Disusun Oleh ;
Kelompok 2
YOGYAKARTA
2021
DATA OBSERVASI
PROBLEMATIKAN REKAYASA BUDIDAYA TANAMAN
TEMA : PENANAMAN DAN SISTEM TANAM
Tanaman cabai (Capsicum annum L) berasal dari dunia tropika dan subtropika Benua
Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus menyebar ke Amerika Latin.
Bukti budidaya cabai pertama kali ditemukan dalam tapak galian sejarah Peru dan sisaan biji
yang telah berumur lebih dari 5000 tahun SM didalam gua di Tehuacan, Meksiko.
Penyebaran cabai ke seluruh dunia termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia
dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Dermawan, 2010).
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah
Capsicumsp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke
negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Cabai
mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin (A, C), damar, zat warna kapsantin,
karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain itu, juga mengandung mineral,
seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai
stimulan. Jika seseorang mengonsumsi kapsaisin terlalu banyak akan mengakibatkan rasa
terbakar di mulut dan keluarnya air mata.Selain kapsaisin, cabai juga mengandung kapsisidin.
Khasiatnya untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem
pencernaan. Unsur lain di dalam cabai adalah kapsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi
pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal-gatal.
Cabai memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut yang berwarna keputih-
putihan yang menyebar ke semua arah hingga kedalaman 30-40 cm. Buahnya berbentuk
kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing pada bagian ujungnya, menggantung,
permukamuda berwarna hijau tua, setelah masak menjadi merah cerah (Arianto, 2010).
Batang tanaman cabai memiliki struktur yang keras dan berkayu,berwarna hijau gelap,
berbentuk bulat, halus, dan bercabang banyak, sedangkan batang utama tumbuh tegak kuat.
Percabangan terbentuk setelah batang tanaman mencapai ketinggian berkisar antara 30-45
cm. Cabang tanaman beruas-ruas; setiap ruas ditumbuhi daun dan tunas (cabang) (Cahyono,
2003).an licin mengilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya
pedas.
Syarat tumbuh tanaman cabai ini ditentukan oleh dua hal. Pertama, curah hujan dan
kelembapan. Kedua, jenis tanah, pH tanah, dan ketinggian lahan. Curah hujan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan produksi buah cabai. Curah hujan yang ideal untuk
bertanam cabai adalah 1.000 mm/tahun. Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman
kekeringan dan membutuhkan air untuk penyiraman. Sebaliknya, curah hujan yang tinggi
bisa merusak tanaman cabai serta membuat lahan penanaman becek dan kelembapannya
tinggi. Kelembapan yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70-80%, terutama saat
pembentukan bunga dan buah. Kelembapan yang melebihi 80% memacu pertumbuhan
cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman.
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan
pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Monokultur menjadikan
penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat
dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi
seragam.
Menurut Setjanata (1983) tentang keunggulan dan kelemahan pola tanam monokultur.
Kelebihan pola tanam ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang
ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Namun disisi lain, kelemahan pola tanam
ini adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit.
Penyakit patek (antraknose) merupakan salah satu penyakit utama yang menuyerang
tanaman cabai, dan penyakit ini tergolong penyakit yangs sulit untuk dikendalikan, kerugian
akibat serangan penyakit ini pun dapat mencapai 20-90%. Penyakit patek (antraknose) pada
cabai disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici. Jamur ini berkembang pesat pada
kelembaban diatas 90% dan suhu dibawah 32 oC. Jamur Colletotrichum capsici dapat
bertahan hidup di dalam tanah, sisa-sisa tanaman atau buah yang telah terinfeksi. Sementara
penularan penyakit patek (antraknose) dapat disebabkan oleh hembusan angin, alat-alat
pertanian, percikan air hujan, penyemprotan pestisida dan mausia. Patogen utama penyakit
patek (antraknose) pada cabai paling banyak disebabkan oleh jamur Colletotrichum acutatum
simmon. Penyakit patek (antaknose) yang disebabkan oleh jamur C. Acutatum dapat
menyerang semua fase buah cabai baik masak maupun masih muda, tetapi tidak menyerang
daun dan batang tanaman cabai. Selanjutnya, penyakit patek (antraknose) yang disebabkan
oleh jamur C. Coccodes dapat menyerang tanaman cabai di persemaian.
Gejala serangan penyakit patek (antraknose) dimulai ketika cabai membentuk bercak
cokelat kehitaman kemudian menjadi busuk lunak. Pada tengah berca terdapat kumpulan
titik-titik hitam yang terdiri atas kelompok seta dan konidium jamur. Serangan berray dapat
menyebabkan seluruh baian buah mengering dan mengerut (keriput). Buah seharusnya
berwarna seperti merah menjadi berwarna merah jambu keabu-abuan atau kehitaman. Pada
saat buah berpenyakit dipotong terbuka, permukaan bawah kulit di tutupi dengan sekumpulan
koloni berwarna hitam atau Sclerotia dari jamur, sebuah gulungan hifa jamur menyelimuti
benih. Biji seperti berkarat menempel pada buah yang cacat, berwarna putih dan mengalami
kepedasan. Jika cuaca kering jamur hanya membentuk bercak kecil yang tidak meluas,
namun setelah buah dipetik, karena kelembaban udara yang tinggi selama disimpan dan
diangkut, jamu akan berkembang biak dengan cepat. Ledakan penyakit antraknose ini dangat
cepat terutama pada saat musim penghujan.
Mekanisme kerja penyakit Patek (antraknose) pada cabai merah. Penyakit ini dapat
distimulir oleh keadaan udara yang lembab dan kering. Siklus hidup C. acutatum yang
menyerang tanaman cabai umumnya sekitar 20 hari di daerah dataran tinggi, dan di daerah
dataran rendah 7–12 hari. Jamur pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji.
Akhirnya jamur menginfeksi tanaman di persemaian yang tumbuh dari biji buah yang sakit
karena konidium jamur dapat bertahan dalam waktu yang lama. Jamur menyerang daun,
batang, dan dapat menginfeksi buah cabai. Jamur C. acutatum, sedikit sekali mengganggu
tanaman yang sedang tumbuh, tetapi dapat bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Selain
itu jamur dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman sakit. Seterusnya konidium
disebarkan oleh angin. Infeksi C. acutatum hanya terjadi melalui luka. Luka pada tanaman
bisa disebabkan oleh serangga atau gesekan mekanis oleh angin. (Hasyim, 2014)
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tanaman cabai terserang penyakit patek sehingga menyebabkan produktivitas cabai
rendah.
C. ANALISIS PERMASALAHAN
Tanaman cabai terserang penyakit patek sehingga produktivitas nya menurun. Pada
kasus ini, bu Hara membasmi penyakit patek dengan menggunakan fungisida merek titan
dan pestisida merek curacon. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat merusak
lingkungan budidaya. Selain itu, tanaman yang terlalu rimbun, tanpa perempelan
disamping mengakibatkan tanaman mudah patah, buah sedikit, juga iklim mikro sekitar
tanaman menjadi berubah, lingkungan sekitar tanaman menjadi lebih tidak kering dan
rentan terhadap jamur penyebab patek. Pengaturan drainase atau pengairan juga
mempengaruhi pertumbuhan jamur penyebab penyakit patek ini karena jika terdapat air
hujan yang menggenang jamur akan lebih mudah untuk tumbuh. Selain itu, Ibu Hara juga
tidak menerapkan system rotasi tanam sehingga menyebabkan jamur penyebab penyakit
patek pada pertanaman sebelumnya juga menyerang cabai pada pertanaman berikutnya.
D. SOLUSI PERMASALAHAN
1. Perempelan
Perempelan merupakan salah satu Teknik budidaya yang perlu dilakukan pada
tanaman cabai. Namun, banyak petani yang tidak melakukan perawatan ini. Dengan
melakukan perempelan, tanaman cabai akan tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama
dan penyakit, hasil panen lebih banyak, serta meningkatkan produktivitas hasil panen.
Perempelan ini dapat dilakukan pada saat tanaman cabai berumur 60-70 hst.
Perempelan dapat dilakukan dengan membuang tunas aksiler/tunas samping/tunas liar
yang tidak penting. Selain itu, perempelan juga dilakukan pada bagian tanaman yang
terserang penyakit agar tidak semakin menyebar. Tanaman cabai yang tidak dilakukan
perempelan akan menjadi terlalu rimbun, sehingga lingkungan disekitar tidak cepat
kering dan akan lembab sehingga lebih rentan terhadap penyakit patek.
2. Pengendalian OPT
Apabila tanaman cabe yang ditanam telah menunjukkan tanda-tanda serangan
penyakit patek, upaya preventif (upaya pencegahan) perlu dilakukan. Upaya preventif
yang dimaksud adalah dengan melakukan penyemprotan menggunakan fungisida
yang tepat. Upaya penyelamatan buah cabe yang sehat dilakukan dengan memetik
semua cabe yang terserang baik intensitas serangannya masih baru ataupun yang telah
parah. Cabe hasil petikan yang terserang patek sebaiknya dibuang atau dibakar di
tempat yang jauh dari tempat budidaya cabe. Jangan menghanyutkan cabe yang
terserang patek ke saluran irigasi atau sungai sebab justru akan memperluas serangan
patek. Penyakit Patek tidak akan hilang dalam sekali semprot fungisida. Satu hari
sesudah penyemprotan pertama, perlu dilihat dan diambil lagi cabe yang masih
terkena patek dan dilakukan penyemprotan ulang dengan selang waktu 3-4 hari dari
waktu penyemprotan sebelumnya. Jika terpaksa menggunakan pestisida, maka
disarankan untuk tidak menggunakan bahan kimia akan tetapi dengan penyemprotan
menggunakan bahan alami berupa jeruk nipis atau belimbing wuluh, karena jamur
tidak akan kuat dengan rasa asam, sehingga bisa digunakan perasan jeruk nipis atau
belimbing wuluh dengan dosis 10 buah jeruk nipis atau belimbing wuluh untuk satu
liter air dan disemprotkan pada tanaman yang terserang penyakit patek.
3. Pemupukan
4. Rotasi Tanam
E. KESIMPULAN
Permasalahn pada tanaman pada pekarangan di Kampung Kaladi adalah
sistem tanam yang polikultur,tetapi sistem yang dilakukan salah karena menyebabkan
tanaman cabai terkena penyakit patek yang menyebabkan produksi cabai menurun .
Solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan
perempelan agar tanaman tahan terhadap penyakit,melakukan pengendalian OPT
sehingga tanaman tidak mudah terserang OPT,melakukan pemupukan agar unsur
hara yang diserap dapat maksimal,dan terakhir melakukan rotasi tanaman residu baik
yang terrtinggal tanaman sebelumnya dapat menyuburkan tanah sehingga produksi
tanaman cabai dapat maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Bambang, 2003. Cabai Rawit Teknik Budidaya & Analisis Usaha Tani. Kanisisus.
jakarta.
Lamont, W. J, 1993. Plastic mulches for the production of vegetable crops. HorTechnology.
London.
NILUH SULVIYANI, S. (2019). Pengenalan Penyakit Antraknosa Pada Cabai Dan Cara
Pengendaliannya. Retrieved from cybex.pertanian.go.id website:
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/84152/Pengenalan-Penyakit-Antraknosa-
Pada-Cabai-Dan-Cara-Pengendaliannya/
Lampiran