Anda di halaman 1dari 24

“MAKALAH KELOMPOK III”

KONFLIK PALESTINA – ISRAEL DALAM PERSPEKTIF


HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG

2021-2022
Mata Kuliah : Hukum Internasional
Dosen Pengampu : Serena Ghean Niagara, S.H., M.H.
Disusun Oleh ;

Fadilla Widiazana K.F. ( 201010200062 )


Jumarni ( 201010200036 )
Demen Saputra F ( 201010200034 )
Murdani ( 201010200075 )
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami Kelompok 3 dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Kami juga bersyukur atas berkat rezeki dan Kesehatan yang di
berikan kepada kami, sehingga kami dapat mengumpulkan bahan-bahan materi
makalah ini dari beberapa sumber yang berjudul “KONFLIK PALESTINA –
ISRAEL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL”
Tugas makalah ini yang berjudul “KONFLIK PALESTINA – ISRAEL
DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL”
disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pada mata kuliah
Hukum Adat di universitas pamulang.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu dosen Pengampu Serena
Ghean Niagara, S.H.,M.H. selaku pengampu mata kuliah Hukum Internasional
yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat memahami isi materi
tersebut. Semoga dengan keberadaan materi ini bisa dijadikan sebagai bahan
menambah wawasan bagi kami dan para pembaca nantinya. Kami telah berusaha
semampu kami untuk mengumpulkan berbagai macam bahan tentang Hukum
Internasional Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari
sempurna, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. oleh karena itu
kami mohon bantuan dari para pembaca. Demikianlah makalah ini kami buat,
apabila ada kesalahan dalam penulisan, kami Kelompok 3 Mohon maaf yang
Sebesar-besarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terimakasih.

2|Page
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : Pendahuluan 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5

BAB II : Pembahasan 6
A. Sejarah singkat Konflik Palestina dan Israel 6
B. Kedudukan Hukum Palestina dan Israel 10
C. Penegakan Hukum Internasional Terhadap Palestina
dan Israel 10
D. Pelanggaran Hukum Internasional Israel 11
E. Pelanggaran HAM Oleh Israel 13
1. Pelanggaran HAM Agresi Israel Terhadap 13
Palestina 13
2. Resolusi Terhadap Pelanggaran HAM Israel 15
F. Upaya Penyelesaian Konflik Terhadap 17
Hukum Internasional 17

BAB III : Penutup 24


A. Kesimpulan 24
B. Saran 24

DAFTAR PUSTAKA

3|Page
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Dalam sejarah panjang perkembangan peradaban manusia yang


berhubungan dengan konflik-konflik diawali adanya seengketa antar negara
sebagian besar selalu meningkat pada sengketa berkepanjangan dan upaya
penyelesaiaan dengan cara kekerasan (violence /armed conflict/ war). Salah satu
konflik berkepanjangan yang tak kunjung usai adalah konflik antara Israel dan
Palestina, meski apabila kita cermati, berbicara mengenai Timur Tengah dan
konflik tidak hanya akan menyangkut permasalahan Israel dan Palestina
karena dalam sejarahnya Timur Tengah memang salah satu wilayah yang
paling sering dihadapkan pada konflik antar negara. Terdapat sederet panjang
sengketa internasional yang melibatkan pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) dalam upaya penyelesaiannya.

Konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel merupakan salah satu


sengketa yang cukup panjang apabila kita menghitung waktu maupun upaya
yang telah dilakukan untuk menyelesaikan sengketa ini, yang belakangan ini
kembali memanas cukup menarik perhatian kita. Hal ini jelas memicu kembali
ketegangan tidak hanya di kalangan negara-negara Timur Tengah tetapi juga
ikut menarik perhatian dari dunia. Dalam konflik antara Israel dan Palestina
telah beberapa kali dilakukan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang
terjadi antara kedua pihak yang sama-sama menyatakan dirinya sebagai
negara merdeka dan berhak atas wilayah yang menjadi pokok sengketa antara
kedua pihak. Meski telah berkali-kali dilakukan upaya perdamaian sampai pada
tingkat perjanjian Internasional yang telah dilakukan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) sehingga menghasilkan pembagian wilayah untuk kedua masing-
masing pihak yakni Israel dan Palestina, tetapi pada kenyataannya tidak
mampu secara langsung menyelesaikan permasalahan antara Israel dan
Palestina. Palestina dengan pasukan intifadanya dan Israel dengan kekuatan
bersenjata yang cukup kuat tetap saling menyerang dan bertahan satu sama
lain. Sementara solusi riil untuk menyelesaikan sengketa mencapai pedamaian
dunia tidak juga mampu menyelesaikan permasalah antar kedua bangsa.
Ditinjau dari segi pertanggung jawaban atas perjanjian internasional yang telah
dilanggar berkali-kali tentu harus dicermati kembali masalah yang mendasari.1

Hukum Internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas


berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan
sebagai perilaku dan hubungan antarnegara. Namun, dalam perkembangan

1
Dunia Hukum : Makalah Hukum Internasional SENGKETA PALESTINA DAN ISRAEL (enzifebrianti.blogspot.com)

4|Page
pola hubungan internasional yang semakin meluas, hukum internasional juga
mengurus struktur dan perilaku organisasi internasional, individu, dan
perusahaan multinasional.

Hukum internasional adalah hukum antarbangsa yang digunakan untuk


menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan
antar penguasa dan menunjukkan pada kompleks kaidah dan asas yang
mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa.

Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H.

Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur


hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan
negara, dan negara dengan subjek hukum lain yang bukan negara atau subjek
hukum bukan negara satu sama lain.2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat di identifikasi beberapa


permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah telah terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan hukum


Internasional di konflik Palestina dan Israel
2. Bagaimana penerapan hukum Internasional dalam konflik
bersenjata antara Palestina dan Israel
3. apakah terdapat Pelanggaran HAM yang menyebabkan Israel tidak
bertanggung jawab baik karena pembelaan diri atau alasan lain ?

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam Makalah ini yaitu :


1. Untuk mengkaji dan mengetahui apakah telah
terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan hukum Internasional dan
Ham di konflik Palestina dan Israel
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum Internasional
dalam kaitannya konflik bersenjata yang terjadi antara Palestina
dan Israel berdasarkan Hukum Internasional.

2
Hukum Internasional - Pengertian, Sumber, Asas & Contoh (dosenpendidikan.co.id)

5|Page
BAB II
Pembahasan

A. Sejarah Singkat Konflik Palestina dan Israel

Konflik antara Palestina dan Israel telah berlangsung lama sejak tahun
1947. Pada masa itu tepatnya pada bulan Mei, dilakukan pembagian wilayah
antara Israel dan Palestina yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Hasil dari pembagian wilayah adalah 54% dari wilayah diserahkan
untuk Israel sedangkan sisanya untuk Palestina yakni 46%. Apabila ditinjau
dari segi jumlah penduduk yang ada antara Israel dan Palestina, prosentase
masyarakat Israel yakni bangsa Yahudi hanya berkisar 31,5 % dari populasi
yang ada. Hal inilah yang menimbulkan reaksi balik dari rakyat Palestina yang
memperjuangkan kemerdekaan di tanah mereka sendiri.

Sementara bangsa Yahudi menganggap pembagian yang telah dilakukan itu


tidaklah cukup. Mereka menginginkan wilayah yang lebih luas. Sejak itulah
terror yang meluas terhadap rakyat Palestina. berlangsung. Pada tanggal 9
April 1948 dilancarkan pembantaian massal, serangan yang dilakukan milisi
Irqun dan sebanyak 259 penduduk tewas. Selanjutnya pada tanggal 14 Mei
1948 bangsa Yahudi mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai negara Israel.
Tanah yang menjadi sengketa antara kedua bangsa merupakan koloni dari
Inggris setelah perang dunia I. bangsa Yahudi menginginkan negrinya berdiri
sendiri diatas tanah tersebut sementara di tanah tersebut juga didiami bangsa
Palestina. Populasi bangsa Yahudi saat itu hanya 56.000 sedangkan Palestina
mencapai satu juta.

Sengketa ini terus berjalan seiring dengan tekanan yang dilakukan oleh
penguasa Israel. Tentara Israel melakukan penyerangan salah satunya adalah
Ramallah, di kawasan Tepi Barat , Palestina. Israel mengawali blokade di
Ramallah dengan mengirim anggota Batalion Egoz. Tentara Israel memburu
warga Palestina khususnya yang dianggap sebagai teroris Kondisi seperti itu
membuat warga dan petinggi pemerintah Palestina meradang. Apalagi respon
dunia khususnya Amerika Serikat sangat lambat. Bahkan hampir dapat
dikatakan tidak ada tindakan berarti untuk menyetop pendudukan di jantung
Palestina. Di kota itu, sejak tahun 1996, seiring ditariknya pasukan Israel
otoritas Palestina di bawah Arafat mengatur dan mengendalikan roda
pemerintahan layaknya sebuah negara. Kota ini dipilih sebelum ibu kota
definitive Palestina yaitu Yerussalem terwujud.Selain mengepung dan
menyerang kota Ramallah pasukan Israel juga melakukan serangan kilat ke
Tepi Barat. Hanya dalam waktu kurang dari tiga hari, Kota Jenin, Tulkarem,
Betlehem Qalqilya dan Nablus di Tepi Barat secara de facto berada dalam
kontrol Israel.
6|Page
Rakyat Palestina yang merasa terusir dari daerah yang mereka diami selama
ratusan tahun tidak tinggal diam saja. Mereka terus melancarkan perang
terhadap Israel sehingga muncullah perang yang terjadi antara tahun 1948,
1967 dan tahun 1971. Perjuangan rakyat Palestina untuk merebut kembali
wilayahnya bergabung dalam suatu organisasi yaitu PLO. September tahun
1982 terjadi pembantaian besar-besaran atas pengungsi Palestina di kamp
pengungsian Sabra dan Shatila yang menewaskan 2700 pengungsi hanya
dalam waktu 1 jam. Palestina sendiri akhirnya membentuk milisi yang dikenal
dengan Intifada.Perlawanan dari rakyat Palestina bergulir sejak tahun 1987.

Israel sendiri berusaha untuk meredam dengan upaya memberikan konsensi


pada perjan jian Oslo di tahun 1993 mengenai kesepakatan antara Israel
dan Palestina yang akan memberikan kesempatan kemerrdekan bagi bangsa
Palestina telah dilanggar pada tahun 1998. Harapan rakyat Palestina atas
kemerdekaannya dengan berdirinya Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza
dengan ibukota Yerusalem Timur ternyata mengalami kegagalan karena
perjanjian tersebut dianggar oleh Israel.Sebaliknya dengan perjanjian tersebut
semakin memperjelas kuatnya kontrol Israel atas daerah Tepi Barat dan Jalur
Gaza. Kebijakan apartheid yang membedakan waran dan bersifat sangat
diskriminatif diterapkan.

Israel sendiri telah menguasai perekonomian di daerah Tepi Barat baik tanah
maupun sumberdaya alamnya, dengan ditopang dengan kekuatan militer yang
berfungsi untuk terus mengawasi rakyat Palestina. Perlawanan Intifada
bergolak pada akhir September 2001 setelah terjadiya bentrokan antara
Palestina dan Israel dipicu oleh kedatangan Ariel Sharon yang dianggap
bertanggungjawab atas pembantaian di kamp pengungsian Sabra dan Shatila.
Pada bentrokan ini 7 orang Palestina tewas dalam Mesjid Al Aqsa. Sampai saat
ini konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel terus berlanjut
sementara berulang kali telah dilakukan perjanjian-perjanjian perdamaian
antara kedua belah pihak tetapi terus menerus mengalami kegagalan
diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

Israel dan Palestina merupakan suatu negara yang masing-masing berusaha


untuk memperoleh wilayah sebagai salah satu unsur dari negara yang
merdeka. Sementara upaya dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sampai
saat ini belum juga mampu menyelesaikan konflik antar kedua bangsa tersebut
dan pilihan yang diambil oleh keduanya adalah upaya untuk memperkuat
melalui kekuatan bersenjata dengan membentuk milisi di kedua belah pihak.
Setelah pelanggaran yang dilakukan Israel dalam perjanjian Oslo Tepi Barat
dan Jalur Gaza dilanda gelombang pemogokan. Kota-kota besar seperti Nablus,
Hebron, Ramallah dan Gaza adalah titik-titik sentaral aksi-aksi pemogokan
dan demonstrasi yang dilakukan oleh Palestina. Departemen perdagangan
Palestina sampai pada tingkat penyeruan atas aksi mogok bergelombang

7|Page
sebagai solidaritas atas demonstrasi-demonstrasi yang berlanjut untuk terus
mendukung perlawanan atas Israel. Gerakan boikot terhadap produk Israel
dilakukan melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Non Government
Organization (NGO) dan kelompok-kelompok pemuda yang
mengkampanyekan boikot.

Dari berbagai bentuk perlawanan baik demonstrasi, boikot sampai jalan


bersenjata telah dilakukan oleh rakyat Palestina sementara Israel sendiri
memakai kekuatan bersenjata selain upaya tekanan melalui kebijakan-
kebijakan yang memecah belah rakyat Palestina. Dilihat dari segi kekuatan
ekonomi yang mampu menopang berlangsungnya konflik dengan kekuatan
bersenjata jelas Israel membutuhkan dana yang tidak sedikit dan mengenai
kekuatan ekonomi ini Israel ditunjang oleh Amerika Serikat yang telah
mendukung Israel sejak tahun 1950 ketika mulai merebaknya
perlawanan anti imperialis oleh negara-negara Arab. Mulai saat itu turun dana
dalam jumlah besar ke Israel untuk menjaga perekonomian yang kuat di Israel
serta menciptakan negara bersenjata yang tangguh. Untuk data ekonomi 2001
Israel menerima dana sebanyak 4 milyar dolar dari Amerika Serikat, tiga
milyar dolar untuk dana militer dan sisanya sebagai alat pembangunan
ekonomi. Khusus untuk dana persenjataan selama 4 tahun tahun setelah
melawan negara-negara Arab tahun 1967 diturunkan dana 1,5 milyar
dolar Perbandingan kekuatan inipun sangat jauh dibanding Palestina yang
hanya memperoleh dana sebanyak seratus juta dolar dalam satu tahun periode
2000-2001. Sejak tahun 1974, Amerika telah menghibahkan dana sebanyak 80
Milyar dolar untuk Israel.

Melihat latar belakang permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan


konflik yang terjadi sekarang ini maka Israel harus bertanggung jawab
terhadap kekerasan yang terjadi atau kekerasan yang dilakukannya terhadap
Palestina. Hal tersebut didasarkan atas faktor-faktor adanya
pertanggungjawaban negara, yaitu :
o Adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua
negara tersebut.
o Adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban
hokum internasional tersebut yang melahirkan tanggung jawab
negara.
o Adanya kerusakan atau kerugian yang diakibatkan oleh tindakan yang
melanggar hokum atau karena kelalaian tersebut.
Berdasarkan ketiga faktor tersebut maka penyerangan Israel terhadap
Palestina memenuhinya.

Pihak Israel memandang bahwa penyerangan yang dilakukan oleh mereka


merupakan suatu tindakan pembelaan diri terhadap serangan bom bunuh diri
yang dilakukan oleh warga Palestina yang beraliran keras seperti dari Pejuang

8|Page
Hamas. Apabila alasan itu dipakai dilihat dengan adanya upaya menolak
tanggungjawab yakni keadaan darurat sebagai pembelaan diri sebagaimana
ditentikan oleh Komisi Hukukm Internasional (ILC/international Law
Commision)tahun 1980, jelas tetap tidak dapat digunakan karena jelas posisi
Israel adalah kuat dalam segala bidang. Tetapi pernyataan pihak dari Isarel
tersebut bukan suatu pembelaan karena memang melihat dari sejarah dan
latar belakang permasalahan yang ada terlihat jelas bahwa Israel mempunyai
kesalahan karena telah merebut wilayah dari Palestina. Untuk menyelesaikan
konflik tersebut Israel mau tidak mau harus rela melepaskan wilayah yang
menjadi hak dari Palestina yaitu antara lain Tepi Barat, Jalur Gaza dan
Yerussalem yang akan dijadikan sebagai ibu kota Palestina.3

Konflik Palestina-Israel selama ini lebih banyak dibahas dalam perspektif


hubungan internasional. Meski demikian, sebagai sengketa antar negara,
konflik ini juga kental dengan dimensi hukum internasionalnya. Beberapa
fakta hukum yang relevan dalam hukum internasional adalah:

1. Pada saat proses dekolonisasi pasca Perang Dunia II, wilayah sengketa
(Palestina) secara keseluruhan berada dibawah Inggris (British Mandate
for Palestine 1920-1948). Ini berarti rakyat Palestina berhak atas
penentuan nasib sendiri (self-determination) untuk merdeka dari Inggris.
2. Inggris sebagai pemegang mandat gagal menengahi konflik antara
komunitas Arab dan Yahudi di Palestina tentang masa depan negara baru
ini, lalu kemudian menyerahkan persolan ini ke Perserikatan Bangsa-
Bangsa (“PBB”), dan sejak 1948 berhenti sebagai pemegang mandat.
3. Majelis Umum PBB mengambil alih sengketa ini dan
mengeluarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/181(II)
dan Partition Plan (29 November 1947) (“Resolusi MU PPB 181”). Rencana
ini ditolak oleh komunitas Arab dan negara-negara Arab4.
4. Pada tahun 1948, komunitas Yahudi memproklamasikan berdirinya
negara Israel dan mulai mengokupasi secara perlahan-lahan wilayah
Palestina.
5. Gagalnya inisiatif PBB tersebut melahirkan kevakuman kekuasaan di
Palestina dan berdirinya negara Israel memicu perang Israel dengan
negara-negara tetangga pada 1948. Pasca perang ini, Israel
berhasil menguasai secara de facto wilayah yang semula ditetapkan untuk
Israel dalam Resolusi MU PBB 181, serta hampir 60% dari wilayah yang
ditetapkan untuk Palestina.

3
Ibid 1
4
A/RES/181(II) of 29 November 1947 (un.org)

9|Page
B. Kedudukan Hukum Palestina dan Israel

Konflik ini telah berevolusi dan Israel telah diakui sebagai negara dan
menjadi anggota PBB pada tahun 1949 melalui Resolusi Majelis Umum PBB
Nomor A/RES/273 (III) (1949). Sedangkan Palestina, melalui Resolusi
Majelis Umum PBB Nomor A/RES/43/177 (1988), deklarasi kemerdekaannya
tanggal 15 November 1988 telah diakui oleh PBB.

Saat ini Palestina diakui sebagai negara oleh 138 dari total 193 negara anggota
PBB, termasuk Indonesia dan sejak 2012 melalui Resolusi
Majelis Umum PBB Nomor A/RES/67/19 diberikan status sebagai non-member
observer state5. Palestina belum secara resmi menjadi anggota PBB karena
untuk menjadi anggota PBB harus mendapat rekomendasi oleh Dewan
Keamanan PBB (“DK PBB”), yang mana hal tersebut hingga saat ini tidak bisa
dilakukan karena rekomendasi dari DK PPB pasti akan di-veto oleh Amerika
Serikat.

Sebagai informasi, hak veto merupakan hak yang dimiliki oleh setiap anggota
tetap DK PBB, di mana apabila salah satu dari anggota tetap DK PBB menolak
suatu usulan ketika pengambilan suara (voting), maka sebuah keputusan atau
resolusi DK PPB tidak akan disetujui.

Dengan demikian, saat ini terdapat dua negara yang diakui oleh masyarakat
internasional namun dengan batas wilayah yang masih dalam sengketa, dan
sebagian besar wilayah sengketa berstatus dibawah okupasi Israel. Dalam hal
ini, Israel berada dalam posisi sebagai pelanggar hukum internasional.6

C. Penegakan Hukum Internasional Terhadap Palestina dan Israel

Hukum internasional tidak memiliki institusi penegak hukum


sebagaimana layaknya hukum nasional. Oleh sebab itu, penegakan atas
pelanggaran hukum ini diserahkan kepada negara-negara dalam
bentuk reaksi/respon baik secara sendiri maupun maupun kolektif (melalui
PBB atau organisasi regional). Respon negara akan berkarakter persistent
objection (penolakan secara persisten) atau, sebagai
lawannya, recognition (pengakuan). Kedua respon ini akan menentukan
keabsahan klaim Israel.

5
A/RES/67/19 - E - A/RES/67/19 -Desktop (undocs.org)
6
Konflik Palestina – Israel dalam Perspektif Hukum Internasional - Klinik Hukumonline

10 | P a g e
Reaksi mayoritas negara saat ini memperlihatkan persistent
objection terhadap tindakan Israel. Dalam sistem hukum
internasional, penolakan semacam ini akan menghalangi klaim sepihak Israel
menjadi sah. Ini berati pendudukan de facto Israel di wilayah
okupasi termasuk kebijakannya memindahkan ibu kota ke Jerusalem tepat
dianggap tidak sah menurut hukum internasional. Inilah yang merupakan
akar konflik Palestina-Israel.

Di sisi lain, negara-negara juga dilarang memberikan pengakuan atas situasi


yang lahir dari pelanggaran serius terhadap norma ius cogens (peremptory
norm of general international law). Larangan tersebut merupakan kebiasaan
internasional yang terkodifikasi dalam Pasal 40 ayat (2) UN ILC Draft Article
on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts (2001). ICJ
dalam Advisory opinion on Wall misalnya, melarang negara-negara mengakui
situasi illegal yang terlahir dari perbuatan Israel tentang pembangunan
tembok di wilayah okupasi (hal. 70). Pengakuan Amerika Serikat atas
kebijakan sepihak Israel yang memindahkan ibukota ke Jerussalem tahun
2017 lalu juga mendapat penolakan dari 128 negara di Majelis Umum PBB
pada saat dilakukan voting terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Nomor
A/ES-10/L.22 (2017). Reaksi mayoritas negara ini menegaskan bahwa
penetapan status Jerusalem sebagai ibukota Israel tidak sah menurut hukum. 7

Dalam hal ini, pelanggaran hukum internasional oleh Israel melahirkan


pembatasan tertentu bagi reaksi negara-negara. Untuk itu, maka sangat keliru
jika sebagian publik baru-baru ini mendesak Indonesia untuk tidak
mendukung satu pihak alias bersikap netral. Selain karena alasan konsistensi
politik luar negeri Indonesia, hukum internasional justru mengharuskan
Indonesia untuk melakukan pemihakan terhadap penghormatan atas hukum
internasional, tidak ada pilihan lain. Mendukung Israel dengan statusnya saat
ini sebagai pelanggar hukum internasional justru menempatkan Indonesia
sebagai negara ‘turut serta’ (complicity) dalam pelanggaran ini.8

D. Pelanggaran Hukum Internasional Israel

Pelanggaran hukum internasional dan hukum humaniter internasional oleh


Israel di wilayah okupasi Palestina terus terjadi. Palestinian Center for Human
Rights (PCHR) melaporkan sejumlah kejadian penindasan yang dilakukan
pasukan Israel terhadap warga Palestina. pasukan Israel melakukan
setidaknya 67 serangan militer ke komunitas Palestina di Tepi Barat dan 4

7
Draft articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts, with commentaries - 2001 (un.org)
8
Ibid 6

11 | P a g e
serangan lainnya ke Yerusalem. Pasukan Israel menangkap setidaknya 32
warga Palestina, termasuk 3 anak-anak dan seorang wanita, dari Tepi Barat,
sementara 11 warga sipil lainnya ditangkap dari Yerusalem dan sekitarnya.
Lembaga pengawas HAM internasional, Human Rights Watch (HRW)
menyatakan serangan Israel terhadap warga Palestina di Gaza yang
melanggar hukum perang internasional dan tampaknya merupakan kejahatan
perang Dalam penyelidikan HRW, kesimpulan yang diperoleh adalah Israel
telah menggunakan bom berpemandu presisi GBU-31 yang bersumber dari
Amerika Serikat. Israel pun tidak memperingatkan penduduk untuk
mengevakuasi daerah tersebut sebelumnya. Mereka juga tidak menemukan
bukti adanya target militer di daerah tersebut.

Organisasi hak asasi manusia internasional itu mengeluarkan laporan setelah


menyelidiki tiga serangan udara Israel yang dikatakan menewaskan 62 warga
sipil Palestina. Mereka juga melakukan wawancara dengan kerabat warga sipil
yang terbunuh, penduduk daerah yang menjadi sasaran, dan mereka yang
menyaksikan serangan Israel. HRW menyerukan Israel untuk meningkatkan
kepatuhannya terhadap hukum perang dan menyelidiki tuduhan di masa lalu.
Lembaga itu juga meminta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk
menyelidiki serangan Israel selama serangan Mei di Gaza. Penyelidikan ini
juga harus membahas konteks yang lebih besar, termasuk penutupan Gaza
oleh pemerintah Israel dan kejahatan apartheid dan penganiayaan terhadap
jutaan warga Palestina.

Adapun norma hukum internasional yang berlaku sejak Perang Dunia II yang
relevan dengan sengketa ini adalah:
1. Norma self determination, yang memberikan hak pada wilayah yang
masih berada dalam penguasaan kolonial untuk dimerdekakan.
2. Norma uti possidetis juris, yaitu batas-batas wilayah yang
dimerdekakan itu harus identik dengan batas wilayah kolonial.
Prinsip ini diperkuat oleh pendapat Mahkamah Internasional (ICJ)
dalam Advisory Opinion on Legal Consequences of the Separation of
the Chagos Archipelago from Mauritius in 1965 (2019). Menurut ICJ,
norma self determination juga mengharuskan wilayah koloni
dimerdekakan secara utuh dan tidak boleh di pecah-pecah (hal. 43,
paragraf 160).9
3. Norma non-use of force, yaitu penggunaan kekerasan telah
diharamkan untuk memperoleh wilayah. Larangan ini mulai
berlaku sejak Piagam PBB 1945 Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB 1945 dan
ditegaskan melalui Declaration on Principles of International Law
concerning Friendly Relations and Co-operation among States in

9
169-20190225-ADV-01-00-BI.pdf (icj-cij.org)

12 | P a g e
accordance with the Charter of the United Nations (“Declaration on
Friendly Relations”).10
Selanjutnya norma-norma tersebut diimplementasikan melalui berbagai
Resolusi PBB, dan perjanjian-perjanjian internasional
seperti Oslo Accords 1993 , di mana Israel mengakui kekuasaan Palestina
11

atas wilayah Gaza dan West Bank.


Berdasarkan norma-norma tersebut maka penguasaan oleh Israel atas wilayah
Palestina mulai sejak awal sampai saat ini adalah pelanggaran hukum
internasional dan pengingkaran terhadap the right of self determination dari
rakyat Palestina atas wilayah yang diokupasi (Occupied Palestinian Territory).
Israel dalam konteks ini adalah sebagai pihak yang mengokupasi (occupying
power). Status pelanggaran hukum ini tercermin antara lain pada:
a. Putusan ICJ dalam Advisory Opinion on Legal Consequences of the
Construction of a Wall in the Occupied Palestinian Territory
(2004) (“Advisory Opinion on Wall”) yang menyatakan bahwa Israel
telah melanggar hak atas self determination Palestina dan telah
melakukan de facto annexation (aneksasi) melalui pembangunan
tembok di Occupied Palestinian Territory (hal. 52, paragraf 121-
122).12
b. Resolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/67/19 (2012)
mengafirmasi hak self determination dalam kaitannya dengan
wilayah Palestina yang diokupasi sejak 1967.13
c. Pre Trial Chamber I Mahkamah Pidana Internasional (ICC)
dalam Situation In The State Of Palestine (2021) merujuk pada
wilayah Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah
Palestina yang diokupasi oleh Israel sejak 1967 (hal. 60).14

E. Pelanggaran HAM oleh Israel

1. Pelanggaran HAM Agresi Israel terhadap Palestina


Dr. Sami Abu Zuhri, Dosen Sejarah di Jamiah Islamiyah Gaza
menyebutkan kekerasan Israel terhadap bangsa Palestina di awal maret
2008 ini adalah tragedi pembantaian Palestina paling berdarah sejak
1967, karena memakan jumlah korban paling banyak. selama lima hari
Israel menyetop suplai listrik, bensin, dan bantuan kemanusiaan ke

10
DECLARATION ON PRINCIPLES OF INTERNATIONAL LAW FRIENDLY RELATIONS AND CO (un.org)
11
Declaration of Principles on Interim Self-Government Arrangements (Oslo Accords) | UN Peacemaker
12
131-20040709-ADV-01-00-EN.pdf (icj-cij.org)
13
Ibid 5
14
CR2021_01165.PDF (icc-cpi.int)

13 | P a g e
Gaza, suatu kekejian yang oleh Amnesty International disebut sebagai
collective punishment (hukuman kolektif). Akibat pemutusan ini, Gaza
gelap gulita. Rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, hingga perumahan
hanya mengandalkan lilin dan alat penerang seadanya. Padahal,
diwilayah sesempit 360 km2 ini tinggal 1.5 juta rakyat Palestina
diantaranya adalah pengungsi, dimana hampir 50% diantaranya adalah
kaum perempuan dan 48% diantaranya adalah anak-anak berusia
kurang dari 14 tahun.

Tahun Peristiwa Deskripsi

22 Juni 2011 Serangan Israel di Jalur Pesawat tempur Israel membombardir sebuah
Gaza peternakan ayam di pusat Jalur Gaza. Pertanian itu
rusak dan 3.500 anak ayam mati. Pasukan Israel
mengklaim bahwa ada terowongan yang digali di
bawah pertanian.

Pengepungan di Jalur Gaza terus berlanjut, dan


memiliki dampak pada penduduk Gaza. Selama 46
bulan, pasukan Israel terus menolak hak kunjungan
terhadap sekitar 710 tahanan Palestina dari Gaza
ditahan di penjara Israel tanpa memberikan alasan
apapun, hal tersebut jelas melanggar aturan hukum
kemanusiaan internasional.

Israel menyerang gaza dan meratakan tempat-


tempat pemukiman. Dua pesawat jet memborbardir
peternakan yang disinyalir terdapat terowongan
bawah tanah. Israel membangun tembok pembatas
seluas 730 KM, 467 pengahalang jalan, dan 93
tempat pemeriksaan. Akibat serangan Israel di
Gaza, sebanyak 1950 orang tewas ( 431 anak-anak ),
5380 luka - luka 1872 anak –anak ), dan 200.000
pengungsi.

31 Mei 2010 Penyerangan Terhadap Tentara Israel menembaki secara acak penumpang
Kapal Mavi Marmara kapal bantuan Mavi Marmara yang di galang oleh
750 relawan dari berbagai negara dengan alasan
melanggar batas wilayah dan penumpang kapal
melakukan serangan terlebih dahulu terhadap
tentara Israel.

Penggusuran paksa Israel menggusur pemukiman rakyat Palestina dan


militer israel terhadap merampas tanah rakyat Palestina untuk
membangun pemukiman-pemukiman bagi rakyat
warga pemukim Israel. Israel melanggar HAM Konvenan EKOSOB
palestina dimana dalam pasal 1 ayat 1 menyatakan
bahwasanya setiap rakyat negara berhak atas
pemukiman

14 | P a g e
Penghancuran Sarana Sebanyak 17 Perguruan Tinggi dan 1125 sekolah
Pendidikan dibekukan aktivitasnya. sedangkan serangan
terhadap perguruan tinggi dan sarana pedidikan
sebanyak 316 kali serangan dan 43 sekolah yang
dirubah menjadi pangkalan militer Israel.

Serangan Israel di Tepi Serangan Israel terhadap dua masjid tersebut telah
Barat melanggar hukum humaniter internasional. Karena
setiap pihak dilarang keras untuk menyerang
sarana sarana ibadah termasuk masjid yang
merupakan tempat ibadah kaum Muslim

Penyerangan Pada Hari Hari Nakba adalah hari dimana rakyat Palestina
Nakba terusir dari wilayah Palestina dan berujung pada
berdirinya negara Israel. Israel melakukan
penyerangan terhadap para demonstran. Pasukan
Israel menggunakan senapan dan bom serta gas air
mata. Akibat serangan setidaknya 12 pemuda
Palestina meninggal dan puluhan lainnya luka-
luka.

Penyerangan dengan Serangan brutal Israel terhadap rakyat Palestina di


Senjata Terlarang Jalur Gaza menggunakan sejnjata terlarang yaitu
artileri. Dengan menembakkan artileri ke arah
rumah rakyat Palestina. Serangan ini menimpah
sebuah rumah yang dihuni 21 orang termasuk anak-
anak.

2. Resolusi teradap Pelanggaran HAM ISRAEL


Dengan perbandingan suara 33 setuju, 1 menolak, dan 13 abstain,
Dewan Hak Asasi Manusia PBB, mengeluarkan sebuah resolusi
mengenai pelanggaran berat HAM terkait dengan operasi militer Israel
terhadap wilayah pendudukan Jalur Gaza. Resolusi Dewan HAM PBB
itu mengecam keras ofensif militer Israel di Gaza dan menegaskan
bahwa serangan itu telah menimbulkan pelanggaran masif terhadap hak
asasi rakyat Palestina. Resolusi itu juga menilai Israel secara sistematis
menghancurkan infrastruktur Palestina dan menjadikan warga sipil
serta fasilitas medis sebagai target serangan. Resolusi yang disetujui di
Geneva, Swiss, itu juga mendesak diakhirinya serangan roket ke wilayah
Israel, tetapi tidak menyebut soal Hamas atau rincian pelanggaran-
pelanggaran hak asasi yang dilakukan Israel.15
Resolusi tersebut berpendapat bahwa semua tindakan yang bertujuan
mengubah komposisi demografi dan status wilayah Palestina yang
diduduki Israel, termasuk pembangunan dan perluasan permukiman,
perpindahan pemukim Israel, penyitaan tanah, pembongkaran rumah,
dan penggusuran warga sipil Palestina merupakan pelanggaran hukum

15
Israel Melakukan Pelanggaran HAM (kompas.com)

15 | P a g e
kemanusiaan internasional. Resolusi itu juga mengutuk semua tindakan
kekerasan terhadap warga sipil,termasuk terorisme.

a. Resolusi Terkait Serangan Tepi Gaza Oleh Israel


Resolusi PBB melalui dewan HAM PBB dengan pelanggaran
ham oleh Israel selama konflik senjata di jalur gaza tahun 2009,
telah menghasilkan resolusi yang berjudul “follow up to the repot
of the united nationin dependent fact finding mission on the gaza
conflict” Resolus ini mendesak Israel untuk melakukan
investegasi terhadap dugaan pelanggaran ham di jalur gaza.
Desakan terhadap Israel terseut sejalan denganrekomendasi
laporan tim pencari fakta independen PBB yang dipimpin oleh
hakim richard goldstone dariafrika selatan. Selain mendesak
Israel untuk melakukan investigasi, resolusi ini mendukung
rekomendasi majelis umum PBB yang meminta di
selenggarakannya kembali konferensi negara pihak pada
konvensi jenewa ke 4 mengenai perlindungan warga sipil di masa
konflik. Tujuannya adalah untuk membahas perlindungan warga
sipil Palestina di wilayah konflik.

b. Resolusi Terkait Kapal Mavi Marmara

Desakan dan usulan agar PBB mengeluarkan resolusi tentang


mavi marmara telah disepakati oleh seluruh anggota dewan HAM
dan mengesahkan resolusi A/HRC/14/1 mengenai the grave
attacks by Israeli forcesagainst the humanitarian boat convoy.
Resolusi ini disepakati dengan voting dengan hasil 32 negara
mendukung. 9 negara abstain dan 3 negara menentang, dan 3
negara tidak hadir.
Ada pun isi resolusi ini sebagai berikut :
a) Dewan ham mengutuk keras penyerangan yang dilakukan
oleh Israel kepada kapal bantuan kemanusiaan tersebut.
b) Memutuskan untuk mengirimkan independent fact finding
mission untuk menyelidiki pelanggaran hukum internasioal,
termasuk hukum humaniter internasional dan hukum Ham
dalam penyerangan Israel atas kapal yang membawa bantuan
kemanusiaan.
c) Diminta hasil penyelidikan tim independen pencari fakta
dilaporkan disidangan dewan HAM PBB
d) Meminta Israel untuk sesegera mungkin mengakhiri
penguasaan atas wilayah gaza dan wilayah okupasi lainnya.

16 | P a g e
c. Resolusi Terkait Pemukiman Liar Israel di Palestina

Sekitar 47 anggota dewan PBB meloloskan resolusi yang


menuntut adanya penyidikan terhadap pemukimanIsrael. PBB
menyatakan aktivitas pemukiman Israel adalah ilegal dan tidak
akan diakui sebagai komunitasinternasional.

F. Upaya Penyelesaian Konflik Menurut Hukum Internasional

Penyelesaian konflik ini hanya dapat terjadi jika hukum internasional sudah
merestuinya, dalam hal ini negara-negara memberi pengakuan atas setiap apa
pun solusi yang disepakati oleh kedua negara yang berkonflik. Sayangnya
kesepakatan ini belum berhasil dicapai sehingga eskalasi konflik terus terjadi.

Eskalasi konflik yang terjadi belakangan ini bukan merupakan akar konflik
melainkan akibat dari akar konflik yang sudah dan akan terus berlangsung
melalui berbagai macam pemicu, dan hanya akan berhenti jika akar konflik itu
terselesaikan. Keperkasaan Israel atas Palestina yang lemah tidak dengan
sendirinya menyelesaikan konlfik ini. Ini membuktikan bahwa logika hukum
internasional bahwa might cannot make right, but right made might, sulit
dibantah.

Indonesia bersama negara-negara lainnya telah menawarkan penyelesaian


sengketa ini. Selain mendorong pengakuan atas Palestina sebagai negara,
Indonesia juga mendukung inisiatif PBB guna menghidupkan kembali
perundingan damai Palestina-Israel berdasarkan “solusi dua negara" (two
state solutions).16

Sejak munculnya gerakan intifadah pada tahun 1987, masyarakat Palestina


yang selama ini seakan menerima nasib penjajahan Israel, mempunyai waktu
yang tepat untuk bangkit dan melawan. Gerakan intifadah ini kemudian
menimbulkan kekhawatiran baik itu dari pihak Israel maupun dari pihak
Palestina. Berbagai serangan berbalasan pun dilancarkan. Hingga pada
akhirnya pihak-pihak yang berkonflik sudah semakin menyadari bahwa,
dengan terus melakukan konflik maka masing-masing pihak akan mengalami
kerugian yang sangat besar, kedua belah pihak akan saling terluka, bahkan,
bukan tidak mungkin pihak lain yang justru mendapatkan keuntungan selama
berlangsungnya konflik. Jika konflik dalam kondisi seperti ini, inilah saat yang
paling tepat untuk melakukan proses negosiasi.

16
Ibid 8.

17 | P a g e
Kesadaran seperti inilah kemudian membawa Israel dan Palestina maju ke
meja perundingan untuk yang pertama kalinya pada tahun 1991. Negosiasi itu
terus berlangsung hingga saat ini. Meskipun berbagai opini-opini pesimistik,
baik itu berasal dari internal kedua belah pihak, maupun opini dunia
internasional bermunculan setiap proses negosiasi itu dilakukan. Hal ini tidak
menjadi penyangga atau penghambat dari upaya kedua negara tersebut untuk
menciptakan perdamaian yang abadi, selaras dengan keinginan seluruh
masyarakat dari ke dua belah pihak.

Negosiasi bilateral antara Israel dan Palestina, talah merumuskan banyak


kesepakatan dan perjanjian. Baik itu dari segi batas wilayah yang jelas dari
kedua belah pihak, pembangunan pemukiman Israel di daerah pendudukan,
nasib para diaspora Palestina, pengakuan akan eksistensi Israel sebagai
sebuah negara, dan sampai pada tukar-tawanan Israel-Palestina.

Penyelesaian dari konflik ini dapat dilakukan dengan menciptakan


perdamaian melalui negosiasi. Negosiasi yang dilakukan berupa negosiasi
bilateral dan negosiasi melalui pihak ketiga telah menghasilkan berbagai
perjanjian perdamaian. Beberapa negosiasi yang langsung berhasil, dimana
kedua belah pihak langsung mengimplementasikan hasil kesepakatan seperti
penarikan tentara Israel di daerah pendudukan di Hebron, dan masalah tukar-
tawanan. Ada pula negosiasi yang tidak langsung mencapai kesepakatan,
sehingga diteminalisasi sementara dengan status quo, seperti negosiasi yang
membahas mengenai wilayah, dan pemberhentian pembangunan pemukiman
Israel.

1. Negosiasi Bilateral

Setelah konflik yang terjadi semakin memuncak, akhirnya kedua belah


pihak sepakat untuk menciptakan perdamaian. Negosiasi langsung pun
menjadi sarana untuk menyelesaikan konflik Israel dan Palestina.
Adapun negosiasi yang telah dilakukan oleh Israel dan Palestina sebagai
berikut:
a) Konferensi Madrid

Pada tanggal 31Oktober tahun 1991, Konfrensi Madrid


dilaksanakan menjadi langkah awal penanganan konflik ini
dilakukan secara serius. Proses negosiasi ini dilakukan secara
terbuka, namun dalam proses tersebut terdapat beberapa
perbedaan yang mengganjal, maka pembicaraan berhenti pada
tanggal 3 November tanpa hasil.17

17
M. Riza Sihbudi, M. Hamdan Basyar, & Happy Bone Zulkarnaen . op cit., Hal. 42

18 | P a g e
Selanjutnya Amerika Serikat mengundang peserta konfrensi
untuk berunding di Washington pada tanggal 4 November.
Delegasi negara-negara Arab yang terdiri dari Palestina,
Yordania, Suriah, dan Libanon sudah memenuhi undangan
tersebut, tetapi tidak dari pihak Israeln yang menolak
perundingan tersebut, dan memindahkannya pada tanggal 9
Desember 1991. Tawaran tanggal perundingan dari Israel ini
kemudian ditolak oleh pihak Palestina, karena pada saat itu
bertepatan dengan peringatan 4 tahun munculnya Intifadah.
Tanggal 10 Desember kemudian disepakati oleh kedua belah
pihak untuk mengadakan pembicaraan, namun pertemuan
tersebut pun gagal membicarakan hal-hal yang prinsipil.

Semua pihak yang terlibat dalam negosiasi tersebut, sepakat


untuk mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, akan tetapi
mereka belum sepakat bagaimana memulai membicarakan
perdamaian. Pada pembicaraan tersebut, Suriah menginginkan
Israel menarik pasukannya dari daerah pendudukan, sebelum
adanya pembicaraan perdamaian secara menyeluruh. Delegasi
Palestina ingin mandiri, terpisah dari Yordania ketika berunding
dengan Israel. Delegasi ini juga menginginkan pembicaraan
langsung pada masalah yang dianggap substansial, seperti
pemukiman Yahudi di daerah Pendudukan atau bercokolnya
pasukan Israel di sana, mengingat ini adalah inti pertikaian
antara Israel dan Palestina.

b) Oslo Agreement

Konferensi Madrid membuka peluang terhadap dilaksanakannya


proses negosiasi selanjutnya, terlihat dengan adanya kesepakatan
dari pihak Palestina dan Israel untuk kembali melakukan
negosiasi langsung, dengan mengirimkan delegasi masing-masing
untuk bertemu di salah satu kota kecil Norwegia. Dalam
pertemuan tersebut, Palestina membawa naskah dengan konsep
kewilayahan Palestina yang ingin menguasai seluruh Jalur Gaza
dan Tepi Barat, sementara pihak Israel menginginkan pengakuan
PLO atas eksistensi Israel sebagai sebuah negara.

Proses negosiasi tersebut berjalan sebanyak dua belas sesi selama


delapan bulan. Israel diwakili oleh DR. Yair Hirschfeld dan Dr.
Ron Pundak. Keduanya adalah akademisi Israel, sementara
dipihak Palestina diwakili oleh bendaharawan PLO yaitu, Ahmad
Qurai yang kemudian dikenal dengan Abu ala’. Mereka bertiga

19 | P a g e
bekerja sebagai pemain utama dalam menetapkan konseptual
dari persetujuan Israel-Palestina18.

Negosiasi ini kemudian, menghasilkan Oslo Agreement yang


ditandantangani di Washington D.C. Amerika Serikat pada hari
senin tanggal 13 September 1993. Palestina diwakili oleh Yasser
Arafat dari PLO dan Perdana Mentri Israel Yitzak Rabin sebagai
perwakilan dari Israel. Pada saat itu hadir pula Presiden Amerika
Serikat, Bill Clinton yang bertindak sebagai saksi dalam
momentum bersejarah tersebut. Walaupun penandatangan
dilakukan di Amerika Serikat, tetapi kesepakatan ini dicapai
melalui beberapa negosiasi yang dilakukan di Oslo dan akhirnya
behasil disepakati pada akhir Agustus 1993. Dengan demikian
Oslo Agreement dirasakan sebagai nama yang paling tepat untuk
dokumen bersejarah tersebut.

Oslo Agreement pun tercipta, dan menjadi salah satu harapan dan
bukti akan kemajuan usaha damai untuk kedua belah pihak.
Adapun tujuan dari perjanjian tersebut adalah menyerukan
penarikan mundur pasukan Israel dari beberapa bagian dijalur
Gaza dan Tepi Barat dan memastikan hak Palestina untuk
membentuk pemerintahan sendiri di dua kawasan melalui
pembentukan Otoritas Palestina. Adapun hasil yang disepakati
pada Oslo Agreement tersebut adalah Pertama, Jalur Gaza dan
Tepi Barat dibagi dalan tiga Zona, dibawah kendali Palestina,
dibawa kendali Israel, dan dibawah kendali Israel dan Palestina.
Kedua, kedua belah pihak menandatangani Letters of Mutual
Recognition. Ketiga, Pembentukan Pemerintahan Palestina yang
mandiri di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Kesepakatan ini memuat
pengakuan bersama antara Israel dan PLO, serta lima tahun
transisi dimana Israel akan menarik mundur pasukannya dan
pembentukan Palestinian Authority (PA) sebagai pemerintahan
Palestina sementara hingga negara Palestina dibentuk.91 Pada
akhir periode transisi akan ada penyelesaian yang permanen
didasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB no.242 dan 338.

2. Negosaisi Melalui Pihak Ketiga

Negosiasi bilateral yang telah diwujudkan oleh Israel dan Palestina,


memberikan peluang berbagai negara-negara lain, baik itu para negara

18
Selvy Violita. (2010). Kehadiran Back Channel Negotiation dalam Mewujudkan Oslo Agreement. Tesis. Pasca
sarjana jurusan hubungan internasional. Fisip UI. Hal. 3. Pada
http://www.american.edu/sis/faculty/upload/wanis-in-theory-back-channel-negotiation.pdf, diakses pada 28
Januari 2012.

20 | P a g e
tetangga yang berada dikawasan Timur-Tengah maupun negara yang
berada di luar kawasan tersebut, ataupun organisasi-organisasi
internasional yang memiliki kepentingan langsung dalam konflik Israel-
Palestina. Bercermin pada proses negosiasi bilateral yang telah
dilakukan, dan mengalami berbagai kebuntuan. Kemacetan yang terjadi
tidak hanya berlangsung pada saat negosiasi sedang berlangsung, tetapi
pada tahapan implementasi, menjadi tahapan yang paling sulit.
Terkadang hasil dari kesepakatan tidak terimplementasikan dengan
baik, dan sesuai dengan tuntutan kedua belah pihak. Oleh karena itu,
peran pihak ketiga sangat mutlak diperlukan.

Dalam perjalanan proses negosiasi yang terjadi, ada beberapa negosiasi


yang terjadi melalui pihak ketiga seperti berikut:

a) Perundingan Camp David

Naiknya Ehud Barak dari partai buruh menggantikan Netanyahu pada


bulan Mei 1999 memberikan harapan baru bagi perdamaian Israel-
Palestina. Pada bulan juni 2000 Amerika Serikat yang pada saat itu
masih dibawah pemerintahan Bill Clinton 76 mendorong kembali proses
negosiasi keduanya melalui pertemuan di Camp David. Bill Clinton
mengutus Madeleine Albright ke Timur Tengah untuk menemui
Perdana Menteri Ehud Barak dan Presiden Palestina guna
menyelesaikan masalah-masalah yang belum terselesaikan.
Kesepakatan akhir Israel-Palestina yang dihasilkan melalui
perundingan rahasia di Israel selama Sembilan putaran, kemudian pada
putaran kesepuluh dipindahkan ke Swedia untuk menghindar dari suhu
politik domestik.
b. Proposal Peta Jalan Damai (Road Map Peace)
Tim negosiasi internasional untuk perdamaian Israel-Palestina yang
dikenal dengan nama tim Kwartet, telah mengupayakan perdamaian
Israel dan Palestina dengan membuat proposal jalan damai pada tahun
2002. Tim ini terdiri dari Uni Eropa, PBB, Amerika Serikat dan Rusia.
Proposal jalan damai yang dibuatnya mengisyaratkan bahwa, keinginan
Israel dan Palestina untuk mendirikan dua negara hanya dapat dicapai
jika, Israel keluar dari wilayah yang dianeksasinya, dan menghentikan
semua proyek pemukiman Yahudi di wilayah Palestina. Selain itu,
penghentian kekerasan merupakan hal mutlak untuk menciptakan
kemajuan dalam proses rekonsiliasi antara kedua pihak.19

Tim kuartet ini akan berperan aktif dalam memfasilitasi implementasi


dari rencana tersebut. Penyelesaian melalui negosiasi diharapkan dapat

19
Road Map for Peace. Pada http://www.palestinefacts.org/pf_current_roadmap.php, diakses pada tanggal 20
Februari 2012

21 | P a g e
mendapatkan satu pencapaian yaitu terbentuknya negara Palestina
yang independen, demokratis, dan bisa hidup berdampingan dengan
Israel secara damai. Penyelesaian tersebut juga merujuk pada hasil-
hasil yang telah diperoleh sebelumnya, dan mengakhiri okupasi Israel
sejak perang tahun 1967 untuk keluar dari wilayah yang dianeksasi
hingga sekarang.
Konflik Palestina dan Israel tidak kunjung usai. Konflik berlanjut dan semakin
memanas dengan adanya sengketa di wilayah Sheikh Jarrah. Guru Besar
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana menilai,
ada banyak faktor yang dapat diamati. Salah satunya peran hukum
internasional yang masih saja belum maksimal dalam menyelesaikan konflik
Palestina-Israel. "Hal ini dikarenakan hukum internasional hanya dijadikan
sebagai alat legitimasi oleh berbagai pihak, bukan dijadikan panduan
berperilaku," kata Hikmahanto dalam webinar yang digelar SAIL dan FPCI
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).

Penggunaan hukum internasional dalam masalah Palestina dan Israel ini


bukan jadi solusi terbaik karena akan menimbulkan banyak keuntungan bagi
Israel. Dari konflik terakhir, ada tiga hal pokok yang menjadi pemicu konflik
terjadi sebagai Berikut;
1. Israel mengambil wilayah Palestina.
2. Israel mengirim warganya untuk menempati tempat-tempat di wilayah
Palestina.
3. Ada perselisihan antara Israel dan Palestina dalam hal perebutan-perebutan
tanah di Palestina.

Untuk mencari solusi dapat dilakukan dengan mengetahui makna


kemerdekaan bagi pemimpin Palestina yakni Hamas dan Fatah. Makna
merdeka menurut Hamas rakyat Palestina sudah menguasai tanah Palestina
sebelum Inggris ke luar.

Ini menunjukkan Hamas ingin Palestina bebas secara keseluruhan dari


pengaruh dan penjajahan Israel di tanah Palestina. Kedua, makna merdeka
menurut Fatah wilayah yang ditempati oleh rakyat Palestina ini dibebaskan
dari pendudukan Israel.

"Indonesia condong kepada gagasan two state solution. Meski demikian, ini
hanya bisa dilakukan jika ada kesepakatan antara Hamas dan Fatah, Israel
dan AS sebagai negara adikuasa pendukung Israel yang juga memiliki hak veto
di PBB.

Bangsa Israel merupakan bangsa yang tidak bernegara atau people without
land. Tapi, keinginan bangsa Israel mendirikan sebuah negara Yahudi ini yang

22 | P a g e
kemudian menjadi konflik karena wilayah yang diperebutkan merupakan
tanah Palestina.

"Strategi bangsa Israel untuk membangun negaranya menggunakan strategi


politik yang kuat dalam lobi internasional dan funding,"

Ia merasa, strategi yang digunakan Israel ini sangat kuat. Israel telah lakukan
lobi internasional jauh sebelum AS menjadi adikuasa. Kala itu, Israel
melakukan lobi internasional kepada Inggris dan Prancis sampai mendapat
restu Inggris.

Dalam melakukan strategi funding, sampai saat ini Israel pemasok terbesar
dana kampanye presiden-presiden di AS yang tergabung dalam American
Israel Public Affairs Committee (AIPAC). Ini yang menyebabkan AS selalu
mendukung Israel.

23 | P a g e
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dikemukakan, maka menarik kesimpulan sebagai


berikut:

1. Konflik Israel dan Palestina disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:


faktor teologis, historis, Deklarasi Balfour, dan Resolusi Majelis Umum
Perserikatan Bangsabangsa mengenai pembangian wilayah. Batasan wilayah
yang jelas dan pembangunan pemukiman Yahudi di atas tanah Palestina
menjadi hal substansial dan merupakan inti konflik Israel-Palestina. Akibat
dari konflik ini lebih banyak menelan korban dari pihak Palestina.

2. Penyelesaian dari konflik ini dapat dilakukan dengan menciptakan


perdamaian melalui negosiasi. Negosiasi yang dilakukan berupa negosiasi
bilateral dan negosiasi melalui pihak ketiga telah menghasilkan berbagai
perjanjian perdamaian. Beberapa negosiasi yang langsung berhasil, dimana
kedua belah pihak langsung mengimplementasikan hasil kesepakatan seperti
penarikan tentara Israel di daerah pendudukan di Hebron, dan masalah tukar-
tawanan. Ada pula negosiasi yang tidak langsung mencapai kesepakatan,
sehingga diteminalisasi sementara dengan status quo, seperti negosiasi yang
membahas mengenai wilayah, dan pemberhentian pembangunan pemukiman
Israel.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dengan melihat realitas dalam penyelesaian


konflik Israel-Palestina, maka Kami membuat beberapa catatan untuk
dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat peluang perdamaian Israel dan
Palestina yang akan datang.

1. Perlu adanya realisasi dari apa yang telah disepakati dari pihak Israel
maupun Palestina sebagai komitmen untuk menciptakan perdamaian. Israel
harus menghentikan pembangunan pemukiman di wilayah Palestina, dan
mengakui batas wilayah seperti sebelum terjadinya perang 1967.

2. Masih perlu perjuangan negosiasi lebih lanjut, dimanana negosiasi itu tidak
mengenal kata akhir, sebelum tertunaikannya tujuan yang diperjuangkan
kedua pihak.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai