STEMI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 13
RIYANTI IRAWAN
1810105029
( ) ( )
2021
1. PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan
EKG (Subagjo et al., 2011; Sylvana, 2015).
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung
yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. (Sylvana, 2015).
STEMI Inferior di tandai dengan adanya segmen ST yang mengalami
elevasi pada lead II, III, dan AVF. (Sylvana, 2015).
2. ETIOLOGI
Menurut Sylvana (2015) STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
a. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
b. Penyempitan aterorosklerotik
c. Trombus
d. Plak aterosklerotik
e. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
f. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
g. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
h. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
i. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
3. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir,
tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan
pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual,
sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
i. Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
ii. Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada. (Elizabeth, 2008;
Subagjo et al., 2011)
4. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core)
(Sylvana, 2015).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam
3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah
infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi (Price & Wilson, 2016).
5. PATHWAY STEMI
MK:Ketidakefektifan perfusi
Paru-paru Jaringan perifer
Sesak napas dan MK: Nyeri akut
pernapasan
tidak stabil
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)
Segmen ST merupakan hal penting untuk menentukan risiko terhadap pasien. Pada
Trombolisis Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru yaitu 0,05 mV
merupkan predikat outcome yang buruk. Kauletal meningkat secara progresif yaitu
memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan
tambahan informasi prognosis pasien dengan STEMI.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Troponin T dan Troponin I merupakan tanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CK
atau CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin di darah perifer saat 3-4 jam dan dapat
tinggal sampai 2 minggu.
7. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI menurut (Jackson &
Jackson, 2011; Sjamsuhidayat & Jong, 2010; Smeltzer & Bare, 2001; Suyono,
2001), adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan
non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan
atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami
dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat
otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi
gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan
vasodilator lain.
Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas,
baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Kelainan septal ventrikel
g. Disfungsi katup
h. Aneurisma ventrikel
i. Sindroma infark pascamiokardias
8. PENATALAKSANAAN
Menurut Subagjo et al. (2011) penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien
dengan STEMI berdasarkan masalah yang muncul adalah:
a. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
i. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat
tanda syok diberikan norepinefrin.
ii. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
iii. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat
tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
iv. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST
atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal
untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok,
kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan
tindakan invasif.
v. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI
dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi
invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.
vi. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan
segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
2. Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan
1 mg/kg/jam.
ii. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap
shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus
dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized. (klas 3)
9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Primary Survey
1) Airway
2) Breathing
Frekuensi nafas, apa ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada,
nadi.
4) Disability
15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas dan bawah normal,
5) Exsposure
yang lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap
hipotermi.
b. Secondary Survey
1) Keluhan utama
jelas. Keluhan klien pada gagal jantung bisa terjadi sesak nafas, sesak
menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala bertambah
nya brapa?
dirasakan.
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang menderita
hipertensi.
Yaitu respon emosi klien pada penyakit yang di derita klien dan peran
a) Pola Nutrisi
b) Pola Eliminasi
sesak nafas dan batuk muncul pada malam hari. Semua klien akibar
gagal jantung akan mengalami sesak nafas, sehingga hal ini dapat
d) Personal Hygiene
e) Pola Aktivitas
a) Kepala
b) Mata
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan pada mata,
mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak
c) Telinga
Palpasi : tidak terasa benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri
saat diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik
d) Hidung
oksigen.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada hidung dan tidak ada
dengan usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan tidak
f) Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak ada
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba
g) Jantung
leher.
Perkusi : pekak
h) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada
abdomen.
i) Genitalia
j) Ekstremitas
terdapat kelainan, akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada
terlihat edema pada kedua kaki dengan piring udem > 2 detik, type
derajat edema, tidak ada varises pada kaki, akral teraba hangat.
c. Pemeriksaan penunjang
a. Therapy
g. Implementasi Keperawatan
proses pengobatan.
h. Evaluasi Keperawatan
terdiri dari :
Sjamsuhidayat, R., & Jong, W. d. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.).
Jakarta: EGC.
Suyono, S. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (3 ed.). Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI.