Ellill
gSttfr *#?Y
2) Ulasan
',nuitnlufiiluliili
[rP*n']
(14) Bab tentang Cabang-Cabang lman: yang Tertinggi
dan Terendahnya, serta l{eutamaan Rasa Malu yang
Merupakan Bagian dari lman
. Takhrij hadits:
Ditakhrijoleh:
1.. Al-Bukhari di dalam Kitab Al-lmaan,Bab: Umuur Al-lmaan (nomor 9).
2. Abu Dawud d.i dalam Ktab As-Sunnah, Bab: Fii Radd At-lrjaa' Binah-
wihi (norrtor 4676).
3. At-Tirmidzi di dalam Kitab Al-lmaan, Bab: Maa laa'a Fii lstikmaal Al-
Imaan Waziyadatuhu wa Nuqslanuhu, dan dia mengatakan bahwa
hadits adalah hasan shahih.' (nomor 261.4).
554
s55
1p YW ,f ,i
./rn .
,Q:i.9r
,.1 )
t:JJ.>
7fi.' G'#')tl"c
t,. i.'
'toY
a._\J\,
j6 :j$;-;--j ,l-) ;f f
#t46jdt&yJ; ')
ev" G-i
lidS\l* t*tr;i
l, , , ) !-cl,t
a . I z t -, ' '
nr .it 4y 5.+;i6=,1r"-.Jr
. Takhrij hadits:
Telah lalu ditakhrijpada hadits nomor 15L.
ri"*
,,
rss qi j ,'p3'^*, Gi J ,9J $ ct
,#')') k$r . t or
*t & Ctr g,.p lrt # is;'lt F'^* J'oW
9G:J' 4 ir;)r iui,Qt el;i 4- ic: # t *
153. Abu Bakar bin Abu Syaibah, Amr An-Naqid, dan Zuhair bin Harb telah
memberitahukan kepada lumi, mereka berkata, ' Sufyan bin Uyainah telah
memberitahukan lcepada lami, dni Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya
(Abdullah bin llmar Radhiyallahu Anhum), Nabi shallallahu Alaihi wa
6varah .\
556 ('h.ffiEc'id
Sallam pernah mendangar seseorang mtnasehati saudaranya tentang
rasa malu, maka beliaupun bersabda, "Rnsa malu adalah sebagian dari
iman."
Takhrij hadits:
Ditakhrijoleh:
1. At-Tirmidzi di dalam Kitab Al-lmaan, Bab: Maa Jaa'a Annal Hayaa'
minal Imaan, dan dia berkata, "Ini adalah hadits hasan shahih."
(nomor 26L5).
2. Ibnu Majah di dalam Al-Muqaddim"ah, Bab Fii Al-Imaan (nornor 57).
Tuhfah Al-Asyraf nomor 6954.
9
,s-P)t
c e t,
f "F u'Fi ,et';1t '"5 t3'-6 y il tt $'-c. \ o t
ia'r ( :i ,.t-.,$t b
f ,r? iu'r,c,{r r.ri,
754. Abdu bin Humaid telah memberitahuknn ktpada knmi, Abdurrazzaq telah
mengabarkan lcepada lami, Ma' mar telah mengabarknn lcepada kami, dari
Az-Zuhri dmgan isnad tersebut. Dia berluta, " Beliau melewati seseorang
darilaum Anshar yang sedang menasehati saudaranya."
. Takhrij hadits:
, Ditakhrij hanya oleh Muslim.Tuhfah Al-Asyraf nomor 6954.
. Takhrij hadits:
Ditakhrij oleh Al-Bukhari di dalam Kitab Al-Adab, Bab Al-Hayaa'
(nomor 5755).Tuhfah Al-Asyraf nomor 1,0877.
CF ;. ot'* = ui iti a; 5t
''b K ,iu ,ik i;a
o Takhrij hadits:
Dital..ttrij oleh Abu Dawud di dalam Ktab Al-Adab, Bab Fii Al-Hayaa'
(nomor 4796).Tuhfah Al-Asyraf nomor 10878.
L57. lshaq bin lbrahim telah memberitalan kepada kami, An-Nadhr telah
memberitakan kepada lumi, Abu Na'amah Al-'Adawi telah menl-
beritahuknn kepada lumi, dia berkata, 'Aku telah mendengar Huiair bin
Ar-Rabi' Al:Adawi berlata, dari lmran bin Hushain (Radhiyallahu
Anhu), dari Nabi shallallahu Alaihi wa sallam seperti hadits Hammad
bin Zaid.'
. Takhrij hadits:
Hanya ditakhrij oleh Muslim.Tuhfah Al-Asyraf nomor 1'0792.
@ 5s9
ucapan "Lna Ilaaha lllallaah" dan yang paling rendah ailalah menyingkirkan
gangguan (batu, duri, dnn sebagainya) dai ialan."
Kami juga telah memaparkan bahwa kesempurnaan iman adalah
harus diiringi dengan mengerjakan amalan-amalan untuk meleng-
kapinya serta melakukan ketaatan-ketaatan. Selain itu, bertekad untuk
melakukan ketaatan dan menggabungkan cabang-cabang iman di atas
adalah termasuk dari rangkaian dan bukti dari pembenaran. Sebab
ketaatan itu merupakan perilaku para ahli as shidqi (orang-orang yang
membenarkan).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengatakan bahwa
ketaatan yang paling tingSf bentuknya adalah tauhid (mengesakan
Allah), yang diwajibkan kepada setiap orang. Cabang-cabang iman ini
tidak akan benar, melainkan setelali mengikrarkan'ketauhirlan den-gan
benar. Sedangkan ketaatan yang paling rendah bentuknya adalah me-
nyingkirkan gangguan dari ialan, yang dapat membahayakan atau
mengganggu kaum muslimin.
Di antara tingkatan iman yang paling tingg dan paling rendah
terdapat juga cabang-cabang yang apabil,a seseorang muitahid berusaha
untuk mencarinya dengan sungguh-sungguh, pasti dia mamPu men-
dapatkan dan melakukannya. Hal tersebut telah dilakukan oleh
sebagian orang yang telah kami disebu&an sebelumnya. Sedangkan
memutuskan sesuatu dengan aPa yang dimaksudkan antara cabang
iman yang tertinggi dan terendah yang dimaksud oleh Nabi Shallallahu
Alaihi wa Salhm, merupakan sesuatu yang kita tentukan' Namun, kita
tidak diharuskan untuk mengetahui masing-masio8.yu, dan tidak
mengetahui seluruhnya, maka tidak akan membuat cacat keimanan.
Karena dasar-dasar dari iman dan cabang-cabanpya telah diketahui
banyak atau sedikibrya. Sedangkan mengimani bahwa iman itu terdiri
dari bilangan tersebut di atas adalah wajib." Demikianlah perkataan Al-
Qadhi Rahimahullah.
Imam Al-Hafizh Abu Hatim bin Hibban berkata, "Saya telah
membahas makna hadits tersebutbeberaPa lama, dan telah menghitung
cabang-cabang dari iman tersebut. Ternyata, jumlahnya lebih dari
bilangan yang disebutkan di atas, banyak sekali! Kemudian saya
merujuk kepada sunnah-sunnah,lalu aku hitung setiap ketaatan yang
dikategorikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari iman,
tetapi ternyata kurang dari tujuh puluh tiga. Kemudian saya merujuk
kepada Al-Qur' an lalu aku membacanya serta mentadabburinya, sambil
s62 ,grffi$
menghittrng setiap ketaatan yang dikategorikan oleh Allah Ta'alayang
merupakan cabang dari iman. Namun, ternyata jirmlahnya kurang dari
tujuh puluh tiga. Kemudian saya menggabungkan antara jumlah yang
terdapat dalam Al-Qur'an dan As-sunnah, dan temyata setiap ketaatan
yang dikategorikan oleh Allah dan Nabi-Ny a Shallallahu Alaihi wa sallam
yang merupakan cabang dari iman berjumlah tuiuh puluh sembilan
cabang, tidak lebih dan tidak kurang dari itu.
Dengan demikian saya mengetahui bahwa iumlah yang dimaksud-
kan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tersebut terdapat di dalam Al-
Qur'an dan As-sunnah." Abu Hatim Rahimahullah telah menyebutkan
seluruhnya di dalam kitab Washf Al-lmaan wa Syu'abuhu. Dia |uga
menyebutkan bahwa riwayat yang mengatakan: "EnAm puluh tiga" juga
shahih. Karena terkadang orang-orang Arab menyebutkan bilangan
untuk sesuatu, tetapi mereka tidakbermaksud menafraan)*g lairurya.
Ada beberapa kasus serupa yang telah dia cantumkan di dalam kitabnya,
di antaranya adalah pada hadits-hadits tentang iman dan Islam. Wallahu
a'lam.
"at, ;tflrt
9G)t i (dan rasa malu adalah cabang dari iman) di dalam
riwayat lain disebutkan: ,l lu{r (rasa malu adalah sebagian dnri
.rG-rir
iman) didalam riwayat larn:'7iL. il;t i ;u;lr (rasa malu itu tidak alun
mendatangkan kecuali kebaikan),dan di dalam riwayat lain: ,# '; il::,St
'; k ;rAr :ju si (r*o malu ailalahbaik seluruhnya. Atau beliau bersabda,
"Rasa malu seluruhnya adalah baik'). Al-haya'adalah rasa malu. Imam
Al-Wahidi -semoga Allah Ta'ala merahmatinya- berkata, "Ahli bahasa
mengatakan bahwa 'al-istihya' (rasa malu) diambil dari kata 'al-hayah
(kehidupan). Seseorang merasa malu lantaran kuatnya kehidupan pada
dirinya dan mantapnya pengetahuan tentang su:nber-sumber aib." Dia
menambahkan, "Jadi, rasa malu itu lahir dari kekuatan dan kepekaan
indera, juga dari kuatnya nilai kehidupan."
Kami telah meriwayatkan di dalam Risalah Al-Imam Al-Ustadz
Abu Al-Qasim Al-Qusyari, dari As-Sayyid Al-IaUl Abu Al-Qasim
Al-Junai Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasa malu adalah dengan
melihat berbagai macam kenikmatan dan kekurangan, maka terlahir
dari keduanya sebuah kondisi yang dinamakan dengan rasa malu." A1-
Qadhi Iyadh dan yang lainnya dari kalangan para pen-syarah berkata,
"Rasa malu dijadikan sebagai bagian dari iman meskiptrn ia adalah
sebuah naluri, karena terkadang hal tersebut dapat berupa perilaku yang
563
a.bsr ,s;;it -ivl U;u\i, gan yang paling re.ndah adalah menyingkirkan
,f
gonggro, dari jalan) iuk i menfauhkan segala sesuatu yang membuat
orang terganggu, seperti batu, tulang, kaca, duri, dan lain sebagainya.