Anda di halaman 1dari 107

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PERILAKU


IMUNISASI DASAR DI WILAYAH POSYANDU ROSMERAH
RW 010 TANAH TINGGI, JAKARTA PUSAT TAHUN 2017
DAN TINJAUANNYA MENURUT ISLAM

Disusun oleh :

RAFA” ASSIDIQ

NPM 1102014218

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

TAHUN 2017

i
SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PERILAKU IMUNISASI


DASAR DI WILAYAH POSYANDU ROSMERAH RW 010 TANAH
TINGGI, JAKARTA PUSAT TAHUN 2017 DAN TINJAUANNYA
MENURUT ISLAM

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Rafa” Assidiq
1102014218

Telah dipertahankan di depan dewan penguji


Pada tanggal 26 Februari 2018

Susunan Dewan Penguji

Pembimbing Klinis Pembimbing Agama

Dr. Dini Widianti, MKK H. Irwandi M. Zen, Lc, MA


Penguji

Dr. Dian Mardhiyah, MKK


Komisi Skripsi

Dr. Lilian Batubara, M.kes

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Tanggal 26 Februari 2018

Dr. Hj. Rika Yuliwulandari, M.Sc., Ph.D.


Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
ii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Rafa” Assidiq

NPM : 1102014218

Fakultas : Kedokteran

Universitas : YARSI

Judul : Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Perilaku Imunisasi


Dasar Di Wilayah Posyandu Rosmerah Rw 010 Tanah
Tinggi, Jakarta Pusat Tahun 2017 dan Tinjauannya
Menurut Islam

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi ini benar karya Saya sendiri
dan bukan merupakan karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi serta dari yang Saya ketahui bukan pula
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang menjadi rujukan di dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Jakarta, 26 Februari 2018

Yang menyatakan,

Rafa” Assidiq

iii
KETERANGAN KELAYAKAN ETIK

iv
v
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PERILAKU IMUNISASI DASAR DI
WILAYAH POSYANDU ROSMERAH RW 010 TANAH TINGGI, JAKARTA PUSAT
TAHUN 2017 DAN TINJAUANNYA MENURUT ISLAM

Rafa” Assidiq1, Dini Widianti2, Irwandi M. Zen3

ABSTRAK

Latar Belakang: Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular khususnya
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yang diberikan kepada tidak hanya anak
sejak masih bayi hingga remaja tetapi juga kepada dewasa. Menurut angka estimasi yang
dikeluarkan oleh WHO/UNICEF tahun 2015, hampir satu juta anak Indonesia tidak mendapatkan
imunisasi sama sekali atau tidak lengkap status imunisasinya. Di berbagai negara di dunia,
kurangnya persediaan vaksin, akses terhadap layanan kesehatan, kurangnya pengetahuan
masyarakat serta kecilnya dukungan  politis dan financial menjadi penyebab kesenjangan cakupan
imunisasi. Dalam pandangan Islam orang yang berpengetahuan itu memiliki kedudukan yang
tinggi di mata Allah SWT, selain itu imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang karena
imunisasi termasuk penjagaan diri dari penyakit sebelum terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap perilaku imunisasi dasar.
Metode: Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan teknik
survei menggunakan kuesioner dan secara cross sectional. Populasi dan sampel penelitian ini
adalah responden atau ibu yang berkunjung ke Posyandu Rosmerah dan yang berada di wilayah
Rw 010 Tanah Tinggi, Jakarta Pusat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penetapan
sampel menggunakan purposive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan
wawancara terpimpin secara langsung dan melakukan pengisian kuesioner serta checklist KMS.
Analisis data menggunakan uji Chi-Square.
Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan kategori pengetahuan kurang
sebagian besar melakukan imunisasi dasar lengkap, yaitu sebanyak 39 orang (39%), sedangkan
yang melakukan imunisasi dasar tidak lengkap, yaitu sebanyak 1 orang (1%). Pada responden
dengan kategori pengetahuan baik yang melakukan imunisasi dasar lengkap, yaitu sebanyak 36
orang (36%) dan yang melakukan imunisasi dasar tidak lengkap, yaitu sebanyak 2 orang (2%).
Pada responden dengan kategori pengetahuan sedang yang melakukan imunisasi dasar lengkap,
yaitu sebanyak 21 orang (21%) dan yang melakukan imunisasi dasar tidak lengkap, yaitu sebanyak
1 orang (1%). Berdasarkan hasil statistik Chi Square didapatkan p-value sebesar 0,815.
Simpulan: Gambaran pengetahuan ibu di wilayah posyandu rosmerah sebagian besar memiliki
pengetahuan yang kurang dan gambaran perilaku imunisasi dasar di wilayah tersebut sudah cukup
baik. Tidak ada hubungan pengetahuan ibu terhadap perilaku imunisasi dasar di wilayah posyandu
rosmerah. Menurut pandangan Islam orang yang berpengetahuan itu memiliki kedudukan yang
tinggi di mata Allah SWT dan imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang.

Kata Kunci: pengetahuan ibu, perilaku imunisasi dasar


1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta
2
Staf pengajar bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta
3
Staf pengajar bagian Agama Islam Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta

vi
RELATIONSHIP OF MOTHER KNOWLEDGE ON BASIC IMMUNIZATION BEHAVIOR
IN THE POSYANDU ROSMERAH RW 010 HIGH TANAH REGION, JAKARTA CENTER
IN 2017 AND REVIEW IN ISLAM

Rafa” Assidiq1, Dini Widianti 2, Irwandi M. Zen3

ABSTRACT

Background: Immunization is one of the ways of prevention of infectious diseases, especially


Immunizable Diseases (PD3I) that are given to not only children from infancy to adolescence but
also to adults. According to estimates released by WHO / UNICEF in 2015, nearly one million
Indonesian children are not immunized or completely immunized. In many countries around the
world, lack of vaccine supplies, access to health care, lack of community knowledge and little
political and financial support are the cause of immunization coverage gaps. In the view of Islam
the knowledgeable person has a high position in the eyes of Allah SWT, besides the legal
immunization may and is not forbidden because immunization including self-preservation of the
disease before it occurs. This study aims to determine the relationship of mother knowledge to
basic immunization behavior.
Method: The type of research used in this study is descriptive analytic with survey techniques
using questionnaires and cross sectional. The population and sample of this study were
respondents or mothers who visited Rosmerah Posyandu and those in Rw 010 Tanah Tinggi,
Central Jakarta who met the inclusion and exclusion criteria. Sample determination using
purposive sampling. Data retrieval is done by conducting direct guided interviews and filling out
questionnaires and KMS checklists. Data analysis using Chi-Square test.
Result: From the result of the research, it is found that the respondent with the less knowledge
category mostly do the complete basic immunization, that is 39 people (39%), while the basic
immunization is not complete, that is 1 person (1%). In the respondents with the category of good
knowledge that did complete basic immunization, that is as much 36 people (36%) and who do
basic immunization incomplete, that is as much as 2 person (2%). In respondents with moderate
knowledge category that did the complete basic immunization, that is 21 people (21%) and who
did the basic immunization is not complete, that is as much as 1 person (1%). Based on statistical
results obtained Chi Square p-value of 0.815.
Conclusion: The description of mother's knowledge in the posyandu rosmerah area is mostly
knowledgeable and the basic immunization behavior in the area is good enough. There is no
relationship of mother knowledge to basic immunization behavior in posyandu rosmerah area.
According to Islam's view the knowledgeable person has a high position in the eyes of Allah and
the immunization of the law may and is not forbidden.

Keywords: mother's knowledge, basic immunization behavior


1
Student of Faculty of Medicine YARSI University Jakarta
2
Staff faculty section of Public Health Sciences Faculty of Medicine YARSI University Jakarta
3
Staff of Islamic Religion Department Faculty of Medicine YARSI University Jakarta

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan nikmat dan rahmat-Nya. Shalawat dan salam selalu
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-
sahabatnya hingga akhir zaman. Atas ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skipsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Perilaku Imunisasi
Dasar Di Wilayah Posyandu Rosmerah Rw 010 Tanah Tinggi, Jakarta Pusat
Tahun 2017 dan Tinjauannya Menurut Islam”. Skripsi ini dibuat sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi. Pada penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis banyak
mendapatkan bimbingan, dukungan, serta kerjasama dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dini Widianti, MKK selaku dosen pembimbing akademik yang telah
meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya dan memberikan segala
perhatian, nasehat, dan do’a, serta membantu membangun kepercayaan
penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. H. Irwandi M. Zen, Lc, MA selaku dosen pembimbing agama Islam yang
telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya dan memberikan segala
perhatian, nasehat, dan do’a, serta membantu membangun kepercayaan
penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. dr. Hj. Rika Yuliwulandari, M.Sc., PhD selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi Jakarta.
4. dr. Zwasta Pribadi M., MmedEd selaku Ka. Prodi Akademik Kedokteran
Umum Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta.

viii
5. dr. H. Lilian Batubara, M. Kes selaku ketua komisi skripsi.
6. dr. Citra dewi, M.Kes, DipIDK selaku dosen penguji proposal skripsi dan dr.
Dian Mardhiyah, MKK selaku dosen penguji hasil penelitian skripsi.
7. Ayanda H. Dikdik Muhammad Sidik dan ibunda Hj. Leni Sumarna atas doa,
kasih sayang, motivasi, nasihat, dan segala dukungan yang telah diberikan
kepada penulis, baik berupa moril ataupun materiil.
8. Calon pendamping hidup Mochamad Rafli Efendi, S.E atas doa, kasih
sayang, motivasi, nasihat, dan segala dukungan yang telah diberikan kepada
penulis, baik berupa moril ataupun materiil.
9. Adik-adik Ghazi Fawaz Sidiq, Zhaqi Fawaz Sidiq, dan Ramzi Fawaz Sidiq,
Tante Linda Oktavia dan Alma Kamaliah, Om ipar Tedi dan Alif, serta
keponakan tersayang Aldebaran Nabhan Pradifta dan Nafisa Rahmeida
Ghania atas segala perhatian, semangat, dan nasihat yang selalu diberikan
kepada penulis.
10. Sahabat Azkya Raviatul ulfhi, Mutammima Rizqiyani, Nabila Kurniati, Perty
Hasanah, Puput Aurelia yang telah memberi motivasi, semangat, dukungan,
bantuan, dan nasihat yang telah diberikan kepada penulis.
11. Kader Posyandu Rosmerah Ibu Elin yang telah bersedia membantu kami
dalam pelaksanaan penelitian ini.
12. Ibu-ibu yang berkunjung ke Posyandu Rosmerah dan yang berada di wilayah
Rw 010 Tanah Tinggi, Jakarta pusat yang telah bersedia menjadi responden
penelitian pada skripsi ini.
13. Teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta angkatan 2014
yang telah bertukar pikiran dan saling mendoakan.
14. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian yang tidak bisa disebutkan satu
per satu.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun
dari segi isi materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun untuk perbaikan pada penulisan dan
penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat membawa manfaat bagi

ix
semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Aamiin ya rabbal’alamin.

Wa’alaikumus salam wa rahmatullahi wa barakatuh

Jakarta, 6 Februari 2018

Penulis

DAFTAR ISI

x
HALAMAN JUDUL .............................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................ii

SURAT PERNYATAAN.....................................................................................iii

KETERANGAN KELAYAKAN ETIK...............................................................iv

ABSTRAK.............................................................................................................v

KATA PENGANTAR.........................................................................................vii

DAFTAR ISI.........................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xiii

DAFTAR TABEL..............................................................................................xiii

BAB I.....................................................................................................................1

PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..............................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................5
1.3. Pertanyaan Penelitian....................................................................................5
1.4. Tujuan Penelitian...........................................................................................5
1.4.1. Umun................................................................................................................5
1.4.2 Khusus...............................................................................................................5
1.5. Manfaat Penelitian.........................................................................................6
1.5.1. Bagi Peneliti.....................................................................................................6
1.5.2 Bagi Universitas................................................................................................6
1.5.3 Bagi Masyarakat................................................................................................6
BAB II...................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................7

2.1. Pengetahuan (knowledge)..............................................................................7


2.2. Perilaku Kesehatan........................................................................................9
2.2.1 Konsep Perilaku Kesehatan........................................................................9
2.2.2 Perilaku Kesehatan...................................................................................12
2.2.3 Perilaku Imunisasi....................................................................................13

xi
2.3 Imunisasi......................................................................................................14
2.3.1 Pengertian Imunisasi................................................................................14
2.3.2 Tujuan Imunisasi......................................................................................16
2.3.3 Manfaat Imunisasi....................................................................................16
2.3.4 Jadwal Imunisasi......................................................................................17
2.3.5 Jenis-jenis Imunisasi Dasar.......................................................................17
2.4 Kerangka Teori.............................................................................................21
2.5 Kerangka Konsep.........................................................................................22
2.6 Perumusan Hipotesis....................................................................................22
2.7 Definisi Operasional.....................................................................................22
BAB III................................................................................................................24

METODE PENELITIAN....................................................................................24

3.1. Jenis Penelitian............................................................................................24


3.2. Rancangan Penelitian..................................................................................24
3.3. Populasi.......................................................................................................24
3.4. Sampel.........................................................................................................24
3.5 Cara Penetapan Sampel................................................................................25
3.6 Penetapan Besar Sampel..............................................................................25
3.7. Jenis Data....................................................................................................25
3.8 Analisis Data................................................................................................25
3.9 Alur penelitian..............................................................................................26
BAB IV................................................................................................................27

HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................27

4.1. Hasil Penelitian........................................................................................27


4.2. Pembahasan.............................................................................................33
BAB V.................................................................................................................36

TINJAUAN ISLAM TERHADAP HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN


PERILAKU IMUNISASI DASAR...................................................................36

5.1 Ilmu Pengetahuan Menurut Pandangan Islam.........................................36

xii
5.2 Imunisasi Menurut Pandangan Islam......................................................50
5.3 Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Perilaku Imunisasi Menurut
Pandangan Islam.................................................................................................61
BAB VI................................................................................................................64

KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................64

6.1. Kesimpulan..............................................................................................64
6.2. Saran........................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................66

Lampiran 1...........................................................................................................68

JADWAL PENELITIAN...................................................................................68
Lampiran 2...........................................................................................................69

ANGGARAN PENELITIAN.............................................................................69
Lampiran 3...........................................................................................................70

BIODATA PENELITI.......................................................................................70
Lampiran 4...........................................................................................................71

Informed Consent...............................................................................................71
FORMULIR INFORMED CONSENT..............................................................71
Lampiran 5...........................................................................................................72

FORM KUESIONER.........................................................................................72
Lampiran 6...........................................................................................................76

FORM CHECKLIST KMS dan WAWANCARA.............................................76


Lampiran 7...........................................................................................................77

HASIL ANALISIS SPSS...................................................................................77


Lampiran 8...........................................................................................................89

DOKUMENTASI...............................................................................................89
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Jadwal Imunisasi ....................................................................17

xiii
Gambar 2.2. Kerangka Teori ...................................................................... 21

Gambar 2.3 Kerangka Konsep ....................................................................22

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perilaku Imunisasi ..................................................................... 14

Tabel 2.2. Definisi Operasional .................................................................. 23

Tabel 3.1. Alur Penelitian ...........................................................................26

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ..................28

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan .........29

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ...........29

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan .......30

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Anak Responden Berdasarkan Umur ........31

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Anak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


......................................................................................................................31

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Anak Responden Berdasarkan Imunisasi ..32

Tabel 4.8. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Perilaku Imunisasi Dasar di


Wilayah Posyandu Rosmerah Rw 010 Tanah Tinggi, Jakarta Pusat Tahun
2017 ............................................................................................................33

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular
khususnya Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yang
diberikan kepada tidak hanya anak sejak masih bayi hingga remaja tetapi juga
kepada dewasa. Imunisasi merupakan salah satu investasi kesehatan yang paling
cost-effective (murah), karena terbukti dapat mencegah dan mengurangi kejadian
sakit, cacat, dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian
tiap tahunnya. (Pusdatin Kemkes RI, 2016: 1)

Diperkirakan di seluruh dunia, pada tahun 2013, 1 dari 5 anak atau sekitar
21,8 juta anak tidak mendapakan imunisasi yang bisa menyelamatkan nyawa
mereka. Di Indonesia, Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) mencapai 86,8%, dan perlu
ditingkatkan hingga mencapai target 93% di tahun 2019. Universal Child
Immunization (UCI) desa yang kini mencapai 82,9% perlu ditingkatkan hingga
mencapai 92% di tahun 2019. (Depkes, 2015)

Namun, hasil cakupan imunisasi secara nasional terus alami peningkatan.


Berdasarkan Evaluasi Program Imunisasi selama 2015-2016 yang dilaporkan
kepada Kantor Sekretariat Presiden RI, cakupan imunisasi dasar lengkap pada
bayi mencapai 86,9% pada 2015 dengan target yang ditetapkan untuk tahun ini
yaitu 91% dan 91,6% pada 2016 dengan target yang harus dicapai adalah 91,5%.
(Depkes, 2017)

Pada tahun 2015 terdapat tiga provinsi yang memiliki capaian tertinggi
yaitu DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah sebesar 100%. Sedangkan
Provinsi Papua Barat memiliki capaian terendah (54,66%), diikuti oleh Riau
ssebesar 57,67%, dan Aceh sebesar 67.56%. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015:
133)

1
Persentase desa atau kelurahan yang mencapai “Universal Child
Immunization” (UCI) di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 mencapai 100%.
Angka tersebut mencapai target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang
ditetapkan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta maupun Kementerian
Kesehatan R.I. (Profil kesehatan provinsi DKI Jakarta, 2016: 19)

Meskipun cakupan secara nasional sudah mencapai target, kesenjangan


cakupan di beberapa daerah masih ada. Masih terdapat anak-anak yang sama
sekali belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap imunisasinya. Menurut
angka estimasi yang dikeluarkan oleh WHO/UNICEF tahun 2015, hampir satu
juta anak Indonesia tidak mendapatkan imunisasi sama sekali atau tidak lengkap
status imunisasinya. (Depkes, 2017)

Di berbagai negara di dunia, kurangnya persediaan vaksin, akses terhadap


layanan kesehatan, kurangnya pengetahuan masyarakat serta kecilnya dukungan 
politis dan financial menjadi penyebab kesenjangan cakupan imunisasi. Kondisi
geografis Indonesia juga merupakan tantangan bagi program imunisasi, selain
kurangnya pengetahuan masyarakat dan kurangnya informasi tentang imunisasi,
Pemerintah juga telah menggiatkan program promosi kesehatan dalam rangka
penyebarluasan informasi tentang pentingnya imunisasi. (Depkes, 2015)

Penelitian yang dibuat oleh Hijani dkk, (2014) yang berjudul hubungan
pengetahuan ibu tentang imunisasi terhadap imunisasi dasar pada balita di wilayah
kerja puskesmas Dumai kota kelurahan Dumai Kota. Dari penelitian tersebut
didapatkan hasil analisa hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada balita dengan menggunakan uji chi-square
menunjukkan p value sebesar 0,000 dimana p value < 0.05. Hal ini berarti dapat
disimpulkan ada hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota
Kelurahan Dumai Kota. (Hijani et.al, 2014: 6)

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Dewi et.al (2013) di Kelurahan
Parupuk Tabing Kota Padang diketahui bahwa persentase pemberian imunisasi

2
dasar lengkap lebih banyak pada ibu yang mempunyai pengetahuan cukup yaitu
sebesar 87,5% dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan kurang yaitu
sebesar 4,3%. Hal ini menunjukkan bahwa peran pengetahuan Ibu tentang
imunisasi dasar sangat berpengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada
bayi (Dewi et.al, 2013). Dan bersadarkan penelitian lain yang dilakukan oleh
Yusnidar pada tahun 2012 di Kelurahan Sidorame Barat II Medan Perjuangan
yang menyatakan bahwa dari 39 responden, didapatkan 20 orang (51,3%)
memiliki pengetahuan tentang imunisasi dasar yang cukup dan kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi sebagian besar adalah lengkap yaitu 30 orang (76,9%),
sehingga terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar
dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan di Lingkungan IX
Kelurahan Sidorame Barat II Medan Pejuangan. (Hijani et.al, 2014: 3)

Dari survey yang telah dilakukan, didapatkan data dari posyandu


Rosmerah RW 010 Tanah Tinggi, Jakarta Pusat bahwa cakupan imunisasi selama
5 tahun terakhir dari 279 balita, dibagi menjadi : lengkap (16%), tidak lengkap
(9%) dan tidak imunisasi di posyandu tersebut (75%). Berdasarkan laporan yang
didapatkan dari kader posyandu Rosmerah RW 010, semua imunisasi dasar dapat
dilakukan di posyandu tersebut kecuali imunisasi BCG, hal tersebut dikarenakan
adanya pertimbangan bahwa imunisasi BCG dalam penggunaannya harus habis
dalam satu kali pemakaian dalam kegiatan imunisasi bulanan. Selain itu, balita
yang tidak imunisasi di posyandu rosmerah bukan berarti tidak melakukan
imunisasi sama sekali tetapi ada kemungkinan melakukan imunisasi di tempat lain
seperti di bidan, puskesmas dan rumah sakit.

Berkali-kali pula al-Qur`an menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang


yang berpengetahuan. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur`an:

‫ح هّٰللا ُ لَـ ُكمۡ‌ ۚ َواِ َذا قِ ۡي َل‬ ۡ ۡ ِ ِ‫ٰۤياَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡۤوا اِ َذا قِ ۡي َل لَـ ُكمۡ تَفَ َّسح ُۡوا فِى ۡال َم ٰجل‬
ِ ‫س فَاف َسح ُۡوا يَف َس‬
‫ت‌ؕ َوهّٰللا ُ بِ َما‬ٍ ‫ا ْن ُش ُز ۡوا فَا ْن ُش ُز ۡوا يَ ۡرفَ ِع هّٰللا ُ الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا ِم ۡن ُكمۡ ۙ َوالَّ ِذ ۡينَ اُ ۡوتُوا ۡال ِع ۡل َم َد َر ٰج‬
۱۱﴿ ‫﴾ت َۡع َملُ ۡونَ خَ بِ ۡي ٌر‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah
kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan

3
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu,” maka
berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah
Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mujadilah (58) : 11) (Khotimah,
2014: 71)
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena imunisasi termasuk
penjagaan diri dari penyakit sebelum terjadi. Rasulullah SAW bersabda:

‫ك ْاليَوْ ِم ُس ٌّم َوالَ ِسحْ ٌر‬


َ ِ‫ض َّرهُ فِ ْي َذ ل‬ ِ ‫صب ََّح ُك َّل يَوْ ٍم َس ْب َع تَ َم َرا‬
ُ َ‫ت َعجْ َو ٍة لَ ْم ي‬ َ َ‫َم ْن ت‬

“Barang siapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia terhindar
sehari itu dari racun dan sihir.” (HR. Al-Bukhari : 5768 dan Muslim : 4702)
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil
sebab untuk membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau
dikhawatirkan terjadi wabah penyakit lalu diimunisasi untuk membentengi diri
dari wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh
berobat tatkala terkena penyakit. (Yusuf, 2009)

Melihat dari beberapa penelitian dan data diatas, serta hasil survey yang
dilakukan menunjukkan bahwa masih rendahnya cakupan imunisasi dasar di
Indonesia dan peran pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar sangat berpengaruh
terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan. Sehingga perlu
adanya penelitian mengenai bagaimana hubungan pengetahuan ibu dengan
perilaku imunisasi dasar di Posyandu Rosmerah Rw 010 Tanah Tinggi, Jakarta
Pusat.

4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Hubungan Pengetahuan Ibu terhadap Perilaku Imunisasi
Dasar di Wilayah Posyandu Rosmerah Rw 010 Tanah Tinggi, Jakarta Pusat Tahun
2017 dan Tinjauannya Menurut Islam”.

1.3. Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu di Wilayah Posyandu Rosmerah?
2. Bagaimana gambaran perilaku imunisasi dasar di Wilayah Posyandu
Rosmerah?
3. Apakah ada hubungan pengetahuan ibu terhadap perilaku imunisasi dasar
di Wilayah Posyandu Rosmerah?
4. Bagaimana hubungan pengetahuan ibu dengan perilaku imunisasi dasar
dilihat dari pandangan Agama Islam ?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Umun
Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Perilaku
Imunisasi Dasar di Wilayah Posyandu Rosmerah Rw 010 Tanah Tinggi, Jakarta
Pusat Tahun 2017 dan Tinjauannya Menurut Islam.

1.4.2 Khusus
- Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu di Wilayah Posyandu Rosmerah.
- Diketahuinya gambaran perilaku imunisasi dasar di Wilayah Posyandu
Rosmerah.
- Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu dengan perilaku imunisasi dasar
di Wilayah Posyandu Rosmerah.
- Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu dengan perilaku imunisasi dasar
dilihat dari pandangan Agama Islam.

5
1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Peneliti


Peneliti dapat mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap perilaku
imunisasi dasar dan tinjauannya menurut Islam.

1.5.2 Bagi Universitas


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dan referensi untuk penelitian
selanjutnya.

1.5.3 Bagi Masyarakat


Penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi
masyarakat umum tentang hubungan pengetahuan ibu terhadap perilaku
imunisasi dasar anak sehingga bisa lebih memperhatikan imunisasi dasar pada
anaknya.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan (knowledge)


Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk


terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang disarankan


oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yang disebut AIETA, yakni:

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti


mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjurnya Rogers menyimpulkan


bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

7
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini, dimana didasari dengan pengetahuan dan sikap yang positif maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak
berlangsung lama. Satu contoh dapat dikemukakan disini, ibu-ibu peserta KB
yang diperintahkan oleh lurah atau ketua RT, tanpa ibu-ibu tersebut mengetahu
makna dan tujuan KB, mereka akan segera keluar dari peserta KB setelah
beberapa saat perintah tersebut diterima.

Pengetahuan yang dicakup dam domain kognitif mempunyai enam tingkat,


yakni:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari


sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar


tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan meteri yang


telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu


objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

8
5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakan atau


menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesi itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jastifikasi


atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteri-
kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket


yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ini kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas. (Notoatmodjo, 2011: 147-150)

2.2. Perilaku Kesehatan

2.2.1 Konsep Perilaku Kesehatan


Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah
suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia
mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi,
berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity)
seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dapat
dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut,
baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme


tersebut dipengaruhi baik oleh factor genetic (keturunan) dan lingkungan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa factor genetic dan lingkungan itu merupakan
penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau

9
factor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku
makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau
lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara
kedua factor dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning
process).

Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku


merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan dan
respons. Ia membedakan adanya dua respons, yakni:

1. Responden respons atau reflexive response, ialah respons yang


ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Pada umumnya
perangsangan-perangsangan yang demikian ini mendahului respons yang
ditimbulkan. Responden respons (respondent behavior) ini mencakup juga
emosi respons atau emotional behaviour.
2. Operant response atau instrumental respons, adalah respons yang
ditimbulkan dan berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu.
Perangsangan semacam ini disebut reinforcing stimulus atau reinforce,
karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang
telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsangan yang
demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang
telah dilakukan.

Di dalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama (respondent


response atau respondent behavior) sangat terbatas keberadaannya pada manusia.
Hal ini disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan respons
kemungkinan untuk memodifikasikannya adalah sangat kecil. Sebaliknya operant
response atau instrumental behaviour merupakan bagian terbesar dari perilaku
manusia, dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar, bahkan dapat
dikatakan tidak terbatas. Focus teori Skinner ini adalah pada respons atau jenis
perilaku yang kedua ini.

10
a. Prosedur pembentukan perilaku

Seperti telah disebutkan di atas sebagian besar perilaku manusia adalah


operant response. Untuk itu, membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu
diciptakan adanya suatu kondisi tertentu, yang disebut operant conditioning.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant corditioning ini menurut Skinner
adalah sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau


reinforce berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan
dibentuk.
2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil
yang membentuk perilaku yang dikehendaki.
3. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai
tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk
masing-masing komponen tersebut.
4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan
komponen yang telah disusun.

b. Bentuk perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme


atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut. Respons
ini berbentuk dua macam, yakni:

1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.
Misalnya, berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
Misalnya, seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu
penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke
Puskesmas untuk diimunisasi. Dari contoh tersebut terlihat bahwa si ibu
telah tahu guna imunisasi. Oleh sebab itu perilaku ini masih terselubung
(covert behaviour), atau perilaku tertutup.

11
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung. Misalnya pada kedua contoh tersebut, si ibu sudah membawa
anaknya ke Puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi. Oleh
karena perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka
disebut ‘overt behaviour’, atau perilaku terbuka.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap


merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih
bersifat terselubung, dan disebut ‘covert behaviour’. Sedangkan tindakan nyata
seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus (practice) adalah ‘overt
behavior’.

2.2.2 Perilaku Kesehatan


Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.

Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau
perangsangan.

Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,


dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Sedangkan
stimulus atau perangsangan di sini terdiri empat unsur pokok, yakni: sakit atau
penyakit, system pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara
lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:

1. Perilaku seseorang terdapat sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia


berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dam mempersepsi
penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya),
maupun aktif (tindakan) yang dilakukan berhubungan dengan penyakit
dan sakit tersebut.
2. Perilaku terhadap system pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang
terhadap system pelayanan kesehatan baik system pelayanan kesehatan
modern maupun tradisional.

12
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
adalah respons seseorang terhadap lingkungan seabagai determinan
kesehatan manusia. Lingkungan perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan itu sendiri.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui


suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Factor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua,
yakni factor-faktor intern dan ekstern.

Factor intern mencakup: pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi,


motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.
Sedangkan factor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun nonfisik
seperti: iklim, manusia, social-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsespsi yang
tidak sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian proses-
proses psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan
respons menurut cara tertentu terhadap suatu objek. (Notoatmodjo, 2011: 135-
143)

2.2.3 Perilaku Imunisasi

Perilaku ibu untuk mengimunisasikan anak balitanya dengan lengkap atau


“UCI” (Universal Child Imunization) mengalami dinamika, namun secara umum
dari tahun 2004 sampai dengan 2007 memang mengalami kenaikan, meskipun
kenaikan yang tidak tajam. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

13
Tahun Imunisasi lengkap

2003 68,43

2004 75,23

2005 73,26

2006 71,18

Table 2.1. Perilaku Imunisasi

Sumber: Departemen Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia 2007

Meskipun dari tahun ke tahun persentase anak Balita yang memperoleh


imunisasi lengkap meningkat, tetapi peningkatan tersebut sangat kecil, rata-ata
hanya 2,0%. Bertolak dari persentase kenaikan tersebut, pada tahun 2010
diperkirakan anak balita yang mendapatkan imunisasi lengkap akan mencapai
sekitar 77,0%-80,0%. Hal ini berarti bahwa masih sekitar 20,0% lagi anak yang
belum dibawa ibunya untuk diimunisasikan lengkap, yang juga berarti bahwa
masih sekitar 20,0% anak Balita yang belum terlindung dari berbagai penyakit.
(Notoatmodjo, 2014: 161)

2.3 Imunisasi

2.3.1 Pengertian Imunisasi


Imunisasi atau vaksinasi merupakan teknologi yang sangat berhasil di
dunia kedokteran yang oleh Katz (1999) dikatakan sebagai “sumbangan ilmu
pengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan para ilmuwan di dunia ini”, satu
upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya
kesehatan lainnya. (Satgas Imunisasi IDAI, 2014: 5)

14
Istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama, padahal
keduanya jelas berbeda namun saling berkaitan. Imunisasi pasif adalah suatu
pemindahan atau transfer antibody secara pasif. Sedangkan, vaksinasi adalah
imunisasi aktif dengan pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang
pembentukan imunitas (antibody) oleh system imun di dalam tubuh.

Imunitas (antibody) secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua


macam immunoglobulin, yaitu immunoglobulin nonspesifik atau gammaglobulin
dan immunoglobulin spesifik yang berasal dari plasma donor yang pernah sakit
atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakut tertentu. Immunoglobulin yang
nonspesifik digunakan pada anak dengan defisiensi imunoglobilin sehingga
memberikan perlindungan dengan segara dan cepat. Namun, perlindungan
tersebut tidak berlangsung permanen melainkan hanya untuk beberapa minggu
saja. Sedangkan immunoglobulin yang spesifik diberikan kepada anak yang
belum terlindung karena belum pernah mendaatkan vaksinasi, kemudian terserang
penyakit misalnya difteri, tetanus, hepatitis A dan B.

Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan


paparan antigen yang berasal dari suatu pathogen. Antigen yang diberikan telah
dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun mampu
memproduksi antibody dan sel memori. Cara ini meniru infeksi alamiah yang
tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya
memberikan “infeksi ringan” yang tidak berbahaya namun cukup untuk
menyiapkan respons imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang
sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan
cepat membentuk antibody dan mematikan antigen/penyakit yang masuk tersebut.
(Satgas Imunisasi IDAI, 2014: 7)

Ada pengertian lain mengenai imunisasi dan vaksinasi, Imunisasi adalah


proses memasukkan antibody ke dalam tubuh agar didapatkan kekebalan yang
bersifat pasif. Kekebalan pasif adalah kekeblan yang tidak dibentuk sendiri oleh
tubuh. Sayangnya, kekebalan pasif tidak akan bertahan lama karena akan

15
dimetabolisme (pembentukan dan penguraian zat) oleh tubuh. Sedangkan,
vaksinasi adalah tindakan memberikan vaksin untuk merangsang pembentukan
imunitas secara aktif pada tubuh sehingga akan didapatkan kekebalan aktif.
Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibentuk sendiri oleh tubuh akibat
terpajan dengan mikroorganisme atau karena pemberian vaksin. Kekebalan aktif
yang telah terbentuk pada tubuh dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan
kekebalan pasif. Hal ini terjadi karena tubuh memiliki sel imun yang dapat
“mengingatkan” kekebalan jenis ini. Sel yang dapat “mengingat” mikroorganisme
ini dikenal sebagai del limfosit memori. (Satgas PP IDAI, 2014: 58)

Untuk memudahkan, dalam pembahasan selanjutnya istilah imunisasi dan


vaksinasi dianggap sama dalam penelitian ini.

2.3.2 Tujuan Imunisasi


Pemberian imunisasi kepada bayi/anak bertujuan:

- Untuk mencegah penyakit pada seseorang.


- Untuk mencegah penyakit tertentu pada kelompokan masyarakat.
- Untuk menghilangkan penyakit tertentu dari dunia. Contohnya adalah
imunisasi untuk menghilangkan penyakit cacar bopeng (variola) dan polio.
(Satgas PP IDAI, 2014: 59)

Tujuan pemberian imunisasi/vaksinasi juga adalah untuk membentuk


kekebalan demi mencegah penyakit pada diri sendiri dan penularan kepada orang
lain sehingga kejadian penyakit menular menurun, bahkan dapat menghilang dari
muka bumi. Kekebalan dapat disalurkan oleh ibu ke bayi yang dikandungnya,
tetapi tidak berlangsung lama. Itulah sebabnya kekebalan tubuh harus dibentuk
melalui pemberian imunisasi/vaksinasi ulangan pada bayi/anak pada waktu-waktu
yang sudah ditentukan. (Satgas PP IDAI, 2014: 67)

2.3.3 Manfaat Imunisasi


Vaksinasi memiliki banyak manfaat, baik untuk individu maupun
lingkungan, sebagai berikut:

16
- Melindungi bayi dan anak dari penyakit berbahaya.
- Mencegah terjadinya sakit berat, cacat, atau kematian.
- Mencegah meluasnya penyebaran penyakit tertentu.
- Memberantas penyakit-penyakit tertentu.
- Memberikan kekebalan secara tidak langsung kepada orang lansia yang
tinggal serumah (indirect effect). (Satgas PP IDAI, 2014: 43)

2.3.4 Jadwal Imunisasi

Gambar 2.1. Jadwal Imunisasi

2.3.5 Jenis-jenis Imunisasi Dasar


1. Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B harus diberikan segera setelah bayi lahir karena


imunisasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk
memutuskan rantai penularan penyakit hepatitis B dari ibu kepada bayinya segera

17
setelah lahir. Jadi, imunisasi hepatitis B-1 diberikan dalam jangka waktu 12 jam
setelah bayi dilahirkan. Ini mengingat walaupun hanya 3,9% ibu hamil yang
mengidap penyakit hepatitis B aktif, tetap mempunyai risiko penularan kepada
bayinya yang bisa mencapai 90%.

Imunisasi hepatitis B-2 diberikan 1 bulan (4 minggu) setelah pemberian


imunisasi hepatitis B-1, yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Imunisasi hepatitis B-3
diberikan ketika bayi mencapai umur 3-6 bulan.

Apabila sampai dengan umur 5 tahun anak belum pernah memperoleh


imunisasi hepatitis B, maka ia harus secepatnya mendapatkan imunisasi hepatitis
B. jadwal pemberiannya adalah tiga kali pemberian (catch-up vaccination).
(Satgas PP IDAI, 2014: 125-127)

2. Polio

Terdapat dua jenis vaksinasi polio yang berisi virus polio 1, 2, 3.

- OPV (Oral Polio Vaccine) berisi vaksina hidup yang dilemahkan. Cara
pemberian vaksinasi ini adalah dengan diteteskan di mulut.
- IPV (Inactived Polio Vaccine) berisi vaksin inaktif. Cara pemberiannya
adalah dengan disuntikan.

Kedua jenis imunisasi polio ini dapat dipakai secara bergantian. Vaksinasi
jenis IPV dapat diberikan kepada anak sehat ataupun anak yang menderita
penurunan kekebalan, dan dapat diberikan sebagai imunisasi dasar dan ulangan.
Vaksinasi IPV dapat juga diberikan bersamaan dengan pemberian vaksinasi DTP,
secara terpisah atau kombinasi.

Untuk imunisasi dasar (polio 1, 2, 3) diberikan ketika bayi berumur 2


bulan, 3-4 bulan, dan 4-6 bulan. Interval pemberian di antara dua imunisasi tidak
kurang dari empat minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak
imunisasi polio 4, dan imunisasi selanjutnya dilakukan saat masuk sekolah (usia
5-6 tahun).

18
Dalam rangka pemberantasan polio, masih diperlukan Pekan Imunisasi
Polio (PIN) yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Pada PIN, seluruh
anak balita harus mendapatkan imunisasi polio tetes tanpa memandang status
imunisasinya (kecuali kepada pasien penurunan kekebalan akan diberikan polio
suntikan) untuk memperkuat kekebalan di mukosa saluran cerna dan memutuskan
penyebaran virus polio liar. (Satgas PP IDAI, 2014: 129-130)

3. BCG (Tuberkulosis)

Imunisasi BCG diberikan sebelum bayi berumur 3 bulan. Namun, untuk


mencapai cakupan yang lebih luas, Kementrian Kesehatan Indonesia
menganjurkan vaksinasi BCG pada umur 0-2 bulan. Apabila BCG diberikan pada
umur lebih dari 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dulu.
Vaksinasi BCG diberikan apabila hasil uji tuberculin menunjukan negative.

Pemberian vaksinasi BCG ulangan tidak dianjurkan. Vaksin BCG


merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan kepada pasien dengan system
kekebalan yang rendah. Misalnya, kepada anak penderita leukimia, anak yang
sedang mendapatkan pengobatan steroid jangka panjang, atau anak yang
menderita infeksi HIV.

Vaksin BCG disuntikan di lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO, karena
lebih mudah dilakukan (jaringan lemaknya, koreng yang terbentuk tidak
mengganggu struktur otot setempat dibandingkan pemberian di daerah pantat atau
paha, dan sebagai tanda baku untuk keperluan diagnosis apabila diperlukan).
(Satgas PP IDAI, 2014: 124-125)

4. DTP (Difteria, Tetanus, Pertusis)

Saat ini telah ada vaksin DTaP (DTP dengan komponen acelluler
pertussis) di samping vaksin DTwP (DTP dengan komponen whole cell pertussis)
yang telah dipakai selama ini. Kedua vaksin DTP tersebut dapat digunakan dalam
jadwal imunisasi.

19
Imunisasi DTP dasar dapat diberikan tiga kali sejak bayi berumur 2 bulan,
dengan jarak 2-8 minggu. DTP tidak boleh diberikan sebelum bayi berusia 6
minggu. DTP-1 diberikan ketika bayi berumur 2 bulan, DTP-2 ketika bayi
berumur 4 bulan, dan DTP-3 ketika bayi berumur 6 bulan.

Ulangan (booster/penguat) DTP, atau DTP-4diberikan dalam waktu 1


tahun setelah pemberian DTP-3, yaitu ketika bayi berumur 18-24 bulan. DTP-5
diberikan saat anak masuk sekolah pada usia 5 tahun.

Pada usia 5 tahun seorang anak harus mendapatkan penguat ulangan DTP
untuk meningkatkan cakupan imunisasi ulangan, vaksinasi DTP diberikan pada
awal sekolah dasar dalam program Bulan Imunisai Anak Sekolah (BIAS).

Vaksin DTP dikombinasi dengan vaksin lain, yaitu hepatitis B, Hib, atau
polio injeksi (IPV).

A. Difteri
B. Tetanus

Salah satu tujuan imunisasi tetanus adalah untuk menurunkan kematian


akibat penyakit tetanus pada bayi baru lahir (tetanus neonatum). Jadwal
pemberian vaksinasi tetanus sama dengan jadwal pemberian vaksinasi DTP.

Program imunisasi mengharuskan seorang anak minimal mendapatkan


vaksinasi tetanus sebanyak lima kali untuk memberikan perlindungan seumur
hidup. Setiap wanita usia subur (WUS) telah mendapatkan perlindungan untuk
bayi yang akan dilahirkannya terhadap bahaya tetanus neonatum melalui
pemberian vaksinasi tetanus WUS dan vaksinasi tetanus pada ibu hamil.

C. Pertussis

(Satgas PP IDAI, 2014: 127-129)

5. HiB (Haemophyllus influenza tipe B)

20
Vaksinasi Hib diberikan dengan cara disuntikan kepada bayi ketika ia
berusia 2, 3-4, dan 4-6 bulan. Vaksinasi ini dapat juga diberikan dalam bentuk
vaksin kombinasi (DTwP/Hib, DTaP/Hib, DTwP/Hepatitis B/Hib, atau
DTaP/Hib/IPV). Pemberian vaksinasi Hib perlu diulang ketika anakberusia 15-18
bulan. Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali.

Pemberian vaksinasi kombinasi bertujuan untuk:

- Mempersingkat jadwal pemberian vaksinasi.


- Mengurangi jumlah suntikan.
- Mengurangi kunjungan ke lembaga kesehatan. (Satgas PP IDAI, 2014:
131-132)
6. Campak/Measles

Imunisasi campak pertama diberikan dengan cara disuntikan ketika bayi


berumur 9 bulan. Namun, ternyata kekebalan tidak bertahan lama sehingga
banyak anaj yang masih terkena campak walaupun telah diimunisasi. Sejak 2013
diberikan suntikan tambahan campak kedua pada umur 2 tahun dan saat kelas satu
SD (dalam program BIAS). (Satgas PP IDAI, 2014: 130-131)

2.4 Kerangka Teori

FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL

- PENGETAHUAN LINGKUNGAN SEKITAR


(FISIK / NONFISIK) :
- KECERDASAN
- PERSEPSI - IKLIM
- EMOSI - MANUSIA
- MOTIVASI - SOSIAL EKONOMI
- DAN - KEBUDAYAAN
SEBAGAINYA - DAN SEBAGAINYA

21
PERILAKU
(Notoatmodjo, 2011: 142 - 143)

Gambar 2.2. Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep


PERILAKU IMUNISASI
PENGETAHUAN IBU
DASAR
Gambar 2.3. Kerangka Konsep

2.6 Perumusan Hipotesis


- Hipotesis Nol (HO) : tidak ada hubungan pengetahuan ibu
terhadap perilaku imunisasi dasar
- Hipotesis Alternatif (H1) : ada hubungan pengetahuan ibu terhadap
perilaku imunisasi dasar

2.7 Definisi Operasional


Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala
Pengetahuan Segala sesuatu yang Wawancara Kuesioner Interprestasi hasil: Ordinal
Ibu diketahui responden tentang 1. baik: Jika bisa
imunisasi dasar seperti: menjawab ≥ 75%
1. program imunisasi dasar 2. sedang: Jika bisa
menjawab 65 – 74%
diberikan pada bayi usia 0-9
3. kurang: Jika
bulan. hanya bisa
menjawab < 65%
2. imunisasi dasar bisa
(sumber:
didapatkan di
Gordowardojo, 2014
posyandu/puskesmas.
: 4-5)
3. manfaat imunisasi dasar
adalah untuk mencegah dan
melindungi bayi dari
penyakit tertentu.
4. program imunisasi dasar

22
yaitu: hepatitis B, polio,
BCG, DTP, Hib, campak.
5. imunisasi dasar dapat
mencegah penyakit hepatitis
B, polio, TBC, difteri,
tetanus, pertussis,
meningitis, campak.
6. imunisasi dasar diberikan
sebanyak: hepatitis B 3x,
polio 4x, BCG 1x, DTP 3x,
Hib 3x, campak 1x.
7. imunisasi dasar diberikan
pada: hepatitis B (0,1,6
bulan), polio (0,2,4,6 bulan),
BCG (0-2 bulan), DTP
(2,4,6 bulan), Hib (2,4,6
bulan), campak (9 bulan).
Perilaku Anak melakukan imunisasi: KMS Checklist Ordinal
imunisasi 1. Hepatitis B Wawancara kuesioner Interprestasi hasil:
dasar 2. Polio terpimpin 1. lengkap: jika
3. BCG melakukan semua
4. DTP imunisasi dasar (= 6)
5. Hib 2. ≠ lengkap: jika
6. Campak tidak melakukan
sebagian imunisasi
dasar (< 6)
3. tidak imunisasi:
jika tidak melakukan
semua imunisasi
dasar
Tabel 2.2. Definisi Operasional

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah Deskriptif
Analitik.

3.2. Rancangan Penelitian


Rancangan yang dipakai adalah Study Cross Sectional yaitu suatu
penelitian untuk menentukan apakah paparan berkaitan dengan terjadinya suatu
kejadian dalam satu waktu.

3.3. Populasi
Populasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah responden / ibu
yang berkunjung ke Posyandu Rosmerah dan yang berada di wilayah Rw 010
Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.

3.4. Sampel
Sampel penelitian berdasarkan kriteria :

Inklusi

1. Bersedia menjadi responden


2. Responden tinggal di wilayah posyandu rosmerah
3. Responden memiliki anak usia > 1 tahun
4. Hanya mengambil 1 anak dari setiap responden

24
Ekslusi

1. Tidak bersedia menjadi responden


2. Responden tidak memiliki anak usia > 1 tahun

3.5 Cara Penetapan Sampel


Peneliti menetapkan sampel dengan cara sampel purposif yaitu sampel
ditetapkan secara sengaja.

3.6 Penetapan Besar Sampel


Penetapan sampel menggunakan purposive sampling ditetapkan secara
sengaja berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yaitu sebesar 100 sampel.

3.7. Jenis Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang
diperoleh secara langsung dari responden dan disajikan secara kuantitatif. Data
didapatkan dengan mengunjungi posyandu dan rumah-rumah warga diantar oleh
kader posyandu rosmerah.

3.8 Analisis Data


Pengolahan data dengan komputer dapat melalui tahap-tahap berikut :

1. Editing
Hasil wawancara kuesioner dari lapangan harus dilakukan penyuntingan
(editing) terlebih dahulu.
2. Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau sunting, selanjutnya dilakukan
“pengkodean” atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Memasukan Data (Data entry)
Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukan ke dalam program atau
“software” komputer.
4. Pembersihan Data (cleaning)

25
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalaha-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo,
2012).
5. Analisis data secara univariate dan bivariate dengan uji chai square.

3.9 Alur penelitian

Menentukan judul penelitian

Mengajukan usulan proposal

Uji proposal

Pengambilan data kuesioner

Pengolahan data dan analisa data

Penyajian Hasil Penelitian


Tabel 3.1. Alur Penelitian

26
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 di Wilayah
Posyandu Rosmerah RW 010 Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Subjek penelitian
adalah ibu yang memiliki anak berumur lebih dari 1 tahun dan bersedia mengikuti
penelitian ini. Saat melakukan pengisian kuesioner, sebelumnya dilakukan
briefing untuk memberitahu maksud dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam
kuesioner. Kemudian dilakukan wawancara terpimpin secara langsung oleh
peneliti menggunakan kuesioner. Berdasarkan penetapan sampel secara purposive
sampling atau sengaja ditentukan 100 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan
ekslusi.

4.1.1 Karakteristik Responden


4.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Dari jumlah sampel yang diteliti, umur subjek penelitian antara 15-50
tahun, diantaranya 1 orang berumur 15-19 tahun (1%), 11 orang berumur 20-24
tahun (11%), 25 orang berumur 25-29 tahun (25%), 31 orang berumur 30-34
tahun (31%), 20 orang berumur 35-40 tahun (20%), 8 orang berumur 41-44 tahun
(8%), dan 4 orang berumur 45-50 tahun (4%).
Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.1.

27
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi Persentase (%)
15-19 tahun 1 1,0
20-24 tahun 11 11,0
25-29 tahun 25 25,0
30-34 tahun 31 31,0
35-40 tahun 20 20,0
41-44 tahun 8 8,0
45-50 tahun 4 4,0
Total 100 100,0

4.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama

Dari jumlah sampel yang diteliti sebanyak 100 orang seluruhnya beragama
Islam (100%).

4.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Dari hasil wawancara terpimpin secara langsung kepada subjek penelitian,


didapatkan pendidikan pada ibu yang memiliki anak lebih dari 1 tahun pada bulan
November.

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel


4.2

28
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
D3 2 2,0
S1 5 5,0
SD 7 7,0
SLTA 5 5,0
SLTP 3 3,0
SMA 26 26,0
SMEA 3 3,0
SMK 25 25,0
SMP 24 24,0
Total 100 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa karakteristik responden


sebagian besar berpendidikan SMA yaitu 26 orang (26%).

4.1.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Dari hasil wawancara terpimpin secara langsung kepada subjek penelitian,


didapatkan pekerjaan pada ibu yang memiliki anak lebih dari 1 tahun pada bulan
November.

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada table 4.3

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Guru 1 1,0
IRT 85 85,0
Karyawan 8 8,0
Wiraswasta 6 6,0
Total 100 100,0

29
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa karakteristik responden
sebagian besar bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu 85 orang (85%).

4.1.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan

Dari hasil wawancara terpimpin secara langsung kepada subjek penelitian,


didapatkan pengetahuan ibu yang memiliki anak lebih dari 1 tahun pada bulan
November.

Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan ibu dapat dilihat pada


table 4.4

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan


Pengetahuan Ibu Frekuensi Persentase (%)
Kurang 40 40,0
Sedang 22 22,0
Baik 38 38,0
Total 100 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa pengetahuan ibu dikategorikan


menjadi 3 yaitu, kurang, sedang dan baik. Sehingga didapatkan kategori
pengetahuan ibu yang kurang sebanyak 40 orang (40%), kategori pengetahuan ibu
yang sedang sebanyak 22 orang (22%) dan kategori pengetahuan ibu yang baik
sebanyak 38 orang (38%).

4.1.2 Karakteristik Anak Responden


4.1.2.1 Karakteristik Anak Responden Berdasarkan Umur

Umur anak responden antara 1-10 tahun, diantaranya 22 orang berumur 1


tahun (22%), 17 orang berumur 2 tahun (17%), 31 orang berumur 3 tahun (31%),
16 orang berumur 4 tahun (16%), 5 orang berumur 5 tahun (5%), 5 orang berumur
6 tahun (5%), 2 orang berumur 8 tahun (2%), dan 2 orang berumur 10 tahun (2%).
Karakteristik anak responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
4.5.

30
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Anak Responden Berdasarkan Umur
Umur Anak Frekuensi Persentase (%)
1 tahun 22 22,0
2 tahun 17 17,0
3 tahun 31 31,0
4 tahun 16 16,0
5 tahun 5 5,0
6 tahun 5 5,0
8 tahun 2 2,0
10 tahun 2 2,0
Total 100 100,0

4.1.2.2 Karakteristik Anak Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin

Dari jumlah sampel yang diteliti, subjek penelitian memiliki anak terdiri
dari perempuan sebanyak 43 orang (43%) dan laki-laki sebanyak 57 orang (57%).
Karakteristik anak responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Anak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Anak Frekuensi Persentase (%)
Perempuan 43 43,0
Laki-laki 57 57,0
Total 100 100,0

4.1.2.3 Karakteristik Anak Responden Berdasarkan Imunisasi


Dasar

Dari hasil wawancara terpimpin secara langsung kepada subjek penelitian


dan melihat checklist imunisasi pada Kartu Menuju Sehat (KMS) anak didapatkan
gambaran imunisasi dasar yang dilakukan pada anak lebih dari 1 tahun pada bulan
November.

31
Karakteristik responden berdasarkan imunisasi dasar dapat dilihat pada
table 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Anak Responden Berdasarkan Imunisasi


Imunisasi Dasar Frekuensi Persentase (%)
Lengkap 96 96,0
Tidak Lengkap 4 4,0
Tidak Melakukan 0 0,0
Imunisasi
Total 100 100,0

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukan bahwa gambaran imunisasi dasar pada


anak dikategorikan menjadi 3 yaitu, lengkap, tidak lengkap dan tidak melakukan
imunisasi. Sehingga didapatkan kategori yang melakukan imunisasi dasar lengkap
sebanyak 96 orang (96%), yang tidak melakukan sebagian imunisasi dasar atau
tidak lengkap sebanyak 4 orang (4%) dan tidak ada anak yang tidak melakukan
imunisasi dasar (0%).

4.1.3 Analisis Data


4.1.3.1 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Imunisasi Dasar

Dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa responden dengan kategori


pengetahuan kurang sebagian besar melakukan imunisasi dasar lengkap, yaitu
sebanyak 39 orang (39%), sedangkan yang melakukan imunisasi dasar tidak
lengkap, yaitu sebanyak 1 orang (1%). Pada responden dengan kategori
pengetahuan baik yang melakukan imunisasi dasar lengkap, yaitu sebanyak 36
orang (36%) dan yang melakukan imunisasi dasar tidak lengkap, yaitu sebanyak 2
orang (2%). Pada responden dengan kategori pengetahuan sedang yang
melakukan imunisasi dasar lengkap, yaitu sebanyak 21 orang (21%) dan yang
melakukan imunisasi dasar tidak lengkap, yaitu sebanyak 1 orang (1%).
Berdasarkan hasil statistik Chi Square didapatkan p-value sebesar 0,815 (p-value
> 0,05) artinya diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu
dengan perilaku imunisasi dasar sesuai dengan tabel 4.8.

32
Tabel 4.8. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Perilaku Imunisasi Dasar di
Wilayah Posyandu Rosmerah Rw 010 Tanah Tinggi, Jakarta Pusat
Perilaku Imunisasi Dasar
Lengkap ≠ Lengkap Total
Variabel Kategori P
n % n % n %
Pengetahua
Kurang 39 39,0 1 1,0 40 40,0 0,815
n
Sedang 21 21,0 1 1,0 22 22,0
Baik 36 36,0 2 2,0 38 38,0
Total 96 96,0 4 4,0 100 100

4.2. Pembahasan

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data primer yang
didapatkan dengan wawancara terpimpin secara langsung pada responden yang
memiliki anak berumur lebih dari 1 tahun di wilayah posyandu rosmerah Rw 010
Tanah Tinggi, Jakarta Pusat untuk mengetahui pengetahuan responden tentang
imunisasi dasar dan melihat checklist imunisasi pada Kartu Menuju Sehat (KMS)
anak untuk melihat perilaku imuisasi dasar pada anaknya dilakukan secara
lengkap, tidak lengkap, atau tidak melakukan imunisasi sama sekali.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 100 responden yang memiliki


anak berumur lebih dari 1 tahun di wilayah posyandu rosmerah Rw 010 Tanah
Tinggi, Jakarta Pusat, didapatkan bahwa sebagian besar melakukan imunisasi
dasar lengkap pada anaknya sebanyak 96 orang (96%) sesuai table 4.7. Menurut
Notoatmodjo (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
dibedakan menjadi dua, yakni faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor intern
mencakup: pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya
yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern
meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun nonfisik seperti: iklim, manusia,
social-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.

33
Berdasarkan pengetahuan, pada tabel 4.8. diketahui bahwa yang lebih
banyak melakukan imunisasi dasar secara lengkap sebanyak 39 orang (39%)
adalah responden dengan pengetahuan yang kurang. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan responden
dengan perilaku imunisasi dasar. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi et.al (2013) di Kelurahan Parupuk Tabing
Kota Padang pada penelitiannya diketahui bahwa persentase pemberian imunisasi
dasar lengkap lebih banyak pada ibu yang mempunyai pengetahuan cukup yaitu
sebesar 87,5% dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan kurang yaitu
sebesar 4,3%. Pada penelitian ini tidak adanya hubungan pengetahuan responden
dengan perilaku imunisasi dasar mungkin dikarenakan beberapa faktor yaitu
petugas kesehatan yang sangat aktif dalam mensosialisasikan dan mengajak
responden untuk melakukan imunisasi dasar pada anaknya, petugas kesehatan
yang menyediakan fasilitas berupa makanan gratis untuk anak, serta adanya
program baru dari pemerintah yang mengharuskan untuk melakukan imunisasi
dasar lengkap sebagai salah satu syarat masuk Sekolah Dasar (SD).

Posyandu rosmerah rw 010 merupakan salah satu posyandu binaan


puskesmas johar baru yang mana puskesmas ini memiliki program mengenai
imunisasi dasar yaitu salah satunya penyuluhan kesehatan yang dilakukan setiap
bulan. Luas wilayah binaan puskesmas johar baru yaitu kelurahan johar baru 2,
johar baru 3, tanah tinggi, galur dan kampung rawa. Posyandu rosmerah rw 010
memiliki 10 kader yang bertugas pada saat kegiatan rutin setiap bulan dan
pelayanan kesehatan diberikan untuk 13 rt di kelurahan tanah tinggi. Setiap
bulannya jumlah ibu yang datang ke posyandu sekitar 130 orang, namun jumlah
kedatangan ibu dapat bertambah sampai sekitar 160 orang apabila posyandu
mengadakan beberapa kegiatan khusus seperti SDIDTK (Standar Deteksi Tumbuh
Kembang), PMK (Pemberian Makanan Tambahan), atau imunisasi yang disertai
pemberian vitamin A pada anak.
Pada penelitian ini terdapat keterbatasan yang didapatkan oleh peneliti,
yaitu Kartu Menuju Sehat (KMS) yang tidak disimpan langsung oleh responden.

34
KMS masing-masing anak disimpan dan dijaga oleh kader posyandu sampai anak
mendapat imunisasi dasar lengkap atau sampai anak berusia lima tahun. Hal
tersebut dilakukan guna mencegah kehilangan atau lupa membawa KMS saat
berkunjung ke posyandu untuk imunisasi atau hanya sekedar menimbang berat
badan dan mengukur tinggi badan. Sehingga pada penelitian ini peneliti harus
menghubungi kader posyandu untuk melakukan pemeriksaan KMS masing-
masing anak.

BAB V

TINJAUAN ISLAM TERHADAP HUBUNGAN PENGETAHUAN


DENGAN PERILAKU IMUNISASI DASAR

5.1 Ilmu Pengetahuan Menurut Pandangan Islam


5.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Menurut Pandangan Islam
5.1.1.1 Pandangan Al-Qur’an tentang Ilmu Pengetahuan

35
Dalam al-Qur`an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia
dipandang lebih unggul ketimbang makhluk lain guna menjalankan fungsi
kekhalifahannya. Ini tercermin dari kisah kejadian manusia pertama yang
dijelaskan al-Qur`an:

‫ال اَ ۢۡنبِـٔـُـ ُۡٔونِ ۡى بِا َ ۡس َمٓا ِء ٰهٓؤُٓاَل ِء اِ ۡن‬ ٓ


َ َ‫ضهُمۡ َعلَى ۡال َم ٰل ِٕٕٮِـ َك ِة فَق‬
َ ‫َو َعلَّ َم ٰا َد َم ااۡل َ ۡس َمٓا َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر‬
۳۱﴿ َ‫ص ِدقِ ۡين‬ ٰ ۡ‫﴾ ُك ۡنتُم‬
“Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-
Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!”.
(Q.S. Al-Baqoroh (2) : 31)

۳۲﴿ ‫ك اَ ۡنتَ ۡال َعلِ ۡي ُم ۡال َح ِك ۡي ُم‬


َ َّ‫﴾قَالُ ۡوا س ُۡب ٰحنَكَ اَل ِع ۡل َم لَنَٓا اِاَّل َما عَلَّمۡ تَنَا ؕ اِن‬

“Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Baqoroh (2) : 32)
Yang dimaksud dengan nama-nama pada ayat di atas adalah sifat, ciri dan
hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.
Manusia menurut al-Qur`an, memiliki potensi untuk menyiduk ilmu dan
mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu, bertebaran ayat yang
memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal
tersebut. Berkali-kali pula al-Qur`an menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang
yang berpengetahuan. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur`an:

‫ح هّٰللا ُ لَـ ُكمۡ‌ ۚ َواِ َذا قِ ۡي َل‬ ۡ ۡ ِ ِ‫ٰۤياَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡۤوا اِ َذا ِق ۡي َل لَـ ُكمۡ تَفَ َّسح ُۡوا فِى ۡال َم ٰجل‬
ِ ‫س فَاف َسح ُۡوا يَف َس‬
‫ت‌ؕ َوهّٰللا ُ بِ َما‬ٍ ‫ا ْن ُش ُز ۡوا فَا ْن ُش ُز ۡوا يَ ۡرفَ ِع هّٰللا ُ الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا ِم ۡن ُكمۡ ۙ َوالَّ ِذ ۡينَ اُ ۡوتُوا ۡال ِع ۡل َم َد َر ٰج‬
۱۱﴿ ‫﴾ت َۡع َملُ ۡونَ خَ بِ ۡي ٌر‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah


kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu,” maka
berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha
teliti apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mujadilah (58) : 11)

36
Pandangan al-Qur`an tentang ilmu dapat diketahui prinsip- prinsipnya dari
analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad:

‫ق * ا ْق َر ْأ َو َربُّ َك اأْل َ ْك َر ُم * الَّ ِذي‬


ٍ َ‫سانَ ِمنْ َعل‬
َ ‫ق اإْل ِ ْن‬ َ َ‫ق * َخل‬ َ َ‫س ِم َربِّكَ الَّ ِذي َخل‬ ْ ‫ا ْق َر ْأ بِا‬
َ ‫* َعلَّ َم بِا ْلقَلَ ِم * َعلَّ َم اإْل ِ ْن‬
‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬

“1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Ia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha Pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Ia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-‘Alaq (96) : 1-
5)
Wahyu pertama tersebut tidak menjelaskan apa yang harus dibaca karena al-
Qur`an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi
Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Pengulangan membaca dalam
wahyu pertama ini bukan sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak
akan diperoleh kecuali mengulang-ulang bacaan atau dalam bahasa lain, membaca
hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan, tetapi hal itu
mengisyaratkan bahwa mengulang-ulang bacaan bismi Rabbik akan menghasilkan
pengetahuan dan wawasan baru, walaupun yang dibaca masih itu-itu juga.
Kata iqra` dalam ayat tersebut akar katanya berarti menghimpun. Dari
menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak.
Jadi, iqra` berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah
alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun tidak.
Dalam wahyu pertama ini mengisyaratkan perintah untuk mengkaji ilmu.
Kajian-kajian tersebut meliputi tiga aspek, yaitu mengenai objek-objek yang
menjadi kajian ilmu, bagaimana cara memperoleh ilmu dan bagaimana
pemanfaatan dan pengembangan ilmu menurut pandangan al-Qur`an. (Khotimah,
2014: 71-72)
5.1.1.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Ruang Lingkupnya

37
Term ilmu dalam bahasa Arab berasal kata kerja (fi’il) ‘alima, bentuk
mashdar (bentuk kata benda abstrak) dari yang berarti tahu atau mengetahui, dan
dalam bentuk fa’il (bentuk kata benda pelaku/subjek) ‘alim, yaitu orang yang
mengetahui/ berilmu, jamaknya ulama, dan dalam bentuk maf’ul (yang menjadi
obyek) ilmu disebut ma’lum, atau yang diketahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu
biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan
knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi
sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual
mengacu paada makna yang sama. Sedangkan menurut cakupannya pertama-tama
ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segala pengetahuan ilmiah
yang dipandang sebagai satu kebulatan, dalam arti ini ilmu mengacu pada ilmu
pada umumnya (sience in general).

Dalam tinjauan Islam, pengertian ilmu menunjuk pada masing-masing


bidang pengetahuan yang mempelajari pokok persoalan tertentu. Dalam arti ini
ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus, seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu
tafsir dan lain sebagainya. Ilmu dalam pengertian yang seluas-luasnya menurut
Imam al-Ghazali mencakup, ilmu Syar‘iyyah dan ilmu Ghairu Syar‘iyyah. Ilmu
Syar‘iyyah adalah ilmu yang berasal dari para Nabi dan wajib dutuntut dan
dipelajari oleh setiap Muslim. Di luar ilmu-ilmu yang bersumber dari para Nabi
tersebut, al-Ghazali mengelompokkan ke dalam kategori ghairu syar‘iyyah. Imam
al- Ghazali juga mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu: (1) Ilmu
Fardu A’in, dan (2) Ilmu Fardu Kifayah. Ilmu Fardu A’in adalah ilmu tentang
cara amal perbuatan sesuai syari’at, dengan segala cabangnya, seperti yang
tercakup dalam rukun Islam. Sedangkan Ilmu Fardu Kifayah ialah tiap-tiap ilmu
yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi, yang
mencakup : ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu
politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat
membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.

38
Dalam perspektif Filsafat Ilmu, pengertian ilmu sekurang-kurangnya
mencakup tiga hal, yaitu : pengetahuan, aktifitas dan metode. Dalam hal yang
pertama ini ilmu sering disebut pengetahuan. Menurut Ziauddin Sardar juga
berpendapat bahwa ilmu atau sains adalah “cara mempelajari alam secara obyektif
dan sistematik serta ilmu merupakan suatu aktifitas manusia. Kemudian menurut
John Biesanz dan Mavis Biesanz dua sarjana ilmu sosial, mereka mendefinisikan
ilmu sebagai suatu cara yang teratur untuk memperoleh pengetahuan (an
organized way of oftening knowledge) dari pada sebagai kumpulan teratur pada
pengetahuan. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa ilmu mempunyai
pengertian sebagai pengetahuan, aktivitas dan metode. Tiga bagian ini satu sama
lain tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan
kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu tidak mungkin muncul tanpa
aktivitas manusia, sedangkan aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode
tertentu yang relevan dan akhirnya aktivitas dan metode itu mendatangkan
pengetahuan yang sistematis.

Menurut Muslim A. Kadir, “ilmu merupakan kumpulan sistematis


sejumlah pengetahuan tentang alam semesta yang diperoleh melalui kegiatan
berfikir”. Sebagai produk pikir maka ilmu Islam ini juga mengalami
perkembangan sesuai dengan kondisi dan situasi social budaya umat Islam. Oleh
karena itu ilmu yang meliputi seluruh aspek tentang alam semesta ini sewajarnya
bila bersifat terbuka, artinya ilmu pengetahuan itu sendiri dapat menerima suatu
kebenaran dari luar, sehingga ilmu sendiri dapat semakin komprehensif.
Pemahaman yang teratur tentang ilmu, dengan demikian juga diharapkan menjadi
lebih jelas ialah pemaparan menurut tiga ciri pokok sebagai serangkaian kegiatan
manusia atau aktivitas, dan proses, sebagai tata tertib tindakan pikiran atau metode
dan sebagai keseluruhan hasil yang dicapai atau produk (pengetahuan).
Berdasarkan tiga kategori tersebut, yakni: proses, prosedur dan produk yang
kesemuanya bersifat dinamis dan berkembang menjadi aktivitas penelitian,
metode kerja, dan hasil penelitian. Dengan demikian ilmu dalam perspektif ilmiah
ialah : serangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan metode

39
ilmiah, dan menghasilkan pengetahuan (teoritis atau praktis) yang sistematis
tentang segala sesuatu yang ada (gejalanya) dengan tujuan mencapai kebenaran.
Dalam perspektif kajian Islam, ilmu pengetahuan mengandung pengertian
yang menyeluruh dan berkesinambungan dan nilai yang tidak dapat dipisahkan.
Termasuk dalam konteks ini, ilmu sains dan teknologi adalah antara cabang ilmu
pengetahuan yang memberi manfaat dan faedah besar kepada kelangsungan hidup
manusia di dunia dan akhirat. (Surifandi, 2014: 63-65)
5.1.2 Pengembangan dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Menurut Pandangan Islam
5.1.2.1 Pengembangan Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Al-
Qur’an

Setidaknya ada beberapa ayat al-Qur’an yang mengisyaratkan tentang


metodologi dalam menelaah ilmu pengetahuan:

Observasi (Pengamatan)
Al-Qur`an dalam berbagai ayatnya senantiasa mendesak manusia untuk
mengadakan observasi terhadap ciptaan-Nya. Di antaranya:
ٓ ٰ ‫ق هّٰللا ُ ِم ۡن َش ۡى ٍء ۙ َّواَ ۡن ع‬
‫َسى اَ ۡن‬ َ َ‫ض َو َما َخل‬ ‫ت السَّمٰ ٰو ِ اۡل‬ ِ ‫اَ َولَمۡ يَ ۡنظُر ُۡوا ِف ۡى َملَـ ُك ۡو‬
ِ ‫ت َوا َ ۡر‬
‫ى َح ِد ۡي ٍۢ ٍـ‬
َ‫ۢث بَ ۡعد َٗه ي ُۡؤ ِمنُ ۡون‬ َ ‫يَّ ُك ۡونَ قَ ِد ۡاقت ََر‬
ِّ َ ‫ب اَ َجلُهُمۡ‌ ۚ فَبِا‬

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala
sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan
mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah al-
Qur’an itu?” (Q.S. Al-A’raf (7) : 185)
Dalam ayat tersebut, al-Qur`an mengemukakan tema ayat yang bersifat
sinkronis, artinya berupa pandangan tentang eksistensi langit, bumi, manusia dan
sebagainya. Berikutnya adalah:

َ‫ض يَ ُمرُّ ۡونَ َعلَ ۡيهَا َوهُمۡ ع َۡنهَا ُم ۡع ِرض ُۡون‬ ‫َو َكاَي ِّۡن ِّم ۡن ٰايَ ٍة فِى السَّمٰ ٰو ِ اۡل‬
ِ ‫ت َوا َ ۡر‬

“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang
mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya.” (Q.S. Yusuf (12) :
105)

40
ۡ ‫هّٰللا‬ ۡ
ِ ‫الَّ ِذ ۡينَ يَذ ُكر ُۡونَ َ قِيَا ًما َّوقُع ُۡودًا َّوع َٰلى ُجنُ ۡوبِ ِهمۡ َويَتَفَ َّكر ُۡونَ فِ ۡى خَل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬
‫ت‬
ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬ َ ‫اطاًل ۚ س ُۡب ٰحنَكَ فَقِنَا َع َذ‬ ِ َ‫ض َربَّنَا َما خَ لَ ۡقتَ ٰه َذا ب‬
‌ِۚ ‫َوااۡل َ ۡر‬

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(Q.S. Al-Imran (3) : 191)
Tema kedua ayat di atas bersifat diakronis, artinya berupa pandangan
tentang proses penciptaan dan peristiwa-peristiwa pada masa lalu maupun yang
akan datang. Bila dicermati lebih mendalam, tiada satu pun ciptaan Allah yang
tidak mengandung maksud dan tujuan. Mulai dari penciptaan makhluk yang
sangat sederhana, hingga penciptaan bintang-bintang di ruang angkasa. Untuk
mengungkap rahasia itu semua, diperlukan pemikiran yang mendalam.
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, observasi dan meniru mekanisme
kerja merupakan hal yang lazim. Misalnya, meniru konsep fungsi sayap dari ekor
burung dalam pembuatan pesawat terbang, capung dalam design helikopter, ikan
paus dalam pembuatan kapal selam dan lain sebagainya.
Dalam metode observasi, meniru dan eksperimentasi semata-mata dalam
pengembangan sains dan teknologi dirasa belum cukup. Untuk itu perlu adanya
kemampuan imajinasi yang kuat, analisis dan sintesa, terutama dalam hal-hal yang
tidak mungkin melalui observasi saja.

Eksplorasi (Pemaparan)
Pada bagian ini, ilmu astronomi menempati posisi penting karena ia adalah
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan gerakan, penyebaran dan sifat benda-
benda samawi. Di antara ayat yang mewakili al-Qur`an dalam pembahasan ini
adalah:

ٍ ‫ض اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّـقَ ۡو ٍم يَّتَّقُ ۡون‬ ‫ق هّٰللا ُ فِى السَّمٰ ٰو ِ اۡل‬ ِ َ‫ف الَّ ۡي ِل َوالنَّه‬
َ َ‫ار َو َما َخل‬ ۡ ‫اِ َّن فِى‬
ِ ‫ت َوا َ ۡر‬ ِ ‫اختِاَل‬

“Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang
diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.” (Q.S. Yunus (10) : 6)

41
‫) َوال َّش ْمسُ تَجْ ِري لِ ُم ْستَقَرٍّ لَهَا‬٣٧ ( َ‫ظلِ ُمون‬ ْ ‫ار فَإ ِ َذا هُ ْم ُم‬ َ َ‫َوآيَةٌ لَهُ ُم اللَّ ْي ُل نَ ْسلَ ُخ ِم ْنهُ النَّه‬
( ‫ـالعُرْ جُو ِن ْالقَـ ِد ِيم‬
ْ ‫َاز َل َحتَّى عَا َد َكـ‬ ِ ‫) َو ْالقَ َم َر قَ َّدرْ نَاهُ َمن‬٣٨( ‫يز ْال َعلِ ِيم‬ ِ ‫َذلِكَ تَ ْق ِدي ُر ْال َع ِز‬
ٍ ‫ـار َو ُكــلٌّ فِي فَلَـ‬
‫ـك‬ ُ ِ‫) ال ال َّش ْمسُ يَ ْنبَ ِغي لَهَــا أَ ْن تُـ ْد ِركَ ْالقَ َمـ َر َوال اللَّ ْيـ ُل َسـاب‬٣٩
ِ ‫ق النَّهَـ‬
)٤٠( َ‫يَ ْسبَحُون‬

“37. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam;
kami tanggalkan siang dari malam itu, Maka dengan serta merta mereka berada
dalam kegelapan. 38. Dan matahari berjalan ditempat peredarannya.
Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. 39. Dan
telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai
ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. 40.
Tidaklah mungkin bagi Matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat
mendahului siang dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Q.S.
Yaasiin (36) : 37-40)
Kedua ayat tersebut memaparkan fenomena sesuai dengan hukum alam
(sunnatullah) yang berlaku, atau masih dalam tahap pemaparan (description). Bila
fenomena berupa pergantian siang dan malam akan diangkat sebagai suatu metode
ilmu pengetahuan maka seseorang harus menempuh prosedur sebagaimana yang
ditempuh dalam ilmu pengetahuan.

Eksperimen (Percobaan)
Eksperimen merupakan kelanjutan dari metode-metode sebelumnya
(observasi dan eksplorasi). Dengan metode ini telah muncul berbagai cabang ilmu
di antaranya geologi. Geologi mempelajari gerak bumi, lapisan-lapisannya, serta
hubungan dan perubahannya. Dalam hal ini, al-Qur`an memberikan dorongan
kuat untuk melakukan penelitian tentang adanya kebenaran di balik fenomena
fisik dari alam semesta. Pada gilirannya, hal ini akan membawa penemuan-
penemuan baru di dalam ilmu pengetahuan mengenai sejarah alam, termasuk
geologi, yang mempelajari tentang terjadinya perubahan bentuk secara besar-
besaran pada lapisan atas bumi, strukturnya, perubahan cuaca, fosil, batu-batu
karang dan sebagainya. Ayat berikut ini dapat dijadikan penanda untuk menggali
dan mengembangkan ilmu:

)٧( ‫) َو ْال ِجبَا َل أَوْ تَادًا‬٦( ‫ض ِمهَادًا‬


َ ْ‫أَلَ ْم نَجْ َع ِل األر‬

42
“Bukankah kami Telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-
gunung sebagai pasak?” (Q.S. An-Naba (78) : 6-7).
ۢ ۡ َ ‫﴾ َوااۡل َ ۡر‬
ٍ ۢ ‫ض َمد َۡد ٰنهَا َواَ لقَ ۡينَا فِ ۡيهَا َر َوا ِس َى َواَ ۡنبَ ۡتنَا فِ ۡيهَا ِم ۡن ُك ِّل ز َۡو‬
ٍ ‫ج بَ ِه ۡي‬
۷﴿ ۙ ‫ج‬

“Dan kami hamparkan bumi itu dan kami letakkan padanya gunung-gunung yang
kokoh dan kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah
dipandang mata.” (Q.S. Qaaf (50): 7)

Penalaran dan Intuisi


Penalaran terhadap proses kejadian manusia melahirkan ilmu kedokteran
dan dengan intuisi manusia mengenal ilmu jiwa. Secara fisik manusia dipelajari
melalui ilmu kedokteran. Isyarat mengenai hal itu tercantum dalam surat di bawah
ini:

‫ق * ا ْق َر ْأ َو َربُّ َك اأْل َ ْك َر ُم‬


ٍ َ‫سانَ ِمنْ َعل‬ َ َ‫ق * َخل‬
َ ‫ق اإْل ِ ْن‬ ْ ‫* ا ْق َر ْأ بِا‬
َ َ‫س ِم َربِّكَ الَّ ِذي َخل‬

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah dan Tuhanmulah yang
Maha Pemurah.” (Q.S. Al-`Alaq (96) : 1-3)

ِ ‫﴾ي َّۡخ ُر ُج ِم ۡۢن بَ ۡي ِن الصُّ ۡل‬۶﴿‫ق‬


‫ب‬ ٍ ۙ ِ‫ق ِم ۡن َّمٓا ٍء دَاف‬ ُ ‫فَ ۡليَ ۡنظُ ِر ااۡل ِ ۡن َس‬
َ ِ‫﴾ ُخل‬۵﴿ َؕ‫ان ِم َّم ُخلِق‬
﴾۷‫بؕ﴿ـ‬ ِ ‫َوالتَّ َرٓا ِٕٕٮِـ‬
“5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? 6. Ia
diciptakan dari air yang dipancarkan, 7. Yang keluar dari antara tulang sulbi
laki-laki dan tulang dada perempuan.” (Q.S. Ath- Thariq (86) : 5-7).
Di samping unsur jasmani yang menjadi pangkal tolak keberadaan manusia,
unsur jiwa juga tidak luput dari perhatian al-Qur`an. Allah berfirman:

ِ ‫﴾ َوفِ ۡۤى اَ ۡنفُ ِس ُكمۡ‌ؕ اَفَاَل تُ ۡب‬


۲۱﴿ َ‫صر ُۡون‬

“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
(Q.S. Adz-Dzariyat (51) : 21).
‫) َوقَ ْد‬9( ‫) قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكاهَا‬8( ‫) فَأ َ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا‬7( ‫س َو َما َس َّواهَا‬ٍ ‫َونَ ْف‬
‫اب َم ْن َدسَّاهَا‬َ َ‫خ‬

43
“7. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), 8. Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. 9.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10. Dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. As-Syams (91) : 7-
10).
Di dalam al-Qur`an di samping metode yang bersifat empirik, masih ada
proses pengembangan ilmu dengan metode ilham yang hanya diberikan pada
beberapa orang saja yang dipilih Allah tanpa membedakan dari suku bangsa
manapun. Itu artinya, bahwa Allah memberikan ilmu kepada siapa saja yang
memiliki kehendak dan dikehendaki-Nya. Dengan asumsi bahwa penemuan ilmu
pengetahuan dengan metode apa pun merupakan rahmat dari Allah melalui orang-
orang yang terpilih karena pada hakikatnya semua ilmu itu tidak lain dari-Nya
semata. Allah berfirman:
ۡ َ‫ض ُل هّٰللا ِ ي ُۡؤتِ ۡي ِه َم ۡن يَّ َشٓا ُ‌ء ؕ َوهّٰللا ُ ُذو ۡالف‬
۴﴿ ‫ض ِل ۡال َع ِظ ۡي ِم‬ ۡ َ‫﴾ ٰذ لِكَ ف‬

“Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya;


dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Q.S. Al-Jumuah (62) : 4).
Pada dasarnya, betapa pun hebatnya penemuan ilmu pengetahuan,
secanggih apa pun, manusia tetap tidak dapat menciptakan sesuatu. Dengan kata
lain manusia hanya mengubah bentuk, warna atau wujud dari sesuatu yang sudah
ada. Manusia bisa membuat robot, komputer dan lain sebagainya, namun
materinya sudah lebih dulu diciptakan oleh Allah. Manusia tidak akan pernah
dapat menciptakan makhluk hidup sekecil apa pun. Manusia hanya dapat
merekayasa gen, tetapi gen itu telah diciptakan Allah sebelumnya. Oleh karena
itu, harus ada kesadaran teologis untuk selalu memohon tambahan ilmu kepada
Allah Swt. (Khotimah, 2014: 76-80)

5.1.2.2 Sumber dan Arah Perkembangan Ilmu pengetahuan

Al-Qur’an menunjukkan empat sumber untuk memperoleh ilmu


pengetahuan: Al-Qur’an dan As-Sunnah, Alam Semesta, Diri manusia sendiri,
Sejarah Umat Manusia.

44
Adapun arah dan tujuan ilmu pengetahuan bahwa ayat al-Qur’an begitu
banyak yang berbicara tujuan ilmu seperti untuk mengenal; tanda-tanda
kekuasaan-Nya, menyaksikan kehadirna-Nya diberbagai fenomena yang kita
amati mengagungkan Allah serta bersyukur kepada-Nya di samping itu, al-Qur’an
menyebutkan pula tiga hal lainnya dalam mengembangkan ilmu antara lain;

 Ilmu pengetahuan harus menemukan keteraturan (sistem), hubungan sebab


akibat dan tujuan di alam semesta (Q.S. Al-Mulk (67) : 3)
 Ilmu harus dikembangkan untuk mengambil manfaat dalam rangka
mengabdi kepada Allah, sebab Allah swt, telah menundukkan segala apa
yang ada di langit dan di bumi untuk kepentingan manusia. (Q.S. Al-Hajj
(22) : 65)
 Ilmu harus dikembangkan dengan tidak menimbulkan kerusakan di bumi.
(Q.S. Al-A’raf (7) : 56). (Hasyim, 2013: 133-134)
5.1.3 Konsep Ilmu Pengetahuan Menurut Pandangan Islam

Kewajiban pertama yang Allah perintahkan kepada manusia adalah


mempelajari ilmu. Allah ta’ala berfirman:

ۡ‫ت ؕ َوهّٰللا ُ يَ ۡعلَ ُم ُمتَقَلَّبَ ُكم‬ ۡ ‫اعلَمۡ اَنَّهٗ اَل ۤ اِ ٰلهَ اِاَّل هّٰللا ُ َو‬
‌ِ ‫است َۡغفِ ۡر لِ َذ ۡۢنبِكَ َولِ ۡل ُم ۡؤ ِمنِ ۡينَ َو ۡال ُم ۡؤ ِم ٰن‬ ۡ َ‫ف‬
ۡ‫َو َم ۡث ٰوٮ ُكم‬

“Maka ketahuilah (dapatkanlah ilmu), bahwa sesungguhnya tidak ada ilah yang
berhak disembah secara hak melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi
dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, lai-laki dan perempuan. Dan
Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu” (Q.S.
Muhammad (47) : 19)

Konsep Islam Mengenai Kesehatan


Syariat Islam datang membawa semua prinsip-prinsip kedokteran. Dalam al-
Qur’an dan hadis-hadis rasul terdapat penjelasan mengenai banyak penyakit
kejiwaan dan badan sekaligus menjelaskan terapinya yang bersifat material dan
moral. Allah ta’ala berfirman:

45
ٰ ‫ونُن َِّز ُل منَ ۡالـقُ ۡر ٰان ما هُو شفَٓا ٌء َّور ۡحمةٌ لِّ ۡـلم ۡؤمن ۡي ۙنَ‌ واَل يز ۡي ُد‬
۸﴿ ‫الظّلِ ِم ۡينَ اِاَّل خَ َسارًا‬ ِ َ َ ِِ ُ َ َ ِ َ َ ِ ِ َ
۲﴾

“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman” (Q.S. Al-Isra’ (17) : 82)
Rasulullah bersabda:

“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Allah turunkan pula


obatnya. Diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak ditangkap oleh
orang yang tidak mengetahuinya.”
Dalam kitab, Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad karangan Imam Ibnu al-
Qoyyim terdapat penjelasan secara rinci mengenai hal itu. Silakan dirujuk kembali
kitab tersebut karena termasuk di antara kitab-kitab Islam yang paling bermanfaat,
paling autentik dan paling lengkap dalam menjelaskan Islam dan perjalanan hidup
Rasulullah.

Konsep Islam Mengenai Interaksi Antarmanusia


Allah memerintahkan seorang Muslim untuk menjadi manusia yang saleh
dan berupaya untuk menyelamatkan umat manusia dari kegelapan menuju cahaya
Islam. Ia memerintahkan supaya ikatan yang menyambungkan antara seorang
Muslim dengan lainnya hanyalah ikatan iman kepada-Nya. Sehingga ia akan
mencintai hamba-hamba Allah yang saleh lagi taat kepada Tuhan dan rasul
sekalipun mereka itu orang terjauh, kafir dan orang-orang yang membangkang.
Inilah ikatan yang menghimpun antara dua pihak dan menyatukan antara dua sisi
di mana amat berbeda dengan ikatan keturunan, tanah air dan kepentingan-
kepentingan materialistik karena semua itu akan cepat memudar. Dalam kaitannya
dengan hal ini Allah berfirman:

‫اَل ت َِج ُد قَ ۡو ًما ي ُّۡؤ ِمنُ ۡونَ بِاهّٰلل ِ َو ۡاليَ ۡو ِم ااۡل ٰ ِخ ِر يُ َوٓا ُّد ۡونَ َم ۡن َحٓا َّد هّٰللا َ َو َرس ُۡولَهٗ َولَ ۡو َكانُ ۡۤوا‬
ۡ‫َب فِ ۡى قُلُ ۡوبِ ِه ُم ااۡل ِ ۡي َمانَ َواَيَّ َدهُم‬ ٓ ٰ ُ‫ٰابٓاءهُمۡ اَ ۡو اَ ۡبنَٓاءهُمۡ اَ ۡو ا ۡخوانَهُمۡ اَ ۡو َعش ۡيرتَهُمۡ‌ؕ ا‬
َ ‫ول ِٕٕٮِـكَ َكت‬ َ ِ َ ِ َ َ َ
‫هّٰللا‬ ٍ ّ‫ح ِّم ۡن ‌هُ ؕ َوي ُۡد ِخلُهُمۡ َج ٰن‬
ۡ‫ض َى ُ ع َۡنهُم‬ ِ ‫ت ت َۡج ِر ۡى ِم ۡن ت َۡحتِهَا ااۡل َ ۡن ٰه ُر ٰخلِ ِد ۡينَ فِ ۡيهَا‌ ؕ َر‬ ٍ ‫بِر ُۡو‬
َ‫ب هّٰللا ِ هُ ُم ۡال ُم ۡفلِح ُۡون‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫ك ِح ۡزبُ ‌ِ ؕ اَاَل ۤ اِ َّن ِح ۡز‬ َ ‫ولٓ ِٕٕٮِـ‬
ٰ ُ‫َو َرض ُۡوا ع َۡن ‌هُ ؕ ا‬

46
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-
Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-
saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan
pertolongan [1463] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap
(limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. [1463] Yang
dimaksud dengan "pertolongan" ialah kemauan bathin, kebersihan hati,
kemenangan terhadap musuh dan lain lain.” (Q.S. Al Mujadilah (58) : 22).
ۤ
َ ‫ٰياَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَ لَ ۡق ٰن ُكمۡ ِّم ۡن َذ َك ٍر َّواُ ۡن ٰثى َو َج َع ۡل ٰن ُكمۡ ُشع ُۡوبًا َّوقَبَٓا ِٕٕٮِـ َل لِتَ َع‬
ۡ‫ارفُ ۡوا‌ ؕ اِ َّن اَ ۡك َر َم ُكم‬
۱۳﴿ ‫﴾ ِع ۡن َد هّٰللا ِ اَ ۡت ٰقٮ ُكمۡ‌ ؕ اِ َّن هّٰللا َ َعلِ ۡي ٌم َخبِ ۡي ٌر‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al Hujurat
(49) : 13).

Konsep Islam Mengenai Kerjasama dan Gotong Royong Sosial


Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk kerjasama dan saling
tolong-menolong, baik dalam hal moral maupun material sebagaimana telah
dijelaskan pada bab zakat dan sedekah. Ia mengharamkan seorang Muslim
menyakiti sesama manusia sekecil apa pun.
Allah mewajibkan orang Mukmin mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri dan membenci bagi saudaranya apa yang dia benci untuk
dirinya. Allah ta’ala berfirman:

َ‫صلِح ُۡوا بَ ۡينَ اَخ ََو ۡي ُكمۡ ۚ‌ َواتَّقُوا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡر َح ُم ۡون‬
ۡ َ ‫اِنَّ َما ۡال ُم ۡؤ ِمنُ ۡونَ اِ ۡخ َوةٌ فَا‬
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. Al-Hujurat (49) : 10)

ِ َّ‫ح بَ ۡينَ الن‬


‌‫اس‬ ۡ ِ‫ف اَ ۡو ا‬
ٍ ۢ ‫صاَل‬ َ ِ‫اَل خ َۡي َر فِ ۡى َكثِ ۡي ٍر ِّم ۡن نَّ ۡج ٰوٮهُمۡ اِاَّل َم ۡن اَ َم َر ب‬
ٍ ‫ص َدقَ ٍة اَ ۡو َم ۡعر ُۡو‬
۱۱۴﴿ ‫ت هّٰللا ِ فَ َس ۡوفَ نُ ۡـؤتِ ۡي ِه اَ ۡجرًا َع ِظ ۡي ًما‬ِ ‫ضا‬ َ ‫ك ۡابتِغَٓا َء َم ۡر‬ َ ِ‫﴾ؕ َو َمن ي َّۡف َع ۡل ٰذ ل‬

47
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-
bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat
ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang
berbuat demikian karena mencari keridhoan Allah maka Kami memberi
kepadanya pahala yang besar.” (Q.S. An-Nisa (4) : 114). (Khotimah, 2014: 80-82)

5.1.4 Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan Menurut Pandangan


Islam

Cara memperoleh ilmu dalam pandangan al-Qur`an sebagaimana


diisyaratkan dalam wahyu pertama:

َ ‫* الَّ ِذي َعلَّ َم بِا ْلقَلَ ِم * َعلَّ َم اإْل ِ ْن‬


‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬

“Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Ia mengajar kepada


manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-‘Alaq (96) : 4-5)
Ayat itu mengisyaratkan bahwa, ada dua cara memeroleh ilmu: Allah
mengajar dengan pena yang telah diketahui oleh manusia lain sebelumnya, dan
Allah mengajar manusia tanpa pena yang belum diketahuinya. Cara pertama,
adalah mengajar dengan alat, atau atas dasar usaha manusia. Cara kedua,
mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda, keduanya
berasal dari satu sumber yaitu Allah Swt.15 Ilmu yang diperoleh manusia atas dasar
usaha manusia disebut ilmu kasbi. Allah Swt telah membekali manusia sarana-
sarana yang dapat digunakan untuk usaha mencari ilmu ini, yaitu panca indra, akal
dan hati. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur`an:
ٰ ‫َوهّٰللا ُ اَ ۡخ َر َج ُكمۡ ِّم ۡۢن بُطُ ۡو ِن اُ َّم ٰهتِ ُكمۡ اَل ت َۡعلَ ُم ۡونَ َش ۡيــٔـًًٔـا ۙ َّو َج َع َل لَـ ُك ُم السَّمۡ َع َوااۡل َ ۡب‬
‫ص َر‬
۷۸﴿ َ‫﴾ َوااۡل َ ۡفٕـِِٕـ َد ‌ةَ ۙ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكر ُۡون‬

48
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun dan ia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl (16) : 78)
Ada dua aliran pengetahuan, dalam hubungannya dengan di atas. Pertama,
adalah idealisme atau lebih populer dengan sebutan rasionalisme; suatu aliran
pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal, idea, kategori, form, sebagai
sumber ilmu pengetahuan. Di sini peran panca indra dinomorduakan. Menurut
aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Panca indra
berfungsi hanya untuk menangkap objek sehingga diperoleh data-data dari alam
nyata dan akallah yang mengolah data-data tersebut sehingga terbentuk
pengetahuan. Kedua, adalah realisme atau empirisme yang lebih menekankan
peran ilmu pengetahuan. Di sini peran akal dinomorduakan. Menurut aliran ini,
pengetahuan yang benar diperoleh melaui pengalaman panca indra terhadap
objek-objek yang nyata.
Adapun metode yang disodorkan al-Qur`an dalam memeroleh ilmu kasbi
ini, di antaranya adalah sebagaimana tersirat dalam:

‫ال اَ ۡۢنبِـٔـُـ ُۡٔونِ ۡى بِا َ ۡس َمٓا ِء ٰهٓؤُٓاَل ِء اِ ۡن‬ ٓ


َ َ‫ضهُمۡ َعلَى ۡال َم ٰل ِٕٕٮِـ َك ِة فَق‬
َ ‫َوعَلَّ َم ٰا َد َم ااۡل َ ۡس َمٓا َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر‬
۳۱﴿ َ‫ص ِدقِ ۡين‬ ٰ ۡ‫﴾ ُك ۡنتُم‬

“Dan ia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,


kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!” (Q.S. Al-Baqoroh (2) : 31)
Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam ayat tersebut; Adam
diajari tentang nama-nama benda menunjukkan proses belajar menghafal,
dilanjutkan dengan proses mengingat dengan menyebutkan kembali nama-nama
tersebut. Metode ini telah dibuktikan oleh para ahli terutama di bidang ilmu jiwa
melalui beberapa uji coba sehingga ditemukan bahwa proses terjadinya ilmu
pengetahuan melalui tahapan kognisi-afeksi-psikomotorik.
Selanjutnya al-Qur`an menekankan perlunya pengamatan langsung pada
objek. Hal ini antara lain dapat dilihat ayat berikut:

49
‫ار ۡى َس ۡو َءةَ اَ ِخ ۡي ِه‌ؕ قَا َل يَا َو ۡيلَ ٰتٓى‬ ِ ‫ض لِي ُِريَهٗ َك ۡيفَ ي َُو‬ ‫اۡل‬
ِ ‫ث فِ ۡى ا َ ۡر‬ ُ ‫ث هّٰللا ُ ُغ َرابًا ي َّۡب َح‬
َ ‫فَبَـ َع‬
َ‫صبَ َح ِمنَ ال ٰنّ ِد ِم ۡي ۛن‬ ‌ۡۚ ‫ى َس ۡو َءةَ اَ ِخ‬
ۡ َ ‫ى فَا‬ ِ ‫ب فَا ُ َو‬
َ ‫ار‬ ِ ‫ت اَ ۡن اَ ُك ۡونَ ِم ۡث َل ٰه َذا ۡال ُغ َرا‬ُ ‫اَ َع َج ۡز‬

“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk


memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat
saudaranya [410]. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak
mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat
saudaraku ini?” Karena itu jadilah ia seorang di antara orang-orang yang
menyesal.” (Q.S. Al-Maidah (5) : 31).
Lebih lanjut, ilmu yang diperoleh manusia tanpa usaha aktif disebut ilmu
ladunni. Wahyu, ilham, intuisi, firasat yang diperoleh manusia yang siap dan suci
jiwanya, atau apa yang diduga kebetulan yang dialami oleh ilmuwan yang tekun,
semuanya merupakan bentuk-bentuk pengajaran Allah yang tanpa qalam yang
ditegaskan oleh wahyu pertama tersebut. 17 Adanya ilmu ladunni ini sebagaimana
termaktub dalam al-Qur`an:

۶۵﴿ ‫﴾فَ َو َجدَا ع َۡبدًا ِّم ۡن ِعبَا ِدن َۤا ٰات َۡي ٰنهُ َر ۡح َمةً ِّم ۡن ِع ۡن ِدنَا َو َعلَّمۡ ٰنهُ ِم ۡن لَّ ُدنَّا ِع ۡل ًما‬
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami,
yang telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang telah kami
ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Q.S. Al-Kahfi (18) : 65). (Khotimah,
2014: 74-76)

5.2 Imunisasi Menurut Pandangan Islam


5.2.1 Hukum Asal Imunisasi

Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena imunisasi termasuk


penjagaan diri dari penyakit sebelum terjadi. Rasulullah SAW bersabda:

‫ك ْاليَوْ ِم ُس ٌّم َوالَ ِسحْ ٌر‬


َ ِ‫ض َّرهُ فِ ْي َذ ل‬ ِ ‫صب ََّح ُك َّل يَوْ ٍم َس ْب َع تَ َم َرا‬
ُ َ‫ت َعجْ َو ٍة لَ ْم ي‬ َ َ‫َم ْن ت‬

“Barang siapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia terhindar
sehari itu dari racun dan sihir.” (HR. Al-Bukhari : 5768 dan Muslim : 4702)
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil
sebab untuk membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau
dikhawatirkan terjadi wabah penyakit lalu diimunisasi untuk membentengi diri

50
dari wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh
berobat tatkala terkena penyakit. (Yusuf, 2009)

5.2.2 Kaedah Fikih Memahami Hukum Imunisasi


5.2.2.1 Perubahan Benda Najis atau Haram Menjadi Suci
(Istihalah)

Istihalah secara bahasa memiliki dua makna. Salah satu maknanya adalah,

‫تغيّر ال ّشيء عن طبعه ووصفه‬

“Berubahnya sesuatu dari tabi’at asal atau sifatnya yang awal.”


Yang termasuk dalam istihalah adalah berubahnya sesuatu yang najis.
Istihalah bisa terjadi pada ‘ain (zat) najis, seperti kotoran, khomr (bagi yang
mengatakannya najis), dan babi. Istihalah bisa terjadi pula pada ‘ain (zat) najis
yang berubah sifat-sifatnya. Bisa jadi dia berubah karena dibakar atau karena
berubah menjadi cuka. Atau mungkin perubahan itu terjadi karena ada sesuatu
yang suci yang bercampur dengannya. Seperti contohnya babi yang najis yang
jatuh dalam garam, akhirnya menjadi garam.

Para ulama telah menyepakati bahwa apabila khomr berubah menjadi cuka
dengan sendirinya (karena dibiarkan begitu saja), maka khomr tersebut menjadi
suci. Namun para ulama berselisih jika khomr tadi berubah menjadi cuka melalui
suatu proses tertentu.

Adapun untuk najis yang lainnya, apabila ia berubah dari bentuk asalnya,
maka para ulama berselisih akan sucinya.

Ulama Hanafiyah dan Malikiyah, juga menjadi salah satu pendapat Imam
Ahmad, menyatakan bahwa najis pada ‘ain (zat) dapat suci dengan istihalah. Jika
najis sudah menjadi abu, maka tidak dikatakan najis lagi. Garam (yang sudah
berubah) tidak dikatakan najis lagi walaupun sebelumnya berasal dari keledai,
babi atau selainnya yang najis. Begitu pula dianggap suci jika najis jatuh ke sumur
dan berubah jadi tanah. Misal yang lain, khomr ketika berubah menjadi cuka baik

51
dengan sendirinya atau dengan proses tertentu dari manusia atau cara lainnya,
maka itu juga dikatakan suci. Hal ini semua dikarenakan zat yang tadi ada sudah
berubah. Aturan Islam pun menetapkan bahwa sifat najis jika telah hilang, maka
sudah dikatakan tidak najis lagi (sudah suci).

Jadi jika tulang dan daging berubah menjadi garam, maka yang dihukumi
sekarang adalah garamnya. Garam tentu saja berbeda statusnya dengan tulang dan
daging tadi.

Perkara semisal ini amatlah banyak. Intinya, istihalah pada zat terjadi jika
sifat-sifat najis yang ada itu hilang.

Adapun ulama Syafi’iyah dan pendapat ulama Hambali yang lebih kuat,
najis ‘ain (zat) tidaklah dapat suci dengan cara istihalah. Jika anjing atau selainnya
dilempar dalam garam, akhirnya mati dan jadi garam, maka tetap dihukumi najis.
Begitu pula jika ada uap yang berasal dari api yang bahannya najis, lalu uap itu
mengembun, maka tetap dihukumi najis.

Dikecualikan dalam masalah ini adalah untuk khomr, yaitu khomr yang
berubah menjadi cuka dengan sendirinya, tidak ada campur tangan. Cuka yang
berasal dari khomr seperti itu dianggap suci. Alasan najisnya khomr tadi adalah
karena memabukkan. Saat jadi cuka tentu tidak memabukkan lagi, maka dari itu
dihukumi suci. Hal ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan para ulama).

Adapun jika khomr berubah menjadi cuka dengan proses tertentu misalnya
ada gas yg masuk, maka ketika itu tidaklah suci.

Dari perselisihan di atas, pendapat yang rojih (kuat) dalam masalah ini
adalah yang menyatakan bahwa suatu zat yang najis yang berubah (dengan
istihalah) menjadi zat lain yang baru, dihukumi suci.

Di antara alasannya adalah karena hukum itu berputar pada ‘illah-nya


(alasan atau sebab). Jika ‘illah itu ada, maka hukum itu ada. Jika sifat-sifat najis
telah hilang, maka hukum najis itu sudah tidak ada. Demikianlah yang dijelaskan
dalam kaedah ushuliyah,

52
‫ال ُح ْك ُم يَ ُدوْ ُر َم َع ِعلَّتِ ِه ثُبُوْ تًا َو َع َد ًما‬

"Hukum itu berputar pada ‘illahnya. Jika ‘illah itu ada, maka hukum itu ada.
Begitu sebaliknya jika ‘illah itu tidak ada, maka hukum itu tidak ada."
Pendapat inilah yang lebih tepat, apalagi diterapkan di zaman saat ini. Kita
masih ingat bahwa minyak bumi itu asalnya dari bangkai hewan yang terpendam
ribuan tahun. Padahal bangkai itu jelas najis. Jika kita katakan minyak bumi, itu
najis karena berpegang pada pendapat Syafi’iyah dan Hambali, maka jadi
problema untuk saat ini.

Jika seseorang memahami kaedah istihalah ini, ia akan tahu


bagaimanakah menghukumi suatu najis apabila najis tersebut sudah berubah
menjadi benda lain yang tidak nampak lagi atsar-atsarnya (bekas-bekasnya).
(Tuasikal, 2013)

5.2.2.2 Percampuran Benda Najis dan Haram dengan Benda


Suci dan Halal (Istihlak)

Yang dimaksud dengan istihlak adalah bercampurnya benda haram atau


najis dengan benda lainnya yang suci dan halal yang jumlahnya lebih banyak
sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang sebelumnya najis,
baik rasa, warna dan baunya.

Maksud dari istihlak tersebut terdapat dalam dua dalil berikut:

Hadits pertama: Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

‫ْال َما ُء طَهُو ٌر اَل يُنَجِّ ُسهُ َش ْي ٌء‬

“Air itu suci, tidak ada yang dapat menajiskannya.”


Hadits kedua: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

َ َ‫إِ َذا َكانَ اَ ْل َما َء قُلَّتَي ِْن لَ ْم يَحْ ِملْ اَ ْلخَ ب‬


‫ث‬

53
“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin dipengaruhi kotoran
(najis).”
Dua hadits di atas menjelaskan bahwa apabila benda yang najis atau haram
bercampur dengan air suci yang banyak, sehingga najis tersebut lebur tak
menyisakan warna atau baunya, maka dia menjadi suci.

Jadi suatu saat air yang najis bisa berubah menjadi suci jika bercampur
dengan air suci yang banyak. Tidak mungkin air yang najis selamanya berada
dalam keadaan najis tanpa perubahan. Tepatlah perkataan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, “Siapa saja yang mau merenungkan dalil-dalil yang telah disepakati
dan memahami rahasia hukum syari’at, niscaya akan jelas baginya bahwa
pendapat inilah yang lebih tepat. Sangat tidak mungkin ada air atau benda cair
yang tidak mungkin mengalami perubahan menjadi suci (tetap najis). Ini sungguh
bertentangan dengan dalil dan akal sehat. Jika ada yang menganggap bahwa
hukum najis itu tetap ada padahal (sifat-sifat) najis telah dihilangkan dengan
cairan atau yang lainnya, maka ini sungguh jauh dari tuntutan dalil dan
bertentangan dengan qiyas yang bisa digunakan.” (Tuasikal, 2013)

5.2.2.3 Darurat Membolehkan yang Haram

Kaedah ini dibawakan di antaranya oleh Ibnu Nujaim dalam Al Asybah


wan Nazhoir. Beliau menyebutkan kaedah,

‫الضروراتـ تبيح المحظورات‬


“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.”
Contoh penerapan kaedah di atas, dibolehkannya memakan bangkai bagi
orang yang dalam keadaan darurat. Sebagaimana disebutkan dalam ayat yang
telah lewat,

‫ير َو َما أُ ِه َّل بِ ِه لِ َغي ِْر هَّللا ِ فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغ ْي َر‬ ِ ‫إِنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َوال َّد َم َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِز‬
‫اغ َواَل عَا ٍد فَاَل إِ ْث َم َعلَ ْي ِه إِ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬ ٍ َ‫ب‬

54
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,
dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S.
Al-Baqarah (2) : 173)
Namun kaedah di atas memiliki syarat yang harus dipenuhi tidak sekedar
mendapati bahaya, lantas menerjang yang haram. Beberapa syarat yang mesti
dipenuhi:

1. Yakin akan memperoleh dhoror (bahaya), bukan hanya sekedar sangkaan


atau yang nantinya terjadi. Jadi, seseorang tidak boleh mengonsumsi
bangkai sebelum dhoror (bahaya) itu terjadi, yaitu dalam keadaan khawatir
binasa atau bisa celaka karena rasa lapar yang sangat.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

‫ بَلْ َمتَى‬، ‫ اَل يُ ْكتَفَى فِي ِه بِ ْال َم ِظنَّ ِة‬، ‫ُورةَـ أَ ْم ٌر ُم ْعتَبَ ٌر بِ ُوجُو ِد َحقِيقَتِ ِه‬
َ ‫ضر‬َّ ‫ال‬
‫ َو َمتَى‬، ‫وج ْد‬َ ُ‫َت ْال َم ِظنَّةُ أَوْ لَ ْم ت‬ْ ‫ َس َوا ٌء ُو ِجد‬، ‫ت‬ ْ ‫ُورةُـ أَبَا َح‬ َ ‫ضر‬ َّ ‫َت ال‬ْ ‫ُو ِجد‬
‫ لَ ْم يُبَحْ اأْل َ ْك ُل لِ ُوجُو ِد َم ِظنَّتِهَا بِ َحا ٍل‬، ‫ت‬
ْ َ‫ا ْنتَف‬

“Keadaan darurat baru teranggap ada jika sudah benar-benar ditemui.


Jadi tidak cukup dengan hanya sangkaan. Jika ditemukan keadaan
darurat, maka dibolehkanlah yang haram, baik ada sangkaan ataukah
tidak. Ketika keadaan darurat telah hilang, maka tidak dibolehkan
kembali mengonsumsi yang haram walau dengan suatu sangkaan kala
itu.”
2. Dipastikan bahwa dengan melakukan yang haram dapat menghilangkan
dhoror (bahaya). Jika tidak bisa dipastikan demikian, maka tidak boleh
seenaknya menerjang yang haram. Contoh: Ada yang haus dan ingin
minum khomr. Perlu diketahui bahwa khomr itu tidak bisa menghilangkan
rasa haus. Sehingga meminum khomr tidak bisa dijadikan alasan untuk
menghilangkan dhoror (bahaya).

55
3. Tidak ada jalan lain kecuali dengan menerjang larangan demi hilangnya
dhoror. Contoh: Ada wanita yang sakit, ada dokter perempuan dan dokter
laki-laki. Selama ada dokter wanita, maka tidak bisa beralih pada dokter
laki-laki. Karena saat itu bukan darurat.
4. Haram yang diterjang lebih ringan dari bahaya yang akan menimpa.
5. Sesuatu yang haram yang dikonsumsi saat darurat diambil sekadarnya.
Jika darurat sudah hilang, maka tidak boleh mengonsumsinya lagi. Maka
para ulama membuat kaedah lagi dalam masalah ini,

‫ما أبيح للضرورة يقدر بقدرها‬

“Sesuatu yang dibolehkan karena keadaan darurat, maka dikonsumsi


sekadarnya saja.“
Kaedah ini adalah maksud ayat,

‫اغ َواَل عَا ٍد فَاَل إِ ْث َم َعلَ ْي ِه‬


ٍ َ‫فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغي َْر ب‬
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya.” (Q.S. Al Baqarah (2) : 173).
Kata Ibnu Nujaim, orang yang makan bangkai dalam keadaan darurat
hanya mengonsumsi sekadar untuk mempertahankan hidup saja.

Dari kaedah darurat ini beberapa permasalahan kontemporer bisa masuk di


dalamnya dengan tetap memperhatikan syarat-syarat yang telah disampaikan di
atas:

1. Dibolehkannya berobat dengan yang najis jika tidak didapati sesuatu yang
suci. Alasannya, karena maslahat menyelamatkan jiwa lebih didahulukan
dari maslahat menjauhi yang najis.
2. Boleh membelah kandungan (melakukan operasi sesar) pada perut ibu jika
memang sulit melahirkan karena menjaga keselamatan janin lebih utama
daripada menjaga kehormatan ibu. (Tuasikal, 2013)
5.2.2.4 Berobat dengan yang Haram

56
Kaidah fiqhiyah, yaitu:

‫الضرورةـ تبيح المحظورات‬

“Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang”


Kaidah ini dengan syarat:

1. Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.


2. Digunakan sekadar mencukupi saja untuk memenuhi kebutuhan.

Inilah landasan yang digunakan MUI, jika kita kaji sesuai dengan syarat:

1. Saat itu belum ada pengganti vaksin lainnya

Adapun yang berdalil bahwa bisa diganti dengan jamu, habbatussauda,


atau madu bukan berarti kami merendahkan pengobatan nabi dan tradisional,
maka kita jawab bahwa itu adalah pengobatan yang bersifat umum dan tidak
spesifik. Sebagaimana jika kita mengobati virus tertentu, maka secara teori bisa
sembuh dengan meningkatkan daya tahan tubuh, akan tetapi bisa sangat lama dan
banyak faktor, bisa saja dia mati sebelum daya tahan tubuh meningkat. Apalagi
untuk jamaah haji, syarat satu-satunya adalah vaksin.

2. Enzim babi pada vaksin hanya sebagai katalisator, sekedar penggunaannya


saja.

Jika ada yang berdalil dengan,

‫ وال تتداووا بحرام‬،‫ فتداووا‬،‫إن هللا خلق الداء والدواء‬

“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah, dan


jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Thabrani. Dinilai hasan oleh
Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 1633)
Maka, pendapat terkuat bahwa pada pada asalnya tidak boleh berobat
dengan benda-benda haram kecuali dalam kondisi darurat, dengan syarat:

1. Penyakit tersebut adalah penyakit yang harus diobati.

57
2. Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit
tersebut.
3. Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.

Berlandaskan pada kaidah fiqhiyah,

‫إذا تعارض ضرران دفع أخفهما‬

”Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka diambil yang paling
ringan.“
Dan Maha Benar Allah yang memang menciptakan penyakit namun pasti
ada obatnya. Kalau tidak ada obatnya sekarang, maka hanya karena manusia
belum menemukannya. Terbukti baru-baru ini telah ditemukan vaksin meningitis
yang halal, dan MUI mengakuinya.

Agama Islam adalah agama yang mudah dan tidak kaku, Allah tidak
menghendaki kesulitan kepada hambanya. Allah Ta’ala berfirman,

ٍ ‫َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم فِي الدِّي ِن ِم ْن َح َر‬


‫ج‬

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”
(Q.S. Al-Hajj (22) : 78) (Bahraen: 2011)
5.2.2.5 Kemudahan Saat Kesempitan

Sesungguhnya syari’at Islam ini dibangun di atas kemudahan. Banyak


sekali dalil-dalil yang mendasari hal ini, bahkan Imam asy-Syathibi mengatakan :
Dalil-dalil tentang kemudahan bagi umat ini telah mencapai derajat yang pastgi.

Semua syari’at itu mudah. Namun, apabila ada kesulitan maka akan ada
tambahan kemudahan lagi. Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafi’i
rahimahullah tatkala berkata.

ْ ‫ت اتَّ َس َع‬
‫ت‬ َ ‫ت األُصُوْ ُل َعلَى أَ َّن األَ ْشيَا َء إِ َذا‬
ْ َ ‫ض اق‬ ِ َ‫بُنِي‬
“Kaidah syari’at itu dibangun (di atas dasar) bahwa segala sesuatu apabila
sampai maka menjadi luas” (Yusuf, 2009)

58
5.2.3 Fatwa-fatwa

Penggunaan vaksin ini telah diakui manfaatnya oleh kedokteran yaitu


melindungi anak-anak dari cacat fisik (kepincangan) dengan izin Allah.
Sebagaimana belum ditemukan adanya pengganti lainnya hingga sekarang. Oleh
karena itu, menggunakannya sebagai obat dan imunisasi hukumnya boleh, karena
bila tidak maka akan terjadi bahaya yang cukup besar. Sesungguhnya pinti fiqih
luas memberikan toleransi dari perkara najis- kalau kita katakan bahwa cairan
(vaksin) itu najis- apabila terbukti bahwa cairan najis ini telah lebur dengan
memperbanyak benda-benda lainnya. Ditambah lagi bahwa keadaan ini masuk
dalam kategori darurat atau hajat yang sederajat dengan darurat, sedangkan
termasuk perkara yang dimaklumi bersama bahwa tujuan syari’at yang paling
penting adalah menumbuhkan maslahat dan membedung mafsadat.

Majelis mewasiatkan kepada para pemimpin kaum muslimin dan


pemimpin markaz agar mereka tidak bersikap keras dalam masalah ijtihadiyyah
(berada dalam ruang lingkup ijtihad) seperti ini yang sangat membawa maslahat
yang besar bagi anak-anak muslim selagi tidak bertentangan dengan dalil-dalil
yang jelas.

Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)

Majelis Ulama Indonesia dalam rapat pada 1 Sya’ban 1423H, setelah


mendiskusikan masalah ini mereka menetapkan : 1). Pada dasarnya, penggunaan
obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari atau mengandung benda najis
ataupun benda terkena najis adalah haram. 2). Pemberian vaksin IPV kepada
anak-anak yang menderita immunocompromise, pada saat ini, dibolehkan,
sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menerbitkan Fatwa


MUI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi. Fatwa ini diterbitkan pada 23
Januari 2016.

59
MUI mulai menggodok fatwa ini sejak 2013. Ada sejumlah pertimbangan
MUI dalam mengeluarkan fatwa ini.

1. Bahwa ajaran Islam sangat mendorong umatnya untuk senantiasa menjaga


kesehatan, yang dalam praktiknya dapat dilakukan melalui upaya preventif
agar tidak terkena penyakit, dan berobat manakala sakit agar diperoleh
kesehatan kembali, yaitu dengan imunisasi.
2. Bahwa imunisasi, sebagai salah satu tindakan medis untuk mencegah
terjangkitnya penyakit tertentu, bermanfaat untuk mencegah penyakit
berat, kecacatan, dan kematian.
3. Bahwa ada penolakan sebagian masyarakat terhadap imunisasi, baik
karena pemahaman keagamaan bahwa praktik imunisasi dianggap
mendahului takdir maupun karena vaksin yang digunakan diragukan
kehalalannya. (Dokter Indonesia, 2014)

Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis


hukumnya haram dan tidak dibolehkan, kecuali ada beberapa hal ini:

1. Digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat. Al-dlarurat (darurat)


ialah kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat
mengancam jiwa manusia. Sedangkan al-hajat ialah kondisi keterdesakan
yang apabila tidak diimunisasi maka akan dapat menyebabkan penyakit
berat atau kecacatan pada seseorang.
2. Belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci.
3. Adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa
tidak ada vaksin yang halal

Imunisasi tidak boleh dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang


kompeten dan dipercaya, menimbulkan dampak yang membahayakan (dlarar).

60
MUI juga memberikan rekomendasi terkait imunisasi. Ada 7 rekomendasi
dari MUI:

1. Pemerintah wajib menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat, baik


melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.
2. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan
imunisasi bagi masyarakat.
3. Pemerintah wajib segera mengimplementasikan keharusan sertifikasi halal
seluruh vaksin, termasuk meminta produsen untuk segera mengajukan
sertifikasi produk vaksin.
4. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal
5. .Produsen vaksin wajib menyertifikasi halal produk vaksin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pemerintah bersama tokoh agama dan masyarakat wajib melakukan
sosialisasi pelaksanaan imunisasi.
7. Orang tua dan masyarakat wajib berpartisipasi menjaga kesehatan,
termasuk dengan memberikan dukungan pelaksanaan imunisasi. (Dokter
Indonesia, 2014)

5.3 Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Perilaku Imunisasi Menurut


Pandangan Islam

Pandangan Islam Terhadap Aspek Pencegahan Penyakit

Islam mengutamakan aspek pencegahan dalam berbagai bidang


kehidupan. Sebagai contoh dalam menghadapi kemungkinan timbulnya penyakit
menular seksual, Islam dengan tegas melarang umatnya untuk mendekati zina.

ِ َ‫الز ٰنٓى اِنَّهٗ َكانَ ف‬


ً‫اح َشة‬ ِّ ‫َواَل ت َۡق َربُوا‬

"Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
keji dan jalan yang buruk." (Q.S. Al-Isra (17) : 32)

61
Coba perhatikan, bukan larangan berzina tapi larangan untuk mendekati
zina. Suatu aspek preventif yang luar biasa karena jauh lebih mudah menghindari
mendekati zina daripada menghindari berzina. Bandingkan dengan program
kondomisasi yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan masyarakat karena justru
memfasilitasi zina secara tidak langsung.

Panduan terhadap pencegahan penyakit dalam Al-Qur'an maupun Al-


Hadits (petunjuk Nabi saw) dapat dilihat pada beberapa ayat dan hadits berikut:
1. Lakukanlah lima hal sebelum terwujud lima hal yang lain. Dari Ibnu
‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ص َّحتَكَ قَ ْب َل َسقَ ِمكَ َو ِغنَاكَ قَ ْب َل‬


ِ ‫ك َو‬ َ ‫ك قَب َْل ه ََر ِم‬ ٍ ‫اِ ْغتَنِ ْم خَ ْمسًا قَ ْب َل َخ ْم‬
َ َ‫ َشبَاب‬: ‫س‬
َ‫ك قَب َْل َش ْغلِكَ َو َحيَاتَكَ قَب َْل َموْ تِك‬ َ ‫فَ ْق ِر‬
َ ‫ك َو فَ َرا َغ‬
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara : [1] Waktu mudamu sebelum
datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3]
Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum
datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-
Hakim dalam Al-Mustadroknya)

2. Bila terjadi wabah di suatu tempat, maka penduduk setempat dilarang


meninggalkan daerahnya dan orang luar dilarang berkunjung sampai
wabah berlalu. (Al-Hadits) Inilah konsep isolasi daerah wabah yang sudah
diajarkan oleh Nabi SAW sejak dahulu.

62
3.

ْ‫يف َوفِى ُك ٍّل َخ ْي ٌر احْ ِرص‬ ‫ْال ُم ْؤ ِم ُن ْالقَ ِوىُّ خَ ْي ٌر َوأَ َحبُّ إِلَى هَّللا ِ ِمنَ ْال ُم ْؤ ِم ِن الض َِّع ِـ‬
َ‫ت َكان‬ُ ‫ك َش ْى ٌء فَالَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَ َع ْل‬ َ َ‫صاب‬َ َ‫َعلَى َما يَ ْنفَعُكَ َوا ْست َِع ْن بِاهَّلل ِ َوالَ تَ ْع ِج ْز َوإِ ْن أ‬
‫ َولَ ِك ْن قُلْ قَ َد ُر هَّللا ِ َو َما َشا َء فَ َع َل فَإ ِ َّن لَوْ تَ ْفتَ ُح َع َم َل ال َّش ْيطَا ِن‬.‫َك َذا َو َك َذا‬
"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin
yang lemah. Namun masing-masing ada kebaikan. Semangatlah meraih apa yang
manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan bersikap
lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan, "Seandainya
aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan lain." Akan tetapi
katakanlah, "Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia
Perbuat." Sebab, mengandai-andai itu membuka pintu setan." (HR. Muslim)

4.

ۡ‫اط ۡالخ َۡـي ِل تُ ۡر ِهب ُۡونَ بِ ٖه َع ُد َّو هّٰللا ِ َو َع ُد َّو ُكم‬


ِ َ‫استَطَ ۡعتُمۡ ِّم ۡن قُ َّو ٍة َّو ِم ۡن ِّرب‬ ۡ ‫َواَ ِع ُّد ۡوا لَهُمۡ َّما‬
‫هّٰللا‬ ۡ ‫َر ۡينَ ِم ۡن ُد ۡونِ ِهمۡ‌ اَل ت َۡعلَ ُم ۡونَهُ ُ‌م هّٰللَا ُ يَ ۡعلَ ُمهُمۡ‌ؕ َو َما تُ ۡـنفِقُ ۡوا ِم ۡن‬ ٰ
ِ ‫شى ٍء فِ ۡى َسبِ ۡي ِل‬ ِ ‫َواخ‬
۶۰﴿ َ‫ف اِلَ ۡي ُكمۡ َواَ ۡنـتُمۡ اَل تُ ۡظلَ ُم ۡون‬ َّ ‫﴾ي َُو‬

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.
Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan
cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (Q.S. Al-Anfal (8) :
60)

5.

‫ض َّرهُ َذلِكَ ْاليَوْ َم ُس ٌّم َوالَ ِسحْ ٌر‬


ُ َ‫ لَ ْم ي‬،ً‫ت َعجْ َوة‬ َ َ‫َم ْن ت‬
ٍ ‫صب ََّح بِ َسب ِْع تَ َم َرا‬
“Barangsiapa mengkonsumsi tujuh butir kurma Ajwah pada pagi hari, maka pada
hari itu ia tidak akan terkena racun maupun sihir” (HR. Bukhori)

Dari beberapa hadits dan ayat Al-Qur'an tersebut di atas kita dapat melihat
bahwa Islam sangat menganjurkan aspek pencegahan terhadap penyakit. Karena
biaya yang dikeluarkan untuk aspek pencegahan akan jauh lebih murah
dibandingkan dengan pengobatan penyakit. Hal ini telah dibuktikan kebenarannya

63
oleh ilmu kedokteran modern. Islam memberi kebebasan dalam hal teknik
pencegahan sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada saat itu.

Islam tidak pernah membatasi kemajuan teknologi, namun hanya memberi


batasan atau rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Ini terbukti dengan
pernyataan Nabi SAW ketika ada yang bertanya kepada beliau mengenai
perkawinan pohon kurma. Saat itu beliau memberi nasehat dan ternyata kurma
menjadi tidak berbuah saat dilaksanakan nasehat tersebut. Islam hanya
mengajarkan rambu-rambu yang bersifat umum dan baku, seperti larangan
berobat dengan yang haram, larangan berobat ke dukun atau ahli sihir namun
mengenai hal-hal yang bersifat teknis sepenuhnya diserahkan kepada
perkembangan ilmu sains sesuai perkembangan zamannya. Dengan prinsip ini
tidak heran bahwa para ilmuwan muslim pernah mencapai puncak kejayaannya
dalam hal sains tidak berapa lama setelah Nabi SAW wafat.

Tidak ada dalil dari Al-Qur'an atau Hadits Nabi yang spesifik
menyebutkan perlunya vaksinasi. Namun tidak adanya dalil qauliyah bukan
berarti vaksinasi bertentangan dengan ajaran Nabi SAW. Hal ini adalah karena
vaksinasi termasuk ranah kauniyah. Ranah ilmu pengetahuan modern yang
diperoleh berdasarkan pencarian oleh manusia. Berdasarkan penelitian yang tekun
dan seksama, sebagaimana sudah disebutkan di atas. Oleh karena itu pakar
mengenai vaksinasi tentu saja adalah para dokter dan peneliti di bidang
vaksinologi, bukan wartawan, sarjana hukum, ahli statistik, atau yang lainnya.
(Yunuarso, 2012)

64
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada responden yang datang
berkunjung ke Posyandu Rosmerah dan yang berada di wilayah Rw 010 Tanah Tinggi,
Jakarta Pusat dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran pengetahuan ibu di wilayah posyandu rosmerah sebagian besar


memiliki pengetahuan yang kurang.
2. Gambaran perilaku imunisasi dasar di wilayah posyandu rosmerah sudah
cukup baik karena sebagian besar melakukan imunisasi dasar secara
lengkap.
3. Tidak ada hubungan pengetahuan ibu terhadap perilaku imunisasi dasar di
wilayah posyandu rosmerah.
4. Menurut pandangan Islam hubungan pengetahuan ibu dengan perilaku
imunisasi dasar, bahwa diketahui orang yang berpengetahuan itu memiliki
kedudukan yang tinggi di mata Allah SWT sebagaimana dijelaskan dalam
Q.S. Al-Mujadilah (58) ayat 11. Selain itu, imunisasi dalam pandangan
Islam hukumnya boleh dan tidak terlarang karena imunisasi termasuk
penjagaan diri dari penyakit sebelum terjadi sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW.

65
6.2. Saran

1. Bagi Responden

Bagi responden usahakan untuk membaca Kartu Menuju Sehat (KMS)


agar dapat menambah pengetahuan mengenai tujuan, manfaat, jadwal, dan jenis-
jenis imunisasi sehingga dapat menjaga kesehatan anak dengan baik salah satunya
dengan cara memberikan imunisasi dasar yang lengkap.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk terus mengembangkan


penelitian mengenai hubungan pengetahuan terhadap imunisasi dasar agar data
yang dihasilkan lebih bervariasi dan memajukan wawasan ilmu kedokteran.

3. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan agar menambah wawasan mengenai pentingnya
melakukan imunisasi dasar yang lengkap guna untuk mencegah terjadinya
penyakit.
4. Bagi Mubaligh
Untuk para mubaliqh diharapkan dalam dakwahnya hendak
menyampaikan kepada masyarakat muslim agar berpengetahuan yang baik karena
orang yang berpengetahuan memiliki kedudukan yang tinggi di mata Allah SWT
dan senantiasa menjaga kesehatan dengan melakukan imunisasi secara lengkap

66
sebagai upaya pencegahan agar tidak terkena penyakit karena Allah menyukai
orang yang menjaga kebersihan dan kesehatan diri.

DAFTAR PUSTAKA

Al-quran Al-karim dan Terjemahannya. Departemen Agama Republik Indonesia.

Bahraen, R. (2011). Pro Kontra Hukum Imunisasi dan Vaksinasi. Diakses tanggal
17/01/18 dari https://muslim.or.id/7073-pro-kontra-hukum-imunisasi-dan-
vaksinasi.html

Bidang Kesehatan Masyarakat. (2016). Profil Kesehatan Provinsi DKI


Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. 19.

Budiman Gondowardojo, YR. & Wirakusama, IB.. (2015). Tingkat Pengetahuan,


Sikap, dan Perilaku Ibu Mengenai Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi
di Wilayah Puskesmas Bebandem Tahun 2014. E-Jurnal medika udayana.
4 (4), 4-5.

67
Dokter Indonesia. (2014). Kontroversi Haram Halal Imunisasi Bayi Menurut
Agama Islam. Diakses tanggal 17/01/18 dari
https://mediaimunisasi.com/2014/09/29/kontroversi-hara-halal-imunisasi-
bayi-menurut-agama-islam/

Hasyim, B. (2013). Islam dan Ilmu Pengetahuan (Pengaruh Temuan Sains


Terhadap Perubahan Islam). Jurnal Dakwah Tabligh. 14 (1), 133-134.

Hijani, R., Nauli FA., & Zulfitri R.. (2014). Hubungan Pengetahuan Ibu tentang
Imunisasi terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Dumai Kota Kelurahan Dumai Kota. Jurnal Online
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan. 1 (1), 1-9.

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian


Kesehatan RI. 133.

Khotimah K.. (2014). Paradigma dan Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-qur’an.
Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman. 9 (1), 71-82.

Notoatmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 161.

Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka


Cipta. 135-143, 147-150.

Notoatmodjo, S. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


182-187.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2016). Situasi Imunisasi di
Indonesia. Infomasi Data dan informasi. 1.

Satgas Imunisasi PP Idai (2014). Panduan Imunisasi Anak. Jakarta: Kompas. 43,


58-59, 124-132.

Satgas Imunisasi Idai (2014). Pedoman Imunisasi di Indonesia. 5th ed. Jakarta:


Idai. 5,7.

Surifandi S.. (2014). Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi. Jurnal
Ushuluddin. 21 (1), 63-65.

68
Tuasikal, MA. (2013). Kaedah Fikih Memahami Hukum Vaksinasi. Diakses
tanggal 17/01/18 dari https://rumaysho.com/3541-kaedah-fikih-
memahami-hukum-vaksinasi.html

Yunuarso, PB. (2012). Pandangan Agama Terhadap Vaksinasi. Diakses tanggal


17/01/18 dari https://id.scribd.com/doc/146097860/vaksinasi-dan-islam-
pdf

Yusuf, AU. (2009). Kontroversi Hukum Imunisasi Polio. Diakses tanggal


17/01/18 dari https://muslimafiyah.com/makan-sampe-full-kenyang-
makruh-tapi-sekali-kali-boleh.html

Lampiran 1

JADWAL PENELITIAN

TAHUN 2016
NO JENIS KEGIATAN
9 10 11 12
1 Bimbingan proposal √ √ √ √
2 Sidang proposal
3 Perijinan penelitian
4 Sosialisasi teknis penelitian
5 Pengambilan data

69
6 Pengolahan data
7 Analisis data
8 Pembuatan laporan
9 Bimbingan laporan
10 Sidang laporan hasil penelitian
11 Revisi
12 Publikasi

N JENIS TAHUN 2017


O KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Bimbingan proposal √ √ √ √ √
2 Sidang proposal √
3 Perijinan penelitian √
4 Sosialisasi teknis

penelitian
5 Pengambilan data √ √ √ √
6 Pengolahan data √
7 Analisis data √
8 Pembuatan laporan √
9 Bimbingan laporan √ √ √
10 Sidang laporan hasil

penelitian
11 Revisi √
12 Publikasi √

Lampiran 2

ANGGARAN PENELITIAN
NO JENIS PENGELUARAN BIAYA YANG DIUSULKAN
(Rp)
1 Alat tulis (proposal, kuesioner, laporan) 500.000
2 Transportasi 250.000
3 Souvenir (100 orang) 1.000.000
4 Dokumentasi 250.000
5 Analisis data 500.000
6 Penyajian data 500.000
JUMLAH 3.000.000

70
Lampiran 3

BIODATA PENELITI

Nama lengkap : Rafa” Assidiq

Nomor Induk Mahasiswa : 1102014218

Tempat/Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 7 Februari 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Fakultas/Program Studi : Kedokteran Umum

Alamat Rumah : Jl. Cibogo Rt 01 Rw 03 kelurahan cilamajang


kecamatan kawalu kota Tasikmalaya

Riwayat Pendidikan :

Tahun 2001-2002 : TKA/TPA Al-Qur’an Hidayatul Muttaqin

71
Tahun 2002-2008 : SDN Darmajaya

Tahun 2008-2011 : MTs Muhammadiyah 6 Al-Furqon

Tahun 2011-2012 : Mas Muhammadiyah Al-Furqon

Tahun 2012-2014 : SMA Al-Muttaqin fullday school Tasikmalaya

Tahun 2014-sekarang : Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI

Lampiran 4

Informed Consent

FORMULIR INFORMED CONSENT

Dengan ini saya,


nama :
jenis kelamin :
umur :
alamat :

no. tlp/HP :

Bersedia untuk mengikuti penelitian yang berjudul:


“HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PERILAKU
IMUNISASI DASAR DI WILAYAH POSYANDU ROSMERAH RW 010

72
TANAH TINGGI, JAKARTA PUSAT TAHUN 2017 DAN TINJAUANNYA
MENURUT ISLAM”
Dengan ketentuan apabila ada hal-hal yang tidak berkenan, maka saya berhak
mengajukan pengunduran diri dari kegiatan penelitian ini.

Jakarta, _____________ 2017

Peneliti, Responden,

( ) ( )

Lampiran 5

FORM KUESIONER
Data Responden

Nama :
Umur : ____ Tahun
Alamat : _______________________________________________
Agama : _____________________
Pendidikan : _______________________________________________
Pekerjaan : _______________________________________________

Silanglah (X) jawaban dari pertanyaan dibawah dibawah ini!

1. Siapa yang mendapatkan imunisasi dasar?


a. Orang dewasa

73
b. Bayi umur 0 – 9 bulan
c. Anak umur lebih dari 1 tahun
2. Dimanakah ibu bisa mendapatkan imunisasi dasar?
a. Kantor Kelurahan
b. Posyandu/Puskesmas
c. Dukun
3. Apakah manfaatnya imunisasi dasar untuk bayi?
a. Mencegah dan melindungi bayi dari penyakit tertentu
b. Agar anak sehat
c. Mengikuti program pemerintah
4. Imunisasi apa yang bukan termasuk program imunisasi dasar yang ibu
ketahui?
a. BCG
b. PCV
c. Hepatitis B
d. Polio
e. DTP
f. HiB
g. Campak
5. Penyakit apa yang tidak dapat dicegah dengan imunisasi dasar?
a. Hepatitis B
b. Campak
c. Polio
d. Dengue
e. Tuberculosis
f. DTP (Difteri, Tetanus, Batuk 100 hari (Batuk rejan))
g. Meningitis
6. Apakah ibu tahu tentang imunisasi Hepatitis B? (jika tahu, lanjutkan ke
pertanyaan no.7 / jika tidak tahu, lanjutkan ke pertanyaan no.9)
a. Tahu
b. Tidak tahu

74
7. Berapa kali imunisasi Hepatitis B diberikan?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
8. Kapan imunisasi Hepatitis B diberikan?
a. Segera setelah bayi lahir, 1 bulan, 6 bulan
b. Saat bayi berusia 3 bulan, 5 bulan, 7 bulan
c. Saat bayi berusia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
9. Apakah ibu tahu tentang imunisasi Polio? (jika tahu, lanjutkan ke
pertanyaan no.10 / jika tidak tahu, lanjutkan ke pertanyaan no.12)
a. Tahu
b. Tidak tahu
10. Berapa kali imunisasi Polio diberikan ?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 4 kali
11. Kapan imunisasi Polio diberikan?
a. Saat bayi berumur 1 bulan, 7 bulan
b. Segera setelah bayi lahir, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
c. Saat bayi berumur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
12. Apakah ibu tahu tentang imunisasi BCG? (jika tahu, lanjutkan ke
pertanyaan no.13 / jika tidak tahu, lanjutkan ke pertanyaan no.15)
a. Tahu
b. Tidak tahu
13. Berapa kali imunisasi BCG diberikan?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
14. Kapan imunisasi BCG diberikan?
a. Saat bayi berumur 2 bulan
b. Saat bayi berumur 1 bulan

75
c. Segera setelah bayi lahir
15. Apakah ibu tahu tentang imunisasi Combo DPT - Hib? (jika tahu,
lanjutkan ke pertanyaan no.16 / jika tidak tahu, lanjutkan ke
pertanyaan no.18)
a. Tahu
b. Tidak tahu
16. Berapa kali imunisasi Combo DPT - Hib diberikan?
a. 3 kali
b. 4 kali
c. 5 kali
17. Kapan imunisasi Combo DPT - Hib diberikan?
a. Saat bayi berumur 1 bulan
b. Saat bayi berumur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
c. Saat bayi berumur 7 bulan

18. Apakah ibu tahu tentang imunisasi Campak? (jika tahu, lanjutkan ke
pertanyaan no.19 / jika tidak tahu, tidak perlu dilanjutkan)
a. Tahu
b. Tidak tahu
19. Berapa kali imunisasi Campak diberikan?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
20. Kapan imunisasi Campak diberikan?
a. Segera setelah bayi lahir
b. Saat bayi berumur 2 bulan, 7 bulan

76
c. Saat bayi berumur 9 bulan

Lampiran 6

FORM CHECKLIST KMS dan WAWANCARA


Data anak

Nama : _________________________________________
Tempat/tanggal lahir : _________________________________________
Umur : ____ Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan

Imunisasi Dasar :

 Lengkap : = 6
a. Hepatitis B 1 – 2 - 3

77
b. Polio 1–2–3-4
c. BCG 1
d. DTP 1–2-3
e. Hib 1–2-3
f. Campak 1

 ≠ lengkap : < 6
a. Hepatitis B 1 – 2 - 3
b. Polio 1–2–3-4
c. BCG 1
d. DTP 1–2-3
e. Hib 1–2-3
f. Campak 1

Lampiran 7

HASIL ANALISIS SPSS


ANALISIS UNIVARIAT

Frequency Table

78
Umur (Tahun)

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18 1 1.0 1.0 1.0
20 1 1.0 1.0 2.0
21 2 2.0 2.0 4.0
22 3 3.0 3.0 7.0
23 4 4.0 4.0 11.0
24 1 1.0 1.0 12.0
25 5 5.0 5.0 17.0
26 3 3.0 3.0 20.0
27 7 7.0 7.0 27.0
28 4 4.0 4.0 31.0
29 6 6.0 6.0 37.0
30 6 6.0 6.0 43.0
31 7 7.0 7.0 50.0
32 7 7.0 7.0 57.0
33 5 5.0 5.0 62.0
34 6 6.0 6.0 68.0
35 9 9.0 9.0 77.0
36 2 2.0 2.0 79.0
37 6 6.0 6.0 85.0
38 1 1.0 1.0 86.0
39 2 2.0 2.0 88.0
41 3 3.0 3.0 91.0
42 2 2.0 2.0 93.0
43 2 2.0 2.0 95.0
44 1 1.0 1.0 96.0
45 1 1.0 1.0 97.0
46 1 1.0 1.0 98.0
47 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

79
Agama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid islam 100 100.0 100.0 100.0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid D3 2 2.0 2.0 2.0
S1 5 5.0 5.0 7.0
SD 7 7.0 7.0 14.0
SLTA 5 5.0 5.0 19.0
SLTP 3 3.0 3.0 22.0
SMA 26 26.0 26.0 48.0
SMEA 3 3.0 3.0 51.0
SMK 25 25.0 25.0 76.0
SMP 24 24.0 24.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Kategori Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 6 6.0 6.0 6.0
Menengah 87 87.0 87.0 93.0
Tinggi 7 7.0 7.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

80
Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid guru 1 1.0 1.0 1.0
IRT 85 85.0 85.0 86.0
karyawan 8 8.0 8.0 94.0
wiraswasta 6 6.0 6.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Kategori Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 15 15.0 15.0 15.0
Tidak Bekerja 85 85.0 85.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 100 100.0 100.0 100.0

p2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 100 100.0 100.0 100.0

p3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 17 17.0 17.0 17.0
1 83 83.0 83.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 26 26.0 26.0 26.0
1 74 74.0 74.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

81
p5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 51 51.0 51.0 51.0
1 49 49.0 49.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 33 33.0 33.0 33.0
1 67 67.0 67.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p7

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 82 82.0 82.0 82.0
1 18 18.0 18.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p8

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 53 53.0 53.0 53.0
1 47 47.0 47.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p9

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 13 13.0 13.0 13.0
1 87 87.0 87.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

82
p10

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 68 68.0 68.0 68.0
1 32 32.0 32.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p11

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 59 59.0 59.0 59.0
1 41 41.0 41.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p12

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 21 21.0 21.0 21.0
1 79 79.0 79.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p13

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 33 33.0 33.0 33.0
1 67 67.0 67.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p14

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 79 79.0 79.0 79.0
1 21 21.0 21.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

83
p15

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 41 41.0 41.0 41.0
1 59 59.0 59.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p16

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 48 48.0 48.0 48.0
1 52 52.0 52.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p17

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 58 58.0 58.0 58.0
1 42 42.0 42.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p18

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 6 6.0 6.0 6.0
1 94 94.0 94.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

p19

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 20 20.0 20.0 20.0
1 80 80.0 80.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

84
p20

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 11 11.0 11.0 11.0
1 89 89.0 89.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

TOT_P

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2 1 1.0 1.0 1.0
3 1 1.0 1.0 2.0
4 1 1.0 1.0 3.0
5 2 2.0 2.0 5.0
6 3 3.0 3.0 8.0
7 6 6.0 6.0 14.0
8 1 1.0 1.0 15.0
9 5 5.0 5.0 20.0
10 5 5.0 5.0 25.0
11 6 6.0 6.0 31.0
12 9 9.0 9.0 40.0
13 11 11.0 11.0 51.0
14 11 11.0 11.0 62.0
15 13 13.0 13.0 75.0
16 10 10.0 10.0 85.0
17 6 6.0 6.0 91.0
18 2 2.0 2.0 93.0
19 5 5.0 5.0 98.0
20 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

85
Pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 10 1 1.0 1.0 1.0
15 1 1.0 1.0 2.0
20 1 1.0 1.0 3.0
25 2 2.0 2.0 5.0
30 3 3.0 3.0 8.0
35 6 6.0 6.0 14.0
40 1 1.0 1.0 15.0
45 5 5.0 5.0 20.0
50 5 5.0 5.0 25.0
55 6 6.0 6.0 31.0
60 9 9.0 9.0 40.0
65 11 11.0 11.0 51.0
70 11 11.0 11.0 62.0
75 13 13.0 13.0 75.0
80 10 10.0 10.0 85.0
85 6 6.0 6.0 91.0
90 2 2.0 2.0 93.0
95 5 5.0 5.0 98.0
100 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang 40 40.0 40.0 40.0
Sedang 22 22.0 22.0 62.0
Baik 38 38.0 38.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

86
Umur anak (Tahun)

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 22 22.0 22.0 22.0
2 17 17.0 17.0 39.0
3 31 31.0 31.0 70.0
4 16 16.0 16.0 86.0
5 5 5.0 5.0 91.0
6 5 5.0 5.0 96.0
8 2 2.0 2.0 98.0
10 2 2.0 2.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Jenis Kelamin Anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 43 43.0 43.0 43.0
Laki-laki 57 57.0 57.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

ID1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 2 2.0 2.0 2.0
1 98 98.0 98.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

ID2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 1 1.0 1.0 1.0
1 99 99.0 99.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

ID3

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 1 1.0 1.0 1.0
1 99 99.0 99.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

87
ID4

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 2 2.0 2.0 2.0
1 98 98.0 98.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

ID5

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 2 2.0 2.0 2.0
1 98 98.0 98.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

ID6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 3 3.0 3.0 3.0
1 97 97.0 97.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

TOT_ID

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 1 1.0 1.0 1.0
2 1 1.0 1.0 2.0
5 2 2.0 2.0 4.0
6 96 96.0 96.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Imunisasi Dasar

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Lengkap 4 4.0 4.0 4.0
Lengkap 96 96.0 96.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

88
ANALISIS BIVARIAT

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan *
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Imunisasi Dasar

Pengetahuan * Imunisasi Dasar Crosstabulation

Imunisasi Dasar
Tidak
Lengkap Lengkap Total
Pengetahuan Kurang Count 1 39 40
% within Pengetahuan 2.5% 97.5% 100.0%
% within Imunisasi Dasar 25.0% 40.6% 40.0%
% of Total 1.0% 39.0% 40.0%
Sedang Count 1 21 22
% within Pengetahuan 4.5% 95.5% 100.0%
% within Imunisasi Dasar 25.0% 21.9% 22.0%
% of Total 1.0% 21.0% 22.0%
Baik Count 2 36 38
% within Pengetahuan 5.3% 94.7% 100.0%
% within Imunisasi Dasar 50.0% 37.5% 38.0%
% of Total 2.0% 36.0% 38.0%
Total Count 4 96 100
% within Pengetahuan 4.0% 96.0% 100.0%
% within Imunisasi Dasar 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 4.0% 96.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square .409a 2 .815
Likelihood Ratio .430 2 .807
Linear-by-Linear
.386 1 .535
Association
N of Valid Cases 100
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .88.

89
Symmetric Measures

Asymp.
a b
Value Std. Error Approx. T Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .064 .815
Interval by Interval Pearson's R -.062 .095 -.619 .537c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.063 .095 -.620 .537c
N of Valid Cases 100
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

90
Lampiran 8

DOKUMENTASI

91
92
93

Anda mungkin juga menyukai