Disusun oleh :
Kelompok 7
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
2021
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT pencipta dan pemilik alam ini, yang telah memberikan
kepada kita berupa rahmat dan nikmat yang begitu besar yakni nikmat sehat sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas membuat Modul Akuntansi Biaya.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi besar, suri tauladan
bagi seluruh umat Rasulullah SAW. Tak lupa bagi sanak keluarganya, para sahabatnya, dan
kerabatnya serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Tidak lupa kami sampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Andry Sugeng S.E.,
M.Ak. selaku Dosen mata kuliah Akuntansi biaya yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi kami dan para pembaca.
Kami sadar, sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang
akan datang.
Mudah – mudahan makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
Universitas Pamulang khususnya masyarakat luas pada umumnya.
Penulis
PERTEMUAN 13:
2
OVERHEAD PABRIK: ANGGARAN, AKTUAL DAN PEMBEBANAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini mulai banyak orang yang mengatur anggaran keuangannya dengan sangat
detail. Mereka biasanya telah membagi keuangan mereka ke dalam kategori-kategori
pengeluaran yang rutin mereka lakukan setiap bulan. Misalnya saja, anggaran untuk makan,
bensin, hingga anggaran untuk cicilan rumah atau mobil. Sayangnya, belum banyak orang
yang memasukkan kategori “pengeluaran tidak terduga” dalam anggarannya. Padahal,
menganggarkan biaya tidak terduga dalam keuangan merupakan hal yang penting sebagai
upaya menjaga kondisi keuangan Anda agar tetap stabil.
Persiapan anggaran pengeluaran tidak terduga tidak hanya penting untuk dilakukan
dalam penyusunan anggaran rumah tangga, namun penting pula untuk dilakukan oleh
perusahaan. Keuangan dalam sebuah perusahaan tidak terlepas dari yang namanya anggaran
keuangan. Anggaran pengeluaran rutin selama sebulan yang terjadi dalam sebuah perusahaan
seperti pengeluaran untuk makan, bensin motor atau mobil kantor, peralatan kantor, dan lain
sebagainya sudah harus diatur penggunaannya oleh sebuah perusahaan agar kondisi keuangan
perusahaan tetap seimbang antara pemasukan dan pengeluaran.
Biaya overhead pabrik (manufacturing overhead costs) adalah biaya produksi yang tidak
masuk dalam biaya bahan baku maupun biaya tenaga kerja langsung. Apabila suatu
perusahaan juga memiliki departemen-departemen lain selain departemen produksi maka
semua biaya yang terjadi di departemen pembantu tersebut (termasuk biaya tenaga kerjanya)
dikategorikan sebagai biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik biasanya muncul dari
biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk pemakaian bahan tambahan, biaya tenaga kerja tak
langsung, pengawasan mesin produksi, pajak, asuransi, hingga fasilitas-fasilitas tambahan
yang diperlukan dalam proses produksi.
3
1.3 Penggolongan biaya overhead Pabrik
Bahan penolong yang dimaksud dalam hal ini adalah bahan yang tidak menjadi bagian dari
hasil produksi atau bahan yang nilainya relatif kecil dibandingkan harga keseluruhan produk.
Tenaga kerja tak langsung yang dimaksud dalam biaya overhead pabrik adalah tenaga kerja
perusahaan yang upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk.
Biaya reparasi dan pemeliharaan yang dimaksud dalam biaya overhead pabrik adalah biaya
suku cadang (spareparts), biaya bahan habis pakai (factory supplies), dan harga jasa yang perlu
dikeluarkan perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan mesin produksi,
kendaraan, dan alat-alat perusahaan lainnya.
Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran tunai.
Penggolongan biaya overhead pabrik menurut perilakunya dalam hubungan dengan perubahan
volume produksi.
Penggolongan biaya overhead pabrik yang selanjutnya dibagi berdasarkan perilakunya dalam
hubungan dengan perubahan volume produksi. Perilaku biaya overhead pabrik ini dapat dibagi
menjadi tiga golongan:
Biaya overhead pabrik tetap, yakni biaya overhead pabrik yang tidak berubah
meskipun terjadi perubahan dalam volume produksi.
Biaya overhead pabrik variabel, yakni biaya overhead pabrik yang berubah sebanding
dengan perubahan volume produksi.
4
Biaya overhead pabrik semivariabel, yakni biaya overhead pabrik yang berubah namun
tidak sebanding dengan perubahan volume produksi. Untuk memudahkan penentuan
tarif biaya overhead pabrik, biasanya biaya overhead pabrik semivariabel akan dipecah
menjadi dua unsur yakni biaya tetap dan biaya variabel.
Selain departemen produksi, sebuah perusahaan pasti memiliki departemen lain yang
dikategorikan sebagai departemen pembantu. Berdasarkan hubungannya dengan departemen-
departemen yang ada dalam perusahaan, biaya overhead pabrik dapat digolongkan menjadi
dua kelompok, yaitu:
1.4.1 Alasan pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar tariff yang
ditentukan dimuka:
1.4.1.3 Adanya biaya overhead pabrik yang terjadi secara sporadic (menyebar tidak
merata selama jangka waktu setahun),
1.4.2 Dalam perusahaan yang menghitung harga pokok produksinya dengan menggunkan
metode harga pokok pesananan. Manajemen memerlukan informasi harga pokok
5
peroduksi per satuan pada saat pesanan selesai dikerjakan. Padahal ada elemen biaya
overhead pabrik yang baru dapat diketahui jumlahnya pada akhir bulan.
Dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk, dapat dipilih berdasarkan
satuan produk, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja
langsung, jam mesin. Sementara itu faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pembebanan biaya overhead pabrik antara lain:
c. Menghitung tarif biaya overhead pabrik yang dapat dilakukan dengan rumus:
Biaya overhead pabrik juga dapat dihitung berdasarkan jenis perusahaan. Macam-macam
penghitungan dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk antara lain:
Metode ini langsung membebankan biaya overhead pabrik kepada produk dan lebih
cocok digunakan dalam perusahaan yang hanya memproduksi satu jenis produk. Beban
biaya overhead pabrik untuk setiap produk dihitung dengan rumus:
6
b.Biaya bahan baku
Apabila harga pokok bahan baku sebagai dasar pembebanan, maka tarif biaya
overhead pabrik dapat dihitung dengan rumus:
Semakun besar biaya bahan baku yang dikeluarkan untuk mengolah produk, maka
semakin besar pula biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk. Metode
ini terbatas penggunaannya karena adanya kemungkinan sebuah produk dibuat dari
bahan baku dengan harga yang mahal, sementara produk lain dibuat dari bahan yang
lebih murah. Dalam kasus seperti ini, jika pengerjaan kedua produk sama, maka
produk pertama akan menerima beban biaya overhead pabrik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan produk yang kedua.
Metode ini memiliki kelemahan karena biaya overhead pabrik harus dilihat sebagai
tambahan nilai produk. Jumlah biaya tenaga kerja langsung juga dianggap meliputi
upah tenaga kerja dari berbagai tingkatan yang ada dalam perusahaan.
7
Apabila biaya overhead pabrik mempunyai hubungan erat dengan waktu untuk
membuat produk, maka dasar yang dipakai untuk membebankan adalah jam tenaga
kerja langsung. Tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus:
e. Jam mesin
Apabila biaya overhead pabrik bervariasi dengan waktu penggunaan mesin maka dasar
yang dipakai membebankan adalah jam mesin. Tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan
rumus:
a. Adalah jumlah biaya tidak langsung yang benar-benar terjadi. Beberapa biaya
overhead actual dicatat ketika terjadi pada saat transaksi dijurnal dan diposting ke
buku besar.
b. Tujuan dasar akumulasi overhead pabrik adalah untuk mnyediakan informasi untuk
pengendalian
c. Dokumen yang digunakan untuk mencatat overhead dalam jurnal yaitu voucher
pembelian, bukti permintaan bahan baku, kartu jam kerja, dan voucher jurnal umum.
8
1.6 Pembebanan Biaya Overhead
biaya overhead pabrik dengan metode full costing dapat dilustrasikan dengan contoh sebagai
berikut :
Setelah tarif biaya overhead pabrik ditentukan sebesar Rp 140 per jam mesin, maka produksi
yang diproduksi sesungguhnya dibebani dengan biaya overhead pabrik dengan menggunakan
tarif tersebut. Selanjutnya jika dari ilustrasi pada table PT Hasna Sejahterai menerima 100
macam pesanan dan menghabiskan waktu pengerjaan sebanyak 75.000 jam mesin dalam
tahun 2008 maka biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk sebesar
Rp10.500.000 yang didapat dari Rp140 x 75.000 jam mesin dan dapat dicatat dengan jurnal
sebagai berikut:
1.6.1 Pembebanan
biaya Overhead pabrik: Barang dalam
proses Rp 10.500.00
De witt products, overhead yang dibebankan untuk periode tersebut lebih kecil
dibandingkan biaya overhead actual, sehingga overhead pabrik untuk periode tersebut
dibebankan terlalu rendah, maka jurnalnya sebagai berikut:
PT. BIRU LAUT membebankan biaya overhead pada produk dengan tarif yang telah
ditentukan di muka. Berikut ini budget dan realisasi dari biaya overhead pabrik dalam tahun
1997.
Diminta :
1. Berapakah BOP Tetap dan Variabel yang dianggarkan dan yang direalisasikan.
3. Jam kerja langsung (Rp.) pada kapasitas 60.000 jam kerja langsung.
3. Menganalisa selisih BOP, jika realisasi kapasitas yang dicapai 70.000 jam mesin.
JAWABAN KASUS :
1. Dianggarkan Direalisasikan
2. a) Jam Mesin:
d) Unit produksi:
DAFTAR PUSTAKA
V.Wiratna Sudjarweni. 2015. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
PERTEMUAN 14:
HARGA POKOK PRODUK BERSAMA & SAMPINGAN
1.1 Latar belakang
Setiawan dan Hastoni (2008) mengatakan proses produksi suatu perusahaan terkadang
akan menghasilkan lebih dari satu jenis produk. Beberapa jenis tersebut adalah produk bersama
yang merupakan produkproduk utama perusahaan serta produk sampingan yang timbul sebagai
akibat dari proses produksi produk utama. Oleh karena itu dalam proses produksi produk
bersama tersebut akan diperlukan biaya bersama yang harus dialokasikan ke masing-masing
produk agar nantinya dapat diketahui biaya produksi dan nilai persediaan masing-masing.
Menurut Supriyono (1993:246) produk sampingan adalah satu atau beberapa macam
produk yang mempunyai nilai relative lebih kecil dan dihasilkan serentak dengan produk utama
yang mempunyai nilai lebih tinggi. Umumnya produk utama diproduksi dalam jumlah yang
banyak di banding dengan produk sampingan. Produk sampingan tersebut berasal dari sisa-sisa
kegiatan produk utama yang selama itu dihasilkan perusahaan. Selanjutnya yang disebut produk
sampingan pada umumnya merupakan satu dari 2 tipe antara lain:
1. Produk sampingan tersebut dijual langsung seperti bentuk aslinya tanpa diproses lebih lanjut.
Julianty, Khairani, dan Yunita (2014), mengatakan di era globalisasi ini teknologi
semakin berkembang. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan di Palembang memproduksi
barangnya sendiri. Akibatnya semakin banyak pula persaingan antar perusahaan yang ada di
Palembang, terutama yang bergerak di bidang yang sama. Maka kondisi ini menuntut setiap
perusahaan harus lebih efektif dan efisien dalam menggunakan waktu serta biaya demi
menghasilkan produk berkualitas yang diinginkan. Dalam pelaksanaannya, pada saat produksi
seringkali terjadi kendala yang disebabkan oleh produk jadi atau produk utama itu sendiri yaitu
produk sampingan (by produk).
Produk bersama (joint product) adalah dua produk atau lebih yang diproduksi secara serentak
dengan serangkaian proses atau dengan proses bersama. Produk bersama dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis produk, yaitu:
Produk utama (main product) adalah produk yang mempunyai nilai jual relatif lebih
tinggi daripada nilai jual produk sampingan.
Produk sampingan (by-product) adalah produk yang mempunyai nilai jual relatif lebih
rendah daripada nilai jual produk utama.
2. Titik Pemisahan Spilt Of Point adalah suatu titik atau waktu, dimana masing- masing produk
bersama dan produk sampingan dapat didefinisikan.
3. Biaya Produk Bersama Joint Product Cost adalah biaya sejak awal proses, meliputi biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik, yang dikeluarkan mengolah beberapa
jenis produk.
4. Produk Bersama joint Product adalah dua atau lebih jenis produk yang diproduksi secara
bersama-sama dalam satu rangkaian proses produksi dan masing-masing produk mempunyai
harga jual yang relatif sama. Produk-produk ini disebut juga Produk Utama Major Product. 5.
Produk Sampingan By Product adalah produk yang diproduksi bersama-sama dengan produk
lain tetapi mempunyai harga jual yang relatif lebih rendah dari produk lainnya.
Menurut Drs.Abdul Halim ,M.B.A, Akuntan . Produk bersama yaitu beberapa produk
yang dihasilkan dari suatu rangkaian atau seri proses produksi secara serempak dengan
menggunakan bahan baku , tenaga kerja , dan overhead pabrik yang sama yang tidak dapat
dilacak atau dipisahkan pada setiap produk dan mempunyai nilai jual /kuantitas produk relatif
sama. Produk sampingan merupakan produk yang dihasilkan dalam proses joint production
namun produk tersebut relative harganya / nilainya / kuantitasnya lebih rendah disbanding
dengan produk lain .
2. Produksi, Melalui Suatu Proses Atau Serangkaian Proses Dan Dilakukan Secara
Simultan.
3. Nilai Penjualan Adalah Relatif Lebih Besar Bila Dibandingkan Dengan Produk-Produk
Sampingan Yang Dihasilkan, Dan Relatif Sama Diantara Produk-Produk Umum.
6. Salah Satu Produk Tidak Dapat Dihasilkan Tanpa Memproduksi Yang Lain.
Karakteristikproduk Sampingan :
1. Dihasilkan Bersama Dengan Produk Utama Dalam Suatu Proses Atau Serangkaian
proses Tanpa Dimaksudkan Untuk Membuat Produk Ini.
2. Nilai Penjualan Adalah Relatif Lebih Kecil Atau Tidak Berarti, Bila Dibandingkan
Dengan Produk-Produk Utama.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama kepada tiap-
tiap produk bersama, antara lain :
Metode ini menggunakan dasar pemikiran bahwa harga jual suatu produk merupaka
perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Jika salah satu
produk terjual lebih tinggi daripada produk lain, hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh
produk tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan produk lain.
Contoh 1 :
PT Jaya mengeluarkan biaya bersama yang digunakan untuk memproduksi barabg A, B, dan C
sebesar Rp 10.000.000,00. Jumlah produksi dan harga jual masing-masing
Variasi penggunaan metode nilai jual relatif seperti apabila satu atau beberapa
produk bersama memerlukan biaya pengolahan tambahan setelah saat terpisah (split-
off). Nilai jual diketahui setelah produk diolah lebih lanjut. Namun, pada saat terpisah
produk bersama belum memiliki nilai jual. Untuk itu, perlu dihitung nilai jual hipotesis
yaitu mengurangi nilai jual produk bersama yang telah diolah lebih lanjut dengan biaya
yang dikeluarkan untuk pengolahan produk saat terpisah.
Contoh 2 :
bersama terpisah :
Produk Hrg/kg Biaya Nilai Jml Nilai Jual Nilai jual Alokasi Harga
Jual
Tambahan/ Hipotesis Produksi Hipotesis x hipotesis biaya Pokok
Kg Jml relatif Produk/kg
Produksi bersama
A 1.000 - 1.000 2.000 2.000.000 18,52%* 926.000** 463***
B 1.500 200 1.300 2.500 3.250.000 30,09% 1.504.500 601.8
C 2.000 150 1.850 3.000 5.550.000 51.39% 2.569.500 856.5
TOTAL 7.500 10.800.000 100% 5.000.000 1921.3
*(2.000.000/10.800.000)x100%
**(18,52% x 5.000.000)
***(926.000/2.000)
Metode satuan fisik mencoba menentukan harga pokok produk bersama sesuai dengan
manfaat yang ditentukan oleh masing-masing produk akhir. Metode ini menghendaki bahwa
produk bersama yang dihasilkan harus dapat diukur dengan satuan ukuran pokok yang sama.
Jika produk bersama mempunyai satuan ukuran yangberbeda, harus ditentukan koefisien
ekuivalensi yang digunakan untuk mengubah berbagai satuan tersebut menjadi satuan yang
sama.
Contoh 3 :
PT ABC menghabiskan 5.000 kg tebu untuk diproduksi. Hasil produksi tersebut dikurangi dengan
kerugian sebanyak 100 kg akibat hilang dalam proses. Dengan harga pokok bahan baku yang dipakai
adalah sebesar Rp 6.000.000,00. Hasil produksi tampak pada tabel di bawah ini :
Produk Kuantitas ( Kg)
Gula 2.000
Vetsin 1.500
Produk 1.500
Lainnya
Jumlah 5.000
Metode ini hanya dapat digunakan bila produk bersama yang dihasilkan diukur dalam
satuan yang sama. Pokok pikiran yang mendasari pemakaian metode ini adalah karena semua
produk dari proses yang sama, harga pokok masing-masing produk dihitung sesuai dengan
proporsi kuantitas yang diproduksi.
Contoh 4 :
PT. Meubel Jaya menghasilkan berbagai macam perabotan dari kayu seperti meja, kursi, pintu
dan produk lainnya. Untuk memproduksi produk bersama tersebut mengeluarkan biaya bersama
sebesar Rp 20.000.000,00 dengan jumlah produk yang dihasilkan adalah 500.000 m3 dengan
rata-rata biaya per 1000m3 adalah sebesar Rp 40.000,00 (Rp 20.000.000,00/500). Berikut data
produk beserta kuantitasnya:
Produk Kuantitas
( m3)
Meja 120.000
Kursi 180.000
Pintu 120.000
Produk 80.000
lainnya
500.000
Contoh 5 :
bersama adalah sebesar Rp 4.250.000,00. Jumlah produk yang dihasilkan dan angka
penimbang bersama
A 3.000 1 3.000 910.714,28*
B 2.500 2 5.000 1.517.875,14
C 2.000 3 6.000 1.821.428,57
14.000 4.250.000
Setelah mempelajari konsep dan cara perhitungan harga pokok produk gabungan, maka
tidak lengkap jika tidak membahas harga pokok produk sampingan. Hal ini dapat dimengerti
karena keduanya mempunyai hubungan yang erat. Dalam produk sampingan, yang menjadikan
permasalahan adalah bagaimana memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan
tersebut.
Pengakuan adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok
produk sampingan, biaya untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk
sampingan. Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya
dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan dengan
produk utama. Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa metode yang mengalokasikan biaya
bersama kepada produk utama dan produk sampingan. Metode-metode akuntansi yang dapat
diterima untuk menetapkan biaya produk sampingan dibagi dalam dua kategori, yaitu:
a) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai penghasilan diluar usaha.
Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan dikurangi
dengan returnya, dicatat dalam rekening “Pendapatan Penjualan Produk Sampingan” dan pada
akhir periode akuntansi ditutup ke rekening Rugi-Laba. Rekening pendapatan penjualan produk
sampingan dicantumkan dalam laporan Laba-Rugi pada kelompok penghasilan di luar usaha
(other income).
Metode ini tidak mencoba untuk menentukan harga pokok sampingan. Metode ini cocok
bila digunakan pada perusahaan yang:
- Nilai produk sampingnya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan.
- Penggunaan metode yang lebih teliti tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
- Pemisahan produk sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan pembebanan harga
pokok produk sampingan pada produk utama tidak mengakibatkan perbedaan yang mencolok
pada harga pokok produk utama.
Terdapat beberapa kekurangan pada metode pendapatan penjualan produk sampingan
dicatat sebagai penghasilan diluar usaha, yaitu:
- Apabila pada akhir periode akuntansi terdapat persediaan pokok sampingan, maka timbul
masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan. Pada umumnya
persediaan akhir produk sampingan tidak diadakan penilaian sehingga mengakibatkan harga
pokok persediaan produk utama lebih besar.
- Dapat mengakibatkan perbandingan pendapatan dan biaya yang kurang tepat karena perbedaan
periode akuntansi. Pada saat produk sampingan selesai diproduksi tidak ada pencatatan jurnal,
pencatatan dilakukan ketika produk dijual. Apabila produksi dan penjualannya tidak dalam satu
periode maka perhitungan pendapatan dan biaya menjadi kurang tepat.
- Tidak adanya pengawasan dari terhadap persediaaan produk sampingan mengakibatkan rawan
terjadi penggelapan.
- Dapat mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.
Contoh : Diketahui data dari kegiatan operasional perusahaan “ABC” sebagai berikut:
Metode ini merupakan variasi dari metode pertama. Semua biaya produksi dikurangkan dari
pendapatan penjualan semua produk (baik utama maupun sampingan) untuk mendapatkan laba
bruto. Dalam metode ini tidak ada alokasi biaya bersama seperti dalam metode pertama.
Dengan menggunakan data perusahaan “ABC”, maka laporan laba-rugi menggunakan
metode ini akan tampak sebagai berikut:
Penjualan Rp 10.125.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000+
Penjualan bersih Rp 10.725.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000
Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia dijual Rp 8.350.000
Persediaan akhir (3.200 xRp 500) Rp 1.600.000 -
Rp 6.750.000-
Laba Kotor Rp 3.975.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000-
Laba operasi Rp 1.050.000
Dari laporan laba rugi diatas, ditampilkan Rp600.000 dari penjualan produk sampingan
sebagai tambahan penjualan produk utama. Akibatnya total pendapatan menjadi Rp
10.725.000,00. Sedangkan angka lainnya tetap sama.
c) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan.
Dari data perusahaan “ABC”, jika dibuat laporan laba-rugi dengan metode in maka akan
menjadi:
Penjualan Rp 10.125.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000
Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia dijual Rp 8.350.000
Persediaan akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000 -
Harga pokok penjualan Rp 6.750.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000 -
Rp 6.150.000 -
Laba Kotor Rp 3.975.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000 -
Laba operasi Rp 1.050.000
Dalam kasus ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada
harga pokok penjualan sehingga HPP menjadi Rp6.150.000 (HPP sebelum dikurangkan sebesar
Rp 6.750.000).
d) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang total biaya produksi.
Pada metode ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada
total biaya produksi sebesar Rp 8.100.000 sehingga menghasilkan biaya produksi netto sebesar
Rp7.500.000. Pegurangan ini menyebabkan biaya per unit rata-rata menjadi Rp464,07
(7.500.000+250.000 : 16.700) Konsekuansinya persediaan akhir sebesar Rp 1.600.000,00
menjadi Rp1.485.024,00
Laporan laba rugi akan tampak sebagai berikut :
Penjualan Rp 10.125.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (500x500) Rp 250.000
Total biaya produksi (16.200 x 500) Rp 8.100.000
Pendapatan penjualan PS Rp 600.000-
Rp 7.500.000+
Tersedia dijual Rp 7.750.000
Persediaan akhir (3.200 x 464,07) Rp 1.485.024 -
Rp 6.264.976 -
Laba Kotor Rp 3.860.024
Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000 -
Laba operasi Rp 935.024
2. Produk sampingan memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama atau
pengakuan atas pendapatan bersih.
Dalam metode ini disadari kebutuhan untuk membebankan sebagian biaya ke produksi
sampingan. Tetapi bukan berarti mengalokasikan biaya produk utama ke produk sampingan.
Biaya pemrosesan dan pemasaran produk sampingan setelah pemisahan dicatat dalam perkiraan
yang berbeda dengan produk utama. Angka-angka yang ada tetap akan diperhitungkan didalam
laporan laba-rugi sesuai dengan metode yang ada pada metode pertama.
Ayat jurnal dalam metode ini juga terdiri atas pembebanan biaya setelah pemisahan (proses
lanjutan) terhadap hasil penjualan produk sampingan. Beban pemasaran dan administrasi juga
dialokasikan kedalam produk sampingan sesuai tarif yang telah direncanakan sebelumnya.
Dalam metode ini hasil penjualan bersih produk sampingan dapat dihitung, yaitu :
Pendapatan bersih produk sampingan inilah yang nantinya akan dimaksukkan pada
perhitungan laporan laba-rugi.
Seperti metode pertama, dalam menghitung harga pokok produk sampingan metode kedua
juga bisa dilkaukan dengan metode-metode yang ada pada metode pertama, yaitu:
1. Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau pendapatan lain-lain.
2. Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama.
3. Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan.
4. Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.
b. Metode-Metode Harga Pokok (Cost Methods)
Dalam metode ini pengalokasian biaya produk sampingan hampir sama dengan produk
bersama yaitu sebagian biaya bersama dialokasikan kepada produk sampingan dan menentukan
harga pokok persediaan produk sampingan dengan biaya yang dialokasikan tersebut. Ada dua
metode yang berdasarkan dpada metode harga pokok, yaitu:
1. Metode biaya pengganti
Metode biaya pengganti biasanya digunakan pada perusahaan yang produk sampingannya
digunakan sendiri, sehingga tidak perlu membeli bahan dari pemasok luar. Harga pokok yang
diperhitungkan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti (replacement cost) yang berlaku
di pasar. Harga pokok ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam Proses-Biaya
Bahan Baku (BDP-BBB), sehingga mengurangi biaya produksi produk utama. Pengurangan
biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan harga pokok persediaan produk utama
menjadi lebih rendah.
Contoh:
Misalkan diketahui data sebagai berikut :
Jumlah biaya produksi untuk 10.000kg produk utama 700.000
Pendapatan penjualan (9000 x 120) 1.080.000
Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam pengolahan produk 50.000
utama
Biaya pemasaran dan administrasi&umum 100.000
Persediaan akhir produk 1000kg
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi.2010.Akuntansi Biaya.Yogyakarta.:Ykpn