MODUL
SIB – 08 : PEKERJAAN BETON
2006
MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul SIB-08 : Pekerjaan Beton Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Modul ini disusun berdasarkan dokumen kontrak yang selama ini dipakai oleh
proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan
Umum.
Dengan mempelajari modul ini diharapkan para pengawas pekerjaan jembatan dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai ketentuan-ketentuan dokumen
kontrak sehingga dapat melakukan tugas pengawasannya secara profesional sesuai
ketentuan dokumen kontrak dan mewujudkan sasaran proyek secara tepat mutu,
tepat waktu , dan tepat biaya.
LEMBAR TUJUAN
NOMOR : SIB - 08
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
LEMBAR TUJUAN ii
DAFTAR ISI iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL
PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN
JEMBATAN (Site Inspector of Bridge) vi
DAFTAR MODUL vii
PANDUAN PEMBELAJARAN viii
RANGKUMAN
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
HAND OUT
DAFTAR MODUL
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
B. RENCANA PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
OHT
Menjelaskan tujuan instruksional Mengikuti penjelasan TIU dan
(TIU & TIK) TIK dengan tekun dan aktif
Merangsang motivasi peserta Mengajukan pertanyaan
dengan pertanyaan atau pengala- apabila kurang jelas.
mannya dalam penerapan gambar
pelaksanaan
Waktu : 5 menit
8. Penutup
Waktu : 5 menit
BAB II
TEKNIS PELAKSANAAN
2.1. UMUM
Kualitas pelaksanaan pekerjaan beton yang lebih baik, terutama pada bangunan atas,
akan berarti mengurangi pemeliharaan dan perbaikan beton pada tahun-tahun permulaan
umur jembatan.
Bab ini mencakup produksi beton dari bahan dasar dengan menggunakan desain
campuran yang sesuai, dan pengangkutan adonan beton ke lokasi pekerjaan.
Bab ini merinci suatu cara untuk mendesain campuran beton. Sejumlah istilah yang
digunakan didefinisikan di bawah ini.
Kekuatan Karakteristik dari berbagai kelas beton, sesuai dengan Peraturan Beton
bertulang Indonesia (PBI 71), didefinisikan sebagai kekuatan di mana hanya 5 persen dari
benda uji yang ada gagal, untuk minimum 20 buah benda uji yang diperiksa.
Campuran beton didesain untuk kekuatan rencana (target) yang. rnelebihi kekuatan
karakteristik yang disyaratkan. Kekuatan rencana dipilih dengan mempertimbangkan
derajat pengendalian mutu yang dapat diharapkan oleh Kontraktor terhadap material dan
penanganan beton di lapangan.
Untuk beton yang-dirawat basah kekuatan rencana tidak akan kurang dari T,
Fc ’ adalah kekuatan karakteristik yang disyaratkan pada umur 28 hari, dan S adalah
deviasi standar seperti terdefinisi di bawah ini.
Untuk cara perawatan lain, Kontraktor harus menyerahkan cara perhitungan dari T.
Kekuatan rata-rata adalah kekuatan tekan rata-rata dari sejumlah hasil pengujian.
Deviasi standar adalah ukuran statistik dari spread atau scatter dari hasil pengujian
tunggal dari nilai mean atau rata-rata. Sejumlah pengujian kekuatan tekan dilakukan pada
waktu pelaksanaan berlangsung dan dihitung kekuatan rata-rata dan deviasi standar.
Rumus di atas diambil dari Peraturan Beton Bertulang Indonesia N.I-2 1971.
Dengan tidak adanya data pengujian terdahulu maka harus dibuat perkiraan mengenai
deviasi standar.
Untuk kelas beton dengan Kekuatan Karakteristik kurang dari atau sama dengan 35 MPa
(350 kg/cm2) deviasi standar perkiraan dari kekuatan tekan beton yang dihasilkan tidak
boleh kurang dari 3,5 MPa (35 kg /cm2) maupun lebih dari 7,5 MPa (75 kg /cm2). Untuk
kelas beton dengan Kekuatan Karakteristik diatas 35 MPa (350 kg /cm2) deviasi standar
perkiraan dari kekuatan tekan beton yang dihasilkan tidak boleh kurang dari 2,5 MPa (25
kg /cm2) maupun lebih dari 5.0 MPa (50 kg/cm2).
Kontraktor mengusulkan kekuatan rencana untuk mendapat persetujuan Engineer.
Deviasi standar diperkirakan untuk batch plant beton yang digunakan dan harus
Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) II-2
Modul SIB-08 : Pekerjaan Beton Bab II : Teknis Pelaksanaan
Batching berdasarkan
berat untuk semua bahan Sempurna 3.5 - 4.5 2.5 - 3.5 6.0- 7.5 4.0-6.0
dengan mempertimbang- (automated
kan kelembaban agregat control) [35-45] [25-35] [60-75] [40-60]
dan pemeriksaan slump,
keseragaman bahan,
metode yang baik pada
pengiriman dan penge-
coran serta sepenuhnya
bebas dari kontaminasi
dari beton, pengawasan
yang tetap.
Batching berdasarkan
berat untuk semua
bahan, pemeriksaan Sangat Baik 4.5-5.5 2.5 - 5.0 7.5-9.0 6.0-8.0
slump, kadang-kadang
perubahan dalam pro- [45-55] [35-50] [75-90] [60-80]
duksi dan slump, metode
yang baik pada pengi-
riman dan pengecoran
serta pengawasan yang
teratur.
Batching berdasarkan
bera untuk semua bahan
atau batching berdasar- Cukup 5.5- 7.5 Not 9.0- 12.0 Not
kan volume batch dari Applicable Applicable
agregat ditambah kelem- [55-75] [90-120]
baban bahan curah yang
diperbolehkan, penga-
wasan yang teratur untuk
pencampuran dan penge-
coran beton.
REFERENSI
NO ITEM ATAU NILAI-NILAI
PERHITUNGAN
1.1 Kekuatan Karakieristik Ditentukan __________________________ Kg/cm2 pada ________ hari
1.2 Deviasi Standar Tabel 4.1 ____________ Kg/cm atau- ________ Kg/cm2
2
Catatan : [E 9.1] berarti jumlah total kolom A sampai E dalam baris 9.1
[B 6.1] Berarti nilai kolom B dalam baris 6.1
Catatan : Formula yang terdapat pada Kolom Keterangan dibaris sebelah kanan adalah
rumus bagaimana formula itu dihitung.
Kekuatan yang diharapkan (target) (Item 1.4) dapat dihitung sebagai berikut:
Kekuatan yang diharapkan = Kekuatan karakteristik + k x deviasi standar
"k" adalah suatu faktor statistik yang digunakan untuk menghitung (biasanya pada proyek
Bina Marga) confidence limit yang perlu untuk penentuan kekuatan karakteristik. "k" juga
tergantung pada nilai jumlah contoh seperti terlihat pada Tabel 2.2.
Jika tidak terdapat pengujian untuk mutu dari beton suatu nilai anggapan dari deviasi
standar dari Tabel 2.1 dipakai dengan "k" = 1,64.
Bilamana telah didapat hasil pengujian dari laboratorium untuk mutu beton tersebut,
hitunglah Deviasi Standar dan pakai di dalam rumus dengan nilai "k" yang sesuai.
2 6,31
4 2,35
6 2,02
12 1,80
20 1,73
30 atau lebih 1,64
Tabel 2.3 memberikan rasio air/semen (Item 1.8) yang didasarkan atas perawatan
minimum pada beton untuk menghadapi derajat exposure yang berbeda pada kelas
bangunan yang berbeda.
Perawatan minimum dengan pemakaian semen Portland, adalah ekuivalen dari perawatan
lembab selama 7 hari pada suhu 20°C.
Dari Gambar 2.2 rasio air/semen yang ditunjukkan untuk kekuatan ini pada 28 hari,
dengan menggunakan semen Tipe 1 , adalah 0,6 yaitu 24 kg air per 40 kg kantong
semen.
Campuran kental akan mempersulit pemadatan beton secara efektif dan bila campuran
terlalu kental maka biaya pengecoran dapat mengimbangi penghematan yang terjadi pada
material. Campuran beton harus selalu mempunyai konsistensi dan kemampuan
pengerjaan yang sesuai dengan kondisi pekerjaan. Jadi, bagian-bagian tipis dan bagian
yang banyak penulangannya akan lebih banyak memerlukan campuran cair daripada
bagian-bagian besar dengan sedikit penulangan.
Untuk menjelaskan ciri dan adonan beton, sering digunakan tiga istilah yaitu - konsistensi,
plastisitas dan kemampuan pengerjaan (workability).
Konsistensi adalah istilah umum yang berhubungan dengan kecairan campuran dan
mencakup seluruh kisaran (range) kecairan dari paling kering hingga paling basah yang
mungkin memerlukan suatu istilah yang sesuai untuk didefinisikan.
Istilah plastisitas dipakai untuk menjelaskan suatu konsistensi dari beton yang dapat
dibentuk dengan mudah, tetapi dapat memungkinkan beton baru berubah bentuk secara
perlahan bila cetakan diambil. Massa plastis tidak hancur, tetapi mengalir dengan lambat
tanpa pemisahan yang terjadi pada campuran lain yang lebih basah. Jadi, baik campuran
sangat kering yang rapuh maupun campuran sangat cair kedua-duanya tidak dianggap
mempunyai konsistensi plastis. Dalam hubungan ini harus ditunjukkan bahwa rasio
air/semen yang rendah tidak perlu berarti konsistensi kering.
Perkiraan ukuran konsistensi adalah dengan Pengujian Slump, yang harus dibuat sesuai
dengan pengujian standar yang tepat (misalnya AASHTO T 119). Pengujian ini bukan
ukuran mutlak dari kemampuan pengerjaan, dan seharusnya tidak dipakai untuk
membandingkan campuran dengan proporsi yang sangat berbeda, atau untuk jenis atau
ukuran agregat yang berbeda..Untuk campuran dengan desain atau komponen yang
sama, perubahan konsistensi seperti ditunjukan oleh slump test sangat berguna dalam
menunjukkan perubahan pada sifat material, proporsi atau kadar air dari beton.
Untuk menghindari campuran yang terlalu kental atau terlalu basah, disarankan slump
yang berada di dalam batas-batas yang diberikan pada Tabel 2.4. Ini akan memberikan
nilai untuk dipakai pada item 2.1.
Slump yang ditunjukkan pada Tabel 2.4 adalah untuk beton dengan ukuran agregat
maksimum 20 mm. Kemampuan pengerjaan ekivalen diperoleh pada slump yang lebih
rendah dengan agregat lebih kecil atau slump lebih tinggi dengan agregat lebih besar.
Untuk kondisi di Indonesia, lebih baik memilih pada slump yang mendekati batas atas,
karena suhu yang terdapat disekitar lokasi pekerjaan cukup tinggi.
Jika ditentukan kisaran slump serta ukuran dan jenis agregat, Gambar 2.3 dapat dipakai
untuk mendapatkan perkiraan dari kadar air bebas, Item 2.3 pada Gambar 2.1, formulir
desain campuran. Hal ini selanjutnya dapat dipakai untuk menghitung kadar semen (Item
3.1). Bila nilai ini diluar range dari kadar semen yang ditentukan (perhatikan bahwa batas
biasa adalah kadar semen yang lebih rendah atau minimum), jadi batas relevan yang
ditentukan harus digunakan untuk Item 3.4.
Ketiga unsur penting dari beton adalah air, semen dan agregat. Sejauh ini rasio air
terhadap semen telah ditetapkan untuk mendapatkan kekuatan dan ketahanan yang
ditentukan. Langkah selanjutnya dalam menentukan proporsi adalah menetapkan
kuantitas tepat tiap unsur dalam satu meter kubik beton.
Berbagai cara penentuan proporsi campuran harus memperhitungkan kemampuan
pengerjaan yang diperlukan dari beton, dan jenis serta ukuran maksimum agregat yang
dipakai. Kemampuan pengerjaan biasanya dinyatakan sehubungan dengan pengujian
slump, dan dalam Tabel 2.4 dapat terlihat bagaimana slump beton yang diperlukan
berbeda-beda untuk beberapa jenis pelaksanaan.
Perencana campuran kini harus merujuk kepada tabel desain yang sesuai untuk cara
penentuan proporsi yang dipakainya. Tabel demikian menunjukkan baik kadar air dan
kadar agregat halus, atau rasio agregat/semen, yang perlu untuk ukuran dan jenis agregat
tertentu sehingga menghasilkan beton dengan slump yang ditentukan.
Tahap 1 dari cara desain campuran menentukan rasio air/semen, Tahap 2 kadar air bebas
dan Tahap 3 rasio air/semen yang dimodifikasi.
Tahap 4 menghitung kadar agregat total dan tahap 5 melengkapi proses desain campuran
dasar dengan menghitung masing-masing proporsi agregat halus dan kasar.
Kepadatan relatif dari agregat dalam kondisi jenuh dan kering permukaan (lihat catatan
mengenai Koreksi untuk Kelembaban dalam contoh desain campuran untuk penjelasan
mengenai istilah ini) biasanya diketahui dari pengujian laboratorium atau dapat
diperkirakan atas dasar pengalaman lampau (Item 4.1).
Kepadatan dari adonan beton yang dipadatkan dapat diperkirakan dari Gambar 4.4.
Dengan memasukkan kepadatan relatif dari agregat campuran (dalam keadaan jenuh dan
kering permukaan) dan kadar air bebas dalam kg/m3. Kepadatan basah dari beton yang
dipadatkan penuh dapat dibaca dari skala sebelah kiri (Item 4.2). Kadar agregat total
(Item 4.3) dihitung dari kepadatan beton dikurangi massa air dan semen di dalam meter
kubik beton
Kemudian dihitung proporsi dari agregat kasar dan halus. Gradasi agregat halus
dibandingkan dengan sejumlah gradasi standar. Dua dari padanya (zone 1 dan 2)
ditunjukkan pada Gambar 2.5 dan 2.6, dan dipakai sebagai dasar untuk membaca
proporsi agregat halus di dalam agregat total (Item 5.2) seperti ditunjukkan pada Gambar
2.7, 2.8 atau 2.9. Ketiga gambar tersebut masing-masing adalah untuk agregat berukuran
nominal 10 mm, 20 mm dan 40 mm.
Grafik tersebut digambar untuk sejumlah kisaran (range) slump dan air bebas/ratio
semen.
Proporsi rata-rata dipilih dan proporsi ini (Item 5.2) dipakai untuk menghitung berat
agregat halus per meter kubik dari beton (Item 5.3). Sisa dari agregat adalah agregat
kasar (Item 5.4).
Bila dua atau lebih agregat tersedia, agregat tersebut digabung sehingga memberikan
gradasi yang harus mendekati salah satu yang terdapat di dalam Gambar 2.10, 2.11 atau
2.12. Jika ditentukan persentase relatif dari agregat halus dan kasar (Item 5.2) suatu
gradasi gabungan dapat dihitung dan dibandingkan dengan kurva gradasi dari Gambar
2.10 , 2.11, atau 2.12. Jika gradasi terlalu jauh diluar kurva yang relevan, persentase dari
agregat halus mungkin perlu disesuaikan dan desain campuran harus diperiksa.
Gambar 2.7 - Proporsi agregat halus yang disarankan untuk agregat 10mm
Gambar 2.8 - Proporsi agregat halus yang disarankan untuk agregat 20mm
Gambar 2.9 - Proporsi agregat halus yang disarankan untuk agregat 40mm
Beton diperlukan untuk fondasi telapak yang diberi penulangan. Kekuatan rencana adalah
30 MPa (kekuatan silinder) pada 28 hari.
1 . Pilih Material/Bahan
Pakailah material yang tersedia
a. Semen portland jenis
b. Pasir berbutir sedang-ukuran maksimum nominal 5 mm
c. Agregat pecah-ukuran maksimum nominal 20 mm
7. Proporsi
Dari perhitungan diatas, proporsi yang dihitung adalah (Item 6.2):
0,5 bagian air
1.0 bagian semen
1,94 bagian pasir
2,68 bagian agregat kasar
Untuk setiap sak semen atau 40 kg proporsi tersebut menjadi (Item 7.2):
Air 0.5 x 40 = 20 kg
Semen 1.0 x 40 = 40 kg
Pasir 1.94 x 40 = 78 kg
Kerikil 20 mm 2.68 x 40 = 107 kg
TotaI = 245 kg
Volume yang ditempati oleh material campuran dapat ditentukan dengan membagi massa
masing-masing bahan dengan berat jenisnya. Dalam hal agregat, berat jenis biasanya
adalah kepadatan partikel dalam kondisi kering jenuh (SSD) lihat langkah 8.
Volume yang ditempati oleh material diatas untuk Item 6.1 adalah (Item 7.3):
Campuran beton biasanya mengandung udara yang tertahan, lihat Tabel 7.5. Dengan
udara yang tertahan sebanyak 2 % (tipikal untuk beton dengan menggunakan agregat
20 mm), volume campuran (Item 7.4) menjadi: 101,7 x 1,02 = 103,7 liter.
Jadi setiap sak semen akan menghasilkan 103,7 liter beton. Untuk mendapatkan
proporsi setiap satu meter kubik beton, harus dikalikan dengan:
1000
-------- = 0.990
1011
Di lokasi agregat biasanya berada pada kondisi yang berbeda, oleh karena itu harus
dibuat koreksi terhadap berat batch.
Dianggap bahwa pasir mengandung 8 persen kelembaban, agregat kasar mengandung
2 persen kelembaban dan masing-masing mempunyai penyerapan (absorption) 1
persen.
Pasir
Jika kadar kelembaban adalah 8 persen dan penyerapan adalah 2 persen, maka
terdapat tambahan 6 persen kelembaban bebas pada pasir.
Berat kering oven (Item 8.3) dari 748 kg adalah 748/1,02 = 733 kg
733 kg ditambah 8 % lembab = (1,08 x 733) atau 792 kg
Maka terdapat air bebas sebesar 44 kg (792-748) (Item 8.4)
Agregat Kasar
Jlka kadar kelembaban adalah 2 persen dan penyerapan adalah 1 persen, maka
terdapat kelembaban bebas sebanyak 1 persen pada agregat kasar.
Berat kering oven dari 1033 kg adalah 1033/1 ,01 = 1023 kg
1023 kg ditambah 2 % lembab = (1 ,02 x 1023) atau 1043 kg
Maka terdapat air bebas 10 kg (1043 - 1033)
Kotak-kotak pengukuran yang sesuai harus dibuat untuk masing-masing agregat, dan
suatu wadah yang dikalibrasi dipakai untuk air.
REFERENSI
NO ITEM ATAU NILAI-NILAI
PERHITUNGAN
1.1 Kekuatan Karakieristik Ditentukan 30 Kg/cm2 pada 28 hari
Catatan :
1) Tulisan dalam italic/miring adalah nilai batas pilihan yang dapat ditentukan.
2) OPC = Ordinary Portland Cement; SRPC = Sulphate Resisting Portland Cement; RHPC = Rapid Hardening Portland Cement
3) Kepadatan relatif adalah specific gravity.
4) SSD = Berdasarkan pada suatu saturated surface-dry.
7.5 Proporsi campuran untuk 386 193 752 1031 2362 [7.2] x 1000 / [7.4.2.]
setiap 1 m3 beton, dalam
kg
8.1 Kadar kelembaban (%) 8.0 2.0
8.2 Penyerapan (%) 2.0 1.0
83 Berat kering Oven (kg) 737 1021 [7.5]
( 1+ [8.2]/100)
8.4 Berat air dalam material -54 44 10 [8.3] x (1 +
(kg) [8.1]/100) – [7.5]
8.5 Berat 1 m3 dikoreksi 386 139 796 1041 2362 [7.5] + [8.4]
untuk kelembaban (kg)
9.1 Volume dikoreksi untuk 123 139 300 386 948 [8.5] / [7.1]
kelembaban
(berdasarkan [8.5] dalam
liter
9.2 Berat dikoreksi untuk 399 144 823 1076 2442 [8.5] x
kadar udara dan (1 – [7.4..1]/100)
Kelembaban dalam kg ([E.9.1]/1000)
9.3 Proporsi campuran 40 14.4 82.1 108.1 [9.2]x40/[A 9.2]
terkoreksi untuk setiap 1
sak semen dalam kg
9.4 Volume dikoreksi untuk 126.7 144 310.6 398.5 979.8 [9.2] / [7.1]
kadar udara dan
kelembaban dalam liter
9.5 Proporsi campuran 12.7 14.4 31.1 40.0 98.2 [9.4] x 40/[A 9.2]
terkoreksi untuk setiap 1
sak semen dalam liter
9.6 Percobaan untuk 40 kg 0.014 m3 0.031 m3 0.040 m3 0,1 x [9.2] atau
campuran: 0,1 m3 beton [9.4]
Catatan : [E 9.1] berarti jumlah total kolom A sampai E dalam baris 9.1
[B 6.1] Berarti nilai kolom B dalam baris 6.1
Catatan : Formula yang terdapat pada Kolom Keterangan dibaris sebelah kanan adalah
rumus bagaimana formula itu dihitung.
Sering terjadi bahwa beberapa penyesuaian kecil harus dilakukan terhadap proporsi,
sebagai akibat pengujian batch percobaan dari beton. Penyesuaian demikian harus dibuat
atas dasar hal-hal sebagai berikut:
Sesuaikan rasio air/semen menurut hubungan kekuatan dengan rasio air/semen, yaitu
untuk menambah kekuatan atau memperbaiki ketahanan, maka rasio air/semen dikurangi.
Semua penyesuaian demikian harus dibuat tanpa merubah rasio air/semen, karena ini
dapat merubah kekuatan dan ketahanan dari beton. Penyesuaian dapat dibuat untuk rasio
agregat/semen atau untuk gradasi agregat. Sebagai pedoman, harus diingat bahwa suatu
pengurangan dalam rasio agregat/semen (yaitu campuran semennya relatif lebih banyak)
akan menaikkan slump dan memperbaiki kemampuan pengerjaan dari beton meskipun
rasio air/semen tidak berubah.
Berikut ini adalah suatu kutipan dari Spesifikasi Teknik:
Sebelum suatu campuran yang diusulkan oleh Kontraktor dapat disetujui, kekuatan tekan
dan penyusutan pada 28 hari akan diperiksa dari campuran percobaan.
Minimum 20 benda uji harus dibuat dengan maksud memastikan kekuatan tekan
campuran percobaan.
Dalam hal keadaan darurat atau untuk campuran yang mengandung bahan tambahan
atau dirawat uap. Engineer dapat memberikan persetujuan bersyarat berdasarkan
pengujian pada umur lebih awal daripada 28 hari, tetapi pengujian pada umur 28 hari
harus menjadi dasar persetujuan akhir.
Setelah Engineer setuju dengan penggunaan desain campuran tertentu untuk suatu kelas
beton, campuran ini dapat digunakan di dalam pekerjaan. Dalam hal terdapat perubahan
sifat-sifat atau sumber dari material atau pada proporsi relatifnya. Engineer dapat
menginstruksikan perubahan dalam proporsi material serta pengujian lebih lanjut.
Oleh karena keterlambatan pengambilan data mengenai kekuatan tekan, mungkin perlu
menggunakan cara-cara perawatan dan pengujian yang dipercepat.
Setelah suatu campuran laboratorium yang sesuai telah ditentukan, campuran tersebut
dapat digunakan di lapangan. Sebagai alternatif dapat dikembangkan campuran di
lapangan, yaitu dengan campuran percobaan yang dipakai untuk pekerjaan yang kurang
penting seperti jalan setapak, fondasi sementara untuk rumah sederhana dan sebagainya.
Pada waktu pekerjaan berlanjut dan hasil pengujian tersedia, Deviasi standar dapat
diperiksa serta dibandingkan dengan Deviasi Standar asumsi. Jika hasil-hasil lebih baik
dari asumsi maka suatu kekuatan rencana yang lebih rendah dapat dipilih agar dapat
menghasilkan penghematan dalam material. Campuran dapat juga divariasi (dirubah)
sehingga dapat menampung perubahan-perubahan yang ada dalam cuaca atau variasi
dalam acuan dan padatnya penulangan
pengujian berturut-turut dan persyaratan (i), (ii) dan (iii) di atas diterapkan pada batch-
batch beton berikutnya.
Deviasi standar tidak akan melebihi 8,5 MPa (85 kg/cm2) untuk kelas-kelas beton dengan
Kekuatan Karakteristik lebih kecil atau sama dengan 35 MPa (350 kg/cm2) atau 5,0 MPa
(50 kg/cm2) untuk kelas-kelas beton dengan Kekuatan Karakteristik diatas 35 MPa (350
kg/cm2).
Meskipun Engineer telah menyetujui suatu campuran yang diusulkan, Kontraktor yang
akan bertanggung jawab atas dihasilkannya beton yang memenuhi persyaratan dalam
Spesifikasi Teknik.
Bab ini meliputi aspek penanganan bahan dan batching yang spesifik pada proyek di
Indonesia.
Sebelum batching dimulai, drum pengaduk harus dibasahi dengan air bersih dan semua
air sisa dibuang. Sebelum menuangi pengaduk dengan batch pertama dengan bahan
beton, pengaduk harus dibilas dengan campuran yang sesuai dari agregat halus, semen
dan air, dicampur untuk waktu minimum 2 menit dan cairan tersebut dibuang. Semua
cairan tersebut dan air pembersih harus dibuang seluruhnya dari pengaduk sebelum
dimasukan bahan beton. Ini akan menjamin bahwa pasta semen dari batch menjadi
bagian dari beton dan tidak akan menempel pada dinding pengaduk yang kering. Agregat,
semen dan kuantitas air yang tepat, dengan memperhitungkan untuk kadar air agregat,
kemudian ditambahkan ke drum pengaduk dan diaduk selama waktu yang ditentukan.
Cara ini adalah cara yang sering dilaksanakan pada proyek Jembatan di Indonesia.
Caranya lebih sederhana dari cara lain, tetapi dapat menimbulkan masalah yang lebih
besar.
Desain campuran biasanya akan memberikan proporsi bahan-bahan menurut berat dan
suatu konversi harus dilakukan dari berat ke volume bila akan dilakukan batching.
Konversi ini menganggap bahwa berat agregat berdasarkan berat satuan yang dipadatkan
pada kondisi jenuh dan kering permukaan. Penyesuaian lebih lanjut dibutuhkan sehingga
kadar kelembaban dan bulking pasir harus diperhitungkan.
Kadar kelembaban dari pasir sangat mempengaruhi volumenya dan harus diperhitungkan
pada waktu pengukuran untuk menghindari ketidaktepatan dalam proporsi beton dan
adukan. Volume dari berat pasir yang ditentukan bertambah besar dengan lembab, yang
tidak sebanding dengan kuantitas kelembaban yang ada, dan pengaruhnya bervariasi
dengan-sifat dari pasir. Beberapa pasir dapat bertambah volumenya sebanyak 40 persen
akibat lembab.
Pengaruh bulking terlihat pada Gambar 2.15 untuk pasir, yang mencakup range yang
biasa dipakai pada beton.
Harus diperhatikan bahwa pengaruh maximum terjadi pada kadar air kira-kira 5 persen
yang merupakan kadar air yang ditemui di lapangan.
Apabila pengaruh tersebut gagal diatasi maka bulking ini menambah biaya beton dan
sering berakibat pada campuran kekurangan pasir yang kasar dan sukar untuk dicor.
Contoh-contoh :
Jika pasir sedang seperti yang terlihat pada Gambar 7.15 dipakai dan pasir tersebut
mengandung kelembaban 5 persen, tampak bahwa bulking adalah sekitar 29 persen.. Bila
campuran berbanding 1 : 2 : 4 menurut volume dan diukur tanpa koreksi, bukan terjadi 2
meter kubik pasir per 1 meter kubik semen tetapi pasir kering aktual yang diukur akan
sebanyak 2/1,29 = 1,55 meter kubik. Campuran akan berbanding 1 : 1,55 : 4 menurut
pasir kering. Pengurangan perbandingan pasir menyebabkan suatu pengurangan dalam
jumlah beton yang dihasilkan dengan tiap kantong semen, dan dalam kebanyakan kasus
tidak terdapat cukup material halus untuk jumlah material kasar untuk mendapatkan suatu
campuran beton yang mudah dikerjakan.
Untuk memperhitungkan bulking pada contoh ini, 1,29 x 2 = 2,58 meter kubik dan pasir
lembab harus digunakan untuk setiap meter kubik semen. Volume pasir kering didalam
kuantitas pasir lembab sebesar 2 meter kubik.
Campuran kasar yang disebabkan kurang pasir mempersulit penyelesaian dan oleh
karena itu lebih mahal. Campuran demikian dapat berakibat keropos atau kantong batu
yang memerlukan perbaikan yang dapat menambah biaya beton.
Kotak (Bak) Tera
Batching menurut volume harus dilakukan dengan menggunakan bak tera. Bak demikian
tidak boleh terlalu dangkal, dan ukuran dalamnya narus tepat. Bak tersebut harus diisi
bahan yang ditera secara lepas, kemudian diratakan dengan permukaan lurus. Peneraan
dengan cara satu sekop penuh atau bak tera dangkal yang ditumpuk dengan bahan tidak
boleh dipakai karena tidak ada dua pengukuran yang tepat sama.
Lebih baik bila proporsi diatur sehingga keseluruhan kantong (40 kg) semen dipakai
karena bulking semen yang berarti terjadi bila semen dituang dari kantong kedalam bak
tera.
Beton untuk pekerjaan utama lebih baik dibatch menurut berat dan disarankan sebagai
cara batching yang balk untuk menghasilkan beton dengan kualitas baik secara konsisten.
Batching menurut berat menghilangkan keraguan yang ditimbulkan oleh bulking, serta
dengan memperhitungkan untuk kelembaban pada agregat akan didapat hasil dengan
mudah.
Peralatan untuk batching menurut berat dapat berbentuk sederhana, misalnya sepasang
timbangan dan jembatan kerja bagi kereta dorong untuk ditimbang. Dengan sedikit
pengalaman, pekerja dapat menaksir dengan agak tepat jumlah tiap jenis material yang
diperlukan dalam kereta dorong, sehingga tidak perlu banyak penambahan atau
pengurangan bahan. Material dari kereta dorong kemudian dituang langsung kedalam
batching plant.
Batching plant yang lebih besar memakai hopper dengan suatu alat penimbang tetapi
pada umumnya hal ini diluar lingkup kebanyakan proyek konstruksi di Indonesia karena
ukuran proyek, dimana jumlah rata-rata beton pada jembatan kurang daripada 400 meter
kubik, yang terbagi atas sejumlah penuangan kecil.
Ini penting untuk menyimpan catatan yang baik mengenai semua pengadukan beton dan
penggunaannya didalam bangunan. Laporan pemeriksaan batch dan mixing plant harus
membenarkan dan mendokumentasikan:
Detail penyimpanan semen dan agregat
Kuantitas bahan yang cukup tersedia untuk tiap pengecoran batch kemudian dilepas
untuk pengecoran
penyesuaian dibuat untuk kadar kelembaban agregat halus dan kasar
suhu material
waktu pengadukan untuk memastikan bahwa persyaratan keseragaman dipenuhi
pemakaian air total dibandingkan dengan yang diperbolehkan, untuk mempertahankan
rasio air-semen yang disyaratkan.
Rekapitulasi harian pemeriksaan plant beton harus termasuk paling sedikit keterangan
berikut:
Tanggal
Jumlah meter kubik total tiap kelas beton yang dibatch
Identifikasi pengecoran
Merek dan jenis beton dan tanggal bilamana pengiriman diterima dan dipakai
Kadar lembab dari agregat
Suhu material
Waktu pengadukan untuk pengaduk pusat
Bilamana pengaduk transit dlpakai untuk mengaduk catatan harus mencakup hasil-hasil
pemeriksaan berikut yang dibandingkan dengan batas-batas yang diperbolehkan:
Putaran penggerakan (agitation) dan pengadukan
Waktu selesainya pengiriman beton setelah batching
Air total termasuk air tambahan
Contoh Formulir pemenksaan batch plant ditunjukkan pada Gambar 7.16 dan 7.17.
Formulir tersebut dapat dipakai sebagai dasar formulir pemeriksaan dan dimodifikasi
menurut masing-masing keperluan.
CUACA : .
LOKASI PENEMPATAN: .
CATATAN: .
. .
Inspektur Tanggal
Keandalan Printout
Kerumah tanggaan
JAM NOMOR SUHU SUHU SUHU KADAR KADAR LEMBAB Air yang
(Lihat KARCIS UDARA AIR BETON LEMBAB AGREGAT KASAR diperbolehkan
Catatan What AGREGAT (%)
1) Catatan 2) HALUS
(oC) (oC) (oC) (%)
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
AM
PM
CATATAN:
Hanya sedikit proyek yang mempunyai fasilitas beton ready mix. Beberapa lokasi yang
berdekatan dengan pusat-pusat utama mungkin dapat menggunakan fasilitas tersebut.
Plant ready mix termasuk salah satu dari ketiga jenis berikut:
Central mixing plant yang mengaduk beton secara menyeluruh yang kemudian
diangkut ke lokasi dalam truk agitator atau truk pengaduk.
Stage mixed plant mengaduk beton secara sebagian (1,5 hingga 30 menit) dan
pengadukan kemudian diselesaikan dalam pengaduk truk. Cara ini memperkecil
persoalan yang berkaitan dengan gumpatan tambahan dari bahan yang terpisah.
Truk mixer (pengaduk truk) mengaduk beton secara keseluruhan dalam truk, material
yang terpisah biasanya dibatch kering pada central batching plant. Air dapat
ditambahkan pada plant, dari truk atau pada site.
Bilamana plant demikian tersedia, beberapa hal harus diperhatikan:
Untuk pengadukan beton secara menyeluruh yang truk mixed atau stage mixed, jumlah
perputaran drum yang dapat diterima pada kecepatan pengadukan yang ditentukan
pabrik adalah antara 55 dan 100.
Penuangan harus selesai dalam batas waktu 45 menit sejak dimulainya pengadukan.
Waktu ini mungkin harus dikurangi untuk memperhitung-kan pengaruh cuaca panas.
Volume beton yang diaduk didalam pengaduk truk tidak boleh melebihi 63 persen dari
volume internal bruto drum.
Volume beton yang centrally mixed dan diangkut didalam pengaduk transit tidak boleh
melebihi 80 persen dari volume internal bruto drum.
Contoh dari formulir pemeriksaan plant ready mix terdapat pada Gambar 2.18.
BAHAN-BAHAN Mass Rencana Mass Rencana yang Mass Batch Aktual M.C.
Desain Desain disesuaikan (kg) (kg) kumulatif
Mass kumulatif
kg/cu.m. kg/cu.m. 1 cu.m. ... cu.m. ... cu.m. .. cu.m. %
40 mm
20 mm
13 mm
C. Pasir
F. Pasir
Semen
Air (liter)
Tandatangan: Tandatangan:
Air hanya dapat ditambahkan dilokasi sebelum dimulainya pengecoran dan sesuai dengan petunjuk dari pabrik dan
tidak boleh melebihi kwantitas tersebut diatas. Apabila air ditambahkan di lokasi maka mesin pencampur harus
dioperasikan pada kecepatan pencampuran yang sesuai hingga tercapai batas pencampuran yang dibutuhkan.
Tandatangan:
Sertifikat ini harus ditanda tangani oleh inspektur plant dan juga petugas dilokasi yang telah diberi wewenang oleh
Konsultan Supervisi. Formulir harus disimpan dilokasi sampai hasil kekuatan tekan diperoleh.
Sub-bab ini meliputi pengadukan beton dalam pengaduk di lokasi pekerjaan, yang
mungkin merupakan cara yang paling lazim dilakukan pada pelaksanaan jembatan di
Indonesia.
Pengaduk biasanya berukuran kecil, yaitu sekitar 0,25 meter kubik. Ukuran ini sebetulnya
terlalu kecil untuk pekerjaan beton jembatan, walaupun campuran yang dipakai bilamana
akan dilakukan pengecoran besar, umumnya pada lantai beton.
Banyak persoalan timbul pada pekerjaan beton sebagai akibat penggunaan pengaduk
kecil. Keluaran (output) dari pengaduk demikian adalah rendah, dan pada cuaca panas
serta terlalu sedikit pengaduk beroperasi, besar kemungkinannya bahwa permukaan
beton telah mengeras sebelum lapisan beton berikut dicor. Ini menimbulkan serangkaian
sambungan "dingin" yang tampak jelas pada beton.
Pengadukan dengan tangan harus dilarang kecuali dalam hal keadaan yang benar-benar
darurat, dan dilakukan hanya untuk mengaduk beton secukupnya sampai suatu
sambungan pelaksanaan yang sesuai. Kontraktor sering tidak membuat sambungan
pelaksanaan tetapi hanya membiarkan beton mengalir pada akhir dari pengecoran. Hal ini
tidak boleh dibiarkan, dan kontraktor harus diinstruksikan agar memenuhi Spesifikasi
Teknik sehubungan dengan hal tersebut.
Pengangkutan beton yang baru diaduk ketempat penuangan atau pengecoran dapat
dilakukan dengan beberapa cara yang berbeda.
Tanpa memandang cara yang digunakan, harus dipertimbangkan untuk meminimkan:
penundaan sebelum pengecoran pengeringan beton, dan
pemisahan agregat kasar dari bagian beton lainnya
Catatan tambahan diberikan dibawah ini:
Beton dengan rasio air/semen yang rendah akan menjadi kaku lebih cepat daripada
beton dengan rasio air/semen tinggi
Jika pengeringan campuran mungkin terjadi harus digunakan suatu campuran yang
lebih workable, dan pada waktu transport serta pengecoran harus dilindungi dari
matahari dan angin.
Cara-cara pengangkatan (transport) yang biasanya dilakukan di Indonesia dibahas
dibawah ini:
Talang/Saluran
Sistem ini yang paling sering digunakan pada proyek jembatan. Talang terbuat dari kayu
terdapat pada tempat pengadukan hingga tempat pengecoran. Masalah utama pada
talang adalah bahwa beton dapat keluar langsung dari ujung talang kedalam acuan
(dengan demikian terjadi pemisahan) dan bukannya secara vertikal melalui baffle dan
susunan bukaan, seperti terlihat pada Gambar 2.19. Kemiringan talang harus cukup
curam untuk memungkinkan aliran beton akibat gaya berat pada slump terendah. Sudut
kemiringan 25 hingga 30 derajat biasanya sudah memadai.
Talang/saluran panjang lebih baik tertutup untuk melindungi beton dari matahari.
Dump Buggies
Ini adalah suatu bentuk kereta dorong bermesin yang dipakai untuk transpor horizontal
dan mempunyai ukuran sampai kira-kira 1 meter kubik.
bulat atau persegi dan harus mampu menuang sebagian isinya pada suatu saat,
menggunakan susunan bukaan yang mengayun pada alas ember.
Kereta Rel
Sistem ini kadang-kadang dipakai untuk lantai atau dinding panjang dan merupakan
variasi dari sistem kereta dorong.
Pompa
Peralatan pompa khusus akan memungkinkan beton dalam kuantitas besar untuk
ditransport pada jarak horizontal dan vertikal lebih cepat daripada cara-cara digariskan
diatas. Oleh karena pompa beton mahal, hanya kontraktor besar yang mempunyai fasilitas
ini, dan pemakaiannya lebih lazim pada lokasi bangunan daripada lokasi jembatan.
Re-tempering beton adalah proses penambahan air pada beton yang telah kaku akibat
waktu dan pengaruh suhu. Hal ini hampir selalu dilarang oleh Spesifikasi Teknik. Proses
ini harus dibedakan dari penambahan air pada waktu beton tiba di lokasi pada saat mana
(kedua-keduanya) slump kurang daripada yang ditentukan dan rasio air/semen kurang
dari nilai rencana.
Jika suatu sistem pengaduk lokasi tipikal (kecil) digunakan, persoalan ini tidak akan
terjadi. Dengan kuantitas batch tertentu yang diaduk pada suatu waktu tertentu, beton
yang telah kehilangan kemampuan pengerjaannya (workability) harus dibuang serta tidak
dipakai lagi.
Hal-hal berikut harus diperhatikan:
Jika beton telah kaku sehingga tidak dapat dicor atau dipadatkan dengan baik,
workability dapat diperoleh dengan pengadukan kembali. Hal ini dapat berlangsung
hingga 1 jam atau setelah pengadukan pada kondisi suhu biasa di Indonesia.
Penambahan semen dan air (dalam proporsi yang benar) dapat membantu
pengadukan kembali. Penambahan air saja untuk mendapatkan kembali workability
tidak diperbolehkan.
2.5.1 UMUM
Pengendalian pengujian beton pada saat berlangsungnya proyek adalah suatu hal yang
relatif sederhana. Konsultan Supervisi harus memastikan bahwa selalu dibuat catatan-
catatan mengenai material yang dipakai, operasi batching, sifat-sifat beton baru,
pengecoran dan perawatan beton dan kekuatan tekan dari spesimen uji yang diambil.
Keseluruhan keterangan ini akan membentuk gambaran yang lengkap mengenai produksi
beton pada suatu periode waktu. Spesifikasi Teknik akan memberikan batas-batas
pengendalian untuk penerimaan dan penolakan., tetapi Konsultan Supervisi harus dapat
menentukan kecenderungan penurunan kualitas sebelum terjadi kemungkinan penolakan
mutlak. Jika pengujian agregat dan pemeriksaan batch dilakukan secara teratur, dapat
dibuat suatu korelasi antara kekuatan sekitar 7 hari dan sifat-sifat material. Sebagai
tambahan, korelasi yang balk antara kekuatan beton pada 7 dan 28 hari (atau umur lain)
dapat diperoleh.
Konsistensi beton biasanya dipantau melalui pengujian slump. Suatu kutipan dari
AASHTO T119 terlampir dalam Lampiran 7-I untuk rujukan (referensi).
Konsistensi beton biasanya dipertahankan relatif konstan untuk jenis bangunan yang
ditentukan (lihat Tabel 7.4 untuk slump maksimum untuk jenis bangunan beton yang
berbeda). Hal ini dilakukan terutama untuk menyederhanakan pengangkutan, pengecoran,
pemadatan dan penyelesaian beton. Jika persediaan agregat berbeda dalam kualitas,
gradasi atau kadar lembab, atau bila slump yang berbeda-beda diperlukan untuk bagian
pekerjaan yang berbeda, perlu penyesuaian pada kuantitas batch. Konsultan Supervisi
harus memperhatikan konsistensi dari beton baru dalam pengaduk, dalam alat transport,
dan dalam acuan pada waktu pengecoran dan pemadatan. la harus menilai nilai slump
terdekat yang praktis untuk persyaratan akhir pada acuan. Kecenderungan umum
daripada operator tidak terlatih adalah untuk membuat beton sebasah mungkin, dengan
anggapan bahwa beton basah akan mengurangi tenaga yang diperlukan untuk
pengecoran.
Pentingnya memelihara rasio air/semen dan perlunya menambah kandungan semen jika
air akan ditambah (untuk membuat beton yang lebih basah) seringkali tidak disadari.
Kemungkinan lebih besar untuk pemisahan (segregation) daripada beton basah, terutama
dengan campuran lebih kurus (kadar semen lebih rendah), tidak cukup disadari.
Campuran harus cukup basah sehingga menjamin pengecoran dan pemadatan penuh
tanpa terjadi keropos (honey combing), dan tidak lebih dari itu.
Operator pengaduk biasanya mengatur air yang harus ditambahkan pada pengaduk,
berdasarkan slump yang diukur dalam batch-batch terdahulu. Jika kadar lembab dan
kualitas agregat seragam, kurang perlu memberi air dalam jumlah yang berbeda-beda
pada pengaduk. Oleh karena itu kadar air hanya dibedakan untuk menyesuaikan dengan
variasi pada kadar lembab dalam agregat. Oleh karena penyesuaian yang perlu ini, alat
pengukuran air (dimana dipakai) harus tidak terkunci pada suatu kuantitas yang tetap.
BAB III
PELAKSANAAN PEMBESIAN,
PEMASANGAN DAN PENARIKAN KABEL PRATEGANG
3.1. UMUM
Kontraktor harus menangani serta menyimpan seluruh baja tulangan sedemikian rupa
untuk mencegah distorsi, kontaminasi, korosi, atau kerusakan.
Sebelum memulai pekerjaan baja tulangan, Kontraktor harus menyerahkan kepada Direksi
Pekerjaan daftar yang disahkan pabrik baja yang memberikan berat satuan nominal dalam
kilogram untuk setiap ukuran dan mutu baja tulangan atau anyaman baja dilas yang akan
digunakan dalam pekerjaan.
1. Persetujuan atas daftar pesanan dan diagram pembengkokan dalam segala hal tidak
membebaskan Kontraktor atas tanggung jawabnya untuk memastikan ketelitian dari daftar
dan diagram tersebut.
2. Baja tulangan yang cacat sebagai berikut tidak akan diijinkan dalam pekerjaan :
Panjang batang, ketebalan dan bengkokan yang melebihi toleransi pembuatan yang
disyaratkan dalam ACI 315.
Bengkokan atau tekukan yang tidak ditunjukkan pada Gambar atau Gambar Kerja
Akhir (Final Shop Drawing).
Batang dengan penampang yang mengecil karena karat yang berlebih atau oleh sebab
lain.
3. Bilamana terjadi kesalahan dalam membengkokkan baja tulangan, batang tulangan tidak
boleh dibengkokkan kembali atau diluruskan tanpa persetujuan Direksi Pekerjaan atau
yang sedemikian sehingga akan merusak atau melemahkan bahan. Pembengkokan
kembali dari batang tulangan harus dilakukan dalam keadaan dingin terkecuali disetujui
lain oleh Direksi Pekerjaan. Dalam segala hal batang tulangan yang telah dibengkokkan
kembali lebih dari satu kali pada tempat yang sama tidak diijinkan digunakan pada
pekerjaan. Kesalahan yang tidak dapat diperbaiki oleh pembengkokan kembali, atau
bilamana pembengkokan kembali tidak disetujui oleh Direksi Pekerjaan, harus diperbaiki
dengan mengganti seluruh batang tersebut dengan batang baru yang dibengkokkan
dengan benar dan sesuai dengan bentuk dan dimensi yang disyaratkan.
4. Kontraktor harus menyediakan fasilitas di tempat kerja untuk pemotongan dan
pembengkokan tulangan, baik jika melakukan pemesanan tulangan yang telah
dibengkokan maupun tidak, dan harus menyediakan persediaan (stok) batang lurus yang
cukup di tempat, untuk pembengkokan sebagaimana yang diperlukan dalam memperbaiki
kesalahan atau kelalaian.
Penggantian batang dari ukuran berbeda hanya akan diijinkan bila secara jelas disahkan oleh
Direksi Pekerjaan. Bilamana baja diganti haruslah dengan luas penampang yang sama
dengan ukuran rancangan awal, atau lebih besar.
3.1.5 TOLERANSI
1. Toleransi untuk fabrikasi harus seperti yang disyaratkan dalam ACI 315.
2. Baja tulangan harus dipasang sedemikian sehingga selimut beton yang menutup bagian
luar baja tulangan adalah sebagai berikut :
3,5 cm untuk beton yang tidak terekspos langsung dengan udara atau terhadap air
tanah atau terhadap bahaya kebakaran.
Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3.1. untuk beton yang terendam / tertanam atau
terekspos langsung dengan cuaca atau timbunan tanah tetapi masih dapat diamati
untuk pemeriksaan.
7,5 cm untuk seluruh beton yang terendam / tertanam dan tidak bisa dicapai, atau
untuk beton yang tak dapat dicapai yang bila keruntuhan akibat karat pada baja
tulangan dapat menyebabkan berkurangnya umur atau struktur, atau untuk beton yang
ditempatkan langsung di atas tanah atau batu, atau untuk beton yang berhubungan
langsung dengan kotoran pada selokan atau cairan korosif lainnya.
3.2.1 PEMBENGKOKAN
Terkecuali ditentukan lain oleh Direksi Pekerjaan, seluruh baja tulangan harus
dibengkokkan secara dingin dan sesuai dengan prosedur ACI 315, menggunakan batang
yang pada awalnya lurus dan bebas dari lekukan-lekukan, bengkokan-bengkokan atau
kerusakan. Bila pembengkokan secara panas di lapangan disetujui oleh Direksi Pekerjaan,
tindakan pengamanan harus diambil untuk menjamin bahwa sifat-sifat fisik baja tidak
terlalu berubah banyak.
Batang tulangan dengan diameter 2 cm dan yang lebih besar harus dibengkokkan dengan
mesin pembengkok.
Tulangan harus ditempatkan akurat sesuai dengan Gambar dan dengan kebutuhan
selimut beton minimum yang disyaratkan dalam Butir Nomer 3.1.5. di atas, atau seperti
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
Batang tulangan harus diikat kencang dengan menggunakan kawat pengikat sehingga
tidak tergeser pada saat pengecoran. Pengelasan tulangan pembagi atau pengikat
(stirrup) terhadap tulangan baja tarik utama tidak diperkenankan.
Seluruh tulangan harus disediakan sesuai dengan panjang total yang ditunjukkan pada
Gambar. Penyambungan (splicing) batang tulangan, terkecuali ditunjukkan pada Gambar,
tidak akan diijinkan tanpa persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan. Setiap
penyambungan yang dapat disetujui harus dibuat sedemikian hingga penyambungan
setiap batang tidak terjadi pada penampang beton yang sama dan harus diletakkan pada
titik dengan tegangan tarik minimum.
Bilamana penyambungan dengan tumpang tindih disetujui, maka panjang tumpang tindih
minimum haruslah 40 D (diameter batang) dan batang tersebut harus diberikan kait pada
ujungnya.
Pengelasan pada baja tulangan tidak diperkenankan, terkecuali terinci dalam Gambar atau
secara khusus diijinkan oleh Direksi Pekerjaan secara tertulis. Bilamana Direksi Pekerjaan
menyetujui pengelasan untuk sambungan, maka sambungan dalam hal ini adalah
sambungan dengan panjang penyaluran penuh yang memenuhi ketentuan dari AWS D
2.0. Pendinginan terhadap pengelasan dengan air tidak diperkenankan.
Simpul dari kawat pengikat harus diarahkan membelakangi permukaan beton sehingga
tidak akan terekspos.
Anyaman baja tulangan yang dilas harus dipasang sepanjang mungkin, dengan bagian
tumpang tindih dalam sambungan paling sedikit satu kali jarak anyaman. Anyaman harus
dipotong untuk mengikuti bentuk pada kerb dan bukaan, dan harus dihentikan pada
sambungan antara pelat.
Bilamana baja tulangan tetap dibiarkan terekspos untuk suatu waktu yang cukup lama,
maka seluruh baja tulangan harus dibersihkan dan diolesi dengan adukan semen acian
(semen dan air saja).
Tidak boleh ada bagian baja tulangan yang telah dipasang boleh digunakan untuk memikul
perlengkapan pemasok beton, jalan kerja, lantai untuk kegiatan bekerja atau beban
konstruksi lainnya.
3.3.1 UMUM
Beton merupakan bahan yang kuat terhadap tekanan tetapi relatif lemah terhadap tarikan.
Jadi beton dapat menahan beban berat yang menekannya tetapi hanya dapat menahan
beban yang relatif ringan yang cenderung menarik atau melenturkannya.
Pada beton pratekan diambil manfaat dari kemampuan beton untuk melawan gaya tekan.
Suatu gaya tekan luar diberikan pada beton supaya tetap berada dalam tekanan
(kompresi) selama umur normalnya, sehingga dapat mencegah terjadinya tegangan tarik
bilamana diberi beban yang cenderung menarik atau melenturkan beton.
Singkatnya tegangan tekan awal diberikan pada beton untuk meniadakan atau
mengurangi tegangan tarik yang terjadi dari berat mati atau beban hidup.
Pada beton bertulang, baja menampung semua tegangan tarik ditambah tegangan tekan
berlebih yang tidak dapat dipikul oleh beton. Pada beton pratekan, baja dipakai terutama
untuk memberikan tegangan tekan pada beton.
Suatu bagian bangunan pratekan berada di bawah tekanan secara permanen (tetap) - hal
ini meniadakan retakan-retakan secara efektif. Jika bagian itu agak dibebani lebih dan
retakan akibat tegangan terbentuk, ini akan menutup pada waktu pembebanan lebih
dihilangkan, (dengan syarat baja tidak mengalami peregangan berlebih). Dengan beton
bertulang, baja tidak diperbolehkan bekerja pada keadaan tegangan tinggi, karena
perpanjangan baja akan menimbulkan retakan dengan pengaruh yang tidak diinginkan
terhadap ketahanan dan lendutan.
Komponen beton pratekan biasanya lebih kecil dari komponen beton bertulang. Ukuran
lebih kecil ini mengurangi kuantitas baja dan beton tetapi diimbangi dengan perlunya
penggunaan bahan kekuatan tinggi.
Terdapat dua sistem pemberian prategangan pada beton, yaitu menegangkan sebelum
beton dicor atau menegangkan setelah beton dicor. Masing-masing sistem disebut
sebagai pretension dan posttension. Dalam kedua hal tersebut penegangan dilakukan
sebelum pemberian beban mati dan hidup pada komponen.
Berbagai bentuk saluran untuk tendon prategang biasanya merupakan barang paten, dan
dapat dijelaskan pada Gambar Rencana, atau merupakan bagian dari sistem penarikan.
Saluran seringkali terbuat dari baja gauge yang sangat ringan untuk flexibilitas dan
pertimbangan ekonomi, dan mudah rusak pada waktu penanganan, penyimpanan,
perbaikan atau pada proses pengecoran.
Penempatan saluran yang tepat sangat penting. Saluran harus disetel dengan tepat dan
dipasang pada tulangan dengan interval dekat, biasanya dengan kawat pengikat yang
cukup kencang untuk mencegahnya bergerak, tetapi tidak terlalu kencang sehingga
merubah bentuk saluran. Saluran dapat mengapung pada beton basah, sehingga harus
diikat terhadap gerakan keatas, selain harus ditopang dari bawah.
Penulangan dapat menggunakan dudukan (saddle) atau batang penempat supaya
menjamin ketepatan. Saluran harus diperkaku, balk dengan menempatkan tendon
penegang dalam saluran atau dengan cara lain yang sesuai (seperti pipa PVC atau baja),
untuk memperkecil perubahan bentuk atau kerusakan pada saluran.
Ruas sambungan saluran harus ditutup dengan hati-hati untuk mencegah masuknya
adukan cair (slurry) beton yang digetarkan dapat masuk ke dalam saluran.
Pekerja yang mengoperasikan penggetar internal harus diberi petunjuk dan diawasi
dengan baik, karena saluran dapat rusak oleh benturan dari kepala penggetar.
Saluran logam biasa digalvanisasi. Lapisan dalam timah hitam kadang-kadang diberikan
di bagian dalam, jika perlu, untuk mengurangi kehilangan gesekan (friction) pada daerah
pelengkungan tendon yang besar.
Harus disediakan lubang-lubang pada interval teratur di semua saluran, terutama pada
semua titik tinggi dan rendah. Lubang biasanya berdiameter sekitar 20 mm dan harus
diberi sumbat supaya lubang dapat ditutup setelah grout yang bebas udara mulai
mengalir. Lubang harus diteruskan sepanjang jarak tertentu (sekitar 300 mm cukup) lewat
permukaan beton.
Lubang juga diperlukan pada kedua ujung tiap saluran untuk grouting. Tiap lubang harus
mempunyai katup sumbat yang dapat menahan 700 kPa untuk sedikitnya satu menit
tanpa air atau udara mengalir keluar.
Tendon untuk prategang dapat terdiri dari kawat tarik, lilitan (strand), atau batang baja
mutu tinggi. Gambar dan Spesifikasi Teknik dapat dibuat untuk menyesuaikan dengan
suatu sistem prategang yang khusus. Sistem alternatif diperbolehkan dengan persetujuan
Engineer, dengan syarat bahwa detail sistem alternatif diserahkan oleh Kontraktor pada
waktu penawaran.
Bahan dan peralatan sering disediakan oleh Sub Kontraktor yang dapat mengadakan
penegangan dan grouting pada bagian bangunan itu bila perlu. Keterangan pengujian dan
contoh kawat (wire), lilitan kawat baja (strand) atau batang (bar) diambil dan diperiksa.
Grafik beban-perpanjangan (extension) yang disediakan oleh pabrik atau penguji
berwenang, dipakai untuk tiap batch untuk membandingkan gaya sebenarnya dan
gaya teoritis pada lilitan kawat atau kawat dan perpanjangan pada waktu penegangan.
Adalah penting bahwa tendon dalam sistem multi-strand atau sistem kawat baja terdiri
dari strand atau kawat baja dari batch yang sama, atau batch dengan Modulus Young
yang sama.
Adalah penting bahwa tendon harus bersih dan aman terhadap kerusakan, puntiran
atau bengkokan. Goresan kecil yang disebabkan oleh penyimpanan atau penanganan
yang kurang baik dapat berakibat suatu konsentrasi tegangan yang akan
menyebabkan terputusnya kawat pada waktu penegangan atau setelah pemasangan
selesai. Pengelasan dan pemotongan dengan api dekat tendon harus dilarang, karena
ini dapat pula menyebabkan tendon patah akibat percikan sesat atau tetesan logam
cair. Bahan penegangan tidak boleh diseret di tanah, diinjak, digilas alat di lokasi atau
disimpan di tempat yang dapat terkena lemak, cat atau pelapis lain.
Angker harus diperiksa dengan teliti sebelum dipasang untuk kualitas, penyelesai-an
dan kerusakan.
Adalah penting tendon dipretension, Gambar Rencana menunjukan lokasi dan detail
dudukan (saddle) atau alat lain, jika perlu, supaya tendon tetap pada posisinya
sampai beton mengeras. Alat-alat ini harus disetel dengan tepat pada posisi, dan
harus cukup kuat menahan beban yang dihitung.
Tendon harus tetap bersih pada waktu pemasangan, dan kain lap yang dibasahi
pelarut dapat dipakai untuk menghilangkan minyak acuan atau tapisan lain. Jika ada
bagian tendon yang harus dilepas, dapat dipakai selubung (sheath) plastik yang
ujungnya tertutup plester, atau plester paten dapat dibungkus sekeliling bagian yang
dilepas ikatannya (debonded), biasanya dalam dua lapisan di mana masing-masing
lapis diputar pada arah berlawanan. Sebaiknya pengecoran beton dilakukan sesegera
mungkin setelah penegangan.
Masing-masing lilitan kawat tendon post tension tidak boleh melintir di dalam kabel
dan, untuk sistem kawat tunggal (mono-strand) pengatur jarak (spacer) (pada jarak
pusat 1 m) harus digunakan.
Bilamana tendon telah ditempatkan dalam saluran sebelum pengecoran, tendon harus
ditarik ke belakang dan ke muka kira-kira 300 mm masing arah setelah pengecoran,
untuk menjamin kebebasannya dan memutus lekatan (bond) pada adukan cair (slurry)
yang meresap/bocor kedalam saluran. Hal ini biasanya harus dilakukan segera
setelah beton mengeras awal, tetapi dapat dilakukan lebih dini dalam hal sambungan
in-situ antara segmen pracetak. Kalau diperkirakan telah terjadi kebocoran dalam
saluran pada waktu pengecoran, saluran harus dibilas dengan air, kemudian ditiup
keluar dengan udara bertekanan (kompressi) yang bebas minyak.
Bila digunakan sistem angker mati (dead anchor) untuk tendon, tidak mungkin
memindahkan tendon setelah pengecoran. Bila sistem tersebut digunakan, penting
untuk mengecor beton sesegera mungkin setelah menempatkan tendon untuk
menghindari keadaan terbuka (expose) yang tidak perlu, yang dapat mengakibatkan
berkaratnya tendon dalam daerah di luar saluran.
Angker harus dipasang tegak lurus (square) terhadap garis tendon. Templates sangat
bermanfaat bagi menentukan tempat dan memeriksa posisi serta alinemen angker
sebelum dan sesudah pengecoran.
3.3.4 PENEGANGAN
1. Umum
Penegangan tendon baja tarik mutu tinggi adalah operasi yang sangat penting yang
kadang-kadang rumit. Ini dapat juga membahayakan. Oleh karena itu penting bagi
pengawas dan operator untuk memiliki pengalaman dan mempunyai peralatan yang
dapat diandalkan dan yang dipelihara dengan baik. Langkah-langkah pengamanan
yang ketat harus diambil pada waktu operasi penegangan. Dongkrak (jack) harus
sesuai untuk sistem angker yang digunakan, dipasang secara sentris (centrally) di atas
garis penarikan (tensioning) dan ditempatkan tepat pada pengangkeran, serta
beroperasi dalam batas kapasitas yang ditentukan.
Sebelum penegangan, peralatan harus diperiksa apakah memiliki sertifikat kalibrasi
yang berlaku dari lab yang dapat diterima. Ujung kawat, kabel atau batang harus
dibersihkan dari bahan yang dapat mempengaruhi cengkraman (grip) pada alat
pengangkeran, di mana alat tersebut harus bersih.
Pada pekerjaan post tension, kabel harus bebas bergerak di dalam saluran, yang
harus sudah ditiup dengan udara bertekanan yang bebas minyak sebelum
penempatan kabel. Periksa bahwa kepala angker terpusat dengan tepat di atas pelat
angker cast-in. Penegangan kabel harus berlangsung segera setelah menempatkan
kabel di dalam saluran. Penundaan selama dua minggu atau lebih dapat
menyebabkan perlunya kabel dipindahkan untuk memeriksa kontaminasi atau debu.
Gambar-gambar dan Spesifikasi Teknik memberikan beban prategang yang
disyaratkan, dan urutan yang harus diberikan. Penyimpangan (deviasi) yang diusulkan
harus dibicarakan dengan Engineer untuk menjamin bahwa bangunan tidak
memperoleh beban yang tidak dapat diterima. Dengan cara yang sama, instruksi atau
petunjuk yang diberikan pemilik sistem prategang yang dipakai harus diikuti oleh
operator.
Kekuatan beton komponen harus diperiksa sebelum prategang untuk komponen yang
dipost-tension atau sebelum pemindahan gaya prategang untuk komponen yang pre-
tension untuk menjamin bahwa beton telah memperoleh kekuatan yang diperlukan.
2. Prosedur Penegangan
a. Umum
b. Penarikan
c. Prosedur Penarikan
Tendon pertama harus ditarik hingga tekanan sag-pull-up,
seperti ditunjukan oleh gauge tekanan, dan tendon ditandai
"1" pada ujung penarikan, seperti terlihat pada Gambar
8.14. Pada waktu yang sama penandaan dilakukan pada
semua sambungan (splices) dan pada ujung tendon, seperti
terlihat pada Gambar 8.15 dan 8.16. Tanda-tanda ini
dipakai untuk rujukan kemudian dalam perhitungan
perpanjangan yang diukur sebenarnya. Penting untuk
membaca secara tepat tekanan Sag-Pull-Up. Jika terjadi
ketidak-tepatan dalam membaca tekanan ini akan terjadi
kesalahan pada perpanjangan yang diperlukan pada beban
penuh.
Tendon kemudian harus ditarik sampai tekanan dongkrak
yang ditentukan, dengan memakai gauge tekanan, dan
tendon yang ditandai "2" pada ujung penarikan, seperti
terlihat pada Gambar 8.14. Tekanan dongkrak kemudian
dilepas untuk memungkinkan tendon dijepit oleh baji pada
headstock. Pengurangan pada perpanjangan dari yang
d. Extension (Perpanjangan)
(i) Penguncian (Lock off) terukur pada angker pada headstock Gambar 3.1.
(ii) Pergeseran (Slippage) pada angker pada ujung mati (dead-end) Gambar 3.2.
(iii) Pergeseran (Slippage) total pada baji pada penyambungan (splice) Gambar
3.3.
(iv) Pemendekan dasar pengecoran.
(v) Gerakan setempat pada pelat dead end sandwich dan titik rujukan yang dipakai
untuk mengukur perpanjangan pada ujung penarikan.
Butir (iv) dan (v) sangat kecil dan sering diabaikan. Akan tetapi butir tersebut harus
selalu diperiksa untuk menentukan apa bila ada pengaruhnya terhadap
perpanjangan, khususnya sehubungan dengan dasar prategang yang dibuat dari
komponen baja. Perpanjangan sebenarnya yang diukur dan kehilangan angker
pada headstock akan dibandingkan dengan nilai-nilai perhitungan atau perkiraan,
Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) III-11
Modul SIB-08 : Pekerjaan Beton Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan
dan Penarikan Kabel Prategang
dan tidak boleh berbeda dengan nilai tersebut lebih daripada yang diizinkan dalam
Spesifikasi Teknik. Suatu cara pemeriksaan untuk menentukan perpanjangan yang
sebenarnya adalah dengan menandai panjang tendon 4 m dan mengukur panjang
ini sebelum dan sesudah penarikan. Kemungkinan penyebab perbedaan antara
perpanjangan sebenarnya yang diukur, dengan perpanjangan yang dihitung
adalah:
e. Kegagalan Tendon
yang cukup dan untuk waktu yang memadai sehingga relaksasi berangsur-angsur
sebelum kegagalan akhir. Relaksasi lilitan kawat harus berlangsung bersamaan pada
kedua ujung dasar prategang (stressing bed) untuk mencegah gerakan tiba-tiba unit
itu. Beton harus dilindungi terhadap radiasi panas dari api dan panas yang diantarkan
melalui tendon, dengan cara menjauhkan api (sekurangnya 300 m) dari unit. Jika lilitan
kawat pretension melendut, kawat-kawat tunggal dan alat penahan (hold down) harus
dilepas dalam urutan yang ditentukan sebelumnya oleh perencana, untuk mencegah
pola pembebanan yang kurang dapat diterima pada beton.
Setelah pemindahan tegangan, tendon harus dipotong rata pada ujung komponen atau
angker. Pemotongan dengan api tidak boleh digunakan untuk maksud ini untuk
mencegah kerusakan beton. Ujung terbuka tendon kemudian dilindungi terhadap
korosi dengan pemakaian campuran penutup seperti epoxy tir atau epoxy resin.
4. Pembuatan Catatan
Keterangan seperti kekuatan beton, hog, bow, detail peralatan penegangan yang dipakai,
nomor gulungan (coil) yang dipakai pada fabrikasi kabel, beban dan perpanjangan harus
dicatat, sebaiknya dengan menggunakan formulir staridar.
Yang penting untuk diingat adalah bahwa tidak seorangpun boleh, berdiri di belakang
dongkrak penarik atau angker pada waktu operasi penegangan.
Semua orang yang tidak terlibat secara aktif dalam operasi penegangan dan pengawasan
pelaksanaannya harus menjauhkan din dari pekerjaan itu. Staf Supervisi harus mampu
dan berpengalaman. Operator juga sebaiknya berpengalaman dalam sistem penegangan
yang dipakai.
Kondisi semua peralatan harus diperiksa dengan baik sebelum dimulai, terutama alat-alat
penjepit yang harus dipakai lebih dari sekali. Pastikan bahwa peralatan dalam kondisi
baik. Kebersihan sangat penting. Komponen yang menunjukkan keadaan sering dipakai
atau lelah harus diganti, dan kondisi selang tidak boleh dilupakan.
Gulungan kawat tank harus ditangani secara hati-hati karena dapat tiba-tiba lepas kembali
jika ujungnya tidak ditahan. Jika unit yang akan diberikan tegangan (stress) atau grout
berada pada ketinggian (di atas), lalu-lintas di bawah harus dialihkan atau dilindungi
terhadap pengaruh kawat atau kabel putus dan terhadap grout yang bocor.
Dongkrak penarik harus dijaga tidak meloncat ke belakang (recoil), sebaiknya dengan
rantai, di mana ada kemungkinan gagalnya bahan atau peralatan penegangan secara
mendadak. Penghalang yang berat harus dipasang di belakang dongkrak, dan ruang
antara dongkrak serta penghalang harus ditutup. Tanda-tanda harus dipasang,
memperingatkan pekerja dan masyarakat umum agar menjahui tempat itu. Gulungan
karung atau plastik berat, dan kayu dapat dipasang di atas kawat prategang yang tidak
ditempatkan dalam acuan atau tulangan. Sistem pendongkrakan tidak boleh ditinggalkan
di bawah tekanan. Jika penegangan tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat,
turunkan dongkrak dan mulai lagi bila persoalan sudah dipecahkan, dengan membuat
penyesuaian yang perlu pada beban dan perpanjangan.
Pengelasan atau pemotongan dengan api tidak boleh dilakukan di dekat bahan atau
peralatan penegangan, dan sebaiknya tidak memukul dengan palu atau menggoncang
peralatan jika pembebanan sudah dimulai.
Periksa posisi dongkrak dan alinemen dan penahan (fixing) pada kedua ujung unit setelah
beban awal diberikan. Operator yang berpengalaman harus mengawasi ujung yang tidak
mendongkrak pada waktu pembebanan.
Pada waktu grouting, operator harus menjaga kebersihan terhadap kebocoran saluran
karena pemampatan (blockage) sementara dapat diikuti oleh suatu explosive clearance.
3.3.6 GROUTING
1. Umum
Grouting memberi perlindungan jangka panjang terhadap karat pada tendon
prategang, membantu menyebarkan beban superimpose pada keseluruhan unit, dan
melindungi unit itu terhadap kemungkinan kegagalan yang disebabkan oleh
dilepaskannya beban oleh satu atau lebih kawat dalam kabel yang ditegangkan.
Oleh karena itu grouting disarankan segera setelah penegangan suatu unit selesai,
dan tidak lebih dari dua hari setelah penyelesaian. Dalam keadaan khusus grouting
dapat ditunda, akan tetapi harus dipikirkan perlindungan tendon terhadap korosi
pada waktu ini.
menjaga campuran berjalan terus bila grout tertahan sementara. Pelaksanaan yang
baik mensyaratkan grout cukup diaduk hanya untuk satu saluran. Kelebihan sisa yang
terjadi tidak boleh dipakai kembali, dan jika terjadi penundaan, grout yang umurnya
lebih dari 30 menit tidak boleh dipakai.
3. Prosedur
Saluran (duct) dibilas pertama-tama dengan menggunakan aliran air yang banyak,
kemudian ditiup dengan udara bertekanan yang bebas minyak. Air yang tertinggal
dalam saluran (duct) akan dipaksa keluar melalui lubang (vent) oleh grout yang
masuk. Persediaan grout dihubungkan dengan lubang paling bawah. Lubang-lubang
sisa lainnya secara berturutan ditutup pada waktu grout, yang bebas dari udara dan air
yang mengalir keluar. Setelah saluran (duct) terisi penuh, pompa masih melanjutkan
tekanan, yaitu sekitar 700 kPa, pada sistem tertutup selama satu menit. Jika dianggap
perlu, konsistensi grout dapat diperiksa dengan hidrometer.
Adalah penting bahwa sistem itu, terutama pada sambungannya, bebas dari
kebocoran dan bahwa peralatan bersih serta terpelihara. Jika terdapat kebocoran yang
tidak dapat dihentikan pada waktu grouting, grout di dalam saluran (duct) harus dibilas
keluar dengan air dan kegiatan dimulai kembali setelah kebocoran diperbaiki. Jika ada
pemampatan (block-age) kemungkinan seluruh duct dapat diisi dengan memindahkan
kegiatan pengadukan dan pemompaan pada sisi lain dari unit, jika tidak pemampatan
harus dibuka dengan menggunakan air dan udara bertekanan. Di mana ada resiko
kebocoran menyilang (cross bleeding) dari grout ke dalam saluran (duct) yang
berdekatan, yang juga akan digrout, kadang-kadang lebih baik mengisi kedua saluran
(duct) secara bersamaan.
Pekerja yang bekerja dekat unit itu harus sadar akan kemungkinan terjadinya
semprotan tiba-tiba dari campuran udara-air-grout. Pada umumnya pekerja harus
menjauhi kabel sampai grout mengeras. Unit tidak boleh dipindahkan selama 7 hari
sampai grout menjadi kuat. Di mana unit digrout pada lokasi akhirnya pada jembatan,
unit itu tidak boleh dibebani lalu lintas atau beban berat untuk 7 hari setelah grouting.
Peralatan, prosedur dan sifat-sifat campuran grout harus diuji sebelum dan selama
pelaksanaan, dan contoh dapat diambil untuk pengujian kekuatan. Kekuatan grout
sebesar 30 MPa (300 kg/cm2) adalah kekuatan 28 hari yang lazim.
Bilamana grouting telah selesai, semua pipa ventilasi yang menonjol dipotong rata dan
dirapihkan.
Gelegar post tension dapat didesain dengan cukup penulangan untuk memungkinkannya
diangkat dari dasar pengecoran (castingbed) setelah dicor dan sebelum post-tesioning.
Desain lain memungkinkan penegangan sebagian (partial stressing), sehingga unit dapat
dipindahkan dari dasar pengecoran untuk diselesaikan penegangannya dan kemudian
digrouting. Desain yang lain mensyaratkan bahwa unit harus ditegangkan penuh (fully
stressed) sebelum dapat dipindahkan. Oleh karena itu penting bahwa pengawas pabrik
pracetak harus mengerti dengan jelas cara yang diizinkan untuk menangani unit pratekan,
bahwa bagian atas ditandai, dan bahwa unit harus dipindahkan, dinaikkan (kendaraan),
diangkut dan diturunkan hanya dengan pengawasan penuh. Komponen pracetak harus
diberi tanda untuk tempat mengangkat.
Tempat tanda tersebut ditentukan dalan Gambar Rencana: Komponen pratekan diangkat
dan didukung hanya pada tempat yang telah ditentukan tersebut.
Jika gelegar diangkut tanpa suatu spreader, suatu peraturan praktis adalah bahwa sling
harus bersudut 60° terhadap garis horizontal, meskipun hal ini dapat berbeda dalam
Gambar Rencana. Gelegar yang sangat panjang dan fleksibel mungkin perlu penyangga
samping untuk mencegah menekuk kesamping yang disebabkan beban angkat axial dari
sling.
Tempat penumpukan harus berada di tempat datar, kuat, rapi, dan kering (drained). Kayu
yang berat dan lebar penuh, sebaiknya kayu keras (hardwood), mendukung gelegar dekat
tiap posisi tumpuan, dan tanah antara tumpuan harus bebas untuk menjamin bahwa bila
tumpuan utama membolehkan gelegar untuk turun setelah hujan besar dia tidak akan
menerima dukungan dari apapun dalam daerah ini. Gelegar harus tetap tegak dan tidak
boleh berputar atau jatuh pada sisinya.
Sebaiknya tiap gelegar diberi penyangga samping yang bebas dalam hal penumpu
berpindah. Tiap unit harus terletak cukup jauh satu sama lainnya sehingga dapat diperiksa
secara teratur pada waktu penyimpanan. Penumpukan dari pada komponen besar tidak
disarankan, tetapi unit yang lebih kecil seperti papan lantai, atau tiang pancang dapat
ditumpuk, dalam hal ini penumpu harus tegak satu sama lain untuk menghindari timbulnya
beban lenturan.
Beberapa jenis unit lantai dicetak terbalik untuk kemudahan. Komponen tersebut perlu
ditumpu ditengah bentang pada posisi terbalik, tetapi ditumpu dekat ujungnya setelah
dibalik pada posisi normal. Perencana harus menyetujui terlebih dahulu desain dari pada
peralatan untuk membalikan, sebelum dipakai. Perputaran harus dilakukan secara
berangsur dan halus.
1. Umum
2. Pretensioning
a. Umum
b. Tendon
Tendon harus telah diambil contoh dan diuji sesuai dengan spesifikasi teknik.
Harus diperhatikan bahwa gaya penarikan masih dalam batas mutlak 85 persen
dari kekuatan tank ultimate dari tendon.
d. Pemindahan Prategang
e. Pengecoran Beton
Acuan untuk saluran (duct) internal atau rongga harus diangker terhadap
gerakan atau pengapungan (flotation) pada waktu pengecoran atau
penggetaran beton. Acuan harus terbuat dari bahan yang tidak akan berubah
bentuk pada waktu penanganan atau pengecoran beton.
Harus dijamin bahwa minyak acuan tidak diperbolehkan mengenai tendon.
Sejumlah spesimen pengujian yang cukup harus dibentuk sehingga dapat
dilakukan pengujian awal spesimen untuk pelepasan dan pembongkaran.
Disarankan bahwa dibuat cetakan sekurang-kurangnya 3 pasang kubus atau
silinder untuk pelepasan per baris komponen yang dicor.
Bagian bawah komponen pre-tension harus diperiksa oleh Konsultan
Supervisi segera setelah komponen diangkat dari dasar (bed).
2. Post Tensioning
a. Tendon
Semua gulungan atau bundel tendon akan diambil contoh (sampel), diuji
dan disetujui sesuai dengan Spesifikasi Teknik sebelum dimulainya
pekerjaan, tanpa memandang adanya sertifikat pabrik.
Tendon harus selalu disimpan tertutup diatas tanah, serta disimpan jauh dari
tempat di mana peralatan las atau pemotongan mungkin digunakan. Hal
terakhir ini sangat penting karena terdapat kasus-kasus kegagalan tendon yang
disebabkan percikan logam panas.
Harus diperhatikan setiap saat pencegahan permukaan tendon terhadap
goresan dari benda-benda seperti pengikat keran, penjepit keran, bekas traktor
atau pahat baja. Harus berhati-hati pula dalam pembungkusan dan
pengangkatan tendon untuk mencegah lilitan atau bengkokan.
b. Operasi Pengecoran
Saluran (duct) dijaga agar tetap dalam batas toleransi ± 6 mm pada waktu
operasi pengecoran. Karena saluran mempunyai kecenderungan "mengapung"
pada waktu pengecoran beton dan penggetaran yang berhubungan, penting
bahwa saluran ditahan terhadap gerakan keatas selain dari kebawah atau
gerakan "melendut". Satu sistem yang cocok diperlihatkan pada Gambar 3.4.
Bocornya adukan ke dalam saluran pada sambungan adalah suatu masalah
yang umum dijumpai dalam pekerjaan post-tension. Hal ini sangat lazim
terdapat pada bangunan segmental dimana sambungan saluran bertepatan
dengan sambungan segmen.
Penyambungan saluran tidak cukup dilakukan dengan pembungkusan ofeh
plester. Ujung saluran biasanya tidak dipotong bersih dan tepat, dan plester
cenderung terbelah dibawah tekanan penggetaran beton pada waktu
pengecoran. Bentuk sambungan yang terbaik adalah pemakaian sebuah
potongan pendek dari saluran sebagai socket penghubung.
c. Penempatan Tendon
Pada jenis konstruksi in-situ, atau pada pengecoran bagian lengkap, tendon
harus ditempatkan dalam saluran sebelum pengecoran beton. Tendon dapat
membantu menahan saluran secara kaku pada posisinya pada waktu
pengecoran beton.
Jika sistem angker ujung mati dan VSL digunakan, harus berhati-hati untuk
melindungi strand yang tampak (pada ujung angker) dari karat sebelum
pengecoran. Sebagai tambahan perlu diperhatikan bahwa saluran harus cukup
karena strand tidak dapat dipindahkan ke belakang dan ke depan pada saluran
setelah pengecoran seperti yang dapat terjadi pada balok post-tension yang
nominal. Jadi tidak ada cara untuk memeriksa telah terjadinya kebocoran yang
dapat menimbulkan masalah pada waktu grouting dilakukan.
d. Operasi Penarikan
3. Grouting
Saluran harus di grout dengan tekanan dengan campuran grout sesuai yang
disetujui dalam batas 48 jam dari selesainya operasi peregangan, kecuali bila
ditentukan lain atau disetujui oleh Engineer.
Langsung sebelum grouting, saluran harus dibilas secara menyeluruh dengan air
bersih dan semua air sisa harus dihilangkan menggunakan udara bertekanan.
Grout harus diberikan dengan pemompaan terhadap lubang vent terbuka. Grout
diberikan secara kontinu dibawah tekanan sedang pada satu ujung saluran sampai
semua udara yang sedang pada satu ujung saluran sampai semua udara yang
tertahan dipaksa keluar lubang vent pada ujung berlawanan dari saluran. Hal ini
diteruskan sampai suatu aliran grout yang tetap, keluar, lubang vent terbuka
kemudian ditutup sementara tekanan dipelihara. Tekanan grout dinaikkan bertahap
sampai minimum 700 kPa dan dipegang tetap pada tekanan ini kira-kira 1 menit.
Lubang tempat masuk grout kemudian ditutup.
Pada balok panjang sering diberikan lubang vent pusat dengan pipa plastik yang melewati
badan balok untuk memudahkan pengisian dengan grout.
BAB V
MENGHITUNG VOLUME BETON
Ukuran-ukuran konstruksi beton biasanya telah tertera (tertulis) pada gambar pelaksanaan.
Disamping itu penampang-penampang dari konstruksi juga dapat dilihat pada gambar-
gambar potongan. Kalau terdapat perbedaan ukuran pada gambar, patokan yang diambil
dialah pada gambar yang dengan ukuran besar/skala besar, yang bisanya berupa gambar
detail.
Kolom berbentuk persegi atau bulat dan untuk membedakan kolom itu persegi atau bulat
pada gambar dapat dilihat gambar potongan.
60
40
a. Kolom persegi
Menghitung dalam luas penampang a x b kalau a = 40 cm’ dan b = 60 cm’
Luas penampang 60 x 40 = 2.400 cm2 atau = 0.24 m2
Hitunglah tinggi kolom, ukur tinggi dari garis pelat bawah sampai garis pelat atas, disini:
3.25 – 0 = 3.25 m’
tebal pelat = 0.15 m’
tinggi kolom = 3.10 m’
Perhatikan:
Tinggi kolom hanya diukur sampai batas pelat bagian bawah.
diameter
Gambar 5.2 Kolom Bulat
b. Kolom bulat
Hitung tinggi kolom sama seperti kolom persegi tadi = 3.10 m’ luas otongan /
penampang
Rumus lingkaran = 1/4D2
(baca =fi) sama dengan angka yang disederhanakan 22/7 = 3.14
D2 artinya D x D (baca D = diameter)
Atau garis tengah lingkaran (kolok) jadi kalau kolom bulat berdiameter 80 cm’, luas =
0.785x0.8x0.8 = 0.5024 m2
Volume 1 kolom = 0.5024 x 3.10 = 1.55744 m2
Kalu jumlah kolom ada 9 buah, maka volume kolom dalam 1 lanytai
=9x1.55744=13.616996m3
Kalau memperhatikan gambar pelat, pelat itu dilihat dari atas, jadi seolah-olah kita berada di
atas pohon tinggi, atau menara lalu melihat ke bawah yang ada pelatnya.
Tebal pelat dapat dilihat pada gambar potongan pelat atau dapat dilihat pada gambar balok.
Dalam hal ini tebal pelat lantai 15 cm’
Perhatikan :
Tebal pelat lantai tidak boleh kurang dari 15 cm’ kecuali pelat atap setebal 12 cm’
Luas pelat dapat dihitung dari perkalian panjang kali lebar, hanya memperhatikan kalau ada
lisplank, panjang dan lebar diambil dari batas lisplank atau cave. Nantinya volume listplank /
cave dihitung sendiri.
Kalau penjang pelat = 18 m’
Lebar pelat = 10 m’
Maka volume pelat = 0,5 x 10 x m3 = 27 m3
pelat
Balok
kolom
Balok-balok kosntruksi umumnya bagian ats masuk pelat, bagian kedua ujung masuk pada
kolom. Jadi tinggi balok dikurangi tebal pelat dan panjang balok dan as bentang dikurangi
tebal kolom-kolom kiri dan kanan.
BAB VI
MEMBACA GAMBAR
SAMPUL SAMPUL
A UMUM
1. A/1/1 Daftar gambar
2. A/2/1 Peta lokasi proyek
3. A/2/2 Key Plan
4. A/2/3 Peta Quarry
5. A/3 Abbreviations, Legend & Keterangan umum
6. A/4 Daftar Kuantitas Pekerjaan
B TYPICAL CROSS SECTION
7. B/1 Typical Cross Section Type I
8. B/2 Typical Cross Section Type II
C ALIGNMENT LAYOUT
9. B/1 Alignment Layout STA 0+000 – 0+750
10. B/2 Alignment Layout STA 0+750 – 1+500
D PLAN & PROFILE
11. D/1 Plan & Profile STA 0+000 - 0+750
12. D/2 Plan & Profile STA 0+750 - 1+500
E CROSS SECTION
13. E/1 Cross Section STA 0+000 - 0+500
14. E/2 Cross Section STA 0+500 - 1+000
F INTERSECTION
15. F/1/1 Plan of Intersection STA 5+000
16. F/1/2 Cross Section of Intersection STA 5+000
17. F/1/3 Intersection Details STA 5+000
G STRUKTUR
18. G/1/1 Tampak samping jembatan
19. G/1/2 Denah / tampak atas jembatan
20. G/1/3 Longitudinal & Cross Section
21. G/1/4 Girder Detail & Reinforcement
22. G/1/5 Bar Reinforcement of Girder
23. G/1/6 Deck Slab Detail & Reinforcement
24. G/1/7 Bar Reinforcement of Deck Slab
25. G/1/8 Railing Detail & Reinforcement
26. G/1/9 Bar Reinforcement of Railing
27. G/1/10 Detail of Abutment & Reinforcement
28. G/1/11 Bar Reinforcement of Abutment
29. G/1/12 Detail pondasi
30. G/1/13 Detail Expansion Joint
H DRAINASE
31. H/1/1 Plan & Longitudinal Section STA 0+000 - 0+750
32. H/2/1 Ditch – Type I
33. H/3/1 Inlet & Outlet Structure Drain – Type I
34. H/4/1 Catch Basins – Type I
35. H/5/1 Reinforced Concrete Pipe Culvert
36. H/5/2 Headwall for Pipe Culvert – Type I
37. H/6/1 Box Culvert – Type I
38. H/6/3 Box Culvert Bar Reinforcement – Type I
39. H/6/5 Box Culvert Detail – Type I
40. H/6/7 Single Cell Slab Culvert – Type I
41. H/6/8 Multi Cell Slab Culvert – Type II
42. H/6/9 Slab Culvert Reinforcement
43. H/6/10 Sub Surface Drain
I RETAINING WALL & SLOPE PROTECTION
44. I/1/1 Retaining Wall & Slope Protection– Type I
45. I/1/2 Retaining Wall & Slope Protection– Type II
46. I/2/1 Bar Reinforcement
47. I/3 River Bank Slope Protection
48. I/4 Rip-rap Slope Protection
J MISCELLANEOUS & STANDARD DRAWING
49. J/1 Curb
50. J/2/1 Median
51. J/3 Concrete Barrier
52. J/4/1 Side-walk
53. J/5/1 Island
54. J/6/1 U-Turn – Type I
55. J/7 Truck Parking Area
56. J/8/1 Traffic Signs
57. J/9/1 Road Marking
58. J/10 Guardrail
59. J/11 KM Post
60. J/12/1 Lighting – Type I
61. J/13 Bus Bay
62. J/14/1 Lanscape Plan
63. J/14/2 Detail planting plan
64. J/14/3 Description of planting plan
RANGKUMAN
Agregat yang dapat digunakan untuk campuran aspal belum tentu dapat digunakan untuk
beton, karena kebersihan agregat untuk beton semen dituntut lebih tinggi dan pasir alam
yang digunakan umumnya haruslah pasir kasar (di lapangan disebut pasir cor, bukan pasir
plesteran atau pasir urug).
Terdapat beberapa jenis pasir yang dapat digunakan untuk beton semen.
1. Pasir Sungai
2. Pasir Gunung
3. Pasir Buatan
Pasir yang diperoleh dari pengayakan batu pecah mesin lolos No.4
Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir yang
dianggap tertahan No.4 atau ¼“.
Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan atau berangkal.
Agregat untuk pekerjaan beton harus terdiri dari partikel yang bersih, keras, kuat yang diperoleh
dengan pemecahan batu (rock) atau berangkal (boulder), atau dari pengayakan dan pencucian
(jika perlu) dari kerikil dan pasir sungai.
Terdapat 8 jenis Semen Portland berikut ini :
1. Tipe I : jika sifat-sifat khusus yang disebutkan tipe lainnya tidak diperlukan.
2. Tipe IA : sama dengan tipe I, jika air entraining diperlukan.
3. Tipe II : jika ketahanan sedang terhadap sulfat dan hidrasi panas diperlukan.
4. Tipe IIA : sama seperti tipe II, jika air entraining diperlukan.
5. Tipe III : jika kekuatan yang tinggi diperlukan
6. Tipe IIIA : sama seperti tipe III, jika air entraining diperlukan.
7. Tipe IV : jika hidrasi panas rendah diperlukan
8. Tipe V : jika ketahanan tinggi terhadap sulfat diperlukan
Air yang digunakan dalam campuran, dalam perawatan, atau pemakaian lainnya harus bersih,
dan bebas dari bahan yang merugikan seperti minyak, garam, asam, basa, gula atau organik.
Air akan diuji sesuai dengan; dan harus memenuhi ketentuan dalam AASHTO T26.
Air yang diketahui dapat diminum dapat digunakan tanpa pengujian.
Baja tulangan terdiri dari :
1. Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32
2. Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24
Terdapat beberapa macam bahan additive untuk beton, antara lain :
1. Retarder : bahan untuk memperlambat setting time.
Bahan ini digunakan jika jarak antara pusat pencampuran beton (batch plant) dan lokasi
pengecoran cukup jauh sehingga dikhawatirkan setting timenya terlampaui.
diandalkan dan yang dipelihara dengan baik. Langkah-langkah pengamanan yang ketat
harus diambil pada waktu operasi penegangan. Dongkrak (jack) harus sesuai untuk sistem
angker yang digunakan, dipasang secara sentris (centrally) di atas garis penarikan
(tensioning) dan ditempatkan tepat pada pengangkeran, serta beroperasi dalam batas
kapasitas yang ditentukan.
Kriteria perencanaan perancah dan acuan mencakup:
1. Pembebanan
2. Tegangan Lateral Beton
3. Beban Horisontal
4. Beban Istimewa
5. Penyangga
6. Pondasi Acuan
7. Penurunan
Pemillhan jenis material yang sesuai untuk perancah dan acuan harus didasarkan pada
pertimbangan biaya, keamanan. kerja dan kualitas hasil kerja yang tinggi disamping
pertimbangan-pertimbangan lainnya. seperti skala proyek, tipe jembatan, lokasi proyek dan
kemampuan/keahlian kontraktor.
DAFTAR PUSTAKA
4. Lin, T.Y., Design of Prestressed Concrete Structures, John Wiley & Sons,
Inc., New York, 1963.
8. Zetlin, Lev, and Griff, Donald, Concrete Design and Construction, Section 8
of Standard Handbook for Civil Engineers by Frederick S. Merrit, McGraw-Hill
Book Company, New York, 1976
LAMPIRAN 1
Cara Pengujian Standar untuk
Slump dari Beton Semen Portland
1 LINGKUP
1.1 Cara ini meliputi penentuan slump dan beton, baik di laboratorium maupun di
lapangan.
CATATAN 1 - Cara ini dianggap dapat diterapkan pada beton plastis yang
mempunyai agregat kasar sampai ukuran 1 ½”. (38 mm). Jika agregat kasar
lebih besar daripada 1 ½” cara ini dapat diterapkan pada bagian (fraction)
beton yang melewati saringan 1 ½” dengan memindahkan agregat yang lebih
besar itu. Sesuai dengan Section 4 dari T141 "Pengambilan Contoh Beton
Baru". Cara ini tidak dapat diterapkan pada beton yang non-plastis dan non-
kohesif.
CATATAN 2 - Nilai-nilai yang dinyatakan dalam satuan U.S. yang biasa dipakai
harus dianggap sebagai standar. Ekivalen dari satuan U.S. yang dinyatakan
dalam satuan metrik mungkin hanya merupakan pendekatan saja.
2 PERALATAN
2.1 Cetakan - Benda uji akan dibentuk di dalam cetakan yang terbuat dari logam
yang tidak mudah dilekati pasta semen. Logam yang dipakai tidak lebih tipis
daripada alat pengukur No.16 (BWG) dan bila dibentuk dengan proses
perputaran, tidak terdapat tebal cetakan kurang dari 0,045in. (1,14 mm).
Cetakan berbentuk kerucut terpancung dengan diameter alas 8in. (203 mm),
diameter atas 4in. (102 mm) dan ketinggian 12in. (305 mm). Diameter serta
ketinggian individu masih harus di dalam batas ± 1/8in. (3,2 mm) dari ukuran
yang ditentukan. Alas dan atas harus terbuka serta sejajar satu sama lain, dan
tegak lurus terhadap sumbu kerucut. Cetakan mempunyai pelat bawah dan
pegangan serupa dengan Gambar 1. Cetakan dapat dibuat dengan atau tanpa
sambungan. Bila sambungan diperlukan, sambungan tersebut pada prinsipnya
harus menyerupai yang terdapat pada Gambar 1 . Bagian dalam cetakan harus
relatif halus serta bebas dari tonjolan misalnya tonjolan paku keling. Cetakan
harus bebas dari bengkokan/goresan. Selain dari cetakan yang terlihat pada
gambar, dapat dipergunakan cetakan yang menjepit pada pelat dasar yang
bersifat tidak menyerap (non-absorbent) dengan syarat susunan penjepitan
sedemikian rupa sehingga dapat dilepas tanpa bergeraknya cetakan.
2.2 Batang Penusuk/Penumbuk - Batang penusuk/penumbuk berbentuk batang
lurus, bulat berdiameter kira-kira 5/8 in. (16 mm) serta panjang sekitar 24 in.
(600 mm), dengan ujung dibulatkan hingga sebuah pucuk bulat berdiameter 5/8
in.
3 CONTOH
3.1 Contoh beton untuk dibuat benda uji harus dapat mewakili seluruh batch.
Pengambilan contoh sesuai dengan T141.
4. PROSEDUR
4.1 Basahkan cetakan dan letalkn pada permukaan datar lembab, tidak
menyerap (kaku). Pada waktu pengisian cetakan akan ditahan ditempat oleh
seorang operator yang berdiri di atas pelat bawah. Dan contoh beton yang
diperoleh sesuai dengan Section 3, cetakan langsung diisi menurut 3 lapisan,
masing-masing sekitar sepertiga volume cetakan.
CATATAN 3 - Sepertiga dari volume cetakan slump akan mencapai
kedataman 25 in. (6? mm), sedang dua pertiga volume cetakan mencapai 6
1/2" (155 mm).
4.2 Tiap lapis ditusuk dengan 25 tusukan batang. Distribusikan tusukan secara
merata pada seluruh penampang lapisan. Untuk lapisan bawah, hal ini
memerlukan pemiringan batang dan membuat kira-kira separuh tusukan
sekitar keliling dasar, dilanjutkan dengan membuat tusukan vertikal menurut
arah spiral yang secara bertahap menuju pusat. Tusukan lapis bawah hingga
ketebalan penuh. Tusukan lapis kedua dan lapis atas masing-masing sampai
ketebalan penuh, sehingga menembus sedikit ke lapisan dibawahnya.
4.3 Pada waktu mengisi dan menusuk lapisan atas, tumpuklah beton diatas
cetakan sebelum penusukan dimulai. Jika operasi penusukan menghasilkan
penurunan beton dibawah pinggiran atas cetakan, tambahkan beton sehingga
terdapat bisa beton diatas. Setelah lapisan atas ditumbuk, ratakan
permukaan atas beton dengan cara screeding dan pergulingan dari batang.
Alihkan cetakan segera dari beton dengan mengangkatnya secara hati-hati
dalam arah vertikal. Angkat cetakan sejarak 12 in. (300 mm) dalam 5 ± 2 s
dengan angkatan keatas yang tetap tanpa gerakan kesamping atas berputar.
Lakukan seluruh percobaan dengan lengkap dari awal pengisian cetakan
hingga pengangkatannya tanpa berhenti, dan selesaikan dalam waktu 2 1/2
menit.
4.4 Ukurlah slump dengan segera dengan menentukan perbedaan tinggi antara
puncak cetakan dengan puncak dan permukaan benda uji yang turun. Jika
terdapat penurunan besar atau pergeseran beton dari satu sisi atau bagian
dari massa (Catatan 4), abaikan percobaan ini dan buat percobaan lain pada
bagian lain contoh.
5 LAPORAN
5.1 Pencatatan slump dalam inci (milimeter) terhadap penyusutan benda uji yang
terdekat pada 1/4 inci (6mm) selama pencatatan sebagai berikut:
6 PRESISI
6.1 Data akan dikumpulkan dan dikembangkan sehingga akan sesuai untuk
penggunaan pengembangan catatan presisi dengan metode ini.
Ekivalen Meter .
in 1/16 1/8 1/2 1 1½ 3 3 1/8 4 8 12
mm 1.6 3.2 12.7 25.4 38.1 76.2 79.4 102 203 305
Proporsi bahan dan berat penakaran harus ditentukan dengan menggunakan metode yang
disyaratkan dalam PBI dan sesuai dengan batas-batas yang diberikan dalam Tabel 2.3.1.
Mutu Ukuran agregat maks. Rasio Air / Semen maks. Kadar semen min.
Beton ( mm ) ( terhadap berat ) ( kg/m3 dari campuran )
Kontraktor harus menentukan proporsi campuran serta bahan yang diusulkan dengan membuat
dan menguji campuran percobaan, dengan disaksikan oleh Direksi Pekerjaan, yang
menggunakan jenis instalasi dan peralatan yang sama seperti yang akan digunakan untuk
pekerjaan.
Campuran percobaan tersebut dapat diterima asalkan memenuhi ketentuan sifat-sifat
campuran yang disyaratkan dalam Butir Nomer 2.3.3.
Seluruh beton yang digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi kuat tekan dan slump
yang dibutuhkan seperti yang disyaratkan dalam Tabel 2.3.3, atau yang disetujui oleh
Direksi Pekerjaan.
Beton yang tidak memenuhi ketentuan slump umumnya tidak boleh digunakan pada
pekerjaan, terkecuali bila Direksi Pekerjaan dalam beberapa hal menyetujui
penggunaannya dalam kuantitas kecil untuk bagian tertentu dengan pembebanan ringan.
Kelecakan (workability) dan tekstur campuran harus sedemikian rupa sehingga beton dapat
dicor pada pekerjaan tanpa membentuk rongga atau celah atau gelembung udara atau
gelembung air, dan sedemikian rupa sehingga pada saat pembongkaran acuan diperoleh
permukaan yang rata, halus dan padat.
Bilamana pengujian beton berumur 7 hari menghasilkan kuat beton di bawah kekuatan
yang disyaratkan dalam Tabel 2.3.3, maka Kontraktor tidak diperkenankan mengecor beton
lebih lanjut sampai penyebab dari hasil yang rendah tersebut dapat diketahui dengan pasti
dan sampai telah diambil tindakan-tindakan yang menjamin bahwa produksi beton
memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Kuat tekan beton berumur 28 hari yang tidak
memenuhi ketentuan yang disyaratkan harus tidak diterima dan pekerjaan tersebut harus
diperbaiki. Kekuatan beton dianggap lebih kecil dari yang disyaratkan bilamana hasil
pengujian serangkaian benda uji dari suatu bagian pekerjaan yang dipertanyakan lebih
kecil dari kuat tekan karakteristik yang diperoleh dari rumus yang diuraikan dalam Butir
Nomer 2.6.2.c.
Direksi Pekerjaan dapat pula menghentikan pekerjaan dan/atau memerintahkan Kontraktor
mengambil tindakan perbaikan untuk meningkatkan mutu campuran atas dasar hasil
pengujian kuat tekan beton berumur 3 hari. Dalam keadaan demikian, Kontraktor harus
segera menghentikan pengecoran beton yang dipertanyakan tetapi dapat memilih
menunggu sampai hasil pengujian kuat tekan beton berumur 7 hari diperoleh, sebelum
menerapkan tindakan perbaikan, pada waktu tersebut Direksi Pekerjaan akan menelaah
kedua hasil pengujian yang berumur 3 hari dan 7 hari, dan dapat segera memerintahkan
tindakan perbaikan yang dipandang perlu.
Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi ketentuan dapat mencakup
pembongkaran dan penggantian seluruh beton tidak boleh berdasarkan pada hasil
pengujian kuat tekan beton berumur 3 hari saja, terkecuali bila Kontraktor dan Direksi
Pekerjaan keduanya sepakat dengan perbaikan tersebut.
2.3.6. Pencampuran
Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis dari jenis dan ukuran
yang disetujui sehingga dapat menjamin distribusi yang merata dari seluruh bahan.
Pencampur harus dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat ukur yang akurat
untuk mengukur dan mengendalikan jumlah air yang digunakan dalam setiap penakaran.
Pertama-tama alat pencampur harus diisi dengan agregat dan semen yang telah ditakar,
dan selanjutnya alat pencampur dijalankan sebelum air ditambahkan.
Waktu pencampuran harus diukur pada saat air mulai dimasukkan ke dalam campuran
bahan kering. Seluruh air yang diperlukan harus dimasukkan sebelum waktu pencampuran
telah berlangsung seperempat bagian. Waktu pencampuran untuk mesin berkapasitas ¾
m3 atau kurang harus 1,5 menit; untuk mesin yang lebih besar waktu harus ditingkatkan 15
detik untuk tiap penambahan 0,5 m3.
Bila tidak memungkinkan penggunaan mesin pencampur, Direksi Pekerjaan dapat
menyetujui pencampuran beton dengan cara manual, sedekat mungkin dengan tempat
pengecoran. Penggunaan pencampuran beton dengan cara manual harus dibatasi pada
beton non-struktural.
Kontraktor harus membongkar struktur lama yang akan diganti (jika ada) dengan beton
yang baru atau yang harus dibongkar untuk dapat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan
beton yang baru.
Kontraktor harus menggali atau menimbun kembali pondasi atau formasi untuk pekerjaan
beton sesuai dengan garis yang ditunjukkan dalam Gambar atau sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, dan harus membersihkan dan menggaru tempat di
sekeliling pekerjaan beton yang cukup luas sehingga dapat menjamin dicapainya seluruh
sudut pekerjaan. Jalan kerja yang stabil juga harus disediakan jika diperlukan untuk
menjamin bahwa seluruh sudut pekerjaan dapat diperiksa dengan mudah dan aman.
Seluruh telapak pondasi, pondasi dan galian untuk pekerjaan beton harus dijaga agar
senantiasa kering dan beton tidak boleh dicor di atas tanah yang berlumpur atau
bersampah atau di dalam air. Atas persetujuan Direksi beton dapat dicor di dalam air
dengan cara dan peralatan khusus untuk menutup kebocoran seperti pada dasar sumuran
atau cofferdam.
Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan benda lain yang harus
dimasukkan ke dalam beton (seperti pipa atau selongsong) harus sudah dipasang dan
diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat pengecoran.
Direksi Pekerjaan akan memeriksa seluruh galian yang disiapkan untuk pondasi sebelum
menyetujui pemasangan acuan atau baja tulangan atau pengecoran beton dan dapat
meminta Kontraktor untuk melaksanakan pengujian penetrasi ke dalaman tanah keras,
pengujian kepadatan atau penyelidikan lainnya untuk memastikan cukup tidaknya daya
dukung dari tanah di bawah pondasi.
Bilamana dijumpai kondisi tanah dasar pondasi yang tidak memenuhi ketentuan, Kontraktor
dapat diperintahkan untuk mengubah dimensi atau ke dalaman dari pondasi dan/atau
menggali dan mengganti bahan di tempat yang lunak, memadatkan tanah pondasi atau
melakukan tindakan stabilisasi lainnya sebagai-mana yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan.
2.4.2. Acuan
Acuan dari tanah, bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan, harus dibentuk dari galian,
dan sisi-sisi samping serta dasarnya harus dipangkas secara manual sesuai dimensi yang
diperlukan. Seluruh kotoran tanah yang lepas harus dibuang sebelum pengecoran beton.
Acuan yang dibuat dapat dari kayu atau baja dengan sambungan yang kedap dan kaku
untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama pengecoran, pemadatan dan
perawatan.
Kayu yang tidak diserut permukaannya dapat digunakan untuk permukaan akhir struktur
yang tidak terekspos, tetapi kayu yang diserut dengan tebal yang merata harus digunakan
untuk permukaan beton yang terekspos. Seluruh sudut-sudut tajam acuan harus
dibulatkan.
Acuan harus dibuat sedemikian sehingga dapat dibongkar tanpa merusak beton.
2.4.3. Pengecoran
a. Kontraktor harus memberitahukan Direksi Pekerjaan secara tertulis paling sedikit 24 jam
sebelum memulai pengecoran beton, atau meneruskan pengecoran beton bilamana
pengecoran beton telah ditunda lebih dari 24 jam. Pemberitahuan harus meliputi lokasi,
kondisi pekerjaan, mutu beton dan tanggal serta waktu pencampuran beton.
Direksi Pekerjaan akan memberi tanda terima atas pemberitahuan tersebut dan akan
memeriksa acuan, dan tulangan dan dapat mengeluarkan persetujuan tertulis maupun
tidak untuk memulai pelaksanaan pekerjaan seperti yang direncanakan. Kontraktor tidak
boleh melaksanakan pengecoran beton tanpa persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan.
b. Tidak bertentangan dengan diterbitkannya suatu persetujuan untuk memulai pengecoran,
pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan bilamana Direksi Pekerjaan atau wakilnya tidak
hadir untuk menyaksikan operasi pencampuran dan pengecoran secara keseluruhan.
c. Segera sebelum pengecoran beton dimulai, acuan harus dibasahi dengan air atau diolesi
minyak di sisi dalamnya dengan minyak yang tidak meninggalkan bekas.
d. Tidak ada campuran beton yang boleh digunakan bilamana beton tidak dicor sampai posisi
akhir dalam cetakan dalam waktu 1 jam setelah pencampuran, atau dalam waktu yang
lebih pendek sebagaimana yang dapat diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan berdasarkan
pengamatan karakteristik waktu pengerasan (setting time) semen yang digunakan, kecuali
diberikan bahan tambah (aditif) untuk memperlambat proses pengerasan (retarder) yang
disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
e. Pengecoran beton harus dilanjutkan tanpa berhenti sampai dengan sambungan konstruksi
(construction joint) yang telah disetujui sebelumnya atau sampai pekerjaan selesai.
f. Beton harus dicor sedemikian rupa hingga terhindar dari segregasi partikel kasar dan halus
dari campuran. Beton harus dicor dalam cetakan sedekat mungkin dengan yang dapat
dicapai pada posisi akhir beton untuk mencegah pengaliran yang tidak boleh melampaui 1
m dari tempat awal pengecoran.
g. Bilamana beton dicor ke dalam acuan struktur yang memiliki bentuk yang rumit dan
penulangan yang rapat, maka beton harus dicor dalam lapisan-lapisan horisontal dengan
tebal tidak melampuai 15 cm. Untuk dinding beton, tinggi pengecoran dapat 30 cm
menerus sepanjang seluruh keliling struktur.
h. Beton tidak boleh jatuh bebas ke dalam cetakan dengan ketinggian lebih dari 150 cm.
Beton tidak boleh dicor langsung dalam air.
Bilamana beton dicor di dalam air dan pemompaan tidak dapat dilakukan dalam waktu
48 jam setelah pengecoran, maka beton harus dicor dengan metode Tremi atau metode
Drop-bottom-bucket, dimana bentuk dan jenis yang khusus digunakan untuk tujuan ini
harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.
Tremi harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup sehingga memungkinkan
pengaliran beton. Tremi harus selalu diisi penuh selama pengecoran. Bilamana aliran
beton terhambat maka Tremi harus ditarik sedikit dan diisi penuh terlebih dahulu
sebelum pengecoran dilanjutkan.
Baik Tremi atau Drop-Bottom-Buckret harus mengalirkan campuran beton di bawah
permukaan beton yang telah dicor sebelumnya.
i. Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga campuran beton
yang telah dicor masih plastis sehingga dapat menyatu dengan campuran beton yang baru.
j. Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton yang akan dicor, harus
terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang lepas dan rapuh dan telah
disiram dengan air hingga jenuh. Sesaat sebelum pengecoran beton baru ini, bidang-
bidang kontak beton lama harus disapu dengan adukan semen dengan campuran yang
sesuai dengan betonnya.
k. Air tidak boleh dialirkan di atas atau dinaikkan ke permukaan pekerjaan beton dalam waktu
24 jam setelah pengecoran.
Jadwal pengecoran beton yang berkaitan harus disiapkan untuk setiap jenis struktur yang
diusulkan dan Direksi Pekerjaan harus menyetujui lokasi sambungan konstruksi pada
jadwal tersebut, atau sambungan konstruksi tersebut harus diletakkan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar. Sambungan konstruksi tidak boleh ditempatkan pada
pertemuan elemen-elemen struktur terkecuali disyaratkan demikian.
Sambungan konstruksi pada tembok sayap harus dihindari. Semua sambungan konstruksi
harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan pada umumnya harus diletakkan pada
titik dengan gaya geser minimum.
Bilamana sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan harus menerus melewati
sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur tetap monolit.
Lidah alur harus disediakan pada sambungan konstruksi dengan kedalaman paling sedikit
4 cm untuk dinding, pelat dan antara telapak pondasi dan dinding. Untuk pelat yang terletak
di atas permukaan, sambungan konstruksi harus diletakkan sedemikian sehingga pelat-
pelat mempunyai luas tidak melampaui 40 m2, dengan dimensi yang lebih besar tidak
melampaui 1,2 kali dimensi yang lebih kecil.
Kontraktor harus menyediakan pekerja dan bahan tambahan sebagaimana yang
diperlukan untuk membuat sambungan konstruksi tambahan bilamana pekerjaan terpaksa
mendadak harus dihentikan akibat hujan atau terhentinya pemasokan beton atau
penghentian pekerjaan oleh Direksi Pekerjaan.
Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, bahan tambah (aditif) dapat digunakan untuk
pelekatan pada sambungan konstruksi, cara pengerjaannya harus sesuai petunjuk pabrik
pembuatnya.
Pada air asin atau mengandung garam, sambungan konstruksi tidak diperkenankan pada
tempat-tempat 75 cm di bawah muka air terendah atau 75 cm di atas muka air tertinggi
kecuali ditentukan lain dalam Gambar.
2.4.5. Konsolidasi
Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau dari luar yang telah
disetujui. Bilamana diperlukan, dan bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan, penggetaran
harus disertai penusukan secara manual dengan alat yang cocok untuk menjamin
pemadatan yang tepat dan memadai. Penggetar tidak boleh digunakan untuk
memindahkan campuran beton dari satu titik ke titik lain di dalam cetakan.
Harus dilakukan tindakan hati-hati pada waktu pemadatan untuk menentukan bahwa
semua sudut dan di antara dan sekitar besi tulangan benar-benar diisi tanpa pemindahan
kerangka penulangan, dan setiap rongga udara dan gelembung udara terisi.
Penggetar harus dibatasi waktu penggunaannya, sehingga menghasilkan pemadatan yang
diperlukan tanpa menyebabkan terjadinya segregasi pada agregat.
Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya 5000
putaran per menit dengan berat efektif 0,25 kg, dan boleh diletakkan di atas acuan supaya
dapat menghasilkan getaran yang merata.
Alat penggetar mekanis yang digerakkan dari dalam harus dari jenis pulsating (berdenyut)
dan harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya 5000 putaran per menit apabila
digunakan pada beton yang mempunyai slump 2,5 cm atau kurang, dengan radius daerah
penggetaran tidak kurang dari 45 cm.
Setiap alat penggetar mekanis dari dalam harus dimasukkan ke dalam beton basah secara
vertikal sedemikian hingga dapat melakukan penetrasi sampai ke dasar beton yang baru
dicor, dan menghasilkan kepadatan pada seluruh kedalaman pada bagian tersebut. Alat
penggetar kemudian harus ditarik pelan-pelan dan dimasukkan kembali pada posisi lain
tidak lebih dari 45 cm jaraknya. Alat penggetar tidak boleh berada pada suatu titik lebih dari
30 detik, serta tidak boleh menyentuh tulangan beton.
Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari dalam diberikan dalam tabel berikut :
4 2
8 3
12 4
16 5
20 6
Acuan tidak boleh dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang tipis dan struktur
yang sejenis lebih awal 30 jam setelah pengecoran beton. Cetakan yang ditopang oleh
perancah di bawah pelat, balok, gelegar, atau struktur busur, tidak boleh dibongkar hingga
pengujian menunjukkan bahwa paling sedikit 85 % dari kekuatan rancangan beton telah
dicapai.
Untuk memungkinkan pengerjaan akhir, acuan yang digunakan untuk pekerjaan ornamen,
sandaran (railing), dinding pemisah (parapet), dan permukaan vertikal yang terekspos
harus dibongkar dalam waktu paling sedikit 9 jam setelah pengecoran dan tidak lebih dari
30 jam, tergantung pada keadaan cuaca.
Permukaan yang terekspos harus diselesaikan dengan pekerjaan akhir berikut ini, atau seperti
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan :
Bagian atas pelat, kerb, permukaan trotoar, dan permukaan horisontal lainnya
sebagaimana yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus digaru dengan mistar bersudut
untuk memberikan bentuk serta ketinggian yang diperlukan segera setelah pengecoran
beton dan harus diselesaikan secara manual sampai halus dan rata dengan
menggerakkan perata kayu secara memanjang dan melintang, atau dengan cara lain yang
cocok, sebelum beton mulai mengeras.
Perataan permukaan horisontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk trotoar, harus sedikit
kasar tetapi merata dengan penyapuan, atau cara lain sebagaimana yang diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan, sebelum beton mulai mengeras.
Permukaan bukan horisontal yang nampak, yang telah ditambal atau yang masih belum
rata harus digosok dengan batu gurinda yang agak kasar (medium), dengan menempatkan
sedikit adukan semen pada permukaannya. Adukan harus terdiri dari semen dan pasir
halus yang dicampur sesuai dengan proporsi yang digunakan untuk pengerjaan akhir
beton. Penggosokan harus dilaksanakan sampai seluruh tanda bekas acuan, ketidak-
rataan, tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta diperoleh permukaan yang rata.
Pasta yang dihasilkan dari penggosokan ini harus dibiarkan tertinggal di tempat.
Segera setelah pengecoran, beton harus dilindungi dari pengeringan dini, temperatur yang
terlalu panas, dan gangguan mekanis. Beton harus dijaga agar kehilangan kadar air yang
terjadi seminimal mungkin dan diperoleh temperatur yang relatif tetap dalam waktu yang
ditentukan untuk menjamin hidrasi yang sebagaimana mestinya pada semen dan
pengerasan beton.
Beton harus dirawat, sesegera mungkin setelah beton mulai mengeras, dengan
menyelimutinya dengan bahan yang dapat menyerap air. Lembaran bahan penyerap air ini
harus dibuat jenuh dalam waktu paling sedikit 3 hari. Semua bahan perawat atau lembaran
bahan penyerap air harus dibebani atau diikat ke bawah untuk mencegah permukaan yang
terekspos dari aliran udara.
Bilamana digunakan acuan kayu, acuan tersebut harus dipertahankan basah pada setiap
saat sampai dibongkar, untuk mencegah terbukanya sambungan-sambungan dan
pengeringan beton. Lalu-lintas tidak boleh diperkenankan melewati permukaan beton
dalam 7 hari setelah beton dicor.
Lantai beton sebagai lapis aus harus dirawat setelah permukaannya mulai mengeras
dengan cara ditutup oleh lapisan pasir lembab setebal 5 cm paling sedikit selama 21 hari.
Beton yang dibuat dengan semen yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi atau
beton yang dibuat dengan semen biasa yang ditambah bahan tambah (aditif), harus
dibasahi sampai kekuatanya mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton berumur 28
hari.
a. Beton dirawat dengan uap untuk maksud mendapatkan kekuatan yang tinggi pada
permulaannya. Bahan tambah (aditif) tidak diperkenankan untuk dipakai dalam hal ini
kecuali atas persetujuan Direksi Pekerjaan.
b. Perawatan dengan uap harus dikerjakan secara menerus sampai waktu dimana beton
telah mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton berumur 28 hari. Perawatan
dengan uap untuk beton harus mengikuti ketentuan di bawah ini :
Tekanan uap pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi tekanan
di luar.
Temperatur pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi 38 0C
selama sampai 2 jam sesudah pengecoran selesai, dan kemudian temperatur
dinaikkan berangsur-angsur sehingga mencapai 65 0C dengan kenaikan temperatur
maksimum 14 0C / jam secara bersama-sama.
Beda temperatur yang diukur di antara dua tempat di dalam ruang uap tidak boleh
melampaui 5,5 0C.
Penurunan temperatur selama pendinginan tidak boleh lebih dari 11 0C per jam.
Temperatur beton pada saat dikeluarkan dari penguapan tidak boleh 11 0C lebih
tinggi dari temperatur udara di luar.
Setiap saat selama perawatan dengan uap, di dalam ruangan harus selalu jenuh
dengan uap air.
Semua bagian struktural yang mendapat perawatan dengan uap harus dibasahi
selama 4 hari sesudah selesai perawatan uap tersebut.
c. Kontraktor harus membuktikan bahwa peralatannya bekerja dengan baik dan temperatur
di dalam ruangan perawatan dapat diatur sesuai dengan ketentuan dan tidak tergantung
dari cuaca luar.
d. Pipa uap harus ditempatkan sedemikian atau balok harus dilindungi secukupnya agar
beton tidak terkena langsung semburan uap, yang akan menyebabkan perbedaan
temperatur pada bagian-bagian beton.
Satu pengujian slump atau lebih sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan,
harus dilaksanakan pada setiap takaran beton yang dihasilkan, dan pengujian harus dianggap
belum dikerjakan terkecuali disaksikan oleh Direksi Pekerjaan atau wakilnya.
a. Kontraktor harus melaksanakan tidak kurang dari 1 pengujian kuat tekan untuk setiap 60
m3 beton yang dicor dan dalam segala hal tidak kurang dari 1 pengujian untuk setiap
mutu beton dan untuk setiap jenis komponen struktur yang dicor terpisah pada tiap hari
pengecoran. Setiap pengujian minimum harus mencakup 4 benda uji, yang pertama
harus diuji pembebanan kuat tekan sesudah 3 hari, yang kedua sesudah 7 hari, yang
ketiga sesudah 14 hari dan yang keempat sesudah 28 hari.
b. Bilamana kuantitas total suatu mutu beton dalam kontrak melebihi 40 m3 dan frekuensi
pengujian yang ditetapkan pada butir (a) di atas hanya menyediakan kurang dari 5
pengujian untuk suatu mutu beton tertentu, maka pengujian harus dilaksanakan dengan
mengambil contoh paling sedikit 5 buah dari takaran yang dipilih secara acak (random).
c. Kuat tekan karakteristik beton (bk) diperoleh dengan rumus berikut ini :
bk = bm - K.S
n
i
i1
bm adalah kuat tekan rata-rata.
n
n
i bm 2
i1
S adalah standar deviasi
n 1
d. Pada pengujian kuat tekan beton tidak boleh lebih dari 1 harga diantara 20 harga (5 %)
hasil pengujian, terjadi kurang dari ’bk
e. Tidak boleh satupun harga pengujian kuat tekan beton rata-rata dari 4 sampel kubus
berturut-turut kurang dari ’bm,4 (’bk + 0.8225 S)
f. Setelah diperoleh 20 hasil pengujian kuat tekan (misalnya 4 sampel kelompok pertama
hingga 4 sampel kelompok kelima) dan dihitung harga rata-rata bm dan standar deviasi
S maka harus dipenuhi :
g. Dalam hal pengendalian di lapangan pengujian kuat tekan dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil (misal 4 sampel dari 5 kelompok) dengan menggunakan grafik
kontrol (control chart) yang terdiri dari garis terendah hingga garis tertinggi berturut-turut
adalah garis batas spesifikasi, batas kontrol dan garis tengah.
Batas spesifikasi adalah garis yang menunjukkan kuat tekan karaketeristik yang
dipersyaratkan.
Batas kontrol adalah kuat tekan karakteristik dalam kelompok (’bk,n = ’bk + K.S)
Garis tengah adalah garis yang menunjukkan kuat tekan rata-rata.
’bm
0,8225 S
’bm,n ’bk, n Batas Kontrol
0,8225 S
’bk Batas Spesifikasi
1 2 3 4 5
Kelompok
h. Apabila hasil pengujian kuat tekan rata-rata kelompok ’bm,n < ’bk,n (sekali) maka
kontraktor harus melakukan upaya untuk memperbaiki mutu beton, bila hasil pengujian
kuat tekan kelompok rata-rata berikutnya ’bm,n < ’bk,n (kedua kali) maka berarti
kontraktor tidak mampu mencapai ’bk yang dipersyaratkan, dan pekerjaan beton yang
sudah dilakukan harus ditolak.
Kontraktor harus melaksanakan pengujian tambahan yang diperlukan untuk menentukan mutu
bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan. Pengujian tambahan tersebut meliputi :
Pengujian yang tidak merusak menggunakan sclerometer atau perangkat penguji lainnya.
Pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan.
Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton.
Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan oleh Direksi Pekerjaan.
LAMPIRAN 2