelompok
neonatus dibungkus dengan bungkus topi polietilen dengan kelompok dibungkus polietilen
dan topi katun. Neonatus dibungkus dengan pembungkus dan topi polietilen menunjukkan
suhu pasca-stabilisasi lebih tinggi daripada dibungkus dengan topi katun. 8
Pembungkus kedap air digunakan untuk mengurangi kehilangan panas pada menit-
menit setelah kelahiran, pembungkus semipermeabel telah digunakan terutama untuk
mengurangi kehilangan air transepidermal dalam rentang waktu berhari-hari atau berminggu-
minggu. Pembungkus kedap air biasanya digunakan dengan penghangat bercahaya daripada
isolet dilembabkan, terakhir ini meminimalkan TEWL melalui penambahan kelembapan.
Sebanyak tujuh penelitian meneliti penggunaan pembungkus semipermeabel pada neonatus
prematur, dan sebagian besar penelitian ini menggunakan balutan poliuretan.8
b. Perekat kulit
Pada bayi prematur penggunaan perekat penting untuk memfiksasi alat digunakan untuk
pengobatan bayi prematur. Perekat merupakan penyebab utama kerusakan kulit sebanyak
90% dan digunakan secukupnya. Penggunaan perekat hidrokoloid (pektin)digunakan dibawah
plester didapatkan kondisi kulit baik saat plester di lepaskan. Penggunaan berbasis pektin,
aman digunakan selama 5-6 hari, kondisi kulit 97 % baik setelah perekat dilepaskan. 25
20
Penggunaan perekat siliko lembut terbukti mengurangi skor nyeri selama penggantian balutan
bersifat atraumatik lebih dari 90%. Penggunaan alginat tidak dianjurkan pada bayi prematur
menyebabkan penyerapak sistemik.31
Penggunaan perekat medis pada bayi prematur berdasarkan asosiasi ikatan medical-
adhesive-related skin (MARSI) menyebabkan pengelupasan epidermis, cedera tegang, geseran,
maserasi, folikulitis, atau dermatitis kontak. Pengelupasan epidermis dan robekan kulit adalah
bentuk MARSI umum terjadi pada neonatus. Dalam sebuah penelitian melibatkan 82 bayi
(usia 0-3 bulan), 45% bayi ditemukan mengalami kerusakan kulit, di mana 17% di antaranya
adalah robekan kulit. 31
c. Sterilisasi dan prosedur invasif
Pada bayi prematur sterilisasi tepat digunakan dprosedur invasif diperlukan untuk
meminimalkan masalah kulit mungkin muncul. Pungsi vena, pemasangan kateter, dan pungsi
lumbal merupakan prosedur invasif umum dilakukan pada bayi prematur diantaranya
chlorhexidine gluconate (CHG), povidone-yodium, dan alkohol. Alkohol adalah antiseptik
umum digunakan untuk prosedur invasive namun dapat menyebabkan intoksikasi
transepidermal, povidone-iodine menyebabkan iritasi kulit, dapat menyebabkan nekrosis kulit
dan hipotiroidisme. Semua masalah tersebut biasanya muncul ketika zat tersebut digunakan
secara berlebihan.1
Survei terhadap direktur program neonatologi Amerika serikat menunjukkan bahwa
sebagian besar institusi lebih memilih CHG pada neonatus prematur (secara umum tanpa
mempertimbangkan perbedaan berat badan lahir atau usia kehamilan), meskipun beberapa
membatasi penggunaan CHG hingga> 1000 g atau 28 minggu. Menurut survei tahun 2018,
CHG adalah antiseptik umum digunakan di NICU Kanada.
d. Penggunaan inkubator
Bayi prematur menggunakan inkubator menyebabkan peningkatan tingkat insensible water
loss (IWL) pada sawar kulit bayi prematur. kelembapan inkubator harus mencapai 80–90%
untuk menghentikan kehilangan panas dan cairan.Hal ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit dan suhu kulit bayi prematur. Sebuah studi kohort retrospektif
dengan 182 bayi BBLSR menunjukkan bahwa penggunaan inkubator dilembabkan secara
signifikan meningkatkan kontrol suhu tubuh, kebutuhan cairan, dan keseimbangan elektrolit
selama 28 hari pasca kelahiran pada bayi prematur tanpa peningkatan tingkat infeksi. 9
Inkubator dilembabkan dapat memberikan lingkungan netral secara suhu dengan
kehilangan air melalui evaporasi rendah, karena pada kelembaban relatif 80% atau lebih,
21
evaporasi kulit secara efektif terhenti. Tindakan antisepsis ketat diperlukan untuk mencegah
kolonisasi bakteri pada lingkungan ini, terutama pada organisme menyukai air seperti
Pseudomonas spp. Bayi umumnya dirawat dalam tempat tidur terbuka, di mana pemanas
radiasi memberikan lingkungan stabil secara suhu tetapi meningkatkan TEWL secara dramati.
14

RINGKASAN
Kulit bayi prematur memiliki struktur, komposisi, dan integritas berbeda dibanding dengan
kulit bayi cukup bulan. Pada bayi prematur ditemukan sawar kulit belum matang, stratum
korneum lebih tipis, vernix caseosa belum terbentuk atau sedikit, ukuran korneosit lebih kecil
sehingga menyebabkan fungsi kulit terganggu. Bayi prematur memiliki kulit dengan
transepidermal water loss (TEWL) meningkat dan natural moisturizing factor (NMF) lebih
sedikit sehingga berpotensi meningkatkan risiko kelainan termoregulasi dan cedera.
Manifestasi penyakit kulit ditemukan pada bayi prematur antara lain skar kulit, hemangioma,
intoksikasi transepidermal dan infeksi. Perawatan kulit pada bayi prematur terbagi menajdi 2,
perawatan umum dan khsuus untuk memperbaiki sawar kulit bayi prematur sehingga
mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Perawatan kulit bayi prematur dapat dilakukan dengan cara mengendalikan TEWL,
mencegah kerusakan mekanik, infeksi dan pemantauan toksisitas obat. Pengendalian TEWL
dapat dilakukan dengan metode penggunaan pelembap, pembersihan kulit dan prosedur mandi
tepat, penggunaan pembungkus plastik semipermeabel, penggunaan perekat, perawatan tali
pusat, sterilisasi dan penggunaan inkubator.
Inkubator dihumidifikasi jelas bermanfaat bagi bayi prematur. Bayi prematur dapat
dimandikan dalam bak daripada dengan kain lap, untuk menjaga suhu tubuh lebih konstan,
dan mandi secara aman dapat dibatasi hingga setiap empat hari. Plastik semipermeabel dapat
mengurangi hipotermia ketika diterapkan dalam waktu 10 menit setelah kelahiran. Emolien
dapat mengurangi tingkat infeksi kulit pada bayi prematur. Perawatan tali pusat kering
menjadi pilihan manajemen dan penggunaan klorheksidin masih dapat diberikan dengan
mempertimbangkan risiko efek samping. Penelitian lebih lanjut, terutama pada bayi prematur
sangat prematur, dengan penekanan pada subklasifikasi populasi bayi prematur berdasarkan
usia gestasi, diperlukan untuk lebih memeriksa dan memvalidasi manfaat nyata dari
intervensi-intervensi ini dalam kehidupan nyata.
22
DAFTAR PUSTAKA

1. Hunt R, Chang MW, Shah KN. Neonatal Dermatology, Dalam: Kang S, Amagai M,
Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer J S, penyuntig
Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. New York: McGraw-Hill; 2019. hal. 1727-49
2. MENKES. PNPK 2018 Tata Laksana Tindakan Resusitasi, Stabilitasi, dan Tranpor
Bayi Berat Lahir Rendah [serial dalam internet]. 2018. [Disitasi 24 Oktober 2018].
Tersedia di:https://www.kemkes.go.id/id/pnpk-2018---tata-laksana-tindakan-
resusitasi-stabilitasi-dan-tranpor-bayi-berat-lahir-rendah
3. World Health Organization. Preterm Birth. [serial dalam internet]. 2020. [Disitasi 10
mei 2023]. Tersedia di: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/preterm-
birth
4. Kemkes, Perawatan Bayi Prematur. [serial dalam internet]. 2018. [Disitasi 27 juli
2022]. Tersedia di: https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/603/perawatan-bayi-
prematur
5. Walani SR. Global burden of preterm birth. Int J Gynaecol Obstet. 2020;150(1):31–3.
6. Mathes F.Erin, Williams L. Mary. Skin of the premature infant. Dalam: Eichenfield
LE, Frieden J, Mathes EF, Zaenglein AL, penyunting. Neonatal and Infant
Dermatology. Edisi ke-3. China: Elsevier Saunders. 2015;hal. 36-44.
7. Fernandes JD, de Oliveira ZNP,Nachado MCR. Children and newborn skin care and
prevention. An Bras Dermatol. 2011;86(1):102-10
8. Marissen J, Gomez de Agüero M, Chandorkar P, dkk. The Delicate Skin of Preterm
Infants: Barrier Function, Immune-Microbiome Interaction, and Clinical Implications.
Neonatology. 2023; 1–13.
9. Kusari A, Han AM, Virgen CA, Matiz C Rasmussen M, Friedlander SF, et al.
Evidence‐based skin care in preterm infants. Pediatr Dermatol. 2019;36(1):16–23.
10. Hoath SB, Mauro T. Fetal Skin Development Dalam: Eichenfield LE, Frieden J,
Mathes EF, Zaenglein AL, penyunting. Neonatal and Infant Dermatology. Edisi ke-3.
China: Elsevier Saunders; 2015.hal.1-13.
11. Schachner LA, Andriessen A, Benjamin L, Bree AF, Lechman PA, Pinera-Llano AA,
Kircik L. A Consensus About the Importance of Ceramide Containing Skincare for
Normal and Sensitive Skin Conditions in Neonates and Infants. J Drugs Dermatol.
2020 Aug 1;19(8):769-76.
23
12. August D, van der Vis KM, New K. Conceptualising skin development
diagrammatically from foetal and neonatal scientific evidence. J Neonatal Nurs.
2019;25(6):311–4.
13. Hoeger P. Physiology of Neonatal Skin. Dalam: Hoeger P, Kinsler V, Yan A,
penyunting. Harper’s Textbook of Pediatric Dermatology. Edisi ke-4. Hoboken, NJ:
John Wiley & Sons, Ltd; 2020. hal. 56–64
14. Yousef H, Alhajj M, Sharma S. Anatomy, skin (integument), epidermis. StatPearls.
[serial internet]. 2022. [Disitasi 14 November 2022]. Tersedia di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470464/
15. James WD, Elston DM, Treat JR, Rosenbach MA, Neuhaus IM. Penyunting. Basic
structure and function. Edisi ke-3. London: Elsevier; 2020.hal.1-10
16. Hoeger P. Embriologi Dalam: Hoeger P, Kinsler V, Yan A, editors. Harper’s Textbook
of Pediatric Dermatology. Edisi ke-4. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons, Ltd; 2020.
hal. 1-35
17. Jackson Amanda,Time to review newborn skincare. Infant Journal. 2008;4(5).168-171
18. Rosdiana BI. Review Article: Skin Condition and Skin Care in Premature Infants.
Berk Ilmu Kesehat Kulit dan Kelamin 2023; 35: 67–73.17
19. Steven B. Hoath, Nicholas Rutter. Prematurity. Dalam: Steven B. Hoath, Howard I.
Maibach, penyunting. Neonatal Skin: Structure and Function. Edisi ke-2. New York:
Marcel Dekker. 2003;hal. 153-178.
20. Marty O. Visscher, Ralf Adam, Susanna Brink, Mauricio Odio. Newborn infant skin:
Physiology, development, and care. Clin. Dermatol. 2015;11:271-280.
21. Oranges T, Dini V, Roman elli M. Skin physiology of the neonate and infant: clinical
implications. Adv wound care. 2015; 4: 587–595.
22. Mathes F.Erin, Williams L. Mary. Skin of the premature infant. Dalam: Eichenfield
LE, Frieden J, Mathes EF, Zaenglein AL, penyunting. Neonatal and Infant
Dermatology. Edisi ke-3. China: Elsevier Saunders. 2015;hal. 36-44.
23. Rahma A, Lane ME. Skin Barrier Function in Infants: Update and Outlook.
Pharmaceutics. 2022 Feb 17;14(2):433.
24. Fernandes JD, de Oliveira ZNP, Nachado MCR. Children and newborn skin care and
prevention. An Bras Dermatol. 2011;86(1):102-10

24
25. Hoeger P. Physiology of Neonatal Skin. In: Hoeger P, Kinsler V, Yan A, editors.
Harper’s Textbook of Pediatric Dermatology. Edisi ke-4. Hoboken, NJ: John Wiley &
Sons, Ltd; 2020. hal. 63-71
26. Kubo A, Amagai. M. Skin Barrier. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk
AH, Margolis DJ, McMichael AJ, dkk., penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology . Edisi
ke-9. New York: McGraw-Hill; 2019. hal 206-26
27. Diana Purvis, Pauline Brown. Newborn and Infant Skin Care. Educ. Res. Rev. 2014;1-
4.
28. Hoeger . In: Hoeger P, Kinsler V, Yan A, editors. Harper’s Textbook of Pediatric
Dermatology. 4th ed. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons, Ltd; 2020. p.
29. Johnson E, Hunt R. Infant skin care: Updates and recommendations. Curr Opin
Pediatr. 2019;31(4):476–81.
30. Lavender T, Bedwell C, O’Brien E, Cork MJ, Turner M, Hart A. Infant skin-
cleansing product versus water: A pilot randomized, assessor-blinded controlled
trial. BMC Pediatr. 2011;11(1):35.
31. Danby SG, Badwell C, Cork MJ. Neonatal skin care and toxicology. Dalam :
Eichenfield LF, Frieden IJ, Mathes EF, Zaenglein AL, penyunting. Neonatal and
Infant Dermatology. Edisi ke-3. New York: Elsevier Saunders; 2015. hal. 46–56.
32. WHO. Recommendations on newborn health: Approved by the WHO guidelines
review committee. Who. 2017;(May):1–28.
33. Blume-Peytavi U, Lavender T, Jenerowicz D, Ryumina I, Stalder JF, Torrelo A, et
al. Recommendations from a european roundtable meeting on best practice healthy
infant skin care. Pediatr Dermatol. 2016;33(3):311–21.
34. Telofski LS, Morello AP, MacK Correa MC, Stamatas GN. The infant skin barrier:
Can we preserve, protect, and enhance the barrier? Dermatol Res Pr.
2012;2012(198789).
35. Chularojanamontri L. Tuchinda P, Kulthanan K, Pongparit K. Moisturizers for
Acne: What Are Their Constituents?. J. Clin. Aesthet. Dermatol. 2014; 7(5): 36-44.
36. Sirikudta W, Khultanan K, Varothai S, Nuchkull P. Moisturizer for Patients With
Atopic Dermatitis: An Overview. J. Allergy. Ther. 2013; 4(4): 1-6.
37. Draelos, ZD. Cosmetic Therapy. In: Wolverton, SE, editors. Comprehensive
Dermatologic Drug Therapy. 3rd ed. London: Elsevier. 2013; 604-11.
38. Shai A, Maibach HI, Baran R. Skin Moisture and Moisturizers. In: Shai A, Maibach
25
HI, Baran R, editors. Handbook Of Cosmetic Skin Care 2nd Ed. UK: Informa
healthcare. 2009; 24-33.
39. Siri Sindhura DK, Jain V. Infant’s skin and care needs with special consideration to
formulation additives. Asian J Pharm Clin Res. 2018;11(12):75–81.
40. Moline J, Bevilacqua K, Alexandri M, Gordon RE. Mesothelioma associated with
the use of cosmetic talc. J Occup Env Med. 2020;62(1):11–7.
41. Kraft JN, Lynde CW. Moisturizers: What They Are and a Practical Approach to
Product Selection. Skin Therapy Letter. 2005; 10: 1-12.
42. Loden M. The Clinical Benefit of Moisturizers. J. Eur. Acad. Dermatol. Venereol.
2005; 19: 672-88.
43. Horimukai K, Morita K, Narita M, Kondo M, Kitazawa H, et al. Application of
moisturizer to neonates prevents development of atopic dermatitis. J. Allergy. Clin.
Immunol. 2014; 134(4): 824-30.

26

Anda mungkin juga menyukai