Anda di halaman 1dari 25

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Kamis/04 Oktober 2012

Sanitasi dan Higiene PJ Dosen : Mrr. Lukie Trianawati, STP. MSi.


Asisten : Wirayani Febi

UJI SANITASI WADAH DAN ALAT PENGOLAHAN

Kelompok 4
Kelas : A/P1

Nita Rofita Priyanti J3E111001


Ardantyo Gunawan J3E111002
Pratiwi Indah Ekasastri J3E111055
M. Sony Gaus J3E111022
Dina Crowina J3E111087

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh
permukaan setiap tangan atau alat. Dengan demikian sanitasi lingkungan sangat
perlu diperhatikan terutama yang bekerja dalam bidang mikrobiologi atau
pengolahan produk makanan atau industri (Volk dan Wheeler, 1984).
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal
dari penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba
dalam jumlah cukup tinggi. Pencucian alat pengolahan dengan menggunakan air
yang kotor, dapat menyebabkan mikroba yang berasal dari air pencuci dapat
menempel pada wadah atau alat tersebut.Demikian juga sisa-sisa makanan yang
masih menempel pada alat atau wadah dapat menyebabkan pertumbuhan
mikroorganisme yang cukup tinggi. Mikroba yang mungkin tumbuh bisa kapang,
khamir atau bakteri. Mutu makanan yang baik akan menurun nilainya apabila
ditempatkan pada wadah yang kurang bersih.
Proses sanitasi alat dan wadah ditunjukkan untuk membunuh sebagian
besar atau semua mikroorganisme yang terdapat pada permukaan. Sanitizer yang
digunakan misalnya air panas, halogen (khlorin atau Iodine), turunan halogen dan
komponen amonium quarternair (Gobel, 2008).

1.2 Tujuan
Tujuan pada praktikum kali ini adalah untuk mengetahui kandungan
mikroba yang terdapat pada wadah dan alat pengolahan pangan.
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN


2.1 Hasil
Tabel 1. Data Hasil Uji Sanitasi Wadah dan Alat Pengolahan
Perlakuan
Sebelum dicuci
Kelompok Metode Wadah
APDA EMBA NA APDA
10^0 10^-1 10^-2 10^0 10^-1 10^0 10^-1 10^-2 10^0 10^-1 10
101
119 koloni 4 koloni 1
1 0 0 Tidak Melakukan Koloni 3 0 0
1 spread spread
Spread
1 Bilas Gelas Jar
41 koloni 95 koloni 91 koloni 1
0 0 0 Tidak Melakukan 0 0
6 Spread 1 spread spread

211 104 55 Tidak Melakukan 152 1 spread 73 TBUD 105


3 Bilas Panci
203 110 80 Tidak Melakukan TBUD 222 57 224 111
66 9 0 Tidak Melakukan TBUD TBUD 111 TBUD 220
4 Celup Pisau
43 31 0 Tidak Melakukan TBUD TBUD 4 Spread TBUD TBUD 1
105
tdak Tidak
5 Oles Loyang 1 0 0 0 8 Koloni 1 0 0
melakukan dilakukan
Spread
tdak tdak
6 Oles Talenan 32 1 3 2 1 spread 1 spread TBUD 0
melakukan melakukan
tdak tdak
7 Oles Nampan 1 0 0 0 21 SPREAD1 Spread 0 0
melakukan melakukan
24 6 12 Tidak Melakukan 8 39 12 0 0
2 Bilas Garpu
42 5 3 Tidak Melakukan TBUD 1 spread 3 spread 0 0

2.1 Pembahasan
Pada industri pangan, sanitasi pangan merupakan aspek penting yang
ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam tempat produksi,
persiapan penyimpanan, dan penyajian makanan. Program sanitasi dijalankan
bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau pemrosesan bahan
tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan alat pengolahan serta
mencegah terjadinya kontaminan silang (Susiwi 2011).
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal
dari penggunaan wadah dan alat-alat pengolahan yang kurang bersih. Sanitasi
yang dilakukan terhadap wadah dan alat-alat pengolahan meliputi pencucian
untuk menghilangkan kotoran dari sisa-sisa makanan. Untuk itu dilakukan sanitasi
pada alat. Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat meliputi pencucian
untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti dengan perlakuan
sanitasi menggunakan germisidal. Dalam pencucian menggunakan air biasanya
digunakan detergen untuk membantu proses pembersihan. Penggunaan detergen
mempunyai beberapa keuntungan karena detergen dapat melunakkan lemak,
mengemulsi lemak, melarutkan mineral dan komponen larut lainnya sebanyak
mungkin. Detergen yang digunakan untuk mencuci alat/wadah dan alat
pengolahan tidak boleh bersifat korosif dan mudah dicuci dari permukaan
(Busyro, 2004).
Proses sanitasi alat dan wadah ditunjukkan untuk membunuh sebagian
besar atau semua mikroorganisme yang terdapat pada permukaan (Gobel, 2008).
Peralatan pengolahan seperti alat pemotong, papan pemotong (talenan), bak-
bak pencucian/penampungan, alat pengaduk, alat penyaring, alat memasak
merupakan sumber kontaminan potensial bagi pangan. Peralatan pengolahan yang
tidak dicuci bersih seperti pisau (slicer), talenan, dan peralatan lain yang
berhubungan langsung dengan bahan pangan; juga peralatan saji seperti piring,
gelas, sendok, botol dan lain-lain. dapat menjadi sumber kontaminan (Dwyana,
2009).
Pada praktikum ini akan dibahas hasil pengujian sanitasi wadah dan alat
pengolahan. Pengujian efisiensi dari proses sanitasi dapat digunakan metode bilas
dan metode celup untuk wadah dan alat-alat pengolahan yang tertutup dan
berukuran kecil, sedangkan untuk alat-alat pengolahan yang besar menggunakan
metode swab. Wadah dan alat yang akan dilakukan pengujian ini adalah gelas jar,
garpu makan, panci, pisau, loyang, talenan, dan nampan sebelum dicuci dan
sesudah dicuci dengan menggunakan media APDA, EMBA, dan NA.

2.1.1 Sanitasi Gelas Jar (Metode Bilas)

Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian sanitasi pada gelas jar
sebelum dicuci dengan gelas jar yang sudah dicuci. Gelas jar biasa digunakan
sebagai wadah atau pengemas produk pangan. Metode yang digunakan pada
pengujian kali ini adalah metode bilas. Metode Bilas biasa diujikan terhadap
peralatan atau wadah untuk mengolah atau mengepak makanan seperti gelas, botol
kecap, panci, atau botol gelas jar. Metode Bilas dilakukan dengan cara membilas
peralatan tersebut kemudian ditanam pada media agar.
Media yang digunakan pada praktikum kali ini adalah media APDA dan
NA. Media APDA berfungsi untuk menumbuhkan dan menghitung jumlah khamir
dan kapang yang terdapat dalam suatu sampel. Khamir dan kapang akan tumbuh
dengan optimal pada media yang sesuai. Sedangkan pada medium Nutrient Agar
(NA) merupakan medium yang berwarna coklat muda yang memiliki konsistensi
yang padat dimana medium ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan
sebagai medium untuk menumbuhkan total mikroba aerobik.
Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu meja dan tangan disemprot
dengan alkohol. digunakan untuk membunuh mikroba dengan cara
menggumpalkan protein dalam selnya. Hal ini bertujuan agar meja dan tangan
menjadi aseptis dan juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Setelah itu
gelas jar dibilas menggunakan larutan fisiologis 200 ml. Hal ini bertujuan agar
mikroba yang ada pada permukaan dalam panci ikut larut dengan larutan
fisiologis. Setelah itu larutan yang telah digunakan untuk membilas gelas jar
tersebut dimasukkan kembali kedalam erlemeyer. Selanjutnya dari erlenmeyer
diambil 1 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larfis dan di pipet
ke media NA dan APDA. Dari tabung reaksi sebelumnya dipipet 1 ml dan
dimasukan ke dalam tabung reaksi 9 ml larfis dan dipipet ke media APDA.
Selanjutnya suspensi dimasukkan ke dalam waterbath selama 10 menit dengan
suhu 800C.
Menurut Anonim (2012) Waterbath adalah oven atau bisa disebut juga
penangas air yang fungsi utamanya adalah untuk menciptakan suhu yang konstan
dan digunakan untuk inkubasi pada analisis mikrobiologi. Selain itu waterbath
juga digunakan untuk melebur basis, menguapkan ekstrak atau tingtur, dan
pemanasan untuk mempercepat kelarutan. Suspensi yang telah dipanaskan dalam
waterbath selanjutnya dilakukan pengenceran 10-1 dan 10-2 yang masing-masing
pengenceran tersebut diambil 1 mL dan di platting ke dalam cawan petri dan
dilakukan metode tuang berupa penambahan media NA (Nutrient Agar) dan
inkubasi selama 30OC selama 2 hari.
Setelah waktu inkubasi selesai, untuk melaporkan hasil analisis
mikrobiologi dengan cara hitungan cawan digunakan suatu standar yang disebut
Standard Plate Counts (SPC). Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung
jumlah koloni pada tiap cawan. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika
sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pasa medium agar, maka jasad
renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dpat dilihat
langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan miroskop (Fardiaz,
1992). Dalam metode perhitungan cawan, memerlukan perlakuan pengenceran
sebelum ditumbuhkan pada medium agar dalam cawan petri.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui jumlah koloni gelas jar yang
tidak dicuci pada media APDA pengenceran 10 0 sebanyak 1/0 koloni. Dan pada
pengenceran 10-1 dan 10-2 tidak ditemukan adanya koloni pada cawan. Sedangkan
pada gelas jar yang sudah dicuci, diperoleh hasil yaitu tidak ditemukan jumlah
koloni cawan pada media APDA dari pengenceran 100 sampai 10-2. Hal ini
menandakan hampir tidak adanya kapang atau khamir pada gelas jar. Hasil ini
sesuai dengan literature yaitu pada umumnya mikroorganisme yang terdapat pada
kemasan botol air adalah bakteri bukan kapang atau khamir (Busyro 2012).
Berdasarkan hasil pengamatan pada media NA diketahui jumlah koloni
gelas jar yang belum dicuci pada media NA pengenceran 10 0 sebanyak 101 koloni,
3 spread/41 koloni, 6 spread. Pada pengenceran 10 -1 sebanyak 119 koloni,1
spread/95 koloni, 1 spread. Dan pengenceran 10-2 sebanyak 4 koloni,1 spread/91
koloni, 1 spread. Berdasarkan koloni tersebut didapatkan jumlah bakteri/ ml pada
garpu sebanyak 2,9 x 105. Sedangkan pada gelas jar yang sudah dicuci diketahui
pada cawan pengenceran 100 sebanyak 340/220 koloni. Pada pengenceran 10-1
sebanyak 234 koloni,1 spread/65 koloni, 1 spread. Dan pengenceran 10-2 sebanyak
33 koloni,1 spread/91 koloni, 1 spread. Dan jumlah bakteri/ml garpu sebanyak 3,1
x 103
Dari data di atas dapat diketahui bahwa data yang diperoleh tidak valid.
Seharusnya jumlah koloni pada gelas jar sesudah dicuci lebih banyak daripada
gelas jar sebelum dicuci. Hal ini dapat disebabkan adanya kemungkinan kesalahan
praktikan pada saat pengambilan suspensi, penuangan agar, inkubasi dan
penghitungan jumlah koloni mikroba. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi
ini dapat mengakibatkan kontaminasi dengan lingkungan. Selain itu kesalahan ini
dapat disebabkan adanya kontaminasi dari air yang digunakan untuk mencuci
gelas jar sehingga membuat bakteri menempel pada gelas jar dan menyebabkan
jumlah koloni pada gelas jar setelah dicuci lebih banyak daripada jumlah koloni
pada gelas jar sebelum dicuci.
Pada media NA, diketahui jumlah bakteri yang ada sangat banyak apabila
dibandingkan dengan jumlah koloni pada kapang dan khamir. Menurut Busyro
(2012), umumnya mikroorganisme yang terdapat pada kemasan gelas atau botol
adalah bakteri Escherichia coli.  E. coli, adalah salah satu
jenis spesies utama bakteri gram negatif. Kebanyakan E. Coli tidak berbahaya,
tetapi beberapa, seperti E. Coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan
makanan yang serius pada manusia.
Setelah inkubasi, selain dilakukan pengamatan juga dilakukan pewarnaan
spora pada sampel. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme
itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan.(Dwidjoseputro, 2001).
Pengecatan spora pewarnaaan dengan menggunakan malakit green untuk
mengetahui adanya spora pada bakteri. Bakteri penghasil endospora akan
menunjukkan reaksi positif yaitu pewarna malakit green akan berikatan dengan
spora sehingga saat pencucian sel akan tetap berwarna hijau atau safranin tidak
bisa diikat oleh endospora. Sedangkan pada bakteri yang tidak menghasilkan
endospora maka pewarna malaakit green tidak dapat diikat (Pearce 2009).
Proses pewarnaan spora dilakukan setelah fiksasi pemanasan agar bakteri
dapat sangat melekat pada kaca preparat dan membuat bakteri merasa terancam
sehingga membuat spora. Kemudian preparat diteteskan malasit hijau secara
merata yang berfungsi sebagai pewarnaan primer. Preparat dipanaskan di atas
spirtus yang bertujuan untuk membantu warna menembus dinding endospora dan
dijaga jangan sampai pewarna kering. Setelah mengeluarkan asap, lalu preparat
dicuci dengan aquades dengan cara dialirkan dari samping dan dikering udarakan.
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan malakit hijau dari seluruh bagian sel
endospora.
Setelah itu sel diwarnai dengan safranin. Pewarnaan dengan safranin
bertujuan sebagai counterstain yang digunakan untuk melumuri bagian warna dari
sel yang lain daripada endospora. Kemudian dibilas kembali denan aquades atau
air mengalir agar warna safranin luntur dan dikerigkan agar warna cepat kering
dan terlihat. Kemudian diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x
dengan memakai minyak imersi.
Hasil menunjukkan terdapatnya bakteri pembentuk spora pada gelas jar.
Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium yang
anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan
spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro, 2001). Endospora hanya terdapat
pada bakteri. Ciri-cirinya adalah berdinding tebal, sangat refraktif, dan sangat
resisten, serta dihasilkan oleh semua spesies Bacillus, Clostridium dan
Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh dan
bereproduksi selama banyak generasi sebagai sel vegetatif. Namun pada beberapa
tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi sintesis protoplasma baru dalam
sitoplasma vegetatifnya yang dimaksudkan untuk menjadi spora. (Pelczar,1986)
2.1.2 Sanitasi Panci (Metode Bilas)

Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian sanitasi pada panci
sebelum dicuci dengan panci yang sudah dicuci. Metode yang digunakan pada
pengujian kali ini adalah metode bilas. Metode Bilas biasa diujikan terhadap
peralatan atau wadah untuk mengolah atau mengepak makanan seperti gelas, botol
kecap, panci atau botol gelas jar. Metode Bilas dilakukan dengan cara membilas
peralatan tersebut kemudian ditanam pada media agar. Pemilihan metode bilas
pada panci karena panci merupakan peralatan yang besar sehingga tidak
memungkinkan untuk dicelup.
Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu meja dan tangan disemprot
dengan alkohol. digunakan untuk membunuh mikroba dengan cara
menggumpalkan protein dalam selnya. Hal ini bertujuan agar meja dan tangan
menjadi aseptis dan juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Setelah itu
gelas jar dibilas menggunakan larutan fisiologis 200 ml. Hal ini bertujuan agar
mikroba yang ada pada permukaan dalam panci ikut larut dengan larutan
fisiologis. Setelah itu larutan yang telah dibilas tersebut dimasukkan kembali
kedalam erlemeyer. Kemudian diambil larutan larfis tersebut sebanyak 1 ml
kedalam larutan fisiologis 9 dan dilakukan pengenceran sampai 10-2 dan
dilakukan plating secara duplo dari pengernceran 100, 10-1, 10-2 kedalam media
APDA. Media APDA ( Acidified Potatose Dextrose Agar) yaitu media yang
berfungsi untuk menumbuhkan dan menghitung jumlah khamir dan kapang yang
terdapat dalam suatu sampel. Khamir dan kapang akan tumbuh dengan optimal
pada media yang sesuai. Adanya asam tartarat dan pH rendah maka pertumbuhan
bakteri terhambat. sehingga yang tumbuh pada media ini hanya kapang dan
khamir saja.Selanjutnya suspensi dimasukkan ke dalam waterbath selama 10
menit dengan suhu 800C.
Menurut Anonim (2012) Waterbath adalah oven atau bisa disebut juga
penangas air yang fungsi utamanya adalah untuk menciptakan suhu yang konstan
dan digunakan untuk inkubasi pada analisis mikrobiologi. Selain itu waterbath
juga digunakan untuk melebur basis, menguapkan ekstrak atau tingtur, dan
pemanasan untuk mempercepat kelarutan. Suspensi yang telah dipanaskan dalam
waterbath selanjutnya dilakukan pengenceran 10-1 dan 10-2 yang masing-masing
pengenceran tersebut diambil 1 mL dan di platting ke dalam cawan petri dan
dilakukan metode tuang berupa penambahan media NA (Nutrient Agar). Medium
Nutrient Agar (NA) merupakan medium yang berwarna coklat muda yang
memiliki konsistensi yang padat dimana medium ini berasal dari sintetik dan
memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri. Hal ini
disebabkan pada media NA ini memiliki nutrisi yang dapat digunakan untuk
pertumbuhan bakteri yaitu eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat
1.000 ml dan 15 g agar/L.
Pada panci yang belum dicuci, diketahui jumlah koloni pada cawan media
NA pengenceran 100 yang tumbuh sebanyak 152 dan TBUD. Sedangkan pada
media pengenceran 10-1 terdapat 222 koloni dan 1 spread dimana spread adalah
koloni yang menyebar pada cawan. Jumlah koloni pada cawan yang diplating
pada pengenceran 10-2 tumbuh sebanyak 73 dan 57 koloni. Berdasarkan jumlah
koloni yang tumbuh maka dapat di tentukan jumlah bakteri/ ml yaitu sebanyak 5,8
x 105 bakteri/ ml
Sedangkan pada panci yang setelah di cuci, diketahui jumlah koloni pada
cawan media NA pengenceran 100 yang tumbuh sebanyak 112 koloni dan 12
spread. Sedangkan pada plating pengenceran 10-1 terdapat bakteri yang tumbuh
sebanyak 104 dan 49 koloni. Jumlah koloni pada cawan yang diplating pada
pengenceran 10-2 terdapat bakteri yang tumbuh sebanyak 26 dan 6 koloni.
Berdasarkan jumlah koloni tersebut dapat di hitung jumlah bakteri yang ada pada
yaitu sebanyak 1,7 x 105 bakteri/ ml
Dari penjabaran tersebut terlihat jumlah bakteri yang tumbuh pada panci
yang telah dicuci lebih sedikit di bandingkan dengan panci yang belum dicuci. Hal
ini dikarenakan pada di dalam sabun yang digunakan untuk mencuci panci
tersebut terdapat bahan yang dapat membunuh bakteri dengan cara merusak
membran sel bakteri. Selain itu, bakteri yang terdapat pada alat akibat bakteri
yang berasal dari makanan akan terlepas saat dicuci menggunakan air.
Pada sampel dari panci yang belum dicuci pada media APDA yang
diplating dari 100 tumbuh kapang dan khamir sebanyak 211 dan 203 koloni
sedangkan dari tingkat pengenceran 10-1 tumbuh kapang dan khamir sebanyak 104
dan 110 dan pada tingkat pengenceran 10-2 terdapat koloni sebanyak 55 dan 80
koloni. Berdasarkan jumlah koloni tersebut tdapat ditentukan jumlah kapang dan
khamir yang tumbuh perml sampel sebanyak 3,2 x 105 cfu/ ml
Sedangkan pada panci yang telah dicuci pada pengenceran 100 terdapat
TBUD dan 224 koloni sedangkan pada pengenceran 10-1 terdapat kapang dan
khamir sebayak 105 dan 111 koloni dan pada pengenceran 10 -2 tumbuh kapang
dan khamir sebanyak 73 dan 57 koloni. Berdasarkan jumlah koloni tersebut tdapat
ditentukan jumlah kapang dan khamir yang tumbuh per ml sampel sebanyak 4,2 x
105 cfu/ ml
Dari penjabaran tersebut terlihat jumlah kapang dan khamir yang tumbuh
pada panci yang telah dicuci lebih sedikit di bandingkan dengan panci yang belum
dicuci. Hal ini dikarenakan pada di dalam sabun yang digunakan untuk mencuci
panci tersebut terdapat bahan yang dapat membunuh hambat kapang dan khamir
yang ada. Kapang dan khamir yang ada pada panci tersebut dapat bersumber dari
sisa bahan makanan yang masih menempel pada panci tersebut dan dapat berasal
dari kontaminasi dari kapang dan khamir dari udara.
Setelah inkubasi, selain dilakukan pengamatan juga dilakukan pewarnaan
spora pada sampel. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme
itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan.(Dwidjoseputro, 2001).
Pewarnaan spora adalah pewarnaan dengan menggunakan malakit green
untuk mengetahui adanya spora pada bakteri. Bakteri penghasil endospora akan
menunjukkan reaksi positif yaitu pewarna malakit green akan berikatan dengan
spora sehingga saat pencucian sel akan tetap berwarna hijau atau safranin tidak
bisa diikat oleh endospora. Sedangkan pada bakteri yang tidak menghasilkan
endospora maka pewarna malaakit green tidak dapat diikat (Pearce 2009).
Proses pewarnaan spora dilakukan setelah fiksasi pemanasan agar bakteri
dapat sangat melekat pada kaca preparat dan membuat bakteri merasa terancam
sehingga membuat spora. Kemudian preparat diteteskan malasit hijau secara
merata yang berfungsi sebagai pewarnaan primer. Preparat dipanaskan di atas
spirtus yang bertujuan untuk membantu warna menembus dinding endospora dan
dijaga jangan sampai pewarna kering. Setelah mengeluarkan asap, lalu preparat
dicuci dengan aquades dengan cara dialirkan dari samping dan dikering udarakan.
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan malakit hijau dari seluruh bagian sel
endospora.
Setelah itu sel diwarnai dengan safranin. Pewarnaan dengan safranin
bertujuan sebagai counterstain yang digunakan untuk melumuri bagian warna dari
sel yang lain daripada endospora. Kemudian dibilas kembali denan aquades atau
air mengalir agar warna safranin luntur dan dikerigkan agar warna cepat kering
dan terlihat. Kemudian diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x
dengan memakai minyak imersi.
Hasil menunjukkan terdapatnya bakteri pembentuk spora pada gelas jar.
Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium yang
anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan
spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro, 2001). Endospora hanya terdapat
pada bakteri. Ciri-cirinya adalah berdinding tebal, sangat refraktif, dan sangat
resisten, serta dihasilkan oleh semua spesies Bacillus, Clostridium dan
Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh dan
bereproduksi selama banyak generasi sebagai sel vegetatif. Namun pada beberapa
tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi sintesis protoplasma baru dalam
sitoplasma vegetatifnya yang dimaksudkan untuk menjadi spora. (Pelczar,1986).

2.1.3 Sanitasi Pisau (Metode Celup)

Pada proses pengolahan makanan, pisau biasa digunakan untuk memotong


dan mengupas bahan pangan sehingga mempermudah proses pemasakan dan
pengolahan pada makanan. Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian
sanitasi pada pisau sebelum dicuci dengan panci yang sudah dicuci. Metode yang
digunakan pada pengujian kali ini adalah metode celup. Metode celup biasa
diujikan terhadap peralatan atau wadah yang berukuran kecil termasuk pisau.
Metode celup dilakukan dengan cara menyelupkan peralatan pada larutan
fisiologis kemudian ditanam pada media agar.
Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu meja dan tangan disemprot
dengan alkohol. Alkohol digunakan untuk membunuh mikroba dengan cara
menggumpalkan protein dalam selnya. Hal ini bertujuan agar meja dan tangan
menjadi aseptis dan juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Pengujian sanitasi alat pengolahan ini yaitu dengan cara memasukkan pisau
kedalam plastik steril yang berisi 200 mL larutan fisiologis. Kemudian dilakukan
pengenceran 10-1 dan 10-2 yang masing-masing pengenceran tersebuat diambil 1
mL dan di platting ke dalam cawan petri dan dilakukan metode tuang berupa
penambahan media APDA. Media APDA digunakan untuk menumbuhkan dan
menghitung jumlah dari khamir beserta kapang dalam suatu sampel. Selanjutnya
suspensi dimasukkan ke dalam waterbath selama 10 menit dengan suhu 800C.
Menurut Anonim (2012) Waterbath adalah oven atau bisa disebut juga
penangas air yang fungsi utamanya adalah untuk menciptakan suhu yang konstan
dan digunakan untuk inkubasi pada analisis mikrobiologi. Selain itu waterbath
juga digunakan untuk melebur basis, menguapkan ekstrak atau tingtur, dan
pemanasan untuk mempercepat kelarutan. Suspensi yang telah dipanaskan dalam
waterbath selanjutnya dilakukan pengenceran 10-1 dan 10-2 yang masing-masing
pengenceran tersebut diambil 1 mL dan di platting ke dalam cawan petri dan
dilakukan metode tuang berupa penambahan media NA (Nutrient Agar). Medium
Nutrient Agar (NA) merupakan medium yang berwarna coklat muda yang
memiliki konsistensi yang padat dimana medium ini berasal dari sintetik dan
memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri.
Pada pisau yang belum dicuci, diketahui jumlah koloni pada cawan media
NA pengenceran 100 dan 10-1 yang tumbuh sebanyak TBUD. Sedangkan pada
media pengenceran 10-2 terdapat 111 koloni dan 4 spread dimana spread adalah
koloni yang menyebar pada cawan. Berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh
maka dapat di tentukan jumlah bakteri/ ml yaitu sebanyak 2,3 x 106 bakteri/ml
Sedangkan pada pisau yang setelah dicuci, diketahui jumlah koloni pada
cawan media NA pengenceran 100 yang tumbuh sebanyak TBUD. Sedangkan
pada media pengenceran 10-1 terdapat 55 dan 80 koloni dan pada media
pengenceran 10-2 terdapat 54 dan 9 koloni. Berdasarkan jumlah koloni yang
tumbuh maka dapat di tentukan jumlah bakteri/ ml yaitu sebanyak 9,9 x 106
bakteri/ml
Pada sampel dari pisau yang belum dicuci pada media APDA diketahui
jumlah koloni pada cawan media APDA pengenceran 100 yang tumbuh sebanyak
66 dan 43 koloni. Pada media pengenceran 10-1 terdapat 9 koloni dan 31 spread.
Sedangkan pada media pengencean 10-1 tidak ditemukan adanya jumlah koloni.
Berdasarkam jumlah koloni tersebut didapatkan jumlah kapang dan khamir per ml
pada pisau sebesar 7,4 x 104
Sedangkan pada pisau yang telah dicuci pada pengenceran 100 diketahui
jumlah koloni pada cawan media APDA pengenceran 100 yang tumbuh sebanyak
TBUD. Sedangkan pada media pengenceran 10-1 terdapat koloni sebanyak 220
dan TBUD. Dan pada media pengenceran 10-2 terdapat 99 dan 100 koloni.
Berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh maka dapat di tentukan jumlah kapang
dan khamir per ml sebanyak 2,8 x 107.
Dari penjabaran tersebut terlihat jumlah bakteri, kapang, dan khamir yang
tumbuh pada pisau yang telah dicuci lebih sedikit di bandingkan dengan pisau
yang belum dicuci. Hal ini dikarenakan pada di dalam sabun yang digunakan
untuk mencuci panci tersebut terdapat bahan yang dapat membunuh mikroba
dengan cara merusak membran sel bakteri. Selain itu, mikroba yang terdapat pada
alat akibat mikoba yang berasal dari makanan akan terlepas saat dicuci
menggunakan air.
Pewarnaan spora adalah pewarnaan dengan menggunakan malakit green
untuk mengetahui adanya spora pada bakteri. Bakteri penghasil endospora akan
menunjukkan reaksi positif yaitu pewarna malakit green akan berikatan dengan
spora sehingga saat pencucian sel akan tetap berwarna hijau atau safranin tidak
bisa diikat oleh endospora. Sedangkan pada bakteri yang tidak menghasilkan
endospora maka pewarna malaakit green tidak dapat diikat (Pearce 2009).
Berdasarkan pengujian mikroskop diketahu terdapatnya bakteri penghasil spora
pada pisau yang belum dicuci. Contohnya adalah Bacillus dan Clostridium.
2.1.4 Sanitasi Loyang (Metode Oles)

Pada proses pengolahan makanan, loyang biasa digunakan sebagai wadah


makanan terutama untuk pemanggangan. Pada praktikum kali ini akan dilakukan
pengujian sanitasi pada Loyang sebelum dicuci dengan Loyang yang sudah dicuci.
Metode yang digunakan pada pengujian kali ini adalah metode oles pada luasan
3x4 cm. Sebelumnya dibuat pola pada plastik untuk mengukur luasan tersebut.
Setelah itu, pola disimpan diatas loyang, kemudian dilakukan olesan dengan
menggunakan batang pengoles. Setelah dioles batang tersebut dicelupkan pada
larfis 9 ml. Dari lafris tersebut dilakukan plating 100 dan 10-1 secara duplo.
Plating dilakukan secara four plate dengan menggunakan media APDA
sebagai media pertumbuhan kapang dan khamir dan media EMBA untuk
pertumbuhan baktei koliform. Setelah itu cawan diinkubasi selama dua hari.
Sementara sisa larfis tadi dipanaskan pada suhu 80o selama 10 menit. Sisa lafris
yang telah dipanaskan diplating ke cawan petri dengan tingkat pengenceran 100
dan 10-1 dengan menggunakan media NA untuk mengetahui total mikroba yang
tumbuh. Dari mikroba yang terlihat tersebut, dilakukan pewarnaan spora dengan
mengambil sampel dari cawan petri yang telah ditumbuhi koloni mikroba.
Dari data yang diperoleh, untuk loyang sebelum dicuci terdapat kapang
kamir pada tingkat pengenceran 100, sedangkan tidak terdeteksi adanya koliform,
lalu total bakteri pada luasan loyang 3x4cm ada 8 koloni di pengenceran 100 dan
105 koloni 1 spread pada pengenceran 10-1. Terlihat kejanggalan pada data
tersebut, semakin kecil tingkat pengenceran, total koloni yang terlihat semakin
banyak. Kesalahan mungkin terjadi pada praktikan ketika melakukan pengenceran
atau saat menghitung koloni pada cawan. Sedangkan loyang sesudah dicuci tidak
terlihat adanya pertumbuhan kapang kamir maupun koliform dalam media. Lalu
total mikroba pada pengenceran 100 terlihat 12 koloni 1 spread, pada pengenceran
10-1 terlihat 3 koloni 1 spread. Untuk hasil pewarnaan spora terlihat adanya warna
hijau dan merah pada Loyang yang menandakan terdapatnya bakteri endospora
yang mengikat pewana malakit green sehingga ada yang berwarna hijau.
2.1.5 Sanitasi Talenan (Metode Oles)

Praktikum ini akan membahas hasil pengujian alat pengolahan yaitu


talenan. Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal
dari penggunaan wadah dan alat-alat pengolahan yang kurang bersih. Sanitasi
yang dilakukan terhadap alat-alat pengolahan meliputi pencucian untuk
menghilangkan kotoran dari sisa-sisa makanan. Pengujian efisiensi dari proses
sanitasi dapat digunakan metode bilas untuk wadah dan alat-alat pengolahan yang
tertutup, sedangkan untuk alat-alat pengolahan yang besar menggunakan metode
swab.
Pengujian sanitasi alat pengolahan dengan metode swab yaitu dengan cara
men-swab atau mengoles permukaan alat yang akan diuji sanitasinya. Alat
pengolahan serta perlakuan yang digunakan dalam pengujian yaitu talenan tanpa
dicuci dan talenan yang telah dicuci, Pengujian sanitasi alat pengolahan yaitu
dengan cara memasukkan swab kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larfis
yang bertujuan untuk membasahi swab agar mikroorganisme dapat menempel
pada swab saat men-swab pada alat pengolahan yang diuji. Kemudian dilanjutkan
dengan men-swab sebanyak 2-3 kali permukaan peralatan yang diuji yaitu seluas
3 cm x 4 cm. Tahap selanjutnya adalah mencelupkan hasil swab ke dalam larfis
kembali agar mikroorganisme yang menempel saat pen-swab-an dilakukan dapat
tercampur pada larfis. Kemudian larfis dipipet untuk menghasilkan pengenceran
hingga10-2. Tahap terakhir adalah penuangan media APDA, NA, dan EMBA ke
dalam cawan petri selanjutnya didiamkan hingga beku dan diinkubasi pada suhu
30oC selama dua hari. Setelah di inkubasi lalau di amati dan dilakukan pewarnaan
spora.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada alat pengolahan (talenan) serta
perlakuan yang digunakan dalam pengujian yaitu talenan tanpa dicuci dan yang
sudah dicuci. Pada perlakuan sebelum dicuci dengan media APDA dari
pengenceran 100 jumlah koloni mikrobanya sebanyak 32 koloni mikroba
sedangkan pada tingkat pengenceran 10-1 jumlah mikrobanya sebanyak 1 koloni
mikroba. Sedangkan pada tingkat pengenceran 10-2 tidak dilakukan plating. Pada
media EMBA dengan tingkat pengenceran 100 jumlah mikrobanya sebanyak 3
koloni mikroba, sedangkan pada tingkat pengenceran 10-1 jumlah mikrobanya
sebanyak 2 koloni mikroba. Untuk media NA pada kedua tingkat pengenceran
didpatkan hasil spread atau menyebar.
Pada perlakuan talenan setelah dicuci jumlah mikroba pada media APDA
dari pengenceran 100 jumlah koloni mikrobanya terlalu banyak untuk dihitung
(TBUD) sedangkan pada tingkat pengenceran 10-1 jumlah mikrobanya sebanyak
0koloni mikroba atau tidak ada. Sedangkan pada tingkat pengenceran 10 -2 tidak
dilakukan plating. Pada media EMBA dengan tingkat pengenceran 100 jumlah
mikrobanya sebanyak 45 koloni mikroba, sedangkan pada tingkat pengenceran 10-
1
jumlah mikrobanya sebanyak 19 koloni mikroba. Untuk media NA pada tingkat
pengenceran 100 jumlah koloni mikrobanya terlalu banyak untuk dihitung
(TBUD), sedangkan pada tingkat pengenceran 10-1 mikrobanya menyebar atau
spread.
Dari pengujian ini dapat disimpulkan bahwa pada talenan yang belum
dicuci jumlah mikrobanya lebih sedikit dari pada perlakuan setelah dicuci, hal ini
dapat disebabkan karena air yang digunakan untuk mencuci mengandung mikroba
yang lebih banyak sehingga menempel pada talenan yang di uji.

2.1.6 Sanitasi Nampan

Pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian sanitasi pada nampan
sebelum dicuci dengan nampan yang sudah dicuci. Nampan biasa digunakan
sebagai wadah produk pangan. Metode yang digunakan pada pengujian kali ini
adalah metode oles pada luasan 3x4 cm. Sebelumnya dibuat pola pada plastik
untuk mengukur luasan tersebut. Setelah itu, pola disimpan diatas nampan,
kemudian dilakukan olesan dengan menggunakan batang pengoles. Setelah dioles
batang tersebut dicelupkan pada larfis 9 ml. Dari lafris tersebut dilakukan plating
100 dan 10-1 secara duplo. Plating dilakukan secara four plate dengan
menggunakan media APDA sebagai media pertumbuhan kapang dan khamir dan
media EMBA untuk pertumbuhan baktei koliform. Setelah itu cawan diinkubasi
selama dua hari. Selanjutnya suspensi dimasukkan ke dalam waterbath selama 10
menit dengan suhu 800C.
Menurut Anonim (2012) Waterbath adalah oven atau bisa disebut juga
penangas air yang fungsi utamanya adalah untuk menciptakan suhu yang konstan
dan digunakan untuk inkubasi pada analisis mikrobiologi. Selain itu waterbath
juga digunakan untuk melebur basis, menguapkan ekstrak atau tingtur, dan
pemanasan untuk mempercepat kelarutan. Suspensi yang telah dipanaskan dalam
waterbath selanjutnya dilakukan pengenceran 10-1 dan 10-2 yang masing-masing
pengenceran tersebut diambil 1 mL dan di platting ke dalam cawan petri dan
dilakukan metode tuang berupa penambahan media NA (Nutrient Agar) dan
inkubasi selama 30OC selama 2 hari.
Setelah waktu inkubasi selesai, untuk melaporkan hasil analisis
mikrobiologi dengan cara hitungan cawan digunakan suatu standar yang disebut
Standard Plate Counts (SPC). Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung
jumlah koloni pada tiap cawan. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika
sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pasa medium agar, maka jasad
renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dpat dilihat
langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan miroskop (Fardiaz,
1992). Dalam metode perhitungan cawan, memerlukan perlakuan pengenceran
sebelum ditumbuhkan pada medium agar dalam cawan petri.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui jumlah koloni nampan pada
media NA, EMBA, dan APDA yang di plating dari semua tingkat pengenceran
terlalu sedikit untuk dihitung (TSUD). Hal ini menandakan nampan yang sebelum
dicuci dan setelah dicuci yang diujikan cukup bersih sehingga sedikit
mengandung mikroba. Hal ini dapat disebabkan oleh nampan yang jarang
digunakan sehingga kemungkinan kontaminasi dari bahan makanan sedikit atau
perlakuan nampan yang sering dibersihkan.
Setelah inkubasi, selain dilakukan pengamatan juga dilakukan pewarnaan
spora pada sampel. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme
itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak
menguntungkan.(Dwidjoseputro, 2001).
Pengecatan spora pewarnaaan dengan menggunakan malakit green untuk
mengetahui adanya spora pada bakteri. Bakteri penghasil endospora akan
menunjukkan reaksi positif yaitu pewarna malakit green akan berikatan dengan
spora sehingga saat pencucian sel akan tetap berwarna hijau atau safranin tidak
bisa diikat oleh endospora. Sedangkan pada bakteri yang tidak menghasilkan
endospora maka pewarna malaakit green tidak dapat diikat (Pearce 2009).
Proses pewarnaan spora dilakukan setelah fiksasi pemanasan agar bakteri
dapat sangat melekat pada kaca preparat dan membuat bakteri merasa terancam
sehingga membuat spora. Kemudian preparat diteteskan malasit hijau secara
merata yang berfungsi sebagai pewarnaan primer. Preparat dipanaskan di atas
spirtus yang bertujuan untuk membantu warna menembus dinding endospora dan
dijaga jangan sampai pewarna kering. Setelah mengeluarkan asap, lalu preparat
dicuci dengan aquades dengan cara dialirkan dari samping dan dikering udarakan.
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan malakit hijau dari seluruh bagian sel
endospora.
Setelah itu sel diwarnai dengan safranin. Pewarnaan dengan safranin
bertujuan sebagai counterstain yang digunakan untuk melumuri bagian warna dari
sel yang lain daripada endospora. Kemudian dibilas kembali denan aquades atau
air mengalir agar warna safranin luntur dan dikerigkan agar warna cepat kering
dan terlihat. Kemudian diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x
dengan memakai minyak imersi.
Hasil menunjukkan terdapatnya bakteri pembentuk spora pada nampan.
Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium yang
anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan
spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro, 2001). Endospora hanya terdapat
pada bakteri. Ciri-cirinya adalah berdinding tebal, sangat refraktif, dan sangat
resisten, serta dihasilkan oleh semua spesies Bacillus, Clostridium dan
Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh dan
bereproduksi selama banyak generasi sebagai sel vegetatif. Namun pada beberapa
tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi sintesis protoplasma baru dalam
sitoplasma vegetatifnya yang dimaksudkan untuk menjadi spora. (Pelczar,1986)
2.1.7 Sanitasi Garpu

Selain dilakukan uji sanitasi terhadap panci dilakukan juga uji sanitasi
terhadaap garpu. Pemilihan alat ini karena garpu merupakan alat yang sering
digunakan untuk makan dan kontak dengan bahan makanan sehingga dilakukan
uji pada garpu tersebut untuk mengetahui bakteri, kapang dan khamir yang terdapt
pada wadah tersebut.
Pada garpu yang sebelum di cuci dan di plaating pada media APDA
terdapat koloni sebanyak 24 dan 42 koloni yang di plating dari tingkat
pengenceran 100 sedangkan dari plating dari tingkat pengenceran 10-1 terdapat
koloni sebanyak 5 dan 6 koloni dan pada plating tingkat pengenceran 10 -2 tumbuh
koloni sebanyak 12 dan 3 koloni. Dan didapatka kapang dan khamir yang tumbuh
sebanyak 8,4 x 104 Dari penjabaran tersebut terlihat dari plating yang dilakukan
dari tingkat pengenceran 10-2 lebih banyak dibandingkan dengan tingkat
pengenceran 10-1 padahal seharusnya koloni yang tumbuh dari plating yang
dilakukan dari tingkat pengenceran yang lebih rendah maka jumlah koloni yang
tumbuh akan semakin sedikit karena konsentrasi kapang dan kamir yang ada
didalam larutan pengenceran akan lebih sedikit. Hal ini dapat terjadi karena ketika
dilakukan plating kurang aseptis sehingga terjadi kontaminasi. Berdasarkan
jumlah koloni yang tumbuh tersebut dapat dihitung jumlah kapang dan khamir/ ml
sebesar 6,6 x 103. Sedangkan pada garpu yang setelah di cuci terdapat koloni 0
koloni pada dua cawan perti baik dari tingkatan pengenceran 10 0, 10-1,10-2. Hal ini
menunjukan bahwa setelah dicuci kapang dan khamir yang ada pada garpu telah
mati.
Dan pada garpu sebelum di cuci yang diplating pada media NA terdapat
koloni sebanyak 8 koloni dan TBUD yang diplating dari 100, dan pada cawan
yang diplating dari 10-1 terdapat koloni sebanyak 39 koloni dan 1 spread
sedangkan pada plating dari tingkat pengenceran 10-2 sebanyak 12 koloni dan 3
spread. Berdasarkan jumlah koloni tersebut maka didapatkan jumlah bakteri yang
adaa pada garpu yang sebelum dicuci sebanyak 8 x 104
Sedangkan pada garpu yang telah di cuci menggunkan sabun sunlight
terdapat koloni yang tumbuh dari plating pada tingkat pengenceran 10 0 sebanyak
yaitu TBUD padda kedua cawan petri. Dan pada cawan petri yang diplating dari
tingkat pengenceran 10-1 terdapat 180 dan 21 koloni sedangkan pada cawan yang
diplating dari tingkat pengenceran 10-2 terdapat koloni sebanyak 250 dan 4 spread.
Berdasarkan jumlah koloni bakteri yang ada maka didapatkan jumlah bakteri pe
ml sebanyak 7,8 x 105 bakteri/ ml.
Sama halnya dengan garpu yang sebelum dicuci pada garpu yang setelah
dicuci yaitu pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi jumlah koloni yang
tumbuh semakin banyak hal ini dapat dikarenakan ketika praktikum kurangnya
asepti sehingga terjadi kontaminasi atau adanya bakteri lain yang masuk kedalam
cawan yang berasal dari udara ataupun peralatan yang digunakan ketika plating.
Jika dibandingkan antara jumlah bakteri pada garpu sebelum di cuci dan
setelah dicuci bakteri pada garpu yang setelah dicuci lebih banyak dibandingkan
denngan jumlah bakteri dari garpu yang seseudah dicuci. tetapi seharusnya bakteri
yang ada pada garpu yang telah dicuci lebih sedikit karena bakteri yang ada pada
garpu telah mati etika dicuci. Hal ini dapat disebabkan oleh kontaminasi yang
berasal dari spons pencuci. Air atau ketika disimpan di atas meja praktikum.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan pada alat gelas
jar yang sebelum dan sesudah dicuci tidak tumbuh kapang dan khamir. Namun
pada gelas tersebut terdapat 2,9 x 105 dan 3.1 x 105 bakteri/ ml pada gelas yang
sudah dibersihkan. Dan pada alat panci yang sebelum dibersihkan terdapat
bakteri, kapang dan khamir sebanyak 5,8 x 10 5 bakteri/ ml dan 3,2 x 10 6. Pada
panci yang sesudah dicuci terdapat bakteri 1,7 x 10 5 bakteri/ ml dan terdapat
kapang dan khamir sebanyak. 4,2 x 105 kapang dan khamir/ ml.
Pada pisau yang belum dicuci terdapat bakteri sebanyak 2,3 x 106
bakteri/ml. Sedangkan kapang dan khamir sebanyak 7,4 x 104 kapang dan
khamir/ml. Pada pisau yang setelah dicuci terdapat bakteri sebanyak 9,9 x 10 6
bakteri/ml dan 2,8 x 107 kapang dan khamir/ml. Pada alat garpu terdapat kapang
dan khamir/ ml sebesar 6,6 x 103 dan sebanyak 8 x 104 bakteri/ml. Dan pada garpu
yang sesudah di cuci terdapat kapang dan khamir yang tumbuh sebanyak 8,4 x 10 4
dan sebanyak 7,8 x 105 bakteri/ ml.

3.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, disarankan perlunya dilakukan
progam sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat yang meliputi pencucian
untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan serta diikuti dengan perlakuan
sanitasi menggunakan germisidal.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Waterbath. www.alatkesehatan.info/laboratorium/waterbath/ [10


Oktober 2012]
Busyro. 2012. Sanitasi Alat. http://muzhoffarbusyro.wordpress.com [10 Oktober
2012
Dwijoseputro, D. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Dwyana, Zaraswaty dan Nur Haedar. 2009. Penuntun praktikum Mikrobiologi
Pangan. Makassar : Universitas Hasanuddin
Gobel, B. Risco, dkk., 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Makassar :
Universitas Hasanuddin.
Muzhoffarbusyro. 2004. Sanitasi Wadah dan Alat Pengolahan.
http://muzhoffarbusyro.wordpress.com/teknologi-industri-pangan/laporan-
praktikum-mikrobiologi-pangan-i/laporan-praktikum-sanitasi-dan-
limbah/laporan-3-sanitasi-wadah-dan-alat-pengolahan/ [10 Oktober 2012]

Anda mungkin juga menyukai