Anda di halaman 1dari 83

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN


PERILAKU PENCEGAHAN KEKERASAN
SEKSUAL PADA REMAJA PUTRI
KELAS XI DI SMK MITRA
SEHAT MANDIRI
SIDOARJO

Studi Cross-Sectional

SITI NUR HAWA


NIM : 202001127

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2024
PROPOSAL SKRIPSI
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN
PERILAKU PENCEGAHAN KEKERASAN
SEKSUAL PADA REMAJA PUTRI
KELAS XI DI SMK MITRA
SEHAT MANDIRI
SIDOARJO

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


Pada Universitas Bina Sehat PPNI Mojokerto

SITI NUR HAWA


NIM : 202001127

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2024

ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan

belum pernah dilakukan atau di kumpulkan orang lain untuk memperoleh gelar di

berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun, dan apabila terbukti

ada unsur plagiatisme saya siap untuk dibatalkan kelulusannya.

Sidoarjo, Februari 2024


Yang menyatakan

SITI NUR HAWA


NIM : 202001127

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal ini telah disetujui untuk diajukan dalam upaya Sidang Skripsi Program

Studi S1 Keperawatan.

Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan

Kekerasan Seksual Pada Remaja Putri Kelas XI Di SMK Mitra

Sehat Mandiri Sidoarjo.

Nama : Siti Nur Hawa

NIM : 202001127

Pada Tanggal :

Oleh :

Pembimbing 1

Dr. M. Sajidin, S. Kp., M. Kes


NIK. 162 601 011

Pembimbing 2

Arief Andriyanto M. Kep., Sp.Kep.Kom


NIK. 162 601 130

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Sidang Skripsi pada Program

Studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Bina Sehat PPNI Kabuaten Mojokerto.

Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan

Kekerasan Seksual Pada Remaja Putri Kelas XI Di SMK Mitra

Sehat Mandiri Sidoarjo

Nama : Siti Nur Hawa

NIM : 202001127

Pada Tanggal :

Mengesahkan :
Tim Penguji Tanda Tangan

Ketua : Dr. Faisal Ibnu, S.Kep.Ns.,M.Kep (................................)

Anggota : Dr. M. Sajidin, S. Kp.,M. Kep (................................)

Anggota : Arief Andriyanto M. Kep., Sp.Kep.Kom (................................)

Mengetahui,
Ka. Prodi S1 Keperawatan
Universitas Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto

Ana Zakiyah, M.Kep


NIK. 162 601 036

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillahirobbilalamin senantiasa saya panjatkan kepada

Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, serta karunia-Nya sya dapat

menyelesaikan Skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan

Perilaku Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Remaja Putri Kelas XI Di SMK

Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka

memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar S1 Keperawatan.

Selesai penulisan Skripsi ini tak lepas dari bantuan, dukungan serta

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya tulus dari hati mngucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kepala Sekolah SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo yang telah mengizinkan

saya melakukan studi pendahluan dan penelitian dalam kesempatan

mendatang.

2. Dr. M.Sajidin, S.Kp,M.Kes selaku Ketua STIKes Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto dan selaku dosen pembimbing 1 yang telah

memberikan arahan, saran dan masukkan serta waktu yang diberikan untuk

bimbingan kepada penulis.

3. Ana Zakiyah, S.Kep.Ns., M.Kep selaku Ka. Prodi S1 Keperawatan STIKes

Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto.

4. Arief Andriyanto M.Kep.,Sp.Kep.Kom selaku dosen pembimbing 2 yang

telah memberikan arahan, saran dan masukkan serta waktu yang diberikan

untuk bimbingan kepada penulis.

vi
5. Dr. Faisal Ibnu, S.Kep.Ns., M.Kes selaku dosen penguji yang telah menguji

dan memberi masukkan kepada penulis.

6. Seluruh staff dosen dan karyawan STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten

Mojokerto.

7. Para responden yang telah bersedia serta meluangkan waktunya untuk

pengisian kuesioner dalam penyelesaian penelitian ini.

8. Untuk teman-teman yang telah mendukung saya.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi masih jauh

dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat

membangun yang diharapkan dapat menyempurnakan skripsi ini.

Sidoarjo, Februari 2024


Penulis

SITI NUR HAWA


202001127

vii
MOTTO

“ Jadilah orang yang rendah diri, sampai orang lain tidak bisa merendahkanmu“

“Obat dari lelah itu istirahat, bukan berhenti”

-Siti Nur Hawa-

viii
PERSEMBAHAN

1. Yang utama dari segalanya ... Alhamdulillah... Puji syukur kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan segalanya dan atas segala lindungan dan ridho-

Nya.

2. Kepada Ibu saya Umi Nurhayati S.Pdi yang telah memberikan do’a,

semangat, dan tidak pernah lelah dalam mendukung saya dalam penyelesaian

tugas akhir penelitian ini dan juga ayah saya Alm. Drs. Ahmat Fatoni yang

selalu mendukung anaknya.

3. Kepada Saudara-saudara saya yang sudah mensuport saya.

4. Kepada sahabat saya Nurom, Regina dan Nia yang mau saya repotkan dan

telah membantu serta memberikan dukungan dalam penyelesaian penelitian

ini.

5. Kepada Briptu. Cahya Ayub Ruswanda yang senantiasa memberi

dukungan dan semangat untuk saya dalam menyelesaikan tugas akhir

penelitian ini.

ix
DAFTAR ISI

x
DAFTAR TABEL

xi
DAFTAR GAMBAR

xii
DAFTAR LAMPIRAN

xiii
1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja adalah masa perubahan atau pubertas di mana perubahan

biologis, psikologis, dan sosial terjadi. Selama masa perubahan tersebut

menjadikan mereka sering berkumpul dengan teman, memiliki rasa ingin tahu

yang tinggi, dan terkadang terlibat dalam penyimpangan dan kekerasan seksual.

Kasus kekerasan fisik, psikis, penelantaran, perundungan, pelecehan dan

kekerasan seksual adalah yang paling umum di kalangan remaja. Berdasarkan

jenis kelamin, perempuan lebih rentan tujuh kali dibandingkan laki-laki menjadi

korban kekerasan seksual. Perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan

seksual karena dalam budaya patriarki memposisikan perempuan lebih rendah

dibanding laki-laki dan perempuan direduksi menjadi objek seksual.

Lingkungan menjadi faktor utama dalam masalah ini, Anak dengan

lingkungan yang kurang bagus lebih rentan terjadinya kekerasan seksual dari pada

anak yang tinggal dilingkungan yang bagus dan aman. Dengan demikian

lingkungan menjadi wadah prioritas masalah kekerasan seksual ini, jika

lingkungan yang positif anak akan menjadi pribadi yang positif, begitu juga

sebaliknya jika lingkungan tersebut negative maka perilaku anak tersebut akan

mengikuti menjadi negative. Selain faktor lingkungan kurangnya pengetahuan dan

informasi pada orang tua dam remaja juga menjadi faktor untuk terjadinya

kekerasan seksual pada remaja. Dalam beberapa tahun terakhir, kekerasan seksual
2

telah menjadi masalah yang mendapat banyak perhatian. Hal Ini dianggap

menyimpang karena dilakukan dengan kekerasan, bertentangan dengan prinsip

dan ajaran agama, dan melanggar hukum. Trauma yang ditimbulkan oleh

kekerasan seksual terhadap anak-anak dan orang dewasa seringkali tidak disadari

karena penyangkalan (Ahmad, 2017;Bukiattinggi, 2020).

Berdasarkan dari data WHO pada tahun 2018 perempuan dengan rentan

usia 15-49 tahun lebih banyak mengalami kejadian kekerasan seksual. Laporan

dari United Nations Children's Fund (UNICEF) menyatakan bahwa ada 120 juta

kasus kekerasan terhadap remaja di seluruh dunia. Data global mengenai

kekerasan seksual terhadap anak menunjukkan bahwa anak perempuan lebih

sering mengalami kekerasan seksual dibandingkan anak laki-laki (Bukiattinggi,

2020).

Pada 2018, Komnas Perempuan menyatakan bahwa data dari berbagai

komunitas digunakan untuk menentukan jenis kekerasan terhadap perempuan di

masyarakat. Area komunitas mencakup tempat kerja, komunitas, tetangga,

institusi pendidikan, dan sekolah. Area komunitas mencakup tempat kerja,

komunitas, tetangga, institusi pendidikan, dan sekolah. 76% insiden kekerasan

seksual terhadap perempuan terjadi di tempat umum atau komunitas, termasuk

pelecehan seksual (911 kasus), pemerkosaan (699 kasus), dan persetubuhan (343

kasus). Menurut catatan tahunan Komnas Perempuan, Jawa Timur adalah provinsi

kedua terbanyak dalam hal kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Sebagai informasi yang dikumpulkan oleh Polda Jatim, dari Januari hingga

Februari 2018, sebanyak 117 anak telah menjadi korban kekerasan seksual. Hal
3

ini menunjukkan bahwa jumlah korban kekerasan cukup besar, mungkin lebih

banyak lagi. (Buana, 2020)

Berdasarkan data Jawapos yang ditulis oleh Sholahuddin, (2022) ada 162

kasus di Sidoarjo dari Januari hingga Desember 2022, menurut data Sistem

Informasi Online Perempuan dan Perlindungan Anak (Simfoni PPA) Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dengan angka ini, Sidoarjo

menempati peringkat ketiga sebagai kota terbesar di Jawa Timur setelah Kota

Surabaya dan Kabupaten Jember. Padahal Kemendikbud sudah membuat

mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan,

tak hanya itu Kemendikbud juga membentuk tim satgas (TPPK) untuk pelaporan

kejadian kekerasan seksual (kemdikbud, 2023). Namun masih saja terjadi

kejadian kekerasan di sekitar lingkungan pendidikan. Sebagai contoh, beberapa

waktu lalu, polisi Sidoarjo telah mengungkap kasus pencabulan dan pemerkosaan

anak yang terjadi di sekitar lingkungan sekitar SMK Mitra Sehat Mandiri

Sidoarjo. Pelaku yang diringkus polisi yaitu Baron Bend, pria berusia 42 tahun

memperkosa anaknya sendiri yang masih remaja berusia 15 tahun.

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada saat

wawancara pada 5 remaja putri yang ada di SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo, 4

dari 5 remaja putri tersebut tidak begitu paham tentang pencegahan kekerasan

seksual. Diketahui 3 dari 5 remaja putri tersebut pernah mendapatkan perlakukan

tidak menyenangkan yaitu pelecehan seksual seperti memanggil dengan kata yang

tidak pantas atau cat calling, gerakan yang tidak pantas yang bersifat seksual dan

komentar-komentar yang bersifat kearah seksual.


4

Kasus kekerasan fisik, psikis, penelantaran, perundungan, pelecehan dan

kekerasan seksual adalah yang paling umum di kalangan remaja. Berdasarkan

jenis kelamin, perempuan lebih rentan tujuh kali dibandingkan laki-laki menjadi

korban kekerasan seksual. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dilihat,

tingginya angka kasus kekerasan seksual pada anak dari tahun ke tahun yang terus

meningkat, mencerminkan buruknya situasi perlindungan anak di Indonesia. Hal

ini pasti menyebabkan kekhawatiran bagi remaja-remaja perempuan. Kekerasan

seksual memiliki dampak dan konsekuensi yang sangat mengerikan, akibat

langsung yang dialami korban seperti malu, kurangnya keinginan untuk

berpartisipasi dalam kegiatan sosial, depresi hingga menyebabkan kematian.

Tingkat pengetahuan pada remaja menjadi hal penting karena akan

menjadi tolak ukur untuk mereka merespon kejadian-kejadian yang terjadi. Untuk

mencegah anak menjadi korban kekerasan seksual, Indonesia telah menetapkan

kebijakan perlindungan anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, atau UU Nomor 35 Tahun 2014, adalah undang-undang yang

mengatur perlindungan anak. Pasal 9 ayat 2, pasal 15, pasal 20, pasal 54, pasal 59,

pasal 69, dan pasal 76 C–E mengatur perlindungan anak agar tidak menjadi

korban kekerasan seksual. Kekerasan seksual tidak dapat diterima dan merupakan

pelanggaran hak asasi manusia. Anak juga berhak atas hak-hak yang harus

dihormati dan dilindungi (Bukiattinggi, 2020).

Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menerapkan perilaku

pencegahan seksual pada remaja dan anak-anak, terutama pada remaja perempuan

yang sering menjadi korban kekerasan seksual. Sebagai tenaga kesehatan, perawat
5

dapat memberikan upaya promotive berupa edukasi pencegahan-pencegahan yang

sesuai dengan karakteristik remaja perempuan. Tidak hanya pada individu remaja

perempuan, edukasi dapat diberikan pada keluarga dan pihak sekolah agar tidak

hanya remaja perempuan yang dapat melakukan pencegahan kekerasan seksual

tersebut namun orang tua, dan pihak sekolah harus dapat mengetahui, dan dapat

sama-sama melakukan pencegahan kekerasan seksual.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut “Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan

Perilaku Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Remaja Putri Kelas XI Di SMK

Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku

pencegahan kekerasan seksual pada remaja putr kelas XI di SMK Mitra Sehat

Mandiri Sidoarjo.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi pengetahuan remaja putri kelas XI di SMK Mitra Sehat

Mandiri Sidoarjo.

2. Identifikasi perilaku pencegahan kekerasan seksual pada remaja putri kelas

XI di SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo.


6

3. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan

kekerasan seksual pada remaja putri kelas XI di SMK Mitra Sehat Mandiri

Sidoarjo.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan

praktis, yaitu :

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Responden

Diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan tentang perilaku

pencegahan kekerasan seksual pada remaja putri kelas XI di SMK Mitra

Sehat Mandiri Sidoarjo.

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini sebagai tambahan wawasan/literature pustaka, sehingga

dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi pembaca khususnya

untuk bidang keperawatan tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan

Perilaku Pencegahan Kekerasan Seksual.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo

untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku pencegahan


7

kekerasan seksual bagi remaja putri kelas XI di SMK Mitra Sehat

Mandiri Sidoarjo.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti yang akan melakukan

penelitian dengan topik yang sama.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Menurut Minarsih, (2018) pengetahuan (knowledge)

adalah hasil dari tahu manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what”,

misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya dan hal ini terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, menjelaskan pengetahuan merupakan

sesuatu yang diketahui atau kepandaian yang dimiliki seseorang melalui

pendidikan atau pengalaman. Menurut Gazalba dalam Buana, (2020)

pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan

tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai.

Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian

pengetahuan merupkan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

2.1.2 Sumber Pengetahuan

Pengetahuan yang ada pada manusia diperoleh dengan menggunakan

berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan. Dalam hal ini ada

beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain :


9

1. Emperisme

Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut

aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila

dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah

pengalaman inderawi. Dengan inderanya, manusia dapat mengatasi taraf

hubungan yang semata-mata fisik dan masuk ke dalam medan intensional,

walaupun masih sangat sederhana. Indera menghubungkan manusia dengan

hal-hal konkret-material. Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Itu disebabkan

oleh adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang lainnya.

Berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang dapat

ditangkap sesuai dengannya.

2. Rasionalisme

Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.

Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia

memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Bagi aliran ini

kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera

dapat dikoreksi, seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari

kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera

diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang

menyebabkan akal dapat bekerja, tetapi sampainya manusia kepada kebenaran

adalah semata-mata akal.


10

3. Intuisi

Intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini

mirip dengan insting, tetapiberbeda dengan kesadaran dan kebebasannya.

Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Intuisi

mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat

analisis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara

simbolis. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung

dan seketika. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar

untuk menyusun pegetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan.

4. Wahyu

Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia

lewat perantara para nabi.Hal inilah yang membedakan mereka dengan

manusia- manusia lainnya. Akal meyakinkan bahwa kebenaran pengetahuan

mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan iyu memang ada pada saat

manusia biasa tidak mampu mengusahakannya, karena hal itu memang di

luar kemampuan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali

menerima dan membenarkan semua yang berasal dari nabi. Wahyu Allah

(agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang

terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental,

seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap

isinya serta kehidupan di akhirat nanti. (Hidayah, 2017)


11

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo dalam Minarsih, (2018) dari berbagai macam cara

yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang

sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :

1. Kebenaran non-ilmiah

Kebenaran non-ilmiah merupakan cara kuno atas tradisional yang dipakai

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya

metode ilmiah atau metode kebenaran pengetahuan, sebelum

ditemukannya metode ilmiah atau metode pertemuan secara sistematik dan

logi adalah dengan cara non ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara-cara

penemuan pengetahuan pada periode, ini antara lain meliputi : pertama,

cara coba salah (trial and error), dilakukan dengan menggunakan

beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

Kedua, para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan, tokoh

agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai

mekanisme yang sama di dalam penemuan pengethauan. Ketiga,

berdasarkan pengalaman pribadi, digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa yang lalu. Keempat, melalui jalan pikiran induksi dan

deduksi, cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui


12

pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya

sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan.

2. Ilmiah

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih popular disebut

metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula-mula

dikembangkan oleh Francis bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan

oleh Deobold van Dallen. Akhirnya lahir suatu cara melakukan penelitian,

yang dewasa ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah.

2.1.4 Domain Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, dalam (Minarsih, 2018) pengetahuan merupakan

dasar pembentukan tingkatan ranah kognitif yang mencakup sebagai berikut :

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesif dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain : menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori, dan protein

pada anak balita.

2. Memahami (Comprehension)
13

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, itu dapat menginterpretasi materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan mengapa harus makan bergizi.

benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau sirkulasi yang lain.

Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-

perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus

pemecahan masalah (problem slovi cycle) dalam pemecahan masalah

kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisa (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan menjalankan materi atau suatu objek

dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Komponen analisa

dapat dari penggunaan kata seperti dapat menggambarkan,

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesa (Synthesis)
14

Sintesa menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru dari informasi yang ada, misalnya : dapat menyusun,

merencanakan, meringkas, menyelesaikan dan sebagainya terhadap

suatu materi atau rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan kepada suatu kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdsarkan suatu kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri,

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.5 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Sulistyan dan Tianingrum, (2019) faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan terbagi menjadi dua bagian yaitu : faktor internal

dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi dalam

bersikap. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang

semakin mudah menerima informasi.

b. Usia
15

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.

c. Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan

tentang sesuatu yang bersifat informasi.

d. Kepribadian

Merupakan organisasi dari pengetahuan dan sikap-sikap yang dimiliki

seseorang sebagai latar belakang terhadap perilakunya.

2. Faktor eksternal

a. Lingkungan

Lingkungan merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

orang atau kelompok.

b. Sosial Budaya

System sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi

dari sikap dalam menerima informasi.

2.1.6 Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto, (2016) yang telah dikembangkan dan diujikan oleh

Minarsih, (2018) Aspek pengukuran pengetahuan didasari pada jawaban

responden dari semua jawaban yang diberikan instrument pengukuran

pengetahuan menggunakan skala Guatman dengan 2 (dua) pilihan jawaban


16

Benar diberi nilai 1 dan Salah diberi nilai 0 apabila pernyataan positif. Apabila

pernyataan negatif maka diberi nilai Benar = 1 dan Salah = 0. Instrumen ini

terdiri dari 20 pernyataan positif. Kemudian dari 20 pertanyaan tersebut tingkat

pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala,

yaitu :

1. Baik : Hasil presentase 76%-100%

2. Cukup : Hasil presentase 56-75%

3. Kurang : Hasil presentase < 56%

2.2 Konsep Kekerasan Seksual

2.2.1 Pengertian

1. Remaja

Secara etimiologi, renaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi

remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah

periode usia antara 10 sampai 19 tahun sedangkan Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24

tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Service

Administrations Guidelines A.S, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan

terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah

(15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian disatukan

dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24

tahun. Sedangkan definisi remaja yang digunakan oleh Depkes adalah mereka
17

yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Masa remaja (puber)

dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase remaja pertama usia 12-15 tahun, fase

remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan fase remaja terakhir usia 18-21

tahun.

Pada perkembangan remaja terjadi perubahan-perubahan baik secara

fisik mupun psikososial. Remaja akan mengalami perkembangan fisik terkait

dengan kesehatan reproduksinya, seperti menstruasi, mimpi basah, masa

pubertas, mulai tertarik dengan lawan jenis, dan berpacaran. Sedangkan

perubahan psikososial berupa emosi, pikiran, lingkungan pergaulan dan

tanggung jawab yang dihadapi. Pada masa ini remaja mulai tertarik pada

lawan jenis. Remaja perempuan akan berusaha kelihatan atraktif dan remaja

laki-laki ingin terlihat sifat kelelakiannya. Remaja akan lebih senang pergi

bersama dengan temannya daripada tinggal di rumah dan cenderung tidak

menurut pada orang tua, cari perhatian dan bertindak tanpa berpikir terlebih

dahulu. Remaja dapat juga dikatakan sebagai masa "bingung" karena remaja

masihbelum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai perkembangan

tubuhnya sendiri. Sehingga remaja berusaha mencari tahu dengan caranya

sendiri. Akibatnya, remaja menjadi rentan terhadap pengaruh buruk dari luar

yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi. Pengaruh

buruk tersebut dapat berupa informasi-informasi yang salah tentang hubungan

seksual, baik itu dari lingkungan pergaulan, dari film-film, buku-buku,

majalah dan lainnya. Hal tersebut dapat mendorong remaja untuk melakukan

pergaulan bebas . Pergaulan bebas antar lawan jenis merupakan pergaulan


18

bebas yang diawali dengan remaja laki-laki dan perempuan yang mulai

melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma

dalam masyarakat. Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini

sangatlah memprihatinkan (Hidayah, 2017).

2. Kekerasan

Pelecehan atau kekerasan dalam arti Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu

perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan

cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang

orang lain, atau ada paksaan. Dari penjelasan tersebut, pelecehan atau

kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang

mengakibatkan luka, cacat, sakit atau penderitaan orang lain. Salah satu unsur

yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidaksesuaian atau tidak

adanya persetujuan pihak lain yang dilukai. (Sari, 2022).

3. Seksualitas

Seks yang berarti jenis kelamin. Segala sesuatu yang berhubungan dengan

jenis kelamin disebut dengan seksualitas. seksualitas menyangkut berbagai

dimensi yang sangat luas, diantaranya adalah :

a. Dimensi Biologis

Seksualitas berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau

alat kelamin manusia, serta dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis

manusia. Termasuk di dalamnya menjaga kesehatannya dari gangguan


19

seperti penyakit menular seksual, infeksi saluran reproduksi (ISR),

bagaimana memfungsikan seksualitas sebagai alat reproduksi sekaligus

alat rekreasi secara optimal, serta dinamika munculnya dorongan seksual

secara biologis.

b. Dimensi Psikologis

Berdasarkan dimensi ini, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana

manusia menjalani fungsi seksual sesuai dengan identitas jenis

kelaminnya, dan bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi,

emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri, bagaimana

dampak psikologis dari keberfungsian seksualitas dalam kehidupan

manusia. Misalnya bagaimana seseorang mendapatkan kepuasan

psikologis dari perilaku yang dihubungkan dengan identitas peran jenis

kelamin, serta bagaimana perilaku seksualnya dan motif yang melatar

belakanginya.

c. Dimensi Sosial

Dimensi sosial melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar

manusia, bagaimana seseorang beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan

tuntutan peran dari lingkungan sosial serta bagaimana sosialisasi peran dan

fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

d. Dimensi Kultural dan Moral


20

Dimensi ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral

mempunyai penilaian terhadap seksualitas yang berbeda dengan Negara

barat. Seksualitas dinegara-negara barat pada umumnya menjadi salah satu

aspek kehidupan yang terbuka dan menjadi hak asasi manusia. Berbeda

halnya dengan moralitas agama, misalnya menganggap bahwa seksualitas

sepenuhnya adalah hak Tuhan sehingga penggunaan dan pemanfaatannya

harus dilandasi dengan norma-norma agama yang sudah mengatur

kehidupan seksualitas manusia secara lengkap (Sari, 2022)

2.2.2 Tujuan Seksualitas

1. Tujuan Umum

Meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia

2. Tujuan Khusus

a. Prokreasi (menciptakan atau meneruskan keturunan)

b. Rekreasi (memperoleh kenikmatan bilogis/seksual)

(Minarsih, 2018)

2.2.3 Sikap Positif Terhadap Seksualitas

Tingkah laku yang menunjukkan sikap positif terhadap seksualitas adalah

sebagai berikut:

1. Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuan

2. Tidak menganggap seks itu jijik, tabu, dan jorok


21

3. Tidak dijadikan candaan dan bahan obrolan murahan

4. Mengikuti norma atau aturan dalam menggunakannya

5. Membicarakan seks dalam konteks ilmiah atau belajar untuk memahami

diri dan orang lain, serta pemanfaatan secara baik dan benar sesuai

dengan fungsi dan tujuan sakralnya.

Kekerasan seksual merupakan tindakan atau perilaku atau gerak gerik

seksual yang tidak dikehendaki. Kekerasan seksual dapat terwujud dalam bentuk

verbal (kata-kata), tulisan, fisik, tidak verbal dan visual. Tindakan yang dilakukan

dalam pelecehan seksual mempunyai kepentingan dan muatan seksual dan

menyebabkan kemarahan, perasaan terhina , malu, tidak nyaman, dan tidak aman

bagi orang lain. Bentuk paling umum dari kekerasan seksual yang terlihat

menampilkan verbal seperti percakapan seksual berbasis, peringkat daya tarik,

komentar merendahkan tentang gender, nama panggilan, dan komentar pribadi

tentang seksualitas menampilkan non verbal yang paling umum adalah seksual

kontak mencari dan terlihat seksual (Minarsih, 2018).

Kekerasan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi

atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak

diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi

negative seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri

individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Rentang kekerasan seksual ini

sangat luas yakni meliputi main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi

seksual atau gender atau humor porno, colekkan, cubitan , tepukan atau sentuhan

pada bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual,
22

ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan

seksual hingga perkosaan. Kekerasan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan

saja. Meskipun pada umumnya para korban kekerasan seksual adalah kaum

wanita, namun hal ini tidak berarti bahwa kaum pria kebal (tidak mengalami)

terhadap kekerasan seksual (Sari 2022).

Kekerasan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Seperti di

sekolah, bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoal, baik siang atau

malam. Pelecehan seksual ditempat kerja sering kali disertai dengan imbalan

pekerjaan atau kenaikan jabatan. Bahkan bisa disertai ancaman, baik secara

terang-terangan ataupun tidak. Kalau janji atau ajakan tidak diterima bisa

kehilangan pekerjaan, tidak di promosikan, atau di mutasi. (Toyibah, 2022)

2.2.4 Bentuk Kekerasan Seksual

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 12 Tahun 2022 tentang

Tindak Pidana Kekerasan Seksual, (2022) bentuk kekerasan seksual meliputi:

1. Pelecehan seksual non fisik: Adalah bentuk kekerasan berupa pelecehan

tanpa sentuhan dengan perbuatan seksual dengan melihatkan keinginan

seksual terhadap lawan jenis atau merendahkan harkat dan martabat

seseorang berdasarkan seksualitas.

2. Pelecehan seksual fisik: Adalah pelecehan dengan sentuhan yang tidak

diinginkan mengarah ke perbuatan seksual seperti mencium, menepuk,

mencubit atau menatap penuh nafsu.


23

3. Pemaksaan kontrasepsi: Adalah pelaksanaan sterilisasi tanpa persetujuan

utuh dari perempuan karena tidak mendapat informasi yang lengkap

ataupun dianggap tidak cakap hokum untuk dapat memberikan

persetujuan.

4. Pemaksaan perkawinan: Adalah ketika salah satu pihak mengalami

paksaan, biasanya terjadi terhadap perempuan, sebagai pihak yang

dianggap melakukan pelanggaran adat atau alasan tertentu.

5. Penyiksaan seksual: Tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas

perempuan, yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa

sakit atau penderitaan hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual.

6. Eksploitasi seksual: Tindakan penyalahgunaan kekuasan yang timpang,

atau penyalahgunaan kepercayaan, untuk tujuan kepuasan seksual, maupun

untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial, politik dan

lainnya.

7. Perbudakan seksual: Perbudakan ini mencakup situasidimana perempuan

dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga atau

bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan seksual dengan

penyekapnya.

8. Kekerasan seksual berbasis elektronik: ini dapat berupa mulai penyebaran

konten intim berupa foto, video, dan semua dokumen, diluar kehendak

penerima dan sarana tempat penyebarannya adalah media sosial yang

difasilitasi internet.
24

9. Pemerkosaan: Merupakan bentuk pemaksaan hubungan seksual yang dapat

mengakibatkan hilangnya kesucian seorang wanita

10. Perbuatan cabul: Adalah segala macam perbuatan baik yang dilakukan

pada diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai dan yang

berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat

merangsang nafsu seksual.

11. Pemaksaan pelacuran: Adalah jika pelacuran tersebut dilakukan tanpa

adanya persetujuan dari korban dan memanfaatkan kondisi

ketidakberdayaan korban.

2.2.5 Penyebab Kekerasan Seksual

Secara umum tentang asal penyebab pelecehan seksual menurut Neaherta

(2017) di bagi menjadi 5 bagian yaitu :

1. Faktor biologis

Dikarenakan melihat cenderung biologiknya, bahwa lelaki itu berperilaku

sebagai seks aktif- ofensif (dalam fungsi reproduktifnya untuk mencari

dan membuahi lewat suatu aktifitas yang relative cuma sesaat) dan

perempuan itu perilaku seks yang pasif-defensif (dalam fungsi

reproduktifnya untuk menunggu dan selanjutnya menumbuh kembangkan

kehidupan baru didalam Rahim dan di pangkuannya lewat suatu aktifitas

daan proses yang berjangka panjang). Oleh karena itu, dalam kasus

pelecehan seksual bolehlah diduga bahwa lelaki itulah berkemungkinan


25

lebih besar sebagai “pelaku jahatnya”.Sedangkan perempuan itulah yang

lebig berkemungkinan untuk diposisikan sebagai korbannya.

2. Faktor sosial budaya

Pada garis besarnya, masyarakat Indonesia yang sarat dengan berbagai

etnis, terbagi dalam dua garis besar sistem kekeluargaan, yakni

berdasarkan garis ibu (matrilineal) dan garis bapak (patrilineal). Akan

tetapi pada umumnya garis yang dianut oleh masyarakat Indonesia adalah

berdasarkan garis bapak (patrilineal). Hal tersebut bisa dari mau tidak,

seakan-akan telah mendominasi pola kehidupan dalam masyarakat.Pola

kehidupan sosial budaya yang dijalani seseorang semenjak kecil dalam

etnis keluarganya, tanpa disadari sedikit banyak berpengaruh terhadap

pola tingkah laku seseorang kemudian dalam kehidupan bermasyarakat.

Adanya realita bahwa fisik lelaki lebih kuat dari pada perempuan telah

turut mempengaruhi pola pikir sikap dan tingkah laku lelaki terhadap

perempuan dan sebaliknya. Selainitu, budaya pun mempengaruhi perilaku

seksualitas yang memungkinkan pelecehan seksual terjadi.Hal ini

berdasarkan peran jenis kelamin atau social–rule sterotype, dimana

dengan kebudayaan Indonesia yang patrilineal tersebut menempatkan

laki-laki pada posisi super ordinat dan perempuan dalam posisi sub

ordinat. Hal ini lebih memungkinkan timbulnya pelecehan (perendahan

secara harkat dan martabat) sampai timbulnya pelecehan bahkan

kekerasan seksual.
26

3. Faktor pendidikan

Pendidikan dalam hal ini juga berpengaruh terhadap adanya pelecehan

seksual. Hal ini, khususnya di Indonesia, perempuan belum punya banyak

kesempatan untuk menikmati jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Sehingga belum mampu menolak perlakuan, sikap dan anggapan yang

deskriminatif terhadap dirinya. Kejadian ini terjadi, biasanya dengan

keberadaan atau posisi laki-laki sebagai atasan dan perempuan sebagai

bawahannya. Dimana, perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih

rendah daripada laki-laki.

4. Faktor ekonomi

Pada masyarakat dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi rendah,

mobilitas (dalam artian untuk kepentingan rekreasi) sangat rendah

frekuensinya hingga realisasi mobilitas tersebut terpaku pada lingkungan

nya saja. Hal mana mendorong budaya kekerasan sebagai jalan keluarnya

dan sasaran paling mudah adalah kaum perempuan. Hal ini dilakukan

dengan anggapan sebagai pelarian yang paling mudah mengingat adanya

anggapan bahwa secara fisik perempuan lemah. Apalagi adanya budaya

kekerasan yang mendominir realitas kehidupan sehari-hari, hingga

kekuatan fisik atau jasmani, kekuatan kelompok merupakan symbol dan

status sosial dalam masyarakat tersebut dan hal mana berdampak pula
27

terhadap pandangan , anggapan serta sikap dalam mengartikan kehadiran

kaum perempuan di lingkungan tersebut.

5. Faktor pembelajaran sosial dan motivasi

Dengan adanya pengkondisian tingkah laku yang dianggap disetujui

secara sosial budaya seperti yang telah dikemukakan diatas, maka

pengkondisian tingkah laku tersebut dianggap disetujui untuk tetap

dilakukan dalam masyarakat. Hal ini mengingat bahwa hukum yang

menindak dengan tegas kasus-kasus kekerasan seksual belum juga

sempurna, malah memperkuat dan menegaskan bagi timbulnya kekerasan

seksual. Selain itu, seseorang selalu belajar dari lingkungan di sekitarnya

dan apabila hal ini dipertegas dari hasil observasinya, maka

kecenderungan tingkah laku ini akan terus berulang. Dalam beberapa

kasus, kekerasan seksual dilakukan agar laki-laki tetap menempati

posisinya. Hal ini di dorong oleh motif ekonominya.

2.2.6 Pelaku Kekerasan Seksual

Biasanya yang merupakan pelaku dari pelecehan seksual adalah laki-

laki yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan yang mempunyai

harga diri (self esteem) yang rendah. Hal ini dilakukan dengan

menyalahgunakan kekuasaan atau menganggap dirinya lebih berkuasa dari

pada yang dilecehkan sehingga dapat meningkatkan harga dirinya.

Kekerasan seksual lebih sering terjadi sebagai kasus yang dilakukan


28

sekelompok orang terhadap korbanya. Yang terjadi pada kaum perempuan

di masyarakat Indonesian secara umum adalah si pelaku belum mengenal

korbanya dan lebih sering di tempat-tempat umum seperti pasar, pusat

perbelanjaan, pemberhentian bus, di dalam kendaraan angkutan umum,

gedung bioskop atau sering terjadi di jalan umum dimana banyak laki-laki

bergerombol duduk-duduk. Pelaku kekerasan seksual menurut Collier

dalam Minarsih, (2018) terbagi dalam :

1. Normal dari sisi kejiwaan, karena baru brani melakukan

pelecehan/kekerasan seksual apabila beramai-ramai dan tidak

punya keberanian mental apabila sendirian.

2. Abnormal atau mempunyai kelainan kejiwaan dari sisi kejiwaan,

karena berani melakukan tindak pelecehan walaupun hanya

seorang diri yang biasanya dalam golongan ini tindak pelecehan

yang dilakukannya langsung mengarah pada masalah seksualitas

dan bahkan berani melakukan pelecehan secara fisik seperti

memegang-megang bagian terlarang dari tubuh perempuan atau

memperlihatkan secara fisik bagian terlarang dari dirinya (si

pelaku) terhadap perempuan yang menjadi sasaran pelecehannya.

2.2.7 Dampak Psikologis Kekerasan Seksual

Menurut Collier dalam Minarsih, (2018) dampak-dampak

psikologis pelecehan seksual tergantung pada :


29

1. Frekuensi terjadi pelecehan : semakin sering terjadi, semakin

dalam pula lika yang ditimbulkan

2. Parah tidaknya halus atau kasar, semakin parah tindak pelecehan

seksual dan semakin tindakan tersebut menghina martabat dan

integritas seseorang, semakin dalam pula luka yang ditimbulkan,

apalagi jika menyangkut keluarga korban.

3. Apakah secara fisik juga mengancam atau hanya verbal, semakin

tindakan pelecehan ini dirasakan mengancam korban secara fisik,

lebih dalam dampak dan luka yang di timbulkan. Bila pelecehan

seksual dilakukan dengan ancaman pemecatan dan korban tidak

yakin mampu menemukan pekerjaan lain, maka dampak

psikologis akan lebih besar.

4. Apakah mengganggu kinerja: bila ya, maka akan disertai dengan

rasa frustasi. Ini tentunya juga tergantung seberapa parah dan jauh

pelecehan itu mengganggu kinerja korban. Semakin parah

gangguan yang dialaminya semakin tinggi taraf frustasi dan

semakin parah kerusakan psikologisnya.

Sedangkan menurut Dylan Immanuel, (2016) wanita yang

mengalami pelecehan seksual dapat mengalami akibat fisik seperti

gangguan perut, nyeri tulang belakang, gangguan makan,

gangguan tidur rasa cemas dan mudah marah. Sedangkan akibat

psikologis yang dirasakan antara lain adalah perasaan terhina,

terancam dan tidak berdaya.


30

2.2.8 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan Kekerasan

Seksual

1. Ancaman hukuman yang relatif ringan dan sistem penegakan

hukum lemah.

2. Nutrisi psikologis: tayangan kekerasan, seks dan pornografi

melalui berbagai media telah mencuci otak masyarakat Indonesia.

3. Lack Of safety dan security system yang tidak benar-benar

melindungi anak dan perempuan bersamaan dengan memudarnya

pendidikan nilai-nilai pekerti dan karakter anak Indonesia.

4. Persepsi masyarakat tentang pendidikan kesehatan reproduksi dan

upaya perlindungan diri cenderung ditolak, dan pendidikan seks

bahkan diabaikan yang pada akhirnya justru menghambat

prosespersiapan perlindungan anak. (Neaherta, 2017)

2.2.9 Perilaku Pencegahan Kekerasan Seksual

Seperti yang dikemukakan oleh Collier dalam Ria Lestari, Olivia

Kristiana, Panjahitan, & Sifa, (2021) yang biasanya dilakukan sebagai

pencegahan terhadap kekerasan seksual meliputi :

1. Strategi internal

a. Menjaga jarak (detachment) yaitu dengan menggunakan

strategi memisah atau menjaga jarak, termasuk

meminimalisasi situasi, menganggapnya sebagai lelucon,


31

menceritakan kepada diri sendiri sebagai hal yang tidak

penting dan sebagainya.

b. Tidak menghiraukannya, yaitu seseorang menyangkal

pelecehan yang terjadi, menganggapnya tidak ada atau tidak

menghiraukannya dan menganggap tidak mau melanjutkannya

dan berusaha melupakannya

2. Strategi eksternal

a. Menjauh (avoidance), yaitu seseorang berusaha untuk

menghindari situasi dengan menjauh dari pelaku pelecehan

(misalkan, keluar kelas, ganti guru, berhenti kerja dan lain-

lain).

b. Melakukan asertivitas atau konfrontasi (assention

confrontation), yaitu seseorang menolak ancaman seksual atau

sosial tersebut. Secara verbal melakukan konfrontasi terhadap

pelaku atau membuat tingkah laku tersebut tidak diterima.

c. Mencari institusi atau organisasi yang dapat menangani

(seeking institional organization relief) yaitu seseorang

melaporkan kejadian, mengkonsultasikannya dengan bantuan

atau melakukan perlawanan.

d. Mendapatkan dukungan sosial (social support), yaitu

seseorang mencari dukungan dari orang-orang yang

signifikan, mencari validasi dari persepsinya atau pengetahuan

dari kenyataan yang ada.


32

e. Mendapatkan kesepakatan (appeasement), yaitu seseorang

berusaha untuk mendapat kesepakatan, tanpa konfrontasi atau

asertivitas. Dia memaafkannya atau berusaha tidak marah

terhadap pelaku pelecehan. (Ulfaningrum, Fitryasari, &

Mar’ah, 2021)

2.2.10 Pengukuran Perilaku Pencegahan Kekerasan Seksual

Aspek pengukuran perilaku pencegahan kekerasan seksual

yang menurut Arikunto, (2016) yang kemudian dikembangkan dan

telah diujikan oleh Minarsih, (2018). Instrument pengukuran

perilaku menggunakan skala likert dengan 20 pertanyaan positif

dan 4 (empat) pilihan jawaban yaitu:

1. SS (Sangat Setuju) : Nilai 4

2. S (Setuju) : Nilai 3

3. TS (tidak Setuju) : Nilai 2

4. STS (Sangat Tidak Setuju) : Nilai 1

2.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan

Kekerasan Seksual

Pengetahuan kekerasan seksual penting diberikan kepada remaja, baik

melalui pendidikan formal maupun informal. Pendidikan formal misalnya

sekolah, sedangkan, pendidikan non-formal, seseorang bisa mendapatkan


33

pengetahuan akan pelecehan seksual di internet, maupun media informasi

lainnya melalui pendengaran, melihat, meraba, secara langsung ataupun tidak

langsung melalui media massa seperti internet itu sendiri. Upaya ini perlu

dilakukan untuk menghindari kemungkinan dampak yang tidak diinginkan.

Menurut Minarsih, (2018) pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok

bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, yaitu melalui rasio

dan pengalaman. Rasio merupakan jenis pengetahuan yang bersifat abstrak atau

tidak memerlukan pengamatan terhadap fakta yang ada.Pengalaman adalah jenis

pengetahuan yang dapat dilihat, didengar, dirasa, dan diraba oleh panca indera

manusia berupa fakta dan informasi yang ada di dunia nyata (konkrit).
34

2.4 Jurnal yang Relevan

No Peneliti Judul Metode Hasil


1. Deni Nasir Pengaruh Penelitian survei Berdasarkan hasil analisis deskripsi
Ahmad pendidikan seksual dengan data terlihat bahwa skor tertinggi 57
dalam keluarga pengambilan data dan skor terendah 30 dengan rata-rata
terhadap perilaku berupa angket sebesar 45,53 dan standar deviasi
penyimpangan dan dan sampel sebesar 5,233. Dari hasil analisis data
pelecehan seksual penelitian. penelitian tersebut menjelaskan
pada remaja bahwa perilaku penyimpangan
seksual pada remaja masih terjadi
terlihat dari rata-rata hasil penelitian
yang diambil dari sampel dalam
penelitian masih dibawah 50 atau
tidak lebih dari 50.
2. Evi Hubungan tingkat Desain penelitian Hasil penelitian adalah hubungan
Minarsih pengetahuan dan analitik dengan pengetahuan dengan pelecehan
sikap remaja putri pendekatan seksual yaitu pengetahuan remaja
terhadap pelecehan cross-sectional. putri mayoritas dengan kategori
seksual pada siswi kurang yaitu 17 orang (48,6%)
kelas XI SMAN 8 dengan pelecehan seksual kategori
Aceh ringan yaitu 2 orang (5,7%), sedang
yaitu 8 orang (22,9%) dan berat yaitu
7 orang (20,0%). Hubungan sikap
remaja putri dengan pelecehan
seksual yaitu sikap remaja putri
mayoritas negatif yaitu 18 orang
(51,4%) dengan pelecehan seksual
kategori ringan yaitu 2 orang (5,7%),
sedang yaitu 10 orang (28,6%) dan
berat yaitu 6 orang (17,1%).
Kesimpulan
3. Mega Ade Faktor yang Penelitian ini Hasil analisis bivariat menunjukkan
Nugrahmi & berhubungan menggunakan ada hubungan antara usia (p-value
Chyka dengan kekerasan deskriptif analitik <0,001), tinggal bersama (p-value
Febria seksual pada remaja dengan 0,038), dan sikap (p-value 0,002)
putri di Kota pendekatan terhadap tingkat kekerasan seksual,
Bukittinggi cross-sectional. ada hubungan antara pengetahuan
terhadap sikap terkait pencegahan
kekerasan seksual (p-value 0,022),
serta ada hubungan antara tinggal
bersama terhadap tingkat
pengetahuan responden (p-value
0,017).
4. M. Delyana Dampak pelecehan Teknik subyek yaitu CA namun dalam
seksual terhadap pengumpulan penelitian ini memerlukan beberapa
perilaku sosial data pihak lain yang dilibatkan antara lain
(studi kasus menggunakan teman subyek dan teman dekat
terhadap korban wawancara dan subyek. Subyek mengalami suatu
pelecehan seksual). teknik observasi trauma yang disebabkan ia menjadi
korban pemerkosaan ketika ia masih
35

kecil. Peristiwa itu terjadi diluar


sepengetahuan darikeluarga subyek
dan sampai saat inipun keluarganya
tidak mengetahui apa yang dulu
menimpa subyek. Sejak saat itu
subyek menjadi takut dan gemetar
ketika melihat laki-laki yang tidak ia
kenal sebelumnya.
5. Merry Comperhensive Upaya Berdasarkan data yang diperoleh
Faridha, Sexuality Education pencegahan ini melalui kedua test tersebut maka
Astri sebagai Pencegahan diberikan dalam dapat disimpulkan bahwa siswa
Haryanti terhadap Kekerasan bentuk memiliki perbedaan pengetahuan
Seksual pada Siswa- psikoedukasi sebelum dan setelah diberikan materi
siswi SMPN 8 kepada siswa- terkait pendidikan seksual. Hal ini
Surabaya siswi. Efektivitas menunjukkan bahwa siswa mulai
psikoedukasi memahami hal apa saja yang
diukur melalui sebaiknya dapat ia lakukan sehingga
pretest dan dapat terhindar dari kekerasan
posttest seksual, termasuk resiko yang akan
diterima ketika mereka melakukan
hubungan seksual.
36

2.5 Kerangka Teori

c Faktor yang Mempengaruhi Pencegahan


Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Kekerasan Seksual
1. Faktor internal
1. Ancaman hukuman
2. Faktor eksternal
2. Nutrisi psikologis
3. Lack of safety & Security system
4. Persepsi masyarakat

Tingkat Pengetahuan

Perilaku Pencegahan Kekerasan Seksual

Domain Pengetahuan Remaja 1. Strategi Internal

1. Tahu 4. Analisis a. Menjaga jarak

2. Memahami 5. Sintesis b. Tidak menghiraukan

3. Aplikasi 6. Evaluasi 2. Strategi Eksternal

a. Menjauh

b. Melakukan asertivitas

Pengetahuan Remaja tentang Kekerasan c.Melapor ke institusi


Seksual
d. Mencari dukungan sosial
1. Pengertian kekerasan seksual
e. Membuat kesepakatan
2. Bentuk kekerasan seksual
3. Penyebab kekerasan seksual
4. Dampak kekerasan seksual

Gambar 2.1 Kerangka Teori Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku

Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Remaja Putri Kelas XI


37

2.5.1 Penjelasan Kerangka Teori

Ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu faktor internal dan

eksternal. Faktor internal yaitu pendidikan, usia, pengalaman, dan

kepribadian, sedangkan dari faktor eksternal yaitu lingkungan dan sosial

budaya. Dari faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan,

jika tingkat pengetahuan remaja tersebut baik, maka remaja tersebut dapat

mengetahui memahami, menganalisis tentang pengertian, bentuk, penyebab

dan dampak dari kekerasan seksual. Selanjutnya dari pemahaman

pengetahuan tersebut remaja dapat melakukan pencegahan kekerasan seksual

dengan cara berperilaku yang dapat mencegah kekerasan seksual terjadi

misalnya dengan menjaga jarak, tidak menghiraukan, menjauh, melapor dll.

Dalam hal ini maka perawat dapat menjalankan perannya sebpagai upaya

promotive yaitu edukasi bahaya kekerasan seksual dan edukasi pencegahan

kekerasan seksual. Upaya kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan tentang kekerasan seksual dan meningkatkan pengetahuan

tentang perilaku pencegahan kekerasan seksual pada remaja putri kelas XI di

SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo.

2.6 Kerangka Konsep


38

Kerangka konseptual ini dikembangkan berdasarkan tujuan penelitian

yang telah dirumuskan dan dilandasi oleh kerangka teori yang sudah

diuraikan pada bab sebelumnya. Kerangka konsep merupakan suatu

kerangka yang merefleksiakan hubungan variable-variabel yang akan

diteliti atau diamati melalui kegiatan penelitian yang akan dilakukan.

Faktor yang Mempengaruhi Faktor yang Mempengaruhi


Pengetahuan Pencegahan Kekerasan Seksual
1. Faktor Internal: Pendidikan, usia, 1. Ancaman hukuman
pengalaman, dan kepribadian
2. Nutrisi psikologis
2. Faktor Eksternal: Lingkungan
dan sosial budaya 3. Lack of safety & Security system
4. Persepsi masyarakat

Tingkat Pengetahuan Perilaku Pencegahan Kekerasan Seksual

Baik Cukup STS


Kurang SS S TS
(Sangat (Tidak (Sangat
(≥76) Tidak
(56-75) (≤55) Setuju) (Setuju) Setuju)
Setuju)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Tingkat Pengetauan dengan Perilaku

Pencegahan Kekerasan Seksual


39

2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah kesimpulan teoritis yang masih harus dibuktikan

kebenarannya melalui analisis terhadap bukti-bukti empiris.Dalam

penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah :

H1 : Ada Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Pencegahan

Kekerasan Seksual pada Remaja Putri kelas XI di SMK Mitra Sehat

Mandiri Sidoarjo.
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode

ilmiah (Notoatmodjo, 2012). Pada bab ini disajikan: (1) Desain penelitian, (2)

Populasi, sampel, sampling (3) Variabel penelitian dan Definisi operasional, (4)

Prosedur penelitian, (5) Etika Penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain atau rancangan penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam

penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang

mempengaruhi akurasi suatu hasil. Selain itu desain juga bisa digunakan

sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk

mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian. Desain

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain analitik korelasi

dengan menggunakan pendekatan cross-sectional yaitu variable sebab akibat

yang terjadi pada obyek penelitian diukur dan dikumpulkan pada waktu

tertentu yang bersamaan (Minarsih, 2018). Peneliti ingin mengetahui adakah

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pencegahan kekerasan seksual.


41

3.2 Populasi, Sampel dan Sampling

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Minarsih, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja

putri kelas XI di SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo yang berjumlah

113 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel adalah elemen-elemen

populasi yang dipilih berdasarkan kemampuan mewakilinya (Minarsih,

2018). Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus

slovin sebagai berikut:

n= N

1 + N (e2)

Dimana:

n = Jumlah elemen/anggota sampel

N = Jumlah elemen/anggota populasi (113 orang)

e = Eror level (tingkat kesaahan (catatan: umumnya digunakan 1%

atau 0,01, 5% atau 0,05 dan 20% atau 0,1)

n= 113

1 + 113 (0,1 2)

n = 53,05 dibulatkan menjadi 53 orang

Jadi, jumlah keseluruhan responden dalam penelitian adalah 53 orang.


42

3.2.3 Sampling

Teknik sampling merupakan proses seleksi sampel yang digunakan

dalam penelitian, sehingga sampel tersebut mewakili populasi yang

ada (Minarsih, 2018). Sampling dalam penelitian ini menggunakan

probability sampling. Teknik probability sampling adalah teknik

penarikan sampel yang memberikan peluang bagi setiap unsur atau

anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Dan peneliti akan

menggunakan teknik simple random sampling.

3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi

nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti

secara empiris atau ditentukan tingkatannya (Hidayah, 2017). Variabel

dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Variabel independen

Variabel independen adalah variabel yang menjadi penyebab perubahan

variabel dependen (melalui pemberian intervensi) atau bisa juga disebut

variabel yang mempengaruhi (Hidayah, 2017). Dalam penelitian ini

variable independen adalah tingkat pengetahuan.

2. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen (Hidayah, 2017). Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah perilaku pencegahan kekerasan seksual.


43

3.3.1 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-variabel

yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan

proses pengukuran variabel-variabel tersebut (Minarsih, 2018).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku


Pencegahan Kekerasan Seksual
Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Kriteria
operasional data
Variabel Kemampuan 1. Peningkatan Kuisioner Ordinal 1. Baik
independen: remaja putri pengetahuan tingkat skor
Tingkat untuk tentang pengetahuan ≥ 76
pengetahuan meningkatkan definisi yang terdiri 2. Cukup
pengetahuan kekerasan dari 20 item 56-75
tentang seksual pertanyaan 3. Kurang
perilaku 2. Peningkatan dengan 6 ≤ 55
pencegahan pengetahuan domain.
kekerasan tentang (Minarsih,
seksual bentuk 2018)
kekerasan
seksual
3. Peningkatan
pengetahuan
tentang
penyebab
kekerasan
seksual
4. Peningkatan
pengetahuan
tentang
pelaku
kekerasan
seksual
5. Peningkatan
pengetahuan
tentang
tempat
terjadinya
kekerasan
seksual
6. Peningkatan
pengetahuan
tentang
dampak
kekerasan
seksual
Variable Bentuk kegiatan 1. Strategi perilaku Kuisioner Ordinal 1. Positif
44

dependen: keperawatan pencegahan perilaku (Nilai


Perilaku melalui kekerasan seksual pencegahan yang
pencegahan penyebaran kekerasan diperoleh
kekerasan informasi dan 2.Penerapan seksual 41-80)
seksual peningkatan perilaku dengan 20 2. Negatif
motivasi untuk pencegahan item (Nilai
memiliki kekerasan seksual pertanyaan yang
perilaku positif dengan diperoleh
pencegahaan 1 domain. 0-40)
kekerasan (Minarsih,
seksual. 2018)

3.4 Prosedur Penelitian

Kerangka kerja adalah pertahapan (langkah-langkah dalam aktivitas dan

ilmiah) mulai dari penetapan populasi, sampel, dan seterusnya yaitu

kegiatan sejak awal penelitian dilaksanakan.

Langkah-langkah prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Penelitian ini dimulai dengan pengajuan fenomena pada tanggal 5

Desember 2023 dan mendapatkan persetujuan penyusunan proposal

2. Mengurus surat izin penelitian dari Universitas Bina Sehat PPNI

Mojokerto dan Kepala Sekolah SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo

3. Mengidentifikasi responden sesuai dengan kriteria inklusi

4. Menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kepada responden

5. Memberikan informed consent kepada responden

6. Memberikan kuisioner tingkat pengetahuan dan kuisioner perilaku

pencegahan kekerasan seksual kepada responden

7. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data dan

analisis data sesuai tujuan penelitian dan disajikan dalam bentuk table
45

distribusi frekuensi serta dilanjutkan dengan kesimpulan hasil

penelitian

3.4.1 Kerangka Kerja

Langkah-langkah pengumpulan data dapat dijelaskan dalam bentuk

kerangka kerja sebagai berikut:


Populasi

Seluruh remaja putri kelas XI di SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo yang
berjumlah 113 orang.

Sampling

Menggunakan probability sampling dengan teknik simple random


sampling

Sampel

40 remaja putri kelas XI di SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo

Pengumpulan Data

Menggunakan kuisioner tingkat pengetahuan dan kuisioner perilaku


pencegahan kekerasan seksual (Minarsih, 2018)

Analisa Data

Editing, coding, scoring, tabulating, uji Spearman Rho

Penyajian Data

Penyajian data umum dan khusus

Desiminasi Hasil Penelitian


Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan
kekerasan seksual di SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo

Gambar 3.3 Kerangka Kerja Hubungan Tingkay Pengetahuan dengan Perilaku


Pencegahan Kekerasan Seksual
46

3.5 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan

data yang akan dilakukan dalam penelitian. Sebelum melakukan pengumpulan

data, perlu dilihat alat ukur pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil

penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan

penelitian dan teknik instrument yang digunakan.

Pada penelitian ini proses pengambilan data dengan cara membagikan

kuisioner secara manual dalam bentuk print out kepada remaja putri kelas XI di

SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo

3.5.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat bantu bagi seorang peneliti dalam

melakukan pengumpulan data. Instrumen dalam penelitian ini yang telah

dikembangkan oleh (Minarsih, 2018). Instrumen dalam penelitian ini terdiri

dari 3 kuisioner, antara lain:

1. Kuisioner A: Karakteristik responden

Kuisioner A merupakan pertanyaan karakteristik responden berupa usia

dan jenis kelamin. Kuisioner ini berupa pertanyaan terbuka yang

dilakukan pengisian secara bersamaan, setelah responden menandatangi

lembar informed consent.

2. Kuisioner B: Tingkat pengetahuan


47

Kuisioner B merupakan kuisioner yang telah dikembangkan oleh

(Minarsih, 2018) dengan 20 item pertanyaan. Aspek pengukuran ini

menggunakan skala Guatman dengan 2 (dua) pilihan jawaban Benar diberi nilai 1

dan Salah diberi nilai 0 apabila pernyataan positif. Apabila pernyataan negatif

maka diberi nilai Benar = 1 dan Salah = 0. Kemudian berdasarkan jumlah nilai

tersebut dapat di kategorikan dengan kriteria ringan baik ≥ 76, cukup 56-75,

kurang skor ≤ 55.

Tabel 3.2 Tingkat Pengetahuan


No Domain Jumlah soal
1. Definisi kekerasan seksual 4
2. Bentuk kekerasan seksual 10
3. Penyebab kekerasa seksual 2
4. Pelaku kekerasan seksual 1
5. Tempat terjadinya kekerasan seksual 1
6. Dampak kekerasan seksual 2

3. Kuisioner C: Perilaku pencegahan kekerasan seksual

Aspek pengukuran perilaku pencegahan kekerasan seksual yang menurut

Arikunto, (2016) yang kemudian dikembangkan dan telah diujikan oleh

Minarsih, (2018) . Instrument pengukuran perilaku menggunakan kuisioner

dengan 20 item pertanyaan positif dengan 2 domain yaitu strategi perilaku

pencegahan kekerasan seksual, dan penerapan perilaku pencegahan kekerasan

seksual. Kemudian di klasifikasikan menggunakan kala likert dengan 4 (empat)

pilihan jawaban yaitu:

1. SS (Sangat Setuju) : Nilai 4

2. S (Setuju) : Nilai 3
48

3. TS (tidak Setuju) : Nilai 2

4. STS (Sangat Tidak Setuju) : Nilai 1

Setelah diklasifikasikan menggunakan skala likeart kemudian setelah diketahui

semua jumlah nilai dapat dikategorikan yaitu:

1. Perilaku Positif : Apabila nilai yang diperoleh 41-80 dari 20 pertanyaan

yang terjawab (kategori 1)

2. Perilaku Negatif : Apabila nilai yang diperoleh 0-40 dari 20 pertanyaan

(kategori 2)

Tabel 3.3 Domain Perilaku Pencegahan Kekerasan Seksual


No Domain Jumlah soal
1. Strategi perilaku pencegahan kekerasan seksual 10

2. Penerapan perilaku pencegahan kekerasan seksual 10

3.5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo yang

dimulai pada bulan Februari minggu ke-1 dengan pengajuan surat studi

pendahuluan dan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret minggu ke- 1 dengan

pengambilan data.
49

3.6 Pengelolaan Data dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul sebelum dilakukan analisis, maka terlebih

dahulu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

3.6.1 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengelolaan data melalui

editing, coding, scoring, tabulating dan teknik analisis.

1. Editing

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari tempat penelitian yang

harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum

editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir

kuisioner demi kelengkapan jawaban responden.

2. Coding

Coding atau disebut pemberian kode adalah mengkarifikasikan

jawaban dari para responden kedalam bentuk angka/bilangan. Tanda-

tanda kode ini dapat disesuaikan dengan pengertian yang lebih

menguntungkan peneliti, jadi tanda-tanda tersebut bisa dibuat oleh

peneliti sendiri. Kegunaan dari coding adalah untuk mempermudah

pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.

Pada penelitian ini coding menggunakan numeric (angka) yang

berurutan sebagai berikut:

a. Jenis kelamin
50

Kode 1: Laki-laki

Kode 2 : Perempuan

b. Usia

Kode 1 : 10-15 tahun

Kode 2 : 15-19 tahun

c. Tingkat pengetahuan

Kode 1 : Baik

Kode 2 : Cukup

Kode 3 : Kurang

d. Perilaku pencegahan kekerasan seksual

Kode 1 : Positif

Kode 2 : Negatif

e. Responden

R1 : Responden pertama

R2 : Responden kedua

R3 : Responden ketiga, dan seterusnya

3. Scoring

Scoring adalah suatu kegiatan pengelolaan data untuk

selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan atau dengan kata lain

scoring adalah menjumlahkan seluruh hasil jawaban responden untuk

kemudian dilakukan tabulasi data. Data terkumpul kemudian

dilakukan skoring:

1. Skoring tingkat pengetahuan


51

Benar :1

Salah :0

Dengan rumus : skor yang di dapat X 100

skor maksimal

Dengan kriteria tingkat pengetahuan:

a. Tingkat pengetahuan baik dengan skor ≥ 76

b. Tingkat pengetahuan cukup dengan skor 56 sampai 75

c. Tingkat pengetahuan kurang dengan skor ≤ 56

2. Skoring perilaku pencegahan

Sangat setuju :4

Setuju :3

Tidak setuju :2

Sangat Tidak setuju :1

Dengan kriteria perilaku pencegahan kekerasan seksual:

1. Perilaku Positif : Apabila nilai yang diperoleh 41-80 dari 20

pertanyaan yang terjawab (kategori 1)

2. Perilaku Negatif : Apabila nilai yang diperoleh 0-40 dari 20

pertanyaan (kategori 2)

4. Tabulating
52

Tabulating merupakan membuat table-tabel data yang sesuai dengan

tujuan penelitian atau yang diinginkan peneliti. Setelah seluruh data

dikumpulkan, diperiksa kelengkapannya, dimasukkan dalam distribusi

frekuensi yaitu melalui pengelompokan data menjadi kelompok dalam

suatu format yang disebut table frekuensi.

Data dari setiap tabel yang diperoleh agar mudah dianalisis, maka

untuk tafsiran datanya digunakan pedoman penafsiran data dengan

perincian sebagai berikut (Arikunto, 2012)

100% : Seluruhnya

76-99% : Hampir seluruhnya

51-75% : Sebagian besar

50% : Setengah

26-49% : Sebagian setengah

1-25% : Sebagian kecil

0% : Tidak satupun

3.7 Analisis Data

1. Analisis Univariate

Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik responden pada setiap variabel. Pada penelitian ini telah

dilakukan uji univariate berupa frekuensi dan presentase karakteristik

responden, yaitu usia, jenis kelamin.

2. Analisis bivariate
53

Analisis bivariate yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi dengan menggunakan uji statistik

spearman rho dimana digunakan untuk menguji hubungan antara

variable independen dan variable dependen berskala ordinal

(Anggraeni & Nasution, 2019). Analisis bivariate dilakukan untuk

membuktikan hipotesis penelitian, yaitu ada tidaknya hubungan tingkat

pengetahuan dengan perilaku pencegahan kekerasan seksual.

3.8 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti mengajukan permohonan

kepada Kepala Sekolah SMK Mitra Sehat Mandiri Sidoarjo. Etika yang

harus dilakukan dalam penelitian adalah:

1. Prinsip Manfaat

a. Bebas dari Penderitaan

Penelitian yang dilakukan ini, peneliti memberikan kuisioner tanpa

adanya intervensi atau perlakuan pada responden, sehingga tidak

responden, sehingga tidak mengakibatkan penderitaan kepada

responden.

b. Bebas dari Eksploitasi

Responden dalam penelitian ini dinyatakan bahwa partisipasi dan

informasi yang telah diberikan oleh responden dalam penelitian ini

tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan

responden. Data kuisioner hasil penelitian akan dianalisis kemudian


54

akan dimusnahkan dengan cara dibakar/dihanguskan setelah analisis

selesai dilakukan.

2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)

1. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self

determination)

Penelitian ini memberikan hak kepada responden, pengisian

dapat dilakukan diklinik Medika Utama Bkongbendo saat kegiatan

prolanis rutinan, kemudian apabila responden menolak untuk

berpartisipasi maka peneliti tidak akan memberikan sanksi apapun

dan mempersilahkan responden untuk tidak mengikuti penelitian.

2. Informed Consent

Sebelum melakukan penelitian, responden terlebih dahulu

membaca tujuan dari penelitian, manfaat, dan prosedur penelitian

yang akan dilakukan sehingga responden dapat memahami maksut

dari penelitian ini. Setelah itu, peneliti meminta kesediaanya untuk

mengikuti penelitian, jika responden bersedia maka responden

diminta untuk memilih jawaban bersedia menjadi responden pada

lembar persetujuan yang diadakan peneliti.

3. Privasi Identitas (Anomility)

Penelitian yang dilakuan ini, peneliti memberikan hak kepada

responden untuk tidak mencantumkan nama dan identitasnya. Hal

ini bertujuan untuk menjaga privasi dari responden yang

merugikan penelitian ini.


55

4. Prinsip keadilan (Right to Justice)

Prinsip keadilan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini

yaitu, peneliti tidak membeda-bedakan antara responden satu dengan

responden lainnya. Setiap responden diperlakukan sama dan waktu

pengisian kuisioner semua responden diberik waktu yang sama.


56

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, D. N. (2017). Pengaruh Pendidikan Seksual Dalam Keluarga Terhadap

Perilaku Penyimpangan Dan Pelecehan Seksual Pada Remaja. Jurnal

Pelangi, 9(2), 61–70. https://doi.org/10.22202/jp.2017.v9i2.1763

Buana, P. A. D. I. (2020). COMPREHENSIVE SEXUALITY EDUCATION

SEBAGAI PENCEGAHAN TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL PADA

SISWA-SISWI SMP 8, 04, 53–60.

Bukiattinggi, K. (n.d.). 1.+Faktor+yang+Berhubungan+dengan, 1–8.

Dylan Immanuel, R. (2016). Dampak Psikososial Pada Individu Yang Mengalami

Pelecehan Seksual Di Masa Kanak-Kanak. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah

Psikologi, 4(2), 299–304.

Hidayah, S. N., Istiqomah, & Rahmanindar, N. (2017). Hubungan Antara

Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Dengan

Perilaku Seks Bebas Remaja Di Smk Farmasi Harapan Bersama Kota Tegal.

Jurnal Ilmu Kebidanan Dan Kesehatan, 9(1), 1–15.

kemdikbud. (2023). Peluncuran Program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan

di Satuan Pendidikan. Retrieved from

https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/

Minarsih, E. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri


57

Dengan Kekerasan Seksual Pada Siswi Kelas Xi Sma N 8 Aceh Barat Daya

Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2018. Institut Kesehatan Helvetia.

Retrieved from sk7

Neaherta, M. (2017). Modul Intervensi Pencegahan Kekerasan Seksual terhadap

Anak. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas (Vol. 1).

Retrieved from https://www.pdfdrive.com/intervensi-pencegahan-kekerasan-

seksual-terhadap-anak-intervensi-pencegahan-kekerasan-e103738013.html

Ria Lestari, R., Olivia Kristiana, M., Panjahitan, L. N. H., & Sifa, H. N. (2021).

Buku Panduan Pendampingan Dasar Kasus Kekerasan Terhadap

Perempuan. Retrieved from https://www.jalastoria.id/mempersenjatai-diri-

dengan-buku-pendampingan-dasar-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan/

Sari, K. I. P., Farida, L. N., Prameswari, V. E., Khayati, N., Maidaliza, Asmaret,

D., … Suminah. (2022). Kekerasan Seksual. Media Sains Indonesia.

Sholahuddin. (2022). Kekerasan Anak dan Perempuan di Sidoarjo Tertinggi

Ketiga Se-Jatim. Retrieved from

https://www.jawapos.com/surabaya-raya/01427685/kekerasan-anak-dan-

perempuan-di-sidoarjo-tertinggi-ketiga-sejatim

Sulistyany, Y. E., & Tianingrum, N. A. (2019). Hubungan Pendidikan Seksual

dengan Pelecehan Seksual pada Siswa Sekolah di Wilayah Puskesmas

Harapan Baru Tahun 2019. Bsr, 1, 307–313.

Toyibah, R. S., Solehati, T., Helena, S., Noviyanti, K., Muthi’ah, S., Adityani, D.,
58

& Rahmah, T. (2022). Edukasi Kesehatan Seksual Remaja Untuk

Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Terhadap Pelecehan Seksual.

Jurnal Keperawatan, 14(S2), 431–438. Retrieved from

http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan

Ulfaningrum, H., Fitryasari, R., & Mar’ah, M. M. (2021). Studi Literatur

Determinan Perilaku Pencegahan Pelecehan Seksual Pada Remaja. Jurnal

Health Sains, 2(2), 197–207. https://doi.org/10.46799/jhs.v2i2.119

Undang-Undang Republik Indonesia. (2022). Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1(69), 5–24. Retrieved

from

https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176736/Salinan_UU_Nomor_12_Tahun_20

22.pdf
59

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONCENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini

No responden :

Nama :

Alamat :

Setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan dan manfaat peneliti yang

diselenggarakan oleh mahasiswa Universitas Bina Sehat PPNI Kabupaten

Mojokerto, Maka saya

( Bersedia / Tidak Bersedia )

Untuk berperan serta sebagai responden.

Dengan suka rela menyetujui diikut sertakan dalam penelitian dengan catatan bila

suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan

persetujuan ini.

*) Coret yang tidak dipilih

Sidoarjo, Maret 2024


60

Lampiran 2 Surat Permohonan Menjadi Responden

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini, Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan

Universitas Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto :

Nama : Siti Nur Hawa

NIM : 202001127

Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan

Kekerasan Seksual

Mengajukan dengan hormat kepada teman-teman untuk bersedia menjadi

responden penelitian saya. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui

HubunganTingkat Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan Kekerasan Seksual.

Untuk itu saya mohon kesediaan untuk menjadi responden dalam penelitian ini

dan saya mohon bapak/ibu untuk memberikan jawaban secara jujur. Jawaban

yang teman-teman berikan akan saya jamin kerahasiaannya.

Demikian permohonan saya, atas partisipasi dan dukungan dari saya ucapkan

terimakasih.

Peneliti

Siti Nur Hawa


61

Lampiran 3 Lembar Kuesioner

KUISIONER HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN


PERILAKU PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL

Inisial Nama :

Tanggal Pengisian :

PETUNJUK PENGISIAN

1. Bacalah dengan cermat dan teliti pada setiap item pertanyaan

2. Pertanyaan di bawah ini mohon diisi semuanya

3. Isilah jawaban sesuai dengan petunjuk masing-masing poin

4. Apabila ada yang tidak dimengerti, dapat lansung ditanyakan kepada peneliti

KUISIONER A : KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Usia : …………………………. Tahun

2. Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan
62

KUISIONER B : PENGETAHUAN

Pilihlah jawaban dengan menggunakan tanda (√) pada kolom pilihan sesuai

dengan pilihan

No Pernyataan Benar Salah

1. Seksual adalah hubungan antara laki-laki dengan

perempuan.

2. Kekerasan seksual merupakan tindakan atau

perilaku atau gerak gerik seksual yang tidak

dikehendaki.

3. Kekerasan seksual adalah melakukan tindakan

yang kasar sampai pemerkosaan.

4. Kekerasan seksual berupa tindakan yang bersifat

seksual atau cenderung bertindak seksual dengan

cara gerakan kasat mata dengan memegang,

menyentuh, meraba, atau mencium.

5. Bentuk pelecehan seksual dapat merugikan orang

lain.

6. Bentuk pelecehan seksual berupa memperkosa.

7. Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis

dengan siulan adalah bentuk pelecehan seksual.

8. Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada

seseorang yang merasakannya sebagai

merendahkan martabat adalah bentuk kekerasan


63

seksual.

9. Meraba tubuh atau bagian tubuh sensitif

merupakan kekerasan seksual.

10. Menyentuh tangan ke paha merupakan bagian

dari bentuk kekerasan seksual.

11. Main mata atau pandangan yang menyapu tubuh,

biasanya dari atas kebawah bak “ mata keranjang

“ penuh nafsu.

12. Mempertunjukkan gambar-gambar porno berupa

kalender, majalah, atau buku bergambar porno

kepada orang yang tidak menyukai.

13. Pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan

merupakan bagian dari kekerasan seksual.

14. Perbuatan memamerkan tubuh atau alat kelamin

kepada orang lain adalah bentuk pelecehan

seksual

15. Lingkungan adalah faktor utama penyebab

kekerasan seksual.

16. Pola asuh orang tua sangat penting bagi remaja

agar tidak terjerumus ke hal negative.

17. Mayoritas pelaku kekerasan seksual adalah orang

terdekat/yang pernah dikenali.

18. Kekerasan seksual dapat terjadi di sekolah,

angkutan umum, bioskop, pusat perbelanjaan,


64

pasar dll.

19 Dampak kekerasan seksual tidak hanya ke fisik

tapi juga ke psikis.

20. Kekerasan seksual dapat memicu terjadinya

depresi hingga kematian pada korbannya.

KUISIONER C: PERILAKU PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL

Pilihlah jawaban dengan menggunakan tanda (√) pada kolom pilihan

sesuai dengan pilihan Saudari pada kolom :

S : Setuju (Apabila pernyataan tidak sesuai dengan pendapat responden)

SS : Sangat setuju (Apabila pernyataan sangat sesuai dengan pendapat

responden)

TS : Tidak setuju (Apabila pernyataan tidak sesuai dengan pendapat responden)

STS : Sangat tidak setuju (Apabila pernyataan sangat tidak sesuai dengan

pendapat responden)

No Pernyataan S SS TS STS

1. Seksual penting bagi saya untuk saya

ketahui.

2. Informasi tentang pelecehan seksual

penting untuk remaja supaya terhindar


65

dari pelaku pecehan seksual.

3. Menempatkan seks sesuai dengan

fungsi dan tujuan.

4. Informasi tentang seksual tidak

dijadikan candaan dan bahan obrolan

murahan, karena itu penting bagi saya.

5. Saya menjaga jarak dengan

meminimalisasi situasi dengan

menganggap sebagai lelucon dan

sebagai hal yang tidak penting.

6. Saya tidak mengiraukan dan

menganggap tidak mau

melanjutkannya dan berusaha

melupakannya.

7. Saya berusaha untuk menghindari

situasi dengan menjauh dari pelaku

kekerasan (misalnya: pergi dari

tempat, ganti topik pembicaraan, dan

lain-lain).

8. Saya menolak ancaman seksual atau

sosial tersebut secara verbal dengan

melakukan konfrontasi terhadap

peleceh atau membuat tingkah laku


66

tersebut tidak diterima.

9. Saya melaporkan kejadian,

mengkonsultasikannya dengan

bantuan administrator.

10. Sebaiknya melaporkan pengalaman

pelecehan seksual kepada orang

tua/guru.

11. Saya malu jika seseorang

mengirimkan video atau menunjukkan

gambar porno.

12. Saya tidak nyaman jika orang lain

menanyakan hubungan saya dengan

pacar secara langsung atau tidak

langsung.

13. Saya menolak melakukan hubungan

seks.

14. Saya akan membantu teman saya jika

ada yang menjadi korban kekerasan

seksual.

15. Saya mendukung bila ada gerakan anti

kekerasan seksual.

16. Saya akan membuktikan bahwa

perempuan bukan bahan objektivitas.


67

17. Saya akan menjaga diri saya dari

kekerasan seksual.

18. Saya akan marah jika pacar saya

melakukan perbuatan yang mengarah

pada kekerasan seksual

19. Saya setuju pada kemendikbud karena

sudah membuat satgas pengaduan

kekerasan seksual.

20. Saya akan menerapkan semua perilaku

pencegahan kekerasan seksual untuk

menjaga kehormatan dan harga diri

saya.

Anda mungkin juga menyukai