Anda di halaman 1dari 18

PENYAKIT YANG DAPAT DITULARKAN DARI TANAH

Cacing Tambang

1. ETIOLOGI

Terdapat tiga spesies cacing tambang yang menyebabkan penyakit, yaitu


Necator americanus, Ancylostoma duodenale, dan Ancylostoma ceylonicum.Dua
spesies yang pertama banyak ditemikan di Asia dan Afrika.N. americanus paling
banyak ditemukan di Indonesia dari pada spesies lainnya.N. americanus berbentuk
silinder dengan ukuran 5-13 mm x 0,3-0,6 mm, cacing jantan lebih kecil dari pada
cacing betina. Cacing ini mampu memproduksi 10.000- 20.000 telur per hari,
dengan ukuran telur adalah 64-76 mm x 36-40 mm. A. duodenale berukuran sedikit
lebih besar dari pada N. americanus, dengan kemampuan menghasilkan 10.00-
25.000 telur sehari dan ukuran telur 56-60 mm x 36-40 mm.

2. MASA INKUBASI DAN PENULARAN

Masa inkubasi

Gejala dapat muncul dalam beberapa minggu sampai dengan berbulan-bulan,


tergsntung kepada infeksi dan masukan zat besi pada penjamu.Infiltrasi paru, batuk
dan tracheitis mungkin dapat terjadi selama fase migrasi di paru, khususnya infeksi
Necator.Setelah memasuki tubuh manusia, A. duodenale menjadi dormant selama
sekitar 8 bulan, setelah itu cacing mulai tumbuh dan berkembang lagi, dengan
infeksi patent (tinja yang besiri telur) terjadi satu bulan kemudian.

Penularan

Telur akan nberkembang menjadi larva di tanah yang sesuai suhu dan
kelembabannya.

1
a. Larva bentuk pertama adalah rhaditiform yang akan berubah menjadi
filariform.
b. Dari telur sampai menjadi filariform memerlukan waktu sekitar 5-10 hari.
c. Larva akan memasuki tubuh manusia melalui kulit (telapak kaki, terutama
untuk N. americanus) untuk masuk ke peredaran darah.
d. Selanjutnya larva akan masuk ke paru, naik ke trakea, berlanjut ke faring,
kemudian larva tertelan ke saluran pencernaan.
e. Larva bias hidup dalam usus sampai delapan tahun dengan menghisap darah
(1 cacing = 0,2 mL/hari)

Cara infeksi kedua yang bukan melalui kulit adalah tertelan larva (terutama A.
duodenale) dari makanan atau minuman yang tercemar. Cacing dewasa yang berasal
dari larva yang tertelan tidak akan mengalami siklus paru.

3. GEJALA DAN TANDA PENYAKIT SERTA DIAGNOSA


Penyakit cacing umumnya tanpa gejala.Manifestasi klinis ankilostominasi
berhubungan dengan derajat infeksinya.Terdapat keluhan kulit seperti gatal akibat
masuknya larva.Siklus pada paru biasanya tidak menimbulkan gejala.Gangguan
saluran pencernaan berupa berkurangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut,
dan diare, berhubungan dengan adanya cacing dewasa pada usus halus.Pada infeksi
kronis, anemia pada terjadi karena penghisapan darah oleh cacing. Bila di dalam
tubuh terdapat kurang dari 50 cacing maka gejalanya akan subklinis; bila terdapat
50-125 cacing maka akan timbul gejala klinis; dan bila terdapat 125-500 cacing
maka gejalanya akan berat. Di Nigeria pernah ditemukan seorang anak dengan 800
cacing di perutnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan tinja dengan ditemukannya
telur, larva atau bahkan cacing dewasa.
4. PENGOBATAN
a. Pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB.

2
b. Mebendazol 100 mg, 2 x sehari selama 3 hari.
c. Obat lain, misalnya albendazol 400 mg sehari, selama 5 hari.

5. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


Sampai saat ini kejadian penyakit kecacingan akibat infeksi nematode usus
golongan Soil-Transmitted helminth masih cukup tinggi.Hal ini dapat terjadi karena
berbagai faktor yang menunjang.
Perilaku (host) Buang Air Besar tidak pada jamban menyebabkan terjadinya
pencemaran tanah oleh telur cacing cacing tambang sehingga meningkatkan resiko
terinfeksi terutama pada orang atau anak – anak yang tidak memakai alas kaki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang tinggal pada lingkungan rumah
dengan tanah halaman terkontaminasi telur cacing tambang memiliki resiko
terinfeksi larva cacing tambang sebesar 13,0 kali lebih besar dibanding anak yang
tinggal pada lingkungan rumah tanpa kontaminasi telur cacing tambang. (Sumanto
D,2010)
Anak yang tinggal dalam keluarga yang memiliki kebiasaan defekasi di kebun
dan tempat lain halaman rumah, beresiko terinfeksi cacing tambang 4,3 kali lebih
besar disbanding anak yang tinggal dengan keluarga yang memiliki kebiasaan
defekasi di jamban. (Sumanto D, 2010)
Sanitasi rumah (environment) merupakan faktor resiko kejadian infeksi cacing
tambang, anak yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang buruk beresiko
sebesar 3,5 kali lebih besar terinfeksi cacing tambang dibandingkan dengan anak
yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang baik. (Sumanto D, 2010)
Anak yang mempunyai kebiasaan tidak memakai alas kaki beresiko terinfeksi
cacing tambang 3,29 kali lebih besar dibanding anak yang mempunyai kebiasan
memakai alas kaki dalam aktifitasnya sehari-hari.(Sumanto D, 2010)
Anak yang mepunyai kebiasaan bermain dalam waktu yang lama di tanah,
beresiko terinfeksi cacing tambang 5,2 kali lebih besar disbanding anak yang hanya
sebentar bermain di tanah dalam sehari. (Sumanto D, 2010)

3
Faktor iklim misalnya temperatur, kelembaban, curah hujan, mungkin
merupakan faktor penting prevalensi infeksi Soil-Transmitted Helminth di Bali.
Tingkat pendidikan yang rendah, hygiene pribadi dan lingkungan yang buruk , sosio
ekonomi yang rendah dan perilaku juga merupakan faktor lain yang berpengaruh.
(Wijana DP and Sitisna P, 2000)
Di Negara kaya dan maju banyak penyakit parasit yang dapat diberantas,
sebaliknya pada Negara miskin dan terbelakang memperlihatkan prevalensi parasit
yang lebih tinggi. (Onggowaluyo JS,2001)
6. Cara Pencegahan
Kegiatan pencegahan dapat dimulai dengan survey prevalensi untuk
mengetahui besarnya masalah endemisitas di suatu daerah.Kegiatan dilanjutkan
dengan dengan penemuan dan pengobatan penderita, penyuluhan, kampanye,
perbaikan sanitasi dan hygiene pribadi, terutama jamban keluarga yang
sehat.Kegitan pencegahan kontak dengan larva adalah dengan membudayakan
mencuci tangan serta menggunakan alas kaki bagi masyarakat yang berisiko
tertular.

7. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI SECARA UMUM


Penyakit ini tersebar didaerah tropis maupun subtropis.Di Indonesia penyakit
ini banyak disebankan oleh cacing Necator americanus dari pada Ancylostoma
duodenate. Gejala klinis dan patologis penyakit ini tergantung pada jumlah cacing
yang meng infestasi usus; paling sedikit 500 cacing diperlukan untuk menyebabkan
terjadinya anemia dan gejala klinis pada penderita dewasa.Telur dihasilakn oleh
cacing betina dan keluar melalui feses. Bila telur tersebut jatuh di tempat yang
hangat, lembaba dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva infektif. Dan
jika larva tersebut kontak dengan kulit, maka ia akan mengadakan penetrasi melalui
kulit, bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun ke usus halus; disini larva
berkembang hingga menjadi cacing dewasa.

4
Cacing Askariasis

1. ETIOLOGI
Askariasis disebabkan oleh Ascariasis lumbricoides yang dikenal sebagai
cacing gelang.Cacing Ascariasis lumbricoides dewasa tinggal di dalam lumen usus
kecil dan memiliki umur 10 - 24 bulan.Cacing betina dapat menghasilkan 200.000
telur setiap hari. Telur fertil berbentuk oval dengan panjang 45-70 µm. Setelah
keluar bersama tinja, embrio dalam telur akan berkembang menjadi infektif dalam 5
- 10hari pada kondisi lingkungan yang mendukung.

 
Gambar 1. Cacing Askariasis lumbricides

5
2. MASA INKUBASI DAN PENULARAN
Cara Penularan
Penularan terjadi karena menelan telur yang fertile dari tanah yang
terkontaminasi dengan kotoran manusia atau dari produk mentah yang
terkontaminasi dengan tanah yang berisi telur cacing.Penularan tidak terjadi
langsung dari orang ke orang lain atau dari tinja segar ke orang. Penularan terjadi
paling sering di sekitar rumah, dimana anak-anak, tanpa adanya fasilitas jamban
yang saniter, mencemari daerah tersebut; infeksi pada anak kebanyakan karena
menelan tanah yang tercemar. Tanah yang terkontaminasi telur cacing dapat
terbawa jauh karena menempel pada kaki atau alas kaki masuk ke dalam rumah,
penularan melalui debu juga dapat terjadi.
Telur mencapai tanah melalui tinja, dan berkembang (embrionasi); pada suhu
musim panas mereka menjadi infektif setelah 2 – 3 minggu dan kemudian tetap
infektif selama beberapa bulan atau beberapa tahun di tanah dalam kondisi yang
cocok. Telur embrionasi yang tertelan menetas pada lumen usus, larva menembus
dinding usus dan mencapai paru-paru melalui sistem sirkulasi. Larva tumbuh dan
berkembang pada paru-paru; 9 – 10 hari setelah infeksi mereka masuk ke alveoli,
menembus trakhea dan tertelan untuk mencapai usus halus 14 – 20 hari setelah
infeksi, didalam usus halus mereka tumbuh menjadi dewasa, kawin dan mulai
bertelur 45 – 60 hari setelah menelan telur yang terembrionasi.
Masa Inkubasi
Siklus hidup membutuhkan 4 hingga 8 minggu

3. GEJALA DAN TANDA PENYAKIT SERTA DIAGNOSA


Gejala dan Tanda Penyakit
Kebanyakan kasus ascariasis tidak menunjukkan gejala.Sedangkan kasus
infeksi berat mungkin menimbulkan gejala yang bervariasi, tergantung bagian tubuh
yang terpengaruh. Berikut adalah diantaranya:
a. Paru - paru

6
Setelah tertelan, telur ascariasis akan menetas dalam usus kecil dan larva
bermigrasi melalui aliran darah atau sistem limfatik ke paru-paru. Pada tahap ini,
penderita mungkin mengalami tanda-tanda dan gejala yang mirip dengan asma
atau pneumonia, termasuk:
a) Batuk terus-menerus
b) Sesak napas
c) Mengi
Setelah 6 hingga 10 hari di paru-paru, larva kemudian melanjutkan
perjalanan ke tenggorokan untuk kemudian dibatukkan dan tertelan.

b. Usus
Larva tumbuh menjadi cacing dewasa di usus kecil dan terus hidup disana
hingga mati. Dalam kasus ascariasis ringan hingga sedang, infeksi pada usus
akan menimbulkan gejala berikut:
a) Nyeri perut samar
b) Mual dan muntah
c) Diare atau tinja berdarah

Infeksi berat ascariasis akan menimbulkan gejala:


a) Sakit perut parah
b) Kelelahan
c) Muntah
d) Berat badan turun
e) Terdapat cacing pada muntahan atau tinja

4. DIAGNOSA
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm. Dan pada cacing Ascaris
lumbricoides dewasa dapat keluar melalui mulut, hidung, maupun anus

7
Berat ringannya infeksi cacing Ascaris lumbricoides ialah infeksi yang
disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides dengan ditemukan telur cacing pada
tinja responden setelah diperiksa di laboratorium dan dikelompokkan
menjadi:
a. Ringan (ditemukan telur cacing 1-5000 telur )
b. Sedang (ditemukan telur cacing 5001-50.000 telur)
c. Berat (ditemukan telur cacing >50.000 telur)

5. PENGOBATAN
Berbagai obat cacing yang efektif untuk mengobati askariasis dan
hanya menimbulkan sedikit efek samping adalah Mebendazol,
pirantel pamoat, albendazol dan levamisol. Obat-obat cacing ini di
berikan dengan takaran sebagai berikut :
a. Mebendazol, 500 mg dosis tunggal
b. Pirantel, dosis tunggal 10 mg/kg berat badan (base) maksimum 1.0 g.
c. Levamisol, 120 mg dosis tunggal (dewasa), 2,5 mg/kg berat badan
dosis tunggal (anak).
Selain itu piperasin dan obat cacing lainnya masih dapat digunakan
untuk mengobati penderita askariasis. (Soedarto, 2011, h:185)
6. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
a. Agent
Ascariasis lumbricoides yang dikenal sebagai cacing gelang
b. Host
Manusia merupakan satu-satunya host bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi
bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang
menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix (Mandell et al., 1990).
c. Environment
a) Lingkungan fisik

8
Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah yang berwujud
geogarfik dan musiman.Lingkungan fisik ini dapat bersumber dari udara,
keadaan tanah, geografis, air sebagai sumber hidup dan sebagai sumber
penyakit, Zat kimia atau polusi, radiasi, dll.
Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis,
terutama di pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya.
Cacingan merupakan penyakit khas daerah tropis dan subtropis , dan
biasanya meningkat ketika musim hujan. Pada saat tersebut , sungai dan
kakus meluap, dan larva cacing bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh
manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam tubuh perlu waktu 1-3
minggu untuk berkembang.

b) Lingkungan sosial ekonomi


Yang termasuk dalam faktor lingkungan soial ekonomi adalah sistem
ekonomi yang berlaku yang mengacu pada pekerjaan sesorang dan
berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh pada kondisi
kesehatannya. Selain itu juga yang menjadi masalah yang cukup besar
adalah terjadinya urbanisasi yang berdampak pada masalah keadaan
kepadatan penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan setempat,
kebiasaan hidup masyarakat, bentuk organisasi masyarakat yang
kesemuanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan terutama
munculnya bebagai penyakit cacingan.

7. CARA PENCEGAHAN
a. Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi
dan daging ikan),  buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci
bersih dengan air.
b. Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
c. Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci

9
tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.
d. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak
menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan
tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.
e. Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara
rutin diadakan  pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan
anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.
f. Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa
dan berobat ke rumah sakit . 
g. Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala
sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang
lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh
bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan,
maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.
h. Pengobatan masal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah
yang rawan askariasis.
i. Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga
dan hygiene  pribadi seperti:
a) Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
b) Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak
makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan
menggunakan sabun.
c) Sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai
lalapan, harus dicuci  bersih dan disiram lagi dengan air
hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam
tanah selama bertahun-tahun.
d) Buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun.
e) Bila pasien menderita beberapa spesies cacing, askariasis
harus diterapi lebih dahulu dengan pirantel pamoat.

10
8. GAMBARAN EPID SECARA UMUM
Pada umumnya frekuensi tertinggi penyakit ini diderita oleh anak-anak
sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena
kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka
tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh
larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat
kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.Faktor
host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi
dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva
cacing, selain itu manusia justru aka menambah tercemarnya lingkungan sekitarnya.

Gambar.2 : Siklus hidup cacing Askaris lumbricoides 

Prevalensi Askariasis di daerah pedesaan lebih tinggi, hal ini terjadi karena
buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga
tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga
terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang
rendah, sehingga memiliki kebiasaan buang air besar (defekasi) di tanah, yang

11
kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva
cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah
endemik. Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik
dengan suhu optimal adalah 23oC sampai 30oC.Jenis tanah liat merupakan tanah
yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan
angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke
lingkungan.

Cacing Strongyloides Stercoralis

1. ETIOLOGI PENYAKIT
Strongyloides stercoralis adalah nematoda yang dapat parasitize manusia.
Kehidupan tahap dewasa parasit dalam terowongan dalam mukosa dari usus kecil.
Para Strongyloides genus berisi 53 spesies  dan S. stercoralis adalah spesies jenis .
S. stercoralis telah dilaporkan pada mamalia lain, termasuk kucing dan anjing.
Namun, tampaknya bahwa spesies pada anjing biasanya tidak S. stercoralis, tetapi
spesies S. terkait canis.Primata non-manusia lebih sering terinfeksi dengan S.
fuelleborni dan S. cebus meskipun S. stercoralis telah dilaporkan pada primata di
kandang. Spesies lain dari Strongyloides alami parasit pada manusia, tetapi dengan
distribusi terbatas, adalah S. fuelleborni di Afrika Tengah dan S. kellyi di Papua
Nugini. Dalam penggunaan Amerika, Strongyloides biasanya disebut cacing, dalam
penggunaan Inggris, bagaimanapun, cacing bisa merujuk ke Enterobius sedangkan
Strongyloides disebut cacing kremi.

2. MASA INKUBASI DAN PENULARAN


Waktu yang diperlukan mulai saat larva infektif filariform menembus kulit
sampai ditemukan larva non infektif rhabiditform dalam tinja penderita selama 2-4
minggu.Sedangkan dari masuknya larva infeksi (filaform) yang berkembang dalam
tinja atau tanah lembab yang terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke
dalam darah vena di bawah paru-paru.Di paru-paru larva menembus dinding kapiler

12
masuk kedalam alveoli.Bergerak naik menuju ke trachea kemudian mencapai
epiglottis.Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran pencernaan mencapai
bagian atas dari intestinum.Disini cacing betina menjadi dewasa.Cacing dewasa
betina bebas yang telah dibuahi dapat mengeluarkan telur yang segera menetas dan
melepaskan larva non infektif rhabditiform yang kemudian dalam 24-36 jam
berubah menjadi larva infektif filariform.

3. GEJALA DAN TANDA PENYAKIT SERTA DIAGNOSA


Diagnosa Laboratorium : Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan
ditemukannya larva pada daerah perianal yang diperiksa dengan metoda graham
scoth. Diagnosa lain : dibuat dengan menemukan larva cacing pada spesimen tinja
segar atau dengan metoda pelat agar, pada aspirat duodenum atau kadang-kadang
larva ditemukan pada sputum. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosa lin. Tinja yang disimpan dalam suhu kamar 24 jam atau
lebih, ditemukan parasit yang berkembang dalam berbagai stadium, larva stadium
rhabditiform (non infeksius) larva filaform (infektif). Gejalanya : sakit perut, diare,
urticaria, berat badan turun, lemah dan konstipasi

4. PENGOBATAN
Ivermectin merupakan terapi pilihan utama untuk strongyliadisis, oleh karena
efeksivitasnya tinggi (mencapai hampir 100%) serta pemberiannya cukup dosis
tunggal baik untuk kasus tanpa atau pun dengan komplikasi dengan efek samping
yang sedikit. Dosis ivermectin 0,2mg/kg bb/hari, diberikan dalam dosis tunggal.
Angka kesembuhan 98,7%. Sebagai terapi alternatif adalah albendazole dan
Thiabendazole, sedangkan di indonesia yang ada pada umumnya adalah
Albendazole .Dosis albendazole 25mm/kg bb/hari. Pemberiannya biasa berupa
Albendazole 400mg 2 x per hari ( anak> 2 tahun : 200 mg) selama 3-5 hari untuk
kasus hiperinfeksi, pemberian dapat dilakukan hingga 15 hari. Angka kesembuhan
78,8%

13
Hingga saat ini para dokter memberikan obat cacing tiabendazol sebagai
pilihan pengobatan cacingan strongyloidasis.Perlu juga dilakukan pengobatan untuk
mengobati orang yang mengandung parasit strongyloides, meskipun kadang-kadang
tidak atau tanpa gejala dan tanda apapun. Hal ini penting untuk mencegah dan
menghindari terjadinya autoinfeksi, selain itu

Cacing trichuriasis

Trichuriasis dikenal juga sebagai infeksi cacing cambuk, infeksi ini


diakibatkan oleh cacing Trichuris trichiura.

1. ETIOLOGI PENYAKIT

Trichuris trichiura adalah cacing kecil yang berbentuk seperti cambuk dengan
bagian depan (kepala) yang mengecil dan bagian belakang yang membesar. Bagian
yang kecil akan terbenam pada dinding usus dengan alasan yang paling mungkin
adalah untuk menghisap darah. Panjang cacing sekitar 40 mm. Setiap cacing betina
sanggup menghasilkan telur sebanyak 2000 – 10.000 butir per hari. Telur Trichuris
berbentuk khas seperti tong dengan kedua ujung yang menyempit. Seekor cacing
dapat menghisap darah 0.005 mL darah per hari.

2. MASA INKUBASI DAN PENULARAN

Cara penularan penyakit ini tidak langsung, terutama karena kebiasaan


menggigit atau menjilat benda-benda yang terkontaminasi atau karena
mengkonsumsi sayuran yang terkontaminasi ; trichuriasis tidak langsung ditularkan
dari orang ke orang. Telur yang keluar melalui tinja untuk menjadi infektif
membutuhkan waktu paling sedikit 10 – 14 hari di tanah yang hangat dan lembab.

Apabila manusia menelan telur yang matang maka, telur akan menetaskan
larva yang akan berpenetrasi pada mukosa usus halus selama 3 – 10 hari.
Selanjutnya, larva akan bergerak turun dengan lambat untuk menjadi dewasa di

14
sekum dan kolon asedens. Siklus hidup dari telur sampai cacing dewasa
memerlukan waktu sekitar tiga bulan.Di dalam sekum, cacing bisa hidup sampai
bertahun-tahun. Cacing akan meletakkan telur pada sekum dan telur-telur ini keluar
bersama tinja. Pada lingkungan yang kondusif, telur akan matang dalam waktu 2 – 4
minggu.

3. GEJALA DAN TANDA PENYAKIT SERTA DIAGNOSA

Penyakit trichuriasis biasanya terjadi tanpa gejala (asimtomatis).Infeksi berat


bisa menyebabkan anemia ringan dan diare berdarah sebagai konsekuensi
kehilangan darah karena penghisapan oleh cacing.Pada kasus yang jarang dapat
terjadi prolaps recti (kondisi medis yang ditandai dengan terabanya benjolan pada
anus akibat turunnya rektum / bagian dari usus besar).Diagnosis didapatkan dari
adanya telur atau cacing dewasa dalam tinja atau dengan sigmoidoskopi terlihat
cacing menempel pada bagian bawah colon pada infeksi berat.

4. PENGOBATAN

Pengobatan yang dapat dilakukan kepada penderita trichuriasis adalah dengan


memberikan :

a. Mebendazol 100 mg, 2 kali sehari, selama 3 hari.


b. Albendazol 400 mg.
c. Pirantel pamoat.

5. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


a. Host

Manusia merupakan hospes definitif utama pada cacing cambuk, walaupun


kadang-kadang terdapat juga pada hewan seperti babi dan kera. Manusia akan
terinfeksi cacing ini karena menelan telur matang yang berasal dari tanah yang

15
terkontaminasi. Telur-telur yang tertelan akan menetas di usus kecil dan akhirnya
akan melekat pada mukosa usus besar.

b. Agent

Agent dari penyakit Trikuriasis adalah cacing nematoda usus spesies


Trichuris trichiura yang biasa disebut cacing cambuk.

c. Environment

Trichuriasis merupakan infeksi akibat cacing Trichuris trichiura (Cacing


Cambuk) yang sering terjadi di daerah panas lembab dan sering bersama-sama
dengan infeksi Ascaris.Penyakit ini terutama terjadi di daerah subtropis dan
tropis, dimana kebersihan lingkungannya buruk serta iklim yang hangat dan
lembab memungkinkan telur dari parasit ini mengeram di dalam tanah.

6. CARA PENCEGAHAN
a. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada semua anggota keluarga terutama
anak-anak mengenai manfaat penggunaan jamban.
b. Menyediakan fasilitas jamban yang cukup untuk pembuangan kotoran.
c. Mendorong kebiasaan yang higienis, perilaku hidup bersih dan sehat, terutama
membiasakan cuci tangan sebelum makan, mencuci sayur sayuran, buah
buahan dan bahan makanan lainnya sebelum di masak atau dikonsumsi untuk
menghindari tertelannya tanah dan debu yang mencemari serta memasak
makanan sampai matang.

7. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI SECARA UMUM

Infeksi ini menyerang hampir 500-900 juta manusia di dunia.Semua


golongan umur dapat mengalami infeksi ini terutama pada anak berusia 5 – 15
tahun.Penyakit ini menyebar lebih sering di daerah yang beriklim panas.Prevalensi
di Asia lebih dari 50%, Afrika 25%, dan Amerika Latin 12%.Pada wilayah pedesaan

16
yang sanitasinya kurang bagus, penyebaran cacing ini pada umumnya lebih cepat
terjadi.
8. GAMBARAN EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA
Frekuensi trichuriasis sendiri di Indonesia cukup tinggi karena penyakit ini
adalah hal yang paling umum terjadi di negara tropis.Prevalensi trichuriasis di
Sumatera Utara diperkirakan 80% - 100%. Beberapa penelitian di Kabupaten Deli
Serdang menunjukan prevalensi trichuriasis 77,2%. Prevalensi trichuriasis di
Indonesia diperkirakan 75%, diasumsikan selama 5 tahun dapat terjadi kehilangan
darah 77.745.000 liter.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sumanto,didik. 2010. Parasitologi Kesehatan Masyarakat. Semarang:IAKIS


Semarang

Widjana DP and Sutisna P. 2000.Prevalence Of Soil-Transmtted Helminth


Infection In The Rural Pupulation Of Bali, Indonesia. Southeast
Asian J Trop Med Public Health vol. 31 No. 3 September 2000.

Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.Jakarta: EGC 

Nugrahaeni, Dyan. 2010. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta:EGC

18

Anda mungkin juga menyukai