Nama Anggota :
Jajang Nurjaman (2018460059)
Yudi Kurnia (2018460067)
ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Jl. Cempaka Putih Tengah No. 27, Cempaka Putih, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 10510
2019-2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
Panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
inayahnya, sehingga Kami dapat menyesaikan laporan penelitian tentang Pengaruh Bukaan
Terhadap Sirkulasi di Dalam Bangunan Cagar Budaya Paseban Tri Panca Tunggal Kuningan.
Laporan ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu Kami menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
Kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki laporan
ini.
Akhir kata Kami berharap semoga laporan Penelitian Pengaruh Bukaan Terhadap
Sirkulasi di Dalam Bangunan Cagar Budaya Paseban Tri Panca Tunggal Kuningan ini dapat
memberikan manfaat terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KESIMPULAN ................................................................................................................. 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara yang kita hirup setiap hari adalah kebutuhan dasar hidup manusia yang
ketersediaan dan kwalitasnya harus terjaga dengan baik. Karena itulah kwantitas dan
kwalitas udara merupakan isu global yang menjadi perhatian seluruh manusia di Bumi ini.
Kenyamanan rumah tinggal banyak dipengaruhi oleh iklim alam dan iklim setempat yang
dipengaruhi oleh lingkungan buatan manusia. Pengaruh iklim yang sangat dirasakan
manusia khususnya di dalam bangunan, adalah suhu udara yang di daerah tropis banyak
dipengaruhi oleh radiasi sinar Matahari yang rata-rata bersinar sepanjang hari.
Pengudaraan silang alami atau cross ventilation adalah hal yang penting untuk memenuhi
kenyamanan manusia didalam ruang.
Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam kenyamanan
penggunaan bangunan tersebut oleh penghuni. Peletakan ventilasi yang baik dapat
mempengaruhi aspek fungsi bangunan, penghematan energy, psikologi pengguna,
kesehatan pengguna, bahkan penghawaan suatu bangunan.
Maka dari itu dari permasalahan yang ada kami meneliti bangunan sejarah yang
mengarah pada ventilasi sirkulasi udara pada bangunan tersebut melihat suhu di dalam
rumah bereda dengan bangunan situs cagar budaya. Bangunan yang diteliti adalah
Bangunan Cagar Budaya Paseban Tri Pasca Tunggal Kuningan, Jawa Barat.
1
2
KAJIAN PUSTAKA
3
4
panas lembab ini hanya boleh diredakan dengan meniupkan angin untuk
mempercepat proses penguapan pada kulit dengan menghadirkan bukaan-bukaan
pada bangunan yang memenuhi syarat standar bukaan bangunan untuk daerah
iklim tropis. Dalam hal menyediakan keadaan termal yang nyaman, yaitu
mencegah ketidaknyaman yang disebabkan oleh kepanasan dan kelekikan kulit,
diperlukan Kecepatan Aliran Udara dan Kadar Udara yang cukup dalam ruangan,
yang dipengaruhi oleh Geometri Ruang dan Luas Bukaan.
Untuk Pendinginan Ruang.
Dengan menghadirkan ventilasi pada ruangan, diharapkan bahwa udara
segar dan bersuhu lebih rendah dari pada suhu dalam ruang dapat menghambat
naiknya suhu udara dalam ruang.
2.2 Bangunan Paseban Tri Panca Tunggal
Paseban Tri Panca Tunggal adalah sebuah bangunan cagar budaya yang sudah
berdiri sejak 1840. Lokasinya terletak di Jalan Raya Cigugur tepatnya di Kampung
Wage, Kelurahan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.
Bangunan cagar budaya ini memiliki atap bertingkat disertai tonggak besi
berkelopak bunga dibagian ujungnya. Paseban Tri Panca Tunggal telah lama menjadi
bagian dari upacara adat Seren Taun, yaitu upacara yang dilaksanakan oleh
masyarakat Sunda sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah.
Paseban Tri Panca Tunggal didirikan oleh Pangeran Sadewa Madrais atau yang
lebih dikenal dengan Kyai Madrais. Beliau adalah pewaris tahta Kerajaan Gebang di
Cirebon yang telah dibumi hanguskan oleh pasukan VOC. Saat terjadi
pembumihangusan Kyai Madrais masih balita. Kemudian setelah dewasa, belaiu
mendirikan padepokan yang hingga kini masih berdiri. Bangunan Paseban Tri Panca
Tunggal memiliki bentuk yang membujur dari timur ke barat. Ini menggambarkan
perjalanan hidup manusia bahwa ada awal mula kedatangan dan ada akhir untuk
kembali. Semua bagian Paseban Tri Panca Tunggal tidak lepas dari makna
filosofisnya masing-masing, begitu juga dengan nama Paseban Tri Panca Tunggal.
Secara etimologi, nama Paseban Tri Panca Tunggal berasal dari kata Paseban yang
berarti tempat bertemu atau berkumpul. Tri berasal dari bahasa Sangsekerta yang
dapat dimaknai sebagai rasa, budi, dan pikir. Sedangkan Panca adalah panca indra,
dan tunggal adalah Tuhan Yang Maha Esa.
5
Maka bila diartikan secara harfiah, Paseban Tri Panca Tunggal adalah tempat
untuk mempersatukan tiga kehendak yaitu Cipta, Rasa, dan Karsa yang diwujudkan
dalam sikap perilaku. Lalu diterjemahkan melalui panca indera ketika mendengar,
melihat, berbicara, bersikap, bertindak, dan melangkah, untuk mendekatkan diri
kepada Sang Maha Tunggal.
Di dalam Paseban Tri Panca Tunggal terdapat pendopo yang ditopang oleh 11
pilar disekelilingnya. Pada bagian tengah terdapat lambang burung Garuda
mengepakan sayap, berdiri di atas lingkaran bertuliskan huruf Sunda "Purna Wisada".
Burung Garuda ini disangga oleh sepasang naga bermahkota, yang ekornya saling
mengait. Di tengah lingkaran terdapat simbol yang merupakan lambang Tri Panca
Tunggal. Selain itu, di dalam Paseban Tri Panca Tunggal juga terdapat beberapa
ruangan lain, seperti ruang Jinem, Pasengetan, Pagelaran, Sri Manganti, Mega
Mendung (ruang kerja Pangeran Djatikusumah), dan Dapur Ageng.
Khusus Ruang Sri Manganti, ruangan yang terletak di ujung bagian dalam ini
berfungsi sebagai tempat pertemuan dan persiapan upacara Seren Taun yang diadakan
setiap tahun. Selain berfungsi sebagai salah satu tujuan wisata sejarah di Kuningan,
Paseban Tri Panca Tunggal juga kerap digunakan sebagai padepokan. Di padepokan
inilah masyarakat sekitar diperkenalkan berbagai seni dan budaya Kuningan, agar
kebudayaan tetap terjaga dan lestari.
BAB III
METODE PENELITIAN
Orientasi bangunan gedung antara lintasan matahari dan angin. Letak gedung yang
paling menguntungkan untuk memilih arah dari timur ke barat. Bukaan-bukaan
menghadap Selatan dan Utara agar tidak terpapar langsung sinar matahari.
6
7
Bangunan persegi persegi panjang, hal ini menguntungkan dalam ventilasi ventilasi silang
Gambar 3.2.2 Ilustrasi (Sumber : Systems, Sites, and Building 2012 diakses 2Novemver
2020 )
Gambar 3.222 Ilustrasi (Sumber : Systems, Sites, and Building 2012 diakses 2 Novemver
2020 )
rumah sekitar bangunan Cagar budaya yang memiliki kesejukan yang berbeda pada satu
daerah yang sama. Maka dari itu kami melaukukan penelitian pada bangunan tersebut.
Gambar 3.3.3 : Pasad bangunan Tri Pnaca Tunggal (sumber : Dokumentasi pribadi)
0,30x4m. Ventilasi di bangunan ini sangat banyak semua jendela yang mengelilingi
bangunan ini terdapat ventilasi udara.
Dengan sirkulasi seperti ini pada bangunan Cagar Budaya yang memaksimalkan
penghawaan masuk ke dalam bangunan dengan ventilasi yang cukup besar, maka sirkulasi
di dalam bangunan terasa sejuk.
Pengaruh bukaan dalam bangunan Cagar Budaya Paseban memiliki sirkulasi udara
yang baik. Bangunan Cagar Budaya Cagar Budaya Paseban Tri Pasca Tunggal di Kuningan
di Jawa Barat Mempengaruhi sirkulasi dan kenyamanan dalam bangunan. Hal ini bisa
dibuktikan pada siang hari udara didalam bangunan ini tidak mencapai 23 °. Penggunaan
ventilasi yang tepat akan mempengaruhi sirkulasi dalam bangunan. Bentuk yang lebar dan
banyak membuat ruanagan di dalam abangunan ini terasa sejuk . selain itu juga penggunaan
bahan material bangunan pun ikut mempengaruhi kenyamanan dalam bangunan cagar
budaya ini.
13
DAFTAR PUSTAKA
14