Anda di halaman 1dari 13

1.

Kegiatan Pembelajaran ke-6 untuk pertemuan ke-9 (Pemuliaan tanaman


menyerbuk silang: dasar genetik dan Hukum kesetimbangan Hardy-
Weinberg)

A. Tujuan Materi Pembelajaran


Memberi pemahaman kepada mahasiswa tentang prosedur pemuliaan
tanaman menyerbuk silang dengan membentuk populasi dasar dari keragaman
genetik tanaman yang heterogen dan penerapan hukum kesetimbangan Hardy-
Weinberg untuk mencapai kesetimbangan genotipe dalam suatu populasi.

B. Materi Pembelajaran
Pemuliaan tanaman menyerbuk silang harus mengetahui dasar genetik
tanaman serta metode pemuliaan yang sesuai dengan karakter tanaman
sehingga diperoleh varietas unggul hibrida.
Program pemuliaan tanaman menyerbuk silang akan berhasil bila metode
pemuliaan dan prosedur telah terpenuhi dalam program tersebut yaitu adanya
populasi dasar baik berasal dari genotipe lokal maupun introduksi dan telah
menjalani serangkaian seleksi dan hibridisasi yang telah ditetapkan(pada
kegiatan pembelajaran ke-6 ini difokuskan membahas pembentukan populasi
dasar, prosedur pemuliaan menyerbuk silang dan penerapan hukum
kesetimbangan populasi).

1. Dasar Genetik tanaman menyerbuk silang


Prosedur pemuliaan tanaman menyerbuk silang berbeda dengan
tanaman menyerbuk sendiri. Tanaman menyerbuk sendiri bertujuan untuk
mendapatkan individu tanaman homozigot. Sedangkan tanaman
menyerbuk silang bertujuan untuk mendapatkan populasi yang terdiri dari
tanaman heterozigot. Oleh sebab itu, metode yang digunakan berbeda,
terutama pada prosedur seleksi. Varietas yang dibentuk dari tanaman
menyerbuk silang adalah varietas hibrida dan bersari bebas.
Populasi yang mempunyai frekuensi gen tertentu pada dasarnya
merupakan suatu varietas tanaman menyerbuk silang. Karena mudah
melakukan penyerbukan silang maka dalam satu varietas terdiri atas
tanaman heterozigot (heterogen), kecuali varietas hibrida. Akan tetapi,
secara fenotipe nampaknya sama sehingga populasi tersebut
memperlihatkan varietas tertentu.
Keragaman genetik dapat dipertahankan dari generasi ke generasi
karena ada kawin acak, sehingga baik frekuensi gen maupun genotipe
dapat tetap sama pada generasi berikutnya. Menurut Hukum Hardy-
Weinberg, frekuensi gen dan genotype akan konstan dari generasi ke
generasi pada suatu populasi kawin acak jika tidak terjadi seleksi, mutasi,
dan mitigasi.
Upaya memperbaiki verietas suatu tanaman menyerbuk silang,
berkaitan dengan merubah frekuensi gen yakni kea rah peningkatan
frekuensi gen yang dikehendaki. Perubahan ini dapat dilakukan dengan
melalui seleksi. Dengan definisi lain pemuliaan tanaman menyerbuk silang
sebagai seleksi terhadap populasi yang bertujuan untuk memperoleh
populasi dengan frekuensi gen yang baru dan unik.
Demikian yang menyebabkan program pemuliaan tanaman
bergantung dari populasi asal dan metode seleksi yang dilakuakan.
Populasi asl harus memiliki keseragaman dan ada gen yang diinginkan.
Sedangkan seleksi diarahkan untuk memperbesar persentase gen yang
diinginkan.

2. Pembentukan Populasi Dasar


Tersedianya populasi dasar merupakan langkah awal dalam program
pemuliaan tanaman menyerbuk silang. Populasi dasar dapat berasal dari
genotype local atau yang dibentuk oleh pemulia. Populasi dasar yang
sudah ada, perlu diperbaharuhi oleh pemulia melalui sistem persilangan
tertentu agar menjadi lebih efektif.
Pembentukan populasi dasar mempunyai tujuan untuk meningkatkan
keragaman karakter yang mempunyai nilai ekonomis dan
mempertahankan keseragaman karakter lain. Misalnya, apabila ada
pemuliaan tanaman yang diharapkan adanya peningkatan produksi maka
karakter produksi tersebut diusahakan beragam pada populasi dasar.
Sementara, karakter lain seperti kemasakan, tinggi tanaman, dan kualitas
agak seragam.
Pembentukan populasi dasar tergantung pada macam tanaman dan
model seleksi yang digunakan. Setelah melakukan persilangan, hanya
dibutuhkan satu generasi kawin acak untuk kombinasi-kombinasi baru.
Jika lebih dari satu generasi kawin acak sebelum dimulai seleksi
keragaman akan tetap sama.
Keragaman genetik pada populasi dasar dapat ditentukan melalui
genotipe penyusun dan karakter perkawinan setiap individu anggota
populasi dasar. Berikut adalah lima sistem persilangan yang dikenal pada
tanaman menyerbuk silang.

a. Kawin acak (random mating)


Pada prinsipnya setiap individu dapat melakukan kawin acak, karena
mempunyai kesempatan sama untuk membentuk keturunan dan setiap
bunga betina dapat diserbuki oleh setiap gamet jantan. Kawin acak yang
mengikuti seleksi dapat mengubah frekuensi gen, keragaman populasi,
dan korelasi genetik antara kerabat dekat. Walaupun dapat mengubah
frekuensi gen tetapi, kecil pengaruhnya terhadap homozigotas tanaman.
Kawin acak menyebabkan populasi tanaman menyerbuk silang bersifat
heterosigot dan heterogenus (beragam).
Berdasarkan model diploid, dua alel per lokus misalnya A dan a,
struktur genetik populasi tanaman menyerbuk silang dapat dinyatakan
sebagai berikut:
DAA + HAa + Raa
Dimana:
D: homosigot dominan,
H: heterosigot, dan
R: homosigot resesif.

Frekuensi Gen dan Genotipe dalam Populasi


Suatu Populasi dicirikan oleh frekuensi alel/gen dan frekuensi
genotipe penyusun populasi.
- Frekuensi alel/gan: proporsi suatu alel/gen dlm populasi
- Frekuensi genotipe: proporsi suatu genotipe terhadap genotipe total
dlm populasi.
Contoh:
Suatu populasi terdiri atas 100 individu tanaman dengan struktur genotipe:
50 AA + 40 Aa + 10 aa.
Berapakah frekuensi masing-2 genotipe dan masing-2 gen?
Jawaban:
Frekuensi Genotipe:
- frekuensi genotipe AA (D) = 50/100 = 0,5;
- frekuensi genotipe Aa (H) = 40/100 = 0,4; dan
- frekuensi genotipe aa (R) = 10/100 = 0,1.
Frekuensi Gen/Alel:
- frekuensi alel A = {(2x50)+(1x40)} / (2x100) = 0,70 =
(D+1/2H)
- frekuensi alel a = {(1x40)+(2x10)} / (2x100) = 0,30 =
(1/2H+R)

Kawin Acak (Random Mating) Pada Populasi Menyerbuk Bebas


(D AA + H Aa + R aa):
Jika f(A) = p, f(a) = q, maka setelah sekali kawin acak terbentuk populasi:
p2 AA + 2pq Aa + q2 aa = (pA +qa)2
Maka susunan populasi = (0,50AA + 0,40Aa + 0,10aa),
frekuensi alel A = 0,7 dan alel a = 0,3.
Kawin acak populasi tersebut menghasilkan populasi baru:
(0,7A+0,3a)2 = 0,49AA + 0,42Aa + 0,09aa.
Catatan:
Frekuensi gen dan genotipe tetap dari generasi ke generasi (Hukum
Hardy-Weinberg).

b. Kawin antar tanaman secara genetik sejenis ( genetic assortative


mating)
Sistem perkawinan ini lebih dikenal dengan istilah tangkar dalam
(inbreeding). Dengan perkawinan ini akan meningkatkan peluang
diturunkannya gamet sama dari kedua tetuanya, yang cenderung
menurunkan persentasi heterozigotas dalam populasi yang berakibat
pada penurunan karakter tanaman. Menurut percobaan East tahun 1908
dan Shull tahun 1909 pada tanaman jagung, baru mendapatkan hasil
yang dapat menjelaskan akibat inbreeding.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut dapat diambil kesimpulan, yaitu:
 Muncul sejumlah besar genotipe yang mati dan lemah pada generasi
tangkar dalam;
 Individu bahan percobaan ternyata terpisah secara capat ke dalam
galur-galur berbeda, yang masing-masing galur menunjukkan makin
seragam dalam berbagai karakter morfologi dan fisiologi, seperti
tinggi tanaman, panjang tongkol dan kemasakan;
 Banyak galur yang menurun karakternya dan produktivitasnya serta
tidak bertahan, walaupun ditumbuhkan pada lingkungan yang
menguntungkan; serta galur yang masih hidup menunjukkan
penurunan ukuran dan kekuatannya.
 Tangkar dalam tanpa seleksi terarah akan meningkatkan keragaman
genetik. Selain itu, juga berpengaruh terhadap peningkatan
keragaman genetik antar kerabat dekat. Namun, tangkar dalam
diikuti seleksi akan dapat memperkecil keragaman genetik. Sistem
ini cocok untuk menghasilkan galur homozigot.

c. Kawin antar tanaman secara fenotipe sejenis (phenotypic assortative


mating)
Sistem perkawinan ini terjadi pada tanaman yang fenotipenya sejenis
atau serupa, maka pengaruh yang terjadi bergantung ada tidaknya
peristiwa dominan. Apabila tidak ada peristiwa dominan maka perkawinan
hanya terjadi pada tipe ekstrim, misalnya AA x AA dan aa x aa.
Perkawinan ini sebagai akibat terjadinya konsentrasi dari tipe ekstrim ini
dan tipe homozigot akan dapat dipertahankan. Sistem ini cocok apabila
tujuan pemuliaan yaitu mengembangkan tipe ekstrim.

d. Kawin antar tanaman secara genetik tidak sejenis (genetic


disassortative mating)

Sistem perkawinan antar tanaman secara genetik tidak sejenis,


dimana sistem ini berkaitan dengan persilangan antar spesies.
Perkawinan ini disebut juga silang luar (outbreeding). Tujuan utama
bukanlah untuk membentuk populasi dasar, tetapi untuk meningkatkan
keragaman genetik yang berkaitan dengan sumber bahan pemuliaan
tanaman. Selain itu, juga untuk memperoleh populasi dengan stabilitas
maksimum.
e. Kawin antar tanaman secara fenotipe tidak sejenis (phenotypic
disassortative mating)
Sistem ini dilakukan bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kelemahan tanaman atau populasi bahan seleksi. Dengan
memilih tetua yang fenotipenya berbeda, dimungkinkan untuk mengatasi
kelemahan salah satu tetua. Pada sistem ini cenderung mempertahankan
heterozigositas dalam populasi, tetapi mengurangi keragaman populasi
apabila nilai tipe ekstrim mendekati rata-rata populasi. Akibat lain sistem
ini akan mengurangi korelasi genetik anatarkerabat.

3. Hukum Kesetimbangan Hardy-Weinberg


Pada tahun 1908, ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang
ahli Fisika Jerman W. Weinberg secara terpisah mengembangkan model
matematika yang dapat menerangkan proses pewarisan tanpa mengubah
struktur genetika di dalam populasi. Hukum Hardy-Weinberg menyatakan
bahwa jumlah frekuensi alel di dalam populasi akan tetap seperti frekuensi
awal, dengan beberapa persyaratan yaitu: populasi sangat besar, kawin
acak, tidak ada perubahan di dalam gen akibat mutasi, tidak terjadi
migrasi individu ke dalam dan ke luar populasi, dan tidak ada seleksi alam
(semua genotip mempunyai kesempatan yang sama dalam keberhasilan
reproduksi).
Hukum Hardy-Weinberg memberikan standar ideal untuk para ahli
genetika untuk membandingkan populasi yang sebenarnya dan
mendeteksi perubahan evolusi. Dua hal utama dalam hukum Hardy-
Weinberg, yaitu (a) Jika tidak ada gangguan maka frekuensi alel yang
berbeda dalam populasi akan cenderung tetap/tidak berubah sepanjang
waktu. (b) Dengan tidak adanya faktor pengganggu, maka frekuensi
genotipe juga tidak akan berubah setelah generasi I.
Godfrey Harold Hardy seorang matematikawan Inggris dan Wilhelm
Weinberg seorang dokter dari Jerman, tahun 1908 secara terpisah
menemukan dasar-dasar frekuensi alel dan genetik dalam suatu populasi
terpisah, menemukan suatu hubungan matematik dari frekuensi gen
dalam populasi, yang kemudian dikenal dengan hukum Hardy-Weinberg
(prinsip kesetimbangan). Pernyataan itu menegaskan bahwa frekuensi
alel dan genotip suatu populasi (gene pool) selalu konstan dari generasi
ke generasi dengan kondisi tertentu. Hukum ini digunakan sebagai
parameter untuk mengetahui apakah dalam suatu populasi sedang
berlangsung evolusi atau tidak.

4. Teori Hardy-Weinberg
Hukum Hardy-Weinberg menyatakan “Di bawah suatu kondisi
yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan genotip akan
tetap (konstan) dari generasi ke generasi pada populasi yang
berbiak secara seksual”. Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg:
 Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama
 Perkawinan terjadi secara acak
 Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama
besar.
 Tidak terjadi migrasi
 Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar
Jika lima syarat yang diajukan dalam kesetimbangan Hardy
Weinberg tadi banyak dilanggar, jelas akan terjadi evolusi pada populasi
tersebut, yang akan menyebabkan perubahan perbandingan alel dalam
populasi tersebut. Definisi evolusi sekarang dapat dikatakan sebagai:
”Perubahan dari generasi ke generasi dalam hal frekuensi alel atau
genotipe populasi”. Dalam perubahan dalam kumpulan gen ini (yang
merupakan skala terkecil), spesifik dikenal sebagai mikroevolusi.

Penyebab mikroevolusi:
a. Genetic Drift (Hanyutan Genetik)
Bayangkan anda melempar uang 10x dan mendapatkan hasil 3
angka,7 gambar. Anda masih bisa menerimanya. Jika anda melempar
100.000x dan mendapatkan 30.000x gambar,anda akan curiga dengan
mata uang tersebut. Semakin kecil ukuran sampel, semakin besar
peluangnya untuk terjadi penyimpangan dari hasil ideal yang diharapkan.
Misalkan, ada populasi bunga liar yang anggaplah konstan terdiri
dari 10 tumbuhan dengan AA=5, Aa=3, aa=1. Pada generasi pertama,
hanya 5 yang bereproduksi (1AA, 3Aa, dan 1aa). Selanjutnya, akan terjadi
10 tumbuhan dengan AA=3, Aa=4, aa=3. Jika selenjutnya hanya 3
tumbuhan yang menghasilkan keturunan (2AA dan 1Aa), pastilah alel a
semakin tereduksi dalam populasi tersebut. Inilah satu contoh
mikroevolusi.
Lainnya adalah Efek Leher Botol ( Bottleneck Effect), yakni faktor
non seleksi alam (misalkan bencana alam) yang memilih korban benar-
korban secara acak. Contoh klasik dari efek leher botol adalah habisnya
variasi genetik anjing laut gajah utara yang nyaris punah pada 1890 ketika
jumlahnya hanya 20 ekor. Ketika diuji pada 1970-an, 30.000 anjing laut
gajah utara tidak memiliki variasi genetik sama sekali yang dimungkinkan
akibat pergeseran genetik. Perbandingan, variasi genetik melimpah pada
anjing laut gajah selatan yang hidup tentram. Hal ini mirip sekali dengan
apa yang dinamakan dengan Efek Pendiri (Founder Effect), misalkan
hanya ada beberapa biji-bijian yang terbawa oleh burung ke pulau kecil,
jelas potensi untuk menghasilkan populasi yang berbeda dengan populasi
tetuanya amat besar.

b. Gene Flow (Aliran Genetik)


Aliran Genetik adalah pelanggaran syarat Kesetimbangan Hardy-
Weinberg yang mengatakan bahwa populasi harus terisolasi dari populasi
lain. Misalkan ada dua populasi bunga liar. Jika serbuk sari aa dari
populasi pertama tertiup ke populasi kedua, frekuensi alel aa akan
meningkat terus pada populasi kedua.

c. Mutasi.
Meskipun mutasi dalam lokus gen tertentu jarang terjadi, dampak
kumulatifnya dapat berakibat nyata. Hal ini disebabkan karena tiap
individu punya ribuan gen dan banyak populasi memiliki jutaan individu.
Tentunya dalam jangka panjang, mutasi sangat penting bagi evolusi
karena posisinya sebagai sumber asli variasi genetik yang merupakan
seleksialam.

d. Perkawinan Tak Acak


Perkawinan tak acak adalah pelanggaran syarat kesetimbangan
Hardy-Weinberg yang mengharapkan perkawinan acak. Nyatanya,
individu akan lebih sering kawin dengantetangganya (bahkan kawin
dengan dirinya sendiri/selfing yang amat umum pada tumbuhan). Hal ini
akan mengurangi jumlah heterozygote dan meningkatkan jumlah
homozygote dominan dan resesif. Pun ada jenis perkawinan berdasar
pilihan (assortative mating), yakni individu (biasanya betina) cenderung
memilih jantan dengan ciri-ciri khusus. Bisa ditebak, ini menyebabkan
pergeseran dalam perbandingan alel tertentu.

e. Seleksi Alam
Seleksi alam menyebabkan perbandingan alel yang diturunkan ke
generasi berikutnya menjadi berubah dibandingkan perbandingan alel di
populasi awal. Di antara semua faktor mikroevolusi yang kita bahas,
hanya seleksi alam yang mampu menyesuaikan populasi dengan
lingkungannya. Seleksi alam intinya adalah keberhasilan yang berbeda
dalam reproduksi.
Seleksi alam mengakumulasi dan mempertahankan genotipe yang
menguntungkan dalam populasi. Jika lingkungan berubah, seleksi alam
akan “merespons” dengan mempertahankan genotipe yang cocok dengan
lingkungan yang baru. Akan tetapi, derajat adaptasi hanya dapat diperluas
dalam ruang lingkup keanekaragaman genetik populasi tersebut. Hukum
Hardy-Weinberg ini berfungsi sebagai parameter evolusi dalam suatu
populasi. Bila frekuensi gen dalam suatu populasi selalu konstan dari
generasi ke generasi, maka populasi tersebut tidak mengalami evolusi.
Bila salah satu saja syarat tidak dipenuhi makafrekuensi gen berubah,
artinya populasi tersebut telah dan sedang mengalami evolusi.

5. Rumus hukum Hardy-Weinberg


Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg (Hardy-Weinberg
Equilibrium), dirumuskan hampir bersamaan tetapi secara independen
oleh Godfrey Hardy, seorang ahli matematika dari Inggris, dan Wilhem
Weinberg, seorang dokter dari Jerman.
Hukum Hardy-Weinberg menjelaskan adanya keseimbangan
matematis untuk setiap populasi, dimana persentase gamet-gamet A dan
a harus 100 % untuk memperhitungkan semua gamet dalam pusat gen.
Misal dalam palung gen, frekuensi alel A=0,7 berarti 70% gamet
mengandung alel A dan frekuensi alel a=0,3 yang artinya 30% gamet
mengandung alel a. Frekuensi alel dinyatakan dengan bilangan desimal.
Frekuensi satu alel dinyatakan p dan frekuensi alel lainnya q,
sehingga p + q = 1.
Kombinasi peluang bagi bertemunya alel tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 2. Kombinasi Peluang bagi Bertemunya Alel A dan a

Alel
A (p) a (q)

Alel A (p) AA (p2) Aa (pq)


a (q) Aa (pq) aa (q2)

Sehingga frekuensi gen (genotip) adalah:


(p + q)2 = p2 + 2pq + q2 = 1
Untuk menggunakan rumus tersebut dalam menghitung frekuensi
genotip, perlu diketahui dahulu frekuensi alel-nya. Misalnya, frekuensi alel
A=0,7 dan frekuensi alel a=0,3. Maka frekuensi genotip populasi tersebut
adalah:
AA (dominan homozigot) = p2 = (0,7)2 = 0,49
Aa (heterozigot) = 2pq = 2 (0,7)(0,3) = 0,42
aa (resesif homozigot) = q2 = (0,3)2 = 0,09 + 1,00
Frekuensi alel (p+q) harus sama dengan 1. Demikian halnya dengan
frekuensi genotip (p2 + 2pq + q2) juga harus sama dengan 1.
Menurut Andersen (1993), keseimbangan frekuensi gen AA, Aa dan
aa akan tercapai atau frekuensi gen akan tetap (konstan) apabila syarat-
syarat terpenuh:
Populasi cukup besar
- Tidak terjadi hayutan genetik (migrasi)
- Tidak terjadi mutasi atau terjadi keseimbangan mutasi
Reproduksi berlangsung secara acak
- Tidak terjadi seleksi alam
Penerapan Rumus Hardy-Weinberg pada Pewarisan Autosomal
Penerapan rumus H-W pada pewarisan autosomal resesif adalah
albinisme, kretinisme, dan fenilketonuria. Sedangkan contoh pewarisan
autosomal dominan adalah katarak, lesung pipi, dan rambut keriting.
C. Latihan
1. Sebutkan apa sebenarnya pentingnya kita dan para ahli mempelajari
rumus kesetimbangan Hardi Weinberg?
2. Cari frekuensi genotipe dan alel untuk penerapan hukum Hardy-Weinberg
pada pewarisan autosomal dominan.

D. Evaluasi
Albino ditentukan oleh alel resesif a pada keadaan homozigot, sedangkan
fenotip normal ditentukan oleh alel dominan A. Suatu populasi terdiri atas 80
orang normal dan 20 orang albino. Tentukan:
1. Frekuensi alel A dan a.
2. Frekuensi genotip AA, Aa, dan aa.
3. Berapakah diantara mereka yang diharapkan normal homozigotik?
4. Berapa persen diantara mereka yang normal heterozigotik?

E. Kunci jawaban
Catatan:
Hitunglah terlebih dahulu frekuensi alel yang hanya menentukan 1 sifat
(fenotip), dalam hal ini adalah alel resesif a (q).
Dik. normal = 80 orang
albino = 20 orang +
populasi = 100 orang
Dit. a. Frekuensi alel A dan a
b. Frekuensi genotip AA, Aa, dan aa
c. Jumlah orang yang normal homozigotik
d. Persentase normal heterozigotik
Penyelesaian:
(1) Frekuensi alel A dan a
resesif = a (q)
jumlah populasi albino 20
q2 = = = 0.2
populasi total 200
q = √0,2 = 0,45
p+q =1
p =1-q = 1 - 0,45 = 0,55
jadi, frekuensi alel A = 0,55 dan frekuensi alel a = 0,45.
(2) Frekuensi genotip AA, Aa, dan aa
p2 + 2pq + q2 =1
frekuensi genotip AA = p2 = (0,55)2 =
0,30
frekuensi genotip Aa = 2pq = 2(0,55)(0,45) = 0,50
frekuensi genotip aa = q2 = (0,45)2 = 0,20
jadi, frekuensi genotip AA = 0,30; frekuensi genotip Aa = 0,50, dan
frekuensi genotip aa = 0,20.
(3) Jumlah normal homozigotik
jumlah yang normal homozigotik = p2 x populasi total
= 0,30 x 100 = 30
jadi, jumlah yang normal homozigotik adalah 30 orang.
(4) Persentase normal heterozigotik
persentase normal heterozigotik = 2pq x 100% = 0,50 x 100% =
50%. Jadi, persentase yang normal heterozigotik adalah 50%

Anda mungkin juga menyukai