Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS MASALAH BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

TERHADAP KOMODITAS PADI (Oryza sativa)


PADA PETANI

MAKALAH

Ditulis untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Budidaya Tanaman Pangan

Disusun oleh

Qori Inar Rotul Ulya 19110024

Ahkmad Dandi 19110008

Indri Meylani Dewi 19110020

Tri Suntoro Aji 19210028

Dosen Pengampu :

Prof, Dr. Soni Isnaini, MP

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN ( STIPER )


DHARMA WACANA METRO
2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa kami dapat
menyelesaikan Makalah ANALISIS MASALAH BUDIDAYA TANAMAN
PANGAN TERHADAP KOMODITAS PADI (Oryza sativa) PADA PETANI
dengan lancar guna melengkapi tugas penulis di semester ini.

Dalam pembuatan Makalah  ini semoga dapat berguna baik kepada masyarakat dan juga
mahasiswa lainya, dan dibantu orang tua yang selalu mendoakan kami dimana pun kami
berada .

Akhir kata semoga Makalah ini dapat mencapai nilai yang maksimal, penulis sudah
berusaha maksimal dalam penyelesaian makalah ini,namun bila terdapat kesalahan kami
mohon maaf. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih .

Metro, 10 Juli 2021

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

Halaman

COVER................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2

1.3 Tujuan ......................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3

2.1 Botani Tanaman Padi (oryza sativa L.)..................................................3

2.2 Morfologi Tanaman Padi (oryza sativa L.)..............................................3

2.3 Panen........................................................................................................3

2.4 Penanganan Pasca Panen..........................................................................4

BAB III PEMBAHASAN .................................................................................5

3.1 Permasalahan Petani Padi dan Penyelesaianya......................................5

3.2 Peningkatan produksi padi........................................................................11

iii
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................12

4.1 Kesimpulan .............................................................................................12

4.2 Saran .......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Padi (Oryza sativa L.) adalah komoditas pertanian yang strategis karena posisinya
yang sangat dominan dalam ketahanan pangan. Tanaman padi juga merupakan tanaman
pangan utama di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia makanan
pokoknya adalah beras. Ketersediaan beras di Indonesia selalu menjadi prioritas
pemerintah karena menyangkut sumber pangan, sehingga kekurangan penyediaan beras
akan menimbulkan dampak bagi kehidupan masyarakat. Penyediaan pangan pada 20
tahun kedepan harus lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan penduduk. Kebutuhan
tersebut harus dipenuhi, karena beras menjadi makanan pokok penduduk Indonesia.
Diperkirakan pada tahun 2020 dibutuhkan beras sebesar 35,97 juta ton dengan asumsi
konsumsi 137 kg/kapita (Irianto et al., 2009)
Berdasarkan data, produksi padi di Indonesia tahun 2014 sebanyak 70,83 juta ton
gabah kering giling (GKG) atau mengalami penurunan sebesar 0,45 juta ton (0,63%)
dibandingkan tahun 2013. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi sentra produksi
padi di Indonesia. Luas areal tanaman padi sawah di Sumatera Barat pada tahun 2012
adalah 476.422 ha dan produksi padi mencapai 2.368.390 ton. Pada tahun 2013 luas areal
tanaman padi sawah di Sumatera Barat yaitu 487.820 ha, dengan produksi padi 2.430.384
ton. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat produksi padi dan luas areal tanaman padi
sawah mengalami peningkatan. Salah satu wilayah penghasil padi di Sumatera Barat
adalah Kota payakumbuh. Luas areal tanaman padi sawah di Kota Payakumbuh 4.722,00
ha, dengan produksi padi 24.194,60 ton (BPS, 2013)
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat serangan
oleh hama keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) pada beberapa varietas padi
dengan penerapan SRI, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sebelum
timbulnya kerugian yang besar akibat serangan hama.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam pembahasan laporan ini, ada beberapa topik yang menjadi masalah dalam
laporan ini, yakni :
1. Apakah yang dimaksud tanaman padi?
2. Bagaimana penanganan pasca panen tanaman teh?
3. Mencari Topik Permasalahan Yang Dihadapi Petani?
4. Apa Saja Penyelesaian Dalam Permasalahan Yang Dihadapi?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian tanaman komoditas Padi.
2. Untuk mengetahui penanganan pasca panen pada komoditas teh.
3. Untuk mengetahui apa saja permasalahan para petani.
4. Untuk mengetahui penyelesaian permasalahan petani.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Padi (Oryza sativa l.)


Padi (Oryza sativa L) adalah salah satu komoditas tanaman pangan yang utama di
Indonesia. Beras masih dipandang sebagai produk kunci bagi kestabilan perekonomian
dan politik (Purnamaningsih, 2006). Tanaman ini berasal dari dua benua yaitu Asia dan
Afrika Barat tropis dan subtropis. Sejarah membuktikan bahwa tanaman padi sudah ada
sejak 3000 tahun SM di Zhejiang (Cina). Fosil butir padi dan gabah ditemukan di
Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, ada beberapa
negara asal padi yaitu Bangladesh, Burma, Vietnam, dan Thailand.

Gambar 2.1 Tanaman Padi


Sumber : Ekonomi Bisnis.com

Berdasarkan Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT), tanaman padi


(Oryza sativa L.) di masukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Familia : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L. (Tripathi et al., 2011)

3
Padi termasuk tanaman yang berbunga, dikelompokan sebagai divisi Magnoliophyta.
Selanjutnya karena memiliki satu kotiledon atau berkeping satu dimasukan dalam kelas
Liliopsida. Padi juga termasuk tanaman herba semusim, batang beruas, daun berupih dan
bertulang daun sejajar sehingga dimasukan dalam ordo Poales serta famili Gramineae
(Poaceae).

2.2 Morfologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.)


Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam
peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.
Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan
gandum. Dalam rangka swasembada pangan, produksi padi telah menjadi target produksi
tanaman serealia selain jagung, gandum dan sorgum (Direktorat Budidaya Serealia,
2014). Padi termasuk tanaman terna semusim atau tanaman berumur pendek, kurang dari
satu tahun dan hanya sekali berproduksi, setelah berproduksi akan mati.

2.2. Syarat Tumbuh


Padi tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU sampai 450 LS, dengan
cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan
yang baik untuk tanaman padi adalah 200 mm/bulan atau 1.500-2.000 mm/tahun
(Meiliza, 2006).
Padi dapat ditanam di musim kemarau atau penghujan dengan syarat pada musim
kemarau irigasi terpenuhi. Keasaman tanah antara pH 4 – 7 (Balai Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan Pertanian Aceh, 2009). Padi dataran rendah memerlukan ketinggian 0 – 650
mdpl dengan temperatur 22 – 270C sedangkan padi dataran tinggi memerlukan
ketinggian 650 – 1.500 mdpl dengan temperatur 19 – 230C (Meiliza, 2006). Padi
memerlukan angin dan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh
pada penyerbukan dan pertumbuhan, akan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan
tanaman (Balai Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Aceh, 2009).

2.3. Panen
Estimasi hasil produksi padi dapat dilakukan dengan menggunakan citra Satelit
Landsat 8, pada kondisi normal nilai NDVI berkorelasi positif terhadap hasil produksi
padi. Pendugaan hasil produksi padi dengan citra Landsat 8 dapat dilakukan pada saat
tanaman padi berumur 67 sampai 77 hari setelah tanam, atau sekitar umur 2 bulan. Model
estimasi produksi padi yang diperoleh adalah y = 2.0442e1.8787x (dimana x adalah nilai
NDVI citra Landsat 8 dan y merupakan hasil produksi padi). Rata-rata hasil produksi padi
di Kabupaten Klungkung berdasarkan analisis citra satelit Landsat 8 adalah 7.24 ton/ha.

4
2.4. Pasca Panen
Berkaitan dengan hal tersebut maka kegiatan pascapanen padi meliputi (1)
pemanenan, (2) perontokan, (3) perawatan atau pengeringan, (4) pengangkutan, (5)
penggilingan, (6) penyimpanan, (7) standardisasi mutu, (8) pengolahan, dan (9)
penanganan limbah.
penanganan pascapanen perlu mengikuti persyaratan Good Agricultural Practices
(GAP) dan Standard Operational Procedure (SOP) (Setyono et al. 2008a). Dengan
demikian, beras yang dihasilkan memiliki mutu fisik dan mutu gizi yang baik sehingga
mempunyai daya saing yang tinggi (Setyono et al. 2006b).

5
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Permasalahan Petani Padi


1. Pembibitan
Metode Penyemaian Benih Padi untuk Penanaman dengan Menggunakan Rice
Transplanter :
Persiapan bibit untuk penanaman dengan menggunakan rice transplanter masih
mengalami masalah pada tingkat petani. Masalah yang ada berupa harga tray/dapog yang
masih mahal. Untuk mengatasi masalah tersebut, petani melakukan cara lain untuk
penyemaian bibit, yaitu penyemaian bibit yang dilakukan di lahan atau sering disebut
dengan sistem persemaian mat nursery. Saat ini penggunaan sistem tersebut masih
sederhana. Oleh karena itu, diperlukan metode penyemaian bagi petani dalam
menggunakan sistem tersebut. Penggunaan metode penyemaian diperlukan untuk
menghasilkan kualitas bibit padi yang sama dengan bibit hasil tray/dapog.

Pada penelitian ini, penebaran benih untuk penyemaian bibit dilakukan dengan
menggunakan alat penebar benih. Alat penebar digunakan untuk menghasilkan kerapatan
benih yang sama dengan kerapatan benih dengan menggunakan tray, yaitu kerapatan 560
– 1 390 g/m2. Bagian-bagian dari alat penebar adalah hopper, metering device, batang
pendorong, alat perata tanah, dan lintasan.

Hopper yang digunakan berupa silinder dengan panjang 90 cm dan diameter 20


cm. Metering device yang digunakan berupa jaring-jaring kawat dengan ukuran lubang 5
mm x 5 mm di seluruh permukaan hopper. Batang pendorong yang digunakan berupa
besi pipa dengan panjang 120 cm. Alat perata tanah yang digunakan berupa papan kayu
ukuran 110 cm x 14.8 cm x 2.5 cm dengan batang pendorong berupa kayu bambu
berdiameter 4 cm dan panjang 120 cm. Lintasan yang digunakan berupa besi siku dengan
ukuran 3 cm x 3 cm x 0.2 cm. Besi siku dirangkai sehingga membentuk persegi panjang
dengan ukuran 500 cm x 90 cm. Alat penebar tersebut dapat menghasilkan kerapatan 560
– 1 390 g/m2 dengan memasukkan benih padi kondisi rendam sebanyak 5 kg ke dalam
hopper. Kemudian alat dioperasikan sebanyak dua kali lintasan.

Metode tersebut dapat menghasilkan rata-rata populasi bibit padi yang sesuai
dengan kriteria penanaman dengan menggunakan rice transplanter Kubota SPW48 C
dengan 4 baris tanam tipe dorong yaitu 2-4 bibit per rumpun. Di lain sisi, alat perata tanah
yang dirancang tidak dapat digunakan untuk meratakan tanah karena tanah yang

6
digunakan sebagai media semai memiliki densitas tanah yang lebih besar dari pada
densitas tanah pada kondisi lumpur.

2. Jarak Tanam Padi


Sistem tanam jajar legowo (tajarwo) merupakan sistem tanam yang memperhatikan
larikan tanaman dan merupakan tanam berselang seling antara dua atau lebih baris
tanaman padi dan satu baris kosong.

Sistem tanam jajar legowo memiliki jumlah rumpun per satuan luas lebih banyak
dibandingkan cara tanam tegel yang setara, misalnya tanam tegel 25 cm x 25 cm memiliki
populasi 160.000 rumpun per ha, sedangkan legowo 2:1 yang setara dengan 25-50 cm x
12,5 cm memiliki populasi 213.333 rumpun. Orientasi pertanaman jajar legowo meskipun
pada populasi yang sama berpeluang menghasilkan gabah yang lebih tinggi karena lebih
banyaknya fotosintesis yang terjadi, karena lebih efektifnya pertanaman menangkap
radiasi surya dan mudahnya difusi gas CO2 untuk fotosintesis.

Lin et al. (2009), menyatakan jarak tanam yang lebar dapat memperbaiki total
penangkapan cahaya oleh tanaman dan dapat meningkatkan hasil biji. Lebih lebarnya
jarak antar barisan dapat memperbaiki total radiasi cahaya yang ditangkap oleh tanaman
dan dapat meningkatkan hasil. Oleh sebab itu, penerapan sistem tanam jajar legowo yang
sesuai dengan kondisi lingkungan setempat hampir dapat dipastikan akan meningkatkan
produktivitas tanaman padi dan keuntungan bagi petani, sedangkan perluasannya secara
nasional dapat meningkatkan produksi padi.

Jarak tanam legowo 30 x 20 x10 dapat menghasilkan padi gogo sebanyak 3,29
ton/ha. Sedangkan hasil terendah diperoleh dengan menggunakan jarak tanam tegel (25 x
25cm) sebesar 2,22 ton/ha (Putra 2011). Menurut Masdar et al. (2005) penggunaan jarak
tanam 30 cm x 30 cm nyata meningkatkan hasil dan komponen hasil padi dibandingkan
jarak tanam 20 cm x 20 cm dan 25 cm x 25 cm.

Cara tanam jajar legowo berpeluang menghasilkan gabah lebih tinggi dibandingkan
dengan cara tanam tegel melalui populasi yang lebih banyak, varietas yang lebih adaptif
pada kondisi pertanaman rapat, yang ditunjukkan oleh dengan rendahnya penurunan hasil
akibat ditanam rapat dibandingkan cara tanam biasa/tegel.

Populasi dan produktivitas rumpun padi dari cara tanam tegel versus jajar legowo
disajikan pada Gambar 1. Populasi untuk pertanaman tegel 25 cm x 25 cm adalah

7
160.000 rumpun/ha, sedangkan untuk jajar legowo 2:1 (25-50) cm x 12,5 cm = 4/3 x
160.000 = 213.333 rumpun, atau 1,33 kali lebih banyak dibandingkan dengan tanam tegel
25 cm x 25 cm.

3. Pemupukan
Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah milik Unit Pengelola Pengembangan
Sumber Daya Hayati Universitas Padjadjaran Jatinangor, dengan ketinggian tempat
sekitar 700 meter di atas permukaan laut. Waktu pelaksanaan percobaan dilakukan pada
bulan Mei 2001 sampai bulan Agustus 2001. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan dan sembilan
buah perlakuan sehingga didapat 27 plot percobaan. Ukuran tiap plot adalah 5 x 6 m2
. Jarak antar plot dibatasi oleh galengan kecil sedangkan jarak antar blok ulangan akan
dibatasi oleh galengan besar (1 m). Saluran pemasukan air dan pengeluaran ke tiap
petakan dibuat terpisah sehingga tidak akan terjadi pencampuran. Tanaman padi ditanam
dengan jarak tanam 25 x 25 cm dan jumlah bibit 3 batang per rumpun. Sebelum bibit padi
ditanam, benih padi disemaikan dulu di bedeng persemaian selama 21 hari. Uji statistik
yang digunakan adalah uji F pada taraf 5% sedangkan untuk menguji perbedaan nilai
rata-rata digunakan uji beda nyata terkecil (Lsd).

Rendahnya unsur N tanah di lokasi penelitian disebabkan oleh sifat N yang


sangat mobil. Salah satu penyebab kehilangan N dalam tanah adalah penyerapan N oleh
tanaman. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg ha-1 pada lapisan
0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut. Hilangnya
Nitrogen dalam bentuk NO3 - karena mudah dicuci oleh air hujan (leaching) dan tidak
bisa dipegang oleh koloid tanah (Hardjowigeno, 2003).

8
Berdasarkan hasil analisis kimia tanah kadar P tanah sawah di Kecamatan
Manggis Kabupaten Karangasem berkisar antara 29,51 – 44,57 (mg/100 g) tergolong
sedang sampai tinggi. Anjuran pemupukan P pada tanah sawah berstatus P sedang
sebanyak 75 kg SP-36 ha-1 , dan pada lahan sawah berstatus P tinggi sebanyak 50 kg SP-
36 ha-1 (Permentan No 40. 2007).

Kadar K tanah sawah di Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem berkisar


176,88 - 341,46 (mg/100 g) tergolong sangat tinggi yang terdapat pada unit lahan I, II, III,
IV, V, VI, dan VII. Menurut Permentan No 40 (2007) pemberian pupuk K pada status
kesuburan tanah tergolong sangat tinggi dianjurkan apabila ada penambahan jerami
pemberian pupuk K tidak perlu diberikan, sedangkan pada tanah sawah yang tidak
dilakukan penambahan jerami perlu dilakukan pemupukan K sebanyak 50 kg ha-1 .

Pupuk majemuk NPK Phonska diberikan secara bertahap, yaitu setengah


dosis pada saat tanam dan setengah dosis lagi pada saat tanaman berumur 3
minggu setelah tanam (mst). Pupuk urea diberikan dua kali yaitu pada umur 3
mst dan 6 mst, sedangkan pupuk ZA, SP-36 dan KCl diberikan sekaligus pada
saat tanam.

Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan penunjang (analisa tanah


awal serta hama dan penyakit tanaman) dan pengamatan utama seperti: tinggi
tanaman pada umur 6, 8, 10 dan 12 minggu setelah tanam, jumlah anakan per
rumpun pada umur 6, 8, 10 dan 12 minggu setelah tanam, jumlah malai per
rumpun pada saat panen, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa
per malai, bobot 1000, indeks panen, hasil gabah kering panen dan kering giling
per hektar yang diambil dari sampel ubinan 4,5 x 5,5 m dan dikonversikan ke
bobot gabah per ha.

4. Pengairan
Potensi pengurangan penggunaan air untuk pengeluaran padi aerob adalah besar
apabila Padi boleh ditanam sebagai tanaman tanah darat seperti jagung dan gandum.
Sistem pengeluaran aerob mengelakkan kehilangan melalui resapan dan serapan yang
berterusan serta mengurangkan penyejatan kerana tidak ada air bertakung sepanjang
pertumbuhan pokok padi. Selain itu padi aerob juga menggunakan air hujan dengan
berkesan dan seterusnya membantu meningkatkan produktivitiair dan
mengurangkan kehilangan mendapantanah dan kelodak terutama nyadi mana
tanah mempunyai kadar resa pandan serapan yang tinggi Selain itu air untuk

9
penyediaan tanah sebagaimana yang digunakan untuk padi sawah juga tidak
diperlukan kerana penyediaan tanah tanaman padi aerob dibuat dalam keadaan tanah
kering.
Sistem pengeluaran padi aerob merupakan pilihan yang sesuai untuk
persekitaran yang mempunyai sumber air yang terhad. Walaubagaimanapun varieti
padi khusus yang tahan keadaan kurang air, memberi gerakbalas kepada pengairan
dan pembajaan, berdaya saing terhadap rumpai dan berhasil tinggi

5. Pengendalian OPT Tanaman Padi


Sampai saat ini hama masih menjadi kendala bagi petani. Hampir di setiap musim
terjadi ledakan hama pada pertanaman padi. Hama utama tanaman padi antara lain adalah
tikus, penggerek batang padi, dan wereng coklat. Beberapa hama lainnya yang berpotensi
merusak pertanaman padi adalah wereng punggung putih, wereng hijau, lembing batu,
ulat grayak, pelipat daun, dan walang sangit

Wereng coklat (Nilaparvata lugens) merupakan hama yang sangat merugikan


perpadian di Indonesia, dengan serangannya sampai puso pada areal yang luas dalam
waktu yang singkat. Hama ini mudah beradaptasi membentuk biotipe baru dan dapat
mentransfer virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput yang daya rusaknya lebih hebat
dari hama wereng coklat itu sendiri. Pada periode 1970-1980, luas serangan wereng
coklat mencapai 2,5 juta ha (Baehaki 1986). Dalam periode 1980-1990, luas serangannya
menurun menjadi 50.000 ha, dan dalam periode 1990-2000 meningkat hingga sekitar
200.000 ha (Baehaki 1999). Pada 2005 serangan wereng coklat terpusat di Jawa dengan
menyerang 56.832 ha pertanaman padi.

Penggunaan insektisida harus memerhatikan berbagai faktor, yaitu: (1)


pertanaman padi dikeringkan sebelum aplikasi insektisida, baik yang berbentuk cair
maupun butiran; (2) aplikasi insektisida dilakukan saat air embun sudah tidak ada,
minimal pada pukul 8 pagi sampai maksimal pukul 11, dilanjutkan sore hari; (3) tepat
dosis dan jenisnya, yaitu yang berbahan aktif imidakloprid, firponil, dan teametoksam;
dan (4) tepat air pelarut, 350-500 l air/ha.

10
3.2 Peningkatan produksi padi
Peningkatan produksi padi melalui introduksi varietas unggul berdaya hasil tinggi
menimbulkan masalah baru dalam pascapanen, yaitu kehilangan hasil tinggi dan beras
yang dihasilkan bermutu rendah karena tingginya persentase butir hijau dan butir
mengapur lebih dari 10%, dan butir beras pecah lebih dari 20% (Araullo et al. 1976;
Ditjentan 1982; Setjanata et al. 1982; Setyono 1990; Setyono et al. 1990b; Baharsyah
1992; Hosokawa 1995; Setyono et al. 2008a)

11
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang kami buat bahwasanya dalam budidaya tanaman
pangan tidak lepas dari permasalahan para petani, terutama yang dihadapi
merupakan komoditas tanaman pokok yaitu padi.
Permasalahan yang dihadapi oleh petani pada komoditas padi yaitu :
1. Pembibitan
2. Jarak tanam
3. Pemupukan
4. Pegairan
5. Pengendalian hama/ OPT
Namun semua itu dapat dilalui petani dengan pengalaman serta pembelajaran,
Agar hasilnya dapat memuaskan.

4.2 Saran
Dalam melakukan pengendalian masalah terhadap turun lapang harus atau terjun
langsung ke lahan harus selalu mengutamkan keselamatan dan selalu
memperhatikan protokol kesehatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ali, S. M. dan S. S. Salman. 2015. Estimating the Yield of Rice Farms in Southern Iraq
using Landsat Image. International Journal of Scientific & Engineering Research.
8(6):1607--- 1614.
Genc, L., M. Inalpulat, U. Kizil, dan S. Aksu. 2014. Determination of Paddy Rice Field
Using Landsat 8 Image. International Conference on Biological, Civil and
Enviromental Engineering (BCEE). Dubai March: 17-18.
Kania, D. S., I. H. Ismullah, W. N. Sulasdi, dan A. B. Harto. 2010. Estimasi Produktivitas
Padi Sawah Berbasis Kalender Tanam Heterogen Menggunakan Teknologi
Penginderaan Jauh. J.Rekayasa. XIV(3):110-124.
Arifin, M, Penggunaan Virus (NPV) dalam penanganan OPT dan Implementasinya di
Lapangan. Makalah Balitbio, Pertemuan Koordinasi Penanganan OPT dan
Perumusan Komponen PHT Spesifik Lokasi tanggal. 3 - 5 Agustus 1997.
AAK,  Budidaya Tanaman Padi, Aksi Agraris Kanisius, Yayasan Kanisius Yogyakarta,
1973.
Almera. 1997. Grain losses at different harvesting times based on crop maturity. In L.
Lantin. Rice Postharvest Operation. www.org/inpho/index.htm.
Ananto, E.E., Handaka, dan A. Setyono, 2004. Mekanisasi dalam perspektif modernisasi
pertanian. hlm. 443-466. Dalam F. Kasryno, E. Pasandaran, dan M. Fagi (Ed.).
Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Jakarta.
Araullo, E.V., B.D. de Padua, and Graham. 1976. Rice Postharvest Technology. IDRC-
053e. International Development Research Centre, Singapore. 394 pp. Baharsyah,
S. 1992.
Pidato Pengarahan Menteri Pertanian pada Pembukaan Simposium Penelitian Tanaman
Pangan III. Dalam M. Syam, Hermanto, M. Karim, dan Sunihardi (Ed.). Kinerja
Penelitian Tanaman Pangan, Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Bogor
Faruk, M. O., M. A. Rahman, and M. A. Hasan. 2008. Effect of seedling age and number
of seedling per hill on the yield and yield contributing characters of BRRI dhan
33. Int. J. Sustain. Crop Prod. 4(1): 58-61.
Hatta, M. 2012. Jarak tanam sistem legowo terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa
varietas padi pada metode SRI. Jurnal Agrista 16:87-93.

13
Ikhwani dan A.K. Makarim. 2012. Respons varietas padi terhadap perendaman,
pemupukan dan jarak tanam. J. Pen. Pert. Tan. Pangan 31(2):93-99.
Kim, S. S., B. K. Kim, M. G. Choi, M. H. Back, W. Y. Choi, and S. Y. Lee. 1999. Effect
of seedling age on gowth and yield of machine transplanted rice in southrern
plain region. Korean J. of Sci. 44(2):122- 128.
Putra, S. 2011. Pengaruh jarak tanam terhadap peningkatan hasil padi gogo varietas
Situpatenggang. J. Agrin. 15(1):54-63.
Jatiyanto, Hadiono dan Kasmo. 1976. Pengaruh pemberian pupuk K terhadap
kenaikan produksi padi dan palawija, LP3 Bogor.
Rauf Purnama. 2000. Terobosan penggunaan pupuk majemuk untuk menunjang
ketahanan pangan dan peningkatan ekspor komoditas agro industri. Studium
Generalle, Universitas Padjadjaran Bandung. PT Petrokimia Gresik.
Penggunaan pupuk phonska pada tanaman padi.
Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. 2000. Uji Laboratorium pengaruh
penggunaan pupuk phonska terhadap kualitas gabah dan beras. Laporan
hasil penelitian (tiodak dipublikasi)
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta. Permentan. 2007 .
Acuan Penetapan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K Pada Padi Sawah
Spesifik Lokasi. OT.140/04.
PPT. 1995. Kombinasi Beberapa Sifat Kimia Tanah dan Status Kesuburannya. Bogor.
Bouman, B.A.M. and Tuong, T.P. 2001. Field Water Management to Save Water a
nd Increase Its Productivity in Irrigated Rice. Agric. Water Management.
49(1): 11–30[3].

McCauley, G.N. 1990. Sprinkler vs. Flood Irrigation in Traditional Rice Production
Regions of South-East Texas. Agron. J.82:677–683.

Baehaki S.E. 1986. Dinamika populasi wereng coklat Nilaparvata lugens Stal. Edisi
Khusus No1. Wereng Coklat.

Baehaki S.E dan Baskoro. 2000. Penetapan ambang ekonomi ganda hama dan penyakit
pada varietas padi berbeda umur masak di pertanaman. Seminar Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Bae, S.H and M.D. Pathak. 1970. Life history of Nilaparvata lugens (Homoptera:
Delphacidae) and susceptibility of rice varieties to its attacks. Ann. Entomol. Soc.
Am. 63: 149-155.

LAMPIRAN

14
15

Anda mungkin juga menyukai