Anda di halaman 1dari 14

Imam An,Nawawi

Ellill
gSttfr *#?Y

ukaddimah - Kitab Iman


arah Shahih Muslim adalah kitab syarah hadits yang
asyhur (populer) di kalangan Umat lslam. Salah satu dari
ini syarah dari kitab

merupakan referensi induk kitab-kitab hadits dengan


; sanad dibawah kitab Shahih Al-Bukhari. Namun
ini memiliki lbeberapa keunggulan, di antaranya :
iannya bersifat tematik (maudhu'i), sehingga

2) Ulasan

',nuitnlufiiluliili
[rP*n']
(14) Bab tentang Cabang-Cabang lman: yang Tertinggi
dan Terendahnya, serta l{eutamaan Rasa Malu yang
Merupakan Bagian dari lman

&9t ,r; ;i cl; 'io j;-i il -f;') ,-; il9t ti Gk. t o t


c-'i ,r dG c-,i e *: i..lt .1J ej\;'oqt:- $k
'*i {t*.3 f,ic..{r iu ;ui * it & i;tyr;i
U a;::,
9G-.jr
^Frt)
t51^. Ubaidullah bin Sa'id dan Abdu bin Humaid telah memberitahukan
lepada knmi, merela berdua berlcata,' Abu Amir Al: Aqadi telah memberi-
tahukan lctpada lami, Sulainun bin Bilal telah memberitahulan kepada
lami, ilari Abdullah bin Dinar, dari Abu Slulih, dai Abu Hurairah
(Radhiyallahu Anhu), ilari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"lman terdiri dari tujuh puluh tiga cabang, dan rasa malu adalah salah
satu cabang dari iman."

. Takhrij hadits:
Ditakhrijoleh:
1.. Al-Bukhari di dalam Kitab Al-lmaan,Bab: Umuur Al-lmaan (nomor 9).
2. Abu Dawud d.i dalam Ktab As-Sunnah, Bab: Fii Radd At-lrjaa' Binah-
wihi (norrtor 4676).
3. At-Tirmidzi di dalam Kitab Al-lmaan, Bab: Maa laa'a Fii lstikmaal Al-
Imaan Waziyadatuhu wa Nuqslanuhu, dan dia mengatakan bahwa
hadits adalah hasan shahih.' (nomor 261.4).

554
s55

4. An-Nasa'i di dalam Kitab Al-lmaan, Bab: Dzilcr Syu'ab Al-Imaan


(nomor 5019). Ditakhrijjuga olehnya di dalam Kitab Al-lmaan, Bab:
Dzikr Syu'ab Al-lmaan (nomor 5020) dengan hadits yang panjang,
dan (nomor 5021.) denga hadits yang singkat. Di dalamnya tidak
disebutkan, "Iman ailalah tuiuhpuluh tiga cabang."
5. Ibnu Majah di dalam Al-Muqaddiruh, Bab: Fii Al-lmaan (nomor 57)
dengan hadits yang paniang. Tuhfah AbAsyraf nomor 1281.6.

1p YW ,f ,i
./rn .
,Q:i.9r
,.1 )
t:JJ.>
7fi.' G'#')tl"c
t,. i.'
'toY
a._\J\,
j6 :j$;-;--j ,l-) ;f f
#t46jdt&yJ; ')
ev" G-i

lidS\l* t*tr;i
l, , , ) !-cl,t
a . I z t -, ' '
nr .it 4y 5.+;i6=,1r"-.Jr

9G-,!r t:"A'* r.-P, *.sl{r 'zlu1su"i,


^;)tt
L52. Zuhair bin Harb telah memberitahulun kqada lumi, larir telah mem'
beritahukan kepada lami, dari Suluil, dari Abdullah bin Dinar, dari Abu
Shnlih, dari Abu Hurairah (Radhiyallahu Anhu) berlcnta, 'Rnsulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda, " lmnn itu terdiri dai tujuh puluh
tiga atau anam puluh tiga cabang. Yang paling tinggi adalah ucapan
"Laa llaaha lllallaah" dan yang paling rendahnya adalah menyingki.rkan
gangguan (batu, duri, ilan sebagainya) dari jalan; dan rasa malu adalah
salah satu cabang dariiman."

. Takhrij hadits:
Telah lalu ditakhrijpada hadits nomor 15L.

ri"*
,,
rss qi j ,'p3'^*, Gi J ,9J $ ct
,#')') k$r . t or
*t & Ctr g,.p lrt # is;'lt F'^* J'oW
9G:J' 4 ir;)r iui,Qt el;i 4- ic: # t *
153. Abu Bakar bin Abu Syaibah, Amr An-Naqid, dan Zuhair bin Harb telah
memberitahukan kepada lumi, mereka berkata, ' Sufyan bin Uyainah telah
memberitahukan lcepada lami, dni Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya
(Abdullah bin llmar Radhiyallahu Anhum), Nabi shallallahu Alaihi wa
6varah .\
556 ('h.ffiEc'id
Sallam pernah mendangar seseorang mtnasehati saudaranya tentang
rasa malu, maka beliaupun bersabda, "Rnsa malu adalah sebagian dari
iman."

Takhrij hadits:
Ditakhrijoleh:
1. At-Tirmidzi di dalam Kitab Al-lmaan, Bab: Maa Jaa'a Annal Hayaa'
minal Imaan, dan dia berkata, "Ini adalah hadits hasan shahih."
(nomor 26L5).
2. Ibnu Majah di dalam Al-Muqaddim"ah, Bab Fii Al-Imaan (nornor 57).
Tuhfah Al-Asyraf nomor 6954.

9
,s-P)t
c e t,
f "F u'Fi ,et';1t '"5 t3'-6 y il tt $'-c. \ o t
ia'r ( :i ,.t-.,$t b
f ,r? iu'r,c,{r r.ri,
754. Abdu bin Humaid telah memberitahuknn ktpada knmi, Abdurrazzaq telah
mengabarkan lcepada lami, Ma' mar telah mengabarknn lcepada kami, dari
Az-Zuhri dmgan isnad tersebut. Dia berluta, " Beliau melewati seseorang
darilaum Anshar yang sedang menasehati saudaranya."

. Takhrij hadits:
, Ditakhrij hanya oleh Muslim.Tuhfah Al-Asyraf nomor 6954.

iri;iir j.t LAt, )k J *J, pit j:'rb! $"-6.\ oo


rr: lr Vi L;, iuiS3 J; lb 8-6 .& :;'rL! t3'-6
,-!

y i';; t4'# L-a.,# G 8* g fi L'a"


ry=;i- 3 F i* P,iL eU i ;w-rr i6'8 *i
;i";i 3,'* j*;E* ^11rr;ui'i-iti*-,st ,rJFJ
W # i*', #, llE'i,,rb gt );3 r
557

155. Muhammad bin Al-Mutsanna dan Muhammad bin Basysyar -dan


lafadz ini diriwayatkan oleh lbnu Al-Mutsanna- telah memberitahukan
kepada kami, mereka berdua berlata, 'Muhammad bin la'far telah
mem-beritahukan kqada kami, Syu'bah telah memberitahukan kepada
kami, dari Qatadah berknta, 'Aku telah mendengar Abu As-Saut)uar
memberitahukan, bahwa dia pernah mendengar 'lmran bin Hushain
(Radhiyallahu Anhu) memberitahukan dai Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam, bahwa beliau bersabila, "Rasa malu itu tidak akan menilatangkan
kecuali kebailan." Busyair bin Ka'ab berlata, "Sentngguhnya yang
termaktub di dalam Al-Hilonah, bahwa darinyalah timbul ketenteraman
dan darinyalah timbul ketenangan.' Mnka Imran pun berkata, "Aku
memberitahukan lcepailamu dai Rnsulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam, dan lamu memberitahuknn leepadaku dari lembaran'lembaran
hikmahmu?!"

. Takhrij hadits:
Ditakhrij oleh Al-Bukhari di dalam Kitab Al-Adab, Bab Al-Hayaa'
(nomor 5755).Tuhfah Al-Asyraf nomor 1,0877.

it Pt :f $ 3. "w ct; g.rr;t, il,F- $? - t 01

CF ;. ot'* = ui iti a; 5t
''b K ,iu ,ik i;a

i;t iv iG ta,";- l:t'4 tl"'A f J ';r:. qi q yt


;k ;vsr ,Jti :i jG ,k "F ir+st ,#', *'it ,t* Il
|:i'^.s*st
i4t,r cqcyf "il *.iw.';-
v';;t ,- 3t'* +ri iG J:t y Lr)Gir'*',
#) l"r'it 1* lnt Jy: # ii|*i ;tri'ti is'r;W
4 "# lcb jG a'ar'or';s ''Gb iG f ,r$_t
.i uu i fry#
. t, .o z '. . ,
2
t. ;\y. J* s; LJ Jti ov*
,t
u.i u.

T56. Y ahya binHabib Al-Haritsi telah memberitahukan kepada lumi, Hammad


bin Zaid telah memberitahulan kepodo lcnmi, dari lshaq -dan dia adalah
ss8 Gtrffi.-s
lbnu Suwaid-, bahwa Abu Qatadnh memberitahukan seraya berkata,
'Dahulu lami berada di sisi lmran bin Hushain Radhiyallafut Anhu) di
dalam suatu kelompok, dan di antara kami ada Busyair bin Ka'ab. Pada
luri itu, lmran memberitahulan lcepada lami seraya berlata, 'Rasulullah
Shnllallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "RasA malu adalah baik
seluruhnya." Dia berkata,' Atau beliau bersabda, " Rasa malu seluruhnya
ailalah baik." Mnla Busyair bin Ka'ab berknta, ' Sesungguhnya kami telah
mendapatlan di sebagian kitab-kitab atau Al-Hikmah, bahwa darinyalah
timbul ketenangan dan ketenteraman terhndap Allah dan darinyalah
timbul kelemnhan.' Dia berkata, 'Mnka lmran pun marah sampai kedua
mntanya memerah. Dia berkata,' Bukankah aku sedang memberitahukan
kepadamu hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan kamu
membantahnya? !' Dia berknta, 'I'alu lmran pun mengulangi hadits
tersebut.' Dia berkata,'Busyair pun mengulanginya lagi.' Maka lmran
pun marah. Dia berkata, 'Maka kami pun terus mengatakan kepadanya,
'sesungguhnya dia adalah bagian dari lumi wahai Abu Nujaid, dan
sesungguhnya tidak ada keburulun padanya.'

o Takhrij hadits:
Dital..ttrij oleh Abu Dawud di dalam Ktab Al-Adab, Bab Fii Al-Hayaa'
(nomor 4796).Tuhfah Al-Asyraf nomor 10878.

JG &:At a;17) ;i ,1"; '#t u'ri et;\J :fit$"-6. t ov


t c
',,i, ,lr .o I o
, gts,
'J ,c.
c 1.1-c o'
f o*
c/ o. t \:,
f P 4. orj;-o €s JrJl (r-r-Jl
v,
.t
-'J
*
L)' J'

L57. lshaq bin lbrahim telah memberitalan kepada kami, An-Nadhr telah
memberitakan kepada lumi, Abu Na'amah Al-'Adawi telah menl-
beritahuknn kepada lumi, dia berkata, 'Aku telah mendengar Huiair bin
Ar-Rabi' Al:Adawi berlata, dari lmran bin Hushain (Radhiyallahu
Anhu), dari Nabi shallallahu Alaihi wa sallam seperti hadits Hammad
bin Zaid.'

. Takhrij hadits:
Hanya ditakhrij oleh Muslim.Tuhfah Al-Asyraf nomor 1'0792.
@ 5s9

. Tafsir hadits 151-157


Di dalam sanad hadits di atas disebutkan Abu Amir Al-Aqadi, dan
namanya adalah Abdul Malik bin Amr bin Qais, mengenainya telah
kami jelaskan pada awal mukaddimatu Bab An-Nahyu'An Ar-Riwayah
'An Adh-Dhu'afaa'.
'd lt*t"i jC--'Jr
Ornan terdiri dari tujuh puluh tiga cabang) demi-
"i (Imam Muslim) riwayatkan dari Abu Amir Al-Aqadi,
kianlah yang dia
dari Sulaiman bin Bilal, dari Abdullah bin Dinar, dari Abu Shalih,
dari Abu Hurairah (Radhiyallahu Anhu\, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam.
Sedangkan dalam riwayat Zrthair disebutkan dari Iarir, dari
Suhail, dari Abdullah bin Dinar, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah
(Radhiyallahu Anhu) bahwa iman itu terdiri dan "Tujuh puluh tiga atau
enampuluhtiga cabang." Sedangkan di datam (kitab) Muslim, dari riwayat
Suhail disebutkan, " Tujuh puluh tiga atau enam puluh tiga cabang. " Dalam
hal ini masih terdapat keraguan. Al-Bukhari telah meriwayatkannya
pada awal kitab dari periwayatan Al-Aqadi: "EnAm puluh tiga" tanpa
adanya keraguan. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan selain mereka telah
meriwayatkannya dari periwayatan Suhail: "Tujuh puluh tiga" tanpa
adanya keraguan. At-Tirmidzi juga meriwayatkannya dari jalur yang
Iain dan dia berkata padanya, 'Enampuluh empat bab".
Para ulama telahberbeda pendapat tentang riwayat yang rajih dari
kedua riwayat tgrsebut. A1-Qadhi Iyadh berkata, "Pendapat yang benar
adalah apa yang tercantum di seluruh hadits-hadits dan seluruh para
perawi, yalbt Enam puluh tiga.' Asy-Syaikh Abu Amr bin Ash-Shalah
Rnhimahullah Ta'ala berkata, "Keraguan yang terjadi pada periwayatan
Suhail adalah disebabkan oleh Suhail sendiri." Demikian juga yang
dikatakan oleh Al-Hafzih Abu Bakar Al-Baihaqi Rahimahullah. Namun,
telah diriwayatkan juga dari Suhail: "Tujuh puluh tiga" tanpa adanya
keraguan.
Adapun Sulaiman bin Bilal, maka dia telah meriwayatkannya dari
Amr bin Dinar secara pasti, tanpa adanya keraguan; dan itulah riwayat
shahih yang telah ditakhrijoleh keduanya (Al-Bukhari dan Muslim) di
dalam kitab Ash-Sluhilain. Akan tetapi, riwayat yang ada pada kami
dari kitab Muslim adalah: "Tujuh puluh tiga", sedangkan yang ada
pada kami dari kitab Al-Bukhari adalah: "Enam puluh flga". Aku telah
menukil masing-masing riwayat dari masingmasing kitab (Shahih Al-
Bukhni dan Shahih Muslim-Pen), dan tidak ada masalah di dalamnya.
s6o mffig
Karena masing-masingnya adalah riwayat yang sudah ma'ruf (telah
dikenal) pada jalan-jalan periwayatan hadits tersebut. Mereka hanya
berbeda pendapat tentang pentarjihan. Dia berkata, "Pendapat yang
paling dekat pada ketepatan dan kehati-hatian adalah merajihkan
riwayat minoritas. Dia berkata, "Diantara mereka, ada yang merajihkan
riwayat mayoritas." Riwayat itulah yang dipffi oleh Abu Abdillah A1-
Halimi; karena sesungguhnya hukum tersebut diberikan kepada orang
yang menghafal riwayat tambahan dan dia meyakininya.
As-Syaikh berkata, "Selanjuhtya, pembahasan tentang penentuan
cabang-cabang tersebut amatlah luas. Ada beberapa tulisan yang telah
disusun mengenai hal tersebut. Tulisan yang paling banyak membahas
tentang hal tersebut adalah krtab Al-Minhaj, karya Abu Abdillah A1-
llxlir$), imam para penganut riradzhab As-Syaf iyyah di Bukhara; dan
dia termasuk di antara imam kaummusliminyang tinggi kedudukannya.
Al-Hafizh Abu Bakar Al-Baihaqi Rnhimahullahitga meniti jejaknya, di
dalam kitabnya, Syu'ab Al-Iman."
AI-Qadhi Iyadh Rahimahullah berkata, "Al-bidh'u atau al-badh'u
dart al-bidh'ah atau al-badh'ah, baik dengan rrteng'ltrtsrah maupun mem-
fathahkanhuruf ba' pada kedua kata tersebut adalah menunjukkan ten-
tang bilangan. Sedangkan jika kita mengatakan badh'ah untuk daging
(badh'ah al-lahm) , llrtaka harus dfa thahkan, tidak dengan yang lainnya. Al-
bidh'u adalah mengenai bilangan antara tiga sampai sepuluh. Ada iuga
' yang mengatakan, dari tiga sampai sembilan. Al-Khalil berkata, "Al-
bidh'u adalah bilangan untuk menunjukkan tujuh.'l Ada yang menga-
takan bahwa itu menunjukkan bilangan antara dua sampai sepuluh
dan antara duabelas sampai dua puluh. Namun, tidak dikatakan trntuk
bilangan dua belas."
Aku katakan, "Pendapat ini (y"^g terakhir) adalah pendapat yang
lebih masyhur dan lebih jelas." Adapun makna 'asy-syu'bah' adalah
bagian dari sesuatu. Sedangkan makna di atas adalah tuiuh puluh tiga
bagian.
Al-Qadhi Iyadh Rahinuhullalr berkata, 'Telah dibahas sebelumnya
bahwa makna iman secara bahasa adalah at-tashdiq (membenarkan).
Sedangkan secara syariat adalah membenarkan dengan hati dan
diiringi dengan ucapan lisan. Perkara-perkara syariat yang bersifat
Iahiriah harus diwujudkan dalam bentuk amalan-amalan badaniah,
sebagaimana yang tercantum dalam hadits ini, "Yang paling tinggi adalah
561

ucapan "Lna Ilaaha lllallaah" dan yang paling rendah ailalah menyingkirkan
gangguan (batu, duri, dnn sebagainya) dai ialan."
Kami juga telah memaparkan bahwa kesempurnaan iman adalah
harus diiringi dengan mengerjakan amalan-amalan untuk meleng-
kapinya serta melakukan ketaatan-ketaatan. Selain itu, bertekad untuk
melakukan ketaatan dan menggabungkan cabang-cabang iman di atas
adalah termasuk dari rangkaian dan bukti dari pembenaran. Sebab
ketaatan itu merupakan perilaku para ahli as shidqi (orang-orang yang
membenarkan).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengatakan bahwa
ketaatan yang paling tingSf bentuknya adalah tauhid (mengesakan
Allah), yang diwajibkan kepada setiap orang. Cabang-cabang iman ini
tidak akan benar, melainkan setelali mengikrarkan'ketauhirlan den-gan
benar. Sedangkan ketaatan yang paling rendah bentuknya adalah me-
nyingkirkan gangguan dari ialan, yang dapat membahayakan atau
mengganggu kaum muslimin.
Di antara tingkatan iman yang paling tingg dan paling rendah
terdapat juga cabang-cabang yang apabil,a seseorang muitahid berusaha
untuk mencarinya dengan sungguh-sungguh, pasti dia mamPu men-
dapatkan dan melakukannya. Hal tersebut telah dilakukan oleh
sebagian orang yang telah kami disebu&an sebelumnya. Sedangkan
memutuskan sesuatu dengan aPa yang dimaksudkan antara cabang
iman yang tertinggi dan terendah yang dimaksud oleh Nabi Shallallahu
Alaihi wa Salhm, merupakan sesuatu yang kita tentukan' Namun, kita
tidak diharuskan untuk mengetahui masing-masio8.yu, dan tidak
mengetahui seluruhnya, maka tidak akan membuat cacat keimanan.
Karena dasar-dasar dari iman dan cabang-cabanpya telah diketahui
banyak atau sedikibrya. Sedangkan mengimani bahwa iman itu terdiri
dari bilangan tersebut di atas adalah wajib." Demikianlah perkataan Al-
Qadhi Rahimahullah.
Imam Al-Hafizh Abu Hatim bin Hibban berkata, "Saya telah
membahas makna hadits tersebutbeberaPa lama, dan telah menghitung
cabang-cabang dari iman tersebut. Ternyata, jumlahnya lebih dari
bilangan yang disebutkan di atas, banyak sekali! Kemudian saya
merujuk kepada sunnah-sunnah,lalu aku hitung setiap ketaatan yang
dikategorikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari iman,
tetapi ternyata kurang dari tujuh puluh tiga. Kemudian saya merujuk
kepada Al-Qur' an lalu aku membacanya serta mentadabburinya, sambil
s62 ,grffi$
menghittrng setiap ketaatan yang dikategorikan oleh Allah Ta'alayang
merupakan cabang dari iman. Namun, ternyata jirmlahnya kurang dari
tujuh puluh tiga. Kemudian saya menggabungkan antara jumlah yang
terdapat dalam Al-Qur'an dan As-sunnah, dan temyata setiap ketaatan
yang dikategorikan oleh Allah dan Nabi-Ny a Shallallahu Alaihi wa sallam
yang merupakan cabang dari iman berjumlah tuiuh puluh sembilan
cabang, tidak lebih dan tidak kurang dari itu.
Dengan demikian saya mengetahui bahwa iumlah yang dimaksud-
kan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tersebut terdapat di dalam Al-
Qur'an dan As-sunnah." Abu Hatim Rahimahullah telah menyebutkan
seluruhnya di dalam kitab Washf Al-lmaan wa Syu'abuhu. Dia |uga
menyebutkan bahwa riwayat yang mengatakan: "EnAm puluh tiga" juga
shahih. Karena terkadang orang-orang Arab menyebutkan bilangan
untuk sesuatu, tetapi mereka tidakbermaksud menafraan)*g lairurya.
Ada beberapa kasus serupa yang telah dia cantumkan di dalam kitabnya,
di antaranya adalah pada hadits-hadits tentang iman dan Islam. Wallahu
a'lam.
"at, ;tflrt
9G)t i (dan rasa malu adalah cabang dari iman) di dalam
riwayat lain disebutkan: ,l lu{r (rasa malu adalah sebagian dnri
.rG-rir

iman) didalam riwayat larn:'7iL. il;t i ;u;lr (rasa malu itu tidak alun
mendatangkan kecuali kebaikan),dan di dalam riwayat lain: ,# '; il::,St
'; k ;rAr :ju si (r*o malu ailalahbaik seluruhnya. Atau beliau bersabda,
"Rasa malu seluruhnya adalah baik'). Al-haya'adalah rasa malu. Imam
Al-Wahidi -semoga Allah Ta'ala merahmatinya- berkata, "Ahli bahasa
mengatakan bahwa 'al-istihya' (rasa malu) diambil dari kata 'al-hayah
(kehidupan). Seseorang merasa malu lantaran kuatnya kehidupan pada
dirinya dan mantapnya pengetahuan tentang su:nber-sumber aib." Dia
menambahkan, "Jadi, rasa malu itu lahir dari kekuatan dan kepekaan
indera, juga dari kuatnya nilai kehidupan."
Kami telah meriwayatkan di dalam Risalah Al-Imam Al-Ustadz
Abu Al-Qasim Al-Qusyari, dari As-Sayyid Al-IaUl Abu Al-Qasim
Al-Junai Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasa malu adalah dengan
melihat berbagai macam kenikmatan dan kekurangan, maka terlahir
dari keduanya sebuah kondisi yang dinamakan dengan rasa malu." A1-
Qadhi Iyadh dan yang lainnya dari kalangan para pen-syarah berkata,
"Rasa malu dijadikan sebagai bagian dari iman meskiptrn ia adalah
sebuah naluri, karena terkadang hal tersebut dapat berupa perilaku yang
563

dibentuk dan diusahakan, seperti hatnya amalan-amalan kebaiikan.


Selain itu, terkadang ia meniadi sebuah naluri, tetapi menSSunakannya
sesuai dengan kaidah-kaidah syariat masih membutuhkan usaha,
niat, dan ilmu. Karena itulah ia termasuk bagian dari iman, serta
dikarenakan ia adalah sebagai pendorong untuk melakukan amalan-
amalan kebajikan dan penghalang dari kemaksiatan.
Adapun bahwa rasa malu adalah baik secara keseluruharmya
dan tidak akan mendatangkan, kecuali kebaikan. Mengenai hal ini,
terkadang sebagian orang salah memahaminya; yaitu orang yang
memiliki rasa malu terkadang segan untuk menyampaikan kebenaran
kepada orang yang dia hormati, sehingga dia pun meninggalkErn amar
ma'ruf dan nahi munkar kepadanya. Bahkan terkadang rasa malu
tersebut membuablya menyia-nyiakan sebagian hak dan perkara-
perkara ma'ruf lairmya. Syailih Abu Amr bin Ash-Shalah Rahimahullah
mengatakan bahwasanya penghalang yang disebutkan di atas bukanlah
rasa malu yang sesungguhnya, tetapi itu adalah bentuk kelemahan,
ketidakmampuan, dan kehinaan. Rasa malu yang hakiki adalah mampu
menggerakkan diri dan hati untuk meninggalkan perkara-Perkara
buruk, mencegah sikap untuk menyia-nyiakan hak seseorang. wallahu
a'lam.

a.bsr ,s;;it -ivl U;u\i, gan yang paling re.ndah adalah menyingkirkan
,f
gonggro, dari jalan) iuk i menfauhkan segala sesuatu yang membuat
orang terganggu, seperti batu, tulang, kaca, duri, dan lain sebagainya.

,et e',Ci i,,,i *)brrrorong menasehati saudaranya tentang rasa


malu) yaitu menasihati saudaranya agar tidak malu berlebih-lebihan
dan menganggap bahwa malu adalah hal yang buruk. oleh karena
itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun melarang orang tersebut dari
perbuatannya ifu, seraya bersabda , "Biarkanlah din, knrena sesungguhnya
rasa malu adalah sebagian dari iman." Yaitu biarkanlah dia untuk bersikap
malu dan berhentilah mencegahny a. Laf.azh " Biarkanlah dia" tercanturn
di dalam shahih Al-Bulduri dan tidak tercantum di dalam shahih
Muslim.
Perkataan Imam Muslim Rahimahullah: " Muhammad bin Al-Mutsanna
dan Muhammad bin Basysyar telah memberitahukan kepada kami, ruerelat
berdua berknta, 'Muhammad bin la'far telah memberitahukan kepada knmi,
Syu'bah telah memberitahulan kepada kami, dari Qatadah berlata, 'Aku telah
mendengar Abu As-Sauruar memberitahukan, bahwa din pernah mendengar
lmran bin Hushnin (Rndhiyallahu Anhu)...'" Imam Muslim juga berkata di
6varah .\
s64 (EtrffiMo;fid
jalur sanad yang kedua, "Yahyabin Habib Al-Haritsi telah memberitahukan
kepada kami, Hammad bin Zaid telah memberitahuknn kepada knmi, dari lshnq
-dan dia adalah lbnu Suwaid-, bahwa Abu Qatadah memberitahuknn seraya
berkata, 'Dahulu knmi berada di sisi Imran bin Hushain di kelompok dari kami,
dan di antara l<nmi ada Busyair bin Ka' ab. Pada hai itu, lmran memberitahukan
lcepada lumi... dan seterusnya". Kedua jalur sanad tersebut, seluruhnya
adalah orang-orang Bashrah dan hal tersebut termasuk di antara hal-hal
yang berharga, yaitu bertemunya dua jalur sanad yang berdampingan
di dalam sahl kitab, seluruhnya adalah orang-orang Bashrah. Adapun
Syu'bah, meskipun dia orang Wasith, dia juga merupakan orang
Bashrah. Karena dia berpindah dari kota Wasith ke Bashrah dan tinggal
di sana.
Di dalam sanad disebutkan Abu As-Sawwar, namanya adalah
Hassan bin Huraits Al-'Adawi. Sedangkan nanvr dari Abu Qatadah
adalah Tamim bin Nudzair Al-'Adawi. Ada yang mengatakan bahwa
namanya adalah Tamim btn Az-Zubair. Ada juga yang mengatakan,
Ibnu Yazid, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hakim Abu Ahmad.
Ar-rahthu adalah sekelompok lelaki yang iumlahnya kurang dari
sepuluh dan tidak ada seorang pun wanita bersama mereka. ]amaknya
adalah' arhuth, arhaath, ar aahith, dau,,t ar aahiith.'

Perkataan Imam Muslim: 'Itlnka Busyair bin IG'ab berlata,'Sesung-


guhnya lami telah mendapatlcnn di sebagian kitab-kitab atau Al-Hikmah,
bahwa darinyalah timbul ketenangan dan ketmteraman terhadap Allah Ta' ala
dan darinyalah timbul l<elemahan.' Lalu lmran pun marah sampai lcedua
matanya memerah Dia berlata, 'Aku sedang memberitahukan kepadamu dari
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan knmu membantahnya? !' sampai
perkntaannya: 'Maka kami pun terus mengatakan kepadanya, sesungguhnya
dia adalah bagian dari kami wahai Abu Nujaid, dan sesungguhnya tidak ada
l<eburukan padanya." Mengenai Busyair yang disebutkan dalam sanad
ini telah dijelaskan sebelumnya. Begitu juga dengan Nujaid pada
awal mukaddimah. Nujaid, dengan men-dhamahkan huruf nunt lr:tem-
fathahkanhuruf. jim, dan akhirnya huruf dal. Nama Abu Nujaid adalah
Imran bin Hushain. Dia dijuluki dengan nama analgtya, Nujaid.
Adapun kata' adh-dha'f (kelernahan), baik dengan mem-ffhahkan
huruf dhad (adh-dhafl ataupun men-dhamahkannya (adh-dhu'fl, meru-
pakan dua bentuk bacaan yang masyhur. Perkataannya: "Hattaa
ihmarrataa 'ainaahu (sampai kedua matanya memerah"), demikianlah
redaksi yang tercantum di dalam kitab-kitab rujukan, dan itu adalah
565

benar. Kami juga meriwayatkannya dari Sunan Abi Dawud: "Wahmarrat


'ainaahu (Danlcedua matanya memeruh)", tanpa alif padakata ihmarrat dan
itu juga benar.
Adapun pengingkaran Imran Radhiyallahu Anhu kepada Busyair,
karena Busyair mengatakan, 'Darinyalah timbul kelemahan' setelah dia
mendengar sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa rasa malu
adalah baik secara keseluruhannya. Maksud dari "membantah" adalah
membuat sesuatu menjadi sebaliknya dan mengatakan sesuatu yang
menyelisihi pendapahrya.
Perkataan mereka: "Sesungguhnya dia adalah bagian dari knmi, yang
tidak ada keburukan padanya"; maksudnya, dia tidak termasuk orang
yang tertuduh dengan sifat nifak, zind& bid'ah, atau lairurya yang
menyelisihi orang-orang yang selalu istiqamah. Wallahu a'llm.
Perkataan Imam Muslim Rnhitnahullah: "lshaq bin lbrahim telah
memberitakan kepada kami, An-Nadhr telah membe.ritalan lepada kami, Abu
Na'amnh Al:Adawi telah mcmberitahukan lrepada lomi, dia berlqta, 'Aktt
telah mendengar Hujair bin Ar-Rabi' Al-'Adauri berlcata, dari lmran bin
Husluin (Radhiyallahu Anlru)..." seluruh sanad yang disebutkan tadi
adalah orang-orang Bashrah, kecuali Ishaq, karena dia adalah orang
Marwazah. Adaptm An-Nadhr adalah lbnu Syumail, seorang imam
yang mulia. Nama Abu Na'amah adalah Amr bin Isa bin Suwaid. Dia
termasuk di antara orangtrang tsiqah yang bercampur (hafalannya)
sebelum kematiannya. Mengenai hal ini, telah kami paparkan pada
beberapa pasal dan setelahnya bahwa riwayat yang tercantum di
dalam kJtab Ash-Sluhihain (Sluhih Al-Bulcluri dan Shahih Muslim) dai
orang-orang yang pikun, maka diperbolehkan meriwayatkan darinya
sebelum ia mengalami kepikunan. Sedangkan cara membaca Hujair
adalah dengan men-dhamalrkan huruf lu', rnent-fathahkan hwuf. jim,
dan diakhiri dengan huruf rfl'. y'JTah Maha Mengetahui kebenaran dan
hanya milik-Nya segala puji dan karunia.

Anda mungkin juga menyukai