Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN


“PEMERIKSAAN FISIK BREATHING DAN
RESUSITASINYA”

Dibuat Oleh :
Nama : Neng Mita Susanti
NIM : C1AA17099

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2020
Breathing Management
A. Pengertian
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang
adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan, 2007). Gagal
nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal
O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang
disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem
pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Gagal nafas adalah suatu
kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida,
sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Kegagalan
pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis. Ventilator
adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida yang dapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2009). Gagal napas merupakan kondisi di
mana kadar oksigen yang masuk ke dalam darah melalui paru sangat rendah.
Sementara itu, untuk bekerja dengan baik, organ tubuh seperti jantung dan otak
memerlukan darah yang kaya oksigen. Tak hanya itu, gagal napas juga terjadi lantaran
kadar karbon dioksida dalam darah lebih tinggi dari pada kadar oksigen. Gagal napas
terjadi karena adanya kegagalan dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida
di kantung-kantung udara kecil di paru-paru (alveoli), atau ketidakmampuan paru-
paru untuk melakukan tugas dalam proses pertukaran gas. Pertukaran gas yang
dimaksud adalah mengirim oksigen dari udara yang dihirup ke dalam darah dan
menyingkirkan karbon dioksida dari darah ketika mengembuskan napas. Gagal napas
juga dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat pernapasan di otak, atau pun
kegagalan otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru-paru.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari
50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45
mmHg (hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2010).
B. Klasifikasi
1. Gagal nafas akut : Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. 
2. Gagal nafas kronis: pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis
kronik, emfisema dan penyakit paru hitam.
C. Etiologi
1. Kelainan di luar paru-paru
Penekanan pusat pernapasan
a. Takar lajak obat (sedative, narkotik)
b. Trauma atau infark selebral
c. Poliomyelitis bulbar
d. Ensefalitis
2. Kelainan neuromuscular
a. Trauma medulaspinalis servikalis
b. Sindroma guilainbare
c. Sklerosis amiotropik lateral
d. Miastenia gravis
e. Distrofi otot
3. Kelainan Pleura dan Dinding Dada
a.  Cedera dada (fraktur iga multiple)
b. Pneumotoraks tension
c. Efusi leura
d. Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
e. Obesitas: sindrom Pickwick
Kelainan Intrinsic Paru-Paru
1. Kelainan Obstruksi Difus
a. Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
b. Asma, Status asmatikus
c. Fibrosis kistik
2. Kelainan Restriktif Difus
a. Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu
barah)
b. Sarkoidosis
c. Scleroderma
d. Edema paru-paru
e. Kardiogenik
f. Nonkardiogenik (ARDS)
g. Atelektasis
h. Pneumoni yang terkonsolidasi
3. Kelainan Vaskuler Paru-Paru
a. Emboli paru-paru
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :
1. Gagal nafas total
2. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
3. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
4. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
5. Gagal nafas parsial
6. Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing
7. Ada retraksi dada
8. Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
9. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
E. Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan
tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan
atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan
penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
F. Komplikasi
1. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator
(seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
2. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis
dan infark miokard akut.
3. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas
4. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang
dari normal).
5. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
6. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
7. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi
enteral dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Analisis gas darah (pH meningkat, HCO 3- meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2
menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
b. Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia jaringan,
polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepa.
c. Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang
berhubungan dengan gagal napas.
d. Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark miokard
akut.
2. Radiologi:
a. Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas
seperti atelektasis dan pneumoni.
b. EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan olehcardiac.
c. Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal <
500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun
(Lewis, 2011).
H. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O 2 akan memperbaiki
PaO2, sampai sekitar  60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan
pecegahan hipertensi pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian
FiO2<40% menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan
akan memperberat keadaan hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan
memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar
10-12g/dl.
2. Dapat digunakan tekanan positif  seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan
pH dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar
dengan memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan
jalan nafas yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung,
demam dan sepsis.
3. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret
trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
4. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon
bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan
inflamasi. Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai  reaksi onset cepat.
Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy
dan tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang memperburuk
hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan
insufisiensi adrenalin.
5. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume
paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
6. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian
mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada
dan latihan batuk yang efektif.
7. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
8. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
9. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan
disfungsi sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).

Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/36586132/LAPORAN_PENDAHULUAN_RESPIRATORY_FAILU
RE

Anda mungkin juga menyukai