Anda di halaman 1dari 51

Medicinal Chemistry

Lecture 1. Introduction

Program Studi S1 Farmasi


Institut Sains & Teknologi Nasional
Kuliah 1. Pendahuluan

1.1. Definisi, Batasan, dan Ruang


Lingkup Kimia Medisinal

1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Efek dan Aktivitas Molekul Obat

1.3. Hubungan Struktur-Aktivitas Obat


Medicinal Chemistry:
Multi-dicipline Science
1.1. Definisi, Batasan, & Ruang Lingkup
Kimia Medisinal
• Kimia Medisinal (Burger, 1970) :

“ilmu pengetahuan cabang dari ilmu kimia dan biologi,


digunakan untuk memahami dan menjelaskan
mekanisme kerja obat.

Digunakan dalam penetapan hubungan struktur


kimia dan aktivitas biologis obat, serta
menghubungkan perilaku biodinamik melalui sifat-
sifat fisik dan kereaktifan kimia senyawa obat.

Kimia medisinal melibatkan isolasi, karakterisasi,


dan sintesis senyawa-senyawa yang digunakan
dalam bidang kedokteran, untuk mencegah dan
mengobati penyakit serta memelihara kesehatan.”
• Kimia Medisinal (IUPAC, 1974) :

“Ilmu pengetahuan yang mempelajari penemuan,


pengembangan, identifikasi, dan interpretasi
cara kerja senyawa biologis aktif (obat) pada
tingkat molekul.

Kimia medisinal juga melibatkan studi,


identifikasi, dan sintesis produk metabolisme
obat dan senyawa yang berhubungan.”
Ruang Lingkup Kimia Medisinal

1. Isolasi dan identifikasi senyawa aktif dalam tanaman yang


secara empirik telah digunakan untuk pengobatan
2. Sintesis struktur analog dari bentuk dasar senyawa yang
mempunyai aktivitas pengobatan potensial
3. Mencari struktur induk baru dengan cara sintesis senyawa
organik, dengan ataupun tanpa berhubungan dengan zat
aktif alamiah
4. Menghubungkan struktur kimia obat dengan cara kerjanya
5. Mengembangkan rancangan obat
6. Mengembangkan hubungan struktur kimia dan aktivitas
biologis melalui sifat kimia fisika dengan bantuan statistik
1.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
EFEK DAN AKTIVITAS MOLEKUL OBAT

ASPEK STEREOKIMIA
 Isomer optik
 Isomer geometrik
 Isomer Konformasional
 Efek sterik

ASPEK ELEKTRONIK
 Efek elektronik langsung
 Korelasi Hammet
 Pengionan Obat
IKATAN KIMIA
 Ikatan Van der Waals
 Antraksi Hidrofob
 Ikatan Hidrogen
 Alih muatan
 Ikatan ion
 Ikatan kovalen
 Dipol
A. Aspek Stereokimia Tentang Kerja Obat

Kerja molekul obat dalam tubuh dipengaruhi oleh sifat fisiko-


kimia obat dan sifat fisikokimia obat dipengaruhi oleh bentuk
struktur molekul obat tersebut dan bentuk struktur obat dipe-
ngaruhi oleh struktur elektronik molekul obat dan struktur
molekul obat terkait dengan struktur elektron unsur penyusun
Molekul obat

Efek faal dari molekul obat merupakan efek komplemeter dari


sifat-sifat fisikokimia molekul tersebut

Kerja obat dalam tubuh dapat bersifat membantu kerja reseptor


dalam tubuh (stimulus), melengkapi subtrat untuk metabolisme,
mengganti peranan reseptor, sebagai subtrat terjadinya meta-
bolisme, menghambat pertumbuhan spesi asing dalam tubuh,
menghambat metabolisme liar (tak sesuai metabolisme)
Stereokimia Molekul Kimia

Stereokimia adalah bentuk struktur molekul asimetrik yang


disebabkan adanya atom C kiral dalam molekul tesebut

 Stereokimia menghasilkan molekul berisomer yaitu


a. Isomer optik (bayangan cermin)
b. Isomer geometri (cis trans)
c. Isomer konformasional (bentuk konformasi)

 Reseptor makromolekul dalam tubuh merupakan senyawa


asimetri seperti protein, lipid, lipoprotein, glikolipid sehingga
senyawa-senyawa stereo memberikan efek kerja terhadap
reseptor. Efek kerja setiap molekul akan spesifik sehingga
diperlukan studi setiap molekul obat terhadap reseptor
CHO CHO

H OH HO H
Cl OH Cl OH
H OH HO H

H OH HO H H H Cl H
H OH HO H cis-
trans

CH2OH CH2OH
Isomer Geometri

Isomer Konformasi
 Molekul obat asimetrik dapat dirancang lebih awal menjadi
suatu molekul optis aktif atau akibat biotransformasi dalam
tubuh obat tersebut terbentuk isomer optis aktif atau geometri
sehingga memberikan efek kerja terhadap reseptor

10

9
10
9
HO

OH OH

(-)trans
OH
(+) TRANS

O
O

HO
OH HO
OH

O
O

OH
OH
H
H
HO O
HO
H OH H H

OH O
H OH
HO
HO OH
H H
H H

OH OH

 Sifat fisikokimia komplementer akibat struktur tersebut


adalah efek sterik yang disebabkan model ruang struktur
yang menimbulkan interkasi antar substituen dalam molekul
yang berakibat sebagai suatu sifat aktivitas molekul
 Setiap molekul dapat dipelajari hubungan efek sterik
dengan aktivitas, termasuk hubungan kuantitatif antara
parameter efek sterik dengan aktivitas molekul tersebut

 Parameter sterik paling sederhana adalah ukuran substituen,


atau gugus fungsi lain. Usaha pertama studi hubungan
kuantitatif dengan aktivitas farmakologi molekul obat adalah
menggunakan parameter sterik Taft (Es)yang didefinisikan
sebagai selisih antara logaritma laju nisbi hidrolisis terkata-
lisis asam suatu senyawa bersubstituen karboksimetil dengan
logaritma laju hidrolisis metilasetat sebagai baku:

Esx = log KXCOOCH3 – log KCHCOOCH3


X = molekul atau fragmen yang dipelajari
ASPEK ELEKTRONIK & EFEKNYA PADA AKTIVITAS OBAT

 Struktur kimia obat dan sifat fisikokimianya, reaktivitas kimia,


dan kemampuan berantaraksi dengan reseptor tergantung
pada struktur elektroniknya (susunan), sifat, antar aksi
semua elektron dalam molekul

 Pada umumnya, efek penyebaran elektron dalam senyawa


organik dapat memberikan efek langsung dan tak langsung

 Efek langsung terjadi adanya elektron dalam satu titik


dengan awan yang cukup besar sehingga timbul sifat
elektronegativitas sehingga mempengaruhi sifat sifat
disosiasi dan sterik

 Pasangan elektron bebas pada N, S, O sangat berperan


dalam sifat khas obat
 Pasangan elektron bebas merupakan dasar terjadinya
antaraksi nonkovalen seperti ikatan hidrogen, yang khas
pada sifat hidrofil dan hidrofob,dan juga pembentukan ikatan
ion, alih muatan pembentukan kompleks.

 Dalam peristiwa pasangan elektron bebas terjadi antaraksi


donor dan akseptor

 Efek elektronik tak langsung terjadi pada jarak yang lebih


panjang seperti ion elektrostatik, gaya van der waals
(gaya imbasan) dan momen dua kutub (hasil polarisasi
atau kepolaran)

 Semua gaya tersebut sangat penting ditelaah hubungan


kuantitatif sruktur-aktivitas (HKSA) karena efek elektronik
substituen, melalui resonansi atau efek imbasan atau efek
medan, dapat mengubah stereo-elektronik molekul
Korelasi Hammet (1970)

Hammet menyatakan secara kuantitatif hubungan antara


Reaktivitas kimiawi dengan sifat pemberi elektron dan penerima
elektron suatu substituen. Indeks elektron paling luas penggu-
naannya adalah reaktivitas kimiawi tersebut dalam HKSA obat

 Tetapan substituen Hammet (σ) pada mulanya ditetapkan


untuk menghitung efek substituen terhadap tetapan disosiasi
asam benzoat:
log Kx/KH = σ

Kx = tetapan disosiasi asam benzoat yang mengandung


substituen X
KH = tetapan disosiasi asam benzoat
COOH
COOH

COOH COOH
X

X
Substituen: NH2, NO2, OH, COOR, DST
 Struktur elektronik juga terkait dengan pengionan obat,
dan memberikan efek pada pengangkutan obat ke lokasi
kerja, yang mana pengangkutan obat adalah hasil kerja
sama peningkatan kelarutan bentuk ion suatu obat dan
peningkatan kemampuan bentuk tak terion menembus
plasma sel (lapisan lipid) pada membran sel

 Sel juga mengandung banyak jenis ion seperti fosfolipid,


protein yang dapat menolak atau menerima molekul obat
terionkan.

 Obat terion akan lebih terhidrasi karena berinteraksi dengan


ikatan hidrogen air sehingga lebih meruah dari pada obat
yang tak terion
 Obat melintasi membran dalam bentuk tak terdisosiasi,
tetapi bekerja sebagai ion (jika ada kemungkinan terion).
Karena itu pKa obat dalam batas 6 – 8 ternyata paling baik,
sehingga melewati membran lipid memberikan banyak
kemungkinan untuk menjadi terion dan aktif dalam batas
pKa tersebut.

 Tingkat pengionan molekul obat yang tinggi obat dapat


tertahan diluar sel dan menurunkan toksisitas sistematik,
dan hal ini cocok untuk suatu desinfektan yang diberikan
obat luar atau seperti sulfanamida antibakteri yang
diinginkan tetap tinggal dalam saluran usus guna melawan
infeksi.
IKATAN KIMIA DAN AKTIVITAS HAYATI

 Secara molekul, aktivitas obat dimulai sejak antaraksinya


dengan suatu reseptor karena penggabungan molekul kecil
(molekul obat) dengan molekul besar (reseptor) didorong
dan dimantapkan oleh pembentukan ikatan kimia

 Ikatan-ikatan yang terjadi dalam molekul obat, akan berpe-


ngaruh terhadap ikatannya dengan molekul reseptor.

 Ikatan-ikatan yang dapat terjadi adalah


a. Ikatan Van der Waals, terjadi pada membran fosolipid
pada ekor hidrokarbon bagian lipidnya, gugus CH2
saling tarik dengan kekuatan kira-kira 33 kj/mol tetapi
pada jarak bertindihan. Ikatan itu terjadi akibat gaya
energi yang menumpuk.
 Gaya van der waals ini dapat dimiliki semua molekul, atom,
bahkan gas mulia yang berdasarkan kepolaran, imbasan
(sterik efek) oleh gugus tetangga

 Gaya Van der waals, bekerja efektif pada jarak 0,4 – 0,6 nm
dan menghasilkan gaya tarik kurang dari 2 kJ/mol. Karena
itu gaya ini sering terkalahkan gaya yang lain

 Antaraksi hidrofob, memantapkan konformasi protein


dalam pengangkutan lipid oleh protein plasma, dan untuk
meningkatkan steroid pada reseptornya

 Ikatan hidrogen tidak terlalu penting ditinjau pada ikatan


antar molekul, tetapi dapat mempengaruhi efek imbasan
untuk bekerjanya suatu molekul. Namun baik sekali
menjadi pembawa karena dapat berinteraksi akibat ikatan
hidrogen tersebut.
 Alih muatan, peristiwa antaraksi dua molekul secara
berturut-turut mulai antaraksi dipolar donor-akseptor
yang sangat lemah hingga menghasilkan pasangan
ion.

D + A DA Dδ+ Aδ- D+ A- D+ + A-
 Dipol, yaitu molekul yang membentuk muatan terpisah
dan dapat saling berinteraksi dipol-dipol tersebut atau
berantrasksi dengan ion

 Ikatan Ion, membentuk ion-ion yang menimbulkan gaya


elektrostatik

 Ikatan kovalen, memberikan peranan penting. Namun


ikatan non kovalen lebih reaktif seperti logam-logam
yang mendeaktifkan enzim reseptor
1.3. Hubungan Struktur-Aktivitas Obat

A. Aktivitas Obat

• Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh


interaksi antara molekul obat dengan reseptor
spesifik (bagian molekul dari objek biologis)
• Untuk dapat bereaksi dengan reseptor spesifik
dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa
bioaktif harus mempunyai struktur sterik dan
distribusi muatan yang spesifik pula.
• Aktivitas obat disebabkan oleh proses-proses
kimia yang kompleks, mulai saat pemberian
sampai memberikan efek biologis.
Skema aktivitas obat
FASE II FASE III
Ketersediaan Biologik
Distribusi,
ABSORBSI
Metabolisme dan
pH = 7,4 Ekskresi
(Cairan darah)

Ketersediaan Farmasetik
Kadar Senyawa Aktif

Saluran Cerna
Lambung (pH = 1 -3) FASE IV Interaksi Obat-Reseptor
Usus (pH = 5-8)

Kelarutan Dispersi molekul FASE I

FASE V RESPON EFEK


Senyawa Aktif

Bentuk Sediaan EFEK


Fase farmasetik
• Meliputi Fase I; obat mengalami pelarutan.
• Pada fase ini menentukan ketersediaan senyawa
aktif untuk dapat diabsorbsi oleh sistem biologis.
• Untuk dapat diabsorbsi senyawa obat harus dalam
bentuk molekul dan mempunyai lipofilitas yang
sesuai.
• Bentuk molekul senyawa dipengaruhi oleh nilai pKa
dan pH lingkungan (labung dan usus)
• Pada fase I, selain sifat molekul obat berupa
kestabilan terhadap kondisi pH lingkungan,
kelarutan dalam air, formulasi farmasetik, bentuk
sediaan yang digunakan menentukan untuk aktivitas
obat.
fase farmakokinetik
• Meliputi proses fase II dan III.
• Fase II adalah proses absorbsi molekul obat
menghasilkan ketersediaan senyawa aktif dalam cairan
darah, yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ.
• Fase III, melibatkan distribusi, metabolisme dan ekskresi
obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada
kompertemen reseptor.
• Pada proses metabolisme, dapat terjadi perubahan
senyawa menjadi bentuk tidak aktif atau lebih aktif, atau
bersifat toksik, dan menentukan jumlah senyawa pada
ketersediaan biologis, serta kadar senyawa aktif dalam
kompartemen reseptor.
• Pada proses ekskresi, obat yang telah mengalami
metabolisme menjadi tidak aktif dan bersifat hidrofilik
kemudian diekskresikan melalui urin.
• Fase I, II, dan III, menentukan kadar obat aktif yang
dapat mencapai jaringan target.
Fase Farmakodinamik
• Meliputi fase IV dan fase V.
• Fase IV adalah tahap interaksi molekul obat aktif
dengan tempat aksi (reseptor) pada jaringan target,
yang dipengaruhi oleh ikatan kimia yg terlibat seperti
ikatan kovalen, ion, van der Wal’s, hidrogen,
hidrofob, ion-dipol atau dipol-dipol.
• Fase V, adalah induksi rangsangan, melalui proses
biokimia, menyebabkan respon biologis.
• Pada fase ini hubungan antara rangsangan dan
respon tidak tergantung pada sifat molekul obat
• Rancangan obat dapat dilakukan pada fase I
sampai IV
Rancangan obat terutama bertujuan untuk
mengembangkan molekul obat dengan sifat kimia
fisika yang lebih baik, yang berhubungan dengan
efek biologis yang diinginkan, termasuk fase
farmasetik, melalui modifikasi molekul.
1. Aktivitas pada fase Farmakokinetik
• Obat dapat memberikan efek biologis, jika obat dalam
bentuk aktifnya dapat berinteraksi dengan
reseptor/tempat aksi pada sel target.
• Sebelum mencapai reseptor, obat terlebih dahulu melalui
fase farmakokinetik.
• Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetik :
1. Sitem kompartemen dalam cairan tubuh
2. Protein plasma/jaringan dan berbagai senyawa biologis
yg dapat mengikat obat
3. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen
biologis. (hubungan waktu dan kadar obat)
4. Dosis dan sediaan obat, transport antar kompartemen
(absorbsi, bioaktivasi, biodegradasi, eksresi)-----> lama
obat dalam tubuh.
2. Aktivitas oleh perubahan konformasi
• Aktivitas biologis suatu obat diperoleh setelah senyawa
berinteraksi dengan molekul spesifik dalam objek
biologis, yang ditunjang oleh spesifitas kimia-fisik
senyawa yang tinggi.
• Biopolimer seperti enzim, dan asam nukleat, merupakan
calon tempat aksi obat
• Perubahan konformasi biopolimer menentukan
pendudukan tempat aksi oleh obat dan akan
menentukan lama tidaknya efek biologis.
• Kekuatan respon biologis obat bergantung pada :
1. Jumlah tempat reseptor yang diduduki
2. Rata-rata pendudukan, bergantung pada kecepatan
disosiasi obat-reseptor.
3. Kemampuan/kapasistas molekul obat untuk
menginduksi perubahan bentuk konformasi
biopolimer.
3. Afinitas dan Aktivitas Instrinsik
• Afinitas adalah : ukuran kemampuan obat untuk
mengikat reseptor.
• Afinitas sangat tergantung struktur molekul obat dan sisi
reseptor.
• Setiap struktur molekul obat harus mengandung bagian
yang secara bebas dapat menunjang afinitas interaksi
obat-reseptor (kompleks obat-reseptor), sehingga dapat
menimbulkan respon biologis.
• Parameter induksi efek pada reseptor spesifik adalah:
1. Afinitas molekul obat dengan reseptor, ditentukan oleh
kekuatan ikatan obat-reseptor.
2. Aktivitas instriksik adalah ukuran kemampuan untuk
menimbulkan respon biologis, akibat pembentukan
Kompleks obat-reseptor, yang menimbulkan perubahan
transformasi dan distribusi muatan reseptor ------>
rangsangan/respon.
TEORI-TEORI RESEPTOR
Aspek utama dalam farmakologi molekul dan kimia medisinal
adalah menjelaskan struktur dan fungsi reseptor obat. Hal ini
merupakan suatu usaha yang tak pernah selesai, dan kadang
hasilnya tidak sesuai dengan tujuan yang ditargetkan.

 Konsep reseptor lahir pada tahun 1878 dirumuskan


oleh John, N. Langley yang menyelidiki antagonisme
atropoin dan pilokarpin

 Istilah reseptor diperkenalkan pada tahun 1907 oleh Paul


Erlich seorang pelopor terkenal dalam kemoterapi dan
imunokimia, dengan pernyataan SENYAWA OBAT TIDAK
BEKERJA KECUALI JIKA TERIKAT
Wujud dan Kriteria Reseptor
Beberapa golongan reseptor dapat dibedakan yaitu:

a. Lipoprotein atau glikoprotein, jenis reseptor yang paling


umum. Keduanya terletak dalam membran sel sebagai
protein yang terikat kuat sehingga sukar mengalami dislokasi
karena strukturnya terkungkung oleh membran sekitarnya,
Isolasi molekul reseptor ini dapat merusak strukturnya bahkan
hilang aktivitasnya

b. Lipid, kadang-kadang dianggap reseptor, yang terkait dengan


obat amifilik. Lipid dalam sel membungkus protein dengan
sempurna dan berpengaruh pada bentuk protein itu

c. Protein murni, kadang-kadang berperan sebagai reseptor


seperti halnya enzim. Banyak obat yang mempengaruhi
enzim penting dalam biokimia dan mengubah fungsinya.
 Reseptor meneruskan pesan pemberita pertama yaitu
neurotransmiter, hormon, atau obat melalui membran sel.

 Reseptor itu digabungkan kepada sistem efektor atau molekul


yang dikenal tiga sistem efektor: (a) adenilat siklase (b)
sistem Ca2+ -fosfatidil ionsitol, dan triosin fosforilase.
Gabungan tadi akan mengubah kadar pemberita kedua yaitu
AMPs, inositol trifosfat, diasilgliserol atau ion Ca2+ yang
kemudian mengaktifkan enzim atau membuka saluran ion.

 Asam Nukleat, sejumlah obat antibiotika dan antitumor


mengganggu replikasi atau transkripsi DNA atau
menghambat pesan genetik pada ribosom.

 Jadi reseptor yaitu penerima/akseptor molekul obat dalam


sel yang memberikan efek faal
Beberapa Istilah Ikatan dengan Reseptor/Ikatan Farmakologi

Penemuan farmakologi klasik menjadi dasar pengkajian


antaraksi obat-reseptor pada tingkat molekul dan sifat biokimia
reseptor obat

 Agonis adalah zat yang berantaraksi dengan bagian khusus sel


yaitu reseptor memberikan respon yang dapat diamati. Agonis
dapat merupakan zat faal endogen seperti neurotransmiter
atau hormon, atau dapat juga obat sintetik
 Agonis parsial, bekerja pada reseptor yang sama seperti
agonis lain, tetapi tidak menghasilkan respon tinggi
meskipun pada dosis tinggi

 Afinitas, yaitu kemampuan obat bergabung dengan


reseptor hal ini sama dengan keseimbangan ikatan (KD).
Ligan yang berafinitas rendah memerlukan kadar tinggi
untuk menghasilkan efek yang sama seperti ligan yang
berafinitas tinggi terhadap reseptor.

 Antagonis, menghambat efek agonis tetapi tidak memiliki


aktivitas hayati sendiri dalam sistem. Ia dapat bersaing
pada tempat yang diduduki agonis. Cara kerja antagonis
mengubah reseptor, mencegah agonis berikatan dengan
cara mengubah afinitas reseptor terhadap agonis.
SIFAT KELARUTAN SENYAWA

 Sifat hidrofilik atau lipofobik berhubungan dengan


kelarutan dalam air, sedang sifat lifofilik atau
hidrofobik berhubungan dengan kelarutan dalam
lemak.
 Gugus yang meningkatkan kelarutan molekul dalam
air disebut gugus hidrofilik (polar), sedang dalam
lemak  gugus lipofilik (nonpolar)
Tabel Gugus hidrofilik dan lipofilik

Sifat Gugus

Hidrofilik -OSO2Na, -COONa, SO2Na, -OSO2H


Kuat
(makin
kekanan -OH, -SH, -O, =C=O, -CHO, -NO2, -NH2, -
makin NHR, -NR2, -CN,-CNS, -COOH, -COOR, -
menurun) Sedang
OPO3H2, -OS2O2H

Ikatan tak , -C= CH, CH=CH2


jenuh
Lipofilik Rantai hidrokarbon alifatik, alkil, aril, dan
hidrokarbon polisiklik
• Sifat kelarutan berhubungan : aktivitas biologis
dari senyawa seri homolog dan proses absorbsi
obat, sebab dapat mempengaruhi intensitas
aktivitas biologis obat.

• Overton (1901)  konsep kelarutan senyawa


organik dalam lemak berhubungan dengan
penembusan membran sel.

• Senyawa non polar bersifat mudah larut dalam


lemak, nilai koefisien partisi lemak/air besar 
mudah menembus membran sel secara difusi
pasif.
Hubungan Kelarutan terhadap Sifat kelarutan dalam
lemak dan aktivitas anti virus turunan isatin-β
tiosemikarbason
4
5 N-NH-C - NH2
3
R S
2
6 1
N
7 H

Subtituen ( R ) Kelarutan dalam kloroform Aktivitas anyivirus

7-COOH 0 0
5-OCH3 3 0,03
4-CH3 8 3,4
4-Cl 10 8,6
6-F 16 39,8
7-Cl 29 85
Tidak tersubtitusi 32 100
Hubungan koefisien partisi lemak/air (P) terhadap
absorbsi bentuk tak terionisasi beberapa obat turunan
barbiturat

100 Heksetal

P
(CHCl3/Air) Sekobarbital

50
Pentobarbital

Siklobarbital
10 Butetal
Asam alilbarbital

5 Aprobarbital
Fenobarbital
1
Barbital

20 40 60
Persen (%) obat yang diabsorbsi
Aktivitas Biologis Senyawa Seri Homolog

• Pada beberapa seri homolog senyawa sukar


terdisosiasi, perbedaan struktur hanya menyangkut
perbedaan jumlah dan panjang rantai atom C.
Intensitas aktivitas biologis tergantung pada jumlah
atom C.

• Makin panjang rantai samping atom C, maka :


bagian molekul non polar makin meningkat,
kenaikan titik didih meningkat, kelarutan dalam air
menurun, koefisien partisi lemak/air meningkat,
tegangan permukaan dan kekentalan meningkat,
aktivitas biologis meningkat sampai mencapai
aktivitas maksimum.
 Bila panjang rantai atom C terus ditingkatkan, terjadi
penurunan aktivitas biologis secara drastis.
Disebabkan : makin bertambahnya jumlah atom C,
berkurangnya kelarutan dalam air, kelarutan dalam
cairan luar sel menurun, proses transpor zat aktif ke
reseptor/tempat aksi menurun.

 Oleh karena itu kelarutan dan koefisien partisi lemak/air


merupakan sifat penting senyawa seri homolog untuk
menghasilkan aktivitas biologis.

 Contoh senyawa seri homolog :


1. n-alkohol, alkilresorsinol, alkilfenol, alkilkresol (antibakteri)
2. Ester asam para-aminobenzoat (anastesi setempat)
3. Alkil 4,4’-stibenediol (hormon estrogen)
Aktivitas antibakteri seri homolog 4-n-alkilresorsinol
terhadap bakteri Bacillus typosus
60
Koefisien fenol
50

40

30

20

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah atom karbon pada rantai samping
Hubungan struktur seri homolog ester asam para-
hidroksibenzoat (PHB) dengan nilai koef. Partisi
lemak/air dan aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus

Koefisien Koefisien Fenol terhadap


Ester PHB
Partisi Staphylococcus aureus
Metil 1,2 2,6
Etil 3,4 7,1
Isopropil 7,3 13
Alil 7,6 12
n-propil 13 15
n-butil 17 37
Benzil 119 83
Thank You

Anda mungkin juga menyukai