Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 13
RIYANTI IRAWAN
1810105029

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

( ) ( )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES ALIFAH PADANG

2021
1. PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan
EKG (Subagjo et al., 2011; Sylvana, 2015).
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung
yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. (Sylvana, 2015).
STEMI Inferior di tandai dengan adanya segmen ST yang mengalami
elevasi pada lead II, III, dan AVF. (Sylvana, 2015).

2. ETIOLOGI
Menurut Sylvana (2015) STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
a. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
b. Penyempitan aterorosklerotik
c. Trombus
d. Plak aterosklerotik
e. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
f. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
g. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
h. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
i. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

3. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir,
tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan
pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual,
sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
i. Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
ii. Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada. (Elizabeth, 2008;
Subagjo et al., 2011)
4. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core)
(Sylvana, 2015).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam
3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah
infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi (Price & Wilson, 2016).
5. PATHWAY STEMI

Thrombus atau arterosklerosis

Aliran darah koroner yang mengarah


pada bagian inferior menurun secara
mendadak

Terjadi penignkatan kebutuhan metabolism jantung

Keadaan iskemik jantung berkembang cepat men


Peningkatan kebutuhan suplai O2 MK :Penurunan curah jantung

Peningkatan kebutuhan Penurunan suplai darah keseluruh Nyeri dada


O2 tidak diimbangi tubuh dan organ
fungsi optimal jantung

MK:Ketidakefektifan perfusi
Paru-paru Jaringan perifer
Sesak napas dan MK: Nyeri akut
pernapasan
tidak stabil

MK: Pola napas Tidak mampu mentoleransi


tidak efektif aktivitas tertentu

MK: intoleransi aktivitas


(Subagjo, Achyar, &
Ratnaningsih, 2011)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)

Segmen ST merupakan hal penting untuk menentukan risiko terhadap pasien. Pada
Trombolisis Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru yaitu 0,05 mV
merupkan predikat outcome yang buruk. Kauletal meningkat secara progresif yaitu
memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan
tambahan informasi prognosis pasien dengan STEMI.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Troponin T dan Troponin I merupakan tanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CK
atau CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin di darah perifer saat 3-4 jam dan dapat
tinggal sampai 2 minggu.
7. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI menurut (Jackson &
Jackson, 2011; Sjamsuhidayat & Jong, 2010; Smeltzer & Bare, 2001; Suyono,
2001), adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan
non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan
atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami
dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat
otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi
gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan
vasodilator lain.
Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas,
baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Kelainan septal ventrikel
g. Disfungsi katup
h. Aneurisma ventrikel
i. Sindroma infark pascamiokardias
8. PENATALAKSANAAN
Menurut Subagjo et al. (2011) penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien
dengan STEMI berdasarkan masalah yang muncul adalah:

a. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
i. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat
tanda syok diberikan norepinefrin.
ii. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
iii. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat
tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
iv. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST
atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal
untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok,
kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan
tindakan invasif.
v. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI
dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi
invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.
vi. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan
segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.

b. Infark Ventrikel Kanan


Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul,
hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel
kanan:
i. Pertahankan preload ventrikel kanan.
ii. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I
selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg
(13,6cmH20).
iii. Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
iv. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi.
Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat
tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropin.
v. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat
setelah loading volume.
vi. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
vii. Pompa balon intra-aortik.
viii. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
ix. Penghambat ACE
x. Reporfusi
xi. Obat trombolitik
xii. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
xiii. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu
dengan penyakit multivesel).

c. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel


Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi
ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
i. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari
30 detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus
diterapi dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan
energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-
300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
ii. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti
dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90
mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi
awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
iii. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani
angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg)
diterapi salah satu regimen berikut:
1. Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg
tiap 5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg.
Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-
50 ug/lg/menit).

2. Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan
1 mg/kg/jam.

3. Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB


20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam
dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.

4. Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).

d. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel


i. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock
unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan
shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J. ( klas I)

ii. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap
shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus
dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized. (klas 3)

9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Primary Survey
1) Airway

Proses jalan nafas yaitu pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya

suara nafas tambahan adanya benda asing.

2) Breathing

Frekuensi nafas, apa ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada,

adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara

nafas, kaji adanya suara nafas tambahan.


3) Circulation

Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya

perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit,

nadi.

4) Disability

Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis (E4M6V5) GCS

15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas dan bawah normal,

tidak ada gangguan menelan.

5) Exsposure

Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera

yang lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap

dijaga dalam kondisi hangat supaya untuk mencegah terjadinya

hipotermi.

b. Secondary Survey

1) Keluhan utama

Keluhan utama yaitu penyebab klien masuk rumah sakit yang

dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan

jelas. Keluhan klien pada gagal jantung bisa terjadi sesak nafas, sesak

nafas saat beraktivitas, badan terasa lemas, batuk tidak kunjung

sembuh berdahak sampai berdarah, nyeri pada dada, nafsu makan

menurun, bengkak pada kaki.

2) Riwayat penyakit sekarang

Merupakan alasan dari awal klien merasakan keluhan sampai akhirnya

dibawa ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan

menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala bertambah

berat dan apa yang dapat mengurangi gejala.


Q (Quality/Quantity) : apa gejala dirasakan klien namun sejauh mana

gejala yang timbul dirasakan.

R (Region/Radiation) : dimana gejala dirasakan? menyebar? Yang

harus dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa tersebut

S (Saferity/Scale) : berapa tingkat parah nya gejala dirasakan? Skala

nya brapa?

T (Timing) : lama gejala dirasakan ? waktu tepatnya gejala mulai

dirasakan.

3) Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat

penyakit jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung,

pernah dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan katub jantung

bawaan, diabetes militus dan infark miokard kronis.

4) Riwayat penyakit keluarga

Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang menderita

penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal jantung,

hipertensi.

5) Riwayat psikososial spiritual

Yaitu respon emosi klien pada penyakit yang di derita klien dan peran

klien di pada keluarga dan masyarakat serta respon dan pengaruhnya

dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga atau masyarakat.

6) Pola persepsi dan konsep diri


Resiko dapat timbul oleh pasien gagal jantung yaitu timbul akan

kecemasan akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa beraktifitas

aktif seperti dulu dikarenakan jantung nya yang mulai lemah.

7) Pola Aktivitas Sehari-hari

a) Pola Nutrisi

Kebiasaan makan klien sehari-hari, kebiasaan makan-makanan

yang dikonsumsi dan kebiasaan minum klien sehari-hari, pasien

akibat gagal jantung akan mengalami penurunan nafsu makan,

meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.

b) Pola Eliminasi

Kebiasaan BAB dan BAK klien akan berpengaruh terhadap

perubahan sistem tubuhnya.

c) Pola Istirahat Tidur

Kebiasaan klien tidur sehari-hari, terjadi perubahan saat gejala

sesak nafas dan batuk muncul pada malam hari. Semua klien akibar

gagal jantung akan mengalami sesak nafas, sehingga hal ini dapat

menganggu tidur klien.

d) Personal Hygiene

Yang perlu di kaji sebelum dan sesudah pada psien yaitunya

kebiasaan mandy, gosok gigi, cuci rambut, dan memotong kuku.t.

e) Pola Aktivitas

Sejauh mana kemampuan klien dalam beraktifitas dengan konsdisi

yang di alami pada saat ini.


8) Pemeriksaan Fisik Head Toe To

a) Kepala

Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam,

warna rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada

kepala, tidak adanya pedarahan pada kepala.

Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar.

b) Mata

Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan pada mata,

reflek pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak

ikterik, tidak ada pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca

mata.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak

teraba benjolan disekitar mata

c) Telinga

Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi

perdarahan, tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih baik.

Palpasi : tidak terasa benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri

saat diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik

luar maupun dalam.

d) Hidung

Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada

hidung, tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang

oksigen.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada hidung dan tidak ada

perdarahan pada hidung.

e) Mulut dan tenggorokan

Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai

dengan usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan tidak

terjadi kesulitan menelan.

f) Thoraks

Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak ada

otot bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan pada thorak.

Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba

sama kiri kanan

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks

seperti ronkhi, wheezing, dullnes

g) Jantung

Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas di

leher.

Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik

Perkusi : pekak

Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan seperti

mur-mur dan gallop.

h) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada

bekas operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.

Auskultasi : bising usus 12x/m

Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani

Palpasi : tidak terasa adanya massa/ pembengkakan, hepar dan

limpa tidak terasa,tidak ada nyeri tekan dan lepas didaerah

abdomen.

i) Genitalia

Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien

jantung dapat diuretik.

j) Ekstremitas

Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas, tidak

ditemukan kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak

terdapat kelainan, akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada

terjadi fraktur pada kedua tangan.

Ekstremitas bawah : tidak ditemukankelainan pada kedua kaki,

terlihat edema pada kedua kaki dengan piring udem > 2 detik, type

derajat edema, tidak ada varises pada kaki, akral teraba hangat.

c. Pemeriksaan penunjang

1) Laboratorium: hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritolit (kalium,

natrium, magnesium), analisa gas darah.

2) EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan

keteraturan denyut jantung


3) Ekokardiografi: untuk mendeteksi gangguan fungsional serta

anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung.

4) Foto rontgen dada: untuk melihat adanya pembesaran pada jantung,

penimbunan cairan pada paru-paru atau penyakit paru lain.

a. Therapy

1) Digitalis: untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan

memperlambat frekuensi jantung misal: Digoxin

2) Diuretik: untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal

serta mengurangi edema paru misal : Furosemide (lasix)

3) Vasodilator : untuk mengurani tekanan terhadap penyemburan

darah oleh ventrikel misal : Natriumnitrofusida, nitrogliserin

4) Trombolitik/ pengencer darah dan antibiotik

d. Diagnosa keperawatan primer


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor listrik,
penurunan karakteristik miokard.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan iskemik,
kerusakan otot jantung penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
3. Pola napas tidak efektif.
e. Diagnosa keperawatan sekunder
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri ditandai dengan: penurunan curah jantung.
2. Intolerasi aktivitas
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.
f. intervensi keperawatan primer & sekunder
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
Primer (SDKI) (SLKI) (SIKI)
Penurunan curah jantung Luaran Utama: Intervensi utama:
berhubungan dengan - curah jantung -perawatan jantung
perubahan faktor listrik, Luaran tambahan: Intervensi tambahan:
penurunan karakteristik - bradikardia 1. monitor tekanan darah
miokard - takikardia 2. monitor keluhan nyeri
- lelah dada
- distensi vena jugularis 3. monitor aritmia
- pucat/sianosis 4. identifikasi tanda/gejala
- tekanan darah primer penurunan curah
- jantung
5. periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat
-
Ketidakefektifan perfusi Luaran utama : Intervensi utama
jaringan perifer berhubungan -perfusi perifer -perawatan sirkulasi
dengan iskemik, kerusakan Luaran tambahan Intervensi tambahan :
otot jantung penyumbatan - denyut nadi perifer 1. periksa sirkulasi
pembuluh darah arteri - fungsi sensori perifer
koronaria - mobilitas fisik
- penyembuhan luka 2. identifikasi faktor
- tingkat perdarahan resiko gangguan
- warna kulit pucat sirkulasi
- turgor kulit 3. monitor panas,
- kemerahan, nyeri atau
bengkak pada
ekstremitas
-
Pola napas tidak efektif Luaran utama Intervensi utama
-pola napas -pemantauan respirasi
Luaran tambahan Intervensi tambahan
-dispnea 1.monitor frekuensi, irama,
-frekuensi napas kedalaman dan upaya napas
-kedalaman napas 2. monitor pola napas
-Penggunaan otot bantu napas 3. monitor kemampuan batuk
-tekanan ekspirasi efektif
-tekanan inspirasi 4. monitor adanya produksi
sputum
5. monitor adanya sumbatan
jalan napas

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


Sekunder (SDKI) (SLKI) (SIKI)
Nyeri akut berhubungan Luaran utama: Intervensi utama
dengan iskemia jaringan -tingkat nyeri -manajemen nyeri
sekunder terhadap sumbatan Luaran tambahan Intervensi tambahan
arteri ditandai dengan: -keluhan nyeri 1. identifikasi
penurunan curah jantung -meringis lokasi,karakteristik,durasi,
-gelisah frekuensi,kualitas, intensitas
-Kesulitan tidur nyeri.
-pola tidur 2. identifikasi skala nyeri
-tekanan arah 3. identifikasi respon nyeri
non verbal
4. identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
Intolerasi aktivitas Luaran utama Intervensi utama
-toleransi aktivitas -manajemen energi
Luaran tambahan Intervensi tambahan
-frekuensi nadi 1. identifikasi gangguan
-keluhan kelelahan fungsi tubuh yang
-frekuensi napas mengakibatkan kelelahan
-tekanan darah 2. monitor kelelahan fisik
-dispnea saat aktivitas dan emosional
-dispnea setelah aktivitas 3. monitor pola dan jam tidur
4. monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Ansietas berhubungan Luaran utama Intervensi utama
dengan ancaman aktual -tingkat ansietas -Reduksi ansietas
terhadap integritas biologis
Luaran tambahan Intervensi tambahan
-verbalisasi kebingungan 1. identifikasi saat tingkat
-verbalisasi khawatir akibat ansietas berubah
kondisi yang dihadapi 2. identifikasi kemampuan
-perilaku gelisah mengambil keputusan
-perilaku tegang 3. monitor tanda-tanda
-konsentrasi ansietas
-pola tidur

g. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang

disesuaikan dengan rencana kegiatan keperawatan yang disusun dan

disesuaikan dengan kondisi klien. Pelaksanaan dengan klien dengan

STEMI antara lain meningkatkan cardiac output, kemandirian klien

untuk melakukan kegiatan, dalam mengatur keseimbangan cairan,

mencegah penyebab gangguan pertukaran gas, mencegah penyebab

kerusakan integritas kulit, menginformaskani tentang kondisi dan

proses pengobatan.

h. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan yaitu proses membandingkan efek atau hasil

sebuah tindakan keperawatan secara normal atau sesuai tujuan yang

telah dibuat merupakan tahap untuk proses dari keperawatan evaluasi

terdiri dari :

1. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa oleh

perawat terhadap respon segera pada saat dan setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

2. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari

observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu

pada tujuan ditulis pada catatan perkembangan.

Sedangkan evaluasi keperawatan yang diharapkan pada


klien dengan STEMI yaitu :

a. Tidak ada penurunan cardiac output

b. Bisa melakukan aktifitas secara mandiri

c. Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan,

d. Tidak terjadi gangguan pertukaran gas,

e. Memahami tentang kondisi dan program pengobatan.


DAFTAR PUSTAKA

Jackson, M., & Jackson, L. (2011). Keperawatan Klinis. Jakarta: Erlangga.

Price, S. A., & Wilson, L. (2016). Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-


Proses Penyakit. Jakarta:EGC.

Sjamsuhidayat, R., & Jong, W. d. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.).
Jakarta: EGC.

Smeltzer, & Bare. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner and suddarth.Jakarta: EGC.

Subagjo, A., Achyar, & Ratnaningsih, E. (2011). Bantuan Hidup Jantung


Dasar. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler
Indonesia.

Suyono, S. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (3 ed.). Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI.

Sylvana, F. (2015). Infark Miokard Akut. (Skripsi), Universitas Wijaya


Kusuma, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai